T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Bersaing Untuk Meningkatkan Daya Saing STT Simpson Ungaran T2 BAB II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Strategi Bersaing
Strategi

menurut

Sagala

(2013)

merupakan

instrumen manajemen termasuk dalam manajemen
sekolah.

Sementara strategi bersaing menurut Porter

(dlm. Bangun 2008) adalah pencarian posisi bersaing
yang menguntungkan di arena bersaing dan untuk

menentukan posisi menguntungkan dari kekuatankekuatan pesaing.

Sementara tujuan akhir strategi

bersaing menurut Kuntjoroadi & Safitri (2009) adalah
untuk

menanggulangi

kekuatan

lingkungan

demi

kepentingan perusahaan.
Menurut Porter (1980) ada tiga strategi generik
yang akan membantu untuk mengungguli pesaing yaitu
keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Keunggulan
biaya yang rendah menurut Porter dapat melindungi

organisasi dari pembeli yang kuat dan meningkatkan
daya beli terhadap jasa yang ditawarkan. Pembeli jasa
cenderung akan memperhatikan harga terendah yang
ditawarkan, sehingga

hal ini juga

perhatian pemberi jasa.

7

harus

menjadi

Strategi

diferensiasi

menurut


Porter

(1997)

dilakukan dengan menciptakan sesuatu yang baru atau
unik yang dapat dirasakan oleh konsumen.

Misalnya

dalam hal ini adalah Sekolah Teologi sebagai pemberi
jasa, maka harus memberikan sesuatu yang unik dan
berbeda dengan Sekolah Teologi yang lain. Sementara
pada strategi fokus, organisasi fokus kepada kelompok
pembeli, segmen lini produk atau pasar geografis
tertentu.
Pelaksanaan

strategi


karena beberapa penyebab.
bersaing

tidak

dapat

terhambat

oleh

Faktor penyebab strategi

terimplementasi

diungkapkan

oleh

Kristanto (2012) sebagai berikut:

Tabel 2.1
Penyebab Strategi Bersaing
Tidak Terimplementasi
Penyebab

Tindakan

Perubahan
pasar
yang
tidak
diantisipasi

Perancangan strategi yang fleksibel,
sehingga strategi dapat berubah
dari waktu ke waktu berdasarkan
dengan situasi lingkungan.

Kompetitor
merespon

strategi dengan
cepat

Menyadari posisi institusi di tengah
persaingan dan memiliki pedoman
yang jelas dalam merumuskan
strategi bersaingnya.

Sumber
daya
yang terbatas
untuk
implementasi

Melakukan
evaluasi
finansial
secara
simultan
dengan

perancangan
strategi
tentunya
akan
membantu
permasalahan
8

kekurangan sumber daya dengan
baik.
Tidak
diterimanya
atau
tidak
dimengertinya
strategi secara
luas

Melibatkan
sebanyak

mungkin
elemen
dari organisasi dalam
perancangan
strategi,
dengan
melibatkan banyak elemen dari
organisasi maka hal tersebut akan
membuka peluang adanya diskusi.

Tidak
ada Harus mencari value baru yang
orientasi waktu belum dilakukan oleh kompetitor,
dan keunikan
hal ini dapat dilakukan dengan
melakukan analisa pasar, sehingga
diketahui peluang-peluang apa saja
yang ada dan belum dieksploitasi
oleh pesaing, dan menggunakan
kekuatan

institusi
untuk
mengeksploitasi peluang tersebut.
Kurang fokus,
karena
ingin
melakukan
banyak
hal
sekaligus

Kualitas
strategi
buruk

Seiring
dengan
dirancangnya
strategi, perlu pula dirancang
sebuah action plan, yang akan

berguna
untuk
menentukan
prioritas
dalam
implementasi
strategi, implementasi juga akan
membantu
menentukan
siapa
mengerjakan apa, sehingga tidak
ada
pengerjaan
yang
saling
tumpang tindih satu sama lain.

Terkadang
implementasi
tidak

yang berjalan
dengan
baik
karena
kualitas
dari
strategi
yang
dirancang memang buruk dimana
strategi yang dirancang salah
dalam
menentukan
posisi
kompetitif institusi atau salah
mengidentifikasi kelemahan dan
kekuatan institusi dibandingkan
9

dengan pesaing. Perlu analisis yang
baik untuk menentukan posisi
kompetitif institusi atau kelemahan
dan
kekuatan
institusi
dibandingkan dengan pesaing.
Sumber: Kristanto (2012).
Uraian Kristanto di atas dapat menjadi pertimbangan
dalam merumuskan sebuah strategi bersaing agar
terhindar

dari

tidak

terimplementasinya

strategi

bersaing yang telah dirumuskan.
Gaffar (2004 dlm. Sagala 2013) menjelaskan
dalam

menjalankan

strategi

untuk

memenangkan

kompetisi tidak hanya dilakukan dengan merumuskan
sebuah strategi bersaing tetapi juga harus memahami
posisi dan gerakan kompetitor yaitu:
(1) siapa yang harus menjadi sasaran competitor
sekolah tersebut dan langkah apa yang harus diambil;
(2) apakah strategi move competitor itu dan seberapa
seriuskah harus diperhatikan dan apa yang harus
diperkuat untuk menghadapi pesaing; (3) hal apa
yang harus dihindari untuk menghindari respons
yang emosional yang akhirnya dapat memenangkan
persaingan.

Apabila

telah

memahami

tiga

hal

di

atas

maka

selanjutnya sekolah tinggal mengimplementasikannya
untuk meningkatkan daya saing.

10

2.2. Daya Saing
Daya saing adalah gambaran bagaimana sebuah
organisasi

dan

SDM-nya

mengendalikan

kekuatan

kompetensi yang dimilikinya dengan terpadu hingga
memperoleh
Thoha

keuntungan

(2004)

merupakan
kompetisi

(Zuhal

menjelaskan

salah

satu

sebuah

cara

2010),

bahwa
untuk

organisasi.

sementara

daya

saing

memenangkan

Jadi

daya

saing

merupakan sebuah cara dengan melibatkan seluruh
aspek dalam organisasi untuk memperoleh keuntungan
dan memenangkan kompetisi.

Hubeis & Najib (2014)

mengambarkan

ini

situasi

saat

dimana

semakin

banyaknya alternatif yang ditawarkan dalam segala
bidang termasuk pendidikan mendorong adanya upaya
peningkatan daya saing bahkan hingga ke level superior
competitive advantage.

Untuk memiliki daya saing yang baik, Agus
Rahayu (2008 dlm. Suryadi et.al 2009) mengungkapkan
bahwa terdapat dua strategi yaitu: “strategi bersaing
(competitive

strategy )

(cooperative

strategy )”.

dan
Agus

strategi
Rahayu

kerja
(2008

sama
dlm.

Suryadi et.al 2009) menjelaskan juga bahwa strategi
bersaing akan menjadi efektif jika organisasi memiliki
sumber daya yang lebih baik. Strategi daya saing dapat
dilakukan dengan pengembangan potensi ekonomi,
11

penguatan hubungan dan penguatan kemampuan SDM
dan IPTEK.

2.3. Strategi Bersaing Dalam Pendidikan
Bagi lembaga pendidikan upaya meningkatkan
daya saing merupakan hal yang penting dan menjadi
keharusan agar dapat menjalankan penyelenggaraan
pendidikan

secara

berkesinambungan.

Dalam

pemarasan sekolah dan meningkatkan daya saing
sekolah Hidayat dan Machali (2012) mengemukakan
langkah-langkah

strategi

bersaing

yang

perlu

diperhatikan yaitu identifikasi pasar, segmentasi pasar,
diferensiasi, komunikasi pemasaran, dan pelayanan
sekolah.

2.3.1. Identifikasi Pasar
Pada

bagian

ini

sekolah

harus

melakukan

penelitian untuk mengetahui kondisi dan ekspektasi
pasar

termasuk

atribut-atribut

pendidikan

yang

menjadi kepentingan pelanggan. Dalam sisi marketing
STT merupakan pemberi jasa pendidikan yang segmen
pasarnya mulai bergeser dari segmen emosional ke
segmen rasional.
lebih

Pada segmen emosional pelanggan

memperhatikan

religiusitas

serta

kurang

memperhatikan harga, kualitas, mutu dan ketersediaan
12

jaringan yang memadai sementara segmen rasional,
pelanggan benar-benar sensitif terhadap perkembangan
kualitas dan mutu pendidikan (Hidayat & Machali
2012).

Dalam

pendidikan

di

religiusitasnya

perkembangannya
STT

tidak

melainkan

pengguna

jasa

melihat

sisi

hanya
juga

memperhatikan

perkembangan kualitas dan mutu pendidikan.
STT

hanya

memperhatikan

segmen

Bila

emosional

pelanggan, maka harus disadari bahwa persaingan STT
tidak hanya dengan STT semata melainkan bersaingan
dengan perguruan tinggi lain selain STT. Sehingga STT
perlu memperhatikan segmen rasional selain segmen
emosional

pelanggan

untuk

meningkatkan

daya

saingnya.

2.3.2. Segmentasi Pasar
Segmentasi pasar adalah membagi pasar menjadi
kelompok

pembeli

yang

dibedakan

berdasarkan

kebutuhan, karakteristik, atau tingkah laku, yang
mungkin membutuhkan produk yang berbeda (Hidayat
& Machali 2012). Porter (1997) menjelaskan bahwa
mungkin saja produk atau jasa yang dikehendaki ada
di tempat lain tetapi mungkin saja terdapat segmensegmen dalam pasar yang belum terlayani dengan baik,
sehingga untuk meningkatkan daya saing strategi ini

13

perlu diperhatikan dengan melihat apakah ada segmen
pasar yang masih belum digarap oleh yang lain. Jadi
dalam

memasarkan

jasanya,

sekolah

melakukan

pengembangan layanan kepada penguna jasa baru
yang belum terlayani dengan baik oleh pesaing (Hunger
& Wheelen 2003). Dalam melakukan segmentasi pasar,
STT perlu mencermati apa yang menjadi kebutuhan
pasar dan melihat apakah ada segmen pasar yang
belum digarap dengan baik.

2.3.3. Diferensiasi
Hidayat & Machali (2012) menjelaskan bahwa
diferensiasi

merupakan

pemasaran

sebagai

satu

strategi

dari

tiga

bersaing.

strategi
Dengan

diferensiasi sekolah dapat memberikan penawaran yang
berbeda dengan penawaran yang diberikan oleh sekolah
lain.

Sehingga sekolah dituntut untuk memberikan

penawaran atribut dan jasa yang berbeda dengan
pesaing lainnya serta menyediakan nilai-nilai unik dan
superior kepada pelanggan dari sisi kualitas atau ciri
khusus (Jubelina &

Supramono 2013, Hidayat &

Machali 2012, Hunger & Wheelen 2003). Pada langkah
ini strategi dapat dilakukan dengan memberikan citra
yang baik sehingga meningkatkan daya saing.

Porter

(1997) juga berpendapat bahwa dengan langkah ini

14

dapat diciptakan sesuatu yang baru dengan bermacammacam bentuk dan idealnya melakukan diferensiasi
dalam beberapa dimensi.
Selain

diferensiasi

dua

strategi

pemasaran

sebagai strategi bersaing lainnya adalah keunggulan
biaya (low cost) yang mengefisienkan seluruh biaya
produksi sehingga menghasilkan jasa yang dapat dijual
lebih murah dari pesaing dan fokus (focus ) yang
menggarap

pasar

khusus

atau

memilih

kelompok

tertentu, biasanya dilakukan pada jasa yang memiliki
karakteristik

khusus

(Hidayat

&

Machali

2012,

Jubelina & Supramono 2013).

2.3.4. Komunikasi Pemasaran
Komunikasi
pemasaran.
bahkan

berperan

penting

dalam

sebuah

Konsumen terkadang tidak menyadari

mungkin

benar-benar

tidak

mengetahui

keberadaan sebuah produk atau jasa yang ditawarkan.
Melalui komunikasi, konsumen dapat menyadari dan
memahami

keberadaan

produk

atau

jasa

yang

ditawarkan.
Dalam meningkatkan daya saing, sekolah dapat
melakukan komunikasi dalam berbagai bentuk seperti
penyelenggaraan kompetisi, forum ilmiah, publikasi
prestasi di media masa, atau bahkan dalam bentuk

15

promosi secara langsung. Hidayat dan Machali (2012)
mengungkapkan

bahwa

komunikasi

yang

sering

dilupakan adalah komunikasi dari mulut ke mulut.
Sebagai contoh alumni satu sekolah menyampaikan
tentang

pengalaman

di

sekolah

dan

keberhasilan

sekolahnya.

2.3.5. Pelayanan Sekolah
Pelayanan merupakan sebuah tolok ukur yang
sering dilihat oleh

pelanggan.

Berkaitan

dengan

pelayanan, yang harus diperhatikan adalah keandalan
untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat
dan terpercaya, responsip dalam membantu pelanggan
dan memberikan jasa, pengetahuan dan kompetensi
dosen

untuk

empati

pada

perhatian

menimbulkan
pelanggan
pada

kepercayaan,

seperti

dengan

perkembangan

menaruh
menaruh

mahasiswa,

menampilkan fasilitas fisik yang lengkap dan baik
(Hidayat

&

Machali

2012).

Karena

pendidikan

merupakan sebuah proses yang harus terus berjalan
dan berkaitan secara terus menerus dengan pelanggan,
maka sekolah sebagai penyedia jasa pendidikan perlu
belajar dan memiliki inisiatif untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan pada pelayanan sekolah (Wijaya
2008).

Pelayanan

yang

16

baik

akan

memberikan

kepuasan bagi pelanggan serta akan membangun daya
tarik pelanggan.

2.4. Pendidikan Teologi
Pendidikan teologi adalah pendidikan keagamaan
Kristen yang diselengarakan dalam beberapa jalur
pendidikan yaitu pendidikan formal, nonformal, dan
informal. Pendidikan non formal diselenggarakan oleh
gereja dalam bentuk sekolah minggu, kelas katekisasi,
kelompok pendalaman Alkitab, pengajaran untuk kaum
awam dan lain sebagainya.
Jalur pendidikan formal diselenggarakan pada
jenjang

pendidikan

Kristen

dan

dasar

Sekolah

(Sekolah

Menengah

Dasar

Teologi

Pertama

Teologi

Kristen), pendidikan menengah (Sekolah Menengah
Agama Kristen dan Sekolah Menengah Teologi Kristen
yang terdiri atas tiga tingkat), dan pendidikan tinggi.
Pendidikan tinggi dapat berbentuk STAK dan STT atau
bentuk lain yang sejenis (PP No. 55 tahun 2007).
Penyelenggaraan STAK, STT atau bentuk lain
yang sejenis dapat diselenggarakan oleh Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau masyarakat (gereja dan
atau

lembaga

keagamaan

Kristen).

Pembinaan

Pendidikan keagamaan Kristen jalur pendidikan formal

17

dilakukan

oleh

Menteri

Agama

atau

pihak

yang

ditunjuk (PP No. 55 tahun 2007).
Kementerian

Agama

RI

Direktorat

Jenderal

Bimbingan Masyarakat Kristen (2011:10) merumuskan
visi Pendidikan Tinggi Teologi/Agama Kristen (PTT/AK)
secara nasional adalah:
Terwujudnya SDM Kristiani bermutu yang dapat
berperan bagi masa depan kehidupan beragama dan
bergereja yang oikumenis, visioner, injili, dinamis,
memiliki spiritualitas dan moral Kristiani yang
bermutu dan teruji dalam semua dimensi pelayanan
di gereja dalam konteks masyarakat majemuk dan
bernuansa global (Kementerian Agama RI Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen, 2011:10).

Pendidikan

ini

diselenggarakan

untuk

menyiapkan tenaga pengerja yang bermutu dan teruji
dalam

spiritualitas

dan

moral

Kristiani

untuk

memenuhi kebutuhan gereja, para gereja maupun
melayani

masyarakat

perkembangannya

pada

pendidikan

umumnya.
teologi

tidak

Dalam
hanya

menyelenggarakan Prodi Teologi melainkan juga Prodi
Pendidikan Agama Kristen untuk memenuhi kebutuhan
guru agama Kristen.

2.5. Analisis SWOT
Dalam merumuskan sebuah strategi terdapat
beberapa alat analisis, salah satu alat analisis yang

18

dapat digunakan adalah analisis SWOT.

Rangkuti

(2013) mengungkapkan bahwa:
Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi
perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang
dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths ) dan
peluang (Opportunities ), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses ) dan
ancaman (Threats ).

Dalam penerapan pada bidang pendidikan, analisis
SWOT sebagaimana diungkapkan oleh Sagala (2013)
memungkinkan sekolah melakukan penemuan strategis
pada kompetisi dan kekuatan khusus.
Gambar 2.1
Analisis SWOT
BERBAGAI PELUANG
3.

Mendukung
Strategi
turn-around

1.

Mendukung
Strategi
Agresif

KELEMAHAN
INTERNAL

KEKUATAN
INTERNAL
4.

Mendukung
Strategi
Defensif

2.

Mendukung
Strategi
Diversifikasi

BERBAGAI ANCAMAN

Sumber: Rangkuti (2013)

19

Diagram yang digambarkan oleh Rangkuti (2013)
di atas akan menunjukkan masing-masing strategi dari
setiap kuadran.
Kuadran

I

(S-O):

merupakan

strategi

yang

menguntungkan dimana sekolah memiliki peluang dan
kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang
ada.
Kuadran II (S-T): sekalipun sekolah menghadapi
ancaman/tantangan, tetapi masih memiliki kekuatan
dari

segi

internal

memanfaatkan

sehingga

peluang

sekolah

jangka

panjang

dapat
dengan

menggunakan kekuatan yang ada yaitu dengan strategi
diversifikasi.
Kuadran III (W-O): sekolah memiliki peluang yang
besar tetapi pada sisi internal memiliki beberapa
kelemahan sehingga strategi yang dirumuskan adalah
meminimalkan

masalah-masalah

internal

sambil

merebut peluang yang ada.
Kuadran IV (W-T): Pada kuadran ini merupakan
situasi

yang

paling

tidak

menguntungkan

sebab

sekolah menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan
internal.
Sementara
bahwa

analisis

mengembangkan

itu

Purwanto

SWOT

akan

strategi

20

(2007)

menjelaskan

membantu

dengan

untuk

memaksimalkan

kekuatan (Strengths ) dan peluang (Opportunities ), serta
dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses ) dan
ancaman (Threats ).

Dijelaskan juga oleh Purwanto

(2007) bahwa terdapat empat tipe strategi yang dapat
dikembangkan melalui analisis SWOT yaitu strategi SO
(Strengths–Opportunities )

yang

mengoptimalkan

kekuatan dengan memanfaatkan peluang, strategi WO
(Weaknesses–Opportunities )

yang

meminimalkan

kelemahan sambil memanfaatkan berbagai peluang,
strategi

ST (Strengths–Threats )

yang

menggunakan

kekuatan untuk mengurangi ancaman, dan strategi W T
(Weaknesses–Threats) yang meminimalisir kelemahan
untuk menghindari ancaman (Purwanto 2007).
Alat analisis untuk membuat rumusan strategi
adalah menggunakan matriks External Factors Analysis
Summary (EFAS) dan matriks Internal Factors Analysis
Summary (IFAS).

Dalam menyusun matriks EFAS,

Rangkuti (2013) menjelaskan bahwa harus terlebih
dahulu diketahui apa yang menjadi faktor strategi
eksternal yang cara-caranya sebagai berikut:
a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10
peluang dan ancaman).
b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2,
mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0
(tidak
penting).
Faktor-faktor
tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap
faktor strategis.

21

c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masingmasing faktor dengan memberikan skala mulai dari
4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan
pengaruh
faktor
tersebut terhadap
kondisi
perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai
rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang
yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika
peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai
rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya,
jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya
adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit
ratingnya 4.
d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada
kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan
dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan
untuk
masing-masing
faktor
yang
nilainya
bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai
dengan 1 (poor).
e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar
atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih
dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4),
untuk memperoleh total skor pembobotan bagi
perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini
menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu
bereaksi
terhadap
faktor-faktor
strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk
membandingkan
perusahaan
ini
dengan
perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.

Sementara untuk menyusun
(2013)

juga

menjelaskan

matriks IFAS Rangkuti
bahwa

terlebih

dahulu

dilakukan identifikasi faktor-faktor strategis internal
baru kemudian disusun Tabel IFAS. Tahapan untuk
mengetahui faktor

strategis

internal hampir

sama

dengan cara faktor strategis eksternal, hanya jika pada

22

penyusunan faktor strategis internal yang ditentukan
adalah faktor-faktor peluang dan ancaman sementara
pada

penyusunan

ditentukan

adalah

faktor

strategi

internal

yang

kekuatan

dan

menyusun matriks

IFAS

faktor-faktor

kelemahan. Adapun cara
(Rangkuti 2013) adalah:

a. Susunlah dalam kolom 1 (5 sampai dengan 10
kekuatan dan kelemahan).
b. Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom 2,
mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0
(tidak
penting).
Faktor-faktor
tersebut
kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap
faktor strategis.
c. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masingmasing faktor dengan memberikan skala mulai dari
4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan
pengaruh
faktor
tersebut terhadap
kondisi
perusahaan yang bersangkutan. Pemberian nilai
rating untuk faktor kekuatan bersifat positif
(kekuatan yang semakin besar diberi rating +4,
tetapi jika kekuatannya kecil, diberi rating +1).
Pemberian
nilai
rating
kelemahan
adalah
kebalikannya. Misalnya, jika nilai kelemahannya
sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika
nilai kelemahannya sedikit ratingnya 4.
d. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada
kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan
dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan
untuk
masing-masing
faktor
yang
nilainya
bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai
dengan 1 (poor).
e. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar
atau catatan mengapa faktor-faktor tertentu dipilih
dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
f. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4),
untuk memperoleh total skor pembobotan bagi
perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini

23

menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu
bereaksi
terhadap
faktor-faktor
strategis
eksternalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk
membandingkan
perusahaan
ini
dengan
perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang
sama.

24