Buku Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan 2017 Kabupaten Rejang Lebong
PROFIL PENANGGULANGAN
KRISIS KESEHATAN
KABUPATEN / KOTA RAWAN BENCANA
KABUPATEN REJANG LEBONG
Pusat Krisis Kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2017
Daftar Isi
DAFTAR ISI
03 KATA PENGANTAR
05 BAB I: PENDAHULUAN
07
07
1.1. Latar Belakang
1.3. Dasar Hukum
A. Penyusunan Kuesioner
B. Pengambilan Data 10
C. Input Data 11
D. Pengolahan Data 11
E. Penyusunan Naskah Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan 11
1.5. Definisi Operasional 11 BAB II: PROFIL PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN 17
2.1. Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong 18
2.2. Karakteristik wilayah 18
2.3. Ancaman Bencana 18
2.4. Kerentanan 19
2.5. Kapasitas 20 BAB III: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 25
3.1. Kesimpulan 25
3.2. Rekomendasi 26 LAMPIRAN
29
1. KUISIONER ASISTENSI
40
2. KONTRIBUSI
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan izin dan karunia-Nya penyusunan buku “Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan tahun 2017” dapat diselesaikan. Profil ini menggambarkan kajian risiko krisis kesehatan akibat bencana di 14 provinsi dan 34 kabupaten/kota target renstra Kementerian Kesehatan tahun 2017. Sebagaimana diketahui bahwa wilayah Indonesia memiliki potensi bahaya, kerentanan masyarakat dan kapasitas yang berbeda. Kondisi yang beragam inilah yang melatar belakangi perbedaan tingkat risiko bencana tersebut.
Program pengurangan risiko bencana haruslah berdasarkan kepada suatu kajian risiko bencana, di mana risiko berbanding lurus dengan ancaman/bahaya dan kerentanan serta berbanding terbalik dengan kapasitas. Kajian risiko tersebut digunakan sebagai acuan dalam menilai, merencanakan, mengimplementasikan, memonitoring dan mengevaluasi upaya pengurangan risiko bencana pada suatu wilayah. Oleh karena itu Pusat Krisis Kesehatan menyusun buku profil ini untuk dapat dicermati oleh pemerintah daerah sebagai bahan referensi dalam menyusun program “Pengurangan Risiko Bencana” di wilayahnya masing- masing.
Buku ini sangat terbuka untuk menerima kritik, saran serta masukan dari semua pihak guna penyempurnaan penyajian informasi buku sejenis di masa mendatang.
Kepada semua pihak yang telah berkontribusi tenaga dan pikiran dalam penyusunan buku ini tidak lupa kami ucapkan terima kasih. Semoga buku ini bermanfaat dalam mewujudkan keberhasilan upaya pengurangan risiko bencana di negara kita.
Jakarta, Agustus 2017 Kepala Pusat Krisis Kesehatan
dr. Achmad Yurianto NIP. 196203112014101001
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 7
meninggal sebanyak 1.719 jiwa dan 6.271 korban luka berat/rawat inap serta 559.304 korban luka ringan/rawat jalan dalam kurun waktu dua tahun tersebut. 1
Bencana umumnya memiliki dampak yang merugikan. Rusaknya sarana prasarana fisik, permukiman dan fasilitas umum. Dampak lain adalah permasalahan kesehatan seperti korban meninggal, korban cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit menular, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan, kerusakan fasilitas kesehatan, rusaknya sistem penyediaan air, stress pasca trauma, masalah gizi dan psikososial. Kejadian bencana seringkali diikuti dengan adanya arus pengungsian penduduk ke lokasi yang aman, yang akan menimbulkan permasalahan kesehatan yang baru di lokasi tujuan pengungsian tersebut. Hal ini tentu akan berdampak pada pembangunan kesehatan baik tingkat nasional maupun daerah. Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk memulihkan keadaan. Belum lagi waktu yang hilang untuk mengejar ketertinggalan.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan 170 kabupaten/ kota rawan bencana untuk menjadi sasaran peningkatan kapasitas dalam rangka pengurangan risiko krisis kesehatan. Salah satu langkah awal dalam upaya peningkatan kapasitas tersebut adalah dengan melakukan asistensi ke kabupaten kota untuk selanjutnya memetakan risiko krisis kesehatan di wilayah tersebut. Pemilihan provinsi (kabupaten/ kota) berdasarkan 136 kabupaten/kota rawan bencana pusat pertumbuhan ekonomi yang
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang wilayahnya
rawan terhadap terjadinya bencana. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia tahun 2013 yang dikeluarkan BNPB, dari 496 kabupaten/ kota, 65% nya adalah lokasi berisiko tinggi. Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera, Jawa - Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Selain faktor alam, secara geopolitik, Indonesia memiliki peran ekonomi internasional yang cukup penting, karena memiliki pelabuhan internasional. Ditambah jumlah penduduk yang banyak (nomor 4 dunia) dan terdiri dari multi etnis serta multi agama, menyebabkan Indonesia berisiko untuk terjadinya konflik sosial.
Dalam beberapa tahun terakhir ini Indonesia sering dilanda bencana, baik bencana alam (banjir, gunung meletus, tanah longsor, gempa bumi, banjir, banjir bandang), non- alam (kegagalan teknologi), maupun bencana sosial (konflik, terorisme). Berdasarkan data yang dikumpulkan Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan, pada tahun 2015 terjadi 618 kali krisis kesehatan dan tahun 2016 sebanyak 672 kali. Jumlah korban yang ditimbulkan pun tidak sedikit. Tercatat korban
Bab I
Pendahuluan
1 Buku Tinjauan Pusat Krisis Kesehatan Tahun 2015 dan Tahun 2016.
ditargetkan dalam RPJMN 2015-2019. Selain itu
c. Undang–undang Nomor 44 Tahun 2009 juga ditambahkan kabupaten/kota bermasalah
Tentang Rumah Sakit;
kesehatan yang memiliki indeks risiko bencana
d. Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008 dengan kelas risiko tinggi.
tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
Pusat Krisis Kesehatan pada tahun 2017
e. Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2008 telah melakukan asistensi di 34 Kabupaten/
Tentang Pendanaan dan pengelolaan Kota rawan bencana dari 170 Kabupaten/
Bantuan Bencana;
Kota yang telah ditetapkan. Kabupaten/kota
f. Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2013 tentang tersebut berada di 14 provinsi yaitu Provinsi
Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan; Jambi, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera
g. Peraturan Menteri Koordinator Barat, Bengkulu, Gorontalo, Sulawesi Barat,
Kesejahteraan rakyat Nomor 54/2013 Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Jawa
tentang Rencana Pengembangan Tenaga Timur, Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Kesehatan tahun 2011-2025; Barat, dan Kalimantan Tengah. Hasil asistensi
h. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 81 tersebut dikaji untuk selanjutnya disusun
tahun 2004 tentang Pedoman Penyusunan menjadi profil krisis kesehatan kabupaten/kota
Perencanaan Sumber Daya Manusia yang mengambarkan bahaya, kerentanan dan
Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/ kapasitas terkait dengan penanggulangan krisis
Kota Serta Rumah Sakit;
kesehatan akibat bencana di daerah.
i. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2006 Tentang Pedoman Manajemen
1.2. Tujuan Sumber Daya Manusia Kesehatan pada Penanggulangan Bencana;
Tujuan penyusunan profil penanggulangan krisis j. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 971 kesehatan yaitu :
tahun 2009 tentang Standar Kompetensi
a. Memetakan ancaman (hazard), kerentananan Pejabat Struktural Kesehatan; dan kapasitas terkait penanggulangan krisis
k. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 kesehatan di 34 kabupaten/kota rawan
Tahun 2013 Tentang Penanggulangan Krisis bencana target tahun 2017;
Kesehatan;
b. Mengidentifikasi permasalahan terkait l. Peraturan Menteri Kesehatan No. 77 penanggulangan krisis kesehatan di 34
tahun 2014 tentang Sistem Informasi kabupaten/kota rawan bencana target tahun
Penanggulangan Krisis Kesehatan; 2017;
m. Peraturan Kepala BNPB No. 2 tahun 2012
c. Memberikan usulan/rekomendasi kebijakan tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko yang perlu diambil oleh Dinas Kesehatan
Bencana;
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi n. Peraturan Kepala BNPB No. 3 tahun 2012 dan Kementerian Kesehatan dalam rangka
tentang Panduan Penilaian Kapasitas Daerah menyelesaikan permasalahan yang ditemui
dalam Penanggulangan Bencana; di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terkait
o. Kepmenkes No. HK.02.02/MENKES/52/2015 upaya penanggulangan krisis kesehatan; dan
tentang Rencana Strategis Kementerian
d. Memberi masukan untuk kebijakan nasional Kesehatan tahun 2015-2019; dan terkait penanggulangan krisis kesehatan.
p. Keputusan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
1.3. Dasar Hukum No. HK. 02.03/4/77/2017 tentang Perubahan
a. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang atas Keputusan Kepala Pusat Krisis Ke- Penanggulangan Bencana;
sehatan (Kementerian Kesehatan) Nomor
b. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang HK.02.04/4/1515/2016 tentang Penetapan 34 Kesehatan;
Kabupaten/Kota rawan bencana tahun 20l7 - 20I9.
8 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 8 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
1.4. Metodologi
Krisis Kesehatan Tahun 2017 terdiri dari ngurangan tingkat ancaman dan ting- beberapa tahap, antara lain : kat kerugian bidang kesehatan akibat
A. Penyusunan Kuesioner
bencana.
3. Menentukan Indikator → untuk mengetahui Kuesioner berisi pertanyaaan-pertanyaan
apakah standar dari Hazard, Kerentanan dan yang menggambarkan faktor risiko dalam
Kapasitas sudah tercapai/sudah terpenuhi penanggulangan krisis kesehatan yang
atau belum, dengan rincian sebagai berikut: mencakup potensi ancaman bencana (Hazard),
a) Indikator untuk Potensi Ancaman Kerentanan
(Vulnerability) dan Kapasitas Bencana (Hazard), antara lain: (Capacity). Referensi penyusunan kuesioner yaitu
1) Jenis ancaman bencana di wilayah peraturan perundangan/regulasi yang berlaku,
tersebut; dan
2) Jumlah Kejadian Krisis Kesehatan di Suggested Set Of Core Indicators And Benchmarks
SPHERE Handbook (2011), Global Health Cluster
wilayah tersebut dalam kurun waktu By Category (IASC) serta Benchmarks, Standards
5 tahun terakhir (2013 -2017) and Indicators for Emergency Preparedness and
b) Indikator untuk Kerentanan (Vulnerability), Response (WHO).
antara lain :
1) Kepadatan penduduk; Tahap Penyusunan Kuesioner terdiri dari :
2) Jumlah Populasi Rentan, terdiri dari
1. Menentukan Tolok Ukur → dilakukan untuk bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui, mengetahui komponen-komponen yang
lansia dan penyandang disabilitas; digunakan untuk menilai Hazard, Kerentanan
3) Status kesejahteraan masyarakat dan Kapasitas, yaitu :
dilihat dari nilai Indeks Pembangunan
a. Tolok ukur untuk menilai potensi
Manusia (IPM); dan
ancaman bencana (Hazard) berupa
4) Status kesehatan masyarakat dilihat probabilitas dan dampak;
dari nilai Indeks Pembangunan
b. Tolok ukur untuk menilai Kerentanan Kesehatan Masyarakat (IPKM). (Vulnerability) berupa faktor-faktor
c) Indikator untuk Kapasitas (Capacity). sosial budaya, ekonomi, fisik dan
Indikator Kapasitas dalam lingkungan; dan
penanggulangan krisis kesehatan
c. Tolok ukur untuk menilai Kapasitas
terbagi dalam :
meliputi kelembagaan/kebijakan,
1) Kelembagaan Kebijakan penguatan kapasitas, peringatan dini,
a) Kebijakan/Peraturan (contoh mitigasi dan kesiapsiagaan.
: Perda Bupati/walikota, SK
2. Menentukan Standard → dilakukan untuk Kadinkes, SOP, dsb); menentukan tingkat kualitas/kuantitas
b) Mekanisme koordinasi; yang disepakati/ditetapkan menjadi patokan
c) Struktur organisasi penanggu- untuk tolok ukur yang ditetapkan, yaitu:
langan krisis kesehatan; dan
d) Keterlibatan institusi/lembaga bencana (Hazard) adalah potensi yang
a. Standar penilaian untuk potensi ancaman
non pemerintahan dalam pen- rendah di suatu wilayah untuk terjadi
anggulangan krisis kesehatan. kejadian bencana/krisis kesehatan;
2) Penguatan Kapasitas
a) Fasilitas pelayanan kesehatan; Kondisi sosial, budaya dan ekonomi
b. Standar untuk menilai kerentanan yaitu
b) Sumber daya manusia masyarakat baik sehingga mampu
kesehatan;
bertahan dari sisi kesehatan dalam
c) Tim penanggulangan krisis menghadapi bahaya/ancaman; dan
kesehatan; dan
d) Peningkatan kapasitas petugas.
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
3) Peringatan Dini Metode pengambilan data yaitu dengan :
responden yaitu dan
a) Manajemen data dan informasi;
1. Wawancara
dengan
Pengelola Program Penanggulangan Krisis
b) Sistem peringatan dini. Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/
4) Mitigasi Kota yaitu staf dan/atau pejabat terkait.
a) Pemberdayaan
Dalam wawancara ini Tim Asistensi dalam penanggulangan krisis
masyarakat
menanyakan secara langsung pertanyaan kesehatan; dan
yang terdapat di dalam kuosioner. Data yang
b) Kapasitas untuk memetakan diperoleh berupa data/jawaban langsung risiko krisis kesehatan.
dari responden disertai dokumen-dokumen
5) Kesiapsiagaan
pendukung seperti :
a. Peraturan Kepala Daerah/Kepala Kesehatan
a) Rencana Penanggulangan Krisis
Dinas Kesehatan;
b) SOP terkait penanggulangan
b. Rencana Kontinjensi; krisis kesehatan;
c. SK Tim Penanggulangan Krisis
c) Pembiayaan penanggulangan
Kesehatan;
krisis kesehatan;
d. SK Tim Penanggulangan Bencana Di
d) Public Safety Center; dan
Rumah Sakit;
e) Sarana dan prasarana;
e. Dokumen Hospital Disaster Plan;
4. Membuat Pertanyaan. Dari indikator-
f. Data Kejadian Krisis Kesehatan 5 indikator yang telah ditentukan dari tiap
Tahun Terakhir;
komponen
g. Data Contact Person; Kapasitas langkah selanjutnya adalah
Hazards, Kerentanan dan
h. Peta Rawan Bencana, dll membuat pertanyaan-pertanyaan untuk
2. Pertemuan koordinasi melibatkan Pusat masing-masing indikator tersebut. Misalnya
Krisis Kesehatan, Dinas Kesehatan untuk mengetahui Kepemilikan Tim
Kabupaten/Kota, BPBD, Universitas, Rumah Penanggulangan Krisis Kesehatan di Dinas
Sakit Umum Daerah Kabupaten/Kota, Kesehatan dibuat pertanyaan : Apakah Dinas
Puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kesehatan telah membentuk/memiliki Tim
Kota serta SKPD terkait di Kabupaten/ Penanggulangan Krisis Kesehatan? Bila
Kota (BPBD, Dinas Sosial, Dinas Pekerjaan sudah, jenis Tim apakah yang dimiliki? Tim
Umum, Badan SAR). Dalam pertemuan RHA, Tim Gerak Cepat, atau Tim Bantuan
koordinasi ini Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kesehatan?
Kota memberikan paparan mengenai upaya penanggulangan krisis kesehatan yang
B. Pengambilan Data dilakukan sesuai dengan pertanyaan di kuosioner disertai tanya jawab dan diskusi
Pengambilan data dilakukan di Dinas Kesehatan melibatkan seluruh peserta pertemuan. Kabupaten/Kota oleh Tim yang terdiri dari pe-
3. Kunjungan Lapangan ke Rumah Sakit Umum tugas dari Pusat Krisis Kesehatan Kementerian
Daerah Kabupaten/Kota dan Puskesmas Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan
yang terletak di daerah rawan bencana Universitas di Provinsi tempat Kabupaten/Kota
untuk menilai kesiapan Rumah Sakit dan yang menjadi target. Pengambilan data dilakukan
Puskesmas dalam Penanggulangan Krisis pada periode Bulan Februari – April 2017 di 34
Kesehatan dari segi bangunan, Manajemen, Kabupaten/Kota Rawan Bencana di 14 Provinsi
Sumber Daya Manusia dan sarana prasarana. yang telah ditetapkan untuk Tahun 2017.
Untuk melengkapi pengambilan data di lapangan, juga dilakukan pengambilan data di situs-situs serta buku resmi pemerintahan yang resmi yaitu antara lain :
10 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
• http://bppsdmk.kemkes.go.id/info_sdmk/ yaitu : Penyusunan Draft 1, Penyusunan Draft 2 • http://www.bankdata.depkes.go.id/
serta Finalisasi. Penyusunan Profil dilakukan puskesmas/
oleh Pusat Krisis Kesehatan Kementerian • w w w. d e p k e s . g o . i d / re s o u rc e s / . . . /
Kesehatan dengan turut melibatkan unit lintas datadasar-puskesmas-tahun-2013.pdf
program terkait di Kementerian Kesehatan, • http://sirs.buk.depkes.go.id/
antara lain Pusat Data dan Informasi, Direktorat rsonline/report/proyeksi_bor_kabkota.
Gizi Masyarakat, Direktorat Surveilans dan php?id=17prop
Karantina Kesehatan, Direktorat Kesehatan • http://sirs.buk.depkes.go.id/rsonline/
Keluarga. Unit lintas sektor yang terlibat antara data_list.php
lain Badan Nasional Penanggulangan Bencana • www.litbang.depkes.go.id/penerbitan/
(BNPB) dan Kementerian Sosial. Penyusunan index.php/blp/catalog/book/85
Profil ini juga melibatkan universitas serta LSM/ • www.bps.go.id
NGO.
• www.inarisk.bnpb.go.id • www.dibi.bnpb.go.id
1.5. Definisi Operasional
1. Luas Wilayah
C. Input Data
Luas Wilayah adalah sebuah daerah yang Jawaban pertanyaan/Data yang ada dalam
dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kuosioner diinput/dimasukkan ke dalam Sistem
(Negara/Provinsi/Kabupaten/ Informasi Penanggulangan Krisis Kesehatan
kedaulatan
Kota) dalam kilometer persegi (Km 2 ). (SIPKK) yang dapat diakses di website www.
2. Jumlah Penduduk
penanggulangankrisis.depkes.go.id/admin . Jumlah penduduk adalah jumlah manusia Pemasukan (input) data dilakukan pada periode
yang bertempat tinggal/berdomisili pada bulan Mei – Juni 2017 oleh petugas asistensi/
suatu wilayah atau daerah dan memiliki pengambil data masing-masing kabupaten/kota.
mata pencaharian tetap di daerah itu serta Di dalam SIPKK tersebut telah tersedia form
tercatat secara sah berdasarkan peraturan sesuai pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di
yang berlaku di daerah tersebut. Pencatatan dalam kuesioner untuk diisi dengan jawaban/
atau peng-kategorian seseorang sebagai data dari kuosioner tersebut.
penduduk biasanya berdasarkan usia yang telah ditetapkan.
D. Pengolahan Data
3. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk merupakan suatu
Data yang telah diinput di dalam SIPKK perbandingan antara banyaknya penduduk selanjutnya akan diolah dalam Decision Support
serta luas wilayahnya. Satuan luas wilayah System (DSS) yang juga terdapat di dalam
yang umumnya digunakan ialah Km 2 . Satuan SIPKK. Hasil pengolahan data berupa nilai dari
kepadatan penduduk yang digunakan adalah masing-masing indikator yang diolah dengan
jumlah penduduk/Km 2 .
membandingkan jawaban/data kuosioner dengan
4. Penduduk/Populasi Rentan standar masing-masing indikator.
Kelompok penduduk yang dapat/lebih mudah mengalami dampak kesehatan
E. Penyusunan Naskah Profil Penanggulangan Krisis Kesehatan
apabila terkena kejadian bencana. Yang termasuk kelompok penduduk/populasi
Penyusunan naskah profil dilakukan dengan rentan dalam buku profil ini adalah Ibu mendeskripsikan indikator-indikator penilaian
Hamil, Ibu Menyusui, Bayi (0-1 tahun), Balita risiko krisis kesehatan yang diperoleh dari hasil
(0-5 tahun), Lanjut Usia (Di atas 55 tahun). pengolahan data oleh Decision Support System
5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) (DSS). Kegiatan ini dibagi dalam 3 tahap/kegiatan,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
berdaya guna.
hidup untuk semua negara seluruh dunia.
10. Mitigasi Kesehatan
IPM digunakan untuk mengklasifikasikan Mitigasi kesehatan adalah serangkaian apakah sebuah negara adalah negara maju,
upaya untuk mengurangi risiko Krisis negara berkembang atau negara terbelakang
Kesehatan, baik melalui penyadaran dan juga untuk mengukur pengaruh dari
dan peningkatan kemampuan sumber kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas
daya kesehatan maupun pembangunan hidup. Status Kesejahteraan Masyarakat
fisik dalam menghadapi ancaman krisis ditetapkan berdasarkan nilai IPM, yaitu :
kesehatan.
a. Tinggi = Nilai IPM Lebih Dari Atau Sama
11. Peringatan Dini
Dengan 80 Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan
b. Menengah Atas = Nilai IPM 65 – 79 pemberian peringatan sesegera mungkin
c. Menengah Bawah = Nilai IPM 50 - 64 kepada masyarakat tentang kemungkinan
d. Rendah = Nilai IPM < 50 terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
6. Indeks Pembangunan Kesehatan
12. Tanggap Darurat
Masyarakat (IPKM) Tanggap darurat bencana adalah
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyara- serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan kat (IPKM) adalah kumpulan indikator segera pada saat kejadian bencana untuk
kesehatan yang dapat dengan mudah dan menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
langsung diukur untuk menggambarkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
masalah kesehatan. Status Kesehatan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan Masyarakat ditetapkan berdasarkan nilai
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan IPKM, yaitu :
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
a. Di atas Rata-rata = Nilai IPKM > 0.7270
prasarana dan sarana.
b. Rata-rata = Nilai IPKM 0.6401 - 0.7270
13. Ancaman Bencana (Hazard)
c. Di bawah Rata-rata = Nilai IPKM < 0.6401 Ancaman bencana adalah suatu kejadian
7. Krisis Kesehatan atau peristiwa yang bisa menimbulkan
Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau
bencana.
rangkaian peristiwa yang mengancam
14. Kapasitas adalah kemampuan daerah kesehatan
untuk melakukan tindakan pengurangan yang disebabkan oleh bencana dan/atau
Tingkat Ancaman dan Tingkat Kerugian berpotensi bencana.
akibat bencana. Kategori kapasitas dihitung
8. Bencana dari pencapaian indikator kapasitas yang
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian terdiri dari 5 komponen kapasitas, yaitu
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kebijakan/peraturan, penguatan kapasitas,
kehidupan dan penghidupan masyarakat peringatan dini, mitigasi, dan kesiapsiagaan.
yang disebabkan, baik oleh faktor alam Pengkategorian tingkatan kapasitas daerah
dan/atau faktor non alam maupun faktor
ialah sebagai berikut:
manusia sehingga mengakibatkan Rendah : pencapaian 1 % - 33 % dari
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan seluruh indikator
lingkungan, kerugian harta benda dan
: pencapaian 34 % - 66 % dari dampak psikologis.
Sedang
seluruh indikator
9. Kesiapsiagaan
: pencapaian 67 % - 100 % dari Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegia-
Tinggi
seluruh indikator tan yang dilakukan untuk mengantisipasi
Krisis Kesehatan melalui pengorganisasian
12 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
15. Rawan Bencana serta fasilitas pelayanan kesehatan Rawan bencana adalah kondisi atau
dan teknologi yang dimanfaatkan untuk karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
menyelenggarakan upaya kesehatan yang klimatologis, geografis, sosial, budaya,
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu
daerah, dan/atau masyarakat. wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
22. Obat
mengurangi kemampuan mencegah, Obat adalah bahan atau paduan bahan, meredam, mencapai kesiapan, dan mengu-
termasuk produk biologi yang digunakan rangi kemampuan untuk menanggapi
untuk mempengaruhi atau menyelidiki dampak buruk bahaya tertentu.
sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
16. Risiko Bencana rangka penetapan diagnosis, pencegahan, Risiko bencana adalah potensi kerugian
penyembuhan, pemulihan, peningkatan yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. wilayah dan kurun waktu tertentu yang
23. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi,
suatu alat dan/atau tempat yang digunakan kerusakan atau harta, dan gangguan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kegiatan masyarakat.
promotif, preventif, sar pada saat keadaan darurat.
kesehatan,
baik
kuratif rehabilitatif yang dilakukan oleh
17. Pemerintah Pusat Pemerintah, pemerintah daerah, dan/ Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut
atau masyarakat. Penilaian ketersediaan Pemerintah, adalah Presiden Republik
fasilitas pelayanan kesehatan dihitung dari Indonesia yang memegang kekuasaan
Jumlah total Fasyankes/10.000 penduduk pemerintahan Negara Kesatuan Republik
(Fasyankes = RS + Puskesmas perawatan + Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Puskesmas non perawatan + klinik swasta). Undang-Undang Dasar Negara Republik
Standar minimal yang dipakai adalah 1 Indonesia Tahun 1945.
Fasyankes/10.000 penduduk.
18. Pemerintah Daerah
24. Puskesmas.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/ Puskesmas adalah unit pelaksana walikota, atau perangkat daerah sebagai
teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
bertanggung jawab menyelenggarakan
19. Dana Siap Pakai (DSP) upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, Dana Siap Pakai adalah dana yang selalu
terpadu, merata, dapat diterima dan tersedia dan dicadangkan oleh Pemerintah
terjangkau oleh masyarakat, dengan peran untuk digunakan pada status keadaan
serta aktif masyarakat dan menggunakan darurat bencana, yang dimulai dari status
hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan siaga darurat, tanggap darurat dan transisi
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat darurat ke pemulihan.
dipikul oleh pemerintah dan masyarakat.
20. Kesehatan Penilaian ketersediaan puskesmas dihitung Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
dari jumlah total (Puskesmas perawatan secara fisik, mental, spritual maupun sosial
+ Puskesmas non perawatan) /50.000 yang memungkinkan setiap orang untuk
penduduk. Standar minimal yang dipakai hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
adalah 1 Puskesmas/50.000 penduduk.
21. Sumber Daya Kesehatan
25. Rumah Sakit
Sumber Daya Kesehatan adalah Sumber Rumah Sakit adalah institusi pelayanan daya di bidang kesehatan adalah segala
kesehatan yang menyelenggarakan bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan,
pelayanan kesehatan perorangan secara sediaan farmasi dan alat kesehatan
paripurna yang menyediakan pelayanan
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
tempat tidur/10.000 penduduk. menggunakan standar minimal yaitu Jumlah
29. Hospital Disaster Plan
Rumah Sakit/250.000 penduduk. Perencanaan Penanggulangan Bencana
26. Puskesmas Perawatan di Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan) Puskesmas Perawatan atau Puskesmas
adalah perencanaan Rumah Sakit dalam Rawat Inap merupakan Puskesmas yang
menghadapi situasi darurat atau rencana diberi tambahan ruangan dan fasilitas untuk
kontingensi, yang dimaksudkan agar RS menolong penderita gawat darurat, baik
tetap bisa berfungsi-hari terhadap pasien berupa tindakan operatif terbatas maupun
yang sudah ada sebelumnya. rawat inap sementara. Sesuai Standard
30. Tim Penanggulangan Krisis Kesehatan Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Tim penanggulangan krisis kesehatan Kabupaten/Kota.
adalah sumber daya manusia kesehatan
27. Puskesmas PONED dan non kesehatan yang dimobilisasi Puskesmas PONED adalah puskesmas
apabila terjadi kejadian bencana. Tim yang mampu memberikan pelayanan untuk
Penanggulangan Krisis Kesehatan terdiri menanggulangi kasus kegawatdaruratan
dari :
ibu hamil, ibu bersalin dan bayi baru
A. Tim Gerak Cepat, yaitu tim yang lahir yang datang sendiri maupun yang
diharapkan dapat segera bergerak dirujuk oleh masyarakat (kader, dukun),
dalam waktu 0-24 jam setelah ada bidan praktek swasta, bidan di desa dan
informasi kejadian bencana. Tim Gerak puskesmas sekitarnya. PONED merupakan
Cepat ini terdiri atas: kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neo-
1). Pelayanan Medis natus Essensial Dasar. PONED dilakukan
a. Dokter umum/BSB : 1 org di Puskesmas induk dengan pengawasan
b. Dokter Spesialis Bedah : 1 org dokter. Petugas kesehatan yang boleh
c. Dokter Spesialis Anestesi : 1 org memberikan PONED yaitu dokter, bidan,
d. Perawat mahir (perawat bedah, perawat dan tim PONED Puskesmas beserta
gawat darurat) : 2 org penanggung jawab terlatih. Pelayanan
e. Tenaga DVI : 1 org Obstetri Neonatal Esensial Dasar dapat
f. Apoteker/Asisten Apoteker : 1 dilayani oleh Puskesmas yang mempunyai
org
fasilitas atau kemampuan untuk penangan
g. Supir ambulans : 1 org kegawatdaruratan obstetri dan neonatal
2). Surveilans : 1 org Ahli epidemiologi/ dasar. Puskesmas PONED merupakan
Sanitarian
puskesmas yang siap 24 jam, sebagai 3). Petugas Komunikasi : 1 org rujukan antara kasus-kasus rujukan dari
B. Tim RHA, yaitu tim yang bisa polindes dan puskesmas. Polindes dan
diberangkatkan bersamaan dengan puskesmas non perawatan disiapkan untuk
Tim Gerak Cepat atau menyusul dalam melakukan pertolongan pertama gawat
waktu kurang dari 24 jam. Tim ini darurat obstetri dan neonatal (PPGDON) dan
minimal terdiri atas: tidak disiapkan untuk melakukan PONED.
1) Dokter umum : 1 org Penilaian ketersediaan Puskesmas PONED
2) Ahli epidemiologi : 1 org menggunakan standar minimal yaitu Jumlah
3) Sanitarian : 1 org Puskesmas PONED/250.000 penduduk.
31. Emergency Medical Team (EMT) adalah
28. Kapasitas Tempat Tidur sekelompok profesional di bidang kesehatan Kapasitas Tempat Tidur adalah jumlah
yang melakukan pelayanan medis secara tempat tidur untuk pasien di ruang rawat
langsung kepada masyarakat yang terkena inap Rumah Sakit. Penilaian kapasitas
dampak bencana ataupun akibat wabah
14 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 14 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
ketersediaan bidan berdasarkan standar sistem pelayanan kesehatan setempat. Tim
Jumlah total bidan/100.000 penduduk. tersebut bisa berisi tenaga kesehatan dari
Dinyatakan kurang apabila jumlah bidan kalangan pemerintah (sipil dan militer),
< 100 /100.000 penduduk dan sesuai standar masyarakat baik lokal, nasional maupun
apabila ≥ 100 / 100.000 penduduk. internasional.
36. Ahli Epidemiologi
32. Dokter Spesialis Epidemiolog Kesehatan adalah suatu Dokter Spesialis adalah dokter yang
profesi yang merupakan lulusan dari mengkhususkan diri dalam suatu
perguruan tinggi yang mempunyai keahlian bidang ilmu kedokteran tertentu.
khusus epidemiologi yang langsung dapat Penilaian ketersediaan dokter spesialis
diterapkan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan standar Jumlah total dokter
komprehensif yaitu pelayanan kuratif, spesialis/100.000 penduduk. Dinyatakan
preventif, promotif dan rehabilitatif. kurang apabila jumlah dokter spesialis <
37. Sanitarian
10 /100.000 penduduk dan sesuai standar Sanitarian adalah tenaga profesional yang apabila ≥ 10 / 100.000 penduduk.
bekerja dalam bidang sanitasi dan kesehatan
33. Dokter Umum lingkungan dengan latar belakang Dokter Umum adalah tenaga medis
pendidikan yang beragam dan yang telah yang diperkenankan untuk melakukan
mengikuti pendidikan atau pelatihan khusus praktik medis tanpa harus spesifik
di bidang sanitasi dan kesehatan lingkungan. memiliki spesialisasi tertentu, hal ini
38. Tenaga Disaster Victim Identification (DVI) memungkinkannya untuk memeriksa
Tenaga yang bertugas melakukan iden- masalah-masalah kesehatan pasien
tifikasi/pengenalan jati diri korban yang secara umum untuk segala usia. Penilaian
meninggal akibat kejadian bencana. ketersediaan dokter umum berdasarkan
39. Apoteker
standar Jumlah total dokter umum/100.000 Apoteker adalah sarjana farmasi yang penduduk. Dinyatakan kurang apabila
telah lulus sebagai apoteker dan telah jumlah dokter spesialis < 40 /100.000
mengucapkan sumpah jabatan apoteker penduduk dan sesuai standar apabila ≥ 40
(berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 /100.000 penduduk.
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian).
34. Perawat
40. Asisten Apoteker
Perawat adalah seseorang yang telah lulus Asisten Apoteker adalah Profesi Pelayanan pendidikan tinggi Keperawatan, baik di
kesehatan di bidang Farmasi bertugas dalam maupun di luar negeri yang diakui
sebagai pembantu tugas Apoteker dalam oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
pekerjaan kefarmasian menurut Peratu- Peraturan Perundangundangan. Penilaian
ran Menteri Kesehatan No.889/MENKES/ ketersediaan perawat berdasarkan standar
PER/V/2011. Di sebut juga sebagai Tenaga Jumlah total perawat/100.000 penduduk.
Teknis Kefarmasian.
Dinyatakan kurang apabila jumlah perawat
41. Dokter Spesialis Bedah
< 158 /100.000 penduduk dan sesuai standar Dokter spesialis bedah atau biasa disebut apabila ≥ 158 / 100.000 penduduk.
spesialis bedah umum adalah dokter
35. Bidan yang memiliki pendekatan pembedahan Bidan adalah seorang wanita yang telah
atau operasi dalam menangani masalah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
kesehatan, menyembuhkan atau mencegah kebidanan yang telah diakui pemerintah
penyakit.
dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan
42. Dokter Spesialis Anestesi
yang berlaku dan diberi izin secara sah Ahli anestesi adalah seorang dokter spesialis yang mengkhususkan diri dalam
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
48. Standard Operating Procedure (SOP) yang melibatkan penggunaan obat atau
SOP yaitu suatu set instruksi (perintah agen lain yang menyebabkan ketidakpekaan
kerja) terperinci dan tertulis yang harus terhadap
diikuti demi mencapai keseragaman dalam rasa sakit.
menjalankan suatu pekerjaan tertentu.
49. Relawan Penanggulangan Bencana Rencana Kontinjensi adalah suatu proses
43. Rencana Kontinjensi
Relawan adalah orang yang tanpa dibayar identifikasi dan penyusunan rencana yang
menyediakan waktunya untuk membantu didasarkan pada keadaan kontinjensi atau
upaya penanggulangan bencana dengan yang belum tentu tersebut. Suatu rencana
tanggung-jawab yang besar atau terbatas, kontinjensi mungkin tidak selalu pernah
tanpa atau dengan sedikit latihan khusus, diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan
tetapi dapat pula dengan latihan yang tidak terjadi.
sangat intensif dalam bidang tertentu, untuk
44. Medical First Responder
bekerja
Medical First Responder adalah penolong sukarela membantu tenaga profesional. yang pertama kali tiba di lokasi kejadian,
50. Public Safety Center (PSC) yang memiliki kemampuan medis dalam
Pusat pelayanan terpadu yang menjamin penanganan kasus gawat darurat, yang
kebutuhan masyarakat dalam hal-hal yang terlatih untuk tingkat paling dasar.
berhubungan dengan kegawatdaruratan,
45. ATLS termasuk pelayanan medis yang dapat ATLS (Advanced Trauma Life Support)
dihubungi dalam waktu singkat di manapun adalah salah satu nama pelatihan atau
berada. Merupakan ujung tombak pelayanan kursus tentang penanganan terhadap pasien
yang bertujuan untuk mendapatkan respon korban kecelakaan. Pelatihan ini semacam
cepat (quick response) terutama pelayanan review praktis yang bertujuan agar peserta
pra Rumah Sakit.
(khusus dokter) dapat melakukan diagnose secara tepat dan akurat terhadap pasien trauma, dapat mengerjakan pertolongan secara benar dan sistematis serta mampu menstabilkan pasien untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
46. GELS GELS (General Emergency Life Support) adalah pelatihan penanganan kasus gawat darurat untuk kasus trauma maupun non trauma. Pelatihan ini dibentuk untuk meningkatkan kompetensi dokter khususnya di bidang kegawatdaruratan medis.
47. Pemberdayaan Masyarakat dalam penanggulangan krisis kesehatan Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan dalam mengenali potensi risiko kejadian krisis kesehatan di wilayahnya dan melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanganan krisis kesehatan.
16 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Bab II PROFIL PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
KABUPATEN REJANG LEBONG
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
2.1. Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong 180 menit). Sedangkan jarak dari ibu kota ke RS rujukan terdekat yaitu 5 km.
Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong
e. Fasilitas Pelayanan dan Tenaga terletak di JL. Hj. Susilawati Kec. Cawang
Kesehatan
Baru Kec. Selupu Rejang. Jumlah fasilitas dan tenaga kesehatan
Kabupaten Rejang Lebong berdasarkan
2.2. Karakteristik wilayah data BPS 2015 masing-masing adalah
a. Letak dan Batas Wilayah
sebagai berikut :
Berdasarkan wilayah administrasi, Rejang Lebong merupakan kabupaten
Tabel 1. Jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Provinsi Bengkulu yang terletak di
Kabupaten Rejang Lebong koordinat 3,462446° LS dan 102,528545°
Jenis Fasilitas Kesehatan Jumlah (Unit) BT, dan berbatasan masing-masing :
NO
2 Sebelah utara berbatasan dengan
1 Rumah Sakit
14 Kabupaten Lebong.
2 Puskesmas
53 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kepahiang , dan Provinsi
3 Puskesmas Pembantu
Tabel 2. Jumlah Tenaga Kesehatan Sumatera Selatan.
Kabupaten Rejang Lebong Sebelah timur berbatasan dengan
Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah (orang) Kabupaten Lubuk Linggau dan
NO
40 Provinsi Sumatera Selatan.
1 Tenaga Medis
2 Tenaga Keperawatan dan Bidan 533 Sebelah barat berbatasan dengan
67 Kabupaten Bengkulu Utara dan
3 Tenaga Farmasi
76 Kabupaten Bengkulu Tengah.
4 Tenaga Gizi
5 Tenaga Teknis Medis
b. Luas wilayah
26 Kabupaten Rejang Lebong memiliki
6 Tenaga Sanitasi
7 Tenaga Kesehatan Masyarakat 123 luas wilayah sebesar 151. 576 Ha, yang
tersebar ke dalam 15 kecamatan, 34 kelurahan dan 122 desa.
2.3. Ancaman Bencana
c. Topografi, Cuaca dan Curah Hujan
a. Jenis Ancaman Kejadian Bencana Secara topografi, wilayah Kabupaten
Terdapat 9 jenis kejadian bencana yang Rejang Lebong terletak di ketinggian
dapat menjadi ancaman di Kabupaten kurang dari 100 m - 1000 m diatas
Rejang Lebong yaitu Gempa Bumi, permukaan laut dengan curah hujan
Banjir, Erupsi Gunung Api, Tanah antara minimal 53 mm (bulan Oktober)
Longsor, Angin Puting Beliung, hingga 592 mm (pada bulan November).
Kebakaran, Kecelakaan Transportasi,
d. Akses Komunikasi dan Transportasi KLB Keracunan dan KLB Penyakit Akses komunikasi pada umumnya
b. Jenis Kejadian Bencana Selama 5 Tahun Lancar dan yang dapat digunakan yaitu
Terakhir
Telepon. Sedangkan akses transportasi Berdasarkan pantuan kejadian bencana relatif Mudah yaitu melalui Darat. Jenis
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian alat transportasi yang dapat digunakan
Kesehatan, dalam kurun waktu 5 untuk mencapai tiap kecamatan yaitu
tahun terakhir, kejadian bencana yang mobil, sepeda motor. Sedangkan alat
terjadi adalah tanah longsor dan KLB transportasi untuk mencapai ibu kota
Keracunan. Dimana kejadian tanah provinsi meliputi mobil, sepeda motor.
longsor terjadi sebanyak 3 kali kejadian Jarak dari ibukota ke ibu kota provinsi
sejak 2013 dan 1 kali kejadian KLB yaitu ± 85 km (waktu tempuhnya sekitar
Keracunan, yang terjadi hampir setiap tahun.
18 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Gambar 1. persentase kejadian bencana 5 tahun terakhir Kabupaten Rejang Lebong.
c. Kejadian Krisis Kesehatan Selama 5
b. IPM dan IPKM
Tahun Terakhir Kabupaten Rejang Lebong memiliki IPM Kejadian bencana krisis kesehatan yang
yang termasuk kategori menengah atas terjadi dalam 5 tahun terakhir adalah
yaitu 72,21 dan nilai IPKM termasuk di kejadian luar biasa (KLB) keracunan
rata-rata yaitu 0,7053.
pada bulan Mei 2015 yang menyebabkan
c. Kemiskinan 2
20 orang dirawat. Selain itu Kejadian Angka kemiskinan di kabupaten Rejang tanah longsor tahun 2015 menyebabkan
Lebong menurut data 2012 BPS,
5 orang meninggal dunia dan kejadian persentase penduduk miskin sebesar tahun 2016 menyebabkan 1 orang
17.30 % atau sekitar 43.000 jiwa. meninggal.
d. Jumlah Kelompok Rentan Populasi kelompok rentan seperti bayi,
2.4. Kerentanan balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia di Kabupaten Rejang Lebong
a. Jumlah Penduduk berada pada klasifikasi rata-rata yaitu Berdasarkan penghitungan pada
19.2%. Data tersebut belum termasuk tahun 2015, Total jumlah keseluruhan
angka penyandang disabilitas karena penduduk Kabupaten Rejang Lebong
tidak tersedianya data. Proporsi adalah 256.094 Jiwa. Dilihat dari tingkat
lengkap kelompok rentan kabupaten kepadatan penduduk, kabupaten Rejang
Rejang Lebong dapat dilihat pada grafik Lebong termasuk kurang padat, dengan
dibawah ini :
tingkat kepadatan sebesar 169 jiwa/Km 2.
2 https://rejanglebongkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/17 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI diakses pada tanggal 6 juni 2017 jam 11.55 WIB
Gambar 2. Persentase Kelompok Rentan Kabupaten Rejang Lebong
2.5. Kapasitas peringatan dini, mitigasi dan kesiapsiagaan. Rincian penilaian hasil asistensi di
Kapasitas dinilai dari 53 indikator yang Kabupaten Rejang Lebong adalah sebagai dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu
berikut:
kebijakan/peraturan, penguatan kapasitas,
Tabel 3. Rincian penilaian Kapasitas Kabupaten Rejang Lebong
Kurang dari Standar/ No.
Sesuai Standar/Sudah
Indikator
Tersedia/Sudah Ada/
Tidak Tersedia/Belum
Sudah Melakukan
Ada/Belum Melakukan
1 a. Kebijakan/Peraturan Perda/SK Bupati terkait
penanggulangan bencana/krisis ✔ kesehatan
Peraturan/SK Kadinkes terkait penanggulangan bencana/krisis
✔ kesehatan
Peraturan-peraturan dari unit Lintas Sektor Lain yang Memiliki Keterkaitan
✔ dengan PKK
Tersedia/SOP Mekanisme Koordinasi ✔ Terkait PKK
b. Struktur Organisasi Penanggulangan Krisis Kesehatan Pelaksanaan pertemuan koordinasi
dalam mobilisasi sumber daya
kesehatan
20 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Kurang dari Standar/ No.
Sesuai Standar/Sudah
Indikator
Tersedia/Sudah Ada/
Tidak Tersedia/Belum
Ada/Belum Melakukan Unit di Dinas Kesehatan yang memiliki
Sudah Melakukan
tugas mengkoordinasikan upaya
penanggulangan krisis kesehatan
c. Keterlibatan Institusi/ Lembaga Non Pemerintahan dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan
Perda mengenai mekanisme sistem koordinasi antar institusi dalam
✔ penanggulangan bencana
Dinas Kesehatan telah mengidentifikasi institusi/ lembaga non pemerintahan
✔ yang dilibatkan dalam penanggulangan
krisis kesehatan Dinas Kesehatan menyusun SOP/
Pedoman keterlibatan LSM/institusi/ ✔ lembaga non pemerintah dalam
penanggulangan krisis kesehatan Dinas Kesehatan pernah mengadakan
MoU dengan LSM/Instansi/lembaga non ✔ pemerintah dalam penanggulangan
krisis kesehatan
2 Penguatan Kapasitas
a. Fasilitas pelayanan kesehatan Jumlah total seluruh Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Jumlah Puskesmas
Jumlah Rumah Sakit ✔ Jumlah Puskesmas PONED
Kapasitas tempat tidur di RS ✔ Tim penanggulangan bencana (rumah
✔ sakit)
Hospital Disaster Plan ✔ Emergency Medical Team RS
b. Sumber daya manusia Jumlah dokter spesialis
✔ Jumlah dokter umum
✔ Jumlah Bidan
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Kurang dari Standar/ No.
Sesuai Standar/Sudah
Indikator
Tersedia/Sudah Ada/
Tidak Tersedia/Belum
Ada/Belum Melakukan Jumlah perawat
Sudah Melakukan
✔ Ketenagaan pada unit yang
mengkoordinir upaya penanggulangan ✔ krisis kesehatan di Dinas Kesehatan
Tim Penanggulangan Krisis Kesehatan
(PKK)
Kepemilikan EMT di setiap Puskesmas ✔
Dinkes Kab/Kota telah memetakan/ mengidentifikasi tenagakesehatan
✔ yang siap untuk dimobilisasi pada saat bencana
c. Penanggulangan krisis kesehatan SK Penetapan Tim
SOP mekanisme mobilisasi tim PKK Memiliki petugas yang terlatih terkait
✔ Penanggulangan Krisis Kesehatan
Perencanaan peningkatan kapasitas SDM terkait PKK yang rutin dan
berkesinambungan
3 Peringatan Dini Data kejadian krisis kesehatan 5 tahun
✔ terakhir
Daftar kontak person lintas program dan lintas sektor terkait Penanggulangan Krisis Kesehatan
✔ Akibat Bencana baik di tingkat Kabupatemaupun Provinsi
Media informasi yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat untuk untuk
✔ meningkatkan kesadaran dalam
kesiapsiagaan bencana Sarana pengumpulan, pengolahan data
dan penyampaian informasi terkait ✔ penanggulangan krisis kesehatan
Sistem Peringatan Dini ✔
4 Mitigasi
a. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan
22 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Kurang dari Standar/ No.
Sesuai Standar/Sudah
Indikator
Tersedia/Sudah Ada/
Tidak Tersedia/Belum
Ada/Belum Melakukan Fasilitasi kepada masyarakat dalam
Sudah Melakukan
rangka pemberdayaan masyarakat ✔ terkait penanggulangan krisis
kesehatan
b. Kapasitas untuk memetakan risiko krisis kesehatan Peta kapasitas atau data kapasitas
sumber daya yang dapat digunakan
untuk penanggulangan krisis kesehatan Peta kelompok rentan per kecamatan di
kabupaten/kota
Peta jenis ancaman bencana per
kecamatan di kabupaten/kota
5 Kesiapsiagaan
a. Rencana penanggulangan krisis kesehatan dan Standard Operating Procedure Rencana penanggulangan krisis
✔ kesehatan dalam bentuk program kerja
Dinas Kesehatan menyusun rencana ✔ kontijensi bidang kesehatan
Dinas Kesehatan telah/belum melakukan TTX, Simulasi, Gladi Bencana Bidang Kesehatan
✔ berdasarkan rencana kontinjensi yang
disusun SOP Penanganan Korban Bencana di
Lapangan SOP Pengelolaan obat dan logistik
✔ kesehatan bencana.
SOP pengelolaan bantuan relawan ✔ SOP pemantauan kejadian krisis
✔ kesehatan
SOP Pelaporan Kejadian Krisis ✔ Kesehatan
SOP Pelayanan Kesehatan untuk ✔ penanggulangan krisis kesehatan
b. Pembiayaan penanggulangan krisis kesehatan Dinas Kesehatan mengalokasikan
anggaran penanggulangan krisis ✔ kesehatan
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Kurang dari Standar/ No.
Sesuai Standar/Sudah
Indikator
Tersedia/Sudah Ada/
Tidak Tersedia/Belum
Ada/Belum Melakukan Dinas Kesehatan memahami DSP di
Sudah Melakukan
BPBD/BNPB
c. Sarana prasarana PKK, Penilaian Risiko dan PSC Sarana prasarana penanggulangan
krisis kesehatan Penilaian fasyankes aman bencana
✔ Pemerintah memiliki Public Safety
✔ Center (PSC) 24 jam
24 Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI 25
Bab III
Kesimpulan dan Rekomendasi
pelaksanaan pertemuan koordinasi dalam mobilisasi sumber daya kesehatan, dan tersedianya unit di Dinas Kesehatan yang mengkoordinasikan upaya penanggulangan krisis kesehatan, sedangkan 8 indikator lainnya belum tersedia.
Pada Kategori penguatan kapasitas, 6 indikator telah dilakukan atau sesuai dengan standar yang ada dari 20 indikator yang seharusnya terpenuhi. Indikator yang telah terpenuhi adalah jumlah fasilitas kesehatan (kecuali jumlah Rumah sakit yang belum memenuhi standar, jumlah tenaga bidan, adanya tim penanggulangan krisis kesehatan dan adanya perencanaan peningkatan kapasitas tim penanggulangan krisis kesehatan yang berkelanjutan.
Kategori peringatan dini merupakan kategori dengan pencapaian yang paling minimal dengan belum adanya indikator yang terpenuhi. Kategori mitigasi merupakan kategori dengan capain terbanyak dengan 3 dari 4 indikator telah terpenuhi, sedangkan kategori kesiapsiagaan dari 14 indikator,
3 indikator telah terpenuhi yaitu adanya SOP penanganan korban bencana di lapangan, adanya sarana dan prasarana penanggulangan krisis yang memadai dan juga adanya penganggaran untuk kegiatan penanggulangan krisis di Dinas Kesehatan.
Rincian indikator kapasitas yang sudah dan belum terpenuhi di Kabupaten Rejang Lebong adalah sebagai berikut :
3.1. Kesimpulan Berdasarkan data kejadian krisis kesehatan
5 tahun terakhir, bencana longsor dan kejadian luar biasa keracunan yang dapat menyebabkan dampak krisis kesehatan di kabupaten Rejang Lebong. Selain itu, dilihat dari karakteristik wilayah, Kabupaten Rejang Lebong juga memiliki potensi tinggi terjadi gempa bumi dan banjir yang dapat menimbulkan dampak kerusakan dan krisis kesehatan.
Dari aspek kerentanan, tingkat kepadatan penduduk, angka kemiskinan dan jumlah kelompok rentan merupakan variabel pembentuk tingginya angka kerentanan. Walaupun dengan angka IPM dan IPKM yang relatif baik, tingkat kepadatan penduduk yang cukup padat dan juga angka kemiskinan dan kelompok rentan yang rata-rata (19%) dapat berkontribusi pada tingginya dampak krisis kesehatan bila terjadi bencana.
Dari sisi Kapasitas khususnya yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong masih sangat kurang memadai, hal ini dapat dilihat dari rendahnya persentase indikator kapasitas daerah dimana hanya 26% atau
14 dari 53 indikator yang sudah tersedia/ dipenuhi atau sesuai dengan standar yang ada.
Dari kategori kebijakan dan peraturan, dari 10 indikator yang wajib dimiliki, 2 indikator yang sudah tersedia yaitu
Tabel 4. Rekapitulasi Penilaian Kapasitas Kabupaten Rejang Lebong
Sesuai Standar/Sudah
Kurang dari Standar/Tidak
Jumlah
No. Indikator Kapasitas
Tersedia/Sudah Ada/Sudah
Tersedia/Belum Ada/
Indikator
Melakukan
Belum Melakukan
1 Kebijakan/Peraturan
2 Penguatan Kapasitas
3 Peringatan Dini
2. Berdasarkan penilaian kapasitas di atas, berikut adalah usulan
Berdasarkan penilaian asistensi di atas, ada rekomendasi prioritas kegiatan beberapa rekomendasi yang perlu menjadi untuk meningkatkan kapasitas tindak lanjut bagi masing-masing tingkatan Pemerintah Kabupaten Rejang pemerintah. Rincian rekomendasi tersebut Lebong dalam melaksanakan ialah sebagai berikut: penanggulangan krisis kesehatan:
a. Untuk Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong:
1. Prioritas ancaman yang perlu dibangun kesiapsiagaannya dengan baik ialah ancaman tanah longsor, kejadian luar biasa keracunan, gempa bumi dan banjir.
Tabel 5. Rekomendasi Peningkatan Kapasitas Kabupaten Rejang Lebong
NO KATEGORI
KEGIATAN
1 Kebijakan:
1. Penyusunan Peraturan Daerah/SK Bupati terkait penanggulangan bencana/krisis kesehatan.
2. Penyusunan Peraturan/SK Kepala Dinas Kesehatan terkait penanggulangan krisis kesehatan
3. Penyusunan SOP mekanisme koordinasi penanggulangan krisis kesehatan melalui sistem klaster kesehatan
4. Identifikasi instansi/lembaga terkait pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan
2 Penguatan
1. Penguatan jumlah Rumah sakit dan tenaga kesehatan khususnya Kapasitas:
tenaga medis dan bidan
2. Penyusunan hospital disaster plan di rumah sakit
3. Pembentukan EMT di rumah sakit dan Puskesmas