KONSEP penerapan TOTAL QUALITY MANAJEMEN

KONSEP TOTAL QUALITY MANAJEMEN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Total quality manajemen (TQM) berasal dari kata “Total” yang berarti keseluruhan atau
terpadu, “Quality” yang berarti mutu, dan “Management” diartikan dengan pengelolaan.
Manajemen didefinisikan sebagai proses planning, organizing, staffing, dan controlling terhadap
seluruh kegiatan dalam organisasi. Dalam pengertian mengenai organisasi Total Quality
Manajemen, penekanan utama adalah pada mutu yang didefinisikan dengan mengerjakan segala
sesuatu dengan baik sejak dari awalnya dengan tujuan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Hal
inilah yang melatar belakangi konsep zero defect. Kesalahan atau cacat (defect) hanya akan
terjadi bila sejak dari proses awal tidak ditekankan masalah mutu. Selain itu, perusahaan harus
membayar mahal bila produk atau jasanya tidak laku karena tidak dapat memenuhi kebutuhan
dan harapan pelanggan atau tidak berorientasi pada kepuasan pelanggan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.

Sejarah Singkat Perkembangan Total Quality Manajemen;

2.


Pengertian Total Quality Management;

3.

Perbedaan TQM dengan Manajemen Lainnya;

4.

Konsep Total Quality Management;

5.

Prinsip dan Unsur Total Quality Management;

6.

Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan TQM.
C. Tujuan
Dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Total

Quality Manajemen serta prinsip-prinsipnya.
D. Manfaat

Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut:
Mahasiswa dapat mengetahui definisi dari Total Quality Manajemen serta konsepnya.

BAB II
PEMBAHASAN
Total Quality Manajemen
A. Sejarah Singkat Perkembangan TQM
Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi dan gerak oleh bapak manajemen
Ilmiah, Frederick Winston Taylor, pada dekade 1920-an. Ada beberapa peristiwa dalam evolusi
gerakan total quality di Amerika Serikat yang telah dirangkum dibawah ini yaitu:
Tahun

Kejadian Bersejarah

1911

Frederick W. Taylor mempublikasikan bukunya The Principles of Scentific

Management, yang melahirkan berbagai teknik, seperti studi waktu dan gerak.

1931

Walter A. Shewhart dari Bell Laboratories memperkenalkan statistical quality
controldalam bukunya Economic Control of Quality of Manufacturing Products.

1940

W. Edwards Deming membantu U.S. Bureau of Census dalam menerapkan teknikteknik sampling statistic.

1941

W. Edwards Deming mengajarkan teknik-teknik pengendalian kualitas di U.S. War
Department.

1950

W. Edwards Deming mengajarkan mata kuliah mengenai kualitas kepada para
ilmuan, insinyur, dan eksekutif perusahaan Jepang.


1951

Joseph M. Juran mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality Control
Handbook.

1961

Martin Company (kemudian bernama Martin-Marietta) membangun rudal pershing
yang memiliki tingkat kerusakan nol.

1970

Philip Crosby memperkenalkan konsep zero defects.

1979

Philip Crosby mempublikasikan bukunya yang berjudul Quality is Free.

1980


Siaran dokumentasi TV if Japan Can …. Why Can’t We? Memberi pengakuan
kepada W. Edwards Deming di USA.

1981

Ford Motor Company mengundang W. Edwards Deming untuk berbicara di
hadapan eksekutif puncaknya, memelopori hubungan produktif antara produsen
mobil dan pakar kualitas.

1982

W. Edwards Deming menerbitkan buku berjudul Quality, Productivity, and
Comperative Position.

1984

Philip Bing Crosby menerbitkan buku berjudul Quality Without Tears: The Art of
Hassle Free Management.


1987

Konggres Amerika Serikat menetapkan Malcolm Baldrige National Quality Award.

1988

Secretary of Defense Frank Carlucci memerintahkan U.S. Department of Defense
untuk mengadopsi total quality.

1989

Florida Power and Light berhasil menjadi perusahaan non-Jepang pertama yang
berhasil memenangkan Deming Prize.

1993

Total quality approach diajarkan universitas-universitas di Amerika Serikat.

Aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara
perencanaan dan pelaksanaan. Meskipun pembagian tugas telah menimbulkan peningkatan besar

dalam hal produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas tersebut telah menyisihkan konsep
lama mengenai keahlian/keterampilan, di mana individu yang sangat terampil melakukan semua
pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah
Taylor mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajemen dan tugas tenaga kerja.
Untuk mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan, maka dibentuklah departemen
kualitas yang terpisah.
Seiring dengan meningkatnya volume dan kompleksitas manufacturing, kualitas juga
menjadi hal yang makin sulit. Volume dan kompleksitas mendorong timbulnya quality
engineering pada tahun 1920-an dan reliability engineering pada tahun 1950-an. Quality
engineering

sendiri

mendorong

timbulnya

penggunaan

metode-metode


statistik dalam

pengendalian kualitas, yang akhirnya mengarah pada konsepcontrol charts dan statistical
process control. Kedua konsep terakhir ini merupakan aspek fundamental daritotal quality
management.

Sekalipun konsep TQM banyak dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan Jepang,
tetapi tidak dapat dinyatakan bahwa TQM ‘made in Japan’. Hal ini dikarenakan banyak aspek
TQM yang bersumber dari Amerika Serikat (Schmidt dan Finnigan, 1992 dalam Bounds, et.al,
1994 : 61) di antaranya sebagai berikut:
1. Manajemen ilmiah, yaitu berupaya menemukan satu cara terbaik dalam melakukan suatu
pekerjaan.
2. Dinamika kelompok, yaitu mengupayakan dan mengorganisasikan kekuatan pengalaman
kelompok.
3. Pelatihan dan pengembangan yang merupakan investasi dalam sumber daya manusia.
4. Motivasi berprestasi.
5. Keterlibatan karyawan.
6. Sistem sosioteknikal, di mana organisasi beroperasi sebagai sistem yang terbuka.
7. Pengembangan organisasi.

8. Budaya organisasi, yakni menyangkut keyakinan, mitos, dan nilai-nilai yang mengarahkan
perilaku setiap orang dalam organisasi.
9. Teori kepemimpinan baru, yakni menginspirasikan dan memberdayakan orang lain untuk
bertindak.
10. Konsep lingking-pin dalam organisasi, yaitu membentuk tim fungsional silang.
11. Perencanaan strategik.
B. Pengertian TQM
Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus
atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan.[1]
Total quality management juga dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari
perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork,
produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135).
Definisi lainnya menyatakan bahwa Total quality management merupakan sistem manajemen
yang menyangkut kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasaan pelanggan
dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p. 33)[2]

Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar
dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang
terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan

terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki
kemampuan

komponen-komponen

tersebut

secara

berkesinambungan

adalah

dengan

menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama
yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan
melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan
labanya melalui dua rute, yaitu:

1. Rute pasar. Perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya
semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah kepada penghasilan
sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar.
2. Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan
kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang
diperoleh akan meningkat.
C. Perbedaan TQM dengan Metode Manajemen Lainnya
Ada

empat

perbedaan

pokok

antara

TQM

dengan

metode

manajemen

lainnya. Pertama, asal intelektualnya. Sebagian besar teori dan teknik manajemen berasal dari
ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi mikro merupakan dasar dari sebagian besar teknik-teknik
manajemen keuangan, ilmu psikologi mendasari teknik pemasaran dan decision support system,
dan sosiologi memberikan dasar konseptual bagi desain organisasi. Sementara itu dasar teoritis
dari TQM adalah statistika. Inti dari TQM adalah Pengendalian Proses Statistikal
(SPC/Statistical Process Control) yang didasarkan pada sampling dan analisis varians.
Kedua, yakni sumber inovasinya. Bila sebagian besar ide dan teknik manajemen
bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi
manajemen sebagian besar dihasilkan oleh para pionir yang pada umumnya adalah insinyur
industri dan ahli fisika yang bekerja di sektor industri dan pemerintah.
Ketiga, yakni asal negara kelahirannya. Kebanyakan konsep dan teknik dalam
manajemen keuangan, pemasaran, manajemen strategik, dan desain organisasi berasal dari

Amerika Serikat dan kemudian tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya TQM semula berasal dari
Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke
Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari
Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan
integritas dari Eropa dan Asia.
Keempat, yakni proses diseminasi atau penyebaran. Penyebaran sebagian besar
manajemen modern bersifat hirarkis dan top-down. Yang mempeloporinya biasanya adalah
perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Electric, IBM, dan General Motors. Sedangkan
gerakan perbaikan kualitas merupakan proses bottom up, yang dipelopori perusahaan-perusahaan
kecil. Dalam implementasi TQM, penggerak utamanya tidaklah selalu CEO, tetapi seringkali
malah manajer departemen atau manajer divisi.[3]
D. Konsep TQM
Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu penerapan
metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku
maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkat tertentu di mana
kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. TQM lebih merupakan sikap
dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. TQM
menghendaki komitmen dari manajemen sebagai pemimpin organisasi di mana komitmen ini
harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan dalam semua level atau departemen dalam
organisasi. TQM bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus
dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan bila
organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada mutu dan menjadikan mutu sebagaiway of
life.
Pengendalian, sistem, dan teknik-teknik sangat diperlukan dalam penerapan TQM, tetapi
semuanya itu bukan merupakan kebutuhan utama. Yang terpenting dalam penerapan TQM adalah
keterlibatan secara menyeluruh setiap orang dalam organisasi atau perusahaan tersebut untuk
mengubah budaya (culture) yang lama menjadi budaya baru. Perubahan tersebut antara lain:
1. Dari kerahasiaan atau sesuatu yang bersifat selentingan menjadi komunikasi terbuka antar
seluruh anggota organisasi atau perusahaan. Dengan keterbukaan maka kerjasama akan terwujud,
dan dengan keterbukaan, maka kesalahpahaman dapat segera teratasi.

2. Dari pengendalian menjadi pemberdayaan. Karyawan tidak mau kalau secara terus menerus
dimonitor. Mereka ingin selalu dilibatkan, diajak berdiskusi, dan berpendapat. Mereka juga harus
diserahi tanggung jawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan
mendapat penghargaan atas prestasi yang diraih.
3. Dari inspeksi menjadi pencegahan. Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap barang atau produk
jadi setelah keluar dari proses produksi. Sehingga bila ada produk yang cacat atau tidak sesuai
dengan spesifikasi pelanggan, akan dibuang atau diadakan pengerjaan ulang. Hal inilah yang
membuat perusahaan harus membayar mahal. Dalam TQM tidak ada lagi istilah inspeksi,
melainkan pencegahan. Artinya, sejak dari perencanaan produk. Proses produksi hingga menjadi
produk akhir menghasilkan cacat atau kesalahan nol (zero defect).
4. Dari fokus internal dan fokus eksternal, fokus internal adalah perhatian perusahaan atau
organisasi pada kemampuan yang dimiliki saja, sehingga proses produksi dilaksanakan
berdasarkan kemampuan tanpa memperhatikan permintaan pelanggan (push system)
sedangkan TQM menganggap bahwa cara berproduksi seperti ini adalah pemborosan. TQM
lebih memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan (eksternal fokus) sehingga
melaksanakan proses produksi tarik (pull system).
5. Dari biaya dan penjualan menjadi kesesuaian terhadap mutu. Semula, perusahaan atau organisasi
hanya memperhatikan masalah biaya dan waktu produksi. Namun kondisi tersebut kemudian
berubah menjadi mutu produk yang menjadi orientasinya. Mutu produk yang dimaksud di sini
adalah dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan. Barang atau jasa dikatakan
bermutu bila mampu mengurangi biaya (cost reduction), menghilangkan pemborosan
(eliminating waste), menyampaikan secara tepat waktu (faster delivery), dan menjual dengan
harga rendah ( lower price). Apabila hal tersebut tercapai, maka profit meningkat.
6. Dari stabilitas menjadi perubahan dan perbaikan secara terus menerus. Kondisi yang tidak
berubah bukannya membawa keuntungan dan manfaat bagi perusahaan. Justru perusahaaan atau
organisasi yang mau berubah dan mau secara terus menerus mengadakan perbaikan itulah yang
akan berhasil dengan baik. Dalam kondisi yang serba stabil, orang tidak akan pernah mau
belajar. Sementara dalam organisasi yang menggunakan filosofi TQM dituntut untuk selalu
belajar atau berubah, memperbaiki atau meningkatkan kemampuannya, karena prinsip TQM
yang continuous quality improvement.

7. Dari hubungan yang sifatnya persaingan menjadi hubungan kerjasama. Dalam organisasi yang
menggunakan konsep TQM semua pihak yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan organisasi tersebut (pemasok, pelanggan, pesaing, dan lain-lain) adalah teman
atau saudara. Hal ini menuntut adanya kerjasama yang kuat dan saling membantu. Hubungan
erat dan kerjasama yang baik dengan pelanggan akan membuat mereka terbuka untuk
memberikan kritik dan saran untuk peningkatan produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan.
8. Dari pengalokasian dan melemparkan hal-hal yang tidak diketahui menjadi penyelesaian semua
masalah sampai akar-akarnya. Perusahaan biasanya akan menutupi masalah yang dihadapi dan
bersikap pura-pura tidak tahu, atau membenci siapa pun yang mengetahui permasalahan yang
ada. Perusahaan atau organisasi yang menganut filosof TQM justru akan menghadapi semua
permasalahan yang ada, mencari penyelesaian hingga tuntas.
Untuk dapat menerapkan TQM pada industri jasa diperlukan beberapa konsep dasar,
teknik dan langkah-langkah penerapannya, antara lain:
a) Memfokuskan pada produk (yang dalam hal ini adalah jasa yang ditawarkan) dan pelanggan.
b) Kepemimpinan dalam organisasi jasa yang mendukung pelaksanaan filosof TQM.
c) Budaya organisasi (yaitu budaya organisasi yang berorentasi mutu).
d) Komunikasi yang efektif antar seluruh personil dalam organisasi maupun antara para personil
organisasi dengan pelanggan.
e)



Pengetahuan atau keahlian karyawan dalam melaksanakan filosofi TQM.

f)

Tanggung jawab para karyawan.

g) Manajemen berdasarkan data dan fakta.
h) Sudut pandang jangka panjang.
Total quality management merupakan sekumpulan langkah yang harus dilalui tingkat
demi tingkat untuk dapat menerapkannya. Pada dasarnya untuk dapat menerapkan total quality
management yang paling diperlukan adalah dukungan atau komitmen dari pimpinan puncak,
komunikasi antar seluruh anggota organisasi, dan adanya perubahan budaya.[4]
E. Prinsip dan Unsur Pokok TQM
TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas
kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu

organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam scheuning dan Christopher, 1993: 165-166), ada
empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah:
1. Kepuasan pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna
kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan
itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan
diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan, dan
ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk
memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang
diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Makin tinggi nilai yang
diberikan, maka makin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai
individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan
merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam
organisasi diperlukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam
tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Meksudnya bahwa setiap keputusan selalu
didasarkan pada data, bukan sekedar perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan
dengan hal ini.Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak
dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan mengingat katerbatasan sumber
daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam
organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau
variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas
yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi hasil
dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perubahan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan
perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (plan-

do-check-act-analyze) yang terdiri atas langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan
korektif terhadap hasil yang diperoleh.[5]
Sepuluh unsur utama TQM adalah:
a.

Fokus pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
merupakan driver. Pelangan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan ualitas
manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.[6]

b. Terobsesi dengan mutu, yaitu dengan menjadikan mutu sebagai pegangan atau pandangan hidup
seluruh anggota organisasi atau perusahaan.
c.

Menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal
ini disebabkan pendekatan ilmiah dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.

d. Komitmen jangka panjang. Usaha peningkatan atau perbaikan mutu bukan merupakan loncatan
(quantum leap). Melainkan merupakan suatu proses jangka panjang yang berkesinambungan.
Oleh karena itu, dalam melaksanakan total quality, perhatian kita harus berpusat pada masa
mendatang yang berjangka jauh ke depan, bukan untuk jangka pendek.
e.

Kerja tim (teamwork). Ada prinsip yang mengatakan bahwa pemikiran sekumpulan orang lebih
baik daripada hanya satu orang, sehingga hasil yang dapat diperoleh akan lebih baik bila semua
pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama. Pemberian upah dan penghargaan pun tidak
dilaksanakan secara individu, melainkan juga merupakan penilaian kelompok.

f.

Continual process improvement. Mutu hanya bisa dicapai bila selalu diadakan perbaikan dan
penyempurnaan walau hanya kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip Kaizen “little better everyday”.

g. Pendidikan dan pelatihan. Karena untuk menciptakan sesuatu yang bermutu, maka orang harus
mau belajar dan berlatih sampai kapan pun. Hal ini akan membentuk dan meningkatkan pola
pikir yang selalu berorientasi pada proses perbaikan.
h. Tidak ada pengendalian (freedom from control). Perusahaan atau organisasi yang berorientasi
pada total quality tidak lagi menggunakan statistical process control yang hanya merupakan
penilaian produk akhir, melainkan setiap karyawan harus mengendalikan sendiri dirinya untuk
membuat atau memberikan atau menerima produk yang benar-benar bebas cacat.
i.

Keseragaman tujuan. Dengan adanya kesamaan tujuan maka kegiatan akan dapat dilakukan
dengan mudah dan tidak ada pertentangan dalam pelaksanaannya.[7]

j.

Keterlibatan

dan

pemberdayaan

karyawan. Keterlibatan

dan

pemberdayaan

karyawan

merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan
membawa dua manfaat utama. Pertama, meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan
yang yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup
pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi
kerja. Kedua, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan
melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
F. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegagalan TQM
Apabila suatu organisasi menerapkan TQM dengan cara sebagaimana mereka
melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM sebagai
obat ajaib atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak
awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan
total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan
pelatihan-pelatihan khusus.
Selain dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang
tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi
memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan antara lain:
1. Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.
Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak
manajemen di mana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung
jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka
peluang terjadinya kegagalan sangat besar.
2. Team mania.
Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang
dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik
terhadap perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif,
sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi
harus

melakukan

perubahan

budaya

supaya

kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum
pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
3. Proses penyebarluasan (deployment)
Ada

organisasi

yang

mengembangkan

inisiatif

kualitas

tanpa

secara

berbarengan

mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya
operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan
para manajer, serikat kerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi
pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan, dan
kesadaran.
4. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau
pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak
ada satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas
lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi. Bahkan pakar kualitas
mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka
masing-masing.
5. Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan
berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik,
mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan
waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru,
bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa
pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
6. Empowerment yang bersifat prematur.
Banyak perusahaan yang kurang memahami makna pemberian empowerment kepada para
karyawan. Mereka mengira bahwa karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam
mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan
memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus
dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu sebenarnya mereka
membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.[8]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1. Evolusi gerakan total quality dimulai dari masa studi dan gerak oleh bapak manajemen Ilmiah,
Frederick Winston Taylor, pada dekade 1920-an.
2. TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk
memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa,
tenaga kerja, proses dan lingkungan.
3. Perbedaan TQM dengan manajemen lainnya adalah:
a.

Asal intelektualnya;

b. Sumber inovasinya;
c.

Asal negara kelahirannya;

d. Proses diseminasi atau penyebarannya.
4. Yang terpenting dalam penerapan TQM adalah keterlibatan secara menyeluruh setiap orang
dalam organisasi atau perusahaan tersebut untuk mengubah budaya (culture) yang lama menjadi
budaya baru.
5. Prinsip-prinsip TQM adalah:
a.

Kepuasan pelanggan;

b. Respek terhadap setiap orang;
c.

Manajemen berdasarkan fakta;

d. Perbaikan berkesinambungan.
6. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan TQM:
a.

Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior;

b. Team mania;
c.

Proses penyebarluasan (deployment);

d. Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis;

e.

Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis;

f.

Empowerment yang bersifat premature.

[1] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001), hlm.24-28

Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana, Total Quality
Management, (Kawasan Candi Gebang: Andi Offset Yogyakarta,
1998), hlm. 4
[3] Ibid, hlm. 10-13
[2]

[4] Dorothea Wahyu Ariani, Manajemen Kualitas, (Yogyakarta: cetakan pertama,
1999), hlm.23-35

M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2001), hlm. 33-34
[6] 15
[7] M.N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2001), hlm. 33-34
[8] Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana, Total Quality
Management, (Kawasan Candi Gebang: Andi Offset Yogyakarta,
1998), hlm. 18-21
[5]

Diposkan oleh Vitha Hanafiyah di 01.09