PENGEMBANGAN ALAT UJI PUNTIRAN SEBAGAI M

PENGEMBANGAN ALAT UJI PUNTIRAN SEBAGAI MEDIA
BELAJAR UNTUK POKOK BAHASAN PUNTIRAN
DALAM MATAKULIAH MEKANIKA TEKNIK
Heru Suryanto
Jurusan Teknik Mesin Universitas Negeri Malang

Abstrak: penelitian ini bertujuan untuk membantu proses pembelajaran puntiran
melalui prosedur eksperimental dalam menentukan kaidah-kaidah dalam materi
puntiran dan sebagai upaya rintisan pengadaan sarana praktikum pengujian
fenomena dasar mesin. Hasil yang diperoleh pada kegiatan ini berupa media
belajar alat uji puntiran. Karakteristik dari alat ini adalah mampu membebani
batang puntir dengan beban maksimum 3 Nm, dapat digunakan untuk batang
puntir dengan diameter antara 9,6 – 10 mm dan panjang maksimum 430 mm. Alat
uji puntiran memberikan hasil modulus geser yang lebih mendekati kondisi yang
ada direferensi untuk logam aluminium sehingga lebih tepat bila digunakan untuk
logam yang lunak
Kata-kata kunci: puntiran, modulus geser, media belajar

Dalam lingkup pendidikan, upaya
meningkatkan kualifikasi lulusan terutama
dibidang

keteknikan
maka
diperlukan untuk memperbaiki pengembangan pembelajaran teknik. Terdapat tiga
aspek utama yang harus diperhatikan
dalam mengembangkan pembelajaran
teknologi, yaitu: (1) aspek pengajaran
teoritik harus sejajar dan bersamaan
dengan kemajuan IPTEKS, (2) aspek
pengajaran terapan harus terkait dengan
perkembangan dunia industri, dan (3)
perlu pengembangan kemampuan penguasaan alih prinsip umum sebagai
pengembangan daya adaptasi. Tuntutan ke
tiga aspek tersebut menempatkan betapa
penting
keberadaan
dan
peranan
laboratorium, baik sebagai sumber belajar
maupun sebagai pengembangan pembelajaran (Mukhadis, 2000).
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran teknik sangat tidak cocok jika hanya

mengunakan metode ceramah/verbal,

melainkan harus memberikan instruksi
terlebih dahulu sesuai dengan tema yang
dibicarakan dan siswa, kemudian pengajar
menunjukkan bagian-bagian, kegunaan
dan proses kerja dari tema yang
dibicarakan kemudian melakukan demonstrasi alat. Jadi dalam pembelajaran
teknik, alat praktikum adalah media
belajar yang perlu untuk diadakan. Hal ini
sejalan dengan pendapat Sosrohadisewoyo
(1997) dalam Mukhadis (2000) bahwa
dalam pelaksanaan pendidikan profesional (teknisi, guru SMK, instruktur
pelatihan), kegiatan praktikum di laboratorium memberikan kontribusi besar
dalam pembentukan kompetensi yang
telah ditetapkan. Ketiadaan dukungan alat
praktikum mengakibatkan kesulitan dalam
mengembangkan metode pengajaran dan
menciptakan iklim belajar yang kondusif.
Mekanika Teknik merupakan

matakuliah dasar keteknikan yang wajib
dikuasai
oleh
mahasiswa
teknik.

Matakuliah
ini
memiliki
tuntutan
prasyarat prinsip dan konsep yang
memadai. Target kompetensi yang ingin
dicapai adalah penguasaan teori dan sikap
yang benar terhadap suatu permasalahan
keteknikan (bidang mekanika). Tanpa
dukungan peralatan maka proses belajar
mengajar matakuliah tersebut dihadapkan
pada suatu tantangan yang serius, dimana
mahasiswa hanya akan mengetahui teori
saja, tanpa memiliki kemampuan dalam

menerapkan teori pada problema yang
nyata sehingga skill dan sikap sebagai
teknolog akan sulit untuk tertanam. Dalam
kondisi demikian, diperlukan upaya untuk
merintis pengadaan komponen-komponen
sistem pengajaran untuk memperkuat
kondisi pengajaran matakuliah tersebut.
Berdasarkan
kajian
materi
perkuliahan Mekanika Teknik maka
kondisi perkuliahan di kelas selama ini,
menunjukkan fakta bahwa banyak materi
perkuliahan yang memungkinkan menggunakan media pembelajaran berupa alat
yang aktual untuk visualisasi dan
pembuktian suatu teori secara eksperimental, seperti materi tekuk (buckling),
puntiran dan lendutan/defleksi. Selama ini
perkuliahan mekanika khususnya pokok
bahasan puntiran hanya disampaikan
dengan metode ceramah dan perhitungan

teoritis biasa. Karena perkulihan bersifat
teoritis maka mahasiswa tidak memperoleh pengalaman teknik praktis sebagai
aplikasi dari teori yang diperoleh. Padahal
dalam pengajaran teknik, pengajaran
materi perkuliahan yang menyangkut
proses kerja suatu mesin dan prosedur
pengujian bahan atau mesin tentunya akan
lebih tepat apabila mahasiswa dihadapkan
pada peralatan yang nyata. Dengan
demikian mahasiswa akan mempunyai
pengalaman teknik yang lebih matang.
Jadi pada proses pembelajaran puntiran
akan lebih baik bila dalam perkuliahan
tersebut menggunakan media untuk
memvisualisasikan konsep persoalan
puntiran baik untuk poros maupun balok
dan membuktikan secara eksperimental

konsep puntiran yang meliputi sudut
puntir, momen torsi dan modulus

elastisitas
geser
sehingga
dapat
menajamkan konsep dan memudahkan
pemahaman mahasiswa. Dengan demikian
materi yang disajikan dan poses
pembelajaran akan semakin berkualitas
dan akan memperkuat minat mahasiswa
untuk belajar.
Menurut Worm (1984) dalam
Paryono (2000), tujuan pembelajaran
adalah
memfasilitasi
terbentuknya
kemampuan alih belajar sehingga dapat
menerapkan dan mengembangkan perilaku hasil belajar dalam hal pemecahan
masalah baik institusi maupun dalam
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
agar proses pembelajaran berlangsung

dengan baik, maka perlu adanya alat
pendukung yang dapat mempermudah
pemahaman mahasiswa sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan prestasi
belajar mahasiswa.
Bruner (1966) dalam pengembangan teori pembelajarannya, mengemukakan bahwa suatu pembelajaran harus
bergerak dari pengalaman langsung, ke
representasi ikonik (seperti gambar dan
film), dan selanjutnya ke representasi
simbolik (seperti: kata atau simbol-simbol
lain). Pengalaman langsung dapat
diperoleh melalui media belajar yang
berupa alat konkrit. Alat pendukung
sebagai media belajar dapat berupa benda
konkrit, yang dapat berfungsi menghindarkan pengajar untuk selalu melakukan penyampaian secara verbal.
Verbalisme
terjadi
apabila
seseorang hanya tahu kata yang mewakili
suatu objek, tetapi tidak mengetahui

obyeknya. Atau, seseorang tahu nama
konsep, tetapi tidak tahu substansi
konsepnya. Verbalisme bisa terjadi kalau
dalam proses interaksi belajar-mengajar
hanya melibatkan media verbal sehingga
mahasiswa cenderung hanya meniru apa
yang dikatakan pengajar tanpa memahami
maknanya. Keadaan seperti ini berpotensi
untuk mengganggu interaksi belajar-

mengajar karena apa yang dimaksudkan
oleh pengajar bisa ditafsirkan lain oleh
mahasiswa. Gangguan proses komunikasi
juga dapat terjadi karena terbentuknya
persepsi yang keliru tentang suatu objek,
peristiwa, atau gejala. Gangguan ini
biasanya dapat diminimalkan dengan
menggunakan variasi media yang
dilibatkan dalam proses komunikasi itu
(Degeng, 2000).

Perubahan perilaku sebagai akibat
dari belajar dikelompokkan ke dalam 3
aspek, yaitu: kemampuan kognitif, afektif
(sikap), dan psikomotorik (ketrampilan).
Setiap aspek menuntut penggunaan media
yang berbeda. Artinya, belajar aspek
kognitif memerlukan media yang berbeda
dibandingkan mahasiswa yang belajar
dengan aspek lain. Karena itu kegiatan
pembelajaran adalah tidak hanya cukup
dengan metode ceramah melainkan harus
didukung dengan peralatan pembelajaran
yang dapat membantu dalam meningkatkan pemahaman dalam rangka
pemecahan masalah pada pokok pembelajaran yang dibicarakan. Oleh karena
bahwa dalam pelaksanaan kegiatan
praktikum yang efektif adalah bila dalam
menyampaikan suatu materi praktikum,
pengajar harus memberikan instruksi
terlebih dahulu dengan menunjukkan
komponen-komponen, kegunaan, konstruksi, dan cara kerja dari bagian-bagian

tersebut. Dengan cara seperti ini, pebelajar
selain mendengarkan instruksi dari
pengajar juga dapat melihat secara detail
komponen-komponen
yang
sedang
dibicarakan, mencoba, dan mempraktekkan sesuai dengan yang telah
didemonstrasikan pada saat instruksi.
Metode pembelajaran yang cukup
baik yang dapat menggunakan media alat
praktikum adalah metode eksperimental.
Hal itu disebakan karena dengan metode
eksperimental maka peserta didik aktif
mengalami dan membuktikan sendiri
tentang apa yang dipelajarinya. Melalui
metode ini peserta didik secara total
dilibatkan dalam: melakukan sendiri,

mengikuti suatu proses, mengamati suatu
objek, menganalisis, membuktikan dan

menarik kesimpulan sendiri tentang suatu
objek, keadaan atau proses sesuatu.
Melalui metode eksperimen ini diharapkan peserta didik dapat menemukan
sendiri jawaban dari permasalahan yang
dihadapi.
Menurut Winataputra (1993),
eksperimental adalah pekerjaan yang
menggunakan alat-alat sains dengan
tujuan untuk mengetahui sesuatu yang
baru atau mengetahui apa yang terjadi
kalau diadakan suatu proses tertentu.
Dengan menggunakan metode eksperiman
peserta didik dilatih menggunakan metode
ilmiah dan sikap ilmiah secara benar dan
sesungguhnya. Peserta didik dilatih
membaca data secara obyektif menurut
apa adanya, mengambil kesimpulan
berdasarkan fakta-fakta yang mendukung,
menyadari keterbatasan sains, keterbatasan penelitian suatu pengukuran,
keterbatasan suatu hukum atau teori,
memahami makna suatu teori, dan
sebagainya. Hal seperti ini sulit untuk
untuk dimengerti hanya dengan cara
mendengarkan melalui ceramah.
Perangkat praktikum puntiran
digunakan untuk melakukan simulasi
terhadap berbagai perubahan parameter
dalam puntiran dan nilai menentukan
sifat-sifat seperti modulus elastisitas geser
secara eksperimental, dengan asumsiasumsi dasar yang digunakan dalam
proses puntir adalah (1) Poros lurus dan
seragam pada penampang lintang lingkar
sepanjang batang; (2) Torsi yang
dikenakan konstan sepanjang batang dan
bekerja pada sumbu polar; (3) Gaya-gaya
yang bekerja tidak melebihi batas
proporsional; (4) Penampang lintang datar
kembali ke posisi semula setelah
memuntir; (5) Garis-garis radial kembali
ke posisi awal setelah memuntir.
Untuk memperoleh pendekatan
distribusi
tegangan
yang seragam
sepanjang luas penampang, umumnya
spesimen yang digunakan berbentuk

batang bulat. Media ini merujuk pada
rumusan (Sigley and Mitchel, 1983):
T

Rancangan alat

y




L

r
z

Adapun diagram alir kegiatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:

Pembuatan alat dan
panduan

T

Uji coba

Referensi

x
Perbandingan
Evaluasi

Gambar 1. Batang Yang Mengalami
Puntiran. Keterangan: T = torsi (N.m); r =
jejari batang punter; G = modulus
elastisitas geser (N/m2); Ip = momen
inersia polar = .d4/32 (m4); L = panjang
batang puntir (m);  = sudut puntir
sepanjang L (rad)
Tegangan geser:
T .r

N/m2 .............. (1)
Ip
dengan: T = torsi (N.m); r = jejari batang
puntir; Ip = momen inersia polar (m4) =
.d4/32
Regangan geser:
r
m/m ..................... (2)
 
L
Modulus geser atau modulus kekakuan:
G


N/m2 .................... (3)


Dengan demikian diperoleh hubungan:
T .L
G
N/m2 ................. (4)
I p
dengan: G = modulus elastisitas geser
(N/m2); L = panjang batang puntir (m);
 = sudut puntir (rad)
METODE PELAKSANAAN
Alur kegiatan yang dilakukan
adalah: (1) pengadaan media belajar
perangkat puntiran, (2) Pengujian
karakteristik peralatan untuk sampel yang
berbeda, (3) perbandingan hasil dengan
data teoritis, dan (4) Evalusi alat.

Revisi/perbaikan

Gambar 2. Alur Pelaksanaan Kegiatan
Sebelum melakukan kegiatan maka
dilakukan penetapan tujuan pembelajaran
praktikum yang akan dicapai. Melalui
tujuan tersebut kemudian ditetapkan cara
untuk mencapai melalui desain alat.
Desain alat ini dilakukan dengan tahapan
kegiatan: (1) Pengamatan pada alat uji
puntir yang ada dan dari referensi buku.
Dari pengamatan ini akan dibuat desain
model alat yang relevan dengan teori
puntiran yang mampu menunjukkan
rumusan teoritis menjadi gambaran yang
praktis. Desain ini untuk menentukan
dimensi alat dan kemampuan alat untuk
menghasilkan gaya puntiran, (2) melakukan pembuatan alat praktikum puntiran
yang dilakukan dengan bantuan teknisi
laboratorium teknik mesin Universitas
Negeri Malang. Pada proses ini hal yang
perlu diperhatikan adalah kelurusan
spesimen, kekuatan pencekam spesimen,
lengan penunjuk sudut puntir untuk
penunjukkan sudut puntir melalui dial
indikator, (3) uji coba peralatan puntiran,
meliputi: kemudahan penggunaan, tingkat
akurasi alat ukur, karakteristik pembebanan, dan ketepatan hasil kemudian
dibandingkan dengan referensi yang ada,
(4) menyusun prosedur kerja (panduan
praktikum), meliputi tujuan khusus
pembelajaran, dasar teori puntiran,
petunjuk penggunaan alat, gambar, dan

lembar kerja praktikum, (5) melakukan
pengamatan dan evaluasi terhadap alat,
panduan dan materi pembelajarannya, dan
bila diperlukan akan direvisi.
Berdasarkan rujukan, rumusan yang
digunakan maka parameter yang dapat
dicoba untuk disimulasikan adalah
panjang spesimen, beban puntir, dan jenis
material. Data yang dapat diambil dalam
praktikum ini adalah beban puntir yang
teramati dari skala pegas, yang kemudian
dengan perhitungan dinyatakan sebagai
momen puntir. Data lain yang teramati
adalah sudut puntir yang teramati dari
perubahan arah jarum dial indikator akibat
puntiran dari poros. Skala yang diperoleh
ini kemudian dihitung sehingga dapat
diperoleh sudut puntir poros. Dari datadata yang diperoleh diketahui modulus

geser bahan melalui perhitungan dengan
rumusan puntiran. Hasil akhir dari
berbagai variasi parameter puntiran dapat
dilakukan secara eksperimental kemudian
dibandingkan dengan hasil pengujian
dengan perangkat lain yang sudah ada
sebagai kalibrasi ataupun data teoritis.
HASIL
Peralatan puntiran yang dibuat
dapat dilihat pada Gambar 3. Spesifikasi
teknis dari perangkat uji torsi antara lain:
panjang: 650 mm, lebar: 400 mm, Tinggi:
840 mm, Radius pulli: 72,4 mm, Panjang
spesimen: 500 mm, diameter spesimen:
9,5~10 mm, indikator pegas: 5 kg
maksimum, momen maksimum: 3 Nm.

Gambar 3. Alat Uji Puntiran
Metode pembebanan dilakukan
dengan menggunakan tarikan kabel yang
terikat pada puli dan besar gaya tarikan
pada kabel terukur pada neraca pegas
dengan kapasitas maksimum 5 kg. Nilai
pembebanan puntir diperoleh setelah
dilakukan pengurangan terhadap beban
tertera pada pegas untuk mengatasi
gesekan poros puli dan berat neraca pegas
yang secara keseluruhan memberikan
nilai sebesar 300 gram. Pengukuran
gesekan dari poros puli dilakukan dalam

kondisi pencekam bebas tanpa spesimen,
dilakukan dengan menarik pegas
sehingga poros puli mulai mengalami
gerakan memutar. Torsi peralatan
merupakan hasil perkalian antara beban
puntir dengan jejari puli ditambah jejari
kabel penarik.
Peralatan ini dapat digunakan
untuk minimam dua orang mahasiswa,
dengan masing-masing tugas pengamatan, yaitu memutar ulir penarik pegas
untuk memberikan beban torsi dan

melakukan pengamatan terhadap beban
sedangkan
yang
lain
melakukan
pengamatan terhadap sudut puntir yang
terwakili oleh putaran jarum pada dial
indikator dan mencatat data-data.
Pengujian puntir dilakukan mulai dari
beban terendah sampai beban tertinggi
dalam satu siklus beban yang kontinyu.
Hasil dari pengujian ini berupa sudut
puntir, torsi, dan modulus geser (G).
Sebagai pedoman dari kelayakan
alat uji ini adalah modulus geser bahan
yang sifatnya konstan untuk setiap jenis
bahan. Bahan untuk uji coba diambil
poros pejal Aluminium dan kuningan
dengan diameter berturut-turut 9,9 mm
dan 9,6 mm dengan jumlah 3 sampel.
Hasil dari percobaan dapat dilihat pada
Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Hasil Percobaan Puntiran Dengan Bahan Aluminium Diameter 9,9 mm
Panjang 400 mm
Torsi (Nm)

Sudut puntir
(derajat)

G (N/m2)

Panjang 300 mm
Sudut puntir
(derajat)

G (N/m2)

Panjang 200 mm
Sudut puntir
(derajat)

G (N/m2)

0,141951

0,241

1,38E+10

0,146

1,7E+10

0,118

0,496827

0,487

2,38E+10

0,335

2,6E+10

0,235

2,7E+10

0,851704

0,765

2,6E+10

0,527

2,83E+10

0,413

3,24E+10

1,206581

1,003

2,81E+10

0,717

2,95E+10

0,573

3,21E+10

1,561458

1,238

2,95E+10

0,906

3,02E+10

0,728

3,21E+10

1,916334

1,482

3,02E+10

1,083

3,1E+10

0,888

3,18E+10

2,271211

2,028

2,62E+10

1,272

3,13E+10

1,092

3,11E+10

2,626088

2,020

3,04E+10

1,461

3,15E+10

1,258

3,03E+10

2,980965

2,286

3,05E+10

1,639

3,19E+10

1,708

Rerata

2,65E+10

2,85E+10

1,7E+10

2,96E+10
2,93E+10

Tabel 2. Hasil Percobaan Puntiran Dengan Bahan Kuningan Diameter 9,6 mm
Panjang 400 mm
Torsi (Nm) Sudut puntir
(derajat)

G (N/m2)

Panjang 300 mm
Sudut puntir
G (N/m2)
(derajat)

Panjang 200 mm
Sudut puntir
(derajat)

G (N/m2)

0,496827

0,378

3,61E+10

0,378

2,71E+10

0,235

2,91E+10

0,851704

0,659

3,55E+10

0,608

2,89E+10

0,413

2,84E+10

1,206581

0,934

3,55E+10

0,825

3,02E+10

0,573

2,9E+10

1,561458

1,207

3,56E+10

1,017

3,17E+10

0,728

2,95E+10

1,916334

1,539

3,43E+10

1,249

3,16E+10

0,888

2,97E+10

2,271211

1,951

3,2E+10

1,467

3,19E+10

1,092

2,86E+10
2,87E+10

2,626088

2,289

3,16E+10

1,650

3,28E+10

1,258

2,980965

2,552

3,21E+10

1,785

3,45E+10

1,708

Rerata

3,41E+10

3,11E+10

2,4E+10
2,84E+10

Modulus geser material adalah (Sigley
and Mitchel, 1983): Aluminium: 26,2 GPa
= 2,62 E+10 dan Kuningan: 40,1 GPa =
4,01 E+10
Dari percobaan tersebut tampak
bahwa nilai modulus geser untuk tiap-tiap
panjang batang puntir tidak sama baik
untuk
bahan
aluminium
maupun
kuningan. Perbedaan tersebut diduga

disebabkan oleh adanya ketidaklurusan
batang
puntir
diseluruh
panjang
spesimen dan keakuratan pembacaan
dari dial indikator.
Bila
modulus
geser
hasil
percobaan dibandingkan dengan modulus geser pada referensi maka tampak
bahwa untuk alumunium dengan panjang
batang puntir 400 mm, modulus
gesernya mendekati referensi dengan
perbedaan sebesar 1%, lebih tinggi dari
data referensi sedangkan untuk batang
puntir dengan panjang 200mm terdapat
perbedaan harga sebesar 11% lebih
tinggi dari data referensi. Untuk
kuningan, modulus gesernya relatif
cukup jauh jaraknya, dengan perbedaan
antara 15% sampai 29% lebih rendah
dari data referensi. Kecenderungan
terjadi perbedaan yang ada cukup besar
diduga karena data dari referensi bukan
menunjukkan kondisi kekuatan aktual
dari bahan yang dicoba. Modulus geser
yang lebih rendah ini bisa berarti bahwa
bahan yang dicoba lebih lunak dari
bahan yang ada di referensi. Disamping
itu Penulis kesulitan untuk menemukan
alat uji puntir yang masih bisa dipakai
untuk pembanding hasil pengujian
kekuatan puntir sebagai kalibrasi.
Dari hasil tersebut tampak bahwa
kecenderungan untuk mendekati kondisi
yang sesuai dengan referensi lebih
terwujud apabila batang puntir memiliki
panjang yang maksimum pada alat uji
puntiran dan bahan uji coba yang
digunakan lebih lunak.
Pada pelaksanaan uji coba,
kesederhanaan alat dan kemudahan
dalam penggunaannya dirasakan cukup
mengingat alat ini memiliki komponen
yang tidak rumit hanya saja perlu
kecermatan dalam menentukan kondisi
awal dari percobaan karena kondisi awal
ini menentukan hasil akhir percobaan.
SIMPULAN
Dari kegiatan yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa: (1)

Alat uji puntiran memberikan hasil
modulus geser yang lebih mendekati
kondisi yang ada direferensi untuk logam
aluminium sehingga lebih tepat apabila
digunakan untuk logam yang lunak; (2)
Pengujian dengan alat uji puntiran
cenderung memberikan hasil yang lebih
baik apabila dilakukan melalui panjang
spesimen uji yang maksimum; (3) Alat uji
puntiran yang dihasilkan mampu membebani batang puntir dengan beban
maksimum 3 Nm, dapat digunakan untuk
batang puntir dengan diameter antara 9,6
– 10 mm dan panjang maksimum 430
mm.
DAFTAR RUJUKAN
Bruner, J.S. 1966. Toward a Theory of
Instruction. New York: Norton
Degeng, I Nyoman Sudana. 2000. Materi
Pelatihan Pekerti. Univ. Negeri
Malang: LP3
Mukhadis, Amat. 2000. Fungsi Laboratorium Sebagai Pusat Pengem-

bangan Pembelajaran Dalam
Bidang Teknologi. Makalah disampaikan pada lokakarya Kualitas Pengajaran Praktek In-dustri
dan Pening-katan Fungsi Laboratorium Program Studi PTM FT
UM. Malang: LPIU DUE-Like.
Paryono. 2000. Pengembangan Model
Pompa Injeksi Potongan Jenis In
Line Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Motor Diesel
Pada Pokok Bahasan Pompa
Injeksi. Malang: Laporan Hibah
Pengajaran Due-like, Jurusan
Teknik Mesin, UM.
Sigley, J.E and Mitchel, L.D. 1983.
Mechanical Engineering Design.
Singapore: Mc Graw Hill
International Book Co.
Winataputra, Udin S. 1993. Strategi
Belajar Mengajar IPA. Jakarta:
Universitas Terbuka

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

ANALISIS KONTRIBUSI MARGIN GUNA MENENTUKAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PRODUK DALAM KONDISI KETIDAKPASTIAN PADA PT. SUMBER YALASAMUDRA DI MUNCAR BANYUWANGI

5 269 94

UJI AKTIVITAS TONIKUM EKSTRAK ETANOL DAUN MANGKOKAN( Polyscias scutellaria Merr ) dan EKSTRAK ETANOL SEDIAAN SERBUK GINSENG TERHADAP DAYA TAHAN BERENANG MENCIT JANTAN (Musmusculus)

50 334 24

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

INTENSIFIKASI PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH ( DI KABUPATEN BANYUWANGI

16 118 18