PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA

  P E N D A H U L U A N

  

PENGERTIAN

HUKUM ACARA PERDATA

Sudikno Mertokusumo

  • Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg

    mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim.
  • Retnowulan Sutantio

    Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata

    formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil

  

SIFAT

HUKUM ACARA PERDATA

  • Bersifat mengikat / memaksa
  • Adanya perkara bergantung pada inisiatif penggugat
  • Sumber hukum  tempat kita menggali hukum Sumber Hukum Acara Perdata :

SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

  13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004

  22. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil

  21. Doktrin atau ilmu pengetahuan

  20. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand

  19. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata

  18. Yurisprudensi

  17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi

  16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer

  15. UU 5/1986 tentang PTUN

  14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004

  

1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941

no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura

  

2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227  u/ luar Jawa dan

Madura

  11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan

  10. UU 1/1974 tentang Perkawinan

  

9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan

Kehakiman

  8. SEMA 3/1963

  

7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/

daerah Jawa dan Madura

  6. WvK (Wetboek van Koophandel)

  5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa

  

4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang

Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23

  3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63  u/ gol. Eropa

  12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006

  

FUNGSI

HUKUM ACARA PERDATA

  • Melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara (peradilan)

HUKUM ACARA PERDATA

  UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN P E L A K S A N A A N P U T U S A N P U T U S A N P E M B U K T I A N P E N D A H U L U A N PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

  

ASAS – ASAS

HUKUM ACARA PERDATA

  1. Hakim bersifat menunggu

  2. Hakim pasif

  3. Sifat terbukanya persidangan

  4. Mendengar kedua belah pihak

  5. Putusan harus disertai alasan – alasan

  6. Beracara dikenakan biaya

  7. Tidak ada keharusan mewakilkan

PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN

GUGATAN DAN PERMOHONAN

  • Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan

GUGATAN PERMOHONAN

  • Terdapat pihak penggugat & pihak tergugat
  • Diajukan o/ seorang pemohon/lebih scr bersama-sama
  • Terdapat suatu sengketa atau konflik
  • Tidak ada suatu sengketa atau konflik

  

KEWENANGAN MUTLAK dan

KEWENANGAN RELATIF

  • Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam kewenangan : 1.

  Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie)

menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan

peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan u/ mengadili (attributie van rechtsmacht) 2.

  Kewenangan relatif (Relative Competentie)  mengatur

pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yg

serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat  Ps. 118 HIR  azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang adalah PN tempat tinggal tergugat

  

GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS

  • • Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara

    tertulis dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau wakil/kuasanya yg sah.
  • Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan dilakukan secara lisan melalui Ketua PN yg berwenang u/ mengadili perkara itu, Ketua PN akan membuat/menyuruh membuat gugatan tsb.
  • • Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau

    gugat lisan dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg bersangkutan serta membayar uang perkara.

  PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN

  Didaftar Penetapan & Penunjukann Penggugat mengajukan

  

Kepaniteraan PN

gugatan & melunasi Majelis Hakim o/ Ketua PN biaya perkara

  Majelis Hakim : Penyerahan Surat Panggilan Sidang

  1. Menetapkan tgl. Hari sidang; & Salinan Surat Gugatan

  2. Memanggil para pihak pd kpd Para Pihak o/ Juru Sita. hari sidang dgn membawa saksi-saksi & bukti-bukti. Juru Sita menyerahkan PELAKSANAAN PEMERIKSAAN Risalah (Relaas) DI PERSIDANGAN Panggilan kpd Majelis Hakim.

PUTUSAN GUGUR

  • Suatu perkara perdata dpt diputus scr :

  1. contradictoir (kedua belah pihak hadir di persidangan); atau 2. di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara. merealisir asas : “audi et alteram partem”  kepentingan kedua pihak harus diperhatikan

  • wakilnya menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan pemanggilan kedua. (Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rv)

  

Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim

  • Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir, maka u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan penggugat dinyatakan gugur serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148 Rbg).
  • Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi gugatan. Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya
  • perkara.
  • Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk perkara diperiksa scr contradictoir.

VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)

  • Apabila tergugat tdk hadir stl dipanggil scr patut, mk gugatan dikabulkan dgn putusan diluar hadir atau

  

verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tdk

beralasan.

  • Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ?

  Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat : 1. pd hr sidang pertama; 2. tdk hanya pd hr sidang pertama; Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua.

“HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”

  

Lanjutan …..

VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)

  • Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram partem”, shg seharusnya scr ex ofcio hakim harus mempelajari isi gugatan.

  

1. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg

dasar tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan

dinyatakan tdk diterima. Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara, shg di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya.

  2. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/ mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem).

  • dpt mengajukan banding.

  

Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat

  • Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd sidang berikutnya, mk perkaranya diperiksa scr

  

PERDAMAIAN

  • Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, mk hakim

    harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg)

  • Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pd hr

    sidang berikutnya apabila tjd perdamaian, mk harus dinyatakan

    dlm surat perjanjian dibawah tangan yg ditulis di atas kertas bermeterai. Demikian sbg dasar bg hakim menjatuhkan putusan, yg isinya menghukum kedua belah pihak u/ memenuhi isi perdamaian yg telah dibuat diantara pr pihak.
  • Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan banding.
  • Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.

  

JAWABAN

  • Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg  tergugat dpt menjawab baik scr tertulis maupun lisan. Bentuk Jawaban :
  • 1. Pengakuan  membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya. 2. bantahan (verweer)  pd hakekatnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak. Bantahan ada 2 macam :

  a. Tangkisan/Eksepsi  suatu sanggahan / bantahan dr pihak tergugat thd gugatan penggugat yg tdk langsung mengenai pokok perkara, yg berisi tuntutan batalnya gugatan.

b. Sangkalan  sanggahan yg berhubungan dgn pokok perkara.

  • mencabut gugatannya, kecuali dgn persetujuan tergugat.

  Akibat hukum dr adanya jawaban : penggugat tdk diperkenankan

  P E M B U K T I A N

  

A R T I

  • “Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :

  

1. Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn

berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti lawan.

  2. Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun pertimbangan akal.

  3. Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis  memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg diajukan  hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg memperoleh hak dari mereka  tdk menuju kpd kebenaran mutlak  mrpk pembuktian historis

  

T U J U A N

  • • Tujuan Pembuktian  putusan hakim

    yg didasarkan atas pembuktian tsb

BEBAN PEMBUKTIAN

  • (bewijs last, burden of proof)

  

Hakim membebani para pihak dengan pembuktian

  • yg mengaku mempunyai hak atau yg mendasarkan

    pada suatu peristiwa u/ menguatkan haknya itu atau

    u/ menyangkal hak orang lain, harus membuktikan

    adanya hak atau peristiwa itu”  Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW) artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya, sedang tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.

  Asas pembagian beban pembuktian  “barang siapa

  

ALAT – ALAT BUKTI

Paton  alat bukti dapat bersifat oral, documentary

  • atau material.
  • Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata

    (Ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW), a.l. :

  1. Alat Bukti Tertulis

  2. Saksi-saksi

  3. Persangkaan

  4. Pengakuan (Bekentenis Confession)

  5. Sumpah Alat bukti lain :

  6. Pemeriksaan setempat (descente)

  7. Keterangan Ahli (Expertise)

  

Alat Bukti Tertulis

  • Dasar hukum : Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164, 285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29; Ps. 1867 – 1894 KUHPerdata; Ps. 138 – 147 Rv.
  • Alat bukti tertulis  surat

AKTA OTENTIK AKTA AKTA DIBAWAH TANGAN SURAT BUKAN AKTA

  Saksi-saksi Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW • Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg • disengketakan dgn jalan pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil di persidangan Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW  setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg • saksi, kecuali : I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi :

  a. tidak mampu secara mutlak (absolut) 1. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah 1 pihak  Ps. 145 (1) sub 1 HIR, 172 (1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW

  2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai  Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW b. tidak mampu secara nisbi (relatif) 1. anak-anak dibawah 15 th  Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo. 173 Rbg,

  1912 BW 2. orang gila  Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW

  II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian  hak ingkar (verschoningsrecht)  Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW : a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak

   b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri salah 1 pihak

   c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu

  • Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW  azas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi

  Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW  keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang • peristiwa atau kejadian yg dialaminya sendiri

  • Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan
  • Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa

  Persangkaan • Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps.

  1866, 1915 - 1922 KUHPerdata.

  • Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua

    persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-

    undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-

    undang.
  • Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau rechterlijke vermoedens).

  

Pengakuan (Bekentenis Confession)

  • Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW (Ps. 1923 – 1928).

    Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak

  • atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawan.
  • Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di

    muka hakim di persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) & pengakuan yg diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW).
  • Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW  pengakuan tdk boleh dipisah-pisahkan (onsplitsbare aveu). Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 :
  • 1. Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg

  

sifatnya sederhana & sesuai sepenuhnya dgn tuntutan pihak

lawan.

  2. Pengakuan dgn kualifkasi (gequalifceerde bekentenis, aveu qualife), ialah pengakuan yg disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan.

  3. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe), ialah suatu pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg bersifat membebaskan.

  

Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg

diberikan di muka hakim di persidangan

  • Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan (gerechtelijke bekentenis), mrpk

    keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan

    yg tegas & dinyatakan o/ salah 1 pihak dalam

    perkara di persidangan, yg membenarkan baik

    seluruhnya atau sebagian dr suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawannya, yg mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut o/ hakim mjd tidak diperlukan.
  • • Ps. 1926 BW  pengakuan yg diberikan di muka

    hakim di persidangan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila terbukti bahwa pengakuan itu adalah akibat dr suatu kesesatan atau kekeliruan.

  

Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg

diberikan di luar persidangan

  • Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah keterangan yg diberikan o/ salah 1 pihak dlm suatu perkara perdata di luar persidangan u/ membenarkan pernyataan-pernyataan yg diberikan o/ lawannya.
  • Pengakuan yg diberikan di luar persidangan :

  1. Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd pertimbangan hakim  bukan mrpk alat bukti  masih harus dibuktikan di persidangan

  2. Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk alat bukti disamping alat bukti tertulis

  

Sumpah

  • Dasar hukum : HIR (Ps. 155-158, 177), Rbg (Ps.182-185, 314), BW (Ps. 1929 -1945)
  • HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai

    alat bukti :

  1. Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)

  2. Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed)

  3. Sumpah pemutus (decisoir)

  

Lanjutan … Sumpah :

Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)

  • Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW
  • Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/ melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi sengketa sbg dasar putusannya
  • Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih dahulu Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih
  • memungkinkan pembuktian lawan Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah
  • dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya

  

Lanjutan … Sumpah : Sumpah penaksiran

(aestimatoir, schattingseed)

  • Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps. 1940 BW
  • Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim karena jabatannya kpd penggugat u/ menentukan jumlah uang ganti kerugian, demikian apabila

    penggugat telah dapat membuktikan haknya a/

    ganti kerugian itu serta jumlahnya masih belum

    pasti & tdk ada cara lain u/ menentukan jumlah

    ganti kerugian tsb kecuali dgn taksiran
  • Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan pembuktian lawan

  

Lanjutan … Sumpah :

Sumpah pemutus (decisoir)

  • Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps. 1930 BW
  • Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan

    atas permintaan salah 1 pihak kpd lawannya u/ memutuskan persoalan, menentukan siapa yg harus dikalahkan & siapa yg harus dimenangkan
  • Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu,

    sehingga dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di persidangan
  • Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah

    dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap

    selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya

  

Pemeriksaan setempat (descente)

  • Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai perkara o/ hakim karena

    jabatannya yg dilakukan diluar gedung atau tempat

    kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat

    sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi kepastian ttg peristiwa yg menjadi sengketa.
  • Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di gedung pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung, batas tanah
  • Dasar hukum : Ps. 153 HIR
  • Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan

    hakim.

  

Keterangan Ahli (Expertise)

  • Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif

    dan bertujuan u/ membantu hakim dalam pemeriksaan

    guna menambah pengetahuan hakim sendiri.
  • Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv) Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung.

  Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya.

  • Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim

    dapat mengangkat seorang ahli secara ex ofcio  Ps.

    222 Rv
  • Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd tdk memenuhi kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti kerugian  Ps. 225 Rv

  S A K S I A H L I Kedudukannya tidak dapat diganti dgn saksi lain

  

Lanjutan … Keterangan Ahli (Expertise)

  • Perbedaan antara saksi dengan ahli :

  Kedudukannya dapat diganti dgn ahli lain

Satu saksi bukan saksi Satu ahli cukup u/ didengar mengenai

satu peristiwa Tidak diperlukan mempunyai keahlian Mempunyai keahlian ttt yg berhubungan dgn peristiwa yg disengketakan Saksi memberi keterangan yg dialaminya sendiri sebelum terjadi proses

  Ahli memberi pendapat/kesimpulan ttg peristiwa yg disengketakan selama terjadinya proses Saksi harus memberikan keterangan secara lisan, keterangan saksi yg tertulis mrpk alat bukti yg tertulis Keterangan ahli yg tertulis tidak termasuk dalam alat bukti tertulis Hakim terikat u/ mendengarkan keterangan saksi Hakim bebas u/ mendengar atau tidak P U T U S A N

  

Defnisi Putusan

Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/

  • hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/

    itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/ mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. (Sudikno Mertokusumo) Putusan ≠ Penetapan
  • Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan contentius Penetapan  penyelesaian perkara dalam peradilan voluntair

  

Jenis – jenis Putusan

  • Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1

    Rbg), jenis – jenis putusan :

  

1. Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri

suatu sengketa atau perkara dalam suatu

tingkatan peradilan ttt.

  2. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan sela/putusan antara adalah putusan yg fungsinya tdk lain u/ memperlancar pemeriksaan perkara.

  

Putusan Akhir

  • Jenis – jenisnya :

  1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat

menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi prestasi.

  2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau

menciptakan suatu kedaan hukum, misal : pemutusan

perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb.

  3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal : putusan dalam sengketa mengenai anak sah.

  • Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir maupun constitutif bersifat declaratoir.

  Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan

  

Antara

  • Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi ditulis dlm berita acara persidangan. (Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)
  • Putusan sela hanya dapat dimintakan

    banding bersama-sama dengan permintaan

    banding thd putusan akhir. (Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)

  Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara

  • Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara :

  1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau

putusan akhir, misal : putusan u/ menggabungkan 2 perkara,

putusan u/ menolak diundurkannya pemeriksaan saksi.

  2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal : putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat (rekonstruksi).

  3. Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan biasa.

  Putusan ini belum berhubungan dgn pokok perkara.

  4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.

  PELAKSANAAN PUTUSAN

  Hakekat Pelaksanaan

Putusan

  • Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah realisasi drpd kewajiban pihak ybs u/ memenuhi prestasi yg tercantum dlm putusan tsb.
  • Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan u/ dilaksanakan apa yg ditetapkan dalam putusan itu secara paksa o/ alat2 negara.

    “Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”

  • Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr paksa o/ pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tdk memerlukan sarana pemaksa dlm melaksanakannya, krn tdk memuat hak a/ suatu prestasi.

  

Jenis – jenis Pelaksanaan Putusan

  1. Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/ membayar sejumlah uang. (Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg)

  

2. Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan suatu

perbuatan. Orang tdk dpt dipaksakan u/ memenuhi prestasi

yg brp perbuatan. Akan tetapi pihak yg dimenangkan dpt

meminta kpd hakim agar kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps. 225 HIR; Ps. 259 Rbg)

  

3. Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan kpd

debitur o/ putusan hakim scr langsung. (Ps. 1033 RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg)

  4. Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang kreditur menjual barang2 ttt milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2 KUHPerdata)

  UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN

  • Upaya hukum adalah upaya atau alat

    u/ mencegah atau memperbaiki kekeliruan dlm suatu putusan.

  PERLAWANAN /

VERZET BIASA BANDING KASASI UPAYA HUKUM

  PENINJAUAN KEMBALI / REQUEST CIVIL

  ISTIMEWA PERLAWANAN PIHAK KE-3 / DERDENVERZET

  

PERLAWANAN / VERZET

  • Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps. 149 ayat 3 jo. 153 Rbg.
  • Perlawanan mrpk upaya hukum thd

    putusan yg dijatuhkan di luar hadirnya

    tergugat (putusan verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg pihak tergugat yg umumnya dikalahkan.

  

BANDING

  • UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang- undang menentukan lain.

  

KASASI

  • UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak- pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang

  

PENINJAUAN KEMBALI /

REQUEST CIVIL

UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan

  • pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah

    Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu

    yang ditentukan dalam undangundang.
  • Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu”

    dalam ketentuan ini antara lain adalah

    ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya

    kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.

  

PERLAWANAN PIHAK KE-3 /

DERDENVERZET

Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara

  • & tdk mengikat pihak ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata).
  • Apabila ada PPihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu

    putusan, mk ia dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv).
  • Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg dilawan itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv).
  • Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan

    itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382