Budaya Organisasi dalam Pelayanan Publik

1
Budaya Organisasi dalam Pelayanan Publik
(Studi kasus di Rumah Sakit Umum Banyumas)
Oleh: Muhammad Husnul Maab
Drs. Muslih Faozanudin, M. Sc (Pembimbing I)
Drs Swastha Dharma, M. Si (Pembimbing II)
Dra. Wahyuningrat, M. Si (Pembimbing III)
Jurusan ilmu administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik,
Universitas Jenderal Soedirman

ABSTRAK
Status ”swadana” bagi rumah sakit umum milik pemerintah merupakan suatu
tantangan, karena rumah sakit memiliki peran ganda yakni sebagai organisasi pelayanan
publik dan sebagai organisasi yang berorientasi bisnis. Oleh karena itu RSU Banyumas perlu
merubah budaya kerja birokrasi dengan budaya organisasi ”Tri Sukses RSU Banyumas” agar
mampu bersaing dengan rumah sakit swasta yang lain, namun tidak meninggalkan tanggung
jawab sebagai pelayan masyarakat. Hal ini dilakuan karena budaya organisasi adalah salah
satu faktor yang mampu mempengaruhi kualitas pelayanan. Tujuan penelitian ini adalah
mengkaji signifikansi pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan di
RSU Banyumas. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien puas dengan pelayanan kesehatan
di RSU Banyumas karena budaya organisasi di RSU Banyumas sangat baik, meskipun dari

segi sarana dan prasarana dan SDM masih kurang memadahi. Oleh karena itu implikasinya
adalah budaya organisasi yang sudah baik perlu dipertahankan disertai dengan sarana dan
prasarana yang lebih menunjang.
Kata kunci: Kualitas Pelayanan, Budaya Organisasi
ABSTRACT
Status “Swadana” for government’state hospital is a challenge, because the hospital
have a double role, there are a public service organization and as business organization. So
that, RSU Banyumas must change beraucracy’s culture to organization culture “Tri Sukses
RSU Banyumas” for being competitive with other hospitals without ignoring its responsibility
as a public organization because organization culture is one of the factor wich determine the
quality of public service. The purpose of this research is to study the significance of
organization culture influence toward health service quality of Banyumas State Hospital inn.
The result of this analysis show that the patient satisfied with RSU Banyumas’s health service
cause the organization culture in RSI Banyumas is good, although looked from human
resource and infrastructure is not support. Consequently, the implication is that good culture
need to be maintained and followed by receive support of human resource and infrastructure
Key words: quality of service, organization’s culture

2
PENDAHULUAN

Rumah Sakit Umum (RSU) Banyumas, sebagai organisasi pelayanan kesehatan
Pemerintah Kabupaten Banyumas yang bertanggung jawab atas kesehatan masyarakat,
sebagaimana didengungkan dalam pemerintahan saat ini yang menganut paradigma Good
Governance, harus mampu mencerminkan nilai-nilai Good Governance seperti efisien,
responsif dan berkeadilan non-diskriminatif dalam setiap pelayanan (Dwiyanto, 2005:20).
Perubahan status rumah sakit menjadi rumah sakit ”swadana” dengan konsekuensi peran
ganda dimana RSU Banyumas dan rumah sakit umum lain berperan sebagai organisasi publik
dan sebagai organisasi yang berorientasi bisnis, harus mampu bersaing dengan rumah sakit
yang lain dengan pelayanan yang berkualitas tanpa mengesampingkan tanggung jawabnya
sebagai organisasi pelayanan publik.
Kualitas Pelayanan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan jasa yang memiliki
karakteristik unik, spesial dan mengenang, bukan hanya ditentukan oleh outcome nya saja,
namun lebih pada proses produksi, sebagaimana disampaikan oleh Suryawati, dkk (dalam
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09 tahun 2006) yaitu:
“Dalam pengalaman sehari-hari, ketidakpuasan pasien yang paling sering
dikemukakan dalam kaitannya dengan sikap dan perilaku petugas rumah sakit, antara
lain: keterlambatan pelayanan dokter dan perawat, dokter sulit ditemui, dokter yang
kurang komunikatif dan informatif, lamanya proses masuk rawat, aspek pelayanan
“hotel” di rumah sakit, serta ketertiban dan kebersihan lingkungan rumah sakit. sikap,
perilaku, tutur kata, keacuhan, keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan

informasi dan komunikasi menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan
pasien rumah sakit. Tidak jarang walaupun pasien/keluarganya merasa outcome tak
sesuai dengan harapannya merasa cukup puas karena dilayani dengan sikap yang
menghargai perasaan dan martabatnya”
Berdasarkan penelitian Dr. Hanna Permana Subanegara, M ARS, Ketua Umum
Asosiasi Rumah Sakit Daerah (Arsada) Pusat, ditemukan bahwa hampir 68% pasien tidak
mau kembali lagi ke rumah sakit karena kecewa terhadap sikap dan perilaku dokter (Healt &
Hospital Indonesia Edisi 07/II/ Februari 2007: hal 8).
Sikap dan perilaku petugas rumah sakit sangat erat sekali dengan karakter dan motivasi
masing-masing individu. Jika karakter dan motivasi tersebut berkembang secara bersamaan,
maka perbedaan karakter tersebut akan membahayakan organisasi dimana antara karakter
individu yang satu akan berbenturan dengan individu yang lain bahkan berbenturan dengan
karakteristik dan tujuan utama organisasi. Oleh karena itu untuk mengontrol pola perilaku
para petugas demi terwujudnya kualitas pelayanan, perlu adanya kesepakatan bersama dari
para petugas untuk membentuk sebuah pola perilaku yang mengandung nilai-nilai pelayanan

3
berkualitas. Dengan keseragaman pola perilaku tersebut masing-masing petugas memiliki
pegangan untuk menjalankan tugas dan menyelesaikan permasalahan. Pola perilaku tersebut
tidak lain adalah budaya organisasi.

Sejak digencarkan status ”Swadana” bagi setiap rumah sakit umum milik pemerintah
(tahun 1992), RSU Banyumas merumuskan budaya organisasi baru dengan nama ”Tri Sukses
RSU Banyumas” yang mengandung nilai-nilai budaya pelayanan yang berkualitas seperti
mudah, mantep, murah, dll, nilai-nilai budaya kedisiplinan seperti rajin, ramah, rapi, dll, dan
nilai-nilai budaya efisien seperti

cukup, terawat, urgen, dll. Sejak tahun itu pula RSU

Banyumas mulai mengalami perkembangan prestasi, terlihat dari nbeberrapa prestasi yang
diraih, seperti Juara I lomba Rumah Sakit Sayang Ibu tingkat Propinsi dan Nasional pada
tahun 1992, penghargaan akreditasi Internasional dari WHO sebagai ”Baby Friendly”, dll.
Saat ini RSU Banyumas mengalami peningkatan status, bukan hanya sebagai rumah sakit
”swadana”, namun Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang memiliki tingkat
kemandirian lebih tinggi.
Berdasarkan asumsi tersebut maka penelitian ini mengkaji tentang ”Seberapa besar
pengaruh budaya organisasi terhadap kualitas pelayanan kesehatan rawat inap di RSU
Banyumas”. Tujuannya adalah untuk mengetahui signifikansi pengaruh yang dihasilkan
budaya organisasi dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan rawat inap di RSU
Banyumas
KERANGKA TEORI

Levely dan Loomba (dalam Azwar, 1996:35) mengemukakan konsep pelayanan
kesehatan sebagai setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, menyembuhkan penyakit
serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang berkualitas, berdasarkan Goetsch dan Davis (Dalam
Tangkilisan 2005:209), bahwa kualitas adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan, maka
pelayanan kesehatan dikatakan berkualitas apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi atau
melebihi harapan pasien, baik dari segi produk/outcome maupun prosesnya. Secara garis
besar

mutu pelayanan rumah sakit menurut Suryawati, dkk (dalam Jurnal Manajemen

Pelayanan Kesehatan Vol. 09 tahun 2006), dapat ditelaah dari tiga hal, yaitu struktur, Proses
dan Outcome. Sedangkan menurut Tangkilisan, kualitas pelayanan dapat diketahui dari
tingkat responsivitas, kesopanan, akses dan komunikasinya (2005: 222). Indikator tersebut

4
dapat diketahui saat rumah sakit melaksanakan proses pelayanan kepada pasien. oleh karena
itu penilaian kualitas kesehatan di rumah sakit lebih tepat jika ditelaah dari kepuasan pasien

terhadap proses pelayanan kesehatan.
Menurut Dwiyanto (2005:27), pelayanan yang berkualitas ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu faktor budaya, struktur, dan faktor prosedur. Sama halnya diungkapkan oleh
Albrecht dan Zemke

bahwa kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh birokrasi

ditentukan oleh tingkat kompetensi aparat, kualitas peralatan yang digunakan untuk
memproses pelayanan, budaya birokrasi, dan sebagainya (dalam Dwiyanto, 2005:146).
Dari berbagai faktor tersebut, budaya merupakan faktor yang lebih dekat dengan
perilaku para petugas karena budaya merupakan suatu pola perilaku yang di dalamnya terdiri
dari hubungan antara perilaku dengan raga sebagai sebuah siklus yang berlangsung berulangulang (Ndraha, 1997:41). Perilaku adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang
atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi) lingkungan (masyarakat,
alam, teknologi, atau organisasi). Perilaku anggota organisasi yang berbeda-beda karena latar
belakang yang berbeda-beda akan membahayakan keberhasilan organsiasi, maka perlu adanya
budaya organisasi yang merupakan kesepakatan bersama atas nilai-nilai bersama dalam
berorganisasi dan bersifat mengikat kepada seluruh anggota (Siagian, 1995:45). Dengan
budaya organisasi yang kuat (menjadi keyakinan bagi sebagian besar/seluruh petugas dalam
berperilaku), maka tujuan organisasi akan tercapai dengan baik, yakni pelayanan yang
berkualitas, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di bawah ini:

Budaya
Organisasi

kuat
kinerja
lemah

Tujuan
Organisasi
pelayanan
publik

Kepuasan
pelanggan

Budaya organisasi yang dijalankan oleh RSU Banyumas adalah budaya ”Tri Sukses
RSU Banyumas” dengan tiga sub budaya, yaitu budaya sukses peningkatan mutu, sukses
peningkatan disiplin dan sukses peningkatan efisiensi. Ketiga sub budaya tersebut diilhami
oleh filosofi rumah sakit, yaitu ”keselamatan, kesembuhan dan kepuasan pelanggan adalah
kebahagiaan kami”


5
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di RSU Banyumas tahun 2008-2009 dengan metode survey
(Singarimbun dan Effendi, 1995:53), dimana kualitas pelayanan kesehatan sebagai variabel
dependen dari variabel independent berupa budaya organisasi. Sasaran penelitian adalah
pasien rawat inap serta petugas RS. Pasien rawat inap di RSU Banyumas terbagi dalam
beberapa kelas, yaitu kelas Paviliun, Kelas Utama, Kelas I,II dan Kelas III, oleh karena itu
pengambilan sampelnya menggunakan tehnik Propotionate Stratified Random Sampling
(Sugiyono, 2008:82). Selain itu penelitian ini menggunakan teknik wawancara tak terstruktur
sebagai data pendukung dengan informan yang diambilkan dari sebagian responden dan
petugas RSU Banyumas. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi
product moment dan regresi linier sederhana
PEMBAHASAN
RSU Banyumas yang didirikan sejak tanggal 1 Januari 1924, merupakan rumah sakit di
jawa tengah yang mempelopori untuk berstatus sebagai rumah sakit swadana, bahkan saat ini
status RSU Banyumas meningkat menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
(berdasarkan Keputusan Bupati No 445/371/2008) sejak tanggal 16 Juli 2008.
Rumah sakit yang terletak di jalur utama Surabaya-Jakarta ini bukan hanya dihuni oleh
pasien yang berdomisili di dalam kab. Banyumas saja, namun juga pasien dari luar kabupaten

Banyumas seperti Kab. Purbalingga, Kab. Cilacap, Kab. Banjarnegara, Kab. Kebumen,
bahkan hingga Kab. Ponorogo dan Bandung. Hasil survey menyatakan bahwa dari 100 pasien
yang menjadi responden, 63% responden berdomisili di Kab. Banyumas, sedangkan sisanya
(37%) berasal dari luar kabupaten Banyumas. Dari seluruh responden tersebut, 38%
responden memilih RSU Banyumas karena pelayanannya berkualitas dan 25% responden
memilih karena lokasinya yang mudah dijangkau. Sedangkan yang lain, hanya 6% responden
yang memilih dirawat di RSU Banyumas dengan alasan biaya pengobatan yang terjangkau,
12% responden berdasarkan anjuran dokter, 17% responden beralasan tidak tahu/dikirim
orang lain, dan 2% alasan lainnya.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, serta meningkatkan daya saing
dengan rumah sakit lain, maka RSU Banyumas membuat sebuah strategi jitu, yaitu dengan
membuat budaya organisasi baru, yang sangat bertolak belakang dengan budaya yang
terbangun dalam birokrasi pelayanan publik saat ini. Dengan budaya yang baru tersebut
diharapkan dapat menciptakan pelayanan yang berkualitas, dan dapat merubah image rumah
sakit menjadi lebih baik.

6
Budaya organisasi ”Tri Sukses RSU Banyumas” adalah sebuah pola perilaku yang
terbentuk atas kesepakatan bersama dari seluruh anggota masyarakat rumah sakit dan menjadi
ciri khas dalam setiap pelayanan. Budaya organisasi Tri Sukses RSU Banyumas tersebut

terdiri dari tiga sub budaya, yaitu:
1. Pertama, Sukses peningkatan mutu, merupakan suatu budaya dimana setiap aktifitas yang
dilaksanakan oleh petugas adalah aktifitas yang bermutu atau berkualitas. Para petugas
diwajibkan untuk selalu memberikan pelayanan yang bermutu, murah/ terjangkau oleh
orang

miskin,

mudah/tidak

berbelit-belit

dan

berkeadilan

non

diskriminatif,


marem/memberikan kepuasan pada kedua belah pihak dan mantep/bekerja secara
profesional. 5M di atas oleh RSU Banyumas dijadikan alat untuk merubah persepsi
masyarakat terhadap istilah mo lomo yang berkonotasi buruk menjadi mo limo yang
bernilai positif.
2. Kedua, Sukses Peningkatan Disiplin, yaitu budaya yang dikembangkan untuk tetap
menjaga stabilitas kerja para petugas di rumah sakit agar dapat tertata dan tetap
berkualitas. Dengan adanya budaya disiplin ini petugas harus berpenampilan rapi dan
bekerja dengan rapi, karena dengan rapi akan enak/nyaman dipandang mata dan bekerja
dengan rapi akan memperlancar pekerjaan. Petugas juga diharuskan untuk rajin, baik rajin
bekerja, rajin belajar dan rajin beribadah, dimana pelayanan yang diberikan kepada pasien
jika hanya diniati untuk bekerja saja, maka bagi mereka itu merupakan suatu kerugian,
sehingga perlu diiringi dengan niat ibadah, sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan
penuh keikhlasan. Keramahan petugas pun menjadi skala prioritas dengan semboyannya
senyum, salam dan sapa (3S), dan ternyata keramahan menjadi suatu penilaian tersendiri
bagi setiap pasien, dimana petugas di RSU Banyumas terkenal dengan keramahannya,
terutama murah senyum. Budaya sukses peningkatan disiplin juga menekankan petugas
untuk selalu berperilaku resik (bersih), mulai dari kebersihan diri, pakaian, lingkungan
hingga kebersihan obat dan makanan yang disajikan kepada pasien. sedangkan nilai yang
terakhir dalam budaya disiplin adalah rukun, yaitu sesama petugas dituntut untuk mampu
bekerjasama dan saling menghargai.
3. Ketiga, sukses peningkatan efisiensi, merupakan budaya pelengkap dari budaya
sebelumnya yang dikembangkan untuk mengarahkan petugas agar mampu bekerja secara
efisien dan efektif, dimana pelayanan yang baik bukan hanya pelayanan yang
bermutu/berkualitas dan memuaskan pelanggan saja, namun juga efisien dan efektif.
Dalam budaya efisiensi ini petugas dituntut untuk mampu bekerja dengan memperhatikan
beberapa nilai yang terangkum dalam istilah CUBIT, yaitu Cukup, Urgen, Baik, Irit, dan

7
Terawat. Pelayanan yang diberikan adalah pelayanan yang cukup, baik dari perlakuan,
fasilitas maupun sarana dan prasarananya, dan tidak berlebihan (irit). Dengan nilai
perilaku ”urgen”, petugas diharapkan mampu membuat skala prioritas saat bekerja,
terutama saat menghadapi pasien. fasilitas, sarana dan prasarana yang disediakan oleh
rumah sakit diupayakan untuk selalu dalam kondisi yang baik (layak pakai), sehingga
aman untuk digunakan, oleh karena itu perlu adanya mekanisme perawatan yang baik agar
sarana dan prasarana yang sudah ada dapat digunakan secara maksimal.
Tabel 1. Penilaian Responden terhadap Budaya Organisasi ”Tri Sukses RSU Banyumas”
Keterangan
Sukses peningkatan mutu
Sukses peningkatan disiplin
Sukses peningkatan efisiensi

Kurang
baik
4
4.0%
2
2.0%
8
8.0%

Cukup
baik
24
24.0%
18
18.0%
21
21.0%

Baik
26
26.0%
30
30.0%
31
31.0%

Sangat
baik
46
46.0%
50
50.0%
40
40.0%

Mean
47,72
52,46
34,50

Sumber: Data Primer diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa budaya organisasi di RSU Banyumas
sudah baik, artinya para petugas sudah mampu menerapkan nilai-nilai budaya yang ada dalam
budaya ”Tri Sukses RSU Banyumas” dengan baik. Meskipun demikian, masih ada
kekurangan yang dialami oleh RSU Banyumas. Terlihat dari penilaian pasien di atas, sukses
peningkatan efisiensi mendapatkan penilaian ”kurang baik” sebesar 8,0%. Berdasarkan
observasi di lapangan, memang dari segi sarana dan prasarana RSU Banyumas masih kurang
memadahi jika dibandingkan dengan jumlah pasien yang selalu membludak, bahkan hampir
setiap hari harus menolak pasien masuk karena seluruh ruangan penuh. Hal itu juga
mengakibatkan jumlah petugas dan sarana yang lainnya perlu ditambah.
Budaya organisasi ”Tri Sukses RSU Banyumas” yang dikembangkan oleh rumah sakit
ternyata memiliki korelai yang sangat kuat dengan kualitas pelayanan yang diberikan kepada
pasien, hal ini dapat dilihat dari hasil uji analisis statistik menggunakan rumus korelasi
product moment sebesar 0,836 (mendekati angka 1) yang artinya ”sangat kuat”. Korelasi
tersebut dapat diartikan bahwa semakin kuat budaya organisasi (kemampuan petugas dalam
menerapkan nilai-nilai budaya), maka semakin tinggi nilai kualitas pelayanan kesehatan.
Pengujian berikutnya menggunakan teknik regresi linier sederhana, dihasilkan sebuah
kesimpulan bahwa budaya organisasi ”Tri Sukses RSU Banyumas” memiliki pengaruh yang
sangat signifikan dengan persentase perubahan sebesar 69,8%.

8
Kualitas pelayanan tersebut dapat dilihat dari kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan rumah sakit kepada pasien, sebagaimana pendapat Suryawati, dkk
(dalam Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09 tahun 2006) kualitas pelayanan
bukan hanya dilihat dari aspek efektifitas dan efisiensi pelayanan saja, namun juga dilihat dari
aspek kepuasan pasien sebagai penerima layanan.
Kepuasan pasien dalam pelayanan kesehatan di RSU Banyumas dapat diketahui dari
masing-masing tahapan pelayanan sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Kualitas Pelayanan Kesehatan Rawat Inap di RSU Banyumas
Kualitas pelayanan kesehatan
Kualitas pelayanan awal
masuk
Kualitas pelayanan dokter
Kualitas pelayanan perawat
Kualitas pelayanan makanan
Kualitas pelayanan obat
Kualitas pelayanan fasilitas
ruangan rawat inap
Sumber: Data Primer diolah

Sangat
Kurang
kurang
baik
baik
3
7
3.0%
7.0%
1
3
1.0%
3.0%
0
6
0.0%
6.0%
1
15
1.0%
15.0%
2
21
2.0%
21.0%
5
8
5.0%
8.0%

Cukup
baik
23
23.0%
13
13.0%
12
12.0%
32
32.0%
30
30.0%
26
26.0%

Baik
45
45.0%
44
44.0%
47
47.0%
30
30.0%
26
26.0%
27
27.0%

Sangat
baik
22
22.0%
39
39.0%
35
35.0%
22
22.0%
21
21.0%
34
34.0%

Mean
3,76
4,17
4,11
3,57
3,43
3,77

Pelayanan awal masuk rawat inap merupakan ”kesan pertama” bagi pasien yang banyak
mempengaruhi persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan selanjutnya. Meskipun dari segi
ruangan kurang memadahi, namun daya tanggap petugas dalam menangani pasien cukup
membuat pasien puas. Sebagaian dari pasien memang mengeluh karena harus menunggu lama
untuk mendapatkan ruangan rawat inap, namun mereka merasa beruntung karena tidak
sampai ditolak masuk karena penuh. Biaya pendaftaran masuk rawat inap RSU Banyumas
disesuaikan dengan Perda Banyumas No. 18 tahun 2001. Sebagian besar pasien menilai
murah, apalagi pasien yang menggunakan jasa asuransi, biaya pendaftaran sudah dimasukkan
dalam klaim.
Pelayanan dokter dan perawat berdasarkan tabel di atas memiliki persentase yang
paling besar dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan. Pasien bukan hanya puas
dengan pemeriksaan dokter dan perawatan petugas, namun pasien juga puas dengan
keterangan yang disampaikan oleh dokter dan perawat baik berupa saran, motivasi maupun

9
kesediaannya untuk mendengarkan keluhan, bahkan dalam melaksanakan tugas dokter dan
perawat dinilai ramah terhadap pasien dan suka bercanda.
RSU Banyumas berupaya memberikan pelayanan yang baik dalam menyediakan
makanan bagi pasien dengan melakukan variasi-variasi menu agar pasien tidak bosan dengan
menu makanan, dan memberikan penyajian yang terbaik dengan selalu menjaga kebersihan
peralatan makanan. Dari segi gizi, rumah sakit pun berusaha memberikan makanan dengan
asupan gizi yang sesuai dengan standar diet masing-masing pasien. Namun karena kondisi
pasien yang sedang dalam keadaan sakit, maka sudah menjadi wajar kalau pasien tidak
bernafsu untuk makan.
Berdasarkan penilaian dari pasien, biaya obat di RSU Banyumas tergolong mahal,
namun hal itu bukan menjadi permasalahan asalkan obatnya berkualitas. Sebagaian besar
pasien menilai bahwa obat yang diberikan kepada pasien memang cukup berkualitas.
Fasilitas ruangan yang disediakan rumah sakit untuk pasien rawat inap di RSU
Banyumas dinilai sangat baik. Setiap fasilitas yang disediakan adalah berstatus ”layak pakai”
dan terjamin keamanannya (jaminan safety nya), sehingga pasien nyaman untuk tinggal di
rumah sakit selama perawatan.
Penilaian yang masih kurang terhadap pelayanan kesehatan di RSU Banyumas dapat
diketahui dari beberapa keluhan yang disampaikan oleh pasien, antara lain:
-

Sarana dan prasarana yang dari segi kuantitas masih kurang memadahi, seperti ruangan
rawat inap yang tersedia sampai saat ini masih dianggap kurang, sehingga pasien harus
menunggu lama untuk dapat masuk ke ruang rawat inap. Bahkan ada beberapa pasien
yang ditolak karena seluruh ruangan rawat inap penuh hingga ruangan IGD

-

Jumlah tenaga kerja yang kurang sebanding dengan jumlah pasien yang sangat banyak,
baik tenaga medis maupun tenaga non medis, menyebabkan beberapa kebutuhan pasien
sedikit terganggu dan beberapa pelayanan kesehatan pasien tertunda.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Kualitas pelayanan kesehatan di RSU Banyumas sangat ditentukan oleh tingginya
kemampuan petugas dalam menerapkan nilai-nilai budaya organisasi yang tercantum
dalam budaya Tri Sukses RSU Banyumas dalam memberikan pelayanan kepada
pasien

10
b. Sarana dan prasarana seperti ruangan rawat inap serta jumlah tenaga kerja yang
kurang memadahi dapat menghambat kelancaran jalannya pelayanan kesehatan di
rumah sakit
2. Implikasi
a. Budaya yang sudah kuat perlu dipertahankan, bila perlu lebih ditingkatkan agar
menghasilkan pelayanan yang lebih berkualitas
b. RSU Banyumas perlu menambah ruangan rawat inap karena jumlah pasien yang terus
bertambah banyak
c. Lebih mengoptimalkan seluruh SDM yang dimiliki oleh RSU Banyumas agar dapat
bekerja lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Bina Rupa Aksara:
Yogyakarta
Company profile Rumah Sakit Umum Banyumas tahun 2008
Dwiyanto, Agus. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gajah
Mada University Press: Yogyakarta
Health & Hospital Indonesia Edisi 07/II/ Februari 2007.
Ndraha, Taliziduhu. 1997. Budaya Organisasi. Rineka Cipta: Jakarta
Peraturan Daeah Kabupaten Banyumas Nomor 18 Tahun 2001
Siagian, Sondang P. 1995. Teori Pengembangan Organisasi. Rineka Cipta: Jakarta
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. PT Gramedia:
Jakarta
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung
Suryawati, Chriswardani, dkk. 2006. Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap
Rumah Sakit Di Provinsi Jawa Tengah. Dalam Jurnal Manajeman Pelayanan
Kesehatan. Vol. 09. Desember 2006
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Publik. PT. Grasindo: Jakarta