Keadilan tidak sama dengan kesamarataan

Muhammad Said Hannaf.
Malang 1 Desember 2015/19 Shafar 1437H

Keadilan Bukan Kesamarataan

Islam menegakkan keadilan dan kejujuran dalam produksi maupun
distribusi kekayaan dan dalam pemilikan alat-alat untuk mencari mata
pencaharian. Namun Islam juga menyadari bahwa, sama halnya dengan
soal-soal alami yang lain, tidak akan ada kesamaan di antara manusia dalam
hal barang-barang ekonomi

maupun pemilikan kekayaan duniawi.

Ketimpangan ini telah disampaikan oleh Al Quran sebagai bagian dari aturan
ekonomi ketuhanan. Al Quran tidak melihat ketimpangan dalam distribusi
tersebut sebagai pahala ataupun hukuman dan tidak pula berusaha untuk
melenyapkannya, karena tidak ada ada dua orangpun di dunia in yang
dianugerahi kemampuan mental dan fisik yang seratus persen sama.
Dengan mengakui ketimpangan sebagai bagian dari rencana ketuhanan,
maka Al Quran menasihati para pemeluknya agar tidak merasa iri hati
kepada saudaranya yang mendapat anugerah lebih. Dengan melebihkan

sebagian dari anda atas sebagian yang lain dalam status maupun dalam
pemberian, tuhan sebenarnya mencoba dan menguji manusia, apakah mereka
bersyukur kepada-Nya dalam kebaikan dan bersabar dalam keburukan.
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian
daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. [An Nisaa’ : 32]
Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan

Muhammad Said Hannaf.
Malang 1 Desember 2015/19 Shafar 1437H

sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa
yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [Al An’aam : 165]
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki,
tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada
budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa
mereka mengingkari nikmat Allah? [An Nahl :71]

Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya. [Al Israa:30]
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara
mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat
mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan. [Az Zukhruf: 32]

Ketimpangan ekonomi di antara manusia bukan saja alami melainkan
juga karunia untuk menyucikan jiwa manusia dan pengembangan pribadi.
Mereka yang memiliki sedikit alat pemuas kebutuhan hidup hendaknya
belajar bersabar dan tidak cemburu, demikian pula, mereka yang
memilikinya berlimpah hendaknya belajar untuk bersyukur kepada Allah,
berlaku baik dan murah hati kepada kaum miskin serta mengorbankan milik
mereka di jalan Allah.
Sebenarnya, Islam mengajar manusia untuk menganggap perbedaan
kekayaan itu sebagai ujian; dengannya Allah mengujinya di dunia ini.
Dengan menganugerahkan harta yang banyak kepada sebagian manusia.


Muhammad Said Hannaf.
Malang 1 Desember 2015/19 Shafar 1437H

Allah hendak melihat bagaimana mereka menggunakannya; apakah mereka
anggap karunia itu sebagai milik probadi sambil mengabaikan hak kaum
miskin di dalamnya ataukah mereka anggap diri mereka sebagai pemegang
amanah harta yang telah Allah anugerahkan kepadanya itu lalu
membelanjakannya di jalan Allah demi kesejahteraan saudara-saudara
mereka yang miskin.
Namun demikian, Islam tidak menjadikan perbedaan kepemilikan harta
antarmanusia ini agar sedikit orang kaya itu hidup dalam kemudahan dan
kemewahan karena dapat mengendalikan sebagian benar kekayaan
masyarakat sementara mayoritas orang lain yang hanya menguasai kekayaan
masyarakat dalam jumlah yang amat sedikit hidup dalam kemiskinan,
kepapaan dan kelaparan. Menurut Islam, perbedaan kekayaan itu tidak boleh
melebihi batas yang alami dan masuk akal, karena jika hal itu terjadi maka
itu berarti bahwa masyarakat yang bersangkutan mengundang murka Allah
dan akhirnya menemui kehancurannya alamiahnya sendiri. Nabi kaum
muslimin bersabda: “jika seseorang melewatkan suatu malam di sebuah kota
dan menderita lapar hingga pagi, maka janji berupa perlindungan Allah

untuk kota tersebut berakhir.” oleh karena itu, Islam tidak membiarkan
perbedaan antara si kaya dan si miskin itu berkembang hingga mencapi batas
yang tak mungkin dikendalikan lagi sehingga akan dapat menggaggu
kedamaian masyarakat. Sekalipun tidak mengakui adanya kesamarataan
penuh dalam pemilikan sarana ekonomi, Islam sepenuhnya mendorong
terwujudnya keadilan sosial-ekonomi. Islam menghendaki distribusi
pendapatan kekayaan yang adil dan merata dan menjamin bahwa negara
Islam mencukupi kebutuhan dasar seluruh warganya.

Muhammad Said Hannaf.
Malang 1 Desember 2015/19 Shafar 1437H

Dalam Buku Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar, Dr Muhammad
Sharif Chaudry.