LEMBAGA PENJAMINAN MUTU (LPM) IAIN PURWOKERTO 201 5

PARADIGMA KEILMUAN

IAIN PURWOKERTO

LEMBAGA PENJAMINAN MUTU (LPM)

  

PARADIGMA KEILMUAN IAIN PURWOKERTO

TIM PENYUSUN

Penanggung Jawab

  Dr. H. A. Luthfi Hamidi, M.Ag

  

Ketua

  Dr. H. Suwito, M.Ag

  

Anggota

Ahmad Muttaqin, M.Si.

  Kholil Lur Rochman, S.Ag., M.Pd.I.

  Safrudin Aziz, S.IP., M.Pd.I.

  Rofina Dienasari, S.H.I. Risqi Dias Kurniawan, S.Kom.

  Nursalim, M.Pd.I. Arif Hidayat, S.Pd., M.Hum.

  

Penerbit

  Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto

  Jl. Jend. A. Yani No. 40 A Purwokerto Telp. 0281-635624, Fax. 0281-636553

  Email: [email protected]

  

All Right Reserved

  Hak Cipta dilindungi Undang-undang

KATA PENGANTAR

  Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga paradigma keilmuan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwokerto dapat disusun sebagai pondasi pengembangan keilmuan IAIN Purwokerto pada masa-masa yang akan datang.

  Buku ini berisi tentang tiga hal; pertama, pendahuluan yang memuat tentang potret historis pembidangan ilmu-ilmu agama di lingkungan Perguruan Tinggi Agama dan urgensinya dirumuskannya paradigma baru di

  IAIN Purwokerto. Kedua, berisi tentang membangun paradigma keilmuan IAIN Purwokerto yang meliputi paradigma IAIN

  ‘Arsy al- ‘Ulu>m wa al- Di>n wa al S|aqa>fah, kerangka folosofis paradigma IAIN, dan arah pengembangan kelmuan dan kelembagaan. Ketiga, rekam proses penyusunannya, dimulai dari penetapan tim penyusun, proses pembahasan oleh tim dan lokakarya sampai finalisasi rumusannya.

  Paradigma ini diharapkan akan menjadi pijakan dalam penyusunan Grand Design pengembangan IAIN Purwokerto jangka 30 tahunan, yang implementasinya dijabarkan dalam bentuk Rencana Strategis (Renstra) lima tahunan, yang kemudian dioperasionalisasikan dalam Rencana Operasional (RENOP) Tahunan IAIN Purwokerto.

  Paradigma IAIN ini juga dijadikan pedoman dalam penyusunan Renstra Fakultas, yang kemudian dijabarkan menjadi RENOP Fakultas, Jurusan atau Program Studi. Mudah-mudahan, Paradigma Keilmuan IAIN Purwokerto ini dapat direalisasikan dengan baik oleh civitas akademika tanpa ada halangan suatu apapun.

  Purwokerto, Maret 201

  5 Rektor IAIN Purwokerto Dr. H. A. Luthfi Hamidi, M.Ag.

  NIP 19670815 199203 1 003

  

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................... iii

SK Rektor .................................................................... v

Daftar Isi ...................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................

  1 BAB II MEMBANGUN PARADIGMA KEILMUAN IAIN PURWOKERTO .............................................................

  5 A. Paradigma ‘Arsy ‘Ulum al-Di<n wa As|aqa>fah (The Trrone of

  Science and Religion) B.

  Kerangka Filosofis Paradigma ‘Arsy ‘Ulum al-Di<n wa As|aqa>fah C. Arah Pengembangan Keilmuan dan Kelembagaan

  

BAB III PROSES PENYUSUNAN PARADIGMA ............. 23

LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN Secara historis, pembidangan ilmu agama di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) tidak lepas dari

  tujuan awal didirikannya lembaga ini. Dalam Peraturan Presiden No. 11 tahun 1960, pasal 2 disebutkan bahwa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) bermaksud untuk memberi pengajaran tinggi dan menjadi pusat untuk mengembangkan dan memperdalam ilmu pengetahuan agama serta pengetahuan umum. Pasal ini mengarahkan agar Perguruan Tinggi Agama Islam untuk bisa mengembangkan ilmu agama Islam yang sejalan dengan tata kehidupan masyarakat. Perguruan Tinggi Agama Islam berperan aktif dalam menyatukan ranah keilmuan antara yang umum dan agama secara integratif. Dalam perjalanannya, Perguruan Tinggi Agama Islam diarahkan untuk memadukan antara pengembangan keilmuan dari Universitas Al-Azhar Mesir yang dikombinasikan dengan Perguruan Tinggi Internasional. Oleh karena itu, dapat dipahami jika hampir semua nama fakultas di lingkungan

  IAIN menggunakan nama yang sama dengan nama fakultas yang ada di Universitas Al-Azhar Kairo, sedangkan beberapa ranah keilmuan mulai mengembangkan keilmuan dari Perguruan Tinggi Internasional.

  Sebagaimana Universitas al-Azhar, rancang bangun keilmuan yang ada di IAIN, yang kemudian dituangkan dalam kurikulum diorientasikan pada penguasaan materi (maddah) yang didominasi oleh

  ‘Ulu>m al-Syar‘iyyah dan berporos pada cabang keilmuan yang sudah mapan seperti Tafsir al-

  Qur‟an wa ulumuhu, al-Hadits wa

ulumuhu, al- Fiqh wa ushuluhu, dan ilmu Tasaawuf dan

ilmu Kalam. Adapun pendekatan pembelajaran yang

  digunakan masih didominasi dengan pendekatan doktriner serta pola pembelajaran kontekstual (kritis- transformatif). Hal inilah sebagai salah satu indikator yang menyebabkan kajian-kajian keislaman tidak berkembang dan selalu kehilangan relevansinya dengan arus modernitas. Oleh karena itulah, perlu untuk pola pembelajaran yang kontekstual (kritis-transformatif) sesuai dengan kebutuhan perkembangan zaman.

  Pembelajaran yang inovatif perlu dilakukan karena transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi di negara- negara berkembang memunculkan problem baru dalam dunia pendidikan. Salah satu yang paling dikhawatirkan manusia di abad ini adalah hancurnya rasa kemanusiaan dan hilangnya semangat religius dalam segala aktivitas kehidupannya. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi telah menciptakan berbagai kemudahan hidup dan meningkatkan kesejahteraan yang bersifat materiil, tetapi di sisi lain teknologi modern telah menyeret manusia pada kegersangan dan kebutaan spiritual.

  Dalam situasi seperti ini, transformasi nilai-nilai etika ilahiyah melalui lembaga pendidikan memegang peranan yang signifikan dalam ikut meluruskan penyimpangan-penyimpangan akibat akses negatif IPTEK. Orientasi dasar dari pendidikan yang berbasis agama adalah upaya memanusiakan manusia dengan menekankan harmonisasi hubungan, baik dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan alamnya, yang ditopang dengan nilai-nilai ilahiyah.

  Perguruan Tinggi Agama Islam perlu untuk memberikan pendidikan yang dapat memanusiakan manusia. Pendidikan berwawasan kemanusiaan berarti bahwa pendidikan harus memandang manusia sebagai subjek pendidikan, bukan sebaliknya menjadi objek. Oleh karena itu, pendidikan dimaksudkan sebagai upaya memperkenalkan manusia akan eksistensi dirinya, baik sebagai diri pribadi yang memiliki

  “kebebasan berkehendak” („hurriyatul iradah‟) maupun sebagai hamba Allah yang terikat pada hukum normatif/syari‟ah.

  Lembaga pendidkan tinggi Islam pada umumnya masih mengikuti platform keilmuan Islam klasik yang didominasi oleh „ulum al-syar‟iyyah. Memasuki periode modern, tradisi itu mengalami kesenjangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah sangat kuat mempengaruhi ummat manusia hingga kini. Kesenjangan itu telah menghadapkan dunia pendidikan tinggi Islam menghadapi tiga situasi buruk: pertama, lahirnya dikotomi yang berkepanjangan antara ilmu agama dan ilmu umum ; kedua, keterasingan pengajaran ilmu-ilmu agama dari realitas kemodernan ; dan ketiga, menjauhnya kemajuan ilmu pengetahuan dengan nilai- nilai agama. Merespon ketiga situasi tersebut, di antara para sarjana muslim modern ada yang mengusulkan perlunya usaha pemaduan ilmu-ilmu agama dengan ilmu- ilmu modern. Terkait dengan permasalahan di atas, PTAI di Indonesia juga memberikan respon yang masih agak lambat dengan melakukan sejumlah langkah perubahan dan pembenahan.

  Dengan adanya alasan-alasan seperti itu, IAIN Purwokerto sebagai salah satu lembaga pendidikan agama Islam di Indonesia berusaha untuk membuat paradigma keilmuan yang bisa membangun masyarakat agar mampu menghadapi arus globalisasi. Paradigma keilmuan yang seperti itu bukan menutup dari perubahan, melainkan memandang dunia sebagai sistem yang kompleks berasal dari Allah.

BAB II PARADIGMA KEILMUAN IAIN PURWOKERTO A. Paradigma ‘Arsy ‘Ulum al-Di<n wa al-S|aqa>fah (The Throne of Science and Religion) Pilihan kata Arasy sebagai istilah yang

  digunakan untuk membahasakan bangunan paradigma keilmuan, menyiratkan sebuah obsesi dan cita-cita yang agung dan luhur untuk mengantarkan institusi pendidikan tinggi ini sebagai kawah condrodimuko peserta didiknya menjadi insan yang luhur. Kata Arasy yang dipahami selama ini sebagai tempat tertinggi dan sakral yang menaungi jagat raya ini dimaksudkan sebagai penggambaran cita-cita atau impian IAIN Purwokerto untuk menjadi lembaga pendidikan yang mencetak peserta didiknya menjadi manusia yang memiliki keluhuran moral, kewibawaan akademik dan kecakapan profesional. Untuk mengarah pada pencapaian cita-cita tersebut,

  IAIN Purwokerto mengusung jargon ‚arsy al-ulum wa al- din ‛ atau “the throne of science and religion”, melalui

  “unifikasi ilmu pengetahuan dengan agama”, upaya memadukan kekuatan nalar ilmiah-akademik dengan nalar moral-spiritual.

  Paradigma keilmuan dengan jargon “arsy al-

  ulum wa al-din

  atau “the throne of science and

  religion

  ” sesuai dengan visi IAIN Purwokerto, Unggul, Islami dan Berkeadaban. Kata Arasy sebagai tempat yang meliputi seluruh jagat raya yang menaungi alam dunia dan akhirat, alam jasmaniyah dan rukhaniyah menjadi gambaran besarnya komitmen civitas akademika IAIN Purwokerto untuk menjadi perguruan tinggi yang terdepan, atau setidaknya menjadi perguruan tinggi yang berkelas dunia (world class university). Kata

  

Arasy juga memberi inspirasi dan semangat baru

  civitas akademika

  IAIN Purwokerto untuk mengembangkan ruh al-ijtihad (the spirit of inquiry) untuk memadukan kekuatan ilmu, agama, dan budaya menjadi satu kesatuan yang integral untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadaban. Oleh karena itu, proyek unifikasi ilmu dan agama menjadi sebuah keniscayaan dengan membangun desain kurikulum yang selama ini masih bersifat dikotomik menjadi integratif.

  B.

   Kerangka Filosofis Paradigma ‘Arsy ‘Ulum al-Di&lt;n wa

  As|aqa&gt;fah 1.

   Kerangka Ontologis

  Allah adalah sumber dari segala yang ada. Semua entitas bermuara (berawal dan berakhir) pada Allah (

  inna lillahi wa inna ilaihi rajiu‟un). Semua

  hal berhubungan dengan Allah (dzat yang transenden/ transhistoris) dan oleh karenanya Allah menjadi pusat kesadaran semua mahluk historis. Allah menciptakan segala sesuatu dalam dua entitas yang berbeda dan saling berpasangan (couple). Semua entitas selain Allah bergerak dengan sunnatullahnya yaitu hukum keber- pasangan. Pola relasi antara dua entitas yang berpasangan adalah relasi interdependent yang bergerak dengan ritme yang teratur dan menjadi padu jika disatukan dalam irama gerak yang saling melengkapi (komplementer). Allah menjadikan dan menempatkan manusia di muka bumi ini dalam dua kapasitas, yaitu; sebagai hamba (

  „abdullah), sekaligus berposisi

  sebagai khalifatullah fil ard. Setiap manusia adalah „Abdullah, tetapi tidak setiap „Abdullah mampu menjadi Khalifatullah fil ard secara sempurna. Manusia dalam posisi

  „Abdullah

  adalah sesuatu yang bersifat pasif karena taken

  

for grented, maka posisi manusia sebagai

  khalifatullah meniscayakan peran aktif manusia yang kehadiranya mampu menjadi pribadi bermanfaat bagi lingkunganya (khoirunnas anfa „uhum linnas). Tugas manusia sebagai hamba adalah beribadah (tugas penghambaan) yang lebih menitikberatkan pada amaliah vertikal-individual (kesalihan individual), sementara tugas manusia sebagai khalifatullah fil ard menitikberatkan pada amaliah yang berdimensi sosial-horizontal (kesalihan sosial). Manusia utama (insan kamil) adalah pribadi yang mampu memerankan dua posisi tersebut dalam satu kesatuan utuh dan padu untuk menggapai falakh (rabbana atina fidunya hasanah wa fil akhirati hasanah). Untuk mencapai cita-cita sebagai manusia utama (insan kamil), Allah telah memberikan guidenline melalui kalam sucinya, ayat-ayat qawliyah (kalamullah), dan ayat-ayat kawniyah (sunnatullah), sebagai sumber nilai tingkah laku manusia, sekaligus sebagai sumber inspirasi mengenal lebih dekat Allah dengan melakukan kajian ilmu-ilmu alam (natural sciences). Kekuatan manusia terletak pada kemampuanya menggali dan memahami dan mendialogkan kedua ayat-ayat Allah di atas dalam sebuah gugusan ilmu pengetahuan yang integratif dan interkonektif yang disusun secara sistematis kemudian menjelma sebagai kesadaran kolektif seluruh manusia.

2. Kerangka Epistemologi

  Mengacu pada kerangka ontologis di atas, orientasi dan paradigma keilmuan yang dikem- bangkan IAIN Purwokerto adalah uni-facation of

  science and religion yang berimplikasi pada: a.

  Sumber pengetahuan dalam Islam adalah kalamullah dan sunnatullah. Yang dimaksud dengan kalamullah adalah al-kitab dan al- sunnah. Sedangkan Sunnatullah adalah rangkain sistem/hukum yang mengatur hubungan antar entitas yang ada dalam alam semesta. Baik kalamullah maupun sun- natullah, keduanya sumber ilmu pengetahuan yang otoritatif karena keduanya bersumber dari entitas yang satu yaitu Allah SWT. b.

  Kalamullah memiliki dua sisi, yaitu sisi teks (nash) dan konteks (dalalah). Demikian juga sunnatullah terdiri dari sisi kauniyah (fenomena alam) dan haliyah (fenomena sosial).

  c. dan norma keagamaan,

  Pengetahuan meskipun pada dasarnya bersifat misterium, tetapi bisa dipahami dengan instrumen dan pendekatan yang bersifat empiric-scientific. Sebaliknya, pengetahuan alam dan penge- tahuan sosial, meskipun pada dasarnya bersifat empiris-eksperimentatif, bisa dipa- hami dan dikembangkan melalui proses transendensi untuk menemukan kebenaran tertinggi dan kebenaran mutlak, yaitu Allah SWT.

  d.

  Proyek unifikasi dapat dilakukan dengan cara verifikasi, transendensi, integrasi dan interkoneksi. Usaha pemaduan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum di IAIN Purwokerto dilakukan melalui dua cara. Pertama, melakukan penataan struktur kurikulum antara lain dengan memasukan mata kuliah lintas disiplin di mana ilmu-ilmu umum diajarkan dan begitu pula sebaliknya. Kedua, pembenahan dalam bidang pengajaran dengan memper- kenalkan metode-metode yang berbasis pemikiran kontekstual, bukan doktrinal. Dengan pendekatan kontekstual, pengajaran ilmu-ilmu keislaman menuntut pengetahuan ilmu-ilmu sosial dan kebahasaan agar mampu menawarkan pemahaman keagamaan yang lebih relevan dan lebih segar. Upaya pengembangan dan pembaharuan ilmu- ilmu keislaman di IAIN Purwokerto sebagai upaya membumikan ilmu agama dalam realitas sosial, dilakukan dengan beberapa tahapan.

  

Pertama, pemanfaatan ilmu-ilmu bantu untuk

pemahaman ulang (reinterpretasi) ajaran Islam.

  Dalam konteks pemanfaatan ilmu-ilmu bantu untuk kajian Islam, misalnya dalam bidang hukum Islam (syari‟ah) seberapa jauh hasil sains dan teknologi dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan atau dalam penetapan hukum Islam.

  

Kedua, mereformasi posisi beberapa ilmu dari segi

  metode pengajaranya, sampai dengan pengembanganya. Dalam konteks struktur kurikulum, perlu dibedakan ilmu-ilmu yang bersumber dari ayat-ayat qawliyah dan yang bersumber dari ayat-ayat kawniyah untuk membangun keilmuan Islam yang integratif. Dalam posisi demikian, ilmu dibedakan pada level sumbernya bukan jenis ilmunya.

  

Ketiga, perlu merekonstruksi yang diawali dengan

  dekonstruksi kajian keislaman di perguruan tinggi Islam, yakni terhadap ilmu-ilmu keislaman yang sudah baku selama ini. Adapun tahapan-tahapan untuk melakukan rekonstruksi pemikiran dan ilmu-ilmu keislaman adalah sebagai berikut: a.

  Hasil karya para ulama terdahulu ditempatkan secara proporsional dan melihatnya sebagai produk pemikiran yang sangat dipengaruhi oleh dimensi ruang dan waktu dan oleh karenanya bisa dilakukan kajian ulang terhadapnya.

  b. hasil ijtihad tersebut secara

  Melihat kontekstual sehingga menjadi hidup dan bernilai. Kajian semacam ini tidak cukup dengan membaca teks hasil ijtihad tersebut, tetapi harus dibarengi dengan kajian sejarah dan sosial.

  c.

  Setelah melakukan kontekstualisasi, barulah akan mampu mengadakan reaktualisasi.

  Keempat, mengembangkan disiplin ilmu-ilmu

  keislaman. Dalam konteks struktur ilmu Islam tentunya harus merujuk al- Qur‟an dan Hadits.

  Secara umum, wilayah yang mungkin dilakukan ijtihad adalah terhadap suatu masalah yang tidak ada nashnya atau ada nashnya, tetapi masih

  dzanny (interpretable) biasanya wilayah mu‟amalah.

3. Kerangka Aksiologi

  Mengacu pada kerangka ontologi dan epistemologi keilmuan sebagaimana dikemukakan di atas, tradisi keilmuan yang hendak dibangun di kalangan civitas akademika IAIN Purwokerto adalah:

  a. yaitu upaya Kritis-rekonstruktif, mempertanyakan pemahaman terhadap konsep dan teori yang sudah mapan, sehingga ditemukan kebenaran yang genuine. Tradisi akademik ini akan menumbuhkan kultur akademik civitas akademika yang tidak hanya semata-mata fasih menunjukkan kelemahan sebuah teori, tetapi juga fasih memberikan solusi alternatifnya.

  b.

  Dialogis-integratif, yaitu upaya mendialogkan teks dengan konteks, idealitas dengan realitas, kebenaran subjektif dengan kebenaran subjektif lain disertai kemauan untuk mengintegrasikan hasil-hasil dari dialog tersebut menjadi kebenaran objektif. Kerja- kerja kreatif mendialogkan berbagai kebenaran dilakukan secara konsisten dan simultan dalam kerangka berfikir tesis, antitesis dan sintesis.

  c.

  Inklusif-inovatif yaitu sikap terbuka terhadap kebenaran-kebenaran objektif yang lain disertai keinginan terus menerus untuk menemukan kebenaran yang implementatif. Nalar berfikir inklusif-inovatif melahirkan sosok ilmuan yang memiliki daya kritisisme disertai kearifan sikap dalam merespon realitas yang ragam, dan semangat untuk menjadikan setiap hasil aktifitas keilmuan tersebut memiliki konstribusi maksimal bagi kemaslahatan kehidupan manusia.

  C.

  

Arah Pengembangan Keilmuan dan Kelembagaan

  Pendidikan merupakan instrumen penting dan bernilai strategis dalam transformasi peradaban masyarakat. Dalam upaya mewujudkan lembaga pendidikan tinggi agama yang ideal perlu diciptakan keterpaduan dalam sistem dan proses penyelenggaraan pendidikan maupun fasilitas pendukung yang memadai. Berbagai inovasi dan dan program pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia telah banyak dilakukan di antaranya meliputi penyempurnaan kurikulum, pengadaan sumber belajar dan referensi, peningkatan kualitas dosen dan tenaga kependidikan lainya melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi pendidikan mereka, serta peningkatan menejemen pendidikan.

  Upaya peningkatan mutu pendidikan dimaksudkan agar proses pendidikan dapat berperan mengubah „manusia beban ‟menjadi „manusia

  produktif

  ‟. Kurikulum sebagai gambaran dari alur fikir dan proses dari sebuah lembaga pendidikan menempati posisi sentral ketika sebuah upaya peningkatan dan penyelenggaraan pendidikan mulai direncanakan.

  Dalam konteks historis, perkembangan pemikiran Islam telah memperlihatkan kekuatan yang dinamis dan kreatif dalam mengantisipasi setiap perubahan dan persoalan-persoalan baru. Hal ini dapat di lihat dari munculnya sejumlah madzhab diberbagai bidang kajian ilmu seperti hukum, teologi/kalam, politik ataupun tasawwuf yang memiliki corak sendiri-sendiri sesuai dengan latar belakang sosio-kultural dan politik dimana madzhab itu tumbuh dan berkembang. Warisan monumental yang sampai sekarang masih memperlihatkan akurasi dan relevansinya adalah kerangka metodologi keilmuan yang mereka ciptakan.

  Islam adalah agama yang selalu relevan pada setiap situasi dan kondisi (shalihun fi kulli al-zaman

  

wa al-makan). Untuk membuktikkan keyakinan ini,

  jalan yang ditempuh ummat Islam berbeda-beda sesuai dengan cara pandang keyakinan mereka terhadap Islam. Umat Islam yang memahami Islam sebagai doktrin semata, maka pendekatan yang digunakan dalam memahami teks-teks keagamaan bersifat tekstual dan cenderung berargumentasi secara apologis. Sedangkan umat Islam yang memahami Islam sebagai doktrin yang hidup dan terbuka ruang dialog dengan berbagai spektrum budaya, maka pendekatan yang digunakan bersifat kontekstual dengan bangunan argumentasi yang rasional dan metodologis.

  Dalam menghadapi tantangan modernitas dengan berbagai implikasinya, persoalan yang dihadapi oleh pendidikan tinggi Islam adalah bagaimana kesiapan lembaga pendidikan tinggi Islam dengan seperangkat kurikulumnya? Apakah bangunan kurikulum dan proses pembelajaranya sudah tepat untuk mengarah pada penciptaan kompetensi-kompetensi tertentu terhadap peserta didiknya? Pertanyaan-pertanyaan di atas penting dicari jawabanya karena terkait dengan berbagai harapan dari masyarakat terhadap PTAI sebagai pusat pengkajian pendidikan agama. Oleh karena itu, tugas utama PTAI termasuk IAIN Purwokerto adalah merumuskan kembali paradigma keilmuan perguruan tinggi, kurikulum dan bangunan keilmuan Islam (dirasah islamiyah) yang sudah baku terutama pada kerangka metodologi pengkajianya dan kerangka interpretasinya sehingga relevan dengan dinamika sosial yang selalu berubah baik dalam skala global maupun nasional melalui ihtiar pembaruan pemikiran Islam. IAIN Purwokerto telah merumuskan paradigma keilmuan yang akan dikembangkan dengan jargon “arsy al-ulum wa al-din” atau “the throne of science and religion” yang implementasi jargon tersebut tergambar pada bangunan kurikulum IAIN Purwokerto.

  Adapun arah pengembangan IAIN Purwokerto secara sistematis dapat diarahkan pada tiga aspek yaitu: 1.

  Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia dari tenaga pengajarnya (dosen) maupun tenaga kependidikannya. Untuk pengembangan kompetensi akademik maupun profesi, para dosen didorong untuk studi lanjut sampai jenjang pendidikan program Doktor dan giat dalam melakukan penelitian. Untuk itu perlu ada kebijakan yang mendukung dan bisa menstimulasi mereka dalam bentuk dukungan finansial yang memadai. Demikian juga tenaga kependidikan juga perlu ditingkatkan tehnical skillnya dalam bidang teknis administratif sehingga mempunyai kecakapan dibidang tugasnya. Untuk tenaga edukatif perlu dilakukan pemetaan rasio antara jumlah dosen dan mahasiswa dengan orientasi pencapaian ratio yang ideal. Di samping itu perlu juga perencanaan penguatan kompetensi akademik dosen dengan mengikuti studi lanjut (S3) sesuai dengan kebutuhan prodi. Untuk memperkuat kompetensi akademik maupun profesi dosen perlu dibentuk lembaga konsorsium dosen. Adapun untuk penguatan keterampilan teknik bagi tenaga kependidikan juga perlu didukung dengan berbagai pelatihan/workshop ataupun studi lanjut sehingga mereka mampu menghadirkan pelayanan yang maksimal bagi civitas akademika.

2. Penguatan Kelembagaan dengan membuat master

  plan pengembangan kampus yang jelas yang

  disusun dalam sebuah dokumen renstra ataupun rencana induk pengembangan kampus yang terintegrasi. Pengembangan potensi alumni yang ragam merupakan potensi yang harus diberdayakan sebagai kekuatan yang bisa memberi

  feedback bagi pengembangan dan penguatan almamater.

  3. Penguatan Jaringan dengan membangun jejaring dengan berbagai stakeholders dalam rangka memperkuat kelembagaan kampus melalui sinergi program atas dasar prinsip simbiosis mutualistik. Berbagai lembaga strategis baik lembaga dalam negeri maupun luar negeri harus dimanfaatkan sebagai mitra untuk melaksanakan program Tri Dharma Perguruan Tinggi.

  Berkaitan dengan perkembangan IPTEK di zaman modern ini, sudah saatnya sistem lembaga pendidikan tinggi memperbaharui bangunan kurikulumnya dengan mendasarkan pada paradigma keilmuan yang jelas. Beberapa aspek ajaran dan warisan Islam dapat dipandang sebagai cabang pokok ilmu humaniora yang wilayah studinya mencakup: agama, falsafah, etika, spiritualitas, sastra, seni dan sejarah. Gagasan dan produk warisan Islam dikontesktualisasikan pada masalah nyata yang dihadapi umat Islam dan masyarakat dunia. Pada saat yang sama, metodologi pengajaran barupun harus dikenalkan. Metode baru ini harus mampu mendorong mahasiswa mampu menganalisis dan mengkritik apa yang mereka dapat dari pengajar dengan cara pandang mereka sendiri sehingga memiliki paradigma baru. Pada gilirannya mereka mampu menyumbangkan pemikiran yang segar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, model pembelajaran terpadu (integrated learning) dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and

  

learning) merupakan model pembelajaran yang

mengarah pada pembentukan kecakapan hidup.

  Model pendidikan realistik (realistic education) yang kini sedang berkembang juga merupakan upaya mengatur pendidikan agar relevan dengan tuntutan realitas dan peserta didik mampu mengatasi problema hidupnya.

  Usaha pemaduan dan pengembangan ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum harus selalu diupayakan oleh PTAI di Indonesia. Beberapa yang telah dilakukan antara lain; pertama-tama dilakukan penataan kurikulum antara lain dengan memasukan mata kuliah lintas disiplin di mana ilmu-ilmu umum diajarkan dan begitu pula sebaliknya. Kemudian ditempuh pembenahan dalam bidang pengajaran dengan memperkenalkan metode-metode yang berbasis pemikiran kontekstual, bukan doktrinal. Dengan pendekatan kontekstual, pengajaran ilmu- ilmu keislaman menuntut pengetahuan ilmu-ilmu sosial dan kebahasaan agar mampu menawarkan pemahaman keagamaan yang lebih relevan dan lebih segar.

  Langkah-langkah pengembangan ilmu-ilmu keis-laman sebagaimana tersebut di atas akan berjalan secara optimal jika telah tumbuh kesadaran kolektif masyarakat dan civitas akademika untuk membangun tradisi akademik serta menjadikan PTAI sebagai pusat kajian tentang masalah sosial dan keagamaan, dan dalam konteks IAIN Purwokerto, kesadaran tersebut terus diupayakan untuk ditumbuh kembangkan dalam rangka menggapai impian untuk mewujudkan IAIN Purwokerto menjadi referensi masyarakat dalam pengembangan agama, ilmu dan budaya.

BAB III PROSES PENYUSUNAN PARADIGMA KEILMUAN IAIN PURWOKERTO A. Pendahuluan Pembahasan Paradigma Keilmuan IAIN Purwokerto dilaksanakan pada tahun 2015, yakni pada waktu dilaksanakan evaluasi kurikulum. Paradigma Keilmuan sebuah lembaga Pendidikan Tinggi merupakan hal mendasar sebab paradigma

  keilmuan akan menjadi arah dalam penyusunan visi dan misi. Berdasarkan visi dan misi lembaga, kemudian dirumuskan tujuan dan sasaran serta strategi pencapaiannya. Dengan tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan, maka dirumuskan kompetensi mahasiswa, yang selanjutnya menjadi dasar penyusunan atau pengevaluasian kurikulum.

  Pembahasan Paradigma Keilmuan ini dirasakan penting ketika IAIN Purwokerto akan melakukan evaluasi atau pengambangan kurikulum pada tahun 2015. Kejelasan Paradigma Keilmuan ini penting untuk memberikan arah bagi “model khas” kurikulum IAIN Purwokerto, meskipun pola ilmiah pokok bukan syarat mutlak pengembangan kurikulum. Pembahasan ini dikoordinasikan oleh Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Purwokerto. Selain itu, paradigma keilmuan ini juga dibahas ulang pada akhir tahun 2016, terkait dengan wujud aplikasi paradigma keilmuan IAIN Purwokerto.

B. Tahapan Penyusunan Paradigma Keilmuan 1. Penjaringan Gagasan

  Pada bulan Maret 2015, Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) IAIN Purwokerto menginformasikan dan memohon kepada seluruh dosen IAIN untuk menyusun konsep Paradigma Keilmuan. Bagi dosen yang menyerahkan konsep Paradigma Keilmuan

  IAIN Purwokerto akan diberi penghargaan berupa uang. Pada tahap ini, panitia menerima empat konsep paradigma keilmuan, yakni 1) Arasy Ilmu dan Agama (

  „Arsy al-„Ulum wa al-Din / The Throne of Scieces and Religion) yang

  digagas oleh Dr. H.A. Luthfi Hamidi, M.Ag., 2) Integrasi Ayat Qauliyah dan Kauniyah Menuju Paradigma Ilmu Ilahiah-Ilmiah (Kesyukuran) yang digagas oleh Dr. Hartono, M.Si., 3) The Ocean of

  Knowledge Campus (Kampus Lautan Ilmu) yang

  digagas oleh Khoirul Amru Harahap, M.H.I., dan 4) Pendidikan Profetik (Prophetic Education) oleh Dr. Moh. Roqib, M.Ag.

2. Presentasi Konsep a. Persentasi Konsep Paradigma Keilmuan IAIN Purwokerto

  Persentasi konsep ini dilakukan pada Senin, 15 April 2015. Persentasi konsep ini menghadirkan empat pemikir, yakni Dr. H.A. Luthfi Hamidi, M.Ag., Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag., Dr. Hartono, M.Si., dan Khoirul Amru Harahap, M.H.I.

  Keempat orang penggagas paradigma keilmuan di atas mempresentasikan ma-kalah tentang paradigma keilmuan di depan tim kecil, yang terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Pembantu Ketua), Tim Penyusun Kurikulum, Tim Perumus Kecil dan Tim Panelis, Ketua Jurusan, dan Kepala Pusat. Setelah itu, dilakukan diskusi untuk memantapkan konsep-konsep yang ditawarkan untuk selanjutnya menjadi masukan perbaikan konsep yang ada, dan untuk mempersiapkan yang lebih baik pada pembahasan berikutnya. Dalam pemaparan ini, Dr. H. A. Luthfi Hamidi, M.Ag. memaparkan tentang IAIN Purwokerto sebagai Arasy Ilmu dan Agama (Arasy al-Ulum

  wa al-Din The Throne of Science and Religion); Dr.

  H. Moh. Roqib, M.Ag. memaparkan tentang

  Paradigma Keilmuan IAIN Purwokerto dari segi Pendidikan Profetik (Prophetic Education); Dr. Hartono, M.Si. memaparkan tentang Paradigma Ilmu Kesyukuran: Integrasi Ayat Qauliyah dan Kauniyah; serta Khoirul Amru Harahap, M.H.I. memaparkan tentang The Ocean of Knowledge

  Campus (Kampus Lautan Ilmu). Dalam

  persentasi ini, lebih disampaikan dekripsi paradigma keilmuan secara konseptual. Tim Perumus Kecil berusaha untuk mengungkap kelebihan dan kekurangan serta melihat keselarasan dengan visi misi IAIN Purwokerto. Keempat gagasan tersebut, menurut Tim Perumus Kecil, dianggap relevan dengan IAIN Purwokerto. Oleh karena itu, hal semacam ini perlu untuk diskusikan secara mendalam dengan untuk mengkaji paradigma yang paling relevan dan konkret.

b. Sharing Ide Paradigma Keilmuan IAIN Purwokerto

  Empat paradigma yang telah digagas, maka dipaparkan ke para dosen IAIN Purwokerto pada hari Senin, 2 Mei 2015 di lantai 4 Gedung Rektorat

  IAIN Purwokerto. Dari empat narasumber tersebut, hanya ada 3 yang menyampaikan materi dan dihadirkan kepada seluruh dosen. Pada waktu itu, hanya dihadiri oleh tiga konseptor paradigma keilmuan. Dalam sharing ide ini, gagasan yang paling mendapatkan sorotan adalah Arasy Ilmu dan Agama (Arasy al-Ulum wa al-Din The Throne of

  

Science and Religion) baik dari sisi filosofi,

  maupun secara aplikatif. Secara filosofi, hakikat dari „Arsy itu masih abstrak, yakni sesuatu hal yang tidak pernah dilihat oleh manusia. Namun, justru hal ini sejalan dengan hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri yang memang abstrak. Ilmu pengetahuan memang dalam kenyataannya tidak pernah bisa dilihat, hanya bisa ditandai keberadaannya dalam bentuk manifestasi. Begitu juga dengan hakikat dari „Arsy yang memang tidak pernah diketahui oleh manusia, namun manifestasinya mewujud di permukaan bumi, bahkan melekat dalam diri manusia itu sendiri. Adapun secara aplikatif, gagasan ini lebih detail terkait dengan pola keilmuan IAIN Purwokerto yang terbagi antara ilmu agama dan ilmu umum. Dalam perkembangan zaman yang global, keseimbangan antara ilmu Agama Islam dengan ilmu umum memang menjadi daya tarik.

  Hakikat ilmu pengetahuan yang bersumber dari al- Qur‟an dan Hadis telah banyak dijelaskan secara ilmiah. Hal inilah yang seharusnya disadari oleh ranah keilmuan di

  IAIN Purwokerto. Dari hasil sharing dengan dosen-dosen di IAIN Purwokerto, maka disepakati bahwa Arasy Ilmu dan Agama (Arasy al-Ulum wa al-Din The Throne

  of Science and Religion) akan dikembangkan menjadi paradigma IAIN Purwokerto.

c. Pembahasan Draft Keilmuan IAIN Purwokerto Berkaitan dengan Visi Misi

  Pembahasan draft keilmuan IAIN Purwokerto berkaitan dengan visi misi pada tanggal 5 Mei 2015 pemantapan paradigma keilmuan, menurunkan visi dan misi IAIN Purwokerto. Penyusunan draft keilmuan dikaitkan dengan visi dan misi IAIN Purwokerto, yakni “Unggul, I slami, dan Berkeadaban.” Draf keilmuan yang ada di IAIN Purwokerto dipahami sebagai institusi yang unggul sehingga ranah keilmuan yang dikembangkan hendaknya sejalan dengan situasi dan kondisi.

d. Pemaparan Tim Evaluasi Kurikulum

  Pemaparan Tim Evaluasi Kurikulum dilakukan pada Kamis 18 Juni 2015 di Ruang Sidang Senat, IAIN Purwokerto. Dalam pemaparan ini, terlebih dulu dipaparkan oleh Tim Evaluasi Kurikulum tahun 2014. Hal ini dimaksudkan untuk menilik pada kurikulum yang sudah ada sehingga materi hanya direvisi sesuai dengan rancangan paradigma keilmuan

  „arsy ulum.

  Materi yang direvisi menjadi kurikulum 2015 dan menjadi beban akademik S-1 dan D3. Dari materi kurikulum tahun 2014 sebenarnya sudah ada Tim Evaluasi Kurikulum, yang relevan dengan program baru dilanjutkan dan apabila memungkinkan akan direvisi. Hal ini untuk memastikan jumlah SKS untuk program s-1 148-150 SKS dan program D3 110 SKS. Dalam hal ini, didiskusikan juga matakuliah ke-IAIN- an, fakultas, dan keprodian, yang memang dihadiri oleh pemangku kurikulum masing- masing. Oleh karena itu, dalam pembahasan beban akademik diarahkan untuk pembagian tugas, yakni dengan rincian;

  1) Untuk matakuliah ke-IAIN-an dibebankan pada LPM untuk merancang dan mengonsepkan,

  2) Untuk matakuliah fakultas dibebankan pada

  Dekan dan Wadek I dari masing-masing Fakultas di IAIN Purwokerto untuk menyusun. 3) untuk matakuliah ke-Prodi-an

  Adapun dibebankan kepada kaprodi untuk merancang dan menyusun. Pembagian tugas tersebut dimaksudkan agar terjadi kajian mendalam pada pemangku kurikulum masing-masing dengan konsep dan pandangan yang lebih membidangi.

e. Rakor Kurikulum ke-IAIN-an

  Rapat koordinasi ini dilakukan pada hari Sabtu,

  25 Juni 2015 oleh Tim Evaluasi Kurikulum di Auditorium IAIN Purwokerto. Tim evaluasi kurikulum melakukan sharing dengan para Dekan, Wadek, Kajur, Sekjur, dan Kaprodi tentang beban SKS untuk matakuliah ke-IAIN-an dan matakuliah-matakuliahnya. Pada pembahasan ini, disepakati jumlah SKS untuk matakuliah ke-IAIN-an adalah 40 SKS dengan rincian sebagai berikut:

  1) Matakuliah Pendidkan Pancasilan dan

  Kewarganegaraan (3 SKS) sebagai penggabungan matakuliah Filsafat Pancasila dan Civic Education. 2)

  Ilmu Kalam (2 SKS) sebagai pengganti matakuliah Aqidah Islamiyah dengan alasan memperluas cakupan bahasan yang ada agar tidak hanya tentang aqidah, tetapi memperkenalkan pemikiran-pemikiran di dalamnya. 3)

  Fiqh (2 SKS) ada pengurangan jumlah SKS dari 4 menjadi 2 karena dimaksudkan dalam fiqh ini adalah fiqh ibadah yang dirasa cukup 2 SKS. Untuk 2 SKS lainnya, dimasukkan ke dalam matakuliah fiqih jurusan. 4)

  Ahlak dan Tasawuf (2 SKS) ada perubahan dari nama sebelumnya, yakni Akhlaq Tasawuf. 5)

  Ulumul Qur‟an (3 SKS) dirubah jumlah SKS menjadi 2 SKS karena dirasa cukup dengan jumlah tersebut. 6)

  Ulumul Hadis (3 SKS) dirubah julmah SKS menjadi 2 SKS karena dirasa cukup dengan jumlah tersebut.

  7) Islamic Building (2 SKS) tetap seperti sebelumnya, dengan catatan revisi materi dan capaian pembelajaran kepada kajian aspek-aspek yang ada dalam Islam.

  8) Ushul Fiqh (2 SKS), Filsafat Islam (2 SKS),

  Filsafat Ilmu (2 SKS), Logika (2 SKS), IAD (2 SKS), SKI (2 SKS), Bahasa Indonesia (2 SKS), Bahasa Arab I (2 SKS), Bahasa Arab II (2 SKS), Bahasa Inggris (2 SKS), Bahasa Inggris II (2 SKS), KKN (3 SKS), BTA dan PPI (0 SKS), serta Aplikasi Komputer (0 SKS) (tidak ada perubahan).

f. Finalisasi Kurikulum ke-IAIN-an

  Finalisasi kurikulum ke-IAIN-an ini dilakukan pada Selasa, 30 Juni 2015 Kantor Pusat, IAIN Purwokerto. Tim Evaluasi Kurikulum bersama para Dekan, Wadek, Kajur, Sekjur, dan Kaprodi melakukan kajian terhadap matakuliah- matakuliah fakultas, kejurusan dan keprodian. Dalam finalisasi ini, tidak terlalu banyak hal yang diperdebatkan karena rancangan awal telah memiliki keselarasan. Dalam finalisasi ini, lebih membahas bagian-bagain yang memang diperlukan dalam proses belajar-mengajar, serta agar tidak terjadi salah paham. Selain itu, pembahasan yang terpenting dalam finalisasi kurikulum ke-IAIN-an ini lebih sebagai upaya mendeskripsikan matakuliah yang memang penting sebagai pilar dari IAIN Purwokerto.

g. Penyelaras Akhir Draft

  Usaha untuk penyelarasan draf akir ini dilakukan pada hari Senin, 20 Juli 2015 di Kantor Pusat IAIN Purwokerto. Tim Evaluasi Kurikulum bersama para Dekan, Wadek, Kajur, Sekjur, dan Prodi melakukan kajian terhadap matakuliah-matakuliah kejuruasan dan keprodian agar jumlah SKS per semester selaras. Dalam penyelarasan ini, lebih meninjau aspek kemampuan mahasiswa dalam menerima materi dari dosen serta pandangan beban yang dapat mereka terima selama perlukiahan. Dalam hal ini, disepakati bahwa untuk semester 1 dan 2 adalah maksimal 17 SKS. Adapun untuk selanjutnya (untuk semester berikutnya) disesuaikan dengan selaras. Dalam kaitan ini, juga dilakukan penyelarasan nama-nama matakuliah yang memiliki substansi yang sama antarprogram studi.

h. Pembahasan Matakuliah Prasyarat

  Pembahasan ini dilakukan pada hari Senin, 27 Juli 2015 di Auditorium IAIN Purwokerto. Tim Evaluasi kurikulum dan para Kajur, Sekjur, dan Kaprodi menyepakati bahwa matakuliah prasyarat ditetapkan oleh masing-masing program studi. Matakuliah prasyarat sebagai contoh Matakuliah Bahasa Indonesia yang kelulusannya menjadi syarat untuk bisa mengerjakan Skripsi. Dalam hal ini, apabila mahasiswa belum lulus Matakuliah Bahasa Indonesia berarti mereka belum memiliki kemampuan tata tulis ilmiah. Contoh lain adalah matakuliah BTA dan PPI yang menjadi syarat bagi mahasiswa yang akan KKN. Kemampuan BTA dan PPI dari mahasiswa IAIN Purwokerto akan menjadi perhatian bagi masyarakat. Dalam hal ini, kegiatan KKN erat kaitannya dengan pengabdian kepada masyarakat secara langsung.

  i.

  

Pengajuan Kurikulum oleh Tim Evaluasi

Kurikulum

  Pengajuan kurikulum dilakukan pada hari Senin, 27 Juli 2015 di Kantor Pusat IAIN Purwokerto. Tim Evaluasi Kurikulum mengajukan draf kurikulum IAIN 2015 hasil untuk semua program studi, kecuali kurikulum PAI dan PGMI Transfer. Karena keterbatasan waktu bagi Tim Evaluasi Kurikulum, maka kurikulum PAI dan PGMI Transfer dibahas oleh Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Kependidikan dan langsung diajukan ke sidang senat.

3. Sarasehan Pemantapan Kurikulum

  Sarasehan ini dilaksanakan di Rumah Makan, Omah Daun Purwokerto, Desember 2016. Dalam rangka mengawali grand desain, ada visi misi dan paradigma keilmuan. Untuk lebih menyelearaskan visi misi dengan paradigma keilmuan terkait dengan kurikulum. Hal ini karena paradigma keilmuan bukan visi misi.

  Sebenarnya, awal adanya sarasehan ini dimula dari diskusi kecil di ruang sidang yang akan mengawali proses pembuatan Grand Desain. Hanya saja, untuk bisa menjadikan paradigma keilmuan IAIN Purwokerto yang bisa diterima oleh eleman masyarakat, perlu untuk dibahas secara mendalam dengan mengundang pakar yang membidangi. Pakar yang diundang adalah KH. Zuhrul Anam dan Ahmad Tohari.

  KH Zuhrul Anam (pengasuh pondok Pesantren At- Taujih al-Islami, Leler, Banyumas) sepakat dengan paradigma „arsy ulum. Ia memberikan beberapa masukan tentang pola Pendekatan Studi Islam yang bijak, terkait dengan toleransi hidup. Filosofi yang diugkapkan adalah “Semakin banyak membaca yang berbeda, maka akan semakin sulit menyalahkan orang lain.” Filosofi ini mengandung arti bahwa semakin seseorang mendapatkan pengetahuan, maka ia akan menjadi semakin bijak dalam bertindak. Oleh karena itu, paradigma keilmuan yang dimiliki oleh IAIN Purwokerto hendaknya mengarah pada polarisasi ilmu dan perwujudan dalam kehidupan sehari-hari secara nyata. Sikap penting seorang agamawan adalah terbuka dan menyerap berbagai macam hal untuk kebaikan. Konsep seperti itulah yang diharapkan akan membentuk sinergisitas di IAIN Purwokerto sebagai Perguruan Tinggi Agama Islam yang berkeadaban. Adapun Ahmad Tohari (selaku budayawan) menyampaikan pandangan bahwa agama bukan tujuan, tapi alat untuk mencapai kehidupan yang terbaik. Belajar agama itu bukan pintar baca al- Qur‟an, tetapi dengan membaca al-Qur‟an seseorang bisa menjadi lebih bijak dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pandangan ini bila dikaitkan dengan „arsy ulum mengarah bahwa ilmu itu bukan tujuan, tetapi agar orang yang belajar di

  IAIN Purwokerto dapat menjadi bijak dalam hidup. Wujud dari implementasi sebuah pendidikan itu bukan hanya memahami, tetapi juga mengamalkan karena pada hakikatnya sebuah ilmu pengetahuan adalah kehidupan itu sendiri.

  Pandangan menarik yang disampaikan oleh Ahmad Tohari sebagai budayawan adalah “jangan bangga dengan tahu agama, tetapi agama yang berkehidupan.” Hal ini karena tahu saja tidak identik dengan shaleh dalam pengertian keharmonian hidup. Apabila dihubungkan dengan „arsy ulum, maka ada relasi yang menarik antara Ilahiah, alam, dan manusia yang diterjemahkan sesuai dengan fragemantasi kehidupan sebagai wujud praktis untuk memandu hidup lebih baik sejalan dengan pengetahuan. Alangkah lebih baiknya jika paradigma keilmuan di

  IAIN Purwokerto adalah paradigma keilmuan yang mengaplikasikan norma-norma agama dalam kehidupan praktis dan selaras dengan situasi dan kondisi. Oleh karena itu, tradisi keilmuan yang ingin dikembangkan adalah secara inklusif dan inovatif, yakni berupaya terus melakukan terobasan yang baru dengan sikap terbuka dengan hal baru dari mana pun, yang bermanfaat. Dari konsep tersebut, muncul pandangan bahwa beragama (mau menghayati dan mengimplementasikan ajaran agama), berilmu (tahu dan bisa memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki), sadar budaya (toleran terhadap keberagaman yang ada di masyarakat sehingga tercipta keharmonian), dan warga negara yang baik sesuai dengan norma-norma yang ada. Penurunan dalam kurikulum, ada ilmu agama, umum, budaya, dan mata kuliah yang mengarah pada kenegaraan. Kurikulum dipahami sebagai sistem dan skenario untuk mencapai tujuan dengan pembelakan pada mahasiswa terkait juga dengan cara membelajarkannya. Panduan proses belajar- mengajar harusnya diterima secara substansial. Dalam hal ini, rambu-rambu evaluasi juga penting. Dalam sarasehan ini dihadiri oleh semua anggota senat, dosen yang dianggap konsen terhadap paradigma keilmuan, dan pejabat struktural. Mereka semua memberi masukan terkait dengan