PENERAPAN TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU TOK

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)

PENERAPAN TEKNIK MODIFIKASI PERILAKU TOKEN ECONOMY
UNTUK MENINGKATAN KEDISIPLINAN ANAK USIA DINI

Nyoman Rohmaniah1 , I Made Tegeh2 , Mutiara Magta3
1,3

Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
2
Jurusan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: nyomanrohmaniah@gmil.com1, imadetegehderana@yahoo.com2,
m_magta@yahoo.com3
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan disiplin anak melalui penerapan
teknik modifikasi perilaku “token economy” pada anak kelompok A3 di Tk ‘Aisyiyah

Bustanul Atfhal Singaraja tahun pelajaran 2015-2016. Jenis penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas yang di laksanakan dalam dua siklus dan sebjek penelitianya sebanyak 24
orang anak kelompok A3 semester genap di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja tahun
pelajaran 2015-2016. Data penelitian tentang kedisiplinan anak dikumpulkan dengan
metode observasi dengan instrumen lembar observasi. Data tentang kedisiplinan anak
dikumpulkan dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif dan metode analisis
deskriftif kuantitatif. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terhadap
kedisiplinan anak kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfha Singaraja setelah
diterapkan penerapan teknik modifikasi perilaku “token economy”. Rata-rata persentase
kedisiplinan anak pada siklus I sebesar 71% , dan rata-rata presentase hasil kedisiplinan
anak pada siklus II sebesar 88,87% yang tergolong pada kategori tinggi. Jadi terdapat
peningkatan kedisiplinan anak dari kategori rendah menjadi kategori tinggi sebesar 17,7%
pada anak kelompok A3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.
Kata-kata kunci: teknik modifikasi perilaku, token economy, kedisiplinan anak

Abstract
This study aims to determine Increased discipline children through the application of
behavior modification techniques "token economy" on a group of children at Tk A3
'Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja in the academic year 2015-2016. This research is a
classroom action research that is carried out in two cycles and subject of the study are 24

children in group A3 in the second semester of kindergarten 'Aisyiyah Bustanul Atfhal
Singaraja In the academic year 2015-2016. The research data on child discipline were
collected by the method of observation by observation sheet instruments. Data on child
discipline were collected by using descriptive statistical analysis and descriptive analysis
methods and quantitative methods. The result showed that there was an increase to
discipline children in kindergarten groups A3 'Aisyiyah Bustanul Atfha Singaraja after the
applied application of behavior modification techniques "token economy". The average
percentage of discipline of children at the first cycle of 71%, and the average percentage of
the result of discipline of children at the second cycle of 88.87% were classified in the high
category. So there is an increase in child discipline of the categories of low to high category
of 17.7% for the group A3 TK 'Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.
Keywords: behavior modification techniques, token economy, discipline children

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
PENDAHULUAN
Disiplin adalah suatu cara untuk
membantu
anak
agar

dapat
mengembangkan
pengendalian
diri.
Dengan menggunakan disiplin, anak
dapat memperoleh suatu batasan untuk
memperbaiki tingkah lakunya yang salah
Disiplin
merupakan
proses
yang
diperlukan
agar
seseorang
dapat
menyesuaikan dirinya (Suryadi, 2006:
70). Hal tersebut sependapat dengan
Peck (2007: 197), yang menyatakan
bahwa disiplin merupakan perangkat
mendasar yang kita butuhkan untuk

menyelesaikan
permasalahan
hidup.
Selain itu, kita selalu berada pada
lingkungan masyarakat karena kita tidak
bisa hidup sendiri. Untuk itu, kita perlu
disiplin agar dapat menyesuaikan diri dan
diterima dimasyarakat. Suryadi (2006: 70)
menambahkan, dalam proses pendidikan
anak diharapkan mampu memahami
disiplin agar mereka dapat bekerjasama
dengan orang lain.
Disiplin merupakan salah satu
kebutuhan dasar anak dalam rangka
pembentukan
dan
pengembangan
wataknya secara sehat. Tujuannya ialah
agar anak dapat secara kreatif dan
dinamis

dalam
mengembangkan
hidupnya di kemudian hari. Tentu saja
kasih sayang dan disiplin harus berjalan
bersama-sama secara seimbang. Dengan
kata lain kasih sayang tanpa disiplin
mengakibatkan munculnya rasa sentimen
dan ketidakpedulian sebaliknya disiplin
tanpa kasih sayang merupakan tindakan
kejam.
Disiplin merupakan sebuah sikap
yang harus dibentuk dan tidak dapat
terjadi dengan sendirinya. Penanaman
disiplin adalah tepat dilakukan sejak anak
usia dini karena pembentukan disiplin
memerlukan
sebuah
proses
atau
pembiasaan yang dilakukan secara

berulang dan konsisten (Rimm, 2003).
Konsisten perlu dilakukan dalam hal ini
supaya dipercaya anak sehingga anak
tahu bahwa disiplin merupakan sikap
yang harus dimiliki semua orang jika ingin
bahagia.
Orangtua
dan
guru
selalu
memikirkan cara yang tepat dalam
menerapkan disiplin bagi anak sejak

balita hingga masa kanak-kanak dan
sampai usia remaja. Tujuan disiplin
adalah mengarahkan anak agar belajar
mengenai hal-hal baik yang merupakan
persiapan bagi masa dewasanya, dimana
anak sangat bergantung kepada disiplin
diri

dan
pembentukkan
perilaku
sedemikian rupa hingga ia akan sesuai
dengan peran-peran yang ditetapkan
kelompok
budaya
tertentu,
tempat
individu itu diidentifikasikan. Karena tidak
ada pola budaya tunggal, tidak ada pula
satu
falsafah
pendidikan
yang
menyeluruh untuk mempengaruhi cara
menanam disiplin.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara yang peneliti lakukan pada
bulan Januari 2016 di Kelompok A TK

‘Aisyiyah Bustanul Athfal menunjukkan
masih saja ada anak yang menunjukkan
perilaku kurang disiplin hal ini terlihat dari
ada beberapa anak yang datang
terlambat ke sekolah, dan pada saat
proses pembelajaran berlangsung seperti
pada saat kegiataan pembukaan yaitu
pada saat berdoa masih ada anak yang
bercanda
dan
berbicara
dengan
temannya yang lain, pada saat mencuci
tangan ada anak yang tidak mau antri,
atau pada saat bermain anak berebut
mainan dengan temannya, anak belum
mau
ditinggal
orangtuanya
(masih

ditunggu ketika sekolah) dan anak tidak
menyelesaikan tugasnya tepat waktu. Hal
ini berarti bahwa anak belum mematuhi
dan memahami adanya aturan yang
berlaku dalam proses pembelajaran
berlangsung.
Guru mendisiplinkan anak dengan
cara memberikan nasihat dan teguran.
Nasihat diberikan untuk mencegah anak
melakukan pelanggaran aturan sekolah,
sebagai contoh setiap pulang sekolah
guru selalu menasihati anak untuk datang
ke sekolah tepat waktu. Ketika anak
melakukan
pelanggaran,
guru
memberikan teguran kepada anak.
Teguran
diberikan
dalam

bentuk
ancaman kepada anak. Bentuk ancaman
yang diberian kepada anak yang
melanggar aturan yaitu anak akan disuruh
berdiri di sudut kelas atau keluar kelas
jika anak tidak mau menurut. Bagi
sebagian
anak,
hukuman
atau

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
punishment merupakan hal yang cukup
untuk diabaikan. Bahkan hukuman tidak
membuat anak jera dan anak kembali
melakukan kesalahan yang sama. Hal itu
dikarenakan hukuman tidak benar-benar
dilakukan dan jika dilakukan justru
membuat anak bebas dari tugastugasnya.

Anak yang dihukum keluar kelas akan
senang karena bisa bermain diluar kelas.
Dengan adanya masalah kurang
disiplin yang terjadi di sekolah tersebut,
maka
ada salah satu metode yang
digunakan di sekolah untuk penguatan
perilaku
positif
pada
anak
yaitu
pemberian
token
economy
(penghargaan),
yang
pertama
penghargaan verbal yang berupa pujian
dari guru. Dimana pujian diberikan ketika
siswa
dapat
mengikuti
kegiatan
pembelajaran
dengan
tertib.
Penghargaan tidak hanya berupa verbal,
tetapi ada juga yang berupa non verbal
salah satunya yaitu dengan
token
economy. Token economy merupakan
suatu wujud modifikasi perilaku yang
dirancang untuk meningkatkan perilaku
yang diinginkan dan mengurangi perilaku
yang tidak diinginkan dengan pemakaian
token (tanda-tanda). Individu menerima
token
dengan
cepat
setelah
mempertunjukkan
perilaku
yang
diinginkan.
Disiplin perlu untuk perkembangan
anak, karena ia memenuhi kebutuhan
tertentu. Anak membutuhkan disiplin bila
mereka ingin bahagia dan menjadi orang
baik penyesuaiannya. Melalui disiplinlah
anak belajar tentang perilaku yang dapat
diterima oleh masyarakat. Dengan
demikian,
disiplin
memperbesar
kebahagiaan dan penyesuaian pribadi
dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).
Disiplin memberi anak rasa aman
dengan memberitahukan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan. Disiplin
memberikan
petunjuk
bagi
anak
mengenai apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh diakukan (Maria J. Wantah,
2005: 144). Karena itulah anak dapat
merasa tenang karena dia tahu mana
yang harus dilakukan dan mana yang
tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu
anak mengindari perasaan bersalah dan
rasa malu akibat perilaku yang salah,

perasaan yang pasti mengakibatkan rasa
tidak bahagia dan penyesuaian yang
buruk.
Dengan
membantu
anak
menghindari rasa malu akibat perilaku
yang salah, disiplin memungkinkan anak
hidup menurut standar yang disetujui
kelompok sosial dan dengan demkian
memperoleh persetujuan sosial (Hurlock,
1978: 83). Dengan demikian anak tidak
lagi
merasa
kawatir
melakukan
kesalahan.
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui Peningkatan disiplin
anak melalui penerapan token ekonomi
kelompok A3 Tk ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal
Singaraja. Token ekonomi adalah suatu
cara untuk penguatan tingkah laku yang
ditujukan seorang anak yang sesuai
dengan target yang telah disepakati
dengan menggunakan hadiah untuk
penguatan yang simbolik. Dalam token
ekonomi tingkah laku yang diharapkan
muncul bisa diperkuat dengan sesuatu
yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil
perilaku yang diharapkan oleh kita bisa
ditukar dengan sesuatu yang diinginkan
oleh anak.
Purwanta (2012: 148) menyatakan
bahwa Token Economy atau tabungan
kepingan merupakan salah satu teknik
modifikasi
perilaku
dengan
cara
pemberian satu kepingan (atau satu
tanda, satu isyarat) sesegera mungkin
setiap kali setelah perilaku sasaran
muncul. Pendapat-pendapat tersebut
sesuai dengan pendapat Martin dan Pear
(2009: 323) yang menyatakan, token
economy adalah sebuah program dimana
sekelompok individu akan memperoleh
tokens ketika mereka melakukan perilaku
yang ditargetkan, dan dapat menukar
tokens tersebut dengan hadiah. Tokens
merupakan pengukuh yang disyaratkan.
Token economy adalah suatu cara
untuk penguatan tingkah laku yang
ditujukan seorang anak yang sesuai
dengan target yang telah disepakati
dengan menggunakan hadiah untuk
penguatan yang simbolik. Dalam token
ekonomi tingkah laku yang diharapkan
muncul bisa diperkuat dengan sesuatu
yang diinginkan oleh anak, sehingga hasil
perilaku yang diharapkan oleh kita bisa
ditukar dengan sesuatu yang diinginkan

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
oleh anak. Token ekonomi merupakan
salah satu contoh dari perkuatan
ekstrinsik yang menjadikan seseorang
melakukan sesuatu untuk diraihnya yakni
bisa meningkatkan perhatiannya baik dari
tingkat tenasitas maupun dari tingkat
vigilitas, tujuannya adalah mengubah
motivasi yang ekstrinsik menjadi motivasi
yang
instrinsik,
dengan
cara
ini
diharapkan bahwa perolehan tingkah laku
yang diinginkan dapat menjadi ganjaran
untuk memelihara tingkah laku yang baru.
Token economy dapat digunakan
untuk membentuk tingkah laku apabila
persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat
yang tidak bisa diraba lainnya tidak
memberikan pengaruh (Corey, 2013:222).
Dalam pelaksanaan token economy,
pemerkuat
atau
pengukuh
yang
digunakan yaitu berupa benda-benda
konkret Pemberian penguatan yang
dilakukan diwujudkan secara visual
berupa token atau kepingan sebagai
tanda-tanda. Beberapa jenis kepingan
atau tanda-tanda yang dapat digunakan
sebagai simbol pengukuhan, antara lain
adalah: bintang, kertas kupon, koin,
kertas warna, stiker, kancing plastik, dan
sebagainya. Anak menerima kepingan
setelah ia melakukan perilaku yang telah
ditargetkan dan selanjutnya kepingan
tersebut ditukarkan dengan hadiah atau
ganjaran sebagai pemerkuat.
Token economy merupakan suatu
wujud modifikasi perilaku yang dirancang
untuk meningkatkan perilaku yang
diinginkan dan mengurangi perilaku yang
tidak diinginkan dengan pemakaian token
(tanda-tanda). Individu menerima token
dengan cepat setelah mempertunjukkan
perilaku yang diinginkan. Token itu
dikumpulkan dan dapat dipertukarkan
dengan suatu obyek atau kehormatan
yang penuh arti
Dari beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa token economy
adalah suatu cara pembentukan perilaku
yang memanfaatkan perkuatan berupa
simbol yang akan ditukar dengan hadiah
agar seseorang mau melakukan suatu
perilaku yang telah ditargetkan oleh guru
dan bisa meningkatkan perilaku yang
diinginkan dan mengurangi perilaku yang
tidak dinginkan.

Pada dasarnya terapi tingkah laku
diarahkan
pada
tujuan-tujuan
memperoleh
tingkah
laku
baru,
penghapusan
tingkah
laku
yang
maladaptif, serta memperkuat dan
mempertahankan tingkah laku yang
diinginkan (Corey, 2013: 216). Sebagai
salah satu teknik modifikasi perilaku,
Miltenberger (2004: 498) mengemukakan
tujuan token economy adalah untuk
menguatkan perilaku yang diinginkan. Hal
ini dilakukan untuk mengurangi perilaku
yang tidak menyenangkan melalui sebuah
lingkungan
terstruktur
dengan
memberikan suatu perlakuan.
Token
economy
bertujuan
mengubah motivasi esktrinsik menjadi
motivasi instrinsik. Dengan pelaksanaan
token economy diharapkan bahwa
perolehan tingkah laku yang diinginkan
akhirnya dengan sendirinya akan menjadi
cukup mengganjar untuk memelihara
tingkah laku yang baru. Martin dan Pear
(2009:
136)
menyatakan
bahwa
perkuatan
positif
bertujuan
untuk
meningkatkan frekuensi tingkah laku
ketika mendapatkan peristiwa yang
menyenangkan atau stimulus. Reward
(hadiah)
dan
positive
reinforcer
(penguatan positif) sering digunakan
sebagai
pengubah
atau
peningkat
frekuensi perilaku. Token economy
menggunakan hadiah sebagai penguat
positif yang dapat
meningkatkan
frekuensi perilaku.
Dalam memberikan token ada
beberapa langkah utama yang harus
dipersiapkan, Kurniawati (2010: 90)
menyebutkan beberapa langkah tersebut
diantaranya: (a) Menentukan perilaku
target. (b) Mencari garis basal. (c)
Memilih back up reinforcer (d) Memilih
tipe token yang akan digunakan. (e)
Mengidentifikasikan lokasi yang tepat.
Token dapat diberikan dimana saja, asal
diberikan setelah perilaku target muncul.
Dalam pemilihan token setidaknya
disesuaikan dengan kondisi anak.
Beberapa kriteria pemilihan token
yang disebutkan diatas dapat digunakan
sebagai bahan acuan dalam memilih
token yang sesuai untuk anak. Menurut
Moeliono (1993: 208) disiplin artinya
adalah ketaatan (kepatuhan) kepada

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
peraturan tata tertib, aturan, atau norma,
dan
lain
sebagainya.
Sedangkan
pengertian siswa adalah pelajar atau
anak (orang) yang melakukan aktifitas
belajar (Ibid: 849). Dengan demikian
disiplin
siswa
adalah
ketaatan
(kepatuhan) dari siswa kepada aturan,
tata tertib atau norma di sekolah yang
berkaitan
dengan
kegiatan
belajar
mengajar.
Pengertian disiplin sering kali
dikacaukan dengan pengertian tertib.
Meskipun
keduanya
sama-sama
menunjukkan
keberaturan,
namun
muatan geneologisnya berbeda. Kalau
disiplin adalah perilaku manusia yang
muncul atas dasar justifikasi moralitas, ini
berarti disiplin merupakan hasil proses
kebudayaan
(civilas
dei),
maka
sebaliknya, tertib adalah perilaku manusia
yang dibangun atas dasar justifikasi
kemasyarakatan.
Dengan demikian ketertiban adalah
produk peradaban atau hasil kontrak
sosial dalam kebersamaan. Secara
filosofis, perilaku disiplin muncul karena
hasil proses penyadaran dan kesadaran
yang hakiki melalui proses perenungan
kemanusiaan sehingga mustahil jika
dalam komunitas religius muncul perilaku
tidak disiplin. Sebaliknya, perilaku tertib
adalah
hasil
proses
inteleklualitas
manusia melalui proses berpikir tesis,
sintesis dan antitesis, untuk mengatur
hubungan
kemasyarakatan
yang
mengandung dimensi sosiologis bukan
humanitis.
Maka dari itu, sanksi yang diberikan
pada mereka yang tidak disiplin biasanya
merupakan sanksi moral lantaran mereka
melanggar kaidah moralitas bukan sanksi
hukum. Sebaliknya pada mereka yang
tidak tertib diberikan sanksi hukum karena
mereka melawan kontrak-kontrak sosial
yang telah disepakati bersama sebagai
aturan main dalam kemasyarakatan.
Proses kesadaran dan penyadaran
manusia untukmenghasilkan perilaku
disiplin juga dipengaruhi oleh faktor
ekologis atau tata ruang kewilayahan di
mana mereka tinggal.
Konsep
disiplin
sekarang
ini
cenderung berkembang dan memiliki
cakupan yang amat luas, meliputi disiplin

dalam dimensi yang merupakan faktor
penyebab munculnya perilaku tidak
disiplin. Melalui metode eksplanatori yang
serba terbatas rnenemukan bahwa
sekalipun anak-anak tinggal di wilayah
yang
kumuh
didukung
pekerjaan,
pendidikan dan penghasilan orang tuanya
yang rendah, tetap saja ini menunjukkan
mereka berperilaku disiplin.
Anak berperilaku disiplin pada
kenyataannya tidak ditentukan oleh
bekerjannya variabel-variabel tersebut,
tetapi rnelalui proses internalisasi yang
berlangsung dalam keluarga. Sekalipun
orang tua rendah dalam pendidikan,
penghasilan, dan pekerjaan yang tidak
menentu, tapi ia bersedia memberikan
contoh perilaku yang baik dalam
kesehariannya,
maka
inilah
yang
mempengaruhi
proses
pembentukan
kesadaran untuk berperilaku disiplin.
Hurlock (1980: 124) menyatakan
bahwa salah satu unsur penting dalam
disiplin adalah hadiah (reward) untuk
perilaku yang baik. Skinner (dalam
Sugihartono, dkk., 2007: 98) menyatakan
bahwa
penghargaan
merupakan
penguatan positif sebagai stimulus yang
dapat
meningkatkan
terjadinya
pengulangan tingkah laku. Dengan
adanya reward dalam mengenalkan
aturan, diharapkan anak akan mengulangi
dan meningkatkan tingkah laku mematuhi
peraturan. Jika tingkah laku mematuhi
peraturan mengalami pengulangan dan
peningkatan, maka disiplin anak akan
terbentuk.
Rimm (2003: 47) menjabarkan
bahwa
tujuan
disiplin
adalah
mengarahkan anak agar mereka belajar
mengenai hal-hal baik yang merupakan
persiapan bagi masa dewasa, saat
mereka sangat bergantung kepada
disiplin diri. Diharapkan, kelak disiplin diri
mereka akan membuat hidup mereka
bahagia, berhasil, dan penuh kasih
sayang. Tujuan disiplin adalah membantu
anak membangun pengendalian diri
mereka, bukan membuat anak mengikuti
dan mematuhi perintah orang dewasa.
Melalui
disiplin,anak
dapat
belajar
bagaimana bersikap, menghargai hak
orang lain, dan menaati aturan.

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Melalui pendisiplinan tanpa paksaan
atau dengan kesadaran akan kegunaan
dan manfaat disiplin untuk hidup yang
lebih baik. Seorang anak atau anggota
masyarakat menjadikan disiplin karena
adanya kebiasaan dalam kehidupan.
Schaefer (Sujiono 2005: 32) membagi
tujuan disiplin menjadi dua yaitu, pertama
tujuan jangka pendek dari disiplin ialah
membuat
anak-anak
terlatih
dan
terkontrol, dengan mengajarkan mereka
bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas
dan tidak pantas atau yang masih asing
bagi mereka. Sedangkan yang kedua
tujuan jangka panjang disiplin ialah
perkembangan pengendalian diri sendiri
(self control dan self direction) yaitu
dalam hal mana anak-anak dapat
mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh
dan pengendalian dari luar.
Disiplin perlu untuk perkembangan
anak, karena ia memenuhi kebutuhan
tertentu. Anak membutuhkan disiplin bila
mereka ingin bahagia dan menjadi orang
baik penyesuaiannya. Melalui disiplinlah
anak belajar tentang perilaku yang dapat
diterima oleh masyarakat. Dengan
demikian,
disiplin
memperbesar
kebahagiaan dan penyesuaian pribadi
dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).
Disiplin memberi anak rasa aman
dengan memberitahukan apa yang boleh
dan tidak boleh dilakukan. Disiplin
memberikan
petunjuk
bagi
anak
mengenai apa yang boleh dan apa yang
tidak boleh diakukan (Maria J. Wantah,
2005: 144). Karena itulah anak dapat
merasa tenang karena dia tahu mana
yang harus dilakukan dan mana yang
tidak boleh dilakukan. Disiplin membantu
anak mengindari perasaan bersalah dan
rasa malu akibat perilaku yang salah,
perasaan yang pasti mengakibatkan rasa
tidak bahagia dan penyesuaian yang
buruk.
Dengan
membantu
anak
menghindari rasa malu akibat perilaku
yang salah, disiplin memungkinkan anak
hidup menurut standar yang disetujui
kelompok sosial dan dengan demkian
memperoleh persetujuan sosial (Hurlock,
1978: 83). Dengan demikian anak tidak
lagi
merasa
kawatir
melakukan
kesalahan.

Disiplin mengajarkan kepada anak
tentang bagaimana berperilaku yang
sesuai
dengan
aturan
dalam
kehidupansosial. Dengan disiplin, anak
belajar bersikap menurut cara yang akan
mendatangkan
pujian
yang
akan
ditafsirkan anak sebagai tanda kasih
sayang dan penerimaan. Anak yang
bertingkah laku sesuai moral yang
berlaku tentunya akan mendapat respon
positif dari lingkungan sosialnya. Respon
sosial berupa penerimaan atau pujian
memberikan rasa bahagia bagi anak
karena ia disayangi dan diterima. Dengan
demikian,
disiplin
memperbesar
kebahagiaan dan penyesuaian pribadi
dan sosial anak (Hurlock, 1978: 83).
Selain itu, disiplin yang sesuai
dengan perkembangan berfungsi sebagai
motivasi yang mendorong anak mencapai
apa yang diharapkan darinya (Nurul
Zuriah, 2007: 41). Misalkan seorang anak
menyelesaikan tugasnya dengan baik
sehingga mendapatkan bintang dan
pujian dari guru. Disiplin membantu anak
mengembagkan
hati
nurani
dalam
pengambilan
keputusan
dan
pengendalian
perilaku.
Anak
yang
memiliki
disiplin
diri
akan
mempertimbangkan
apa-apa
yang
hendak dilakukannya.
Menurut Hurlock (1999: 97) disiplin
dapat berpengaruh pada perilaku, sikap
dan kepribadian anak, diantaranya: a)
Pengaruh terhadap perilaku; Anak yang
orang tuanya lemah dalam membimbing
disiplin, akan menyebabkan anak menjadi
mementingkan
diri
sendiri,
tidak
menghiraukan hak-hak orang lain, agresif
dan tidak sosial. Anak yang mengalami
disiplin yang keras atau otoriter, akan
sangat patuh dihadapan orang-orang
dewasa,
namun
agresif
dalam
hubungannya
dengan
teman-teman
sebayanya. Anak yang dibesarkan
dibawah
disiplin
yang
demokratis
mengendalikan perilaku yang salah dan
mempertimbangkan hak-hak orang lain.
b) Pengaruh terhadap sikap; Anak yang
orang tuanya melaksanakan disiplin
otoriter maupun disiplin yang lemah
cenderung membenci orang-orang yang
berkuasa. Anak yang mengalami disiplin
yang otoriter merasa diperlakukan tidak

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
adil, anak yang orang tuanya lemah
merasa
bahwa
seharusnya
memperingatkan tidak semua orang
dewasa mau menerima perilaku yang
tidak disiplin. Disiplin yang demokratis
dapat
menyebabkan
kemarahan
sementara tapi bukan kebencian. Sikapsikap yang terbentuk sebagai akibat
darimetode pendidikan anak cenderung
menetap dan bersifat umum, tertuju
kepada semua orang yang berkuasa. c)
Pengaruh
terhadap
kepribadian;
Penerapan disiplin harus memperhatikan
banyak hal semakin banyak hukuman
fisik digunakan, dapat membentuk anak
menjadi cemberut. Ini menguatkan
penyesuaian pribadi dan sosial yang
buruk, yang juga merupakan ciri khas dari
anak yang dibesarkan dengan disiplin
yang lemah. Anak yang dibesarkan
dibawah disiplin yang demokratis akan
mempunyai penyesuaian pribadi dan
penyesuaian sosial yang baik.
Menurut Gunarsa (2008: 86) dalam
usaha menanamkan disiplin pada anak,
ada
beberapa
faktor
yang
perlu
diperhatikan.
1. Menyadari
adanya
perbedaan
tingkat kemampuan kognitif anak.
Dengan azas perkembangan aspek
kognitif, maka cara yang dilakukan
perlu disesuaikan dengan tingkat
kemampuan kognitif anak.
2. Menanamkan disiplin anak harus
dimulai sejak dini yakni sejak anak
mulai mengembangkan pengertianpengertian
dan
mulai
bisa
melakukan sendiri.
3. Mempergunakan teknik demokratis
sebanyak mungkin dalam usaha
menanamkan disiplin. Pendekatan
yang berorentasi pada kasih sayang
harus dipakai sebagai dasar untuk
menciptakan hubungan baik dengan
anak.
4. Penggunaan
hukuman
harus
diartikan sebagai bentuk sikap
tegas, konsekwensi dan konsisten
dangan
dasar
bahwa
yang
dilakukan bukan di anak atau
perasaan
anak,
melainkan
perbuatannya
yang
melanggar
aturan.

5. Menanamkan sikap disiplin secara
berkelanjutan, menanamkan disiplin
bukanlah kegiatan “sekali jadi”
melainkan
harus
bekali-kali,
mendorong anak untuk bersikap
disiplin
juga
perlu
dilakukan
berulang-ulang sampai tercapai
keadaan
dimana
anak
bisa
melakukan
sendiri
sebagai
kebiasaan.
Hurlock (1999: 84) menyatakan lima
unsur pokok mendisiplinkan anak, yaitu:
a) Peraturan Salah satu unsur pokok
disiplin adalah peraturan. Peraturan
adalah ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan untuk menata tingkah laku
seseorang dalam suatu kelompok,
organisasi, institusi atau komunitas..
Tujuanya adalah membekali anak dengan
pedoman perilaku yang disetujui dalam
situasi tertentu (Hurlock 1999: 85). b)
Kebiasaan-kebiasaan ada yang bersifat
tradisional dan ada pula yang bersifat
modern. Kebiasaan tradisional dapat
berupa kebiasaan menghormati dan
memberi salam kepada orang tua.
Sedangkan yang bersifat modern berupa
kebiasaan bangun pagi, menggosok gigi,
dan sebagainya. c) Hukuman, terjadi
karena kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran yang disengaja. Ini berarti
bahwa orang itu mengetahui bahwa
perbuatan itu salah namun masih
dilakukan. Dalam hal anak kecil, kita tidak
dapat berasumsi bahwa mereka dengan
sengaja melakukan tindakan terlarang,
kecuali jika terdapat bukti bahwa mereka
telah mengerti peraturan kelompok sosial
yang diajarkan orang tua atau guru.
Tetapi dengan meningkatnya usia,
wajarlah bila mereka dianggap telah
belajar tentang yang benar dan yang
salah. Hukuman mempunyai tiga peran
penting yakni menghalangi, mendidik, dan
memotivasi.
Fungsi
yang
pertama
menghalangi, hukuman menghalangi
pengulangan
tindakan
yang
tidak
diinginkan. Bila anak menyadari bahwa
tindakan tertentu akan dihukum, mereka
biasannya urung melakukan tindakan
tersebut karena teringat akan hukuman

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
yang dirasakan di waktu lampau akibat
tindakan tersebut.
Fungsi kedua dari hukuman ialah
mendidik.
Sebelum
anak
mengerti
peraturan, mereka dapat belajar bahwa
tindakan tertentu benar dan yang lain
salah dengan mendapat hukuman karena
melakukan tindakan yang salah dan tidak
menerima
hukuman
bila
mereka
melakukan tindakan yang diperbolehkan.
Dengan meningkatnya usia, mereka
belajar mengenai peraturan terutama
lewat pengajaran verbal. Tetepai mereka
juga belajar dari pengalaman bahwa jika
mereka gagal mematuhi peraturan sudah
barang tentu mereka akan dihukum. d)
Penghargaa.
Penghargaan adalah unsur disiplin
yang
sangat
penting
dalam
pengembangan diri dan tingkah laku.
Penghargaan tidak harus berupa materi
tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian
atau
senyuman.
Penghargaan
mempunyai tiga peranan penting dalam
mengajar anak berperilaku sesuai dengan
aturan
yang
berlaku.
Pertama,
penghargaan mempunyai nilai mendidik.
Bila suatu tindakan disetujui, anak
merasa bahwa hal itu baik. Kedua,
penghargaan berfungsi sebagai motivasi
untuk mengulangi perilaku yang disetujui.
Karena anak bereaksi positif terhadap
persetujuan yang dinyatakan dengan
penghargaan, dimasa mendatang mereka
berusaha untuk berperilaku dengan cara
yang
akan
banyak
memberinya
penghargaan.
Ketiga,
penghargaan
berfungsi untuk memperkuat perilaku
yang disetujui secara sosial. Bila anak
harus belajar berperilaku secara sosial, ia
harus merasa bahwa berbuat demikian
cukup
menguntungkan
baginya.
Karenanya penghargaan harus digunakan
untuk
membentuk
asosiasi
yang
menyenangkan dengan perilaku yang
diinginkan. e) Konsistensi, unsur kelima
dari disiplin adalah konsistensi dalam
berbagai aturan dan pelaksanaannya.
Konsistensi
menunjukkan
kesamaan
dalam isi dan penerapan sebuah aturan.
Konsistensi terhadap aturan harus ada
diantara semua pihak yang menjalankan
aturan tersebut. Konsistensi dalam
disiplin mempunyai dua peran penting.

Pertama, mempunyai nilai mendidik yang
besar. Bila peraturannya konsisten, maka
akan memacu proses belajar yang
disebabkan karena nilai pendorongnya.
Kedua, konsistensi mempunyai nilai
motivasi yang kuat. Anak yang menyadari
bahwa penghargaan selalu mengikuti
perilaku yang disetujui dan hukuman
selalu mengikuti perilaku yang dilarang,
maka anak akan mempunyai keinginan
yang jauh lebih besar untuk menghindari
tindakan yang dilarang dan melakukan
tindakan yangdisetujui daripada anak
yang merasa ragu mengenai bagaimana
reaksi terhadap tindakan tertentu.

METODE
Penelitian ini dirancang dengan
menggunakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Penelitian ini merupakan PTK
karena penelitian ini dilakukan untuk
memecahkan masalah pembelajaran di
kelas. Penelitian ini juga termasuk
penelitian
deskriptif,
sebab
menggambarkan
penerapan
suatu
pembelajaran untuk meningkatkan hasil
belajar. Dipilihnya PTK karena penelitian
ini akan melakukan perbaikan kualitas
proses dan hasil pembelajaran dengan
melakukan refleksi dan perbaikan pada
setiap
siklus
penelitian.
Perbaikan
kualitas proses dan hasil pembelajaran
dalam penelitian ini dilakukan untuk
meningkatkan kedisiplinan anak di
Kelompok A TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal
Singaraja.
Penelitian ini dilaksanakan
pada semester II tahun pelajaran 20152016 dikelompok A3 pada TK ‘Aisyiyah
Bustanul
Atfhal
Singaraja.
Susjek
penelitian ini adalah 24 orang anak TK
‘Aisyiyah Bustanul Atfhal Singaraja.
Instrumen
pengumpulan
data
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar observasi. Observasi
dilakukan terhadap kegiatan peneliti dan
siswa
dalam
menerapkan
teknik
modifikasi prilaku token economy untuk
medisiplinkan anak. Setiap kegiatan yang
diobservasikan dikategorikan ke dalam
kualitas yang sesuai dan dengan
melibatkan tiga (2) dimensi yaitu anak
belum berkembang dengan tanda skor
satu (1), anak berkembang dengan tanda

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
skor dua (2), anak berkembang.
Pedoman observasi adalah alat yang
digunakan untuk acuan pengamatan,
untuk
mengetahui
sejauh
mana
peningkatan kedisiplinan anak. Pedoman
observasi disusun untuk memudahkan
dalam melakukan pengamatan terhadap
proses
pembelajaran
dengan”token
ekonomi.
Tabel.1 Kisi-kisi instrument kedisiplin anak
Dimensi
Memiliki perilaku yang mencerminkan
sikap taat terhadap aturan sehari-hari
untuk melatih kedisiplinan

Memiliki perilaku mencerminkan sikap
sabar (mau menunggu giliran ,mau
mendengar
ketika
orang
lain
berbicara)unttuk melatih kedisiplinan
Mentaati aturan yang berlaku dalam
suatu permainan

Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode observasi dan wawancara
Setelah data dalam penelitian ini
terkumpul maka selanjutnya dilakukan
analisis data. Dalam penelitian ini
menggunakan metode analisis statistik
deskriptif dan metode analisis statistik
deskriptif kuantitatif.

Penelitian ini dilaksanakan secara
bersiklus, masing-masing siklus terdiri
dari empat tahap, yaitu: 1). tahap
rencana, 2). tahap tindakan, 3). tahap
observasi/evaluasi 4). tahap refleksi.
Penelitian ini akan berkolaborasi dengan
guru dikelas.

Indikator
Selalu datang tepat waktu
Membuang sampah pada tempatnya
Mengambil dan mengembalikan benda pada
tempatnya.
Mendengarkan guru dan teman yang sedang
berbicara
Sabar menunggu giliran
Berusaha mentaati aturan yang telah
disepakati.(berhenti bermain pada waktunya)

(PAP) skala lima sebesar 64,67% yang
beraa paa criteria renah.

F
10
8
6
4

F

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data kedisiplinan anak dengan
penerapan teknik moifikasi perilaku Token
economy” disajikan dalam bentuk tabel
distribusi, menghitung modus (Mo),
median
(Me),
mean
(M),
dan
membandingkan rata-rata atau mean
dengan model PAP skala lima. Nilai ratarata yang didapat pada siklus I sebesar
64,67.
Untuk
menentukan
tingkat
kedisiplinan anak apat dihitung dengan
membandingkan rata-rata persen (M%)
dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan

2
0
10

9

M=7,1

8

7

6

5

Me=7
Mo=7

Gambar 1. Kedisiplinan anak kelompok
A3 di TK ‘Aisyiyah Bustanul
Atfhal singaraja pada siklus I

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
Berdasarkan perhitungan dan grafik
polygon di atas, terlihat Mo = Me < M
(7,00 = 7,00 < 7,1), sehingga dapat
disimpulkan bahwa sebaran data-data
perkembangan kedisiplinan anak pada
siklus I menunjukkan kurve juling positif.
Dengan demikian dapat di interpretasikan
bahwa skor perkembangan kedisiplinan
anak pada kelompok A3 TK ‘Aisyiyah
Bustanul Atfhal Singaraja cenderung
rendah.
Sedangkan
kedisiplinan
anak
kelompok A3 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal
Singaraja pada siklus II

F
10
8
6
4

F

2
0

10

M= 8,87

9

8

7

6

5

Mo= 9
Mo= 9

Gambar 2. Peningkatan kedisiplinan anak
kelompok A3 di TK ‘Aisyiyah
Bustanul Atfhal Singaraja
Singaraja pada siklus II
Selanjutnya nilai rata-rata yang
didapat pada siklus II sebesar 88,87
untuk menentukan tingkat kedisiplinan
anak
dapat
dihitung
dengan
membandingkan rata-rata persen (M%)
dengan kriteria Penilaian Acuan Patokan
(PAP) skala lima sebesar 88,87% yang
berada paa kriteria tinggi. Penyajian hasil
penelitian diatas memberikan gambaran
bahwa dengan penerapan teknik moifikasi
perilaku “token economy” ternyata apat
meningkatkan kedisiplinan anak. Hal ini

apat dilihat dari analisis mengenai
kedisiplinan anak dapat diuraikan sebagai
berikut.
Berdasarkan hasil analisis statistik
deskriptif dan analisis deskriptif kuantitatif
diperoleh
rata-rata
persentase
kedisiplinan anak kelompok A3 di TK
‘Aisyiyah Bustanul Atfhal singaraja
melalui penerapan teknik modifikasi
perilaku “token ekonomi” pada siklus I
sebesar
64,67% , dan rata-rata
presentase hasil kedisiplinan anak pada
siklus II sebesar 80,55%. Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan ratarata presentase hasil kedisiplinan anak
dari siklus I ke siklus II sebesar 15,88%
Dari
paparan
diatas
dapat
dinyatakan bahwa dengan penerapan
teknik modifikasi perilaku “token ekonomi”
dapat meningkatkan kedisiplinan anak
kelompok A3 semester II tahun pelajaran
2015/2016 di TK ‘Aisyiyah Bustanul Atfhal
Singaraja.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas
hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan kedisiplinan anak, hal ini
dapat dilihat dari adanya peningkatan
rata-rata perkembangan kedisiplinan anak
pada siklus I adalah 71% yang berada
pada kategori rendah dan rata-rata
peningkatan perkembangan kedisiplina
anak pada siklus II sebesar 88,87%
berada
pada
kategori
tinggi.
Ini
menunjukkan
adanya
peningkatan
presentase peningkatan kedisiplinan anak
dari siklus I ke siklus II sebesar 17,7%.
Peningkatan kedisiplinan ini dapat terjadi
karena kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan teknik modifikasi perilaku
token ekonomi. Pelaksanaan tindakan ini
secara keseluruhan dapat dikatakan
berhasil karena telah memenuhi kriteria.
Berdasarkan kesimpulan dalam
penelitian ini, dapat di ajukan beberapa
saran sebagai berikut. Kepala TK dapat
menjadi
motor
penggerak
dalam
perbaikan terhadap proses pembelajaran,
sehingga mampu memberikan pembinaan
informasi tentang pembelajaran yang
menarik untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran agar mampu meningkatkan
kedisiplinan anak. Bagi guru sebaiknya

e-Journal Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Pendidikan Ganesha
Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (Volume 4. No. 2 - Tahun 2016)
pemberian
token ekonomi ini dapat
diteruskan sesuai dengan kebutuhan dan
dikembangkan sebagai sarana untuk
meningkatkan kedisiplinan anak usia dini.
Bagi Anak dapat lebih menyadari akan
pentingnya disiplin sekolah supaya
kegiatan pembelajaran dapat terlaksana
dengan
tertib.
Anak
dapat
mengembangkan sikap disiplin melalui
motivasi. Bagi peneliti dan penelitian
selanjutnya agar memilih tipe token yang
akan digunakan lebih menarik dan sesuai
dengan karakter anak usia dini agar
penelitian lebih menarik.
DAFTAR PUSTAKA
Agung.

A.A Gede 2010. “Penelitian
Tindakan Kelas (Teori dan Analisis
Data dalam PTK”). Makalah
disajikan Pada Workshop Jurusan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
FIP Undiksha. Singaraja 27
September 2010.

Boniecki, Kurt dan Stacy Moore. 2003.
Breaking the Silence: Using a
Token Economy to Reinforce
Classroom Participation. Teaching
Of Psychology, vol. 30, no. 3.
http://apadiv2.org/ebooks/tips2011
/I-12- 03Boniecki2003.pdf. (28
april 2012)
Corey, G. (2013).Teori Praktek Konseling
dan Psikoterapi. (Alih bahasa: E.
Koeswara).
Bandung:
Refika
Aditama
Hurlock,
Elizabeth
B.
(1978).
Perkembangan Anak Jilid 2.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Martin, G. & Pear, J. (2009). Behavior
Modification.
USA:
Pearson
Eduction
Rahmat, firlia. 2004. Token Ekonomi.
http://lib.uinmalang.ac.id/thesis/chapter_ii/076
20004-firlia-rachmat.ps (1 maret
2016)
Rose Mini. (2011). Disiplin pada Anak.
Jakarta: Kementerian Pendidikan

Nasional,
Direktorat
Jenderal
Pendidikan
Anak
Usia
Dini
Nonformal dan Informal, Direktorat
Pembinaan Pendidikan Anak Usia
Dini.
Diakses
dari
http://pernasaids5.org/uploads/ck_
uploads/files/200417d77d0b08ab4
f4aa8 79cb312284_70.pdf pada
15 Maret 2016 pukul 11.35 WIB.
Rimm,

S.
(2003).
Mendidik
dan
Menerapkan Disiplin pada Anak
Prasekolah.
(Alih bahasa: Lina Yusuf). Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama