Indonesia Jalan Menuju Negara Gagal

M. Rolip Saptamaji
Pasca Sarjana Ilmu Politik
Tugas paper Konsep-konsep dasar Ilmu Politik

Indonesia, Jalan Menuju Negara Gagal
Pengantar
Beberapa bulan lalu, Indonesia digemparkan oleh pernyataan salah seorang
politisi partai Hanura yang menyebut bahwa indonesia merupakan negara gagal.
Pernyataan ini berbuah pro dan kontra dari berbagai pihak baik oposisi maupun pihak
yang pro-pemerintah. Istilah negara gagal sendiri merupakan instilah yang sering
digunakan oleh pengamat politik ataupun jurnalis untuk mendeskripsikan sebuah
negara yang tidak mampu menyelenggarakan fungsi minimalnya sebagai negara.
Fungsi minimal ini meliputi keamanan, penegakan hukum, ketahanan pangan,
kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, dan intervensi negara lain.
Menurut sebuah lembaga donor internasional, Fund For Peace, indonesia
menempati urutan ke enam puluh empat dari 177 Negara sementara negara yang
menempati posisi puncak sebagai negara gagal adalah Somalia (Fund For Peace,
Index;2011). Fund For Peace, membuat index kegagalan negara melalaui penelitian
dan survey yang melibatkan 177 negara di dunia. Fund For Peace mengharapkan
setelah munculnya index tersebut akan mendorong perdebatan perdebatan dan
dorongan bagi negara yang bersangkutan untuk memperbaiki negaranya dan juga

kepedulian negara yang tergolong berhasil kepada negara yang tergolong mengalami
kegagalan.
Mengenai Indonesia, meskipun masih dirasa aman menempati posisi ke enam
puluh empat jaiuh diatas somalia yang menduduki peringkat pertama sebagai negara
gagal, kita juga harus dapat melihat bagian besarnya yaitu asia tenggara. Dalam
peringkat kegagalan negara, Indonesia berada diatas Timor leste, Kamboja, dan
Philipine namun di pihak lain indonesia berada jauh dibawah singapura dan malaysia
yang merupakan negara tetangga terdekatnya. Peringkat indonesai berurutan dengan
negara-negara di timur tengah seperti Azerbaijan dan negara afrika seperti Tanzania
dengan permasalahan utama pada pertumbuhan penduduk.

Pernyataan politisai parta Hanura yang menyebutkan indonesia sebagai negara
gagal harus diperiksa lebih lanjut dan disadari sebagai kritik yang membangun bagi
negara. Pada kenyataannya, indonesia memang mengalami banyak goncangan dan
permasalah di berbagai sektor. Dari permasalahn tersebutlah indonesia seringkali
dapat dikategorikan sebagai negara gagal meskipun bukan pada kelompoj pertama
yang didominasi oleh negara-negara afrika.
Pembahasan
Secara definitif, istilah negara gagal dipakai untuk menggambarkan situasi di
mana fungsi-fungsi minimal negara (national security, internal order, dan public

administration) tidak berjalan efektif. Dengan kata lain, negara tidak lagi mampu
menjalankan fungsi minimalnya sehingga dalam rentang analisis, istilah ini diletakkan
dalam skala tertinggi. Untuk skala yang lebih rendah, istilah yang biasa digunakan
adalah fragile state (negara labil) dan state in crisis/failing state (negara menuju gagal)
yang indikator-indikatornya sebenarnya serupa dengan indikator negara gagal, tetapi
dengan derajat yang berbeda.
Isu mengenai negara gagal dan negara koleps sendiri sudah dimulai seja
setelah berakhirnya Perang Dingin pada awal tahun 1990an. Meskipun begitu,
fenomena kegagalan negara tersebut bukanlah hal yang baru bagi dinamika politik
internasional. Fenomena kegagalan negara dan kehancuran negara sudah dapat dilihat
dari pernag negara bangsa terhadap penjajah kolonial maupun kehancuran sebuah
imperium seperti Uni Soviet yang menghasilkan banyak negara kecil. Sejak tahun
1980an fenomena negara ggal muncul ke permukaan melalui revolusi-revolusi
nasional maupun perang saudara di berbagai negara terutama di negara-negara afrika
dan Timur tengah. Konflik yang tidak berkesudahan tersebut secara efektif akan
menekan upaya pembangunan negara yang seharusnya dalam keadaan stabil
meskipun sifatnya sementara sementara. Revolusi islam di Iran dan afghanistan,
perang Etnis di Somalia, Uganda dan Yugoslavia, kehancuran Uni Soviet, Genosida
di Rwanda, kegagalan kombinasi Etnis dan konflik revolusioner di Sierra Leone dan
Kongo dapat digunakan sebagai indikasi kegagalan negara yang telah terjadi.

Sekarang, analisa mengenai kegagalan negara tidak lagi berkutat pada
fenomena kegagalan yang telah terjadai seperti disintegrasi negara. Pandangan yang
berkembang mengenai indikasi kegagalan negara mulai merambah pada kenyataan

bahwa neskipun negara tetap ada namun banyak dari negara-negara tersebut yang
gagal dalam pelayanan publik, menjamin keamana bagi warga negara, melakukan
pemerataan kesejahteraan bahkan mengalami krisis legitimasi politik. Analisa yang
berpandangan jauh kedepan ini juga merupakan upaya preventif untuk memprediksi
peluang disintegrasi yang akan terjadi pada negara tersebut.
Untuk menlakukakn analisa tersebut ada baiknya jika memandang ulang
fungsi negara bagi publik/masyarakat. Dalam When States Fail, Rotberg menjelaskan
bahwa Fungsi Keberadaan negara adalah untuk menyediakan sebuah metode
desentralisasi kesejahteraan publik kepada masyarakat. Berhasil tidaknya sebuah
negara merupakan salah satu dimensi yang dapat diukur dari kemampuan negara
mendistribusikan

kesejahteraan

bagi rakyatnya (Rotberg,2004;3-4).


Dalam

pandangan fundamental fungsi keberadaan negara, masyarakat memiliki pengaruh
yang sanagat penting bagi ukuran kegagalan dan keberhasilan negara. Negara yang
kembali ditempatkan dalam fungsi utamanya sebagai organisasi politik tertinggi yang
lahir dari kepentingan masyarakatnya harus kembali dibebani oleh fungsi utamanya
yaitu distribusi kekuasaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya dan keberhasilan juga
kegagalan sebuah megara merupakan juga ukuran keberhasilan negara melakukan
distribusi kekuasaan dan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Dalam hal ini, indonesia sebagai negara-bangsa juga ditempatkan pada fungsi
utamanya sebagai alat kekuasaan masyarakat untuk mendistribusikan kesejahteraan
dan kekuasaan bagi seluruh rakyatnya secara adil. Kegagalan dan keberhasilan dari
upaya distribusi kesejahteraan dan kekuasaan yang dilakukan oleh para penyelenggara
negara merupakan ukuran sebenarnya dari keberhasilan dan kegagalan indonesia
sebagai negara. Upaya penilaian yang dilakukan oleh para politisi negara memang
merupakan iupaya yang terburu-buru atau dengan kata lain merupakan propaganda
politik yang seringkali menegasikan kalau tidak menutupi keadaan sebenarnya. Untuk
itu pengkajian secara ilmiah mengenai keberhasilan dan kegagalamn negara sangat
diperlukan.
Kegagalan penyelenggaraan negara dapat dianalisi melalui berbagai indikator.

Pada tahun 2007, sebuah lembaga donor bernama Fund For Peace mengeluarkan
Indeks negara gagal yang menggunakan dua belas indikator untuk menganalisa
kegagalan negara. Keduabelas indikator tersebut dianggap sebagai pemicu bagi
keberhasilan dan kegagalan negara, indikator indikator tersebut ialah: pertumbuhan

penduduk, jumlah pengungsi dari konflik, kelompok tertindas yang mencari keadilan
dari represi politik di masalalu ataumasa kini, kronik dan tingkat pembangunan
manusia, pembangunan kemampuan ekonomi masyarakat, kesenjangan ekonomi
dankemiskinan, kriminalisasi dan delegitimasi negara, buruknya pelayanan publik,
meluasnya pelanggaran Hak Asasi Manusia, apart keamanan yang berfungsi sebagai
negara di dalam negara, munculnya faksi elit, intervensi internasional dan faktor
external lain. Rangking dalam indeks tersebut berdasarkan pada skor total dari semua
indikator dengan skala 0 sampai 10, dengan skor 0 sebagai resiko terendah dan 10
sebagai resiko tertinggi. Indikasi dari analisa ini ialah bahwa negara-negara denga
skor tertinggi memiliki potensi untuk mengalami kegagala ataupun kehancuran
sedangkan dengan negara-negara dengan skor tertinggi memiliki kemampuan
bertahan lebih baik dan tergolong stabil.
Tentu saja metode ini masih layak dkritisi namun hasil penelitan yang
bermuarapada Indeks kegagalan negara tersebut dapat menjadi data umum yang dapat
digeneralisir dan dijadikan referensi bagi para analis politik. Dalam When States Fail:

Causes and Consequences (2004), Robert I. Rotberg dan para kontributor lainnya
menyebutkan bahwa negara gagala memiliki kecenderungan represif meskipun tidak
semua negara represif dapat dikatakan sebagai negara gagal. Sedangkan, negara yang
koleps atau hancur tidak mungkin represif karena tindakan para aparat tidak memiliki
legitimasi. Kegagalan negara sendiri tidaklah bersifat spontan akan tetapi melalui
proses yang rumit yang berasal dari akumulasi konflik, tindakan kolektif, penolakan
teoritis, dan erosi legitimasi negara dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Secara singkat, indikator kegagalan negara dapat dilihat dari indikator
ekonomi politik negara tersebut. Pada konteks ekonomi, kerentanan negara umumnya
terlihat dari berlangsungnya stagnasi yang berkepanjangan dan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang rendah yang disertai pula oleh adanya gap yang signifikan di antara
elite dengan rakyat menyangkut kesejahteraan,kekayaan, kepemilikan tanah, dan
akses terhadap faktor-faktor produksi. Dalam konteks sosial, negara labil biasanya
memberikan akses atas pendidikan dan pelayanan kesehatan hanya kepada segelintir
elite, tetapi sangat membatasi akses yang sama bagi masyarakat luas. Dalam konteks
politik, institusi negara cenderung mendorong koalisi kekuasaan sektarian
berdasarkan etnik, agama maupun kedaerahan. Di dalam negara labil, konstitusi
negara biasanya dapat dengan mudah dibelokkan oleh persepsi kelompok yang

berkuasa/kuat. Lawan dari negara labil adalah negara stabil di mana konstitusi negara

umumnya menjadi acuan utama tanpa adanya ruang multipersepsi. State in crisis atau
biasa disebut dengan failing state secara sederhana dapat didefinisikan sebagai negara
yang “berada dalam proses menuju gagal”.
Indonesia dalam hal ini secara ringkas dapat dilihat dari kedua indikator
ekonomi politiknya. Pada konteks ekonomi, meskipun indonesia secara makro
keadaan ekonominya membaik dengan meningkatnya kepercayaan investasi asing di
indonesia dan ditopang oleh etos konsumsi masyarakat indonesia yang tinggi
sehingga indonesia dapat dikategorikan sebagai pasar yang menjanjikan bagi semua
produsen namunindonesia masih memiliki banyak permasalahan dalam kasus
pemerataan ekonomi. Masih terdapat kesenjangan yang tajam dalam hal kesejahteraan
di hampir semua tempat di indonesia. Di Kabupaten Bandung misalnya masih
terdapat kasus busung lapar begitupun juga di daerah yang disebut sebagai lumbung
padi yaitu cianjur dan karawang. Dalam hal pembangunan manusia, indonesia masih
mengalami permasalahan dalam pemerataan pendidikan yang terkendala oleh
liberalisasi sektor pendidikan yang dijadikan sebagai sektor jasa sehingga kesempatan
masyarakat untuk mendapatkan pendidikan tinggi menjadi semakin kecil. Dalam hal
produksi pangan, kenyataannya indonesia masih bergantung pada pasokan impor baik
pada panganan pokok maupun panganan sekunder. Baru-baru ini indonesia
menyebutkan bahwa persediaan beras mampu mencukupi kebutuhan nasional dan
dapat dikategorikan sebagai swasembada beras namun beberapa bulan kemudian

indonesia harus mengimpor beras sebanyak 500.000 ton dari negara vietnam. Sektor
pertanian indonesia pada kenyataannya tidak mampu mencukup kebutuhan nasional
negaranya. Pendapat dari DR Chairil Abdini sebagai Deputi Menteri Sekretaris
Negara yang mnyatakan bahwa indonesia tidak dapat dikategorikan sebagai negara
gagal memang hampir benar karena jika dibandingkan dengan Somalia atau Kamboja
dan Myanmar kondisi Indonesia relativ stabil dan kondusif bagi investasi namun tidak
dalam hal pemerataan kesejahteraan sehingga indonesia juga tidak dapat
dikategorikan sebagai Enduring State dengan perencanaan ekonomi yang masih
bergantung pada pasokan impor.
Pada konteks politik, memang indonesia tergolong sebagai negara yang
berhasil menerapkan demokrasi secara prosedural dan cenderung stabil. Jika
dikatakan bahwa dalam kancah perpolitikan indonesia tidak terjadi dorongan

sektarian etnik, agama dan kedaerahan hal ini juga hampir benar karena setiap partai
maupun pada komposisi anggota parlemen di indonesia sangatlah beragam namun
lain halnya dengan konteks pemerintahan daerah yang pada kenyataannya dorongan
sektarian masih terjadi dalam kerangka otonomi daerah. Isu-isu putra daerah dan isu
agama seperti Perda Syariah masih menjadi isu kontemporer yang mampu bertahan
sebagai konflik yang mengendap di masyarakat. Dalam hal penegakan hukum sebagai
representasi kekuatan politik negara, indonesia masih dapat dikategorikan sebagai

kelemahan utama negera. Hal ini dapat dilihat dari upaya pembentukan berbagai
komisi diluar lembaga yudikatif untuk menyelesaikan kasus hukum seperti korupsi
yang menjadi permasalahan utama di indonesia. Berbagai kasus seperti kasus korupsi
perpajakan, korupsi pengadaan barang, hingga korupsi jabatan terus terjadi di
indonesia dan hampir tidak terselesaikan sampai pada akarnya. Bahkan pada kasus
kontemporer yang masih ramai dibicarakan mengenai kasus Nazarudin Syamsudi
yang juga merupakan bendahara Partai Demokrat yang merupakan juga Partai
pengusung Presiden, kekuatan hukum negara dirasa sangat tumpul. Belum lagi
mengenai fasilitas dalam penjara bagi para koruptor di penjara dan hujan remisi yang
mereka peroleh pada masa penahanan.
Pada konteks sosial yaitu hubungan anatara pemerintah denga masyarakat
dalam hal pelayanan publik, indonesia juga dapat tergolong buruk. Fund For Peace
memberikan skor 6,5 bagi buruknya pelayanan publik di indonesia. Skor ini dapat
dibilang tepat dengan banyaknya paradoks dalam kebijakan pelayana publik. Dalam
hal pelayanan di bidang pendidikan, indonesia yang mempopulerkan liberalisasi
pendidikan dan pengurangan subsidi pendidikan telah memaksa institusi-institusi
pendidikan untuk merubah dirinya menjadi perusahaan jasa sehingga biaya
pendidikan pun menjadi melangit. Dalam hal pelayanan kesehatan, meskipuntelah
dibangun kebijakan jaminan kesehatan bagi rakyat miskin namun secara praktek
pemerintah seringkali menunda pembayaran subsidi tersebut ke rumah sakit yang

menjalankan program jaminan kesehatan masyarakat sehingga pihak rumah sakit
yang merasa dirugikan menolak melayani masyarakat yang menggunakan program
tersebut, bahkan pada tingkat yang paling akut adalah rumah sakit menyatakan dirinya
bangkrut dan membubarkan diri seperti yang terjadi di Garut beberapa bulan lalu.
Namun begitu, tidak juga dapat dinegasikan bahwa negara telah berusaha
untuk melakukan stabislisasi ekonomi dan politik juga pada permasalahan pelayanan

publik. Upaya negara memenuhi kebutuhan pangan nasional melalui impor beras
misalnya, hal ini merupakan sebuah tindakan kontroversial namun sekaligus upaya
mensejahterakan masyarakat dengan mengamankan pasokan beras dan stabilisasi
harga pasar. Dalam hal politik, tidak terpimpinnya negara dengan baik dan
terbentuknya faksi elit sendiri dilatarbelakangi oleh tidak adanya kekuatan mayoritas
atau partai mayoritas, sistem multipartai yang dianut di indonesia masih mengalami
proses integrasi yang lambat dan belum mampu mencapai legitimasi dari mayoritas
masyarakat. Masing-masing partai memiliki persentasi suara yang merata dan tidak
ada yang terlalu dominan dari yang lain selain hanya selisih kecil. Selain itu juga,
penerapan otonomi daerah yang dimaksudkan sebagai sarana legitimasi distribusi
kekuasaanmasih terkendala pada praktik dan berkecenderungan membentu penguasapenguasa politik lokal yang sektarian, hal ini masih terus terjadi dan belum dijadikan
perhatian khusus. Dalam hal pelayanan publik, program-program popular seperti
birokrasi satu pintu, beasiswa pendidikan, jaminan kesehatan masyarakat dan lainnya

merupakan upaya pemerintah memperbaiki kualitas pelayanan publik pada
pemerintahan sebelumnya namun sayangnya kebijakan ini tidak dilengkapi dengan
instrumen pelaksana kebijakan yang selaras dengan kebijakan itu sendiri sehingga
dalam pelaksanaannya kebijakan tersebut tidak memberikan manfaat besar bagi
masyarakat.
Simpulan
Mengambil definisi Rotberg mengenai fungsi negara, bahwa negara adalah
alat politik untuk mendistribusikan kekuasaan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya
dan kegegalan ataupun keberhasilannya diukur dari terlaksananya fungsi negara,
indonesia memang tidak dapat dikategorikan sebagai negara gagal karena semua
fungsi negara tersebut masih terus dalam kondisi perbaikan dan perubahan meskipun
belum menemukan bentuk yang jelas. Namun begitu, indonesia juga tidak dapat
disebut sebagai negara berhasil dengan indikasi yang masih mengendapkan konflik di
masa yang akan datang. Ketidak efektifan penyelenggaraan negara dan konflik
horizontal pada elit politik dan masyarakat juga berpotensi mendorong indonesia
kearah negara gagal ketika konflik memuncak. Dalam prediksi yang paling baik
indonesia hanya akan mengalami stagnasi.
Baik penjelasan dari Dr Chairil Abidini, kritik dari Partai Hanura maupun
Indeks kegagalan negara yang dikeluarkan oleh Fund For Peace, ketiganya

merupakan prediksi yang masih kasar mengenai negara. Proses kegagalan dan
keberhasilan negra merupakan proses kompleks yang terus berkembang dan hanya
dapat dijawab oleh perkembangan dinamika politik negara yang bersangkutan. Untuk
itu.diperlukan tindakan yang tepat untuk menanggulangi berbagai permasalahan yang
muncul dalam penyelenggaraan negara sehingga proses kegagalan negara dapat
dihambat dan diperbaiki. Berdasarkan penjelasan diatas, indonesia tidak dapat
dikatakan sebagai negara yang gagal ataupun berhasil namun proses yang muncul
sebagai fenomena penyelenggaraan negara memiliki potensi yang mempu mendorong
indonesia menjadi negara gagala ataupun mengalami stagnasi.

Daftar Pustaka
Abdini, Chairil. 2011. “Negara Gagal” dalam Pendekatan Teoretis dan Empiris. Opini
Harian Seputar Indonesia, Sabtu, 26/03/2011, hal. 4

Kurian, George Thomas. 2011. The Encyclopedia Of Political Science. Washington.
CQ Press
Hoppe, Hans Hermann. 2007. Democracy The God that Failed The Economics and
Politics of Monarchy. Brunswick and London. Transaction Publishers.
Chomsky, Noam. 2006. Failed States The Abuse of Power and the Assault on
Democracy. New York. Metroolitan Books
Ghani, Ashraf and Clare Lockhart. 2008. Fixing Failed States A Framework for
Rebuilding a Fractured World. Oxford. Oxford Press
Babha, Homi.K. 1990. Nation and Narration. Bristol. Routledge
www.thefundforpeace.org.2011. The Failed States Index 2011 Interactive Grid
www.thefundforpeace.org. 2011. The Failed States Index Frequently Asked Questions
www.thefundforpeace.org. 2011. The Fund For Peace. Failed States Indicators.

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

IbM Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Menuju Desa Mandiri Energi

25 108 26

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157