Laporan Kimia Analitik Tetapan Distribus

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan lengkap praktikum Kimia Analitik II dengan judul “Tetapan
Distribusi Iod Dalam Sistem Kloroform-Air” disusun oleh :
nama

: Masita

nim

: 1513041015

kelas/kelompok

: Pendidikan Kimia A/VI (Enam)

telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh asisten dan koordinator asisten, maka
laporan ini dinyatakan telah diterima.
Koordinator asisten

Makassar, Mei 2017
Asisten


Putra Siar

Rahmania

Mengetahui,
Dosen penanggung jawab

Drs. H. Alimin. M.S
NIP. 19600815 1986001 1 002

A. Judul Percobaan
Tetapan Distribusi Iod Dalam Sistem Kloroform-Air
B. Tujuan Percobaan
Menentukan tetapan distribusi ion dalam pelarut air-kloroform dengan
cara ekstraksi Batch.
C. Landasan Teori
Kimia Analitik merupakan cabang ilmu kimia yang berhubungan dengan
pemisahan dan analisis senyawa kimia yang mencangkup analisi kualitatif dan
kuantitatif. Dikatakan berhubungan dengan pemisahan, karena mencangkup

pemisahan secara fisis maupun kimia. Pemisahan secara fisis dapat dilakukan
sejak pengambilan sampel sampai dengan memisahkan hasilnya (misalnya
penyaringan endapan). Melakukan identifikasi serta melakukan suatu pengukuran
untuk menentukan banyaknya kandungan zat dalam sebuah sampel, memang
merupakan salah satu mata rantai pekerjaan analisis kimia. Namunpun demikian,
suatu analisis kimia merupakan rangkaian berbagai manipulasi yang saling
berkaitan. Menimbang menitrasi dan mengukur hanya merupakan mata rantai
yang sebenarnya merupakan hal yang paling mudah dilakukan dalam skala
laboratorium (Tim Dosen Kimia Analitik, 2017:1).
Kimia analitik mencangkup kimia analisis kualitatif dan kimia analisi
kuantitatif. Analisis kualitatif manyatakan keberadaan (jenis) suatu unsur atau
senyawa dalam sampel, sedangkan analisis kuantitatif menyatakan jumlah atau
kuantitas suatu analit dalam sampel. Dimana analit adalah komponen (unsur atau
senyawa) dalam sampel yang akan ditentukan jenis dan jumlahnya. Perspektif
kimia analitik adalah menyelesaikan masalah. Secara umum, tahapan yang
dilakukan dalam menyelesaikan kimia analitik adalah (1) mengidentifikasi dan
mendefinisikan masalah; (2) merancang prosedur eksperimen; (3) melaksanakan
eksperiman dan mengumpulkan data; (4) menganalisis data hasil eksperiman; dan
(5) melaporkan hasil eksperimen (Pursitasari, 2014: 2).


Kimia analisis ini memiliki penerapan yang begitu luas, ini dapat dilihat
dengan kimia analitik yang banyak menawarkan pemakaian dalam bermacammacam disiplin kimia anorganik, kimia organik, kimia fisik, dan biokimia.
Penerapan kimia analitik diberbagai bidang ini menggunakan metode-metode
dalam analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui
kadar suatu unsur dalam suatu senyawa. Dalam penentuan metode-metode yang
cocok dari sederetan metode-metode yang ada dalam analisis kualitatif.
Pilihannya akan ditentukan oleh beberapa faktor seperti kecepatan, ketepatan,
ketelitian, sensitivitas, selektivitas, tersediannya peralatan, jumlah sampel, tingkat
analisis, faktor terakhir ini merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. Selain
pertimbangan konsentrasi komponen yang akan dianalisis, latar belakang sampel
sebaiknya juga merupakan bahan pertimbangan. Pemilihan suatu metode adalah
salah satu masalah kebijaksanaan. Pengujian kebijaksanaan demikian sulit untuk
diuji dan pengalamanlah yang biasa menentukan. Tidaklah tepat hanya berpegang
pada metode tertentu saja untuk suatu unsur. Pengetahuan konsep fundamental
analisis kimia sudah barang tentu dapat membekali dan mengembangkan
kebijaksanaan tersebut dan sekaligus pengalaman dan latar belakang yang akan
menuntun (Khopkar, 2014: 4-5).
Diketahui jika zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut
tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat
larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida daripada dalam

air. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, dan juga
eter dan air, dikocok bersama-sama dalam suatu bejana dan campuran kemudian
dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan
semacam itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau
setengah-campur (eter dan air), bergantung pada apakah satu kedalam yang lain
hampir tak dapat larut atau setengah dapat larut. Jika iod dikocok bersama suatu
campuran karbon disulfida dan air serta kemudian didiamkan, iod akan dijumpai
terbagi dalam kedua pelarut itu. Suatu kesetimbangan terjadi antara larutan iod
dalam karbon disulfida dan laritan iod dalam air (Svehla, 1985: 139).

Ekstraksi padat-cair memiliki prinsip yang didasarpan pada adanya
kemampuan senyawa dalam suatu matriks yang kompleks dari suatu padatan,
yang dapat larut oleh suatu pelarut tertentu. Beberapa hal yang harus diperhatikan
untuk tercapainya kondisi optimum ekstraksi antara lain: ssenyawa dapat terlarut
dalam pelarut dengan waktu yang singkat, pelarut harus selektif melarutkan
senyawa yang dikehendaki, senyawa analit memiliki konsentrasi yang tinggi
untuk memudahkan ekstraksi, serta tersedia metode memisahkan kembali
senyawa analit dari pelarut pengekstraksi. Suatu materi padat dapat mengalami
difusi kedalam larutan hingga meningkatkan konsentrasi larutan tersebut. Bahan
teresktrak yang berada dalam matrik materi yang inert, lambat laun akan terlarut

dalam larutan, demikian pula spesies pelarut akan terdistribusi dalam materi padat
tersebut hingga mengalami keadaan kesetimbangan (Fajrianti, 2011: 15).
Menurut Mukhriani (2014: 362-363), jenis-jenis metode ekstraksi yang
dapat digunakan yaitu:
a. Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara
ini sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri.
b. Ultrasound-Assisted Solvend Extraction merupakan metode maserasi yang
dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan
frekuensi tinggi, 20 kHz).
c. Perkolasi, pada metode perkolasi serbuk sampel dibasahi secara perlahan
dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada
bagian bawahnya).
d. Soxhlet, metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam
sarung selulosa(dapat digunakan kertas saring) dalam klongsong yang
ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor.
e. Reflux dan destilasi uap. Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama
pelarut kedalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Destilasi uap
memiliki proses yang sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi
miyak esensial.
Berdasarkan hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak

saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut

maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut
organikdan air. Dalam praktek solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam
dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan
konsetrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu
tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai
C2
C0
berikut : KD = C 1 atau KD = Ca dengan KD = koefisien distribusi dan C1, C2, C0,
dan Ca masing-masing adalah konsentrasi solut pada pelarut 1,2, organik dan air.
Sesuai dengan kesepakatan, konsentrasi solut dalam pelarut organik dituliskan
diatas dan konsentrasi solut dalam pelarut air dituliskan di bawah. Dari rumus
tersebut jika harga KD besar, solut secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi
lebih banyak ke dalam pelarut organik begitu pula terjadi sebaliknya ( Soebagio,
2003: 34).
Tetapan KD dikenal sebagai koefisien distribusi atau partisi. Penting
untuk mencatat bahwa angka banding C2/C1 hanya konstan bila zat yang terlarut
mempunyai massa molekul relatif yang sama untuk kedua pelarut itu. Hukum

distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut terdistribusi antara
dua pelarut yang tak-dapat-campur, maka pada suatu temperatur yang konstan
untuk tiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara
kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tak bergantung pada spesi
molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding berubah dengan
sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur. Mengambil suatu
zat terlarut dari dalam larutan air oleh suatu pelarut yang tak-dapat-campur
dengan air disebut ekstraksi (dengan) pelarut. Teknik ini seringkali diterapkan
untuk pemisahan (Svehla, 1985: 140).
Angka banding distribusi mneyatakan perbandingan konsentrasi total zat
terlarut dalam pelarut organik (fasa organik) dan pelarut air (fasa air). Jika zat
terlarut itu adalah senyawa X maka rumus angka banding distribusi dapat ditulis :
konsentrasi total senyawa X dalam fasaorganik
D = konsentrasi total senyawa X dalam fasa air

Untuk keperluan analisis kimia angka banding distribusi (D) akan lebih bermakna
dari pada koefisien distribusi (KD). Pada kondisi ideal dan tidak terjadi asosiasi,
diasosiasi atau polimerisasi, maka harga KD sama dengan D. Harga D tidak
konstan antara lain dipengaruhi oleh pH fasa air (Soebagio, 2003: 35).
Pelarut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengambil

senyawa bioaktif suatu sampel. Sari (2011) menyatakan bahwa rendemen terbesar
diperoleh dari ekstraksi polar, sedangkan ekstraksi etil asetat menghasilkan
ekstrak yang sangat kecil. Senyawa polar memiliki kemampuan mengekstrak
senyawa dari kisaran senyawa polar hingga semi polar. Ekstraksi menggunakan
pelarut etilasetat yang merupakan pelarut dengan kepolaran sedang, maka
diharapkan yang terekstrak senyawa-senyawa dengan kepolaran yang sedang,
begitu pula pelarut aseton diharapkan dapat mengekstrak senyawa-senyawa polar.
Kedua pelarut memiliki tingkat kepolaran yang berbeda, sehingga dapat
melarutkan semyawa polar, semi polar dan dapat pula melarutkan senyawa yang
bersifat non polar (Firdiyani, 2015: 31).
D. Alat dan Bahan
1.

Alat

a.

Statif dan klem

4 buah


b.

Buret 50 ml

1 buah

c.

Labu Erlenmeyer tutp asah

6 buah

d.

Batang pengaduk

1 buah

e.


Corong biasa

1 buah

f.

Corong pisah

3 buah

g.

Pipet ukur 25 ml

1 buah

h.

Ball pipet


1 buah

i.

Stopwatch

1 buah

j.

Pipet tetes

3 buah

k.

Botol semprot

1 buah

l.

Lap kasar

1 buah

m.

Lap halus

6 buah

2.

Bahan

a.

Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)

b.

Kloroform (CHCl3)

c.

Larutan Iod (I2)

d.

Aquades (H2O)

e.

Indikator Amilum

f.

Tissu

(0,02 M)

E. Prosedur Kerja
1.

Penentuan konsentrasi iod yang sebenarnya

a.

5 ml larutan iod dimasukkan kedalam erlemeyer.

b.

Iod dititrasi dengan menggunakan Na2S2O3 sampai bening.

c.

Volume Na2S2O3 dicatat

d.

Percobaan diulangi sebanyak tiga kali.

2.

Penentuan konsentrasi iod pada masing-masing pelarut.

a.

3 buah corong pisah disiapkan dan kemudian diisi dengan 25 ml iod pada
masing masing corong pisah.

b.

25 ml CHCl3 ditambahkan ke dalam setiap corong pisah, kemudian dikocok
kuat-kuat selama 15 menit, kemudian didiamkan sehingga terbentuk dua
lapisan.

c.

Lapisan kloroform (lapisan bawah) dikeluarkan dan ditampung dalam
erlemeyer bertutup asah.

d.

Lapisan air ditampung juga dalam erlemeyer bertutup asah.

e.

Lapisan kloroform di titrasi dengan larutan standar Na2S2O3 hingga bening
(titrasi dilakukan tanpa indikator amilum).

f.

Lapisan air dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 dengan

indikator

amilum.
F. Hasil Pengamatan
1.

Penentuan konsentrasi iod sebenarnya
No.
1.

Titrasi
I

Volume larutan iod (mL)
5

Volume Na2S2O3 (mL)
9,90

2.
II
3.
III
Larutan Na2S2O3 0,02 N
2.
No.
1.

2.

3.
4.

5
5

10,00
10,10

Konsentrasi iod dalam lapisan kloroform dan air
Perlakuan
25 mL iod (merah bata) + 25 mL

Hasil
Laruan berwarna ungu

kloroform (bening)
Terbentuk dua lapisan:

Dikocok selama 15 menit dan

Lapisan atas

didiamkan

: Ungu terang

Lapisan bawah : Ungu pekat
1. 22,20 mL
2. 19,20 mL
3. 11,80 mL
1. 26,20 mL
2. 27,30 mL
3. 7,70 mL

Larutan atas (air) + Na2S2O3 +
amilum
Larutan kloroform (bawah) +
Na2S2O3

G. Analisis Data
1.

Penentuan Konsentrasi Iod Sebenarnya

Diketahui

:

N Na2S2O3

V Na2S2O3

= 0,1 N

= V1 + V2 + V3
3
= 9,90 mL + 10,00 mL + 10,10 mL
3
= 10 mL

V iod = 5 mL
Ditanyakan

:N iod…?

Penyelesaian : N iod

= (N x V) tio
V iod
= 0,1 N x 10 mL
5 mL
= 0,2 N

2. Konsentrasi Iod dalam masing-masing pelarut
a. Corong pisah 1

1) Lapisan Kloroform
Diketahui

:

N tio= 0,1 N
V tio= 26,20 mL
V iod= 25 mL

Ditanyakan :

N iod…?

Penyelesaian

:N iod

= (N x V) tio

V iod
= 0,1 N x 26,20 mL
25 mL
= 0,1048 N
2) Lapisan air
Diketahui

:

N tio= 0,1 N
V tio= 22,20 mL
V iod= 25 mL

Ditanyakan :

N iod…?

Penyelesaian

:N iod

= (N x V) tio
V iod
= 0,1 N x 22,20 mL
25 mL
= 0,0888 N

b. Corong pisah 2

1) Lapisan Kloroform
Diketahui

:

N tio= 0,1 N
V tio= 27,30 mL
V iod= 25 mL

Ditanyakan :

N iod…?

Penyelesaian

:N iod

= (N x V) tio
V iod

= 0,1 N x 27,30 mL
25 mL
= 0,1092 N
2) Lapisan air
Diketahui

:

N tio= 0,1 N
V tio= 19,20 mL
V iod= 25 mL

Ditanyakan :

N iod…?

Penyelesaian :N iod = (N x V) tio
V iod
= 0,1 N x 19,20 mL
25 mL
= 0,0768 N

3.

Penentuan Tetapan Distribusi Iod (KD)
Konsentrasi Iod dalam Kloroform

= C1

Konsentrasi Iod dalam air

= C2

a. Corong 1
Diketahui

: C1

= 0,1048 N

C2

= 0,0888 N

Ditanyakan : KD……?
Penyelesaian :
KD

=

C1
C2

=

0,1048 N
0,0888 N

=

1,1801

b. Corong 2
Diketahui

: C1

= 0,1092 N

C2

= 0,0768 N

Ditanyakan : KD……?
Penyelesaian :
KD

=

C1
C2

=

0,1092 N
0,0768 N

=

1,4218

H. Pembahasan
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan
kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan
yang lainnya pelarut organik. Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat
terlarut I2 ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu air dan

kloroform, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa
cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua
pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Perbandingan konsentrasi
solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu ketetapan pada
suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi
(KD). Adapun prinsip kerjannya yaitu penambahan titran, pengocokan, dan
pengidentifikasian.
1.

Penentuan konsentrasi iod sebenarnya
Percobaan bertujuan dilakukan untuk menentukan konsentrasi iod yang

sebenarnya. Iod merupakan larutan standar sekunder yang belum diketahui
konsentrasinya, sehingga perlu distandarisasi dengan larutan standar primer yaitu
tiosulfat. Standarisasi dilakukan dengan metode titrasi iodometri yang digunakan
untuk titrasi terhadap iodin bebas oleh natrium tiosulfat. Standarisasi merupakan
suatu proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu
larutan. Titrasi iodometri adalah titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang
diproduksi dalam reaksi dengan larutan standar natrium tiosulfat. Pada percobaan
ini jenis titrasi iodometri yang dilakukan adalah titrasi iodometri tak langsung
karena menggunakan iod sebagai larutan analit dan natrium tiosulfat sebagai
titran. Salain itu standarisasi itu, iod yang digunakan telah dalam bentuk larutan
sehingga tidak perlu dibuat lagi dari larutan KI yang berperan sebagai
penyumbang ion iodida (I-). Titrasi iodometri dilakukan dengan cara larutan iod
yang dititrasi dengan Na2S2O3. Na2S2O3 digunakan sebagai titran yang dapat
menentukan konsentrasi dari iod dan akan mereduksi iod dari I2 menjadi I-. DSlam
proses titrasi tidak digunakan indikator amilum karena I2 memiliki sifat
autoindikator yaitu dapat menjadi indikator untuk dirinya sendiri. Titrasi
dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari coklat (warna iod) menjadi tidak
berwarna. Larutan iod dititrasi sebanyak tiga kali agar data yang diperoleh lebih
akurat. Adapun volume larutan natrium tiosulfat yang diperoleh berturut-turut
9,00 mL, 10,00 mL dan 10,10 mL. Dengan volume rata-rata yaitu 10 mL. Dari
data tersebut diperoleh konsentrasi iod sebesar 0,2 N. Adapun reaksinya:

2Na2S2O3(aq) + I2 (aq)
2.

2 NaI(aq) + Na2S4O6(aq)

Penentuan konsentrasi iod dalam masing-masing pelarut
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi iod dalam masing-

masing lapisan yang ada di dalam corong pisah. Adapun lapisan yang dimaksud
ialah laposan organik yang digunakan kloroform (CHCl3) dan lapisan air yang
digunakan adalah larutan iod itu sendiri. Pada percobaan ini larutan iod dicampur
dengan kloroform dengan perbandingan yang sama dimasukkan ke dalam corong
pisah dan dikocok selama 15 menit agar iod dapat terdistribusi dengan sempurna
baik kedalam air maupun dalam kloroform. Air berasal dari larutan iod yang
masih mengandung air. Hal ini telah sesuai dengan Hukum Nerns yang
mengatakan bahwa jika dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur
dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka akan
terjadi pembagian kelarutan yaitu sebagian terdistribusi dalam fasa organik dan
sebagiannya terdistribusi lagi kedalam fasa air.
Larutan kemudian didiamkan dan dibiarkan terpisah hingga membentuk
dua lapisan dalam corong pisah. Lapisan atas adalah lapisan air yang berwarna
ungu terang dan lapisan bawah adalah kloroform yang berwarna ungu pekat. Dua
lapisan ini terbentuk karena adanya perbedaan sifat kepolarannya yakni air
bersifat polar sedangkan pelarut organik yaitu kloroform bersifat nonpolar.
Lapisan kloroform berada pada bagian bawah karena massa jenis air lebih rendah
dari kloroform yaitu 0,1 g/mL sedangkan massa jenis kloroform 1,489 g/mL. Bila
zat padat atau zat cair dicampur kedalam dua pelarut yang berbeda atau tidak
saling bercampur maka zat tersebut akan terdistribusi kedalam dua pelarut dengan
kemampuan kelarutannya. Faktor yang mempengaruhi koefisisen distribusi adalah
konsentarsi zat terlarut dalam pelarut. Lapisan pada tiap-tiap corong di keluarkan
dengan cara pada lapisan kloroform dikeluarkan dibawah dan pada lapisan air
dikeluarkan diatas mulut corong dan di tempatkan dalam Erlenmeyer yang
berbeda. Metode ini biasa disebut ekstraksi batch (ekstraksi sederhana) karena
pemisahan dengan corong pisah merupakan salah satu metode pemisahan
sederhana yang dilakukan berdasarkan dengan perbedaan kepolaran dan massa

jenis, dimana prinsip kerjanya yaitu pengocokan, pendiaman, dan pemisahan
larutan.
Kedua lapisan yang telah dipisahkan kemudian dititrasi dengan Na2S2O3.
Pada titrasi lapisan pertama yaitu pelarut kloroform dititrasi dengan tidak
melakukan penambahan dengan indikator amilum karena iod sudah bersifat
autoindikator yaitu dapat menjadi indikator bagi dirinya sendiri. Titrasi ini
dilakukan sebanyak tiga kali. Adapun volume larutan Na2S2O3 yang digunakan
pada saat proses titrasi yaitu corong pisah I adalah 22,20 mL, corong pisah II
adalah 19,20 mL, dan corong pisah III adalah 11,80 mL. Dengan masing-masing
normalitas tiap volume pada corong pisah yaitu corong pisah pertama yaitu
0,1048 N dan corong pisah kedua yaitu 0,1092 N. Sementara itu lapisan air
dititrasi dengan Na2S2O3 dengan menggunaka penambahan indikator amilum
karena ia tidak menunjukkan sifat autoindikator atau menjadi indikator untuk
dirinya sendiri. Penambahan amilum dilakukan saat akan mencapai titik akhir
titrasi karena bila amilum ditambahkan di awal titrasi maka amilum dan iod akan
membentuk kompleks amilum-iod sehingga saat di titrasi akan menyebabkan
susahnya mencapai titik akhir titrasi dan titik ekivalen. Titik akhir titrasi adalah
keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang biasanya ditandai
dengan pengamatan visual melalui perubahan warna indikator. Titrasi dilakukan
sebanyak tiga kali dengan volume masing-masing tiap corong pisah. Adapun
volume larutan Na2S2O3 yang digunakan pada saat proses titrasi yaitu corong
pisah I adalah 26,20 mL, corong pisah II adalah 27,30 mL, dan corong pisah III
adalah 7,70 mL. Dengan masing-masing normalitas tiap volume pada corong
pisah yaitu corong pisah pertama yaitu 0,0888 N dan corong pisah kedua yaitu
0,0768 N. Adapun reaksi untuk lapisan air dan kloroform:
2 Na2S2O3(aq) + I2(aq)
Na2S2O3
Reduksi = I2 + 2e
Oksidasi= 2S2O32I2 + 2S2O32Reaksi lengkapnya

2 NaI(aq) + Na2S2O4(aq)
2Na+ + S2O322IS4O62- + 2e
2I- + S4O62-

2Na2S2O3 + I2

2NaI + Na2S4O6

Pada penetapan normalitas dan KD hanya dua buah corong pisah yang
ditentukan nilainya karena pada corong pisah ke tiga pada saat proses pengocokan
banyak larutan yang yang tumpah, sehingga volume larutan yang diperoleh
sedikit. Adapun nilai KD yang diperoleh dari corong pisah pertama yaitu 1,1801
dan KD yang diperoleh dari corong pisah kedua yaitu 1,4218. Dimana nilai KD
corong pisah pertama dan kedua lebih besar daripada 1 ini menunjukkan bahwa
lebih banyak iod yang terdistribusi kedalam kloroform dibandingkan air. Ini telah
sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa larutan iod adalah larutan yang
bersifat semipolar dan akan terdisistribusi lebih banyak kedalam pelarut nonpolar
karena iod bersifat semipolar yang cenderung larut kedalam pelarut nonpolar
dibandingkan polar. (Svehla, 1985).
I.

Penutup

1.

Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

bawha Konsentrasi iod yang sebenarnya di peroleh sebesar 0,2 N. Semenntara
nilai tetapan distribusi (Kd) yang diperoleh pada corong pisah pertama yaitu
1,1801 dan KD yang diperoleh dari corong pisah kedua yaitu 1,4218. Dimana
Nilai Kd > 1 yang berarti bahwa iod terdistribusi lebih banyak dalam pelarut
organik di banding pelarut air.
2.

Saran
Di harapkan kepada praktikan selanjutnya agar memperhatikan tekanan

dalam corong pisah pada saat pengocokan, karena tekanan tekanan terlalu tinggi
akan menyebabkan corong pisah pecah.

DAFTAR PUSTAKA
Fajriati, Imelda, dkk. 2011. Studi Ekstraksi Padat Cair Menggunakan Pelarut HF
dan HNO3 pada Penentuan Logam Cr dan Cu dalam Sampel Sedimen
Sungai di Sekitar Calon PLTN Muria. Jurnal Ilmu Dasar. Vol. 12. No.
1.
Firdiyani, Fiya, dkk. 2015. Ekstraksi Senyawa Bioaktif Sebagai Atioksidan Alami
Spirulina platensis Segar Dengn Pelarut Yang Berbeda. JPHPI. Vol. 18.
No. 1.
Khopkar. 2014. Konsop Dasar Kimia Analitik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. Vol.VII. No. 2.
Soebagio, dkk. 2003. Common Textbook Kimia Analitik II. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Jakarta: PT. Kalman Media Pusaka.
Tim Dosen Kimia Analitik II. 2017. Penuntun Prakikum Kimia Analitik II.
Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Pursitasari, Indriani Dwi. 2014. Kimia Analitik Dasar dengan Strategi Problem
Solving dan Open-ended Experiment. Bandung: Alfabeta.