49285904 Bab II Institusi Bank Indonesia

Bab II. Bank Indonesia :
Bank Sentral Republik Indonesia
Oleh : F.X. Sugiyono dan Ascarya

Sejarah Bank Sentral
Pada awal mulanya, negara-negara yang sudah mengenal sistem
perbankan belum merasakan perlunya bank sentral. Hal ini mengingat
aktivitas pengerahan dana dan penyaluran kredit masih sangat
terbatas. Namun pada saat alat produksi semakin berkembang di
beberapa negara khususnya di daratan Eropa sehingga mendorong
banyaknya aktivitas perdagangan dan perniagaan, saat itu pula sistem
perbankan mengalami perkembangan sebagaimana ditunjukkan pada
akhir abad 17 di Eropa.
Semakin berkembangnya perekonomian, penawaran akan uang
menjadi elemen yang sangat penting dan dapat memberikan dampak
multiplier melalui operasi simpan pinjam dalam suatu sistem
perbankan. Sampai akhirnya tiba pada suatu saat
dimana
perkembangan tersebut telah memunculkan suatu keadaan
ketidakseimbangan antara penawaran akan uang dengan tingkat
produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pada saat produksi barang

dan jasa lebih rendah daripada penawaran uang, hampir selalu dapat
dipastikan akan terjadi kenaikan harga, yang apabila terjadi secara
terus menerus akan menimbulkan inflasi. Demikian pula sebaliknya,
maka akan terjadi deflasi. Kondisi tersebut, mengindikasikan bahwa
bila terjadi kenaikan pendapatan sehingga menambah jumlah uang
yang dimiliki oleh seseorang, maka orang tersebut akan cenderung
membelanjakan uangnya lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan
akan barang dan jasa. Kondisi tersebut pada gilirannya akan
mengganggu stabilitas ekonomi, sehingga dirasakan perlunya
pengaturan terhadap besarnya penawaran akan uang atau jumlah uang
beredar. Keadaan tersebut sekaligus telah mendorong didirikannya
suatu lembaga pengatur jumlah uang beredar, yaitu yang sampai saat
ini dikenal dengan Bank Sentral.
Bank sentral pada mulanya berkembang dari suatu bank yang
seecara gradual menduduki posisi sentral diantara lembaga keuangan
yang ada, karena diberi tugas khusus dan utama dalam menerbitkan
uang kertas bank dan bertindak sebagai agen dan bankir pemerintah.

1


Pada awalnya bank sentral disebut sebagai bank sirkulasi (bank of
issue) karena tugasnya yang harus mempertahankan konversi uang
kertas yang dikeluarkannya terhadap emas atau perak atau keduanya.
Dalam perkembangan selanjutnya bank sirkulasi ini menjalankan
fungsi-fungsi lain, seperti untuk mengawasi dan mengatur perbankan,
untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dengan mengatur jumlah
uang beredar, atau untuk bertanggung jawab dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran.
Bank Sentral telah muncul pertama kali semenjak Swedish
Riksbank, yaitu bank sentral Swedia, didirikan pada tahun 1668,
apabila dilihat dari tahun berdirinya, atau semenjak berdirinya The
Bank of England pada tahun 1694, apabila dilihat dari konsep bank
sentral yang memuat dasar-dasar kebanksentralan. Pada tahun 1913
baru terdapat 21 Bank Sentral. Jumlah Bank Sentral meningkat pesat
setelah perang dunia II terutama karena akibat dekolonisasi. Jumlah
ini meningkat lagi pada awal 1990an dengan runtuhnya Uni Soviet
dan munculnya negara-negara baru di bekas wilayah Uni Soviet.
Sampai dengan saat ini terdapat 173 Bank Sentral. Dan yang terakhir
didirikan adalah European Central Bank (ECB) pada tahun 1998,
yang berkedudukan di Frankfurt (Pollard, 2003).

ECB merupakan bank sentral supranatural yang didirikan oleh
anggotanya yang merupakan bagian dari the European System of
Central Banks (ESCB) yang terdiri dari ECB dan semua 15 bank
sentral anggota Uni Eropa (European Union/EU). ECB dan 12 bank
sentral anggota yang telah menerapkan matauang bersama euro
(berpartisipasi dalam euro area) biasa disebut the Eurosystem. ECB
mempunyai tanggung jawab untuk melakukan kebijakan moneter di
euro area yang tujuan utamanya adalah untuk memelihara kestabilan
harga. Dengan demikian, bank sentral anggota the Eurosystem telah
menyerahkan kedaulatan kebijakan moneternya kepada ECB dan
tidak lagi memiliki diskresi dalam kebijakan moneternya.
Berdasarkan fungsi dan tujuannya, bank sentral tidak identik
dengan bank komersial, bank tabungan atau lembaga keuangan
lainnya. Masyarakat tidak dapat menyimpan uangnya atau meminta
kredit atau mentransfer uang di bank sentral. Dengan kata lain bank
sentral bukanlah sebuah bank seperti bank pada umumnya. Pada
dasarnya Bank Sentral tidak menekankan pada motif mencari
keuntungan seperti bank-bank komersial, akan tetapi bank sentral

2


dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang
menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti
stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di sisi lain, dalam suatu
sistem perbankan, ketiadaan koordinator dan regulator yang tidak
berpihak, akan mengakibatkan bank-bank tidak dapat melaksanakan
operasinya secara efisien. Contohnya, secara ekonomi, keberhasilan
bank-bank kecil tidak akan bertahan lama karena adanya praktek
bisnis yang tidak fair yang dilakukan oleh bank-bank yang lebih
besar. Selain itu, kepentingan para deposan akan kurang mendapat
perhatian, demikian juga akan dapat pula muncul praktek-praktek
yang merugikan kepentingan nasabah suatu bank.
Berkaitan dengan keadaan tersebut, jelas diperlukan pengaturan
dalam bentuk undang-undang, kebijakan dan peraturan untuk
mengarahkan aktivitas industri perbankan menuju tercapainya tujuan
nasional seperti stabilitas moneter dan perkembangan ekonomi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Walter Bagehot 1 bahwa Money will
not manage itself, maka diperlukan suatu pengendalian terhadap
jumlah uang beredar. Pengendalian jumlah uang beredar, merupakan
faktor yang sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi suatu

negara. Hal ini terkait dengan diperlukannya uang dalam seluruh
kegiatan ekonomi seperti untuk investasi, antara lain untuk
mendirikan pabrik, proyek-proyek atau suatu usaha bisnis. Dengan
berkembangnya investasi akan berarti lapangan kerja semakin
terbuka, demikian juga produksi dan pendapatan akan meningkat dan
pada gilirannya akan menambah kesejahteraan masyarakat.
Sebaliknya bila jumlah uang beredar tidak dikendalikan secara benar
maka akan terjadi inflasi yang akan berpengaruh terhadap ekonomi
secara keseluruhan. Contohnya, harga yang naik akan berpengaruh
menurunkan permintaan barang dan jasa dan akhirnya akan
berdampak buruk pula bagi produsen karena menurunnya penjualan
barang sehingga bisnis mereka akan menurun. Jadi tujuan untuk
mencapai full employment dan pertumbuhan ekonomi melalui
stabilitas harga tidak tercapai. Untuk itulah diperlukan suatu lembaga
bank sentral untuk menjabarkan kebijakan moneter, serta untuk
mengatur dan mengawasi aktivitas yang terkait dengan uang, kredit
dan perbankan.
1

Sebagaimana yang dikatakan oleh Feliciano R Fajardo dan Manuel M Manansala,

di buku Central Banking, Navotas Press, Navotas, Metro Manila, 1994, hal.19.

3

Secara umum dapat disimpulkan bahwa bank sentral merupakan
suatu lembaga yang bertugas untuk mengawasi (mengontrol) sistem
keuangan dan perbankan. Dalam perkembangannya peranan dan
fungsi bank sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya
sebagai bank sirkulasi menuju ke bank sentral yang mempunyai
fungsi sebagai pengatur dan pengawas kebijakan moneter, perkreditan
dan perbankan. Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank
sentral selain sebagai bankers’ bank yaitu sebagai sumber dana bagi
bank-bank dan lender of last resort yaitu sumber dana pinjaman
terakhir bagi bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas, juga
berperan sebagai penjaga stabilitas moneter melalui membuat dan
melaksanakan kebijakan-kebijakan moneter, termasuk mengatur,
mengawasi serta mengendalikan sistem moneter. Untuk dapat
melaksanakan perannya, bank sentral mempunyai bererapa
kewenangan antara lain (1) mengedarkan uang sekaligus mengatur
jumlah uang beredar, (2) membina dan mengawasi kegiatan

perbankan, (3) mengembangkan sistem perkreditan.
Peran bank sentral tersebut telah banyak diterapkan oleh negaranegara berkembang dewasa ini. Sementara itu, di negara-negara
sedang berkembang peran bank sentral jauh lebih luas, yaitu termasuk
juga sebagai agen pembangunan. Peran sebagai agen pembangunan
dimaksudkan untuk melayani kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah. Suatu negara yang baru
muncul, sebagai langkah awal menuju pembentukan bank sentral
penuh, dapat menerapkan (misalnya) dolarisasi, dengan menggunakan
mata uang asing sebagai mata uang resminya (apabila belum memiliki
mata uang sendiri). Setelah memiliki mata uang sendiri, negara
tersebut dapat membentuk currency boards yang memberikan
mekanisme kredibilitas untuk menjaga nilai tukar yang tetap. Setelah
pasar keuangannya berkembang sejalan dengan berkembangnya
perekonomian, negara tersebut dapat mendirikan bank sentral penuh
yang dapat memiliki fungsi-fungsi lain, sesuai dengan keperluannya,
seperti mengatur perbankan, mengembangkan sistem pembayaran dan
agen pembangunan.

Boks 1:
Bank Sentral dan Fungsinya

4

Bank sentral mempunyai dua fungsi utama yaitu fungsi
makroekonomi dan fungsi mikroekonomi (Capie, 1994). Fungsi
makroekonominya adalah untuk menjaga kestabilan harga, yang
berarti pengendalian inflasi dan pengendalian nilai tukar (fungsi
sebagai otoritas moneter). Fungsi mikroekonominya adalah untuk
menjaga kestabilan sistem perbankan, yang berarti mengatur dan
mengawasi bank. Chandavarkar (1996) menambahkan lagi satu
fungsi bank sentral untuk mencapai tujuan strategis jangka panjang
dengan mengembangkan sitem pembayaran dan infrastruktur
keuangan.
Dalam prakteknya,
sepenuhnya ketiga fungsi
dan Indonesia. Ada yang
Hongkong dan Brunei.
mengenai hal ini.

ada bank sentral yang mengemban
tersebut seperti di New Zealand, Australia

hanya sebagai otoritas moneter seperti di
Tabel 1 memberikan sedikit gambaran

Tabel 1:
Bank Sentral dan Fungsinya
Negara
Hong Kong
Brunei
Jepang
Belanda
Amerika
Perancis
Itali
Jerman
Singapura
Afrika Selatan
Inggris
India
Brasil
Malaysia

Australia
New Zealand
Indonesia

Otoritas Moneter Pengatur Bank Sistem Pembayaran
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Sebagian
Ya
Ya
Sebagian
Sebagian

Ya
Sebagian
Sebagian
Ya
Sebagian
Ya
Ya
Sebagian
Ya
Ya
Ya
Sebagian
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Sebagian
Ya
Ya
Sebagian
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya

Bentuk dari bank sentral ini, selain yang umum dijumpai, ada
yang dinamakan currency boards. Bank sentral pada umumnya

5

memiliki fungsi sebagai otoritas moneter ditambah dengan sebagian
atau seluruh fungsi lainnya. Sementara itu, currency boards pada
umumnya merupakan otoritas moneter yang tidak mempunyai
diskresi dalam kebijakan moneternya, seperti di Hong Kong dan
Brunei. Negara kecil atau negara yang baru berdiri pada umumnya
mendirikan currency boards dulu sebelum berkembang sepenuhnya
menjadi bank sentral.
Mengingat terdapatnya perbedaan dari struktur bank sentral,
maka selain bank sentral juga terdapat bank sentral yang disebut
reserve bank. Perbedaan utama dari keduanya yaitu pada struktur
dewan direksi/gubernurnya (board of director/governor). Bank sentral
memiliki board di kantor pusat, sedangkan reserve bank memiliki
juga local board di tingkat regional. Sementara itu, currency boards
umumnya disebut monetary authority. Satu perkecualian adalah
Singapore Monetary Authority yang pada awalnya merupakan
currency boards yang telah berkembang menjadi bank sentral penuh,
namun masih menggunakan nama aslinya.
Meskipun sama-sama sebagai otoritas moneter, bank sentral dan
currency boards memiliki perbedaan yang prinsip. Bank sentral
memiliki diskresi dalam menjalankan kebijakan moneternya dengan
menggunakan instrumen-instrumen moneter yang dapat dikontrol
oleh bank sentral untuk mempengaruhi sasaran-sasaran operasional
yang telah ditetapkan. Sementara itu, currency boards tidak memiliki
diskresi dalam menjalankan kebijakan moneternya. Ciri khusus
currency boards adalah bahwa besarnya uang beredar
tergantung/berdasar pada cadangan devisa yang dimiliki pemerintah,
dengan nilai tukar tetap dan didukung oleh cadangan devisa seratus
persen atau lebih. Dalam operasi moneternya currency boards
beroperasi berdasarkan aturan (rule) bahwa perubahan dalam uang
primer (monetary base) akan sama dengan posisi (surplus atau defisit)
neraca pembayarannya, yang memberikan mekanisme kredibilitas
untuk menjaga nilai tukar yang tetap, tetapi dengan mengorbankan
kedaulatan moneternya karena tidak memiliki diskresi kebijakan
moneter. Oleh karena itu, currency boards paling cocok untuk negaranegara kecil terbuka, negara baru atau negara dalam transisi menuju
pembentukan bank sentral penuh dalam perekonomian yang
berorientasi pasar.

6

Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia
Sebagaimana negara sedang berkembang lainnya, peran dan tugas
Bank Indonesia selaku Bank Sentral di Indonesia hingga saat ini telah
mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi
hingga sebagai agen pembangunan dan terakhir sejak tahun 1999
telah menjadi independen dan mempunyai tugas mencapai sasaran
tunggal yaitu stabilitas nilai rupiah.
Sebelum Indonesia merdeka, lembaga keuangan yang ada di
Indonesia terdiri dari 5 kelompok bank dan 1 sejenis lembaga
perkreditan atau pegadaian. Perbankan pada masa tersebut dapat
dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok bank-bank milik Belanda
yang sangat dominan yaitu Nederlandsche Handelmaaschappij
(1824), De JavascheBank N.V. (1927), De escomptobank N.V.
(1987). Khusus untuk de Javasche Bank, pada masa tersebut, juga
diberi hak oktrooi, yaitu hak mencetak dan mengedarkan uang
Gulden Belanda, oleh pemerintah Belanda. Kelompok selanjutnya
adalah bank asing yaitu the Chartered Bank, the Hongkong Shanghai
bank, The Bank of China, The Great Eastern Banking Corporation,
The Overseas Chinese Banking Corporation, The Yokohama
Speciebank, Mitsui Bank dan Bank of Taiwan. Kelompok lainnya
adalah bank milik Cina Indonesia yaitu N.V. Bankvereeniging Oei
Tiong Ham Concern (Semarang). Sementara itu terdapat pula
kelompok bank milik pribumi antara lain Bank Nasional Indonesia
(1928) yang dipimpin oleh tokoh-tokoh nasional, Bank Nasional
Bukittinggi (1930), Bank Abuan Saudagar di Bukittinggi (1932) dan
Bank Bumi di Jakarta. Kelompok terakhir adalah bank-bank milik
Hindia Belanda yaitu Algemene Volkscredietbank (1934) dan
Postspaarbank (1898). Sementara itu, lembaga pegadaian yang ada
diera tersebut adalah Pandhuisdienst.
Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, mengacu
pada pasal 23 Undang-undang dasar 1945 dimana pada penjelasan
bab VII disebutkan bahwa akan segera dibentuk sebuah bank yang
disebut Bank Indonesia. Fungsinya adalah mengeluarkan dan
mengatur peredaran uang kertas, dengan suatu undang-undang, maka
pada tanggal 19 September 1945 dalam sidang Dewan Menteri
Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan satu

7

Bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Berkaitan dengan hal
tersebut. langkah pertama dibentuk yayasan dengan nama “Pusat
Bank Indonesia.” Yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya
Bank Negara Indonesia (BNI) yang pada tanggal 5 Juli 1946 dilebur
menjadi BNI.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia tersebut, terdapat 2
kelompok bank berdasarkan wilayah kedudukannya yaitu kelompok
bank nasional swasta yang tercatat di daerah Republik Indonesia dan
kelompok bank di wilayah pendudukan Belanda. Yang termasuk
dalam kelompok pertama yaitu Bank Dagang Nasional Indonesia,
Bank Surakarta, Indonesian Banking Corporation, Bank Nasional
Indonesia, Bank Indonesia (di Palembang). Sementara yang termasuk
dalam kelompok kedua adalah N.V. Bank Sulawesi (Menado), N.V.
Bank Perniagaan Indonesia (Jakarta), Bank Timur N.V. (Semarang),
Kalimantan Banking and Trading Corporation N.V. (Samarinda) 2.
Pada tahun 1949 berlangsung konperensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag. Salah satu keputusan pentingnya adalah adanya
penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Pemerintah Republik
Indonesia Serikat Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat
tersebut utusan pemerintah mengalami kesulitan untuk mengusahakan
agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1946
ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia Serikat dan
terpaksa menerima De Javasche Bank sebagai Bank Sentral.
Dalam perkembangannya pada tanggal 6 Desember 1951
dikeluarkan undang-undang nasionalisasi De Javasche Bank dan
pada tahun 1953 dikeluarkan Undang-undang Pokok Bank Indonesia
sebagai pengganti Javasche Bank wet tahun 1922. Sejak saat itu
lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama Bank
Indonesia.
Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral sesuai UU
No.11 tahun 1953, yaitu setelah dilakukannya nasionalisasi de
Javasche Bank, hingga tahun 1968, peranan pokok Bank Indonesia
2

Prawiroardjo, Priasmoro. “Perbankan Indonesia 40 Tahun,” dalam Esmara,
Hendra (ed). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan, PT Gramedia,
Jakarta, 1987.

8

selain menjaga stabilitas moneter, mengedarkan uang dan
mengembangkan sistem perbankan juga masih merangkap sebagai
bank komersial. Namun demikian, tanggungjawab kebijakan moneter
berada di tangan Pemerintah melalui pembentukkan Dewan Moneter
yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus
dilaksanakan oleh Bank Indonesia, memberikan petunjuk kepada
direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang,
memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan. Kesemuanya
ini merupakan konsekuensi dari kedudukan Bank Indonesia pada
periode tersebut yaitu sebagai bagian dari Pemerintah.
Pada tahun 1968 dengan dikeluarkannya UU No.13 tahun 1968
Bank Indonesia tidak lagi berfungsi ganda karena fungsi sebagai bank
komersial dihapuskan. Namun demikian misi Bank Indonesia sebagai
agen pembangunan dan tugas-tugas sebagai kasir Pemerintah dan
bankers’ bank masih melekat. Selain itu, Dewan Moneter sebagai
lembaga pembuat kebijakan yang berperan sebagai perumus
kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Tugas Bank Indonesia
sebagai agen pembangunan, tercermin dari tugas pokoknya yaitu
pertama mengatur, menjaga dan memelihara stabilitas nilai Rupiah
dan kedua mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tugas-tugas pokok yang diemban Bank Indonesia sebagai Bank
Sentral sekaligus sebagai otoritas moneter pada periode tersebut
khususnya untuk memelihara kestabilan nilai rupiah. Hal ini bersifat
conflicting dengan tugas bank Indonesia lainnya, yaitu untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, misalnya, sering pula diikuti oleh
laju inflasi yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh menguatnya
permintaan di dalam negeri sehubungan dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Apabila inflasi yang tinggi berkelanjutan dan tidak terkendali,
pada gilirannya akan mengganggu kesinambungan pertumbuhan
ekonomi itu sendiri.
Sementara itu, karena Undang-undang Nomor 13 tahun 1968
disusun berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1967, maka
telah mengakibatkan munculnya kerancuan dilingkungan masyarakat
terhadap status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral
yang seolah-olah merupakan bagian dari sistem keuangan/perbankan

9

di Indonesia dan merupakan bagian dari lembaga financial
intermediary. Akibat dari kerancuan tersebut sebagian masyarakat
beranggapan bahwa status dan fungsi Bank Indonesia tidak berbeda
dengan bank milik negara lainnya. Anggapan tersebut lebih diperkuat
dengan ditetapkannya Komisaris Pemerintah sebagai pengawas Bank
Indonesia, demikian juga dengan adanya kewajiban penyusunan
neraca dan laporan laba-rugi setiap akhir tahun, yang kesemuanya
sama dengan kewajiban dari Bank BUMN (Badan Usaha Milik
Negara). Di samping itu, dengan tetap ditunjuknya Dewan Moneter
sebagai lembaga yang mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan
moneter, sementara Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan,
selain mengakibatkan Bank Indonesia tidak otonom, juga
memperkuat anggapan bahwa Bank Indonesia sama dengan Bank
BUMN lainnya.
Selanjutnya, sejak tahun 1999, dengan diberlakukannya Undangundang No.23 tahun 1999, kedudukan Bank Indonesia selaku Bank
Sentral Republik Indonesia telah dipertegas kembali. Dalam kaitan
ini, Bank Indonesia telah memperoleh kedudukan yang independen
sebagaimana dimiliki oleh bank-bank sentral di beberapa negara,
khususnya negara-negara maju seperti Jerman, Swiss, Inggris,
Amerika Serikat, Chile, Jepang, Korea Selatan dan Philipina. Sebagai
suatu lembaga negara yang independen, Bank Indonesia memiliki
kewenangan penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap
tugas serta kewenangannya. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia. Dalam kaitan ini Bank Indonesia
wajib menolak dan mengabaikan setiap bentuk campurtangan atau
intervensi dari pihak manapun termasuk Pemerintah. Dengan
independensi tersebut, Bank Indonesia selaku otoritas moneter
diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya secara efektif
dan efisien.
Sementara itu, sesuai dengan Undang-undang No.23/1999, Bank
Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum, yang berarti Bank
Indonesia mempunyai kewenangan untuk mengelola kekayaannya
terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, Bank Indonesia juga berwenang membuat peraturan yang
mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas dan kewenangannya
dan dapat bertindak atas namanya sendiri di dalam dan di luar
pengadilan. Dilihat dari struktur ketatanegaraan Republik Indonesia,
Bank Indonesia selaku lembaga negara yang independen tidak sejajar

10

dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Makamah Agung (MA)
dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Di samping itu, kedudukan
Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena
kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintahan. Sesuai
dengan ketentuan dalam undang-undang, meskipun kedudukan Bank
Indonesia sebagai lembaga negara yang independen, namun dalam
melaksanakan tugasnya Bank Indonesia tentu mempunyai hubungan
kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan
pihak lainnya (lihat Gambar 1).

11

Gambar 1

STRUKTUR BANK INDONESIA

dalamSistem
dalamSistemKetatanegaraanRepublikIndonesia
RepublikIndonesia
MPR
(1)

(2)

Presiden
Bank
Indonesia

DPR

(3)

BPK

Kepala Kepala
NegaraPemerin
tahan

Sumber: DidikJ. Rachbini, hal 166 (diolah)

(1) Informasi tertulis
(2) Laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang
(3) BI menyampaikan laporan keuangan dan BPK memeriksa BI

12

MA

DPA

Tujuan dan Tugas Pokok Bank Indonesia
Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, sebelum Undangundang No.23/1999 tentang Bank Indonesia diberlakukan, nuansa
Bank Indonesia sebagai bank sentral yang membantu (sebagai bagian
dari) Pemerintah sangat kental. Hal ini tercermin pada kebijakan yang
dilaksanakan Bank Indonesia merupakan hasil perumusan Dewan
Moneter yang diketuai oleh Menteri Keuangan. Sementara itu
Gubernur Bank Indonesia merupakan anggota kabinet yang diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden. Keterbatasan wewenang Bank
Indonesia dalam menetapkan kebijakan dan kekurangtegasan dalam
pembagian tugas dan tanggung jawab antara Bank Indonesia dan
Pemerintah ini telah mengakibatkan kurang efektifnya langkahlangkah yang ditempuh oleh Bank Indonesia. Ketidakjelasan tugas
yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia ini tercermin pada
penetapan tugas-tugas pokok Bank Indonesia sesuai yang ditetapkan
undang-undang yaitu (1) mengatur dan memelihara kestabilan nilai
rupiah, (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta
memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
Baik secara teoritis maupun dalam pelaksanaannya, untuk
mencapai keberhasilan seluruh tugas tersebut, sering timbul conflict
antara keharusan pencapaian satu kebijakan dengan kebijakan lain
yang juga merupakan tugas yang harus dicapai. Implikasi dari tidak
fokusnya tugas tersebut telah mengakibatkan pencapaian tujuan akhir
dari kebijakan Bank Indonesia kurang efektif. Hal ini terjadi
mengingat, (1) peran Bank Indonesia sebagi otoritas moneter menjadi
kabur karena kekurangjelasan wewenang dan tanggung jawab sebagai
akibat tidak fokusnya tujuan dan tugas yang harus dilaksanakan, (2)
fungsi sebagai otoritas moneter kurang focus karena memungkinkan
timbulnya conflict diantara tugas-tugas yang harus dilaksanakan dan
(3) tugas pokok membantu Pemerintah mengakibatkan tidak
independennya Bank Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan
kebijakan untuk mencapai tujuan yang harus ditetapkan.
Bersandar pada pengalaman sebelumnya, maka langkah awal agar
Bank Indonesia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan
efektif, diperlukan ketegasan dalam tujuan dan pembagian tugas harus
jelas dan tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang

13

seharusnya dilakukan oleh Pemerintah. Langkah awal tersebut harus
berupa pemberian independensi kepada Bank Indonesia sehingga
Bank Indonesia dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan untuk
mencapai tujuan yang harus dicapai sebagai lembaga Bank Sentral.
Tujuan
Undang-undang tentang Bank Indonesia No.23 tahun 1999 secara
tegas telah memberikan landasan bagi independensi Bank Indonesia
dalam menetapkan target-target yang akan dicapai dan dalam
menggunakan berbagai instrumen kebijakan yang ditujukan untuk
mencapai target yang ditetapkan yaitu memelihara kestabilan nilai
rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksudkan dalam undangundang tersebut adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan
jasa yang diukur atau tercermin pada perkembangan laju inflasi, serta
terhadap mata uang negara lain yang diukur atau tercermin pada
perkembangan nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang negara
lain.
Sebagaimana di negara-negara lain, penetapan inflasi sebagai
sasaran akhir kebijakan moneter dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan beberapa pertimbangan. Pertama, bukti-bukti empiris
menunjukkan bahwa dalam jangka panjang kebijakan moneter hanya
dapat mempengaruhi tingkat inflasi dan tidak dapat mempengaruhi
variable riil seperti pertumbuhan ekonomi atau tingkat pengangguran.
Kebijakan moneter hanya dapat mempengaruhi variable-veriabel riil
dalam jangka pendek. Kedua, pencapaian inflasi yang rendah
merupakan prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, karena perekonomian tidak dipacu untuk tumbuh
melebihi kapasitasnya. Ketiga, dengan ditetapkannya inflasi sebagai
sasaran tunggal, sasaran tersebut akan menjadi dasar acuan (nominal
anchor) dalam perumusan kebijakan moneter.

14

Implikasi dari terfokusnya dan spesifiknya tujuan Bank
Indonesia, secara makro Bank Indonesia harus mengarahkan
kebijakan untuk menyeimbangkan kondisi ekonomi internal,
khususnya keseimbangan antara permintaan dan penawaran agregat,
dengan kondisi eksternal yaitu neraca pembayaran. Perwujudan
keseimbangan internal adalah menjaga agar inflasi berada pada
tingkat yang rendah, sementara dari sisi eksternal harus dijaga agar
fluktuasi nilai rupiah tidak terlampau tajam sehingga nilai rupiah
cukup kuat dan stabil. Selain itu, dengan ditetapkannya tujuan tunggal
ini, sasaran dan batas tanggung jawab Bank Indonesia akan semakin
jelas. Demikian juga tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia
akan lebih transparan dan mudah diukur.
Tugas
Dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka tugasBank Indonesia sesuai Undang-undang meliputi 3 tugas
utama, yang merupakan tiga pilar untuk mencapai tujuan
(lihat Gambar 1), yaitu :
(1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
(2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran
(3) Mengatur dan mengawasi bank
Guna mendukung tercapainya tujuan Bank Indonesia secara
efektif dan efisien, maka ketiga tugas tersebut harus saling
mendukung. Hal ini mengingat bahwa untuk mencapai kebijakan
moneter yang efektif dan efisien yang dilakukan dengan
mengendalikan jumlah uang yang beredar, diperlukan suatu sistem
pembayaran yang efisien, cepat dan aman serta handal. Keberhasilan
tugas-tugas tersebut tentunya tidak terlepas dari kondisi sistem
perbankannya yaitu perbankan yang sehat. Dalam kondisi
sebagaimana disebutkan di atas, maka tujuan kebijakan Bank
Indonesia akan berhasil dengan baik.
1. Tugas Menetapkan dan Melaksanakan Kebjakan Moneter
Sesuai Undang-undang No.23/1999, Bank Indonesia diberikan
kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui
penetapan sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi
serta melakukan pengendalian jumlah uang beredar dengan
menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Instrumen-

15

instrumen yang saat ini masih digunakan oleh Bank Indonesia adalah
instrumen tidak langsung yang dalam pelaksanaannya dapat
dilakukan bersama-sama atau tersendiri yaitu antara lain operasi pasar
terbuka, fasilitas diskonto, penetapan giro wajib minimum dan
himbauan. Sementara instrumen tidak langsung yang pernah
digunakan seperti penetapan pagu kredit dan penetapan suku bunga
tidak dilakukan lagi mengingat instrumen tersebut kurang efektif dan
tidak berorientasi pasar.

16

Gambar 2
Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

17

Dalam pelasanaannya kebijakan moneter tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan nilai tukar, sistem devisa dan pengaturan
lalulintas devisa. Oleh karena itu, sesuai undang-undang Bank
Indonesia telah diberi kewenangan dalam melaksanakan kebijakan
nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang telah ditetapkan sesuai dengan
sistem nilai tukar yang dianut. Dalam pelaksanaannya, Bank
Indonesia antara lain dapat melakukan :
- Devaluasi atau revaluasi terhadap mata uang asing pada saat
sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai tukar tetap
- Intervensi pasar pada sistem nilai tukar yang dianut adalah nilai
tukar megambang
- Penetapan nilai tukar harian dan lebar pita intervensi pada saat
sistem nilai tukar yang dianut adalah mengambang terkendali
Dalam hal sistem dan pengaturan devisa, Bank Indonesia selaku
otoritas moneter bertugas untuk mengelola cadangan devisa negara
yang ada di Bank Indonesia. Dalam praktek, pengelolaan cadangan
devisa dilakukan oleh Bank Indonesia dengan memperhatikan 3 asas
pokok yang harus dipegang yaitu asas likuiditas (liquidity), asas
keamanan (security) dan asas keuntungan (profitability).
Tujuan penerapan asas likuiditas adalah agar cadangan devisa
dapat setiap saat digunakan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban
internasional, seperti untuk pembayaran utang luar negeri Pemerintah
yang telah jatuh waktu termasuk pembayaran bunganya dan untuk
keperluan pengendalian moneter dalam rangka memelihara nilai tukar
mata uang rupiah. Sementara itu, asas keamanan terkait dengan
penempatan cadangan devisa pada lembaga-lembaga keuangan yang
terjamin keamanannya dan mengupayakan agar cadangan yang
disimpan terlindung dari gejolak eksternal yang mempengaruhi nilai
tukar. Asas keuntungan dimaksudkan agar dalam pengelolaannya
cadangan devisa dapat menghasilkan keuntungan.
Dalam praktek ketiga asas tersebut sulit untuk dicapai pada saat
yang bersamaan, bahkan antara ketiga asas tersebut saling
bertentangan. Sebagai contoh, untuk mencapai azas likuiditas, maka
asas keuntungan, sedikit atau banyak harus dikorbankan. Oleh karena
itu perlu dicari suatu kombinasi yang optimum dari penerapan ketiga
asas tersebut, sehingga tujuan dari pengelolaan cadangan devisa dapat
dicapai.

18

2. Tugas Mengatur dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
Dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, Bank
Indonesia memiliki kewenangan menetapkan penggunaan alat
pembayaran dan kewenangan dalam mengatur penyelenggaraan jasa
sistem pembayaran.
2.1 Kewenangan Menetapkan Penggunaan Alat Pembayaran
Kewenangan dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran
tersebut meliputi alat pembayaran tunai dan non tunai. Yang
dimaksudkan dengan kewenangan penggunaan alat pembayaran tunai
meliputi mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah termasuk
kewenangan untuk mengatur, menarik dan memusnahkan uang
rupiah. Serta menetapkan macam, harga, ciri uang, bahan yang
digunakan serta tanggal berlakunya. Sebagai konsekuensi dari
kewenangan-kewenangan tersebut, Bank Indonesia harus menjamin
ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup dan
kualitas yang memadai. Selain itu, Bank Indonesia juga harus
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan
penukaran uang dari pecahan yang sama dan atau kepecahan yang
lain, penukaran uang yang cacat dan atau tidak layak edar, serta
menukar uang yang rusak dengan nilai yang sama atau lebih kecil
tergantung dari tingkat kerusakannya.
Sementara itu, kewenangan dalam penggunaan alat pembayaran
non tunai baik yang paper based seperti bilyet giro, cek dan wesel,
maupun yang card based seperti kartu kredit, kartu debit dan ATM,
meliputi pengaturan dan penggunaan alat pembayaran non tunai.
Tujuan dari pengaturan dan penggunaan alat pembayaran non tunai
dimaksudkan untuk memperoleh keyakinan bahwa seluruh alat
pembayaran yang dipergunakan termasuk pengoperasiannya telah
memperhitungkan risiko-risikonya dan dikelola serta dimonitor secara
baik.
2.2 Kewenangan Mengatur dan Menyelenggarakan Sistem
Pembayaran
Dalam kaitan ini Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk
memberikan ijin persetujuan dan penyelenggaraan sistem pembayaran

19

serta kewenangan untuk mewajibkan penyelenggara sistem
pembayaran untuk menyampaikan laporan kegiatannya. Dari aspek
kelembagaan, Bank Indonesia mempunyai kewenangan mengatur
sistem kliring dan menyelenggarakan kliring antarbank, serta
menyelenggarakan penyelesaian akhir transaksi pembayaran
antarbank baik dalam mata uang rupiah dan atau valuta asing. Dalam
hal penyelenggaraan kegiatan kliring selain dapat dilakukan oleh
Bank Indonesia, dapat juga dilakukan oleh pihak lain atas persetujuan
Bank Indonesia.
3. Tugas Mengatur dan Mengawasi Bank
Tugas pengaturan dan pengawasan bank merupakan salah satu tugas
yang penting khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan
yang sehat yang pada akhirnya akan dapat mendorong
terselenggaranya kebijakan moneter yang efektif. Hal ini mengingat
bahwa lembaga perbankan selain menjalankan fungsi intermediasi,
juga berfungsi sebagai transmisi kebijakan moneter, di samping
perputaran dana yang dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan
demikian cukup beralasan apabila pengendalian moneter dan
pengawasan bank dilakukan oleh lembaga yang sama, yaitu bank
sentral.
Beberapa negara yang fungsi pengendalian moneter dan
pengawasan perbankannya dilakukan oleh bank sentral adalah
Belanda, Brasil, India, Malaysia, New Zealand, Philipina dan
Singapura. Secara umum, alasan penyatuan kedua fungsi tersebut
antara lain :
- Antara fungsi pengawasan bank dan pengendalian moneter
memiliki sifat yang interdependent, sehingga kedua fungsi
tersebut harus sejalan.
- Memudahkan bank sentral memantau dan menindaklanjuti
dampak kebijakan moneter terhadap perbankan.
- Data dan informasi hasil pengawasan bank sangat diperlukan
dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kebijakan
moneter, dan demikian pula sebaliknya.
Sementara itu, terdapat pula beberapa negara yang pengawasan
banknya dilakukan oleh bank sentral bersama dengan lembaga
lainnya. Beberapa negara yang menggunakan kebijakan tersebut
antara lain Amerika Serikat, Finlandia dan Jerman. Di Amerika

20

Serikat pemeriksaan bank dilakukan oleh Bank Sentral Amerika
Serikat yaitu Federal Reserve System bekerja sama dengan Office of
the Controller of the Currency, State Government dan Federal Deposit
Insurance Corporation (FDIC), dengan pembagian tugas pengawasan
yang berbeda. Di Finlandia pengawasan bank selain dilakukan oleh
bank sentral Finlandia yaitu Bank of Finland bekerja sama dengan
The Bank Inspectorate. Hal yang sama dilakukan oleh bank sentral
Jerman yaitu Bundesbank, melakukan pengawasan bank bersama
Bundesaufsichtsamt fur das Kreditwesen.
Dalam pada itu, negara-negara lain seperti Australia, Belgia,
Inggris, Jepang, Korea Selatan, Swiss dan Perancis, fungsi
pengawasan bank dipisahkan dari bank sentral. Alasan pemisahan
tersebut antara lain adanya kekawatiran akan terjadinya pertentangan
kepentingan (conflict of interest) antara tugas menjaga kestabilan
moneter dan tugas pengawasan bank.
Dalam kaitannya dengan tugas pengawasan bank ini, berdasarkan
undang-undang, Bank Indonesia diberi wewenang mengatur dan
mengawasi Bank dan meliputi kewenangan sebagai berikut :
1. Memberikan dan mencabut ijin atas kelembagaan dan kegiatan
usaha tertentu dari bank
2. Menetapkan peraturan di bidang perbankan
3. Melakukan pengawasan bank baik secara langsung maupun
tidak langsung
4. Mengenakan sanksi terhadap bank sesuai ketentuan
perundangan
Secara umum, dalam melaksanakan tugas-tugas dimaksud, Bank
Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan
berdasarkan prinsip kehati-hatian sesuai standar yang berlaku secara
internasional melalui penetapan rambu-rambu bagi penyelenggaraan
kegiatan usaha perbankan yang pada gilirannya dapat mewujudkan
suatu sistem perbankan yang sehat. Sementara itu, agar pelaksanaan
pengawasan dan pengaturan perbankan tersebut dapat berjalan efetif
maka tugas tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
- Melaksanakan ketentuan prinsip kehati-hatian (prudential)
secara efektif dan sekaligus melaksanakan prinsip keterbukaan
(disclosure) yang lebih luas bagi masyarakat tentang kondisi
masing-masing bank.

21

-

Menyehatkan kegiatan operasional di bidang finansial
perbankan melalui program-program penyehatan/restrukturisasi
perbankan dan peningkatan fungsi intermediasi.
Memantapkan sistem pengawasan bank, baik pengawasan
langsung maupun tidak langsung.
Meningkatkan
mutu
pengelolaan
perbankan,
untuk
memantapkan ketahanan sistem perbankan.

Selain itu, dalam rangka lebih memfokuskan pelaksanaan tugas,
beberapa tugas Bank Indonesia, melalui Undang-undang No.23/1999,
telah dilakukan penyesuaian sebagai berikut :
- Larangan pemberian kredit kepada Pemerintah. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya ekspansi moneter
atau penambahan uang beredar yang pada gilirannya dapat
mengakibatkan terjadinya inflasi sehingga mengurangi
efektifitas pengendalian moneter untuk memelihara kestabilan
nilai rupiah
- Tugas pemberian kredit likuiditas dalam rangka kredit program
dialihtugaskan pengelolaannya kepada (1) Bank Rakyat
Indonesia (BRI) untuk Kredit Usaha Tani, Kredit Koperasi dan
Kredit Koperasi untuk Anggotanya (KKPA), (2) Bank
Tabungan Negara (BTN) untuk Kredit Perumahan Rakyat
Sederhana (KPRS) dan KPR-Sangat Sederhana (KPRSS) (3)
PT Permodalan Nasional Mandiri untuk KKPA, Kredit
Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM), Kredit Kecil, Mikro dan
Menengah (KMKM)-Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan
Kredit untuk Usaha Angkutan.
- Pemberian kredit dalam kerangka tugas Bank Indonesia sebagai
lenders of the last resort dibatasi hanya untuk keperluan jangka
pendek dengan maksimum 90 hari kerja termasuk
perpanjangannya serta harus dijamin dengan surat berharga
yang berkualitas tinggi dan jaminan minimum 100%.
- Penyertaan Bank Indonesia pada perusahaan lain dibatasi hanya
pada perusahaan yang menunjang pelaksanaan tugas.

22

Hubungan Dengan Pemerintah
Menilik pada tujuan dan tugas Bank Indonesia, terdapat banyak
keterkaitan dengan kepentingan Pemerintah. Disatu sisi bank
Indonesia sebagai otoritas moneter dan bertugas mengatur kebijakan
sektor moneter, sementara Pemerintah mengatur kebijakan sektor
fiskal. Baik secara teori maupun dalam pelaksanaan kedua sektor
tersebut saling terdapat keterkaitan dalam mencapai sasaran secara
nasional berupa pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh dalam
penentuan laju inflasi kedua instansi akan saling tergantung agar
target atau sasaran yang ditentukan dapat tercapai.
Dengan demikian, meskipun Bank Indonesia tidak lagi berada di
Pemerintahan dan mempunyai kekuatan hukum yang kuat, akan tetapi
cakupan tugas dan wewenangnya sedikit-banyak terkait dengan
kepentingan Pemerintah. Secara makro, tugas Bank Indonesia juga
ditentukan oleh kinerja institusi-institusi yang berhubungan erat
dengan tugas pokok Bank Indonesia yakni memelihara dan mencapai
kestabilan nilai rupiah. Dalam kondisi yang demikian, sinkronisasi
dan koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah tetap diperlukan
mengingat keduanya memiliki tanggung jawab yang semuanya untuk
kepentingan bangsa Indonesia.
Secara umum, dari sisi hubungan Bank Indonesia dengan
Pemerintah telah diatur dengan jelas yaitu bahwa Bank Indonesia,
sebagaimana ketentuan dalam undang-undang sebelumnya, tetap
ditunjuk sebagai pemegang kas Pemerintah. Selain itu, Bank
Indonesia untuk dan atas nama Pemerintah dapat menerima pinjaman
luar negeri, menatausahakan, serta menyelesaikan tagihan dan
kewajiban keuangan Pemerintah terhadap luar negeri. Salah satu
perubahan yang penting dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya
adalah saat ini Bank Indonesia tidak diperkenankan lagi memberikan
kredit kepada Pemerintah yang selama ini dipergunakan untuk
menutup defisit anggaran Pemerintah.
Dalam pada itu, sesuai undang-undang Pemerintah wajib
meminta pendapat dan atau mengundang Bank Indonesia dalam
sidang kabinet yang membahas mengenai masalah yang berkaitan
dengan tugas Bank Indonesia yaitu tentang masalah ekonomi,
perbankan dan keuangan. Demikian juga dalam penyusunan

23

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan
atau kebijakan Pemerintah lainnya yang terkait dengan tugas dan
wewenang Bank Indonesia, Bank Indonesia dapat memberikan
pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah.
Hal lain yang menggambarkan hubungan antar Bank Indonesia
dengan Pemerintah adalah diaturnya koordisasi yang bersifat
konsultatif dengan Pemerintah dengan dapat hadirnya Pemerintah
yang diwakili seorang menteri atau lebih dalam Rapat Dewan
Gubernur dengan hak bicara tanpa hak suara. Selain itu, dalam hal
Pemerintah akan menerbitkan surat-surat utang negara, Pemerintah
wajib lebih dahulu berkonsultasi dengan Bank Indonesia. Hal ini
dimaksudkan agar penerbitan surat utang tersebut tidak berakibat
negatif terhadap kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia
dapat membantu dalam penerbitan surat utang negara, namun dilarang
membelinya secara langsung dan harus melalui pasar sekunder.
Dalam hal Bank Indonesia membeli di pasar sekunder hanya
diperkenankan untuk keperluan kebijakan moneter.
Selain itu, hubungan dengan Pemerintah nampak pula pada
pembagian hasil kegiatan Bank Indonesia. Sisa surplus kegiatan Bank
Indonesia, setelah diperhitungkan untuk cadangan tujuan dan ca
dangan umum serta kewajiban Pemerintah kepada Bank Indonesia,
harus diserahkan kepada Pemerintah.

Hubungan Internasional
Sekilas Tentang Hubungan Internasional yang Dilakukan oleh
Bank Sentral
Hubungan atau kerja sama internasional yang dijalin oleh bank sentral
pada umumnya ada dua jenis, yaitu:
1. Kerjasama yang dilakukan atas nama bank sentral sendiri dalam
rangka melaksanakan tugas-tugasnya, seperti keanggotaan bank
sentral di South East Asia Central Bank (SEACEN) dan
2. Kerjasama yang dilakukan untuk dan atas nama negaranya
masing-masing, seperti keanggotaan suatu negara di lembaga
keuangan internasional seperti International Monetary Fund
(IMF).

24

Pada umumnya semua bank sentral mempunyai kedua jenis
kerjasama internasional diatas dalam rangka kelancaran dan
keefektifan pelaksanaan tugas-tugasnya maupun demi mewakili
negaranya terutama dalam bidang ekonomi.
Hubungan Internasional yang Dilakukan oleh Bank Indonesia
Kerjasama internasional yang dijalin oleh Bank Indonesia juga
meliputi dua jenis seperti yang telah disebutkan diatas. Bentuk-bentuk
kerjasama tersebut antara lain meliputi bidang-bidang (Penjelasan UU
No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Pasal 57):
1. Investasi bersama untuk kestabilan pasar valuta asing,
2. Penyelesaian transaksi lintas negara,
3. Hubungan koresponden,
4. Tukar-menukar informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan
tugas-tugas Bank Sentral, dan
5. Pelatihan/penelitian seperti masalah moneter dan sistem
pembayaran.
Bank Indonesia menjadi anggota di beberapa lembaga dan forum
international atas nama Bank Indonesia sendiri antara lain pada (lihat
Lampiran 1):
1. The South East Asia Central Banks Research and Training
Centre (SEACEN Centre).
2. The South East Asia New Zealand and Australia Forum of
Banking Supervisors (SEANZA).
3. The Executives’ Meeting of East Asian and Pacific Central
Banks (EMEAP)
Selain itu Bank Indonesia juga secara periodik melakukan
pertemuan bilateral dengan 4 (empat) bank sentral di Asia (yaitu
Bank Negara Malaysia, Monetary Authority of Singapore, Bank of
Thailand dan Hong Kong Monetary Authorities).
Sementara itu, Bank Indonesia menjadi anggota di beberapa
lembaga dan forum internasional mewakili negara Republik Indonesia
antara lain pada (lihat Lampiran 1):
1. Association of South East Asia Nations (ASEAN)
2. ASEAN+3 (ASEAN + Cina, Jepang dan Korea)
3. Asian Development Bank (ADB)
4. Asia Pacific Economic Cooperation (APEC)

25

5.
6.
7.
8.
9.

Manila Framework Group (MFG)
Islamic Development Bank (IDB)
Consultative Group on Indonesia (CGI)
International Monetary Fund (IMF)
World Bank, termasuk keanggotaan di International Bank for
Reconstruction and Development (IBRD), International
Development Association (IDA) dan International Finance
Corporation (IFC) dan Multilateral Investment Guarantee
Agency (MIGA)
10. G20 (Intergovernmental Group of 20)3
11. G15 (Intergovernmental Group of 15, sebagai observer)
12. G24 (Intergovernmental Group of 24, sebagai observer)

Dewan Gubernur
Pada umumnya bank sentral dipimpin oleh seorang gubernur,
presiden, chairmain atau sebutan lainnya, dilengkapi dengan satu atau
lebih wakil dan sejumlah anggota Dewan Gubernur atau Executive
Board, Policy Board atau sebutan lainnya. Sebagai contoh, Bank of
Japan memiliki seorang Gubernur, 2 (dua) Deputi Gubernur dan 6
(enam) anggota Policy Board. The Bundesbank memiliki seorang
presiden, seorang wakil dan 6 (enam) anggota Executive Board. The
Federal Reserve Sistem (FedRes) memiliki seorang Chairman,
seorang wakil dan 5 (lima) anggota Dewan Gubernur. Sementara itu
European Central Bank (ECB) memiliki seorang Presiden, seorang
wakil dan 4 (empat) anggota Executive Board.
Masa jabatan dan kemungkinan pengangkatan kembali Dewan
Gubernur akan turut menentukan tingkat independensi dan
akuntabilitas dari bank sentral yang bersangkutan. Menurut Meyer
(2000) masa jabatan Dewan Gubernur yang pendek dengan
kemungkinan diangkat kembali akan membuat bank sentral lebih
akuntable tetapi menurunkan independensinya. Sementara itu masa
jabatan Dewan Gubernur yang panjang tetapi tidak bisa diangkat
kembali akan menurunkan akuntabilitas bank sentral namun akan
meningkatkan independensinya. Sebagai contoh, Dewan Gubernur
FedRes mempunyai masa jabatan 14 (empat belas) tahun dan tidak
3

Anggota group bisa negara bisa juga lembaga multilateral. Meskipun anggota
bertambah, namanya tetap G20. Demikian pula untuk G15 dan G24.

26

dapat diangkat kembali. Dua dari anggota Dewan Gubernur dipilih
sebagai Chairman dan wakil untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan
dapat diangkat kembali selama masih dalam masa jabatan 14 (empat
belas) tahun sebagai anggota Dewan Gubernur. Semua anggota
Executive Board (termasuk Presiden dan wakilnya) dari ECB
mempunyai masa jabatan 8 (delapan) tahun dan tidak dapat diangkat
kembali.
Pengusulan, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan
Gubernur juga akan ikut menentukan tingkat independensi bank
sentral yang bersangkutan. Semakin banyak campur tangan pihak lain
(terutama dalam hal pemberhentian) akan menurunkan tingkat
independensi bank sentral. Sebagai contoh, pengusulan anggota
Dewan Gubernur FedRes diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat
untuk mendapat persetujuan dari Senat. Sedangkan Chairman dan
wakilnya ditunjuk dari anggota Dewan Gubernur oleh Presiden
Amerika Serikat dan dikonfirmasi oleh Senat. Sementara itu, semua
Pemerintah harus setuju apabila ditunjuk sebagai anggota Executive
Board. Prosesnya dimulai dari rekomendasi oleh Council of
Economics and Finance Ministers (ECOFIN) yang beranggotakan
semua Menteri Keuangan negara anggota, sehingga hal ini
mencerminkan konsensus dari semua negara anggota. Setelah
direkomendasi oleh ECOFIN kemudian dikonsultasikan dengan
Parlemen Eropa (European Parliament) dan the Governing Council of
ECB.4 Setelah konsultasi ini, pengangkatan dikonfirmasi oleh kepala
negara anggota euro area.
Selain itu, kedudukan Gubernur dalam struktur ketatanegaraan
juga berpengaruh besar terhadap tingkat independensi bank sentral
yang bersangkutan. Apabila kedudukan Gubernur berada dibawah
Pemerintah, maka Pemerintah akan dapat mempengaruhi kebijakan
yang diambil. Hal ini akan menurunkan independensi bank sentral
yang bersangkutan. Sedangkan apabila kedudukan Gubernur berada
diluar Pemerintah, maka Pemerintah tidak dapat mempengaruhi
kebijakan yang diambil. Hal ini akan meningkatkan independensi
bank sentral yang bersangkutan.
Dewan Gubernur Bank Indonesia
4

The Governing Council terdiri dari anggota Executive Board dan pimpinan bank
sentral dari ke 12 anggota ECB.

27

Dewan Gubernur adalah pimpinan tertinggi Bank Indonesia dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya. Bab VII UU tentang Bank
Indonesia No.23 tahun 1999 menjelaskan panjang lebar mengenai
Dewan Gubernur Bank Indonesia mengenai susunannya, masa
jabatannya, pengangkatan dan pemberhentiannya, tugas dan
wewenangnya,
bagaimana
mereka
menjalankan tugasnya,
persyaratannya dan hal-hal lain mengenai Dewan Gubernur.
Susunan dari Dewan Gubernur terdiri atas seorang Gubernur
sebagai pimpinan, seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil
pimpinan dan 4 (empat) sampai 7 (tujuh) orang Deputi Gubernur
sebagai anggotanya. Saat ini Bank Indonesia memiliki seorang
Gubernur, seorang Deputi Gubernur Senior dan 6 (enam) Deputi
Gubernur.
Masa jabatan Dewan Gubernur maksimum 5 (lima) tahun, dan
mereka hanya dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan berikutnya. Namun demikian, penggantian Dewan Gubernur
diatur secara berkala dimana setiap tahun paling banyak 2 (dua) orang
yang diganti.
Pengangkatan Dewan Gubernur dibagi dua. Gubernur dan Deputi
Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari DPR. Sementara itu,
Deput

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111