ANALISIS PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN PEMOTONG

ANALISIS PENERAPAN PENGHITUNGAN, PEMOTONGAN,
PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL
21 PADA PT. BAGUS PERKASA LUMAJANG
Oleh:
Zainal Arifin
STIE Widya Gama Lumajang
Program Studi Akuntansi
email: new_198494@yahoo.co.id

ABSTRACT
Article 21 Income Tax is a tax payable on the income that the obligation to repay
taxpayer. Income is in the from of salaries, honoraria, allowances and any other payments
with respect to the name of work, services or activities undertaken by individual taxpayers
in the country. Law used to regulate the amount of tax rates, metods of paymaent and tax
reporting that Act 36 of 2008 and Per-31/PJ/2012. The p urpose of this study was ti
determine how the application of Accounting, Counting, Cutting, Income Tax Deposits
and Reporting section 21 at PT. Bagus Perkasa Lumajang. The analytical method used is
descriptive quantitative method that addresses the problem in a way to collect, decipher,
calculate, compare and explain the situation so that it can be concluded that include the
calculation and accounting of Article 21. Results of research at PT. Bagus Perkasa
Lumajang that there is an erorr in the calculation and remittance of income Tax Article 21,

so that there is less difference in pay that resulted in state losses. Employees in the
administration regulations are expected to more closely follow the development pf new
and more accurate in calculating income tax withholding and reporting Article 21 in
orderto avoid mistakes and delays in reporting.
Keywords : Calculation, Deposit, Reporting, Income tax article 21

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Pajak merupakan salah satu aspek penting dalam perusahaan dan pemerintah. Bagi
perusahaan pajak merupakan cerminan kinerja perusahaan secara keuangan dan dapat
meningkatkan kepercayaan para investor atas kinerja keuangan yang terdapat
diperusahaan.
Peraturan perpajakan selalu disempurnakan sejalan dengan perkembangan ekonomi
dan sosial. Perubahan selalu dibuat untuk menyesuaikan kondisi yang ada, karena itu
peraturan perpajakan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu salah satunya
adalah terhadap Undang – Undang pajak penghasilan.
PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan

pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek pajak
dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang – Undang pajak penghasilan.
(Mardiasmo,2011:168)
Pemotong pajak sebagai pihak yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan
pemotongan, penghitungan, pembayaran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 harus
mempunyai pemahaman yang baik dan benar tentang peraturan perundang – undangan
pph 21 yang berlaku saat ini. Kurangnya pemahaman pemotong pajak terhadap system
peraturan yang berlaku, dapat menimbulkan kesalahan dalam penghitungan, pelaporan dan
penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21.
Perubahan – perubahan yang sering terjadi terkait dengan ketentuan di bidang Pajak
Penghasilan kemungkinan tidak diketahui dan tidak dipahami oleh PT. Bagus Perkasa
Lumajang, sehingga ada kemungkinan karyawan PT. Bagus Perkasa Lumajang kurang
begitu memperhatikan penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh
bendahara gaji perusahaan
Undang – Undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak
penghasilan secara self assessment system yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri jumlah pajak terutang
Keterbatasan sumber daya manusia pada PT. Bagus Perkasa Lumajang ada
kemungkinan banyak terjadi kesulitan dalam memenuhi kewajiban perpajakan khususnya

Pajak Penghasilan Pasal 21.
Penghasilan karyawan dalam sebuah perusahaan akan dilakukan pemotongan atas
pajak oleh perusahaan tempat karyawan tersebut bekerja dan pada akhirnya perusahaan
akan menyetorkannya kepada pemerintah
Ahmad Najiyullah (2010) dalam penelitiannya tentang “Analisis Penerapan
Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
pada PT. Hikerta Pratama” dengan metode deskriptif, menyimpulkan bahwa
perusahaan tersebut dalam hal penghitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 tidak
sesuai antara jumlah penghitungan PPh Pasal 21 terutang menurut PT. Hikerta
Pratama dengan jumlah penghitungan PPh Pasal 21 terutang menurut Undang –
Undang Pajak Penghasilan
Penelitian serupa yang dilakukan Jeane Susan (2013) menyimpulkan bahwa PT.
Megasurya NusaLestari Manado dalam melakukan penghitungan pajak penghasilan
Pasal 21 sudah sesuai dengan Undang – Undang No.36 Tahun 2008.
Berdasarkan latar belakang tersebut dan penelitian terdahulu, penulis melakukan
penelitian serupa pada PT. Bagus Perkasa Lumajang dengan judul : Analisis Penerapan
Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada
PT. Bagus Perkasa
2


Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisa kesesuaian Penghitungan,
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 pada PT. Bagus Perkasa Lumajang
dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 31/PJ/2012.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Pajak adalah Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar – besarnya
kemakmuran rakyat. (Direktorat Jenderal Pajak Penyuluhan Pelayanan dan Humas,
2008:1)
Fungsi Pajak
Mardiasmo (2009:1) menyatakan bahwa ada dua fungsi pajak Yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran –
pengeluarannya.

2. Fungsi Mengatur
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial ekonomi
Sistem Pemungutan Pajak
Indonesia memiliki beberapa system pemungutan pajak yang sampai sekarang masih
digunakan (Mardiasmo,2009:7) yaitu:
1. Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya
2. Self Assessment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada wajib pajak
untuk menetukan sendiri besarnya pajak terutang.
3. With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menetukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Pajak Penghasilan
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,
menyatakan bahwa Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak
atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Mardiasmo (2011:168) adalah Pajak atas penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi. Dasar pengenaan pajak penghasilan pasal 21 adalah undang
– undang pajak penghasilan sebagai mana telah diubah terakhir dengan undang – undang
pajak penghasilan nomor 36 Tahun 2008 yang diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER-31/PJ/2012.
Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
3

Dalam Pasal 5 Peraturan Dirjen Pajak Pajak PER 31/PJ/2012 yang menjadi objek
pajak penghasilan adalah :
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan
yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;

d. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;
e. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan;
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
Tarif Pasal 17 Undang – Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
Menurut Mardiasmo (2009:9) tarif pajak dibagi menjadi 4 macam yaitu :
a. Tarif sebanding / proporsional

Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang
dikenai pajak.
b. Tarif Tetap
Tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak
sehingga besarnya pajak yang terutang tetap
c. Tarif progresif
Tarif yang didasarkan pada lapisan Penghasilan Kena Pajak, yang artinya presentase tarif
yang digunakan semakin besar jika jumlah yang dikenakan pajak semakin besar,
Tabel 2.1.
Tarif Pasal 17 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,-

Tari Pajak
5%

Diatas Rp 50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000,-

15 %


Diatas Rp 250.000.000,- s.d. Rp 500.000.000,Diatas Rp 500.000.000,-

25 %
30 %

Sumber : Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008
d. Tarif degresif
Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin
besar.
4

Biaya Jabatan Dan Biaya Pensiun
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang kedudukan
atau jabatan. (Buku petunjuk pengisian SPT tahunan orang pribadi,2010:13). Besarnya
biaya jabatan ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi – tingginya Rp
6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- sebulan (PMK.250/PMK.03/2008)
Biaya pensiun adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pensiunan tanpa memandang

kedudukan atau jabatan. (Buku petunjuk pengisian SPT tahunan orang pribadi,2010:14)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah angka pengurang yang diperbolehkan untuk
mengurangi penghasilan netto Wajib Pajak orang pribadi dalam menghitung besarnya
pajak terutang. Besarnya PTKP di atur dalam Undang – Undang perpajakan Nomor
PMK.162/PMK.011/2012
Penelitian Terdahulu
1. Jeane Susan (2013)
Melakukan penelitian dengan judul Analisis Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal
21 Pada PT. Megasurya Nusalestari Manado. Penelitian ini adalah untuk mengetahui
penghitungan pajak yang dilakukan perusahaan, metode yang di gunakan adalah
metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan, mengolah, dan kemudian menyajikan
data observasi mengenai sifat (karakteristik) objek. Jenis data yang digunakan yaitu
data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Megasurya
Nusalestari Manado dalam melakukan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21
sudah sesuai dengan Undang – Undang No.36 Tahun 2008.
2. Debora Natalia Watung (2013)
Melakukan penelitian dengan judul Analisis Penghitungan dan Penerapan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Serta Pelaporannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah penghitungan dan penetapan Pajak Penghasilan Pasal 21 serta pelaporan pada

PT. Cipta Daya Nusantara telah sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perpajakan
No.36 Tahun 2008. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis
deskriptif yaitu suatu metode pembahasan permasalahan yang sifatnya menguraikan
atau menggambarkan suatu keadaan atau data serta melukiskan dan menerapkan suatu
keadaan sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa PT. Cipta Daya Nusantara dalam melakukan penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21 sudah sesuai dengan Undang – Undang No.36 Tahun 2008 dan
Peraturan menteri keuangan 250/PMK.03/2008 tentang biaya jabatan karena dalam
penghitungan tidak didapati adanya selisih.
3. Ahmad Najiyullah (2010)
Melakukan penelitian dengan judul Analisis penerapan penghitungan, pemotongan,
penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Hikerta Pratama.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah studi kasus yang bersifat
deskriptif untuk tujuan analisis, untuk penghitungan peneliti mengambil 108 sampel
SPT form 1721-A1 tahunan secara random dengan pertimbangan yang penghasilan
netonya diatas penghasilan tidak kena pajak. Hasil penelitian menunjukan dalam
prosedur penerapan penghitungan pajak penghasilan pasal 21 terhadap penghasilan
karyawan masih terdapat selisih antara PPh terutang menurut PT. Hikerta Pratama dan
PPh terutang menurut Undang – Undang No.36 Tahun 2008.
4. Dian Ayu Puspita (2011)
Melakukan penelitian dengan judul Analisis pengitungan dan pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 karyawan pada PT. Surabaya Inn Berkarya. Dalam penelitian
5

5.

ini metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Sumber
data yang digunakan merupakan data PPh 21 karyawan tetap pada PT. Surabaya Inn
Berkarya pada tahun 2011, data dalam penelitian ini merupakan data primer yaitu data
yang diperoleh secara langsung yaitu dari studi literature dan dokumen yang berasal
dari objek yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan dalam penghitungan,
pemotongan, penyetoran telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku,
namun hal pelaporan PT. Surabaya Inn Berkarya kurang mengikuti peraturan
Ketentuan Umum Perpajakan yang berlaku saat ini.
Aloysius Taufan Hardianto (2012)
Melakukan penelitian dengan judul Mekanisme penghitungan dan pelaporan pajak
penghasilan pasal 21 pada PT. Dutacipta Pakarperkasa Surabaya, tujuan penelitian ini
untuk mencari solusi yang tepat terhadap masalah yang ditemukan, metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa PT. Dutacipta Pakarperkasa Surabaya dalam melakukan
pengitungan dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 masih terjadi kesalahan pada
penghitungan THR, dimana THR hanya dihitung satu kali dalam setahun namun
dihitung 12 kali seperti penghasilan.

METODE PENELITIAN
Sumber Dan Jenis Data
Menurut Nur Indriantoro dan Bambang Supomo (2011:146-147), Bila dilihat dari
sumber datanya, maka pengumpulan data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu sumber
primer dan sumber skunder.
1. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, dimana
peneliti memperoleh sumber data berupa bukti catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip mengenai penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 dalam perusahaan.
2. Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif berupa bukti surat
setoran pajak, bukti potong gaji karyawan, dan SPT Masa PPh Pasal 21, dimana
penghitungan didasarkan dengan pertimbangan – pertimbangan tertentu. Adapun jenis
data yang diambil berdasarkan pertimbangan terhadap pegawai tetap yang penghasilan
nettonya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan pegawai tetap yang
bekerja mulai awal tahun sampai akhir tahun.
Tehnik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut :
1. Tehnik Dokumentasi
Dalam hal ini penulis melakukan pengumpulan data berupa dokumen – dokumen yang
berkaitan dengan perpajakan khususnya Pajak Penghasilan Pasal 21 orang pribadi
antara lain data mengenai penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan PPh
Pasal 21 seperti : Bukti potong form 1721 A-1, Surat Setoran Pajak melalui Bank atau
Kantor Pos, Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21
2. Tehnik wawancara
Metode wawancara adalah suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
tanya jawab langsung dengan orang yang mempunyai hubungan langsung dengan
masalah yang diteliti. Tanya jawab dilakukan terhadap staf perpajakan perusahaan.
Operasional Variabel
a. Penghasilan Bruto
6

Jumlah keseluruhan penghasilan yang diterima oleh karyawan berupa gaji, Bonus,
THR, Tunjangan dan lain – lain.
b. Biaya Jabatan
Besarnya 5% dari jumlah penghasilan bruto sebesar Rp6.000.000,00 (enam juta
rupiah) setahun atau Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan
c. Penghasilan Neto
Jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan
d. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
angka pengurang yang diperbolehkan untuk mengurangi penghasilan neto wajib pajak
orang pribadi dalam negeri untuk menghitung besarnya pajak terutang.
e. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
jumlah penghasilan neto dikurangi PTKP.
f. Pajak Terutang
pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau
dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Tehnik Analisa Data
Analisa data digunakan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode yang dilakukan
dengan mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis serta menginterprestasikan data
sehingga memberikan keterangan yang lengkap bagi pemecahan masalah yang terjadi.
Analisa data yang digunakan adalah :
a) Pengumpulan data penghitungan dan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji
Pegawai.
b) Menganalisis kesesuaian penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 gaji Pegawai menurut Perusahaan dan menurut Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012.
c) Data yang telah dianalisis diinterprestasikan sebagai dasar untuk membuat pemecahan
masalah terkait dengan pajak penghasilan Pasal 21.
d) Membuat kesimpulan atas hasil penelitian dan memberikan beberapa saran pada
tempat yang diteliti.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Data Gaji Pegawai (Bruto) Tahun 2013
Penghasilan bruto yaitu jumlah keseluruhan penghasilan yang diterima oleh karyawan
berupa gaji, Bonus / Insentif, THR, Tunjangan dan lain – lain.
2. Data Penghitungan Biaya Jabatan Tahun 2013
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang diterima dari pemberi kerja oleh setiap pegawai tetap tanpa memandang jabatan.
Besarnya ditentukan 5% dari penghasilan bruto maksimal Rp 6.000.000,- setahun atau
Rp 500.000,- sebulan.
3. Data Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Tahun 2013
Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah angka pengurang yang diperbolehkan untuk
mengurangi penghasilan neto wajib pajak. (PMK.162/PMK.011/2012)
PTKP untuk diri wajib pajak orang pribadi Rp 24.300.000,PTKP tambahan untuk wajib Pajak Kawin Rp 2.025.000,PTKP Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami Rp. 24.300.000,
PTKP Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat menjadi Rp. 2.025.000,4. Data Pemotongan PPh Pasal 21
7

Pemotongan PPh 21 adalah jumlah pajak terutang untuk setiap masa pajak atau satu
tahun pajak bagi penerima penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada
akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
5. Data Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21
Pada prinsipnya pajak atas penghasilan akan terutang pada akhir tahun namun demikian
untuk memberikan keringanan dan kemudahan pembayaran pajak atas penghasilan,
maka besarnya penghasilan yang akan terjadi pada akhir tahun tersebut dapat
diperkirakan sejak awal tahun, dan besarnya PPh yang terutang pada akhir tahun
tersebut pelunasannya dilakukan pada setiap masa bulanan atau pada setiap transaksi,
dengan cara dipungut, dipotong dan disetor dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP) ke Bank atau ke Kantor Pos
6. Data Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
Setelah Pajak Penghasilan Pasal 21 dihitung dan disetor oleh PT. Bagus Perkasa maka
selanjutnya PT. Bagus Perkasa melaporkan penghitungan dan pembayaran PPh Pasal
21 yang terutang tersebut menurut peraturan perundang – undangan ke Kantor
Pelayanan Pajak.
Pembahasan
1) Penghitungan dan pemotongan pajak Penghasilan Pasal 21.
PPh Pasal 21 atas pegawai PT. Bagus Perkasa diperoleh dari penghasilan bruto yaitu
gaji bulanan ditambah tunjangan dan insentif kerja. Hasilnya dikurangi biaya jabatan
sebesar 5% dari penghasilan bruto, untuk memperoleh penghasilan neto. Pebghasilan
neto tersebut disetahunkan dan dikurangi dengan PTKP yang telah diatur dalam
Undang-undang perpajakan, maka akan diperoleh PKP. Selanjutnya PKP dikalikan
dengan tariff pajak Pasal 17 Undang-undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 untuk
memperoleh utang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pegawai. Namun PT. Bagus
Perkasa selaku pemotong masih kurang teliti dalam menentukan tarif pajak terutang
yang seharusnya 20% (dua puluh persen) lebih tinggi dari tarif yang sebenarnya bagi
karyawan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai dengan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 31/PJ/2012 Pasal 20 ayat (2).
2) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21.
Dalam proses penyetoran atau pembayaran yang dilakukan PT. Bagus Perkasa masih
kurang memperhatikan peraturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa kali terjadinya keterlambatan penyetoran PPh Pasal 21 yang harus dilakukan
paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya, dari 12 kali penyetoran yang
dilakukan PT. Bagus Perkasa terhitung sudah 3 kali PT. Bagus Perkasa melakukan
keterlambatan pembayaran. Dari keterlambatan setor tersebut maka PT. Bagus
Perkasa akan mendapatkan sanksi administrasi berupa denda 2% (dua persen) dari
pajak terutang sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak No.31/PJ/2012 Pasal 24 ayat (1).
3) Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.
Secara keseluruhan pelaporan PPh Pasal 21 yang dilakukan PT. Bagus Perkasa termasuk
Wajib Pajak yang tertib karena tidak pernah terjadi keterlambatan dalam melakukan
pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21. PT. Bagus Perkasa telah menyetor pajak yang
terutang kemudian melakukan kewajiban pelaporan sampai dengan tanggal 20 bulan
takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan Lumajang atau ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Probolinggo.
PENUTUP
Kesimpulan

8

Berdasarkan pembahasan dan analisis mengenai penerapan penghitungan,
pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. Bagus Perkasa,
maka pada bab terakhir ini diambil kesimpulan sebagai berikut :
1) Dalam prosedur penerapan penghitungan pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap
penghasilan karyawan tetap tidak sesuai antara jumlah penghitungan PPh Pasal 21
terutang menurut PT. bagus Perkasa dengan jumlah penghitungan PPh Pasal 21
terutang menurut penulis dengan mengacu pada Undang – Undang PPh Nomor 36
Tahun 2008 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012. Hal
tersebut dikarenakan pihak perusahaan tidak menerapkan tarif pajak terutang 20%
(dua puluh persen) lebih tinggi terhadap karyawan yang tidak memiliki NPWP
sebagaimana di atur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 Pasal 20
ayat (1).
2) PT. Bagus Perkasa melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan menggunakan SPT
dan SSP telah sesuai dengan peraturan dan ketentuan – ketentuan yang berlaku dengan
baik dan benar. Menurut Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008.
3) Dari data – data penghitungan mengenai penerapan jumlah penghasilan Bruto, Biaya
Jabatan, PTKP, PKP dan tarif pajak telah sesuai dengan Undang – undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
4) PT. Bagus Perkasa diharapkan lebih memahami Undang – undang perpajakan
khususnya PPh Pasal 21 serta up to date mengenai perkembangan ketentuan
perpajakan yang berlaku , mengingat peraturan perundang – undangan perpajakan
yang berlaku dindonesia sering mengalami perubahan sesuai dengan situasi dan
kondisi perkembangan sosial dan ekonomi sehinggatidak akan terjadi lagi kesalahan
dan keterlambatan penyetoran pajak terutang yang menyebabkan kerugian bagi
perusahaan maupun Negara. Dalam hal ini pihak pemotong pajak PT. Bagus Perkasa.
Saran
1) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara bagi pelaksanaan
pembangunan Nasional, oleh karena itu diharapkan PT. Bagus Perkasa tetap
melakukan kewajibannya untuk melaksanakan pemotongan, penyetoran sebelum jatuh
tempo dan pelaporan PPh Pasal 21 atas pegawai tetap dengan benar dan teliti
sehingga tidak merugikan karyawan, perusahaan maupun pemerintah.
2) Pihak fiskus harus lebih sering memberikan sosialisasi mengenai Pajak Penghasilan
Pasal 21 kepada Wajib Pajak khususnya yang bertindak sebagai pemotong atau
pemungut pajak sehingga tidak lagi kesalahan – kesalahan yang perhitungan
pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dilakukan
oleh Wajib Pajak.
3) Perlunya pengetahuan tentang perpajakan minimal Pajak Penghasilan Pasal 21 agar
pegawai dapat mengecek kembali apakah potongan atas pajak yang tercantum dalam
daftar gajinya telah sesuai dengan ketentuan atau tidak.
4) PT. Bagus Perkasa tetap mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan terhadap
penghitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak PPh Pasal 21 guna
menghindari masalah serta pelanggaran – pelanggaran.

DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo, 2011. Perpajakan Edisi Revisi 2010. CV.Andi Offset. Yogyakarta

9

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta Bandung
Nur Indriantoro and Bambang Supomo, 2011.
Pertama, BPFE-Yogyakarta

Metodologi Penelitian Bisnis., Edisi

Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat
Penyuluhan Pelayanan dan Humas, 2008. Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan,
Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Wilayah Jatim III, Undang – Undang PPh
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak., Petunjuk
Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi., Edisi Tahun 2010
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang
penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak
Republik Indonesia. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang
pedoman teknis tata cara pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan Kegiatan orang pribadi
Republik Indonesia. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008, tentang Pajak Penghasilan
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang
besarnya biaya jabatan atau biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto pegawai tetap atau pensiunan.
Jeane Susan. 2013. Analisis Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT.
Megasurya Nusalestari Manado. Univesitas Sam Ratulangi Manado
Debora Natalia Watung. 2013. Analisis Penghitungan dan Penerapan Pajak Penghasilan
Pasal 21 Serta Pelaporannya. Univesitas Sam Ratulangi Manado
Aloysius Taufan Hardianto. 2012. Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Karyawan Pada PT. Dutacipta Pakarperkasa Surabaya.
Universitas Brawijaya Malang
Dian Ayu Puspita. 2011. Analisis Perhitumgan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Surabaya Inn Berkarya. Universitas Negeri
Surabaya.
Ahmad Najiyullah. 2010. Analisis Penerapan Penghitungan, Pemotongan, Penyetoran
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Hikerta. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.

10