Asuransi Syariah Wanprestasi Pada Asura

TUGAS AKHIR MAKALAH HUKUM DAGANG ASURANSI SYARIAH

(STUDI KASUS: WANPRESTASI PADA ASURANSI JIWA SYARIAH AJB BUMIPUTERA 912 KANTOR UNIT OPERASIONAL TULUNGAGUNG)

Dosen: Dwi Desi Yayi Tarina, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 13

1. Hafiz El Fariz (1610611047)

2. Nada Siti Salsabila (1610611159)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM 2017

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum Lingkungan yang berjudul “Makalah tentang Asuransi Syariah dengan Studi Kasus Wanprestasi Pada Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera 912 Kantor Unit Operasional Tulungagung ” dapat selesai seperti waktu yang telah ditentukan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti peribahasa

“Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa yang akan datang dan dapat membangun kami.

Jakarta, November 2017

Penulis

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini umat Islam dihadapkan pada persoalan-persoalan ekonomi kontemporer, akibat dari perkembangan peradaban manusia dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Dalam kehidupan kontemporer seperti sekarang ini, hukum Islam terutama di bidang keperdataan ( mu’amalah) semakin mempunyai arti penting, terutama dengan munculnya apa yang disebut ekonomi, perbankan dan asuransi, yang sangat erat kaitannya dengan hukum mu’amalat. Perkembangan institusi-institusi baru tersebut secara nyata mendorong pengembangan fiqh muamalah sebagai landasan yang memberikan kerangka acuan terhadap lembaga-lembaga tersebut dari sudut syar’i. Dewasa ini lembaga keuangan Islam telah berkembang dengan pesat, salah satunya adalah lembaga keuangan Islam di bidang asuransi.

Definisi asuransi sendiri adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi daripada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, gaji, atau ganti rugi barang dalam bentuk apa pun ketika terjadi bencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbaklien/nasabah tersebut (muamman) kepada perusahaan (muammin) di saat hidupnya. 1 Dari segi hukum

positif, hingga saat ini asuransi syariah masih mendasarkan legalitasnya pada UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang sebenarnya kurang mengakomodasi asuransi Islam di Indonesia, karena tidak mengatur tentang keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah. Pasal 1 undang-undang ini menyebutkan definisi asuranasi sebagai berikut:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberi penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu

1 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah (Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 6 1 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah (Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 6

peristiwa yang tidak tentu. 3 Saat ini asuransi telah menjadi peran penting di dalam pertumbuhan industri,

sebagaimana orang-orang yang ada dalam perdagangan, industri, dan pertanian skala besar. Hal ini disebabkan karena asuransi merupakan suatu lembaga yang sangat dibutuhkan oleh banyak orang, karena asuransi bergerak dalam bidang pengalihan risiko. Karena setiap orang pasti mempunyai suatu risiko yang tidak pasti kapan terjadinya dan apa yang akan terjadi. Sehingga untuk menghindari hal-hal risiko tersebut maka asuransi datang sebagai solusi untuk mempersipakan risiko yang mungkin akan terjadi dan kita tidak tahu kapan akan terjadi. Dalam perjanjian asuransi jiwa merupakan usaha manusia untuk mengalihkan suatu risiko yang akan dihadapi yaitu kematian kepada pihak asuransi. Perjanjian ini mempunyai tujuan untuk pengalihan kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh tertanggung kepada pihak penanggung. Akan tetapi dalam perjanjian asuransi jiwa pengganti kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung yang diberikan kepada pihak penanggung sebenarnya tidak dapat dikatakan ganti rugi, karena jiwa seseorang tidak dapat digantikan dengan uang. Premi pada Asuransi Syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan Tabarru’. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta Asuransi Syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil (al-mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim, baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan, Tabarru’ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan

2 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005), hal. 251-252 3 Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam (Suatu Tinjauan Analisis Historis, Toeritis & Praktis),(Jakarta:

Prenada Media,2004), hal. 59 Prenada Media,2004), hal. 59

Dalam perjanjian pertanggungan, tertanggung (peserta) berkewajiban membayar premi, sedangkan mengenai besarnya uang premi tersebut yang menentukan adalah pihak penanggung dengan memperhatikan besar kecilnya uang tertanggung. Biasanya pembayaran premi ini di penuhi oleh tertanggung terlebih dahulu, jika premi ini untuk jangka panjang maka pembayarannya bisa dilakukan secara periodik. Namun dalam kenyataanya pada praktek perjanjian asuransi jiwa, sering terjadi suatu masalah dimana pihak tertanggung dalam memenuhi kewajibannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pihak penanggung, sebagaimana yang bermaktub dalam polis atau pada perjanjian asuransi tersebut yang pada akhirnya akan mengakibatkan penunggakan atau bahkan menghentikan sama sekali dari kewajibannya membayarkan premi. Dengan demikian telah terjadi wanprestasi sehingga pihak yang melakukannya wajib mengganti rugi. Kenyataan seperti ini bisa saja terjadi pada perusahaan asuransi, tak terkecuali pada Asuransi Jiwa Syariah Bumiputera 1912 Kantor Unit Tulungagung. Penyebab terjadinya wanprestasi yang dilakukan tertanggung (peserta) bisa jadi di karenakan oleh beberapa faktor, yaitu faktor finansial dan non finansial. Faktor finansial misalnya bertambahnya kebutuhan hidup tertanggung (peserta) sedangkan pendapatan yang diperoleh tidak bertambah dan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, sehingga untuk membayar premi menjadi terhambat dan bahkan berhenti. Selain faktor tersebut tertanggung kadang lalai untuk membayarkan premi asuransi hal ini dikarenakan pengetahuan tertanggung (peserta) tentang asuransi masih sangat kurang, sehingga tertanggung (peserta) tidak melaksanakan kewajibannya terhadap asuransi sesuai dengan perjankementrjian. Dengan adanya kasus tersebut maka tertanggung dikatakan telah melakukan wanprestasi, yaitu tindakan ingkar janji. Allah berfirman dalam Surat Al-Anfal (8) ayat 27:

Ayat tersebut menganjurkan agar setiap orang menghormati dan mematuhi setiap perjanjian dan amanah yang telah dipercayakan kepadanya. Jika tertanggung (peserta) tidak dapat memenuhi perjanjian dan amanah yang telah dipercayakan kepadanya maka tertanggung (peserta) bisa dikenai sanksi. Adanya kasus wanprestasi yang dilakukan oleh

4 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 30 4 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 30

Untuk mengetahui bagaimana praktek dan cara penyelesaian permasalahan yang terjadi dalam Asuransi Syari’ah pada Asuransi JiwaSyariah Bumiputera 1912 Kantor Unit Operasional Tulungagung. Dalam hal ini penulis masih belum mengetahui dengan jelas bagaimana praktek asuransi syariah di Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera Tulungagung. Hal ini dikarenakan asuransi syariah masih tergolong baru khususnya di wilayah Tulungagung sehingga pemahaman umat masih kurang di samping masih minimnya sosialisasi dikarenakan minimnya tenaga pemasaran (agen) yang menguasai asuransi syariah secara teknis. Dengan meneliti sistem operasional dan praktek asuransi syariah diharapkan masyarakat dapat mengetahui dengan jelas bagaimana praktik dalam asuransi syariah, Peneliti juga berharap dengan adanya makalah ini masyarakat menjadi tahu berbedaan antara asuransi syariah dan konvensional. Berkaitan dengan pokok permasalahan tersebut maka kami mengangkat sebuah topik makalah dengan judul “Asuransi Syariah dengan studi kasus wanprestasi Pada Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera 912 Kantor Unit OperasionalTulungagung".

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Apa saja faktor penyebab terjadinya wanperstasi dalam praktek Asuransi Syariah pada Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera 1912 Tulungagung?

2. Bagaimana cara penyelesaian permasalahan wanprestasi yang terjadi dalam praktek Asuransi Syariah pada Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera 1912 Tulungagung?

1.3 Tujuan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui permasalahan wanprestasi dalam praktek Asuransi Syariah pada Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera 1912 Tulungagung.

2. Untuk mengetahui cara penyelesaian permasalahan wanprestasi yang terjadi dalam praktek Asuransi Syariah pada Asuransi Jiwa Syariah AJB Bumiputera 1912 Tulungagung

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Asuransi Konvensional

Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa popular dan diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata “pertanggungan". Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie 5 (asuransi) dan verzekering (pertanggungan). Menurut Wirjoyo Prodjodikoro

dalam bukunya yang berjudul Hukum Asuransi Syariah di Indonesia (1987) yang dikutip oleh Zainudin Ali, menyatakan bahwa asuransi adalah suatu persetujuan pihak yang

dijaminkan untuk menerima sejumlah 6 uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum

jelas. 7 Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti,

kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti

polis yang menjamin perlindungan tersebut. 8 Asuransi (insurance) sering juga di istilahkan dengan ”pertanggungan”, adapun

pengertiannya dapat ditemukan dalam ketentuan pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 (tentang Usaha Perasuransian) yang mana dalam Undang-undang tersebut didefinisikan sebagai berikut:

Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari sutau peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

5 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah…, hal. 26. 6 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 63. 7 Zainudin Ali, Hukum Asuransi Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal.1

8 http://id.wikipedia.org/wiki/Asuransi , Diakses Pada Hari : Sabtu 28 November 2017 pukul 07.45 WIB.

Dari rumusan pasal tersebut dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya Asuransi atau pertanggungan itu adalah merupakan suatu ikhtiar dalam rangka menanggulangi adanya risiko. 9

a. Dasar Hukum Asuransi Konvensional Dalam menjalankan kegiatan usahanya perusahaan asuransi menggunakan legalitas

hukumnya pada Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian sebagai dasar hukum untuk mengatur jenis kegiatannya, Undang-undang tersebut berisi tentang: (a) Bidang usaha, jenis usaha, ruang lingkup usaha, serta bentuk hukum usaha perasuransian, (b) Obyek asuransi, (c) Kepemilikan dan perjanjian usaha perasuransian, (d) Pembinaan

dan pengawasan, (e) Kepailitan dan likuidasi dan, (f) Ketentuan pidana. 10

b. Tujuan Asuransi Konvensional Asuransi dan risiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat sebab asuransi adalah

mengalihkan risiko yang ditimbulkan karena peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan kepada orang lain yang bersedia mengambil risiko itu dengan mengganti kerugian yang

dideritanya. Tujuan asuransi adalah sebagai berikut: 11

1) Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita suatu pihak.

2) Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.

3) Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.

4) Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.

5) Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.

6) Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja).

9 Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 84. 10 Ibid., hal. 84 11 http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id=1606, Diakses Pada Hari: Minggu 27 November 2017, Pukul 10.52 WIB.

c. Prinsip Asuransi Konvensional Ada beberapa prinsip pokok asuransi yang sangat penting yang harus di penuhi baik

oleh tertanggung maupun penaggung agar kontrak atau perjanjian asuransi berlaku dan layak untuk diasuransikan. Tujuannya adalah menghindari hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari antara pihak penanggung dan tertanggung. Adapun prinsip pokok asuransi adalah sebagai berikut:

1) Itikad baik (Utmost Good Faith) Dalam menetapkan kontrak atau perjanjian antara penanggung dan tertanggung harus didasari dengan kejujuran. Kontrak yang dilakukan harus jelas dan dapat difahami oleh pihak tertanggung dan penanggung tidak boleh menyembunyikan hal-hal yang dapat merugikan tertanggung. Pihak penanggung harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan kontrak secara jujur kepada tertanggung dan sebaliknya tertanggung berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara serta teliti.

2) Ganti rugi (Indemnity) Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka penanggung akan member ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian tertanggung tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar dari pada kerugian yang anda derita.

3) Perwalian (Subrogation) Prinsip subrogation (perwalian) ini berkaitan dengan suatu keadaan dimana kerugian yang dialami tertanggung merupakan akibat dari kesalahan pihak ketiga (orang lain). Prinsip ini memberikan hak perwalian kepada penanggung oleh tertanggung jika melibatkan pihak ketiga. Dengan kata lain, apabila tertanggung mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga, maka penanggung setelah memberikan ganti rugi kepada tertanggung, akan menggnti kedudukan tertanggung dalammengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut.

4) Kontribusi (Contribution) Tertanggung dapat mengasuransikan harta benda yang samapada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi.

Prinsip kontribusi berarti apabila penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung maka penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu tertanggung (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik teranggung) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.

5) Sebab Akibat (Proximate Cause) Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama penanggung akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah

musibah atau kecelakaan tersebut. 12

d. Konsep Perjanjian (kontrak) Asuransi Konvensional Dalam asuransi konvensional asuransi adalah sebuah mekanisme perpindahan risiko

(risk transfer) yang oleh suatu organisasi dapat diubah dari tidak pasti menjadi pasti. Ketidakpastian mencakup faktorfaktor antara lain, apakah kerugian akan muncul, kapan terjadinya, dan seberapa besar dampaknya dan berapak kali kemungkinannya terjadi dalam satu tahun. Asuransi memberikan peluang untuk menukar kerugian yang tidak pasti ini menjadi kerugian yang pasti yakni premi asuransi. Suatu organisasi akan setuju membayar premi tetap dan sebagai gantinya perusahaan asuransi setuju untuk menutup semua

kerugian yang akan terjadi yang termasuk dalam ketentuan-ketentuan polis. 13

e. Sistem Pengelolaan Dana Asuransi Konvensional Konsep perjanjian yang dipakai asuransi konvensional adalah akad jual beli, sehingga

sistem pengelolaan dana adalah dengan tertanggung membayarkan uang premi kepada penanggung (perusahaan), premi yang terkumpul akan diinvestasikan dengan sistem bunga. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggungan atas klaim yang diajukan peserta. Namun jika tidak terjadi klaim perusahaan berhak penuh atas sejumlah dana yang dibayarkan peserta. tidak ada kewajiban perusahaan untuk mengembalikan dana peserta

dan hasil investasi kepada peserta karena dianggap sebagai dana hangus. 14

12 http://ryaniskandar.wordpress.com/2007/07/01/prinsip-dasar-asuransi/, Diakses Pada Senin 28 November 2017 Pukul 11.35 WIB.

13 Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal 4-5. 14 Abdullah Amrin, Asuransi Syariah (keberadaan dan kelebihan di tengah asuransi konvensional), (Jakarta: PT

Elex Media Komputindo, 2006), hal 87.

2.2 Asuransi Syariah

Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda assurantie yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian timbul istilah Assuradeur bagi penanggung. Dan geassureerde bagi tertanggung. Sedangkan dalam bahasa Arab Asuransi disebut at- ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. Istilah at-ta‟min diambil dari kata amana yang memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Istilah At- ta’min juga memiliki arti seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana telah disepakati atau untuk mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang. Istilah lain asuransi syariah juga dikenal dengan namatakaful. Kata Takaful berasal dari takafala-yatakafalu , yang secara etimologis berarti menjamin atau saling menanggung. Takaful dalam pengertian muamalah ialah saling memikul resiko di antara sesama sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing- masingmengeluarkan dana tabarru, dana ibadah, sumbangan, derma yang ditunjukkan

untuk menanggung resiko. 15 Sebenarnya konsep asuransi islam bukanlah hal baru, karena sudah ada sejak zaman

rasulullah yang di sebut dengan aqilah, yaitu kebiasaan suku arab sejak zaman dahulu bahwa jika ada salah satu anggota suku yang terbunuh oleh anggota dari suku lain, pewaris korban akan di bayar sejumlah uang darah diyat sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh yang disebut Aqilah. Perkembangan Asuransi Syariah sendiri di mulai pada tahun 1992 yaitu awal dari berdirinya bank Muamalat Indonesia yang mempunyai pemikiran di kalangan ulama dan praktisi ekonomi syariah yang jumlahnya masih sedikit waktu itu untuk membuat Asuransi Syariah. Pada tanggal 27 juli 1993 Tim TEPATI (Tim pembantukan Takaful Indonesia) yang di ketuai Rahmat Husen melakukan Study banding ke Malaysia untuk mempelajari operasional Asuransi Syariah. Tim TEPATI memulai misi jihadnya di bidang iqtishodiyah ‟ekonomi‟ dengan modal 30 juta, modal inilah yang digunakan untuk membiyayai tim ke Malaysia, mengadakan seminar, dan persiapan- persiapan lain yang bersifat teknis sebagaimana layaknya jika akan mendirikan sebuah perusahaan asuransi ke Depkeu. Setelah melakukan berbagai persiapan termasuk

15 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Oprasional, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, h. 26-33.

melakukan seminar nasional oktober 1993 di Hotel Indonesia yang dihadiri Purwanto Abdulcadir (ketua umum DAI), KH ahmad Azhar Basyir, MA (Ulama) dan Mohd Fadzli Yusof (CEO Syarikat Takaful malaysia), akhirnya pada tanggal 24 februari 1994 berdirilah PT. Syarikat takaful indonesia dan selanjutnya menganak cabang menjadi dua perusahaan Yaitu PT. Asuransi Takaful keluarga 25 agustus 1994 Dan PT. Takaful umum 2 juni 1995 dan sampai dengan sekarang. 16

Menurut Mushtafa Ahmad Zarqa pengertian Asuransi secara istilah adalah kejadian, adapun metodelogi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya asuransi adalah suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya. Ia berpendapat, bahwa sistem Asuransi adalah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut. Penggantian tersebut berasal dari premi mereka. Menurut Husain Hamid Hisan mengatakan Asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia, semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa, jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian asuransi adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling tolong menolong dalam berbuat kebajikan dan takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya

(malapetaka) yang mengancam mereka. 17 Sedangkan menurut Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia Pada tahun 2001

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI mengeluarkan fatwa No.21/DSN-MUI /X/2001 dalam fatwanya tentang pedoman umum Asuransi Syariah, memberi definisi tentang Asuransi Syariah. Menurutnya, Asuransi Syariah ( ta’min, takaful, tadhamun ) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengambilan untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan Syariah. 18 Dari definisi-definisi di atas tampak bahwa Asuransi Syariah bersifat

16 Ibid., h. 719 17 Abdullah Amrin, Meraih Berkah melalui Asuransi Syariah, Jakarta: PT Ekex Media Komputindo, 2011, h. 39 18 Muhammad Syakir Sula, op.cit., h. 30 16 Ibid., h. 719 17 Abdullah Amrin, Meraih Berkah melalui Asuransi Syariah, Jakarta: PT Ekex Media Komputindo, 2011, h. 39 18 Muhammad Syakir Sula, op.cit., h. 30

2.3 Landasan Hukum Asuransi Syariah

Sebagian kalangan Islam beranggapan bahwa Asuransi sama dengan menentang qodlo dan qadar atau bertentangan dengan takdir. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kemalangan dan kematian merupakan takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam Surat Al Hasyr : 18.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan

bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hasyr: 18).

Jelas sekali dalam ayat diatas Allah SWT dalam Al- Qur’an memerintahkan kepada hamba-Nya untuk senantiasa melakukan persiapan untuk menghadapi hari esok. Selain itu, Allah SWT juga meminta perhatian kita yang sungguh-sungguh untuk tidak meninggalkan generasi (anak-anak) yang lemah baik akidah, intelektualitas, ekonomi maupun fisiknya. Allah berfirman dalam Surat An-Nisa: 9.

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mere ka mengucapkan Perkataan yang benar.” (An-Nisa : 9) Dalam Al Qur’an surat Yusuf: 46-49 Allah SWT juga mengajarkan kepada kita suatu

pelajaran yang luar biasa berharga dalam peristiwa mimpi Raja Mesir yang kemudian

19 Ibid.

ditafsirkan oleh Nabi Yusuf dengan sangat akurat, sebagai suatu perencanaan Negara dalam menghadapi krisis pangan tujuh tahun mendatang. 20 Allah menggambarkan contoh usaha

manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk dimasa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja mesir tetang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh tangkai gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah. Nabi Yusuf dalam hal ini menjawab supaya kamu bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya hendaklah disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapi masa sulit tesebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan. Sangat jelas dalam ayat-ayat diatas kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan memproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat-ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi.

Sumber hukum dari asuransi syariah adalah syariat Islam, sedangkan sumber hukum dalam syariah Islam adalah Al-Quran, Sunnahatau kebiasaan rasul, ijma’, fatwa sahabat, Qiyas, Ihtisan, ‘Urf’ ‘tradisi’, dan Mashalih Mursalah. Al-Qur’an dan sunah atau kebiasaan Rasulullah merupakan sumber utama dari hukum Islam. Oleh karena itu, dalammenetapkan prinsi-prinsip maupun praktik dan operasonal dari asuransi syariah, parameter yang

senantiasa menjadi rujukan adalah syariah Islam. 21 Selain itu dalam menjalankan usahanya, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah juga menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia yaitu berupa Fatwa DSN-MUI, diantaranya tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Disamping itu pemerintah telah mengeluarkan perundang-undangan untuk mengatur pelaksanaan sistem asuransi syariah

di Indonesia, yaitu: 22

1. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha dan KelembagaanPerusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor424/KMK.06/2003 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

20 Ibid, h. 86 21 Ibid, h. 296-297 22 Abdullah Amrin, op.cit., h. 37-38

3. Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan NomorKep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah. 23

4. DSN-Mui No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman Asuransi Syariah.

2.4 Prinsip Dasar Asuransi Syariah

Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh berbeda dengan dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomika Islami secara komprehensif dan bersifat umum. Hal ini disebabkan karena kajian Asuransi Syariah merupakan turunan dari konsep ekonomika Islami. Begitu juga dengan asuransi, harus dibangun dengan pondasi dan prinsip dasar yang kuat serta kokoh. Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syariah ada sepuluh macam yaitu tauhid, keadilan, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan,

kebenaran, larangan riba, larangan judi dan larang gharar. 24

1. Tauhid (unity) Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bangunan yang ada dalam syariah

Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Tauhid sendiri dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Manusia dengan atribut yang melekat pada dirinya adalah fenomena sendiri yang realitanya tidak dapat dipisahkan dari penciptanya (sang Khaliq). Sehingga dalam tingkatan tertentu dapat dipahami bahwa semua gerak yang ada di alam semesta merupakan gerak dari Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS al-Hadid (57) : 4.

“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa Kemudian dia bersemayam di atas ´arsy dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya.

23 Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Jakarta: Prenata Media. 2004, h. 125 24 Ibid., h. 125-135.

dan dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Hadid) Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan

suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak dalam melakukan setiap aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu bersama kita. Jika

pemahaman semacam ini terbentuk dalam setiap “pemain” yang terlihat dalam perusahaan asuransi maka tahap awal masalah yang sangat urgensi telah terlalui dan dapat melangsungkan perjalanan bermuamalah.

2. Keadilan (justice) Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice)

antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi. Pertama, nasabah asuransi harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkannya untuk selalu membayar iuran uang santunan (premi) dalam jumlah tertentu pada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah. Di sisi lain keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dan hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Jika nisbah yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realitanya pembagian keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut.

3. Tolong-menolong (ta’awun) Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan

semangat tolong menolong ( ta’awun) antara anggota. Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian. Dalam hal ini Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya QS.Al-Maidah (5) : 2

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu

kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya”. (QS. Al- Maidah : 2) Praktik tolong menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk bisnis

asuransi. Tanpa adanya unsur ini atau hanya sematamatauntuk mengejar keuntungan bisnis (profit oriented) berarti perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter utamanya, dan seharusnya sudah wajib terkena pinalti untuk dibekukan operasionalnya sebagai perusahaan asuransi.

4. Kerja sama Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi

Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari Khaliqnya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Kerjasama dalam bisnis asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua pihak yang terlibat, yaitu antara anggota (nasabah) dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai dalam bisnis asuransi dapat menggunakan konsep mudharabah atau musyarakah. Konsep mudharabah dan musyarakah adalah dua buah konsep dasar dalam kajian ekonomika Islami dan mempunyai nilai historis dalam perkembangan keilmuan.

Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan pemilik modal (nasabah) menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan yang nantinya akan dibagi antara perusahaan dan nasabah asuransi. Jika akadnya menyebutkan pembagian nisbah keuntungan antara kedua pihak 70:30, yaitu 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan, maka pembagian profit dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan juga harus mengacu pada ketentuan akad tersebut. Sedangkan akad musyarakah dapat terwujud antara nasabah dan perusahaan asuransi, jika kedua pihak bekerjasama dengan sama- s ama menyerahkan modalnya untuk diinvestasikan pada bidang-bidang yang menguntungkan. Keuntungan yang diperoleh dari investasi dibagi sesuai porsi kesepakatan nisbah.

5. Amanah Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai

akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap

6. Kerelaan Prinsip kerelaan dalam ekonomika Islami berdasar pada firman Allah SWT berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (QS. An-Nisa’ : 29) Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam setiap

melakukan akad (transaksi), dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terikat oleh perjanjian akad. Sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan. Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial. Dana sosial memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian.

7. Tidak mengandung riba Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara umum

terdapat benang merah dalam menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Dalam setiap transaksi, seorang muslimm dilarang memperkaya diri dengan cara yang tidak dibenarkan, salah satu adalah riba. Firman Allah SWT :

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Ribadengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat

keberuntungan”. (QS al-Imran: 130). Pada asuransi syariah, masalah riba dieliminir dengan konsep mudharabah (bagi hasil).

Seluruh bagian dari proses operasional asuransi yang di dalamnya menganut sistem riba, digantikannya dengan akad mudharabah atau akad lainnya yang dibenarkan secara syar’i. Baik dalam penentuan bunga teknik, investasi, maupun penempatan dana ke pihak ketiga,

semua menggunakan instrumen akad 25 syar’i yang bebas dari riba.

8. Tidak mengandung perjudian Allah SWT telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan aktivitas

ekonomi yang mempunyai unsur judi (maisir). Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah (5): 90

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. (QS. Al-Maidah: 90). Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adalah salah satu pihak

yang untung, namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum reversing period , biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, dimana untung rugi terjadi sebagai hasil dari

ketetapan. 26 Dalam asuransi syariah (misalnya di Takaful), Reversing Priod, bermula dari awal akad di mana setiap peserta mempunyai hak untuk mendapatkan cash value, kapan saja, dan mendapatkan semua uang yang telah dibayarkannya kecuali sebagian kecil saja. Yaitu, yang telah diniatkan untuk danatabarru’ yang sudah dimasukkan ke dalam rekening

25 Muhammad Syakir Sula, op.cit, h. 176. 26 Hasan Ali, op.cit., h. 133.

khusus peserta dalam bentuk tabarru’ atau dana kebajikan. Masalah asuransi syariah di atas dapat selesai dengan adanya kebenaran dalam akad. Asuransi syariah telah mengubah akadnya dan membagi dan peserta ke dalam dua rekening khusus yang menampung dana

tabarru’ yang tidak bercampur dengan rekening peserta, maka reversing period di asuransi syariah terjadi sejak awal. Kapan saja peserta dapat mengambil uangnya (karena pada

hakikatnya itu adalah uang mereka sendiri), dan nilai tunai sudah ada sejak awal tahun pertama iamasuk. Karena itu, tidak ada maisir, tidak ada gambling, karena tidak ada pihak

yang dirugikan. 27

9. Tidak mengandung gharar (Ketidakpastian) Gharar dalam pengertian bahasa adalah al- khida’ (penipuan), yaitu suatu tindakan

yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. Wahbah al-Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetapi hakikatnya menimbulkan kebencian. Oleh karena itu, dikatakan ad- dunya mata’ul ghuruur

artinya dunia adalah kesenangan yang menipu. 28 Sesuai dengan syarat-syarat akad pertukaran, maka harus jelas berapa pembayaran

premi dan berapa uang pertanggungan yang akan diterima. Masalah hukum syariah disini muncul karena kita tidak bisa menentukan secara tepat jumlah premi yang akan dibayarkan, sekalipun syarat-syarat lainnya, penjual, pembeli, ijab kabul, dan jumlah uang pertanggungan (barang) dapat dihitung. Jumlah premi yang akan dibayarkan amat tergantung pada takdir, tahun berapa kita meninggal atau mungkin sampai akhir kontrak kita tetap hidup. Disinilah gharar terjadi. Dalam Asuransi Syariah, masalah gharar ini dapat diatasi dengan mengganti akad tabaduli dengan akad takafuli (tolong-menolong) atau akadtabarru’ dan akad mudharabah (bagi hasil). Dengan akad tabarru’, persyaratan dalam akad pertukaran tidak perlu lagi atau gugur. Sebagai gantinya, maka asuransi syariah menyiapkan rekening khusus sebagai rekening dana tolong-menolong atau rekening tabarru yang telah diniatkan (diakadkan) secara ikhlas setiap peserta masuk asuransi syariah.Oleh karena itu, dalam mekanisme dana di asuransi syariah, premi yang dibayarkan peserta dibagi dalam dua rekening, yaitu rekening peserta dan rekening ta barru’. Pada rekening tabarru’ inilah ditampung semua danatabarru’ peserta sebagai dana tolong menolong atau dana kebajikan, yang jumlahnya sekitar 5%-10% dari premi pertama

27 Syakir Sula, Op.cit. h. 176 28 Hasan Ali, Op.cit. h. 125-136

(tergantung usia). Selanjutnya, dari dana ini pula klaim-klaim peserta dibayarkan apabila ada di antara peserta yang meninggal atau mengambil nilai tunai. 29

2.5 Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Syariah

Sistem operasional asuransi syariah (Takaful) adalah bertanggung jawab, bantu- membantu, dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan asuransi syariah diberi kepercayaan atau amanah oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan memberikan santunan kepada yang

mengalami musibah sesuai dengan isi akta perjanjian. 30 Pengelolaan dana asuransi (premi) dapat dilakukan dengan akad mudharabah, mudharabah musyarakah, atau wakalah bil

ujroh . Pada akad mudharabah, keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bangian keuntungan dana dari investasi (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariahberfungsi sebagai pihak yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Pada akad mudharabah musyarakah, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib yang menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama dana para peserta. Perusahaan dan peserta berhak memperoleh bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh dari investasi. Sedangka pada akad wakalah bil ujroh, perusahaan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kesepakatan. Para peserta memberikan kuasa kepada perusahaan untuk mengelola dananya dalam hal kegiatan administrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim,

underwriting, pengelolaan portofolio risiko, pemasaran dan investasi. 31 Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi menjadi dua sistem, yaitu:

a) Sistem pada Produk Saving (Ada Unsur Tabungan) Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang (premi) secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi, perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi yang dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda.

7) Rekening tabungan peserta, yaitu dana yang merupakan milikpeserta, yang dibayarkan bila: (a) Perjanjian telah berakhir

29 Syakir Sula, op.cit., hlm. 174. 30 Ibid., h. 177. 31 Andi Sumitro, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2009 h. 279.

(b) Peserta mengundurkan diri (c) Peserta meninggal dunia

8) Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana kebajikan yang telah diniatkan oleh peserta sebagai iuran dana kebajikan untuk tujuan saling menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila: (a) Peserta meninggal dunia, (b) Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana) Sistem inilah sebagai implementasi dari akad takafuli dan akad mudharabah, sehingga

asuransi syariah dapat terhindar dari unsur gharar dan maisir. Selanjutnya kumpulan dana peserta ini diinvestasikan sesuai dengan syariat agama Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi reasuransi), akan dibagi menurut prinsip mudharabah. Persentase pembagian mudharabah dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dan peserta, misalnya dengan 70 : 30, 60 : 40, dan seterusnya. Lebih jelas dapat dilihat dalam gambar berikut :

Skema

Sistem pada Produk Saving (Ada Unsur Tabungan)

2.6 Sejarah Perkembangan Asuransi Syariah

Secara historis, kajian tentang “pertanggungan” telah dikenal sejak zaman dahulu dan telah dipraktikkan di tengah-tengah masyarakat, walaupun dalam bentuk yang sangat

sederhana.Ini dikarenakan nilai dasar penopang dari konsep “pertanggungan” yang terwujud dalam bentuk tolong-menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia. 32

Asuransi pada awalnya adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan beban individu dan menghindari kesulitan pembiayaan. Secara umum konsep asuransi merupakan persiapanyang dibuat sekelompok orang yang masing-masing menghadapai kerugian yang tidak dapat diduga. Apabila kerugian itu menimpa salah seorang dari mereka yang menjadi anggota perkumpulan itu, maka kerugian itu akan

ditanggung bersama oleh mereka. 33 Kesepakatan kelompok itulah yang menjadi cikal bakal lembaga asuransi dikemudian hari. Hal yang paling terlihat dalam kegiatan ini adalah suatu

peristiwa yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dan menimbulkan resiko, sehingga mereka berusaha untuk mengalihkan kemungkinan terjadinya resiko tersebut dengan mengikuti sejenis kelompok-kelompok pertanggungan seperti tersebut di atas, Transfer of risk begitu nampak di sini. Jika ditelusuri dalam buku-buku asuransi klasik, maka didapatkan keterangan bahwa asal muasal dari asuransi konvensional adalah kebiasaan masyarakat Babilonia (4000-3000 SM) yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi, dikumpulkan oleh Raja Babilonia dalam 282 ketentuan (code of Hammurabi) pada tahun 2250 SM. Kemudian berkembang menjadi praktik perjanjian Bottomry (Bottomry

Contract 34 ) sekitar 1600-1000 SM yang dipraktekkan di masyarakat Yunani. Bottomry adalah uang atau barang dipinjamkan kepada pedagang untuk tujuan

perdagangan, atau dapat sebagai pinjaman murni dengan membebankan imbalan tertentu atau bunga, dan/atau keduanya, membebankan bunga atas pinjaman uang dan sebagai modal akan mendapatkan bagian keuntungan dari hasil perdagangan. Dasar transaksi antara peminjam dengan yang meminjam adalah atas dasar saling pengertian, yaitu bagi peminjam berkewajiban membayar bunga uang kepada pemberi pinjaman dan peminjam harus dilindungi (dibebaskan) dari kewajiban bila dalam melakukan perdagangan terjadi kecelakaan atau musibah.Pembayaran bunga dalam bottomry dapat disamakan dengan

32 Hasan Ali, Asuransi dakam perspektif Hukum Islam(Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan praktis), (Jakarta: Prenada Media, 2004), hal. 65

33 Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syari'ah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonesia, 1997), hal. 112.

34 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hal. 296.

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65