ANALISIS KEGIATAN PENYULUHAN OLEH PT CIT

ANALISIS KEGIATAN PENYULUHAN OLEH PT CITRA
NUSANTARA MANDIRI KEPADA PETANI MITRA DI
KABUPATEN SOLOK
oleh
Nuraini Budi Astuti, Elfi Rahmi, Hery Bachrizal Tj, Dwi Evaliza dan Imsar Gunawan
ABSTRAK
Penyuluhan pertanian berperan sebagai ujung tombak dalam pembangunan
pertanian. Salah satu fungsi penting dari penyuluhan adalah memfasilitasi proses
pembelajaran dan memberikan alternatif jalan keluar bagi permasaahan yang dihadapi
oleh petani. Kegiatan penyuluhan tidak saja antara petani pemerintah, namun juga
melibatkan pihak swasta. Penyuluhan oleh pihak swasta semakin menguat dan menjadi
penting seiring dengan melemahnya peran penyuluhan oleh pemerintah. Penelitian ini
dilakukan dengan metode studi kasus yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah
petani jagung di Kabupaten Solok serta mendeskripsikan pelaksanaan kegiatan
penyuluhan oleh PT CNM dengan petani mitra. Hasil penelitian menemukan bahwa
masalah petani adalah permodalan, kelangkaan saprodi, infrastruktur jalan yang buruk,
teknologi dan informasi pertanian yang kurang, serangan hama dan penyakit serta harga
yang rendah. Sedangkan pelaksanaan kegiatan penyuluhan oleh PT CNM telah memenuhi
lima dari tujuh fungsi penyuluhan berdasarkan UU SP3K no 16/2006. Dapat disimpulkan
bahwa masalah yang dihadapi oleh petani tersebut, jika dibiarkan tentu akan menjadi
peghambat dalam pembangunan pertanian, Sementara pelaksanaan kegiatan penyuluhan

oleh PT CNM meskipun masih pada taraf transfer teknologi yang bersifat top down,
namun telah membuat petani menadi better farming dan better bussines. Oleh karena itu
disarankan agar pemerintah menempatkan penyuluh pertanan di daerah tersebut. Untuk
petani disarankan agar lebih mampu mengelola keuangannya agar jika tidak lagi
bekerjasama dengan PT CNM, tidak kembali terjerat hutang seperti sebelumnya.
Kata kunci: penyuluhan, masalah petani, kegiatan penyuluhan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor penting di Indonesia karena lebih dari 60% penduduk
Indonesia berdomisili di pedesaan dengan pertanian sebagai mata pencarian utama. Oleh
karena itu sudah semestinya pembangunan pertanian menjadi landasan bagi pembangunan
nasional dimana sektor-sektor lain menjadi penunjang.
Penyuluhan menjadi ujung tombak dalam pembangunan pertanian. Salim (2004)
menyatakan bahwa kedudukan dan peran penyuluhan pertanian sangatlah strategis dalam
pembangunan pertaian, karena merupakan upaya membangun kemampuan petani agar
menjadi mandiri. Peran penyuluhan pertanian yang penting itulah, menurut Mardikanto
(2009) yang akhirnya menempatkan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai faktor kunci
dalam keberhasilan pembangunan pertanian, jadi tidak hanya sebagai faktor pelancar
sebagaiman yang diungkap oleh Mosher (1965).
Saat ini dengan semakin banyaknya perusahaan (swasta/pelaku usaha) yang bergerak

dibidang pertanian baik perusahaan pemasok in put maupun pengolah hasil-hasil pertanian
yang nempatkan petani sebagai pasar atas produk yang mereka hasilkan ataupun sebagai
0

pemasok untuk in put perusahaan, menyebabkan semakin intensifnya interaksi antara
perusahaan tersebut dengan petani. Keberadaan perusahaan-perusahaan (pelaku usaha)
yang bersinggungan lansung dengan para petani (pelaku utama) menyebabkan seringkali
pihak perusahaan melalui agennya harus melakukan transfer pengetahuan agar petani
dapat berproduksi sesuai standar atau mau menggunakan produk yang mereka hasilkan.
Transfer pengetahuan ini dapat dikatakan sebagai bagian dari kegiatan penyuluhan.
Kegiatan penyuluhan oleh perusahaan (swasta) dalam penelitian ini adalah kegiatan
penyuluhan yang dilakukan oleh PT Citra Nusantara Mandir (selanjutnya akan disingkat
menjadi PT CNM) kepada para petani mitra mengenai tata cara penangkaran benih jagung.
Perusahaan ini mempunyai kontrak kerjasama dengan petani, sistem kerjasama yang
dilaksanakan adalah Sistem inti-plasma, dimana PT CNM sebagai inti dan petani sebagai
plasma. Dalam kontrak kerjasama, disebutkan bahwa inti dalam hal ini pihak perusahaan
mempunyai kewajiban untuk memberikan penyuluhan tentang tata cara penangkaran
(Lampiran 1). Kegiatan penyuluhan oleh perusahaan inilah yang akan diteliti dalam
penelitian ini.
Rumusan masalah

PT CNM adalah perusahaan penghasil benih jagung hibrida satu-satunya di
Sumatera Barat. Perusahaan ini berdiri pada tahun 2000. Produk benih jagung yang
dihasilkan oleh PT CNM akan di pasok ke PT Pertani sebagai perusahaan pemasaran, pada
tahun 2012 PT Pertani meminta benih jagung sebanyak 3000 ton. Keterbatasan lahan yang
dimiliki oleh perusahaan, membuat perusahaan tidak sanggup untuk memenuhi permintaan
PT Pertani. Untuk mengatasi masalah tersebut, PT CNM bekerjasama dengan para petani
yang disebut sebagai petani penangkar. Kerjasama tersebut diikat oleh sebuah kontrak
kerjasama, dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban tertentu yang telah
disepakati. Jumlah petani penangkar tahun 2013 ini adalah sebanyak 4000 orang dengan
luas lahan garapan mencapai 1193,73 ha yang tersebardi 4 daerah (kota dan kabupaten) di
Sumatera Barat.
Agar petani dapat menghasilkan produk sesuai dengan standar perusahaan, maka
perusahaan memiliki kewajiban untuk memberikan pengetahuan tentang tata cara
pengkaran jagung hibrida. Di lain pihak petani juga berkewajiban untuk menanam,
merawat dan panen sesuai dengan anjuran atau petunjuk teknis dari inti. PT CNM
menyebut proses transfer pengetahuan ini sebagai kegiatan penyuluhan. Bagi peneliti hal
tersebut kemudian menimbulkan pertanyaan “bagaimana kegiatan penyuluhan tersebut
dilakukan”? pertanyaan itu sekaligus menjadi pertanyaan penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi permasalahan ditingkat petani,
dan 2) menganalisis pelaksanaan kegiatan penyuluhan oleh PT CNM kepada petani mitra

di Kabupaten Solok
METODOLOGI
Pendekatana Teori
Menurut Subejo (2012), penyuluhan pertanian yang secara umum dimaknai sebagai
kegiatan menyebarluaskan informasi dan teknologi pertanian serta membimbing petani di
Indonesia telah mengalami masa keemasan dan kesuraman. Tuntutan di lapangan semakin
rumit sehingga jika penyuluhan pertanian sebagai penyedia public goods tidak bisa
berperan dengan baik maka akan semakin ditinggalkan oleh penguna tradisionalnya. Pada
saat ini penyuluh-penyuluh lapangan swasta yang juga merupakan pelayan teknis
perusahaan sarana produksi nasional dan multinasional juga telah merambah ke desa-desa.
1

Margono (2000) dalam Mardikato (2009) memaknai penyuluhan sebagai kegiatan
pemberdayaan masyarakat. Istilah ini telah lazim digunakan oleh banyak pihak sejak
Program Pengentasan Kemiskinan pada dasawarsa 1990-an. Terkait hal tersebut,
selanjutnya Mardikanto (2009) merangkum kegiatan penyuluhan dari berbagai
pemahaman, yaitu:
1. Penyebarluasan (informasi), penyuluhan sebagai terjemahan dari kata “extention”,
dapat diartikan sebagai proses penyebarluasan, dalam hal ini informasi tentang
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dihasilkan leh perguruan tinggi ke

dalam praktek atau kegiatan teknis.
2. Penerangan/penjelasan, penyuluhan berasal dari kata ”sulu” atau obor,dapat
diartikan sebagai kegiatan penerangan atau memberikan terang bagi yang dalam
kegelapan.
3. Pendidikan non-formal (luar sekolah),
4. Perubahan perilaku, penyuluhan adalaah proses aktif yang memerlukan interaksi
antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun “perubahan perilaku” yang
merupakan perwujudan dari: pengethuan, sikap dan keterampilan.
5. Rekayasa sosial, melakukan segala upaya untuk menyiapkan sumberdaya manusia
agar mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya dalam sistem sosialnya masing-masing.
6. Pemasaran inovasi (teknis dan sosial)
7. Perubahan sosial, penyuluhan dalam jangka panjang diharapan mampu
menciptakan pilihan-pilihan baru untuk memperbaiki kehidupan masyarakatnya.
8. Pemberdayaan masyarakat, penyuluhan bertujuan untuk mrwujudkan masyarakat
madani dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan (yang terbaik)
bagi kesejahteraannya sendiri.
9. Penguatan kapasitas, upaya untuk melebih mampukan individu agar lebih mampu
berperan di dalam kelompok dan masyarakat global.
Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus hingga Oktober 2013 di dua lokasi
yaitu di Kota Solok tempat kantor PT CNM dan Kabupaten Solok yang merupakan lokasi
dari petani mitra/penangkar. Dengan menggunakan metode studi kasus data yang
dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan studi literatur akan dianalisa secara
deskriptif kualitatif. Data akan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan uraian yang akan
dikomparasi dengan konsep dan teori yang relefan. Sumber data berasal dari sampel petani
sebanyak 20 orang dari populasi sebanyak 45 orang dengan periode tanam April – Juni
2013 ditambah key informan dari pihak PT CNM.
Kerangka Pemikiran
Penyuluhan hadir sebagai perantara jembatan penghubung antara swasta yang
menguasai teknologi dengan petani. Dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan sesuai
dengan fungsi-fungsi penyuluhan maka permasalahan di tingkat petani dapat diatasi.
penyuluh memfasilitasi penyampaian masalah oleh petani kepada pihak perusahaan yang
akan dijadikan dasar pengambilan keputusan/tindakan sebagai solusi untuk mengatasi
masalah. Melalui penyuluh pula solusi tersebut disampaikan kepada petani. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut
2

informasi mengenai
permasalahan

SWASTA yang menguasi teknologi

PETANI dg teknologi sederhana

PENYULUHAN

informasi mengenai
permasalahan

Gambar 1. Kerangka pemikiran

HASIL DAN PEMBAHASAN
Masalah Petani
Secara umum petani Indonesia merupakan petani gurem dengan berbagai masalah.
Proses penyuluhan hadir memberikan alterntif berbagai pilihan kepada petani untuk
membantu memecahkan masalah yang mereka hadapi atau sebagai proses penumbuhan
kesadaran petani akan masalah yang ada. Kegiatan penyuluhan tidak hanya melibatkan
pemerintah dalam hal ini penyuluh pertanian yang berstatus PNS dengan petani saja,
namun juga melibatkan pihak swasta. Bentuk hubungan yang terjalin antara swasta dan
petani hendaknya tidak bersifat eksploitatif namun hubungan yang sifatnya kemitraan

(kerjasama yang saling menguntungkan). Dengan pola kemitraan petani mendapatkan
informasi dan teknologi pertanian yang lebih baik melalui transfer teknologi, sementara
swasta atau dalam hal ini PT CNM mendapatkan sumberdaya yang membantu pemenuhan
kebutuhan mereka yaitu produksi bibit jagung. Melalui pola kemitraan juga diharapkan
petani memiliki alternatif jalan keluar bagi permasalahan yang mereka hadapi.
Dari hasil penelitian, berikut ini adalah masalah-masalah yang dihadapi oleh petani
di Solok sebelum menjadi petani mitra pada PT CNM:
Permodalan.

3

Masalah permodalan dirasakan oleh 85% petani, tidak hanya menyangkut tidak
tersedianya lembaga permodalan saja namun juga ketidak mampuan petani untuk
mengakses lembaga permodalan tersebut. Kurangnya modal sering kali menjadi
penghambat bagi petani untuk mengembangkan usaha taninya. Dalam pembangunan
pertanian, modal produksi atau dalam hal ini Mosher (1965) menyebutnya sebagai kredit
produksi yang berfungsi sebagai faktor pelancar. Agar dapat berproduksi lebih banyak,
petani harus lebih banyak mengeluarkan uang – untuk bibit unggul, obat-obat pemberantas
hama pupuk dan alat-alat. Pengeluaran-pengeluaran seperti itu harus dibiayai dari
tabungan atau dengan meminjam untuk jangka waktu antara pada saat sarana produksi

dibeli hingga hasil panen dapat dijual.
Untuk daerah penelitian, tabel berikut ini akan menjelaskan sumber-sumber
permodalan yang pernah dimanfaatkan oleh petani:

Tabel 1. Sumber modal yang pernah dimanfaatkan oleh petani
No.

Sumber Permodalan

1

Modal Sendiri

2
3

Koperasi
Perbankan

4


Pinjaman dari Toke

Jumlah
Keterangan
Petani (orang)
20 Modal yang berasal dari
hasil panen sebelumnya dan
tambahan dari bantuan
keluarga di rantau.
8 Berdiri tahun 2005 – 2007
2 Hanya ada bank BRI di
kawasan
tersebut
dan
letaknya di Pasar Sumani.
14 Tidak memerlukan agunan
dan proses peminjamannya
lebih sederhana.


Biasanya para petani menggunakan modal yang berasal dari dana pribadi yang
terbatas jumlahnya. Dana ini berasal dari simpanan hasil panen sebelumnya atau dana yang
berasal dari keluarga mereka yang berada di rantau. Apa bila modal sendiri tidak
mencukupi maka mereka biasanya akan melakukan peminjaman kepada toke. Pinjaman
tersebut tidak akan ditambah bunga tetapi petani yang meminjam harus menjual hasil
produksinya kepada toke tersebut dengan harga yang ditentukan oleh toke yag biasanya
lebih rendah dari harga pasar. Lembaga lain yang menjadi sumber modal adalah koperasi
dan Bank BRI. kedua lembaga ini dirasa agak merepotkan terutama bank selain
prosedurny yang rumit, tempatnya relatif jauh masa pencairan dana pinjaman pun dirasa
lama yaitu ± 10 hari. Sementara koperasi walau tidak serumit bank namun hanya bertahan
2 tahun saja karena manajemen yang kurang baik.
Kondisi ini seperti yang diungkapkan oleh Pada kenyataannya, hanya sebagian
kecil masyarakat pedesaan yang dapat mengakses sumber-sumber permodalan yang
disediakan (Braverman dan Gausch, 1989). Padahal, akses terhadap kredit permodalan
merupakan hak dasar manusia yang fundamental dalam meningkatkan usahanya,
pendapatannya dan kebutuhan dasarnya (Yunus, 1981).
4

Infra struktur yang buruk, kelangkaan saprodi dan harga yang rendah
Kondisi jalan yang menghubungkan lokasi petani dengan pusat kabupaten dan pasar
sangat buruk. Hal ini menyebabkan mobilitas masuk dan keluar lokasi menjadi terhambat
dn ongkos transportasi yang mahal dirasakan oleh 40% petani. kondisi ini juga menjadi
alasan seringnya pupuk datang terlambat atau tidak tersedia pada saat diperlukan
(dirasakan oleh 80% petani). Sebenarnya petani bisa saja membeli ke Pasar Sumani
(sekitar 7 km dari lokasi) namun karena harus mengeluarkan biaya tambahan berupa
ongkos, maka petani merasa hal itu cukup memberatkan karena terkait juga dengan
keterbatasan modal. Infrastruktur yang buruk juga menjadi alasan petani tidak menjual
hasil panen ke pasar namun lebih memilih datangnya pedagang pengumpul ke lokasi. Hal
ini membuat posisi tawar petani menjadi lemah karena harga lebih banyak ditentukan oleh
pedagang. Harga yang rendah dirasakan oleh 90% petani
Menurut Mosher (1965) syarat mutlak yang kelima dalam pembangunan pertanian
adalah pengangkutan (sebelumnya ada aspek Pasar untuk hasil-hasil produksi, teknologi
yang senantiasa berubah tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal,
peransang produksi bagi petani). Tanpa pengangkutan yang efisien dan murah, keempat
syarat lainnya tidak dapat diadakan secara efektif. Tanpa infrastruktur jalan yang baik,
tentunya tidak akan mungkin ada pengangkutan yang efisien dan murah.
Kurangnya Informasi, teknologi yang sederhana dan serangan hama penyakit
Petani sebanyak 85% mengeluhkan tidak pernahnya penyuluh datang ke lokasi
mereka. Hal ini menjadikan salah satu penyebab teknologi budidaya petani tidak pernah
berubah dari tahun-ketahun yang berimplikasi terhadap produksi yang juga tidak pernah
meningkat. Bahkan lebih buruk lagi jika terjadi serangan hama dan penyakit sangat
berdampak signifikan dengan penurunan prodksi atau terjadi gagal panen seperti yang
dirasakan oleh 70% petani didaerah penelitian.
Menurut Mosher (1965), teknologi yang senantiasa berubah merupakan syarat
yang esensial atau mutlak dalam pembangunan pertanian. Hal ini karena peningkatan
produksi pertanian adalah akibat dari pemakaian teniknik-teknik di dalam usahatani.
Pelaksanaan Kegiatan Penyuluhan oleh PT CNM kepada Petani Mitra di Kabupaten
Solok

Penyuluhan dapat diartikan sebagai kegiatan memberikan saran atau pendapat
kepada petani, sehingga petani mempunyai berbagai pilihan untuk memecahkan persoalan
sesuai dengan kondisi dan masalah yang mereka hadapi (van den Ban, 1999).
Kegiatan penyuluhan oleh PT CNM ini dapat digambarkan sebagai berikut:
informasi kebutuhan
Balai Pengawas Sertifkasi Benih
(BPSB)
Penyuluhan

informasi teknologi
budidaya jagung

PT CNM

informasi
permasalahan petani
Penyuluhan

Petani Mitra

informasi/tindakan
pemecahan masalah

5

Gambar 2. Proses Penyuluhan
Kegiatan penyuluha yang ditemui ternyata tidak saja melibatkan pihak PT CNM
dengan petani saja, tetapi juga melibatkan pihak lain yaitu pemerintah dalam kasus ini
pihak dari Balai Penjamin sertifikasi Benih (BPSB). Dari gambar di atas dapat dijelaskan
bahwa penyuluhan berperan sebagai perantara antara pemerintah (BPSB) dan pelaku bisnis
(PT CNM) dan perantara antara pelaku bisnis dengan masyarakat (petani) (Mardikanto
2009).
PT CNM memberikan informasi mengenai kebutuhan perusahaan yang berkaitan
dengan teknologi budidaya jagung hibrida kepada BPSB. Berdasarkan informasi tersebut
kemudian BPSB memberikan penyuluhan baik dengan teknik pelatihan, ceramah maupun
diskusi. Pertemuan antara BPSB dengan PT CNM yang diwakili oleh para kepala wilayah
berlangsung sekali setahun. Sementara pertemuan antara BPSB dengan PT CNM yang
diwakili oleh para pengawas lapangan diadakan tiap bulan. Dalam pertemuan yang
diadakan setiap bulan biasanya dilakukan dengan metoda diskusi dimana masing-masing
pengawas lapangan yang berhadapan lansung dengan petani mitra menceritakan
permasalahan atau kondisi yang mereka temui dilapangan. Dalam kegiatan ini biasanya
berlangsung diskusi, saling tukar pengalaman antar pengawas lapangan.
Pada awal petani bergabung menjadi petani penangkar/mitra di PT CNM mereka
diberikan pelatihan mengenai teknik budi daya atau penangkaran benih jagung hibrida.
Selanjutnya kegiatan penyuluhan antara PT CNM dengan petani mitra berlangsung untuk
setiap satu musim tanam. Setiap hari para petugas lapangan akan memonitor/mengnjungi
lahan petani sesuai dengan wilayah kerjanya. Pengawasan ini perlu untuk memastikan
petani melakukan teknik budidaya sesuai dengan anjuran karena petani harus
menghasilkan produk sesuai standar yang ditetapkan oleh PT CNM. Pada saat kunjungan
ini petani bisa menyampaikan masalah yang tengah mereka hadapi. Pada saat penelitian,
selama periode musim tanam April – Juni 2013 ditemui dua permasalahan yaitu serangan
hama babi dan ulat penggerek.
Petugas lapangan yang mengetahui adanya masalah ditingkat petani akan
melaporkan hal tersebut kepada kepala wilayah yang diteruskan kepada menejer lapangan.
Menejer lapangan akan meneruskan informasi tersebut kepada direktur umum PT CNM
untuk mengambil tindakan guna mengatasi permasalahan. Keputusan inilah yang
kemudian diterima oleh petani sebagai solusi atas permasalahan mereka, namun tetap
diberikan keleluasaan kepada petani apabila mempunyai cara lain yang dianggap lebih
baik. Dari proses pengambilan keputusan pemecahan masalah terlihat bahwa petani tidak
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem pengambilan keputusan bersifat
top down, meskipun dibebaskan apakah petani akan mengikutinya atau tidak.
Peran ini merupakan aplikasi dari fungsi penyuluh petanian, yaitu sebagai
fasilitator. Sebagai fasilitator penyuluh akan memberikan kemudahan kepada petani untuk
berubah kearah yang lebih baik. Peran ini dalam pembangunan sangat lah penting karena
kenyataan menunjukan bahwa, pelaku utama pembangunan pertanian di Indonesia adalah
petani-petani kecil, yang tergolong pengusaha lemah, yang tidak saja lemah permodalan
atau aset yang dimilikinya, tetapi terutama lemah dalam pendidikan, keterampilan,
6

teknologi yang digunakan dan sering juga lemah semangatnya untuk maju (Hadisapoetro,
1970 dalam Mardikanto, 2009)
Dari kegiatan penyuluhan yang dideskripsikan di atas, dapat dipahami bahwa
penyuluhan disini lebih kepada proses transfer ilmu. Hal ini karena adanya kontrak
kerjasama yang harus dipatuhi oleh petani, yaitu berproduksi sesuai dengan standar yang
telah disepakati.
Uraian kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan oleh PT CNM kepada petani
mitra di Kabupaten Solok sepertinya masih menitik beratkan pada aspek transfer
pengetahuan. Belum terlihat adanya upaya yang dikembangkan oleh pihak perusahaan
untuk membuat petani menjadi lebih berdaya. Ruang partisipasi bagi petani dalam
kegiatan penyuluhan juga tidak terlihat, semua keputusan masih bersifat top down. Model
seperti ini tidak akan menumbuhkan atau merangsang kreatifitas para petani. Jika
kerjasama antara petani dengan PT CNM berakhir dapat diramalkan bahwa petani akan
kembali kepada keadaan semula, karena begitu besar ketergantungan petani kepada PT
CNM. Namun saat ini tidak dipungkiri bahwa kondisi petani (pelaku utama) telah relatif
lebih baik. Sesuai dengan tujuan penyuluhan yaitu better farming dan better bussines,
sementara untuk better living masih perlu dibuktikan dengan penelitian lain yang berkaitan
dengan tingkat kesejahteraan petani.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Sebelum bergabung menjadi petani penangkar pada PT CNM, petani menghadapi
masalah berupa, permodalan, kelangkaan saprodi, infrastruktur jalan yang buruk,
teknologi dan informasi pertanian yang kurang, serangan hama dan penyakit serta
harga yang rendah. Jika hal ini dibiarkan saja, maka kondisi ini akan menjadi
penghambat dalam pembangunan pertanian.
2. Kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh PT CNM masih bersifat top down
namun telah membuat membuat kondisi petani mencapi dua dri tiga tujuan
penyuluhan yaitu better farming dan better living.
Saran
1. Tidak ada jaminan bahwa PT CNM akan terus mempertahankan kerjasama dengan
petani, oleh karena itu peran pemerintah untuk menyediakan tenaga penyuluh
pertanian tetap menjadi sesuatu yang penting.
2. Bagi petani agar mampu mengelola keuangan karena sekarang sudah tidak lagi
terjerat hutang dengan toke. Jadi apabila suatu saat kerjasama ini berkahir petani
dapat mandiri, setidaknya dalam aspek pembiayaan usahatani. Karena
permasalahan petani sebagian besar berpangkal dari kurangnya modal sehingga
membuat petani terjerat hutang.
3. Perlu ada penelitian lebih lanjut untuk menggali keterangan mengenai kondisi
kehidupan petani baik secara sosial maupun ekonomi setelah bergabung menjadi
petani penangkar pada PT CNM untuk menjawab apakah aspek better living telah
tercapai atau belum.
KEPUSTAKAAN
Anonim. 2005. UU No. 16/2006 tentang SP3K

7

Braverman, A. and J.L. Gausch. 1989. Rural Credit in Development Countries. Working
Paper Series 219. The World Bank, Washington DC.
Krisnamurti, B. 2008. “Agenda Pemberdayaan Petani dalam Rangka Pemantapan
Ketahanan Pangan Nasional”. Jurnal Ekonomi Rakyat Th. 11 No. 7 [Jurnal OnLine]; Diperoleh dari: http://www.ekonomirakyat.org/edisi19/artikel 3.htm;
Internet; Diakses pada 23 Agustus 2013.
Mardikato, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Solo
Mosher, AT, 1965. Menggerakan dan Membangun Pertanian. CV Yasaguna. Djakarta
Syukur, M. dan H. Windarti. 2001. Karya Usaha Mandiri: Sebuah Skim Pembiayaan
Mikro Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Puslitbang Sosek Pertanian, Badan
Litbang Pertanian.
Van den ban, HW dan Hawkins. 2003. Penyuluhan Pertanian. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta
Yunus, M. 1981. Credit for Self-Employment: A Fundamental Human Right. Grameen
Bank. Bangladesh.

8