Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja Perusahaan Rotan Indonesia | Damayati | Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia 1 PB

Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku terhadap Kinerja Perusahaan Rotan Indonesia

The Effect of Raw Material Export Restriction on Indonesian Rattan Firms

Performance

Ashintya Damayati a,∗ , Nachrowi D. Nachrowi a,∗∗

a Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia

Abstract This research analyzes the impacts of raw material export restriction on firm performance: value-added,

labor, and productivity growth, as well as firm survival ability in the rattan-based final good industry in the 1995–2004 period, which are distinguished based on firm size. This study uses probit method for the survival model, and the Ordinary Least Square (OLS) for the growth model. Data obtained from Medium and Large Scale Industries Statistics (ISIC 33131 and 33212). The result shows that export restriction can improve survival ability of the medium and large-sized firm, and have a positive impact on value-added and labor growth of the medium-sized firm. Keywords: Export Restriction on Rattan Raw Material, Firm Growth, Firm Survival, Rattan-Based Final Goods Industry

Abstrak Studi ini membahas pengaruh dari kebijakan larangan ekspor bahan baku terhadap kinerja perusahaan:

pertumbuhan nilai tambah, tenaga kerja, dan produktivitas, serta kemampuan bertahan perusahaan barang jadi rotan di dalam industri pada periode 1995–2004, yang dibedakan berdasarkan ukuran perusahaan. Studi ini menggunakan metode probit untuk model kemampuan bertahan perusahaan dan Ordinary Least Square (OLS) untuk model pertumbuhan. Data diperoleh dari Statistik Industri Besar dan Sedang (ISIC 33131 dan 33212 ). Hasil studi menunjukkan bahwa kebijakan larangan ekspor bahan baku rotan mampu meningkatkan kemampuan bertahan perusahaan sedang maupun perusahaan besar, serta juga akan berdampak positif terhadap pertumbuhan tenaga kerja dan nilai tambah perusahaan sedang. Kata kunci: Industri Barang Jadi Rotan, Kemampuan Bertahan Perusahaan, Larangan Ekspor Bahan Baku Rotan, Pertumbuhan Perusahaan

JEL classifications: L25, L52, L68

Pendahuluan

Pada tahun 1995, pangsa pasar rotan Indone- sia menempati urutan pertama (75%) sebagai

Rotan telah dipandang sebagai komoditas hasil penghasil rotan dunia. Angka ini kemudian di- hutan bukan kayu yang cukup penting bagi In-

ikuti oleh Malaysia (8,5%), Thailand (7,5%), donesia karena potensinya yang sangat besar.

Filipina (6,6%), dan sisanya (1,9%) dihasil- kan oleh negara-negara lain (Fariyanti, 1995).

∗ Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Il-

Bahkan pada tahun 2010, data dari Kemente-

mu Ekonomi Universitas Indonesia, Kampus FEUI, De- pok 16424. E-mail : ashintyad@yahoo.com.

rian Perindustrian menyebutkan bahwa pang-

∗∗ E-mail : nachrowi@indo.net.id

sa pasar rotan Indonesia dalam perdagangan

44 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... rotan dunia sudah mencapai 80%. Tingginya

pangsa pasar tersebut terutama didukung oleh besarnya daerah penghasil rotan di Indonesia, di mana 90% rotan dihasilkan dari hutan alam dan 10% sisanya dihasilkan dari budi daya ro- tan. Dari hutan alam yang tersebar di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Sulawesi, dan Pulau Irian, Indonesia berpotensi mengha- silkan 622.000 ton rotan kering per tahun (Ke- menterian Perindustrian, 2007). Yayasan Ro- tan Indonesia pada tahun 2011 mencatatkan bahwa realisasi tebangan rotan tahunan ada- lah 247.291,30 ton rotan kering per tahun se- hingga masih tersisa 374.708,7 ton per tahun yang masih mungkin dihasilkan tetapi belum dimanfaatkan.

Dengan melimpahnya rotan Indonesia, di mana potensinya masih sangat besar dan be- lum termanfaatkan, diharapkan bahwa indus- tri barang jadi rotan seperti mebel rotan atau furnitur rotan dapat berkembang dengan pe- sat. Namun seiring dengan perkembangannya, industri pengolahan rotan beberapa tahun ter- akhir ini justru menunjukkan terjadinya penu- runan kinerja. Walaupun memiliki keunggul- an dalam ketersediaan bahan baku yang ber- limpah, produktivitas dari industri pengolahan rotan mengalami penurunan. Hal ini terutama mulai terjadi sejak tahun 2003 di mana pada tahun tersebut industri furnitur dari rotan dan bambu di Indonesia kalah bersaing dengan ne- gara lain (Kementerian Perindustrian, 2007). Pada tahun 2005, jumlah perusahaan maupun produksi industri pengolahan rotan mengala- mi penurunan yang cukup signifikan (Kemen- terian Perindustrian, 2007). Penurunan ini pun berlanjut pada tahun 2006. Pertumbuhan per- usahaan pengolahan rotan melambat, di ma- na realisasi produksinya mengalami penurun- an rata-rata 7,9% per tahun (Kementerian Per- industrian, 2007). Setidaknya, 144 perusahaan

rotan di daerah Cirebon gulung tikar 1 . Berku- rangnya jumlah perusahaan dan produksi ber-

1 Cirebon merupakan sentra industri pengolahan ro- tan terbesar di Indonesia.

dampak juga pada penurunan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap industri ini sehingga banyak menimbulkan pengangguran. Padahal, industri ini adalah jenis industri padat karya yang pasti dapat menyerap banyak tenaga ker- ja apabila dapat berkembang dengan baik (Fa- riyanti, 1995).

Untuk mengatasi permasalahan penurunan kinerja tersebut pemerintah mencoba untuk mengatur kembali kebijakan mengenai tata ni- aga ekspor bahan baku rotan. Pemerintah me- lalui Kementerian Perdagangan menilai bah- wa penurunan kinerja dari industri rotan ada- lah karena dibukanya keran ekspor bahan baku rotan pada tahun 2005 sehingga keran ekspor tersebut dirasa perlu dibatasi untuk menyela- matkan industri pengolahan rotan dalam ne- geri (Daniel, 2009). Atas dasar ini, pemerin- tah pada tahun 2009 mengeluarkan Peratur- an Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor

36 Tahun 2009 2 tentang tata niaga rotan yang isinya adalah pembatasan ekspor rotan untuk jenis dan diameter tertentu, kewajiban mema- sok industri dalam negeri sebelum ekspor, serta diadakannya persyaratan bagi pelaku industri hulu sebelum dapat mengekspor rotannya.

Sayangnya, kebijakan ini justru menimbul- kan pro dan kontra di kalangan stakeholder (pemangku kepentingan) industri rotan. Pela- ku usaha industri pengolahan rotan yang ter- gabung dalam Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia (AMKRI) sebagai pihak yang pro dengan kebijakan ini berpendapat bahwa dibukanya keran ekspor bahan baku rotan ke luar negeri dan ditambah dengan mengalirnya bahan baku rotan ke luar negeri secara ilegal, mengakibatkan industri pengolahan rotan di dalam negeri sulit mendapatkan bahan baku (Exportnews, 05 Juni 2009). Di sisi lain, peta- ni rotan berargumen bahwa pelarangan ekspor bahan baku rotan justru akan mengakibatkan bahan baku rotan over-supply (kelebihan pena-

2 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indone- sia Nomor 36/M-DAG/PER/8/2009 Tentang Ketentu-

an Ekspor Rotan.

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

45 waran) di dalam negeri dan menurunkan har-

rotan dapat lebih terarah dan mencapai tuju-

ga rotan sehingga pada akhirnya akan menye- annya, yaitu meningkatkan kinerja industri ro- babkan petani rotan beralih ke pekerjaan lain

tan.

dan malah mengakibatkan supply (penawaran) Permasalahan mengenai pengaruh kebijakan bahan baku rotan terhambat (Investor Daily, tata niaga ekspor bahan baku rotan terhadap

10 Oktober 2011). Ketika akhirnya pada tahun industri rotan memang telah banyak mengun- 2011 kebijakan larangan ekspor bahan baku dang perhatian para peneliti dan akademisi

rotan diperpanjang melalui Permendag Nomor

di Indonesia. Razak (1993), Harlinda (1995), , kebijakan ini pun masih juga dan Fariyanti (1995) telah membahas menge- menuai pro dan kontra. Salah satunya adalah nai dampak dari kebijakan tata niaga ekspor karena ada pandangan bahwa bukan kebijakan bahan baku rotan terhadap efisiensi usaha ro- buka-tutup keran ekspor bahan baku yang ber- tan dan distribusi rentenya di Indonesia. Mes- pengaruh terhadap industri pengolahan rotan, kipun begitu, ketiga studi ini tidak membahas tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor la- mengenai dampak dari kebijakan tersebut ter- in, seperti permintaan atas produk barang jadi hadap kemampuan bertahan dan pertumbuhan rotan, sehingga kebijakan ini dirasa tidak krusi- perusahaan. Padahal, penurunan jumlah per- al (Komisi Pengawas Persaingan Usaha, 2010). usahaan dan perlambatan pertumbuhan ada- Kebingungan kebijakan pemerintah antara

35 Tahun 2011 3

lah masalah yang dialami oleh industri rotan menutup dan membuka keran ekspor rotan me-

belakangan ini. Oleh karena itu, menarik un- mang tidak terjadi baru-baru ini saja. Pada

tuk melihat pengaruh pelarangan ekspor ba- tahun 1986, pemerintah menutup keran eks-

han baku rotan yang dilakukan oleh pemerin- por bahan baku rotan, yang kemudian dibu-

tah belakangan ini terhadap indikator kiner- ka sepenuhnya pada tahun 1998 karena ada-

ja perusahaan, yaitu pertumbuhan (nilai tam- nya letter of intent dengan International Mo-

bah, tenaga kerja, dan produktivitas) serta ke- netary Fund (IMF). Ekspor bahan baku rotan mampuan perusahaan bertahan dalam indus-

kemudian dilarang lagi pada tahun 2004, na- tri pengolahan barang jadi rotan. Disini dilihat mun segera dibuka lagi pada tahun 2005 kare-

apakah pelarangan ekspor bahan baku rotan na dirasa merugikan, dan sekarang keran eks-

benar-benar merupakan kebijakan yang tepat por bahan baku rotan tersebut telah ditutup

untuk bisa meningkatkan kinerja industri ro- kembali. Kebijakan yang terus berubah-ubah

tan atau malah memperburuk situasinya. ini timbul karena pro dan kontra yang terjadi di

kalangan stakeholder industri rotan. Padahal, Penulis melakukan modifikasi dari model kebijakan mengenai tata niaga ekspor bahan

Ordinary Least Square (OLS) untuk pertum- baku rotan yang tidak jelas arahnya dan terla-

buhan dan model probit untuk kebertahanan lu sering berubah-ubah akan berdampak buruk

perusahaan oleh Evans (1987), dengan mema- pada iklim usaha rotan di Indonesia dan ma-

sukkan variabel kebijakan tata niaga ekspor lah semakin memperburuk kinerja industri ini.

bahan baku rotan sebagai variabel bebas ber- Oleh karena itu, penting untuk diketahui apa-

dasarkan Takacs (1994) yang menjelaskan bah- kah keran ekspor bahan baku rotan sebaiknya

wa variabel kebijakan tata niaga ekspor dapat dibuka atau ditutup, agar kebijakan mengenai

berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan dan kemampuan bertahan perusahaan di da-

lam industri. Studi sebelumnya mengenai ke-

Peraturan Menteri Perdagangan Republik In-

mampuan bertahan perusahaan rotan oleh Gu-

donesia Nomor 35/M-DAG/PER/11/2011

Ten-

nawan (2010) dan Saraswati (2011) tidak me-

tang Ketentuan Ekspor Rotan dan Produk Rotan

( http://pirnas.kemenperin.go.id/regulations/

masukkan variabel kebijakan tersebut ke dalam

PermendagNo35Tahun2011.pdf ).

modelnya sehingga belum menjawab dengan je-

46 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... las mengenai dampak kebijakan larangan tata

tunjukkan pada Gambar 1. niaga ekspor bahan baku rotan terhadap ke-

Penerapan kebijakan pembatasan atau la- mampuan bertahan perusahaan rotan. Selain rangan ekspor bahan baku akan membatasi itu, kebijakan mungkin memiliki dampak yang ekspor yang bisa dilakukan oleh pedagang ba- berbeda bagi skala industri berbeda. Namun,

1 sehingga bahan baku yang ta- belum ada studi yang mengamati dampak ke- dinya diekspor sekarang akan tersedia di da- bijakan tata niaga ekspor bahan baku rotan pa- lam negeri dan dengan demikian meningkat-

han baku, S I

da skala industri yang berbeda. Dengan demi- kan penawaran bahan baku rotan domestik dan kian, permasalahan yang diajukan dalam stu-

1 ke kanan menjadi kurva S 2 di ini adalah (1) bagaimana pengaruh larang- di pasar input. Dengan permintaan bahan baku an ekspor bahan baku terhadap kebertahanan yang tetap, maka terjadi peningkatan kuanti- perusahaan sedang dan besar pada industri pe- tas bahan baku rotan di dalam negeri sehingga ngolahan barang jadi rotan di Indonesia? serta

I menggeser kurva S I

1 ke P 2 . (2) bagaimana pengaruh larangan ekspor ba- Di pasar output, peningkatan kuantitas atas

I menurunkan harga bahan baku dari P I

han baku terhadap pertumbuhan (jumlah te- bahan baku ini akan membuat output barang naga kerja, nilai tambah, dan produktivitas) jadi meningkat. Peningkatan output pada saat

perusahaan sedang dan besar pada industri pe- dilakukannya pembatasan ekspor bahan baku ngolahan barang jadi rotan di Indonesia? menunjukkan bahwa secara teoretis pembatas-

an ekspor bahan baku akan menurunkan har-

Tinjauan Referensi ga bahan baku dan menciptakan pertumbuhan

nilai tambah. Hal yang sama juga terjadi di pa- Studi ini bertujuan untuk mengetahui dampak

sar tenaga kerja. Dengan meningkatnya output yang diproduksi, industri membutuhkan tam-

mengetahui pengaruh kebijakan larangan eks- por bahan baku rotan terhadap kebertahanan

bahan tenaga kerja untuk melakukan kegiatan produksi tersebut dan dengan demikian seiring

dan pertumbuhan perusahaan di industri pe- ngolahan barang jadi rotan. Dengan demiki-

dengan pembatasan ekspor bahan baku kurva permintaan tenaga kerja akan bergeser ke ka-

an, landasan teori bertumpu pada teori bagai-

mana pertumbuhan perusahaan dan kemam- nan dari D 1 ke D 2 , sehingga jumlah tenaga puan bertahan perusahaan dapat dipengaruhi

kerja meningkat dan menciptakan pertumbuh- oleh kebijakan pemerintah terkait dengan eks-

an tenaga kerja. Pertumbuhan nilai tambah por bahan baku.

dan tenaga kerja akan menciptakan pertum- buhan produktivitas sehingga dengan demiki-

Kontrol atas ekspor bahan baku berupa la- an kebijakan larangan ekspor bahan baku a-

rangan ekspor, kuota ekspor, persyaratan li- kan berdampak positif bagi pertumbuhan nilai sensi ekspor, atau pajak ekspor biasanya di- tambah, tenaga kerja atau produktivitas. gunakan oleh negara untuk mendorong aktivi-

tas industri pengolahan dalam negeri. Penerap- Pembatasan ekspor bahan baku juga berpe- an kebijakan pembatasan ekspor ini diterapkan

ngaruh terhadap kemampuan bertahan peru- dengan tujuan untuk menjamin ketersediaan

sahaan. Kemampuan bertahan perusahaan a- bahan baku dengan harga rendah bagi industri

kan sangat tergantung pada true cost atau ave- pengolahan dalam negeri, sehingga diharapkan

rage cost yang dialami perusahaan. Semakin dapat meningkatkan pertumbuhan nilai tam-

rendah biaya yang dihadapi oleh perusahaan, bah, pertumbuhan tenaga kerja, dan pertum-

maka akan semakin besar pula kemampuan buhan produktivitas. Secara teoretis, hubung-

bertahannya. Gambar 1 menunjukkan bahwa an kebijakan ekspor bahan baku dengan per-

pembatasan ekspor bahan baku akan menurun- tumbuhan nilai tambah dan tenaga kerja di-

kan harga bahan baku sehingga menurunkan

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

47 Gambar 1: Dampak Pembatasan Ekspor Bahan Baku terhadap Pertumbuhan Output dan Tenaga Kerja

Sumber: Takacs (1994)

biaya input yang harus dikeluarkan oleh peru- adanya pembatasan ekspor bahan baku ber- sahaan, selain itu, mengingat bahwa di indus-

dampak baik terhadap perusahaan. Semakin tri barang jadi rotan jumlah pekerjanya sangat

rendahnya biaya input membuat perusahaan melimpah maka kurva penawaran tenaga ker-

lebih efisien sehingga dapat meningkatkan per- janya bersifat elastis. Dengan demikian, meski-

tumbuhan dan kemampuan perusahaan untuk pun permintaan tenaga kerja meningkat cukup

bertahan. Namun, Takacs (1994) juga menam- tinggi, upah tidak akan meningkat terlalu ba-

bahkan bahwa tidak selamanya pembatasan nyak. Hal ini membuat biaya rata-rata yang di-

ekspor bahan baku berdampak baik bagi per- keluarkan perusahaan untuk memproduksi sa-

usahaan karena pembatasan ekspor ini menu- tu buah output secara keseluruhan akan menu-

runkan insentif produsen bahan baku untuk run (Gambar 2). Penurunan biaya rata-rata di-

melakukan produksi bahan baku. Jika dampak gambarkan dengan bergesernya kurva AC dari

ini terjadi terlalu besar maka malah akan ber- AC 1 ke AC 2 , begitupun kurva M C bergeser

balik merugikan perusahaan industri pengolah- dari M C 1 ke M C 2 . Dengan demikian, dengan

an karena penurunan produksi akan malah me- memaksimalkan profit (M C = M R) perusa-

ningkatkan harga dan membuat perusahaan ti- haan akan meningkatkan produksinya dari q 1 dak efisien. Dampak dari pembatasan ekspor

menjadi q 2 . Profit perusahaan meningkat dan bahan baku terhadap kebertahanan dan per- ketahanan perusahaan meningkat.

tumbuhan perusahaan adalah ambigu, bergan- tung pada seberapa besar pembatasan itu men-

Hal yang sama ditemukan oleh Takacs (1994) disinsentif produsen bahan baku untuk meng- yang menyimpulkan bahwa dalam tataran ini,

48 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

Gambar 2: Dampak Pembatasan Ekspor Bahan Baku terhadap Kemampuan Bertahan Perusahaan

Sumber: Martin (1993)

hasilkan bahan baku. Hal inilah yang akan dili- teori oleh Jovanovic (1982). Dengan melakukan hat pada studi ini, yaitu dampak dari kebijakan

estimasi dalam model logaritma untuk model larangan ekspor bahan baku terhadap kemam-

pertumbuhan dan variabilitas, serta menggu- puan bertahan dan pertumbuhan perusahaan,

nakan model probit untuk model kemampuan apakah akan berdampak baik atau berdampak

bertahan, Evans (1987) menemukan bahwa (1) buruk bagi perusahaan di industri barang jadi

tingkat pertumbuhan perusahaan menurun ke- rotan di Indonesia?

tika ukuran dan umur perusahaan meningkat, Studi mengenai pertumbuhan dan keber-

atau berhubungan negatif, serta (2) kemampu- tahanan perusahaan telah banyak dilakukan

an atau probabilitas perusahaan untuk berta- terutama dalam dua dekade terakhir. Per-

han akan meningkat seiring dengan semakin kembangan dari studi mengenai pertumbuh-

besar ukuran dan semakin tinggi umur peru- an dan kebertahanan perusahaan kemudian

sahaan.

telah menciptakan menculnya berbagai varia- Penemuan tersebut konsisten dan sesuai de- bel yang diketahui dan terbukti secara empi-

ngan kerangka pikir dari Jovanovic (1982) ya- ris memengaruhi pertumbuhan dan keberta-

itu terdapat hubungan negatif antara pertum- hanan perusahaan. Studi awal yang terpubli-

buhan perusahaan dan lamanya waktu perusa- kasi mengenai pertumbuhan dan kebertahan-

haan berdiri. Selain itu, menurut teori Evans, an perusahaan adalah studi oleh Evans (1987).

teori Gibrat bahwa pertumbuhan perusahaan Sampel yang digunakan pada studi ini adalah

tidak dipengaruhi oleh ukuran perusahaan di- penelitian pada tingkat perusahaan di industri

tolak. Penolakan Evans (1987) terhadap teori pengolahan Amerika Serikat pada tahun 1976–

Gibrat (1931) juga didukung oleh hasil studi 1980. Evans (1987) meneliti tiga aspek kinerja

Hall (1987) yang menemukan bahwa Gibrat’s Law ditolak untuk perusahaan kecil dalam industri, yaitu (1) pertumbuhan peru- 4 . Namun,

sahaan, (2) kemampuan bertahan perusahaan, penolakan tersebut bisa saja didasarkan pada dan (3) variabilitas perusahaan, yang didasari pada tiga karakteristiknya yaitu ukuran peru-

4 Meskipun begitu, Hall (1987) juga menyatakan

sahaan, umur perusahaan, dan jumlah pabrik.

bahwa hasil studinya tidak menolak Gibrats’s Law un-

Pemilihan ketiga variabel ini didasarkan pada

tuk sampel perusahaan besar.

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

49 perbedaan mendasar pada studi karena teori

kan variabel kegiatan penelitian dan pengem- Gibrat sering diasumsikan dan dipakai dalam

bangan (riset) serta status subkontrak perusa- meneliti industri dengan produk homogen.

haan sebagai variabel yang memengaruhi per- Studi oleh Evans (1987) kemudian diadapta-

tumbuhan dan kemampuan bertahan perusa- si oleh Dunne dan Hughes (1994) dan diterap-

haan, selain umur dan ukuran perusahaan. De- kan pada perusahaan-perusahaan di Inggris pa-

ngan melakukan estimasi dalam model semi-

da tahun 1975–1985. Dalam studi ini, pertum- log atas model pertumbuhan perusahaan, ha- buhan dan ukuran perusahaan diukur dengan

sil studi Yasuda (2005) ini konsisten dengan satuan net asset dari perusahaan. Hasil studi

hasil studi Evans (1987) serta Dunne dan Hu- Dunne dan Hughes (1994) dengan mengguna-

ghes (1994), serta menunjukkan bahwa kerang- kan model logaritma untuk model pertumbuh-

ka pikir dari Jovanovic (1982) mengenai per- an menunjukkan bahwa tingkat pertumbuh-

tumbuhan dan kemampuan perusahaan ber- an perusahaan-perusahaan kecil lebih cepat di-

tahan terbukti. Dua variabel lain yang digu- bandingkan dengan perusahaan besar, yang

nakan oleh Yasuda (2005), yaitu aktivitas ri- membuktikan bahwa pertumbuhan dan keber-

set dan pengembangan serta status subkontrak tahanan perusahaan dipengaruhi oleh ukuran

perusahaan memiliki hubungan positif dan sig- perusahaan, sehingga ditemukan penolakan pa-

nifikan. Namun, kedua variabel ini tidak da-

da teori Gibrat. Sementara itu, hasil estima- pat digunakan dalam studi ini karena data di si model probit untuk kemampuan perusaha-

Indonesia tidak tersedia untuk kedua variabel an bertahan menunjukkan bahwa semakin be-

tersebut.

sar sebuah perusahaan, kemampuannya untuk Yasuda (2005) juga menambahkan bahwa

bertahan akan semakin meningkat. Kedua ha- sil studi Dunne dan Hughes (1994) konsisten

status kepemilikan perusahaan merupakan va- dengan hasil studi Evans (1987).

riabel yang diketahui berpengaruh secara sig- nifikan terhadap pertumbuhan dan keberta-

Sejak saat itu, banyak studi-studi lain yang hanan meskipun tidak digunakan dalam stu- dilakukan dan memiliki hasil studi yang kon-

dinya. Penggunaan variabel kepemilikan peru- sisten dengan hasil studi Evans (1987), salah

sahaan justru baru dilakukan oleh Ferragina et satunya adalah Gort et al. (2002) yang me-

al . (2009) yang meneliti pengaruh bentuk ke- neliti mengenai kemampuan bertahan pabrik-

pemilikan terhadap kemampuan bertahan per- pabrik industri di Amerika Serikat pada peri-

usahaan dalam industri manufaktur dan jasa. ode 1967–1990. Dijelaskan bahwa perusaha-

Hasil dari studi ini adalah perusahaan manu- an yang kuat bertahan melalui proses bela-

faktur dan jasa yang dimiliki oleh perusaha- jar mengenai efisiensi relatif tiap perusahaan.

an multinasional asing memiliki peluang kelu- Namun, variabel-variabel yang diteliti meme-

ar lebih besar dibandingkan dengan perusaha- ngaruhi pertumbuhan dan kebertahanan per-

an domestik nonmultinasional. Sementara itu, usahaan masih berkutat di sekitar umur per-

perusahaan multinasional domestik memiliki usahaan atau ukuran perusahaan, dan belum

peluang paling besar untuk bertahan diban- memasukkan faktor-faktor lain yang mungkin

dingkan dengan keduanya. Perusahaan multi- memengaruhi. Studi-studi yang memasukkan

nasional asing lebih mudah untuk keluar diban- faktor-faktor lain yang memengaruhi pertum-

dingkan dengan perusahaan multinasional Ita- buhan dan kemampuan bertahan perusahaan

lia yang lebih terikat kepada ekonomi lokal. Ka- baru marak pada sekitar tahun 2000-an, yang

rena perusahaan asing banyak memiliki anak kemudian secara otomatis memodifikasi model

perusahaan di negara lain, perusahaan asing Evans (1987).

ini tidak terikat secara ekonomi seperti peru- Yasuda (2005) dalam studinya menambah-

sahaan lokal. Selain itu, perusahaan domestik

50 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... baik multinasional maupun tidak, memiliki ke-

mengenai dampak kebijakan tata niaga ekspor mampuan bertahan lebih tinggi karena lebih

bahan baku rotan terhadap pertumbuhan dan mengetahui situasi ekonomi lokal.

kemampuan bertahan perusahaan pengolahan Selain variabel-variabel yang digunakan oleh

rotan. Meskipun Gunawan (2010) dan Saras- Yasuda (2005) dan Ferragina et al. (2009), vari-

wati (2011) membahas mengenai kemampuan abel lain yang memengaruhi kebertahanan dan

bertahan perusahaan, namun keduanya tidak pertumbuhan perusahaan adalah rasio ekspor

memasukkan variabel tata niaga ekspor bahan dan lokasi perusahaan. Variabel rasio ekspor

baku rotan di dalam model studinya. Berbe- dikembangkan ke dalam model kebertahanan

da dengan seluruh studi sebelumnya, variabel perusahaan oleh Doi (1999). Hasil studinya me-

tata niaga ekspor bahan baku rotan akan digu- nunjukkan bahwa semakin besar ekspor peru-

nakan dalam studi ini sebagai salah satu fak- sahaan maka semakin kecil probabilitas per-

tor yang dianggap dapat memengaruhi keber- usahaan untuk bertahan. Di sisi lain, varia-

tahanan industri rotan. Selain itu, pertumbuh- bel lokasi perusahaan dimasukkan ke dalam

an (nilai tambah, tenaga kerja, dan produkti- model kebertahanan dan pertumbuhan peru-

vitas) akan dibahas dalam studi yang dilaku- sahaan oleh Kato (2009). Dalam studi ini, Ka-

kan penulis, di mana tidak dibahas oleh Guna- to (2009) menemukan bahwa perusahaan yang

wan (2010) dan Saraswati (2011). Penulis juga berada di dalam cluster memiliki probabilitas

akan mengambil ruang lingkup industri rotan bertahan dan pertumbuhan yang lebih besar.

untuk keseluruhan Indonesia, berbeda dengan studi Pramudiarto (2006) yang hanya memba-

Dengan demikian, model pertumbuhan dan has mengenai Cirebon, Razak (1993) yang ha- kemampuan bertahan perusahaan telah sema-

nya membahas Kalimantan Tengah, Harlinda kin berkembang dari waktu ke waktu, dari yang

(1995) yang hanya membahas Sumatera Sela- hanya menggunakan variabel ukuran perusaha-

tan, dan Saraswati (2011) yang hanya meneli- an dan umur perusahaan sebagai variabel be-

ti kebertahanan perusahaan rotan di Jawa Ba- bas (Evans, 1987; Hall, 1987; Dunne dan Hu-

rat. Hal lain yang belum pernah dilakukan oleh ghes, 1994; Gort et al., 2002), hingga menja-

studi sebelumnya, namun akan dilakukan da- di model hasil modifikasi studi Evans (1987)

lam studi ini adalah membedakan analisis un- yang memasukkan variabel-variabel lain yang

tuk industri besar dan industri sedang karena memengaruhi kebertahanan dan pertumbuhan

mungkin efek kebijakan terhadap keduanya bi- perusahaan, seperti riset dan status subkontrak

sa berbeda. Dengan adanya perbedaan dengan (Yasuda, 2005), kepemilikan perusahaan (Ya-

studi-studi sebelumnya, diharapkan studi yang suda, 2005; Ferragina et al., 2009), rasio eks-

dilakukan penulis dapat memberikan wawasan por (Doi, 1999), dan lokasi perusahaan (Kato,

baru mengenai industri rotan di Indonesia. 2009). Sesuai dengan tujuan studi ini, penulis

akan melakukan modifikasi atas model Evans (1987) dengan memasukkan variabel kebijakan

Metode

ekspor bahan baku rotan ke dalam model ke- bertahanan dan pertumbuhan perusahaan, ser-

Untuk dapat melihat dampak dari kebijakan ta melengkapi model dengan variabel kontrol

larangan ekspor bahan baku rotan terhadap krisis perekonomian untuk melihat dampaknya

pertumbuhan dan kebertahanan, penulis me- terhadap pertumbuhan dan kemampuan peru-

milih periode observasi dari tahun 1995–2004. sahaan di industri rotan Indonesia.

Periode ini dipilih sebab kebijakan pemerintah Sementara itu, berdasarkan studi-studi sebe-

membutuhkan lag untuk dapat terlihat dam- lumnya mengenai industri rotan di Indonesia,

paknya dan justru beberapa tahun terakhir ke- belum ada studi yang secara spesifik membahas

bijakan tata niaga ekspor rotan terlalu sering

51 mengalami buka-tutup sebelum dapat dilihat

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

usahaan yang tercatat telah konsisten mengisi dampaknya. Sementara pada tahun 1995–2004

survei selama tiga tahun berturut-turut, yaitu hanya terjadi satu kali pergantian kebijakan

tahun 1993, 1994, dan 1995. Dari sini diasum- ekspor yang berlangsung selama 6 tahun, ya-

sikan bahwa jika perusahaan telah mengisi sur- itu keran ekspor dibuka pada tahun 1998.

vei selama tiga tahun berturut-turut, berarti perusahaan tersebut selama ini memang sela-

Seluruh data yang digunakan dalam studi lu konsisten untuk mengisi survei dan jika pa- ini berasal dari Survei Tahunan Industri Pe-

da tahun berikutnya perusahaan tersebut tidak yang tercakup dalam Statistik Indus- mengisi maka diasumsikan bahwa perusahaan tri Besar dan Sedang yang dipublikasikan oleh tersebut memang benar-benar mati. Selain itu, BPS, meskipun sebagian besar perusahaan ro- dilakukan juga pemisahan data berdasarkan in- tan adalah perusahaan kecil. Hal ini dilaku- dustri pengolahan rotan berukuran sedang dan kan karena data industri kecil tersebar dalam berukuran besar mengikuti klasifikasi BPS. Pe- Survei Usaha Terintegrasi (SUSI) (1999–2003), misahan data didasarkan pada pemikiran bah- Sensus Ekonomi (SE) (1996–1998), dan survei

ngolahan

Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga wa kebijakan sebenarnya cenderung bias men-

dukung industri besar sehingga dampak dari (IKKR) (1994–1995), di mana ketiga data ini

kebijakan dapat berbeda bagi industri sedang tidak saling melengkapi. Selain itu, data in- dan besar. Dengan pemisahan ini, didapatkan dustri kecil hanya tersedia hingga ISIC 4 digit

sampel sebanyak 77 perusahaan berukuran se- dan belum spesifik menunjuk pada industri ro- dang dan 88 perusahaan berukuran besar pa- tan sehingga membuat data industri kecil tidak

da periode pertama yang akan terus berkurang dapat digunakan. Dari data ini, sektor usaha karena mati, hilang, atau bangkrut di periode yang dipilih adalah industri anyam-anyaman

berikutnya.

dari bambu dan rotan (ISIC 33131), serta in- dustri perabot dan kelengkapan rumah tang-

Adanya perusahaan yang mati, hilang, atau

ga dari bambu dan rotan (ISIC 33212). Kom- bangkrut ini membuat jumlah perusahaan ponen bambu dalam data ini hanyalah sekitar yang dianalisis dari tahun ke tahun tidak sama 20% sehingga kedua sektor usaha ini dianggap sehingga dalam analisis ini penulis tidak dapat dapat mewakili industri pengolahan barang ja- mengelompokkannya ke dalam bentuk data pa- di rotan. nel, namun akan dikelompokkan ke dalam ben-

Analisis pertumbuhan dan kebertahanan tuk data Pooled Cross Section. Hal ini berarti perusahaan mengharuskan penulis untuk me-

semua data dari tahun 1995–2004 dikumpulkan ninjau perkembangan perusahaan dari satu

menjadi satu, di mana akan dilakukan seleksi periode ke periode lain sehingga perlu dilaku-

untuk perusahaan yang bertahan dan mati per kan pelacakan perusahaan berdasarkan kesa-

tahun. Untuk analisis kemampuan perusaha- maan provinsi, kabupaten, kecamatan, dan de-

an bertahan, yang dapat dihitung dalam sam- sa tempatnya berdiri, serta kemudian dico-

pel hanyalah perusahaan yang ada pada peri- cokkan tahun berdiri dan jumlah pekerjanya.

ode pertama dan ada pada periode berikutnya Yang perlu diingat adalah, pengisian Survei

atau tidak ada pada periode berikutnya. De- Tahunan Industri Menengah dan Besar bersi-

ngan demikian, maka didapatkan sampel seba- fat sukarela. Hilangnya data perusahaan bukan

nyak 516 observasi untuk industri sedang tahun selalu berarti bahwa perusahaan tersebut ma-

1995–2004 dan 603 observasi untuk industri be- ti, namun juga dapat berarti bahwa perusaha-

sar tahun 1995–2004. Sementara untuk analisis an tersebut masih berdiri, namun tidak meng-

pertumbuhan perusahaan, yang dapat dihitung isi survei. Untuk mengontrol hal ini, perusaha-

hanyalah perusahaan yang ada pada dua peri- an yang dipilih sebagai sampel hanyalah per-

ode berturut-turut. Perhitungan pertumbuh-

52 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... an perusahaan membutuhkan data dua peri-

riabel ini digunakan karena periode observasi ode yaitu periode t dan periode t − 1 agar nilai

yang digunakan dalam studi ini melalui krisis pertumbuhan bisa didapatkan. Hal ini membu-

moneter yang terjadi di Indonesia. Diharapkan, at perusahaan yang mati atau tidak ada pada

penggunaan variabel-variabel ini dapat meng- dua periode berturut-turut tidak dapat diser-

gambarkan dengan baik kondisi industri rotan takan dalam sampel karena pertumbuhannya

di Indonesia yang sebenarnya. tidak dapat dihitung. Demikian juga, karena

Analisis untuk model kemampuan bertahan penghitungan pertumbuhan menggunakan da-

perusahaan dalam industri dilakukan dengan ta tahun sebelumnya (t − 1), maka tahun 1995

membuat sebuah model multivariat menggu- tidak disertakan karena membutuhkan data ta-

nakan metode probit. Penggunaan model probit hun 1994. Penggunaan variabel pertumbuhan

dalam menganalisis permasalahan kemampu- tahun sebelumnya (lag dependent variable) pa-

an perusahaan untuk bertahan dilakukan oleh

da model juga menyebabkan observasi yang bi- Evans (1987), Dunne dan Hughes (1994), Ya- sa dilakukan berkurang sehingga untuk model

suda (2005), serta Kato (2009). Selain itu, mo- pertumbuhan perusahaan didapatkan sampel

del probit ini digunakan dengan alasan bahwa sebanyak 360 observasi untuk industri sedang

variabel terikatnya bersifat binary, yaitu y = 1 tahun 1997–2004 dan 428 observasi untuk in-

untuk menandakan suksesnya sebuah kejadian, dustri besar tahun 1997–2004.

dan y = 0 untuk menandakan gagalnya sebuah kejadian. Dalam studi ini, 1 berarti perusaha-

Model dalam studi ini merupakan pengem- an mampu bertahan dan 0 berarti perusahaan

bangan dari model Evans (1987), dengan menambahkan penggunaan variabel kebijak-

tidak mampu bertahan di dalam industri. Se- benarnya, probit bukanlah satu-satunya meto-

an ekspor bahan baku rotan sebagai variabel utama yang akan diteliti dampaknya terhadap

de yang dapat digunakan untuk model dengan variabel terikat yang bersifat biner, di mana

pertumbuhan dan kemampuan bertahan peru- sahaan. Variabel yang diambil dari studi Evans

metode logit juga bisa digunakan. Namun, me- tode probit biasa digunakan apabila jumlah ob-

(1987) adalah umur perusahaan dan ukuran perusahaan. Selain umur, ukuran, dan variabel

servasi lebih dari 20 dan diasumsikan eror ter- distribusi normal. Model yang digunakan un-

kebijakan ekspor, terdapat variabel lain yang tuk analisis kemampuan perusahaan bertahan

digunakan. Pertama, lokasi perusahaan. In- dustri pengolahan rotan memiliki cluster in-

adalah

dustri di Cirebon, dan dengan demikian dapat P SU RV it (P = 1) = β 0 +β 1 Age it +β 2 Size it dilihat apakah cluster ini memiliki pengaruh

+β 3 Klaster it terhadap pertumbuhan dan kebertahanan per-

usahaan. Variabel ini dipilih berdasarkan Kato +β 4 DAsing it (1999).

+β 5 Ekspor it

Kedua , persentase produksi yang diekspor. +β 6 DRaw .t−2 Industri rotan merupakan industri yang ber-

+β 7 DCrisis .t +u it orientasi ekspor sehingga diharapkan hal ini

(1) memiliki pengaruh positif terhadap perusaha-

Sementara itu, untuk model pertumbuhan an. Variabel ini dipilih berdasarkan Doi (1999).

perusahaan, penulis akan menggunakan OLS Ketiga , kepemilikan perusahaan. Variabel ini

untuk mengetahui arah dan besar hubung- dimasukkan berdasarkan Yasuda (2005) dan

an variabel-variabel bebas terhadap variabel Ferragina et al. (2009) untuk melihat dampak

terikat. Adapun seperti yang dijelaskan sebe- dari kepemilikan terhadap kinerja perusahaan

lumnya, data yang akan digunakan bersifat rotan. Dan keempat, krisis perekonomian. Va-

pooled-cross section , yaitu tersusun dalam ben-

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

53 tuk cross section dalam beberapa periode wak-

tan bertahan di dalam industri dan 3 model tu. Metode ini memungkinkan penulis untuk

OLS pooled-cross section data untuk analisis menganalisis perubahan tingkat pertumbuhan

pertumbuhan perusahaan barang jadi rotan. perusahaan-perusahaan yang digambarkan da-

Variabel tata niaga ekspor bahan baku ro- lam tiga variabel, yaitu labor growth, value-

tan yang digunakan dalam studi ini adalah added growth , dan productivity growth antar-

variabel dummy. Penggunaan variabel dummy periode, dengan dipengaruhi oleh variabel-

dalam menggambarkan kebijakan pemerintah variabel bebas, terutama kebijakan buka-tutup

dilakukan berdasarkan studi Kusumaningtyas ekspor bahan baku rotan. Sedikit berbeda de-

(2012), Ramadhan (2009), dan Halidi (2005). ngan model kebertahanan perusahaan, pada

Berdasarkan data volume ekspor rotan mentah model pertumbuhan ini, variabel-variabel yang

dan setengah jadi, kenaikan secara drastis ba- belum dinyatakan dalam satuan persen diubah

ru terjadi pada tahun 2000 meskipun kebijak- kedalam bentuk logaritma. Selain itu, dalam

an diberlakukan mulai akhir tahun 1998. Dari model pertumbuhan perusahaan juga dima-

sini dapat diartikan bahwa kebijakan ini per- sukkan variabel lag yang berupa pertumbuh-

lu lag selama dua tahun untuk dapat meme- an perusahaan tahun sebelumnya sebagai sa-

ngaruhi volume ekspor, dan diperkirakan juga lah satu variabel bebas yang dapat memenga-

butuh jangka waktu yang sama sebelum me- ruhi pertumbuhan perusahaan, selain variabel-

mengaruhi industri pengolahan rotan. Oleh ka- variabel bebas yang telah disebutkan sebelum-

rena itu, keran ekspor bahan baku rotan di- nya. Dengan demikian, model yang digunakan

definisikan sebagai tertutup apabila keran eks- baik untuk sampel perusahaan sedang maupun

por bahan baku rotan berada dalam keadaan perusahaan besar, adalah

tertutup dua tahun sebelum periode observa- si, dan hipotesisnya adalah positif sebab ditu-

LG it =γ 0 +γ 1 ln AGE it +γ 2 ln SIZE it

tupnya ekspor bahan baku rotan akan memba-

+γ 3 DKlaster it +γ 4 DAsing it

wa pengaruh yang baik terhadap kemampuan

+γ 5 Ekspor it +γ 6 DRaw .t−2

perusahaan untuk bertahan karena industri ini

+γ 7 DCrisis .t +γ 8 LG it−1 +u it

sangat tergantung pada bahan baku. Dengan

demikian, kemampuan bertahan maupun per- tumbuhan perusahaan barang jadi rotan pada

V AG it =θ 0 +θ 1 ln AGE it +θ 2 ln SIZE it

saat ditutupnya keran ekspor bahan baku ro-

+θ 3 DKlaster it +θ 4 DAsing it

tan lebih tinggi dibandingkan pada saat keran

+θ 5 Ekspor it +θ 6 DRaw .t−2

ekspor bahan baku rotan dibuka. Penjelasan lengkap mengenai definisi operasional variabel

+θ 7 DCrisis .t +θ 8 V AG it−1 +u it

yang digunakan dalam Persamaan (1), (2), (3),

dan (4) ada pada Tabel 1.

PG it =ϕ 0 +ϕ 1 ln AGE it +ϕ 2 ln SIZE it +ϕ 3 DKlaster it +ϕ 4 DAsing it

Hasil dan Analisis

+ϕ 5 Ekspor it +ϕ 6 DRaw .t−2

Analisis hasil regresi pada studi ini akan di-

+ϕ 7 DCrisis .t +ϕ 8 PG it−1 +u it

bagi menjadi dua bagian, yaitu analisis ha-

sil regresi model probit mengenai kemampu- Dengan demikian, maka terdapat 4 model

an perusahaan bertahan dan analisis hasil re- yang akan digunakan untuk menjawab perta-

gresi OLS mengenai pertumbuhan perusaha- nyaan studi, yaitu 1 model probit untuk ana-

an, yang dibagi menjadi pertumbuhan tenaga lisis kemampuan perusahaan barang jadi ro-

kerja, pertumbuhan nilai tambah, dan pertum-

54 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku... buhan produktivitas. Hasil regresi untuk model

kemampuan bertahan perusahaan yang sudah dinyatakan dalam bentuk marginal effect dije- laskan pada Tabel 2.

Dari hasil regresi dapat diketahui bahwa ke- tika larangan ekspor bahan baku rotan diber- lakukan, kemampuan bertahan perusahaan le- bih tinggi dibandingkan pada saat keran ekspor bahan baku rotan dibuka. Kondisi ini berlaku baik pada perusahaan sedang ataupun perusa- haan besar pada tingkat kepercayaan 99%. In- dustri pengolahan barang jadi rotan memang merupakan industri yang sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku sebagai salah satu faktor produksinya yang terpenting. De- ngan demikian, industri barang jadi rotan akan lebih mampu berkembang ketika ekspor bahan baku rotan dilarang dan banyak tersedia ba- han baku di dalam negeri. Salah satu alasannya adalah karena harga bahan baku rotan yang le- bih rendah ketika ekspor dilarang.

Harga bahan baku rotan memang terbukti lebih rendah saat dilarangnya ekspor bahan ba- ku rotan dibandingkan dengan pada saat pem- bebasan ekspor. Pembebasan ekspor bahan ba- ku rotan pada tahun 1998 mulai memengaruhi volume ekspor bahan baku rotan pada tahun 2000 atau dua tahun setelah kebijakan tersebut diberlakukan. Pada saat itu, harga rotan men- tah mencapai Rp550 per kilogram pada tahun 1999 dan Rp800 per kilogram pada akhir tahun 2000. Harga ini jelas jauh lebih tinggi diban- dingkan dengan harga rotan mentah pada saat ekspor bahan baku rotan dilarang yaitu hanya sebesar Rp250 per kilogram pada tahun 1997 (Erwinsyah, 1999). Banyak tersedianya bahan baku rotan pada periode dilarangnya ekspor bahan baku rotan di dalam negeri mendorong harga bahan baku tetap rendah dapat dapat dijangkau oleh pengusaha barang jadi rotan. Dengan demikian, perusahaan pengolahan ba- rang jadi rotan memang mengalami biaya yang lebih rendah ketika diberlakukan pelarangan ekspor bahan baku rotan. Ketika diberlakukan larangan ekspor bahan baku rotan, lebih ren-

dahnya harga dan peningkatan pasokan bahan baku bagi perusahaan pengolahan barang ja- di rotan– baik sedang maupun besar– mening- katkan probabilitas atau kemampuan bertahan perusahaan di dalam industri.

Sebaliknya, jika ekspor bahan baku rotan dibuka, kemampuan bertahan perusahaan ba- rang jadi rotan akan menurun sebab perusa- haan barang jadi rotan memang memiliki kele- mahan dalam mengatasi permasalahan keterse- diaan bahan baku. Pramudiarto (2006) menye- butkan dalam studinya bahwa rata-rata per- usahaan di industri barang jadi rotan tidak memiliki mitra pemasok bahan baku. Tanpa adanya mitra pemasok bahan baku atau tan- pa adanya kontrak dengan pemasok bahan ba- ku, pengusaha barang jadi rotan kurang da- pat mengantisipasi kenaikan harga bahan baku rotan yang dapat terjadi ketika ekspor dibuka, atau lebih parah lagi tidak mampu memastikan ketersediaan bahan baku sehingga naiknya har-

ga bahan baku ataupun berkurangnya pasokan bahan baku bagi industri ini akan dengan ce- pat memengaruhi kemampuan perusahaan un- tuk bertahan di dalam industri. Kondisi inilah yang mengakibatkan industri barang jadi ro- tan di Indonesia masih harus dilindungi dengan melakukan pelarangan ekspor bahan baku ro- tan.

Dari hasil regresi juga terlihat bahwa ketika keran ekspor bahan baku rotan ditutup ma- ka akan meningkatkan probabilitas perusaha- an pengolahan barang jadi rotan berukuran se- dang untuk bertahan di dalam industri sebe- sar 92,98%–ceteris paribus. Sementara itu, pro- babilitas perusahaan pengolahan barang jadi rotan berukuran besar untuk bertahan di da- lam industri hanya meningkatsebesar 87,06%– ceteris paribus . Dari sini terlihat bahwa mes- kipun pelarangan ekspor bahan baku berdam- pak baik bagi kemampuan bertahan kedua ska- la industri, namun dampak yang ditimbulkan- nya bagi perusahaan besar dan perusahaan se- dang ternyata berbeda. Saat keran ekspor ba- han baku rotan ditutup, probabilitas perusaha-

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

55 an sedang untuk bertahan meningkat lebih ba-

nyak dibandingkan dengan perusahaan besar. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bah- wa industri sedang lebih diuntungkan jika diha- dapkan pada kondisi ditutupnya keran ekspor bahan baku rotan. Hal ini menunjukkan bah- wa pelarangan ekspor bahan baku rotan me- mang berdampak positif bagi industri barang jadi rotan mengingat industri ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan berskala kecil dan menengah.

Berbeda dengan hasil regresi model kemam- puan bertahan perusahaan di mana ditemukan bahwa kebijakan larangan ekspor bahan baku berdampak positif dan meningkatkan kemam- puan bertahan perusahaan baik perusahaan sedang maupun perusahaan besar. Pada mo- del pertumbuhan ditemukan bahwa dilarang- nya ekspor bahan baku rotan hanya mening- katkan pertumbuhan tenaga kerja dan pertum- buhan nilai tambah perusahaan sedang, namun tidak berpengaruh terhadap perusahaan besar, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Hasil regresi menunjukkan bahwa saat ke- ran ekspor bahan baku rotan ditutup, pertum- buhan tenaga kerja perusahaan sedang lebih tinggi 0,85% poin dibandingkan dengan kondi- si saat keran ekspor bahan baku dibuka (Ta- bel 3). Begitu pula, pertumbuhan nilai tam- bah perusahaan sedang lebih tinggi 3,43% po- in dibandingkan dengan kondisi saat keran eks- por bahan baku dibuka (Tabel 3). Dilarangnya ekspor bahan baku rotan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, membuat harga bahan baku lebih rendah sehingga menurunkan biaya yang harus dihadapi oleh perusahaan.

Dengan turunnya biaya bahan baku yang ha- rus dihadapi perusahaan dan juga melimpah- nya bahan baku yang tersedia di dalam nege- ri, perusahaan pengolahan barang jadi rotan akan lebih leluasa untuk meningkatkan jumlah barang yang diproduksinya seiring dengan te- rus meningkatnya permintaan di industri ini. Berdasarkan Fariyanti (1995), selama periode dilarangnya ekspor bahan baku rotan, kapasi-

tas pabrik, dan produksi di perusahaan barang jadi rotan memang terus meningkat, di mana kapasitas produksi mengalami peningkatan se- besar 17,6% per tahun dan produksinya sendi- ri mengalami peningkatan rata-rata 22,7% per tahun. Peningkatan produksi ini membuat per- usahaan barang jadi rotan juga membutuhkan lebih banyak tenaga kerja untuk melakukan ke- giatan produksi tersebut. Hal ini terlihat dari fakta bahwa penyerapan tenaga kerja rotan se- cara nasional selama dilarangnya ekspor bahan baku rotan mengalami peningkatan rata-rata sebesar 25,7% per tahun yang terjadi karena adanya peningkatan rata-rata penyerapan te- naga kerja di kalangan perusahaan (Fariyan- ti, 1995). Rata-rata penyerapan tenaga kerja di tingkat perusahaan sendiri meningkat dari 162 orang pada tahun 1993 menjadi 395 orang pada akhir diberlakukannya larangan ekspor bahan baku rotan. Kondisi ini menjelaskan mengapa pertumbuhan nilai tambah dan pertumbuhan tenaga kerja di tingkat perusahaan sedang le- bih tinggi pada periode saat ekspor bahan baku rotan dilarang. Pelarangan ekspor bahan baku rotan berdampak positif bagi pertumbuhan ni- lai tambah dan pertumbuhan tenaga kerja per- usahaan sedang.

Akan tetapi, hasil regresi juga menunjuk- kan bahwa jika sebaliknya keran ekspor ba- han baku rotan dibuka maka pertumbuhan ni- lai tambah dan tenaga kerja perusahaan sedang menjadi lebih rendah, berbeda dengan peru- sahaan besar yang tidak terpengaruh dengan dibuka atau ditutupnya keran ekspor bahan baku rotan. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa observasi yang digunakan dalam ana- lisis pertumbuhan perusahaan hanyalah peru- sahaan yang ada pada tahun t − 1 dan ada pada tahun t agar pertumbuhan dapat dihi- tung, sedangkan perusahaan yang mati tidak dihitung lagi. Dengan demikian, hasil regre- si ini menunjukkan perilaku dari perusahaan- perusahaan yang masih bertahan di dalam in- dustri.

Dibukanya keran ekspor bahan baku akan

56 Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

Gambar 3: Konsumsi Domestik Mebel Rotan Indonesia 1995–2004

Sumber: Asosiasi Permebelan Indonesia (ASMINDO), (2009)

membuat perusahaan barang jadi rotan ha- rus membeli bahan baku tersebut dengan har-

ga tinggi dan akan menyebabkan banyak peru- sahaan barang jadi rotan yang mati. Namun, perusahaan-perusahaan yang mampu berta- han seharusnya akan mengalami pertumbuhan karena permintaan terhadap produk rotan ti- dak pernah mengalami penurunan (Gambar 3) dan justru mengalami peningkatan harga ju- al (Gambar 4). Sayangnya, perusahaan sedang yang masih bertahan tidak bisa mengambil pa- sar produk meskipun permintaan meningkat karena meningkatnya harga bahan baku. Se- mentara bagi perusahaan besar, hal ini tidak berpengaruh karena perusahaan besar dapat mengompensasi kenaikan biaya bahan baku de- ngan meningkatkan pasar hasil produksinya dan mengambil untung dari peningkatan harga barang jadi rotan. Hal ini menjelaskan menga- pa dibukanya keran ekspor bahan baku rotan hanya berpengaruh negatif pada pertumbuhan nilai tambah perusahaan sedang, namun tidak berpengaruh pada pertumbuhan nilai tambah perusahaan besar.

Selain itu, kenaikan harga bahan baku aki- bat dibukanya keran ekspor juga akan memak-

sa perusahaan sedang mengurangi biaya de- ngan cara menurunkan tambahan jumlah pe- kerja yang digunakan perusahaan untuk ber- produksi. Karakteristik dari industri sedang itu sendiri yang belum terlalu berkembang, di mana perusahaan sedang relatif memiliki ak- ses yang kurang baik atas pasar bahan baku dan kurang efisien dalam mengolah bahan ba- ku membuat biaya operasional meningkat dras- tis ketika ekspor bahan baku dibuka. Dengan demikian jika tidak diberlakukan pembatas- an ekspor bahan baku, perusahaan sedang ha- rus memotong biaya untuk dapat tetap berta- han, yaitu dengan melakukan downsizing atau mengurangi jumlah pekerjanya. Melalui anali- sis di atas, dapat diketahui bahwa ketika yang diberlakukan adalah pelarangan atau pemba- tasan ekspor bahan baku, perusahaan sedang akan diuntungkan, sedangkan apabila yang di- berlakukan adalah pembebasan ekspor bahan baku maka perusahaan sedang akan mengala- mi penurunan kinerja dan justru perusahaan besar yang diuntungkan.

Hasil regresi pada studi ini mengonfirmasi perdebatan mengenai dampak dari pelarangan ekspor bahan baku rotan terhadap kemampu-

Ashintya D. & Nachrowi D. N./Pengaruh Larangan Ekspor Bahan Baku...

Gambar 4: Perkembangan IHPB untuk Furnitur Rotan 1995–2004

Sumber: Statistik Indeks Harga Perdagangan Besar, BPS

an bertahan dan pertumbuhan perusahaan da- lam industri barang jadi rotan di Indonesia, di mana pelarangan ekspor bahan baku rotan ter- nyata memang membawa pengaruh yang posi- tif terhadap kemampuan bertahan perusaha- an barang jadi rotan. Selain itu, kebijakan ini juga membawa dampak positif terhadap per- tumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan ni- lai tambah perusahaan sedang meskipun tidak berpengaruh terhadap perusahaan besar. Me- lalui analisis di atas juga diketahui bahwa keti- ka yang diberlakukan adalah pelarangan atau pembatasan ekspor bahan baku, perusahaan berskala sedang akan diuntungkan, sedangkan apabila yang diberlakukan adalah pembebas- an ekspor bahan baku maka perusahaan akan mengalami penurunan kinerja dan justru per- usahaan besar yang diuntungkan.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24