Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi

TUGAS EVALUASI KEMP. LAHAN & KES. LAHAN
Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Kopi
Vitra Aditia (13040274078)
Abstrak
Pada tahun 2013 tercatat nilai ekspor perkebunan di Indonesia sebesar US$ 29,476 milyar
atau setara dengan Rp. 353,713 triliun. Ditengah-tengah majunya peradaban yang
terindustrialisasi, perkebunan di Indonesia memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan
dijaga kelestarian lahannya. Penggunaan lahan di Indonesia relatif berubah-ubah, terbukti
dari tahun 1995 lahan seluas 49.300 ha untuk kopi mengalami penurunan ditahun berikutnya
menjadi 46.300 ha. Tahun 1997 – 2001 ketika sebelumnya digalakkan revolusi hijau, terjadi
peningkatan drastis hampir 30% menjadi sekitar 62.000 ha lahan untuk tanaman kopi. Tahuntahun berikutnya diikuti penurunan dan sampai saat ini realatif stagnan pada angka sekitar
47.000 ha tanaman kopi. Perubahan penggunaan lahan secara langsung akan mempengaruhi
eksistensi tanaman kopi. Pembudidayaan kopi akan terhimpit pada lahan-lahan yang
memiliki derajat kesesuaian rendah sehingga menyebabkan produktifitas menurun. Oleh
karenanya, pengetahuan mengenai evaluasi kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk
tanaman kopi penting guna mengurangi tingkat kerugian petani di Indonesia.
Kata kunci : Kemampuan Lahan, Kesesuaian Lahan, Kopi
Kemampuan Lahan
Arsyad (2006) membagi kemampuan lahan menjadi 8 kelas berdasarkan intensitas bahaya
dan pilihan nilai kegunaan. Hasilnya sebagai berikut:

Tabel 1 Kelas Kemampuan Lahan

Secara umum kemampuan lahan kelas I – IV cocok untuk pertanian pada umumnya.
Sedangkan pada kelas V – VII cocok untuk tanaman pepohonan. Perlu disadari bahwa kopi
merupakan sejenis pohon, maka kopi akan lebih efisien dengan kelas V – VII. Keefisienan
tersebut berdasarkan pada kenyataan bahwa kopi bukanlah pangan pokok seperti beras dan
jagung yang membutuhkan lahan kelas lebih tinggi. Kopi cocok ditanam di daerah dengan
potensi rawan longsor atau erosi karena daya tahan akarnya mampu mereduksi erosi dan
sersah hasil ranting maupun daun rontok mampu menahan kecepatan air melimpas dan
menahan lama waktu tanah untuk berinfiltrasi.
Arsyad membagi klasifikasi lahan dengan tipologi data ordinal. Tiap faktor penyebab memiliki potensi
dengan nilai tak tentu sehingga menyebabkan penghitungan menjadi dominan kualitatif. Klasifikasi
Arsyad lebih cocok untuk membedakan kesesuaian lahan dalam skala yang lebih besar dan
generalisasi yang lebih luas, yakni kesesuaian lahan untuk Cagar alam, Hutan, Penggembalaan,

dan Pertanian.
Karlen dalam Arsyad (2006:262) menyatakan bahwa sifat-sifat lahan (Land Characteristics)
adalah atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat diukur atau diperkirakan, seperti
tekstur tanah, struktur tanah, kedalaman tanah, jumlah curah hujan, distribusi hujan,
temperatur, drainase tanah, jenis vegetasi dan sebagainya. Menurut CSR/FAO (dalam

Sitorus:60), untuk keperluan evaluasi lahan tingkat tinjau dibutuhkan 15 ciri lahan yang
dikelompokkan kedalam 7 kualitas lahan yaitu:
Tabel 2 Karakteristik dan Kualitas Lahan

Kesesuaian Lahan Kopi
Berikut adalah tabel dari Dwikki untuk penelitian Pengembangan Kawasan Agropolitan
untuk Komoditas Kopi pada SKPP I di Kabupaten Jombang

Tabel 3 Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi

Kualitas/Karakteristik
Lahan

Simbo
l

Temperatur

(t)


Ketersediaan air
- Bulan Kering
(28-32
19-5-6

N
(Tidak
Sesuai)
>32
6

>2500-3000

>3000-4000
1250-4000
< 1250

45 - 80

80 – 90

35 – 45

>90
30- 25 – 28
>3-5

(r)

- Tekstur
Penyiapan tanah
- Konsistensi

Tingkat Kesesuaian
S1
(Sangat Sesuai)

(p)

(e)


Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.
Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau
setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Struktur klasifikasi kesesuaian lahan
menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo,
Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat
ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan
yang tidak sesuai (N=Not Suitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat
ordo. Berdasarkan tingkat detail data yang tersedia pada masing-masing skala pemetaan,
kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi: (1) Untuk pemetaan tingkat semi detail (skala
1:25.000-1:50.000) pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke
dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3).
Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas.

(2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan
atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).
Kelas S1 : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap
penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan
berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.
Kelas S2 : Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh
terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut

biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.
Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan
sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih
banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3
memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi)
pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N : Lahan yang karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit
diatasi. Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian
lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat
tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas
S3rc, sesuai marginal dengan pembatas.
Langkah-langkah Evaluasi Lahan
Setelah jelas karakteristik kesesuaian lahan dan kemampuan lahan yang diperlukan bagi
tanaman kopi, bagaimanakah cara untuk mengevaluasi lahan?. Apakah seseorang perlu
menyusuri tiap jengkal lahan untuk memastikan kesesuaiannya?. Ataukah seseorang harus
bertindak seperti ahli laboratorium dengan cara trial and error bertahun-tahun agar hasilnya
jelas?.
Penghampiran dua Tahap

Penghampiran pararel

Konsultasi
Pendahuluan

Survei Tanah

Survei Tanah
Tahap I
Kualifikasi
Lahan Kualitatif

Kualifikasi
Lahan Kualitatif
& Kuantitatif

Analisa Sosial
dan Ekonomi
Tahap II
Klasifikasi Lahan
Kuantitatif


Bagan 1 Penghampiran Evaluasi Lahan

Perencanaan

Analisa Sosial
dan Ekonomi

FAO (1976) dalam Sarwono Hardjowigeno memberikan pendekatan evaluasi lahan sebagai
berikut:
Penghampiran dua tahap terbagi menjadi klasifikasi kualitatif dan analisa sosial ekonomi.
Klasifikasi evaluasi lahan didasarkan pada kecocokan penggunaan lahan seperti pertanian
secara umum, penggembalakan, cagar alam, dsb. Setelah laporan selesai, tahap kedua yakni
analisa sosial-ekonomi.
Penghampiran pararel lebih cocok untuk pengembangan wilayah seperti yang dilakukan
Dwikki dalam penelitiannya. Hasil dalam penghampiran ini mampu memberikan petunjuk
mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Namun
secara struktural, penghampiran dua tahap lebih sistematis karena memisahkan kualifikasi
lahan dan analisa sosial-ekonomi.
Survei tanah tidak melulu berupa kunjungan lapangan. Peneliti dapat menggunakan peta
tanah yang telah banyak dipublikasikan oleh lembaga ilmiah seperti BIG, USGS, dan

semacamnya. Pemetaan basis WebGIS dan aplikasi software GIS juga dapat diterapkan untuk
pemetaan tanah. GIS membantu penyelesaian evaluasi secara menyeluruh, mulai dari entry
data sampai output data yang berarti diharapkannya hasil evaluasi lahan berupa peta
kesesuaian lahan.
Berikut adalah bagan dari INFO DAS Surakarta No. 15 Th. 2003

Ada bagian inti dalam analisis SIG untuk evaluasi kesesuaian lahan, yakni tahap persiapan,
tahap survei lapangan dan pengumpulan data penunjang, serta tahap analisa. Tahap persiapan
meliputi interpretasi dan klasifikasi guna mengetahui batasan satuan unit lahan. Memasuki
tahap survei lapangan akan melakukan inventarisasi sumber daya lahan yang didukung
dengan data penunjang seperti data curah hujan, data administrasi, data jenis tanah, dsb.
Inventarisasi dan data penunjang yang didapat haruslah dipetakan secara digital agar
memungkinkan memasuki analisis SIG. Memasuki tahap analisa data, peta-peta yang
diperoleh ditumpang-tindihkan (Overlay) untuk mengetahui kriteria dan kesesuaian lahan.
Dari proses tersebut akan menghasilkan peta Klasifikasi dan Kesesuaian Penggunaan Lahan.
Artinya, yang jelas dipakai peneliti kesesuaian lahan adalah metode matching, yakni berupa
mencari daerah mana yang memenuhi S1, S2, S3, dan N.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.

Badan Pusat Statistik. Luas Areal Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman (000
Ha), 1995-2014). Diunduh di
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/54#subjekViewTab3|accordion-daftar-subjek3
Direktorat Jenderal Perkebunan. Statistik Perkebunan Indonesia 2013 – 2015 : Kopi. Jakarta :
Direktorat Jenderal Perkebunan
INFO DAS Surakarta No. 15 Th. 2003
Sitorus, S. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung : Penerbit Tarsito.
Widiatmaka, Sarwono H. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan & Perencanaan Tataguna
Lahan. Yogyakarta : Gadjah Mada Press
Wijayanto, Dwikki R Y. 2015. Pengembangan Kawasan Agropolitan untuk Komoditas Kopi
pada SKPP I di Kabupaten Jombang. Skripsi Universitas Negeri Surabaya. Tidak
Diterbitkan