Karakteristik Sifat Fungsional Kacang Hi

Surat Pernyataan Sumber Tulisan PKM-AI
Saya yang menandatangani Surat Pernyataan ini:
Nama : Yoel Trianto
NIM : 6103009035
1) Menyatakan bahwa PKM-AI yang saya tuliskan bersama anggota tim lainnya
benar bersumber dari kegiatan yang telah dilakukan:
- Nyatakan Program Kegiatan Penelitian yang telah dilakukan sendiri oleh
penulis bukan oleh pihak lain.
- Topik Kegiatan
: Karakteristik Sifat Fungsional Kacang
Hijau Kukus dengan Variasi Waktu
Pengukusan
- Tempat dan Tahun Pelaksanaan : Surabaya, Tahun 2013
2) Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk prosiding
maupun jurnal sebelumnya.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan
pihak manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Surabaya, 25 Maret 2013
Yang Membuat Pernyataan

Mengetahui/Menyetujui

Ketua Jurusan

Yoel Trianto
NIM. 6103009035

Ir. Adrianus Rulianto Utomo, M.P.
NIP. 611.92.0187

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL KACANG HIJAU KUKUS
DENGAN VARIASI WAKTU PENGUKUSAN
BIDANG KEGIATAN:
PKM-AI (ARTIKEL ILMIAH)

Diusulkan oleh:
Yoel Trianto (6103009035 – Angkatan 2009)
Richard Wang (6103009109 – Angkatan 2009)
Tjoa Ming Fee (6103010013 – Angkatan 2010)
Lydia Serevia (6103010038 – Angkatan 2010)


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2013

i

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan

: Karakteristik Sifat Fungsional Kacang Hijau Kukus
dengan Variasi Waktu Pengukusan

2. Bidang Kegiatan

: PKM-AI

3. Ketua Pelaksana Kegiatan

a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Jurusan
d. Universitas
e. Alamat/No. Telp
f. Alamat email

: Yoel Trianto
: 6103009035
: Teknologi Pertanian
: Unika Widya Mandala Surabaya
: Kupang Indah 19/29 / (031)-7327935
: jolztrianto_91@hotmail.com

4. Anggota Pelaksana Kegiatan
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap
b. NIDN
c. Alamat/No. Telp


:4 orang

: Anita Maya Sutedja, S.TP., M.Si
:611.03.0561
:Jl. Manyar Kertoarjo VI/38 / 08121618026

Surabaya, 23 Maret 2013
Menyetujui,
Wakil Dekan

Ketua Pelaksana Kegiatan

Ir. T. Dwi Wibawa Budianta, M.T
NIP.611.89.0148

Yoel Trianto ____
NIP. 6103009035

Wakil Rektor bidang kemahasiswaan


Dosen Pendamping

Drs. Y. G. Harto Pramono, Ph.D
NIP.121.86.0119

Anita Maya Sutedja, S.TP., M.Si
NIDN.
NIDN. 611.03.0561
0726078001

ii

1

KARAKTERISTIK SIFAT FUNGSIONAL KACANG HIJAU KUKUS
DENGAN VARIASI WAKTU PENGUKUSAN
Y. Trianto, R. Wang, T.M. Fee danL. Serevia
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Katolik Widya Mandala Surabaya
ABSTRAK

Kacang hijau merupakan salah satu spesies legumes yang umum
dikonsumsi di Indonesia.Eksplorasi kacang hijau dinilai masih kurang karena
pemanfaatan kacang hijau yang umum dilakukan belum mempertimbangkan
karakteristik fungsionalnya.Aplikasi sifat fungsional pada kacang hijau
terkendala oleh komponen protein dan pati kacang hijau secara struktural masih
terikat dalam struktur kompleks.Pengukusan merupakan salah satu perlakuan
yang dapat menyebabkan komponen kompleks pati-protein dalam kacang hijau
menjadi terpecah di samping memberikan efek gelatinisasi pati dan denaturasi
protein.Hal ini mendasari adanya penelitian mengenai pengaruh waktu
pengukusan terhadap sifat fungsional kacang hijau.Faktor yang diteliti pada
percobaan ini adalah yaitu waktu pengukusan kacang hijau yang terdiri atas
enam level yaitu 0 menit, 1 menit, 2 menit, 3 menit, 4 menit dan 5 menit. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengukusan dapat menyebabkan kelarutan protein
dan kemampuan emulsifikasi kacang hijau menurun selama pengukusan namun
kemampuan pembentukan buih mengalami sedikit peningkatan pada pengukusan
1 menit sebelum menurun kembali pada waktu pengukusan yang lebih lama.
Kata kunci: kacang hijau, pengukusan, sifat fungsional
ABSTRACT
Mungbean is a kind of legumes which is generally consumed in Indonesia.
Mungbean exploration has been reported insufficient because most of recent

utilization of mungbean did not consider its functional characteristic yet.
Application of mungbean functional properties is obstructed by low solubility of
protein and starch that structurally bond in complex structure. Steaming become
one of several treatments which capable breaks complex structure of starchprotein besides gelatinize starch and denaturate protein. This will be a base of
research about the effect of steaming duration on mungbean functional
properties. The factor which will be researched is steaming duration of
mungbean. This factor consists of six levels those are 0 minute, 1 minute, 2
minutes, 3 minutes, 4 minutes, and 5 minutes. The result of research reported that
steaming could decrease protein solubility and emulsification capability of
mungbean. In other hands, foaming ability could be increased by 1 minutes of
steaming before being reduced again in longer duration of steaming.
Keywords: functional properties, mungbean, steaming

2

PENDAHULUAN
Kacang hijau (Vigna radiata) merupakan salah satu spesies kacangkacangan (legumes) yang umum dikonsumsi di Indonesia.Kacang hijau memiliki
potensi sifat fungsional yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh faktor nutrisi dari
kacang hijau khususnya kandungan karbohidrat dan protein yang tinggi yaitu
sebesar 62,40% dan 22% (Rukmana, 1997). Kandungan protein pada kacangkacangan berkisar antara 17-40% dan memiliki selisih cukup jauh dibandingkan

dengan serealia yang hanya berkadar protein 7-13% (Butt and Rizwana,
2010).Kacang hijau memiliki potensi untuk diaplikasikan dalam pengolahan
pangan sebagai bahan penyusun yang disesuaikan dengan karakteristik yang
diharapkan.Namun, masyarakat umumnya masih memanfaatkan kacang hijau
tanpa
mempertimbangkan
sifat
fungsional
yang
terkandung
di
dalamnya.Eksplorasi sifat fungsional kacang hijau yang masih kurang
menyebabkan aplikasi sifat fungsional kacang hijau dalam produk pangan belum
banyak ditemukan di Indonesia.
Sifat fungsional kacang hijau dalam bahan pangan sangat erat
keterkaitannya dengan kelarutan komponen kimiawi dari kacang hijau. Komponen
pada kacang hijau mentah secara struktural masih saling terikat satu sama lain
struktur kompleks khususnya komponen pati dan protein. Struktur kompleks
tersebut lebih sukar untuk terlarut dalam air ataupun mengalami perubahan
konformasi struktural.Hal ini memiliki potensi yang dapat menghambat eksplorasi

sifat fungsional kacang hijau saat diaplikasikan pada produk pangan.Hal ini
menyebabkan perlakuan pendahuluan dibutuhkan untuk meningkatkan sifat
fungsional kacang hijau dalam aplikasi pada produk pangan.
Pengukusan merupakan salah satu perlakuan yang dapat meningkatkan
kelarutan komponen bahan pangan, termasuk kacang-kacangan. Pengukusan
diawali oleh perendaman selama 10 jam yang bertujuan agar matriks jaringan
kacang hijau mengalami perenggangan akibat penyerapan air untuk meningkatkan
efektivitas proses pengukusan. Pengukusan kacang hijau membuat komponen
kompleks pati-protein dalam kacang hijau menjadi terpecah, denaturasi protein,
dan gelatinisasi pati.
Komponen pati maupun protein yang tidak terikat lagi pada struktur
kompleks akan mengalami perubahan tingkat kelarutan dan sifat fungsional.
Beberapa parameter sifat fungsional yang terkait adalah kelarutan protein,
kapasitas dan stabilitas buih serta kapasitas dan stabilitas emulsi.Pengukusan yang
terlalu lama dapat menyebabkan pati mengalami overgelatinization dan koagulasi
protein sehingga menurunkan kelarutan protein.Potensi pengukusan dalam
memberikan efek perubahan sifat fungsional kacang mendasari perlunya
penelitian mengenai pengaruh waktu pengukusan terhadap sifat fungsional kacang
hijau.
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu
pengukusan terhadap sifat fungsional kacang hijau.

3

BAHAN DAN METODE
Bahan Baku Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang hijau yang
dikemas oleh PT. Pangan Lestari Sidoarjo dengan merek Finna.Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini untuk analisa adalah akuades, larutan HCl, larutan
NaOH, Bovine Serum Albumin (BSA), pewarna coomassie brilliant blue,
danminyak jagung (CCO).
Alat yang digunakan untuk menyiapkan sampel adalah wadah
perendaman, dandang, kompor gas dan dry miller. Alat yang digunakan untuk
melakukan analisa adalah spektrofotometer (Shimadzu UV-1700 Pharmaspec),
alat sentrifugator (Hettich Zentrifugen Universal 320R), hand mixer (Kris 932-C),
hand blender (Kris 932-C),tabung sentrifus, tabung reaksi, neraca (Metler Toledo
PB602-S), neraca analitis (Sartorius AG Gottingen CP-2245), vorteks (Barndstead
Thermolyne Maxi Mix II), peralatan gelas, kertas timbang, kertas saring dan
refrigerator.

Preparasi Sampel
Bahan berupa kacang hijau mentah ditimbang sebanyak 100 g. Berat awal
harus mempertimbangkan rasio penambahan berat saat direndam dan
pengurangan berat saat pengupasan kulit. Tahapan selanjutnya adalah perendaman
dilakukan selama 10 jam dengan rasio air perendam :bahan sebesar 5:1.
Pengupasan kulit dilakukan setelah perendaman agar kulit lebih mudah
dilepaskan.Sampel hasil pengupasan sebanyak 100 g dikukus pada suhu 85-90°C
dengan durasi 0-5 menit. 5. Penghancuran merupakan tahapan pengecilan ukuran
kacang hijau kukus pasca pengukusan dengan menggunakan dry miller selama 30
detik.
Analisa Sifat Fungsional
Kelarutan Protein
Sampel padat ditimbang sebanyak satu gtam lalu dilarutkan dalam 100 mL
air.Pengadukan larutan sampel dilakukan selama 10 menit sebelum pengaturan pH
dengan range 2-12 menggunakan reagen HCl 1M dan NaOH 1M.Sampel dengan
berbagai pH disentrifugasi dengan kecepatan 5.000g selama 10 menit lalu diambil
supernatan hasil sentrifugasi.Pengukuran kadar protein terlarut dilakukan
menggunakan metode Bradford(Kruger, 2002).
Kapasitas dan Stabilitas Emulsi
Sampel padat ditimbang sebanyak 8 gram lalu dicampurkan pada 100 mL
akuades dan 80 mL minyak jagung. Penghomogenan larutan sampel dilakukan
menggunakan hand blender selama 1 menit sebelum 10 mL emulsi dituang ke
dalam tabung sentrifus. Sentrifugasi tabung dilakukan dengan kecepatan 8.000g
selama 15 menit dan kapasitas emulsi diukur sebagai rasio volume fraksi emulsi
(mL) yang terbentuk dengan volume larutan awal sebelum sentrifugasi(mL).
Setelah itu sampel dipanaskan dalam waterbath selama 80°C selama 30 menit
lalu didinginkan pada suhu ruang.Sentrifugasi tabung berisi emulsi dilakukan

4

pada kecepatan 8.000g selama 15 menit.Stabilitas emulsi diukur sebagai rasio
volume emulsi akhir (mL) dengan volume larutan total (mL).
Kapasitas dan Stabilitas Pembentukan Buih
Sampel padat ditimbang sebanyak dua gram dan dilarutkan dalam 100 mL
akuades.Pengocokan dilakukan menggunakan hand mixer selama 5 menit dan
larutan sampel yang telah dikocok dituangkan ke dalam gelas ukur 250 mL. Buih
yang terbentuk diamati selama 30 detik.Kapasitas buih dihitung dari hasil
pembagian antara peningkatan volume setelah pengocokan dengan volume larutan
awal. Pengamatan stabilitas buih dilakukan selama 5’,10’,20’,30’,40’,50’,60’,
70’,80’ hingga 90’ dengan formula perhitungan yang sama seperti kapasitas buih.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kelarutan Protein
Pengujian kelarutan protein merupakan pengujian untuk menentukan
tingkat kelarutan protein yang berbeda-beda pada variasi pH larutan dari 2 hingga
12 (Tsumura et al., 2005). Pengujian kadar protein metode Bradford merupakan
pengujian untuk menentukan kadar protein yang terlarut di dalam sebuah larutan
(Kruger, 2002). Protein yang terlarut dapat bereaksi dengan larutan dye yang
digunakan yaitu Coomassie Brilliant Blue G250 membentuk kompleks dye yang
berwarna biru. Data penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.

Grafik Kelarutan Protein
Kadar Protein Terlarut (mg/gram sampel)

90
80
70
60

0 menit

50
1 menit
40
2 menit
30
3 menit
20
4 menit
10
5 menit
0

0

2

4

6

8

10

12

14

pH Larutan

Gambar 1. Pengaruh Pengukusan terhadap Kelarutan Protein Kacang Hijau
Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein memiliki tingkat kelarutan
paling rendah pada pH 4.Kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH medium,
temperatur dan kondisi kekuatan ionik pada bahan (Wagner and Anon, 1990
dalam Hassan et al., 2010).Belitzet al. (2009) juga mengatakan bahwa tingkat
kelarutan protein meningkat seiring dengan peningkatan kekuatan ionik dan

5

tingkat kelarutan minimum atau titik isoelektris protein.Data penelitian dapat
membuktikan bahwa titik isoelektris protein kacang hijau terletak pada pH 4.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kadar protein kacang hijau yang
terlarut dalam air yang diukur melalui metode kuantitatif Bradford secara umum
mengalami penurunan sedikit demi sedikit dari pengukusan 0 menit (tanpa
pengukusan) hingga pengukusan 2 menit. Protein globulin sebagai protein
dominan dalam kacang hijau memiliki tingkat kelarutan yang rendah pada air
namun larut dalam larutan garam (Sevilla, 2008). Secara teoritis, tingkat kelarutan
protein kacang hijau seharusnya meningkat melalui proses denaturasi parsial.
Penurunan jumlah protein terlarut disebabkan oleh adanya nutrition loss selama
pengukusan sehingga kadar protein bahan itu sendiri sudah mengalami penurunan.
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya penurunan kelarutan protein secara
drastis pada pengukusan 3 menit dan menurun kembali pada pengukusan 4 dan 5
menit. Salah satu faktor penting yang dapat menyebabkan penurunan secara
signifikan ini adala proses pasting dari pati pada pengukusan yang lama.
Aggregasi protein yang terdenaturasi di dalam jaringan kacang hijau kukus
sehingga protein yang teragregasi menjadi sukar terlarut.juga dapat menurunkan
kelarutan protein karena menghalangi kontak protein dengan pelarut.
Menurut Zayas (1997), pengukusan kacang hijau membuat kompleks patiprotein dalam kacang hijau merenggang, sehingga pati mengalami gelatinisasi dan
protein akan terdenaturasi sebagian, yang menyebabkan struktur polipeptida
terbuka dan terjadi interaksi antara protein kacang hijau-pati melalui gugus
hidroksil. Struktur kompleks yang merenggang ini dapat memberikan efek positif
maupun negatif terhadap tingkat kelarutan protein.Struktur kompleks yang
merenggang membuat protein mudah untuk terlepas dari struktur dan terlarut di
dalam pelarut termasuk media uap panas.Kelarutan protein yang meningkat pada
uap dapat menyebabkan nutrition loss yang tinggi namun peningkatan kelarutan
ini juga dapat meningkatkan jumlah protein yang terlarut pada air saat pengujian.
Kapasitas dan Stabilitas Pembentukan Buih
Kapasitas dan stabilitas buih merupakan pengujian untuk menunjukkan
kemampuan pembentukan buih yang dapat dihasilkan oleh larutan sampel kacang
melalui proses pengocokan maupun kemampuan dalam mempertahankan volume
buih tersebut (Khattab dan Arntfield, 2009). Pembentukan buih didasarkan oleh
mekanisme protein terlarut yang mencapai interface antara air dan udara melalui
proses difusi, konsentrasi dan tegangan permukaan dan mengalami perubahan
struktur polipeptida berdasarkan tingkat kepolaran (Legowo, 2007). Segmen dari
molekul protein yang bersifat polar mengarah pada sisi molekul air dan segmen
yang nonpolar mengarah pada sisi partikel udara.Data Penelitian kapasitas dan
stabilitas buih ditunjukkan pada Gambar 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas buih paling tinggi
ditunjukkan pada perlakuan lama pengukusan 1 menit namun menurun pada lama
pengukusan berikutnya.Kapasitas buih sangat dipengaruhi oleh struktur protein
yang terkandung disamping keberadaan pati yang juga mempengaruhi karakter
viskoelastis buih yang terbentuk.Protein yang mampu untuk membentuk buih
adalah protein yang terlarut dan telah mengalami denaturasi parsial.Pengukusan

6

selama satu menit dapat mendenaturasi protein secara tidak sempurna (parsial)
sehingga kapasitas buih meningkat. Protein yang terdenaturasi sebagian dapat
mengalami orientasi posisi pada interface fraksi polar (air) dan non-polar (udara)
sehingga membentuk buih. Granula pati yang berukuran lebih besar karena
menyerap air juga menyebabkan buih yang terbentuk lebih viskoelastis
dibandingkan dengan buih yang terbentuk pada pengukusan 0 menit. Pengukusan
lebih lanjut dapat menyebabkan tingkat denaturasi protein terlalu tinggi sehingga
seluruh gugus hidrofilik maupun hidrofobik protein terbuka dan orientasi gugus
polar dan non-polar pada protein pada lapisan interface menjadi sukar terealisasi.
Agregasi protein dan pembentukan pasta pada pengukusan 3 menit hingga 5 menit
juga menyebabkan kapasitas pembentukan buih menurun secara signifikan karena
kelarutan protein menjadi menurun.

Persentase Volume Buih (%v/v)

Grafik Kapasitas dan Stabilitas Buih
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

0 menit
1 menit
2 menit
3 menit
4 menit
0

20

40

60

80

100

5 menit

Waktu (menit)

Gambar 2. Pengaruh Pengukusan terhadap Foaming Ability Kacang Hijau
Stabilitas buih dipengaruhi oleh tingkat keviskoelastisan dari buih yang
terbentuk. Struktur pati dan protein pada lapisan interface sangat menentukan
karakter viskoelastis dari buih. Buih yang terbentuk dari sampel dengan perlakuan
lama pengukusan 1 menit memberikan hasil kestabilan yang terbaik. Hal ini
disebabkan oleh struktur protein yang terdenaturasi parsial sehingga mendukung
pembentukan lapisan interface yang viskoelastis. Stabilitas buih terus menurun
pada lama pengukusan berikutnya hingga pengukusan 3 menit karena denaturasi
protein yang berlebihan.Kestabilan buih sedikit meningkat pada sampel dengan
lama pengukusan 4 hingga 5 menit.Hal ini dipengaruhi oleh pasta yang terbentuk
melalui overgelatinisasi pati dapat meningkatkan viskositas buih yang terbentuk
sehingga lebih stabil terhadap waktu.
Kapasitas dan Stabilitas Emulsi
Kapasitas dan stabilitas emulsi merupakan pengujian untuk menunjukkan
volume emulsi yang terbentuk sebagai hasil dari emulsifikasi minyak dan air oleh
sampel kacang dalam gram yang mengandung protein dan kemampuan untuk
mempertahankan emulsi tersebut.Stabilitas emulsi menentukan jumlah lapisan
emulsi yang masih dapat dipertahankan setelah emulsi dipanaskan pada waktu

7

tertentu (Hassan et al., 2010).Pembentukan emulsi sangat dipengaruhi oleh
keberadaan protein yang memiliki kemampuan sebagai emulsifier.Hal ini
disebabkan oleh protein memiliki gugus hidrofobik yang dapat berikatan dengan
lipida yang bersifat non polar dan gugus hidrofilik yang dapat berikatan dengan
air yang bersifat polar (Yada, 2004).Denaturasi parsial struktur protein juga
dibutuhkan agar gugus polar dan non-polar dapat berorientasi secara maksimal
pada lapisan interface antara fraksi air dan minyak. Data penelitian kapasitas
emulsi ditunjukkan pada Gambar 3, sedangkan data penelitian stabilitas emulsi
ditunjukkan pada Gambar 4.
Grafik Kapasitas Emulsi

Kapasitas Emulsi (%v/v)

50
45
45.656385
40

43.86967

35
36.48964167

30
25
20
15

19.59952

10
12.53981833

11.1120935

4

5

5
0

0

1

2

3

6

Waktu Pengukusan (menit)

Gambar 3. Pengaruh Pengukusan terhadap Kapasitas Emulsi Protein
Kacang Hijau
Grafik Stabilitas Emulsi

Stabilitas Emulsi (%v/v)

25

20
19.39892
15

17.64745333
14.59306333
13.312615

10

11.12657333
8.519051444
5

0

0

1

2

3

4

5

6

Waktu Pengukusan (menit)

Gambar 4. Pengaruh Pengukusan terhadap Stabilitas Emulsi Protein
Kacang Hijau

8

Kapasitas pembentukan emulsi yang tertinggi ditunjukkan pada sampel
dengan lama pengukusan 0 menit dan terus menurun pada lama pengukusan
berikutnya.Secara teoritis, pengukusan selama 1 menit seharusnya dapat
memberikan hasil yang lebih maksimal karena adanya denaturasi
parsial.Kenyataannya, pengukusan selama 0 menit memberikan hasil yang lebih
maksimal untuk kapasitas emulsi. Hal ini disebabkan oleh proses blending saat
menghomogenkan sampel kacang dengan campuran pelarut air dan minyak sudah
memberikan perlakuan mekanis dan panas yang dapat mendenaturasi protein
sampel secara parsial. Perlakuan blending ini menyebabkan protein sampel pada
perlakuan pengukusan selama 0 menit telah mengalami denaturasi parsial
sehingga dapat mengemulsi minyak dengan air secara maksimal.
Stabilitas emulsi yang dihasilkan juga memiliki kecenderungan yang sama
dengan kapasitas emulsi, yaitu terus menurun dari lama pengukusan 0 menit
hingga lama pengukusan 5 menit. Stabilitas emulsi terhadap panas sangat
dipengaruhi oleh struktur protein sebelum dipanaskan. Sampel yang tidak
mengalami pengukusan (0 menit) memiliki struktur protein yang masih utuh
sehingga denaturasi yang dialami selama pemanasan tidak terlalu signifikan dan
orientasi gugus polar dan non-polar pada lapisan interface masih mampu
dipertahankan sebagian. Protein pada sampel dengan pengukusan lebih rentan
untuk mengalami denaturasi sempurna yang berlanjut pada agregasi protein
sehingga emulsi yang terbentuk menjadi tidak stabil.
KESIMPULAN
Proses pengukusan dapat menyebabkan perubahan pada sifat fungsional
kacang hijau. Secara umum, pengukusan dapat menurunkan tingkat kelarutan dan
kemampuan emulsifikasi kacang hijau karena adanya penurunan kadar protein dan
perubahan struktur kimiawi. Pengukusan taraf rendah mampu meningkatkan
kemampuan pembentukan buih karena adanya perubahan struktural yang
mendukung kemampuan pembentukan buih. Waktu pengukusan terbaik adalah 0
menit pada parameter kemampuan emulsifikasi dan 1 menit untuk parameter
kemampuan pembentukan buih.
DAFTAR PUSTAKA
Belitz, H. D., W. Grosch, dan P. Schieberle. 2009. Food Chemistry 4th revised and
extendended edition.Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Hassan, H.M.M., Afify A.S., Basyiony A.E. and Ghada T.A. 2010. Nutritional
and Functional Properties of Defatted Wheat Protein Isolates, Australian
Journal of Basic and Applied Sciences 4 (2): 348-358
Khattab, R.Y and S.D. Arntfield. 2009. Functional properties of raw and
processed canola meal. Food Science and Technology 42: 1119-1124
Kruger N.J. 2002. The Bradford Method for Protein Quantitation.Di dalam
Walker JM, editor.The Protein Protocols Handbook.Ed ke 2. New Jersey:
Humana Press Inc. hlm: 15-22

9

Legowo, A.M. 2007. Peranan Teknologi Pangan dalam Pengembangan Produk
Olahan Hasil Ternak di Tengah Kompetisi Global, available at
http://eprints.undip.ac.id/315/1/Anang_Mohamad_Legowo.pdf
Sevilla, M.T.E. 2008.Isolation, Purification and Characterization of Globulin of
Ditaxis heterantha seed and Gel- Forming-Evaluation by Heat-Induction,
Thesis
S-2,
Wageningen
University,
available
at
http://educon.javeriana.edu.co/lagrotech/images/maria_espino.pdf
Tsumura K., Saitoa T., Tsugea K., Ashidaa H., Kugimiyaa W., and Inouyeb K.
2005. Functional Properties of Soy Protein Hydrolysates Obtained by
Selective Proteolysis.LWT 38: 255-261
Yada. 2004. Proteins in Food Processing. Abington: Woodhead Publishing
Limited
Zayas, J. F. 1997. Functionality of Proteins in Food.Berlin Springer-Verlag.