Pentingnya Mediasi Perbankan
PENTIN PENTIN PENTINGNY PENTIN PENTIN GNY GNY GNY GNYA MEDIASI A MEDIASI A MEDIASI A MEDIASI A MEDIASI PERB PERBANKAN PERB PERB PERB ANKAN ANKAN ANKAN ANKAN PUJIY PUJIY PUJIY PUJIY PUJIYON ON ON ONO ON O O O O
Desain Cover Preliminary : i-
Halaman Isi : 1-1 9 Ukuran Buku : 17,5 x 25 cm
Cetakan Pertama, 201
KA KAT KA KA KA T T T TA PEN A PEN A PEN A PENG A PEN G G GANT G ANT ANT ANTAR ANT AR AR AR AR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
CV. INDOTAMA SOLO
Penyayang serta diiringi rasa syukur, buku yang berjudul PENTINGNYA Jl. Pelangi Selatan, Kepuhsari, Perum PDAM,
Mojosongo, Jebres, Surakarta 57127 MEDIASI PERBANKAN dapat penulis selesaikan.
Telp. 0851 0282 0157, 0812 1547 055, 0815 4283 4155 Buku ini membahas tentang urgensi model mediasi perbankan sebagai E-mail: hanifpustaka@gmail.com, pustakahanif@yahoo.com
model penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank. Tujuan dilakukannya mediasi perbankan adalah agar tercapai resolusi yang lebih ideal, lebih terpercaya, efisien dan lebih mencerminkan keadilan bagi para pihak. Dalam buku ini pokok masalah tersebut dibagi menjadi beberapa masalah yang dibahas yakni, urgensi pemberdayaan lembaga mediasi perbankan, faktor- faktor yang menyebabkan penyelesaian sengketa antara bank syariah dan nasabah melalui mediasi perbankan di Indonesia belum berjalan dengan baik dan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memberdayakan model mediasi sebagai model penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank syariah sehingga menjadi model penyelesaian sengketa perbankan yang ideal, lebih dipercaya, efisien dan mencerminkan rasa keadilan kedua belah pihak.
Model mediasi ini selain memberikan jalur bagi nasabah untuk menyelesaikan sengketanya dengan perbankan juga memberikan dampak bagi nasabah dan pihak bank. Menyelesaikan sengketa antara nasabah dan bank syariah selain merupakan amanah syariah juga merupakan amanah peraturan perundang-undangan. Mediasi perbankan oleh Bank Indonesia (BI) merupakan perwujudan dari pilar keenam API, yakni perlindungan konsumen. Mediasi perbankan merupakan rangkaian 3 (tiga) paket kebijakan yang dikeluarkan oleh BI. Selain mediasi ada pula transparansi produk dan juga pengaduan nasabah. Kesemuanya ini telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI), yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 dan Surat Edaran Bank
Indonesia Nomor 7/25/DPNP tentang Transparansi dan Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/ 7/PBI/2005 sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 dan Surat Edaran Ekstern Nomor 7/24/DPNP/2005 sebagaimana diubah dengan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/13/DPNP tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran Ekstern Nomor 8/14/DPNP/2006 tentang Mediasi Perbankan. Peraturan Bank Indonesia (PBI) ini antara lain mewajibkan bank untuk membentuk fungsi pengaduan nasabah di setiap kantor bank, kewajiban untuk transparan dalam
D DAFT D D D AFT AFT AFTAR ISI AFT AR ISI AR ISI AR ISI AR ISI
mengungkap informasi yang terkait dengan produk dan jasa yang dikeluarkannya, seperti perhitungan suku bunga dan risiko yang terkandung di dalam produk tersebut.
Secara khusus, dengan diselesaikannya buku ini penulis menyampaikan
KATA PENGANTAR .......3
ucapan terima kasih kepada Allah SWT atas kehendak-Nya saya memiliki
DAFTAR ISI .......5
Ibu yang luar biasa yang telah mendidik saya untuk memiliki karakter, BAB I HUBUNGAN NASABAH DENGAN BANK.......7 meskipun Ibu mungkin belum bisa bangga, penulis berharap ibu sudah bisa
tersenyum. Kepada para senior saya di lingkungan Fakultas Hukum
A. Pengertian Nasabah.......7
Universitas Sebelas Maret Surakarta diucapkan rasa terimakasih yang tiada
B. Pengertian Bank .......8
terkira. Demikian mudah-mudahan buku ini dapat memberikan manfaat bagi
C. Hubungan Bank dengan Nasabah.......18
kita semua, terutama untuk kalangan akademisi, praktisi serta masyarakat BAB II SENGKETA ANTARA NASABAH DAN BANK.......27 umum. Masukan dibutuhkan untuk penyempurnaan teori dan konsep di masa
A. Tinjauan tentang Model Penyelesaian Sengketa.......27 yang akan datang.
B. Teori Penyelesaian Sengketa.......40 BAB III URGENSI MEMBERDAYAKAN LEMBAGA MEDIASI
Surakarta, 1 Desember 2013
PERBANKAN DI INDONESIA .......49
A. Model Mediasi Perbankan Merupakan Model yang Dibutuhkan dalam Praktik Perbankan Syariah untuk Menyelesaikan Sengketa antara
Penulis
Nasabah dan Bank Syariah.......51
B. Membandingkan Model Mediasi Perbankan dengan Model Penyelesaian Sengketa Nasabah dan Bank Syariah yang lainnya.......55
C. Proses Mediasi Perbankan dalam PBI Mediasi Perbankan dianggap lebih Dekat dengan Perbankan dibanding dengan Nasabah, sehingga perlu Dilakukan Pemberdayaan secara Kelembagaan .......165
D. Belum Terbentuknya Lembaga Mediasi Perbankan Independen sebagai Amanat Pasal 3 PBI Mediasi Perbankan....... 178
DAFTAR PUSTAKA .......183
BAB I BAB I BAB I BAB I BAB I HUBUN HUBUNG HUBUN HUBUN HUBUN GAN NAS G G G AN NAS AN NAS AN NASAB AN NAS ABAH DEN AB AB AB AH DEN AH DEN AH DEN AH DENG G G GAN BANK G AN BANK AN BANK AN BANK AN BANK
A. Pengertian Nasabah
Secara harfiah, dalam Kamus Hukum, kata “nasabah” memiliki arti sebagai orang yang biasa berhubungan dengan bank dalam hal keuangan atau orang yang menjadi langganan bank dalam hal keuangan. 1 Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang menjadi langganan suatu bank karena uangnya diputarkan melalui bank itu. 2
Pengertian Nasabah menurut Pasal 1 ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No.5/21/PBI/2003 tentang penerapan prinsip mengenal nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Pengertian nasabah ini diatur juga dalam Pasal
1 angka 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa “nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank”. Nasabah dalam perbankan ada dua macam, yaitu : nasabah penyimpan (deposan) dan nasabah kredit. Dalam Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyatakan bahwa “nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang berlaku”. Sedangkan dalam Undang-Undang perbankan tersebut tidak diberikan definisi tentang nasabah kredit. Di dalam Pasal 1 ayat (16) UU No 21 tahun 2008
1. Sudarsono, H. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Jogajakarta : Ekonisia. hal 294
2. JS Badudu. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. hal. 933 2. JS Badudu. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. hal. 933
menghimpun dana dari pihak ketiga. Dalam penulisan ini maka penulis akan Di dalam UU Perbankan Syariah, nasabah dibedakan menjadi 3 (tiga)
memaparkan beberapa definisi tentang bank. Menurut Undang-undang Negara jenis, yakni : nasabah penyimpan, nasabah investor dan nasabah penerima
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, yang dimaksud fasilitas. Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
dengan bank adalah Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat bank syariah dan atau unit usaha syariah dalam bentuk simpanan berdasarkan
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk akad antara bank syariah atau unit usaha syariah dan nasabah yang
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup bersangkutan Pasal 1 ayat (17). Nasabah Investor adalah adalah nasabah yang
orang banyak. Secara sederhana pengertian bank menurut Kasmir diartikan menempatkan dananya di bank syariah dan atau unit usaha syariah dalam
sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana bentuk investasi berdasarkan akad antara bank syariah atau unit usaha syariah
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta dan nasabah yang bersangkutan Pasal 1 ayat (18). Nasabah Penerima Fasilitas
memberikan jasa-jasa lainnya 6 .
adalah adalah nasabah yang memperoleh fasilitas dana atau yang dipersamakan Menurut G.M Verryn Stuart mendefinisikan bank adalah usaha yang dengan itu berdasarkan prinsip syariah (Pasal 1 ayat (19)).
wujudnya memuaskan keperluan orang lain, dengan memberikan kredit berupa uang yang diterimanya dari orang lain sekalipun dengan jalan mengeluarkan
B. Pengertian Bank uang baru kertas atau logam. Malayu S.P Hasibuan sendiri memberikan Pengertian bank menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah lembaga
definisi bank adalah lembaga keuangan, pencipta uang, pengumpul dana dan keuangan yang bergerak dalam perkreditan dan jasa di lalu lintas pembayaran
penyalur kredit, pelaksana lalu lintas pembayaran, stabilisator moneter, serta dan peredaran uang 7 3 . Menurut A. Abdurrachman, Bank berasal dari bahasa dinamisator pertumbuhan ekonomi . Sedangkan menurut OP. Simorangkir,
Italy “banca” yang berarti bence, yaitu suatu bangku tempat duduk. Sebab, bank adalah merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy yang memberikan pinjaman-
bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu pinjaman melakukan usahanya tersebut dengan duduk di bangku-bangku di
dilakukan baik dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang halaman pasar. Menurut A. Abdurrahman, bank adalah suatu jenis lembaga
dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat- keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa seperti memberikan 8 alat pembayaran berupa uang giral . Dari definisi di atas dapat disimpulkan
pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bahwa bank merupakan tempat penyimpanan uang, pemberi atau penyalur bertindak sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga, membiayai
kredit dan juga perantara dalam lalu lintas pembayaran.
Definisi lain dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya Bank merupakan jenis lembaga keuangan yang mempunyai peranan
usaha perusahaan-perusahaan lain 4 .
dengan cara memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan sangat penting bagi masyarakat. Pada dasarnya lembaga keuangan adalah
peredaran uang. O.P. Simorangkir memberikan batasan definisi mengenai sebagai lembaga perantara dari pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan
bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan pihak yang kekurangan dana, sehingga peranan dari lembaga keuangan di
memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan
sini adalah sebagai lembaga perantara dalam keuangan masyarakat 5 .
dengan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa
Bank didefinisikan sebagai lembaga yang kegiatan utamanya
uang giral 9 .
menyediakan jasa-jasa di bidang perkreditan yaitu sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang telah
Sementara itu B.N. Ajuha menyatakan pengertian bank yaitu “Bank provided means by which capital is transferred from those who cannot use it
3. J.S. Badudu & Sutan Mohammad Zain. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka 6. Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi ke 6. Jakarta: PT. Raja Grafindo Sinar Harapan .hal. 123
Persada. hal. 2
4. Abdurrachman dalam Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern. Bandung: PT. Citra Aditya 7. Malayu S P Hasibuan. 2005. Dasar-Dasar Perbankan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. hal. 2 Bakti. hal. 13
8. OP Simurangkir, et al. 1985. Kamus Perbankan. Jakarta: Rajawali Press. hal. 33 5. Muhardasyah Sinungan. 1987.Uang dan Bank . Jakarta : Bina Aksara. hal. 1
9. Sentosa Sembiring. 2000. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju. hal. 1 9. Sentosa Sembiring. 2000. Hukum Perbankan. Bandung: Mandar Maju. hal. 1
peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber interest 10 .
hukum, yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
aspek kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu Juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (yang
bank, perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab selanjutnya akan disebut Undang-Undang Perbankan), menyatakan bahwa
para pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan bank adalah badan yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
tidak boleh dilakukan oleh bank eksistensi perbankan, dan lain-lain yang simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
berkenan dengan dunia perbankan tersebut . 15
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat Hukum perbankan adalah keseluruhan norma-norma tertulis maupun banyak. 11
norma-norma tidak tertulis yang mengatur tentang bank, mencakup Bank berbeda definisi dengan perbankan, perbankan adalah segala sesuatu
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses melaksanakan kegiatan yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
usahanya 16 . Menurut Muhammad Djumhana, ruang lingkup dari cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya . Melihat pada definisi
pengaturan hukum perbankan adalah : 17
bank dan perbankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
a. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan tersebut, menurut
bank, profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga Abdulkadir Muhammad pengertian perbankan lebih luas dibandingkan dengan
perbankan, hubungan, hak dan kewajiban bank; bank. Pengertian perbankan merupakan rumusan umum yang abstrak
b. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris direksi, dan mencakup 3 (tiga) aspek utama, yaitu : Kelembagaan bank ; Kegiatan usaha
karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum bank ; dan Cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha bank. 12 pengelola, seperti PT Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau
Sementara itu Munir Fuady mengartikan perbankan adalah yang mengatur perseroan terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek kegiatannya sehari-
pemerintah, swasta, patungan dengan asing, atau bank asing; hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank, perilaku petugas-
c. Kaidah-kaidah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab para pihak tersangkut
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh bank,
pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah, eksistensi perbankan, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia perbankan
dan lain-lain;
d. Yang menyangkut dengan struktur organisasi yang berhubungan dengan Dalam konteks hukum, perbankan memiliki definisi sendiri mengenai
tersebut 13 .
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral, hukum perbankan. Menurut Muhammad Djumhana, hukum perbankan adalah
dan lain-lain;
sebagai kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga
e. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai keuangan bank yang meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi, dan
oleh bisnis bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif,
eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain 14 .
pengawasan, dan lain-lain.
10. Lihat dalam Malayu S.P. Hasibuan. 2005. Op cit. hal. 1-2
Azas, fungsi dan tujuan perbankan tercantum dalam Pasal 2, 3, dan 4
11. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Undang-Undang Perbankan. Asas hukum perbankan adalah hal-hal yang
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan
menjadi dasar filosofi dalam pembuatan peraturan hukum perbankan
12. Abdulkadir Muhammad dan Rilda Muniarti. 2000. Segi Hukum Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. hal. 33
khususnya dan umumnya sebagai dasar menjalankan kegiatan usahanya.
13. Munir Fuady. 2003. Op cit. hal. 14
15. Munir Fuady. 2003. Op cit. hal. 14
14. Hermansyah. 2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana. Hal. 39 lihat juga Chatamarrasjid. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta. Prenada Media Group.
16. Chatamarrasjid. 2005. Op cit. hal. 39
hal. 39
17. Munir Fuady. 2003. Op cit. hal. 14
Dalam kaitannya dengan pengelolaan perbankan maka harus dilandasi asas-
b. Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit(DSU), bank tidak asas hukum perbankan yang baik supaya terjalin kemitraan yang baik dan
selalu meminta agunan berupa barang sebagai jaminan atas pemberian menguntungkan antara bank dan nasabahnya agar tercipta suatu sistem
kredit yang diberikan kepada DSU yang memiliki reputasi baik; perbankan yang sehat serta tercapai tujuan yang diharapkan. Asas-asas hukum
c. Dalam melakukan kegiatannya, bank lebih banyak menggunakan dana yang melandasi dunia perbankan di Indonesia terdapat pada Pasal 2 Undang-
masyarakat yang terkumpul dalam banknya dibandingkan dengan modal Undang Perbankan, yaitu “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya
dari pemilik atau pemegang saham bank.
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Sedangkan tujuan dari perbankan Indonesia terdapat dalam Pasal 4 Pertama, Asas Demokrasi Ekonomi, ini berarti fungsi dan usaha perbankan
Undang-Undang Perbankan, yaitu “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatkan pemerataan, demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan 1945. Kedua, Asas Kehati-hatian, adalah suatu asas yang menyatakan bahwa
kesejahteraan rakyat banyak”.
bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
Bentuk hukum Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat terdapat dipercayakan padanya. Dengan demikian perbankan Indonesia dalam
dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang- prinsip kehati-hatian. Hal ini bertujuan agar bank selalu dalam keadaan sehat
undang Nomor 7 Tahun 1992 yaitu sebagai berikut: sehingga masyarakat tetap menaruh kepercayaan pada dunia perbankan.
a. Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa : Sebagai lembaga kepercayaan bank selalu dituntut untuk selalu
1) Perseroan Terbatas;
memperhatikan kepentingan masyarakat disamping kepentingan bank itu
2) Koperasi; atau
sendiri dalam mengembangkan usahanya 18 .
3) Perusahaan Daerah.
b. Bentuk hukum suatu Bank Perkreditan Rakyat dapat berupa salah satu sana diyatakan bahwa, “Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
Fungsi perbankan terdapat pada Pasal 3 Undang-Undang Perbankan. Di
dari :
penghimpun dan penyalur dana dari masyarakat”. Maksudnya adalah bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun dana dari
1) Perusahaan Daerah;
pihak ketiga dan meyalurkan dana kepada masyarakat yaitu bank memberikan
2) Koperasi;
pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Dari
3) Perseroan Terbatas;
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Perbankan tersebut tercermin fungsi bank
4) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. sebagai intermediary bagi perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan
Berdasarkan Undang-Undang RI. No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan dana (surplus of funds) dengan pihak-pihak yang kekurangan dan memerlukan
Atas Undang-Undang R.I. No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank dapat dana (lacks of funds).
digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain : Sebagai lembaga perantara jasa keuangan, falsafah yang mendasari
a. Berdasarkan jenisnya: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat ; kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, bank
sebagai lembaga kepercayaan masyarakat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
b. Berdasarkan kepemilikannya: Bank milik Pemerintah, Bank milik Swasta Nasional, Bank milik Swasta Asing, Bank milik Swasta Nasional dan
a. Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit (SSU), bank
Asing (campuran);
hanya memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan bahwa bank telah menerima simpanan dalam jumlah dan untuk jangka waktu tertentu;
c. Berdasarkan kegiatan usahanya : Bank Devisa dan Bank Bukan Devisa.
d. Berdasarkan Kecukupan Modal : Bank Umum dan Bank Perkreditan/ Pembiayaan Rakyat
18. Malayu S.P. Hasibuan. 2005. Op cit. hal. 3-4
e. Berdasarkan Prinsip Kerja : Bank Konvensional dan Bank Syariah.
Berdasarkan prinsip kerjanya, maka bank dibedakan dalam dua (2) jenis halal/haram, adil/zalim, manfaat/mudarat dan baik/buruk. Dari nilai-nilai ini yakni Bank Konvensional dan Bank Syariah. Bank Konvensional adalah bank
kita mengembangkannya dalam etika pembangunan yakni sistem atau yang selama ini sudah sering kita jumpai dalam praktik perbankan dengan
seperangkat nilai dan norma yang hidup dan dianut serta menjadi pedoman menerapkan system bunga bagi aktifitas jasa keuangannya, sedangkan bank
dalam membangun masyarakat di semua sektor kehidupan dalam rangka syariah tidak menerapkan system bunga. Perkembangan Bank Syariah cukup
taqwa kepada Allah. 20
pesat dan menggembirakan. Dalam buku ini akan diulas sedikit mengenai Dalam Islam setiap kali mengkaji hukum sejatinya adalah syariah itu bank syariah.
sendiri, sehingga istilah hukum dan syariah merupakan satu kesatuan yang Prinsip dasar operasional bank syariah adalah tidak mengenal adanya
tidak bisa dipisahkan. Istilah syariah dapat diartikan sebagai ketetapan hukum konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan
Allah yang harus diikuti oleh hamba-hambaNya. Dengan demikian agar segala komersial, Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan
amal perbuatan yang dilakukan oleh manusia sebagai hamba Allah dapat dan kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil,
bernilai ibadah, maka harus selalu terikat oleh ketentuan hukum syara’. sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa
Demikian pula dalam mendefinisikan bank syariah. adanya imbalan maupun bunga apapun. Prinsip syariah yang dimaksud dalam
Hukum perbankan ialah sekumpulan peraturan hukum yang mengatur Undang-Undang Perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
kegiatan lembaga keuangan bank yang meliputi segala aspek dilihat dari segi antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan
esensi, dan eksistensinya, serta hubungannya dengan bidang kehidupan yang kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah;
lain. Hukum perbankan dalam arti positif berard hukum yang mengatur antara lain : pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
masalah-masalah perbankan yang sekarang berlaku formal. Pengertian hukum pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual
perbankan secara langsung tentu tidak dijumpai di dalam Al-Quran maupun beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan
sunnah. Namun sebagai hukum yang mengatur lembaga keuangan modern, barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau
pengertian hukum perbankan dapat diketahui dari fungsi produk-produk dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
hukum yang terkait dengan kegiatan operasional perbankan sebagai variabel pihak bank oleh pihak lain.
yang dapat disesuaikan dengan ketetapan prinsip-prinsip syariah. Gerrad dan Cunningham mengatakan bahwa praktik ekonomi Islam
Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan berdassarkan ketentuan syariah melarang riba (bunga) :
yang dikembangkan berdasarkan prinsip syariah. Suatu perbankan dikatakan “The Qur’an (Koran), the Muslims’ Holy Book, explecity deals with
sebagai perbankan syariah karena mengacu pada prinsip syariah yang mengatur economic related matters and how they apply in Islam. The Sharia’h,
perjanjian berdasarkan hukum Islam. Dalam hukum Islam, yang menjadi this being the Islamic law of human conduct, is derived from the Qur’an.
sumber hukum adalah Al-Quran, Sunnah dan ijtihad. Sedangkan berbagai
The Sharia’h prohibits what is called Riba. (i.e. payment over and above peraturan yang dibuat terkait dengan lembaga keuangan syariah seperd what has been lent- which causes the payment on interest or usury to be
perbankan merupakan produk hukum. 21 Melalui pendekatan metodologi
a wrong).” 19 penelitian hukum Islam (ushul fikih), prinsip-prinsip hukum dari sumber syariah kemudian dikembangkan menjadi peraturan hukum tertentu yang
Bank Islam sebagaimana dikemukakan oleh M. Umer Chapra,
bersifat amaliah (pragmatis).
menurutnya perbankan Islam bertujuan untuk meningkatkan kesempatan kerja Ide dasar sistem perbankan Islam berdasarkan pada prinsip profit and dan kesejahteraan ekonomi masyarakat Islam yang sesuai dengan nilai-nilai
loss sharing. Bank Islam tidak membebankan bunga, melainkan mengajak Islam. Nilai-nilai tersebut merupakan aspek normatif yang kemudian memberi
partisipasi dalam bidang usaha yang didanai. Dengan demikian, ada kemitraan arah pembangunan umat manusia seutuhnya ada lima nilai, yakni: hak/batil,
20. M. Umer Chapra. 1997. Etika Ekonomi Politik (Elemen-elemen Strategis Pembangunan 19. Philip Gerard, J Barton Cunningham. 1997. Islamic Banking : A Study in Singapore. International
Masyarakat Islam). Surabaya: Risalah Gusti. hal. 7.
Journal of Bank Marketing 15/6. MCB university Press. hal. 205 21. Lihat dalam Al Quran Surat Annahl ayat dan QS. Al-Anam ayat 38 Journal of Bank Marketing 15/6. MCB university Press. hal. 205 21. Lihat dalam Al Quran Surat Annahl ayat dan QS. Al-Anam ayat 38
dengan konvensional. Kelahiran bank Islam sendiri, baik di dunia Islam produktif- di pihak lain. Sistem ini berbeda dengan bank konvensional yang
umumnya atau di Indonesia sendiri tidak terlepas dari pandangan tentang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca
keharaman bunga bank. Bank Islam lahir sebagai solusi terhadap praktik dan memberikan pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lainnya.
membungakan uang dengan menawarkan sistem lain yang sesuai dengan Kompleksitas perbankan Islam tampak dari keragaman (dan penamaan)
syariah Islam yaitu sistem bagi hasil. Oleh karena itu, perbankan Islam instrumen-instrumen yang digunakan, serta pemahaman atas dalil-dalil hukum
dirancang untuk terbinanya hubungan kebersamaan dalam menanggung resiko Islamnya. 22
usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik modal yang menyimpan uangnya Bank syariah terdiri atas dua kata, yaitu : Bank dan Syariah. Kata “bank:
di bank, bank selaku pengelola dana dan masyarakat yang membutuhkan dana bermakna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan
yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha. dari dua belah pihak, yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang
Dengan berlakunya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. kekurangan dana. Kata “syariah” dalam versi bank syariah di Indonesia adalah
7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UU Perbankan) telah memberikan dasar aturan perjanjian berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain
hukum yang lebih kokoh dalam pengembangan bank Syariah di Indonesia. yang penyimpangan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan
Di dalam Pasal 1 angka 13 UU Perbankan disebutkan tentang prinsip syariah lainnya sesuai dengan hokum Islam. Penggabungan kedua kata dimaksud
yaitu 26 :
menjadi “bank syariah”. Bank syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak
“Aturan perjanjian berdasarkan hokum Islam antara bank dnegan pihak yang berkekuarangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau dengan hokum Islam. Selain itu, bank syariah bisa disebut dengan Islamic
kegiatan lainnya yang disesuaikan dengan prinsip syariah, antara lain Banking atau interest free banking, yaitu suatu sistem perbankan dalam
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi
prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau dengan adanya adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-
(maisir), dan ketidakpastian (gharar). 23 Menurut Sudarsono, Bank Syariah
memindahkan kepemilikan barang yang disewa dari pihak bank oleh jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi
pihak lain.”
dengan prinsip-prinsip syariah. 24 Sebelum lahirnya UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan
terdapat pengaturan tentang bank syariah selain dalam UU Perbankan, yakni yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan
Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, dalam Pasal 1 PBI meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi
tersebut dinyatakan Bank Umum Syariah adalah yang bank melaksanakan untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam memberikan jasa lalu lintas dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami
pembayaran. Seiring dengan perubahan waktu, pada tanggal 16 Juli 2008 dan lain-lain), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
DPR bersama Presiden telah mengesahkan UU No. 21 tahun 2008 tentang konvensional. 25 Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip dasar
Perbankan Syariah. Di dalam Pasal 1 angka 7 UU No. 21 tahun 2008 tentang tanpa menggunakan sistem bunga dalam sistem operasionalnya. Prinsip ini
Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah) disebutkan yang dimaksud Bank Syariah adalah :
22 Mervyn. K. Lewis dan Latifa M. Algaoud. 2001. Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik dan Prospek. Jakarta: Serambi. hal. .9-10
23. Zainudin Ali. 2008. Hukum Perbankan Syariah.Jakarta : Sinar Grafika. hal. 4 26. Bandingkan dengan pengertian perbankan dalam Pasal 1 angka 1 UU Perbankan, pengertian 24. Sudarsono. 2004. Op cit. hal. 13
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, 25. http. www. wikipedia.//definisi perbankan syariah. Diakses 2 Juni 2011 jam 17.00 wib
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya
“Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya Formalisasi hubungan antara nasabah dengan bank dilakukan berdasarkan prinsip syariah, dan menurut jenisnya terdiri dari Bank
melalui perjanjian, yang dalam bahasa syariahnya menggunakan kata Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”
akad. Akad merupakan perjanjian antara subyek hukum dalam hal ini adalah nasabah dan bank syariah. “Perjanjian” adalah kata benda dengan
C. Hubungan Bank dengan Nasabah kata dasar “janji”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “janji” adalah
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dan bank terdiri perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat; dari 2 (dua) bentuk, yaitu :
persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan
1. Hubungan Kontraktual kesanggupan untuk berbuat sesuatu); syarat; ketentuan yang harus Hubungan hukum antara nasabah dengan bank adalah hubungan
dipenuhi. 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan perjanjian kontraktual, yakni hubungan yang berdasarkan suatu kontrak yang dibuat
sebagai persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua antara nasabah sebagai debitur dan bank sebagai kreditur. Hukum perdata
pihak atau lebih, masing-masing berjanji akan menaati apa yang tersebut yang melandasi hubungan hukum tersebut adalah Kitab Undang-Undang
dalam persetujuan tersebut. 29 Sedangkan menurut Kamus Hukum, Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), terutama Buku Ketiga tentang
perjanjian diartikan sebagai “Persetujuan antara dua orang atau pihak Perikatan dan tentang Pinjam-Meminjam. Pada Pasal 1320 KUH Perdata,
untuk melaksanakan sesuatu. Kalau diadakan tertulis, juga dinamakan suatu hubungan hukum/perikatan yang terbentuk antara nasabah dan bank
kontrak. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yakni ; hanya dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi prinsip kesetaraan,
kecakapan para pihak, kesepakatan, suatu hal tertentu dan suatu causa (objek) yang halal”. kesukarelaan, kebebasan dan prinsip universal. Selain ketentuan Pasal 30
1320 KUH Perdata, hukum kontrak yang mendasari hubungan bank dan Di dalam KUH Perdata definisi perjanjian terdapat pada Pasal 1313 nasabah debitur adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
KUH Perdata, yang memberikan definisi perjanjian adalah : menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berkekuatan
“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang sama dengan undang-undang bagi kedua belah pihak. Maka dalam
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih” 31 hubungan kontraktual antara nasabah dan pihak bank syariah didasarkan pada kesepakatan akad antar para pihak. 28. Anton M. Moeliono, dkk. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. hal. 350
29. Ibid. hal. 351
Bank sebagai pelaku usaha terikat hubungan hukum dengan nasabah
30. R. Subekti dan Tjitrosoedibio. 2003. Kamus Hukum. Jakarta : PT Penebar Swadaya. hal. 89
sebagai konsumen jasa perbankan atas dasar perjanjian. Perjanjian ini
31. Definisi dalam Pasal 1313 KUH Perdata masih menyisakan banyak kelemahan, menurut Abdulkadir Muhammad, kelemahan-kelemahan tersebut yaitu :
mengikat dan didasarkan pada kerelaan para pihak sesuai Asas Kebebasan
1) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih
Berkontrak. Dalam asas kebebasan berkontrak dinyatakan bahwa setiap mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja mengikatkan hanya
datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu ditambah
orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur
kata “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara kedua pihak.
2) atau belum diatur dalam undang-undang. Kebebasan tersebut dibatasi Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian “perbuatan” termasuk
juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa, tindakan melawan hukum yang tidak
oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan
mengandung suatu konsensus.
27 3) dengan ketertiban umum dan tidak bertentangan dengan kesusilaan Pengertian perjanjian dalam Pasal tersebut terlalu luas, karena mencakup juga pelangsungan . perkawinan, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga, sedangkan perjanjian
yang dikehendaki Buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah perjanjian yang bersifat kebendaan.
4) Tanpa menyebutkan tujuan, sehingga para pihak mengikat diri tidak jelas untuk apa. 27. Abdulkadir Muhammad. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti..hal.
225 Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka yang dimaksud perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam 225 Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka yang dimaksud perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata diatur mengenai syarat sahnya
berada di bawah pengampuan karena orang-orang tersebut tidak
1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. sempurna akalnya (hilang ingatan, terbelakang mental, dan lain- lain). Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan
Menurut R. Subekti, sepakat adalah perizinan yang bebas dari orang- Undang-undang dan semua orang barang siapa Undang-undang orang yang mengikatkan diri. Artinya, kedua belah pihak dalam suatu
membuat perjanjian tertentu. 34
perjanjian harus mempunyai kemauan yang bebas untuk
3) Suatu hal tertentu.
mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. 32
Dalam Pasal 1333 KUH Perdata dikatakan bahwa suatu persetujuan harus mempunyai sebagai pokok suatu benda (zaak) yang paling
2) Cakap untuk membuat suatu perikatan. sedikit ditentukan jenisnya. Maksudnya adalah objek perjanjian tidak
Berdasarkan Pasal 1130 KUH Perdata, orang yang tidak cakap harus secara individual tertentu, tetapi cukup bahwa jenisnya membuat persetujuan adalah :
ditentukan. 35
a) Orang-orang yang belum dewasa 33
serta bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan kedewasaan itu berlangsung seterusnya lapangan harta kekayaan. Apabila disimpulkan, perjanjian mengandung unsur-unsur sebagai
walaupun perkawinan putus sebelum yang kawin itu mencapai umur 21 tahun (Pasal 330 berikut: Adanya pihak-pihak yang sedikitnya dua orang; Persetujuan antara pihak-pihak tersebut;
KUHPerdata). Hukum Perdata memberikan pengecualian-pengecualian tentang usia belum Tujuan yang akan dicapai; Prestasi yang akan dilaksanakan; Bentuk tertentu, bisa lisan atau
dewasa yaitu, sejak berumur 18 tahun seorang yang belum dewasa, melalui pernyataan dewasa, tertulis; dan Syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian. Lihat Abdulkadir Muhammad. 1990.
dapat diberikan wewenang tertentu yang hanya melekat pada orang dewasa. Seorang yang belum Hukum Perikatan. Bandung : Citra Aditya Bhakti.hal. 78-79
dewasa dan telah berumur 18 tahun kini atas permohonan, dapat dinyatakan dewasa harus tidak bertentangan dengan kehendak orang tua.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas, yaitu Lihat dalam Mariam Darus Badrulzaman. 1993. KUH Perdata Buku III : Hukum Perikatan Dengan
Hukum pidana juga mengenal usia belum dewasa dan dewasa. Yang disebut umur dewasa Penjelasan. Bandung : Alumni. hal.109-114:
apabila telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah menikah. Hukum pidana anak dan acaranya berlaku hanya untuk mereka yang belum
a) Asas kebebasan berkontrak berumur 18 tahun, yang menurut hukum perdata belum dewasa. Yang berumur 17 tahun dan Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, bahwa semua persetujuan yang dibuat secara sah
telah kawin tidak lagi termasuk hukum pidana anak, sedangkan belum cukup umur menurut berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, bahwa setiap orang bebas
pasal 294 dan 295 KUHP adalah ia yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum kawin mengadakan perjanjian apa saja baik yang sudah diatur dalam undang-undang atau belum.
sebelumnya. Bila sebelum umur 21 tahun perkawinannya diputus, ia tidak kembali menjadi “belum Tetapi dalam Pasal 1337 KUH Perdata dibatasi, bahwa perjanjian tersebut tidak boleh
cukup umur”.
bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum dan undang-undang. Hukum adat tidak mengenal batas umur belum dewasa dan dewasa. Hukum adat mengenal b)
Asas konsesualisme secara isidental saja apakah seseorang itu, berhubung umur dan perkembangan jiwanya patut Dalam Pasal 1320 KUH Perdata, bahwa untuk suatu adanya persetujuan harus ada
dianggap cakap atau tidak cakap, mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum tertentu kesepakatan antara para pihak.
dalam hubungan hukum tertentu pula. Apabila kedewasaan itu dihubungkan dengan perbuatan kawin, hukum adat mengakui kenyataan bahwa apabila seorang pria dan seorang wanita itu
c) Asas kekuatan mengikat kawin dan dapat anak, mereka dinyatakan dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. Asas ini disebut juga asas pacta sunt servanda, yang memberikan kepastian hukum bagi
Berdasarkan Undang-undang R.I yang berlaku hingga sekarang, pengertian belum dewasa dan para pihak yang membuat perjanjian, bahwa perjanjian yang dibuat secara sah mengikat dan
dewasa belum ada pengertiannya. Yang ada baru UU perkawinan No. 1 tahun 1974, yang mengatur berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak.
tentang: izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai d)
Asas kepercayaan umur 21 tahun (Pasal 6 ayat 2); umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan di
pria 19 tahun dan wanita 16 tahun (Pasal 7 ayat (2)); anak yang belum mencapai umur 18 tahun antara kedua pihak tersebut, bahwa satu sama lain akan memegang janjinya dengan kata
atau belum pernah kawin, berada didalam kekuasaan orang tua (Pasal 47 ayat (1)); anak yang lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari.
belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya, berada dibawah kekuasaan wali (Pasal 50 ayat (1))
e) Asas keseimbangan 34. Ketentuan inin telah dihapus berdasar Yurisprudensi Mahkamah Agung. Sehingga wanita dewasa Asas ini menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul
pun sekarang dianggap cakap sebagai subyek hukum. Yurisprudensi ini dijadikan SEMA No.3 beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
Tahun 1963. Juga lihat Pasal 31 UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang membolehkan istri bertindak sebagai subyek hukum.
32. R Subekti. 2001. Pokok—pokok Hukum Perdata. Jakarta : Intermasa. hal. 135 35. Objek perikatan atau prestasi berupa memberikan sesuatu, berbuat dan tidak berbuat. Memberikan 33. Terdapat empat ketentuan yang mengatur tentang kedewasaan, yakni : KUH Perdata, hukum
sesuatu prestasinya berupa menyerahkan sesuatu barang atau memberikan kenikmatan atau pidana, hukum adat dan hukum perkawinan. Dalam KUH Perdata, belum dewasa adalah belum
sesuatu barang, misalnya penjual berkewajiban menyerahkan barangnya. Berbuat sesuatu adalah berumur umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur 21
setiap prestasi untuk melakukan sesuatu yang bukan berupa memberikan sesuatu, misalnya tahun itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Perkawinan membawa
melukis. Tidak berbuat sesuatu adalah jika debitur berjanji untuk tidak melakukan perbuatan .
4) Suatu sebab yang halal.
2) Waktu yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit Sebab yang halal bukan merupakan sesuatu yang menyebabkan atau
dan pelunasannya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan hanyalah
telah disepakati bersama antara pihak kreditur dan debitur; tindakan orang-orang dalam masyarakat, tidak mempedulikan apa
3) Prestasi yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang diperhatikan
prestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan adalah istilah perjanjian itu, yang menggambarkan tujuan yang akan
perjanjian pemberian kredit antara kreditur dan debitur berupa uang dicapai, apakah dilarang undang-undang atau tidak, apakah
dan bunga atau imbalan; dan
bertentangan dengan kepentingan umum atau tidak (Pasal 1337 KUH
4) Risiko yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi selama jangka waktu Perdata). Akibat hukum perjanjian yang tidak halal adalah perjanjian
antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk itu batal demi hukum.
mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan Perjanjian antara nasabah dan bank yang sering memunculkan
terjadinya wanprestasi dari nasabah debitur, maka diadakan sengketa adalah perjanjian kredit atau pembiayaan. Kata “pembiayaan”
pengikatan jaminan atau agunan. Yang biasanya dibebankan kepada dalam lebih dikenal dengan istilah kredit. Secara etimologis istilah kredit
debitur.
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu. berasal dari bahasa latin, “Credere”, yang berarti kepercayaan, 37 maksudnya adalah bahwa seseorang yang memperoleh kredit berarti
Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan lepas dari misi bank orang tersebut memperoleh kepercayaan, sedangkan bagi pemberi kredit
tersebut didirikan. Beberapa hal yang menjadi tujuan utama pemberian berarti telah memberikan kepercayaan kepada seseorang dan yakin bahwa
suatu kredit adalah :
uangnya, pasti akan kembali sesuai dengan perjanjian. Dengan demikian
1) Mencari keuntungan;
istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang (atau Hukum ekonomi berlaku dalam kredir, yakni memperoleh penundaan pembayaran). Apabila orang mengatakan membeli secara
keuntungan. Bagi Kreditur, keuntungan tersebut dalam bentuk bunga kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga. 36
37. Menurut Muhammad Djumhana, suatu kredit mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak debitur dan kreditur, mereka sama-sama memperoleh keuntungan, dan juga mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak,
Berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur yang terdapat dalam
serta membawa dampak kemajuan ekonomi yang bersifat mikro maupun makro. Kredit dalam
kredit dapat digolongkan menjadi : kehidupan perekonomian sekarang, dan juga dalam perdagangan mempunyai fungsi sebagai
berikut Lihat dalam Muhammad Djumhana. 1996. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung :
1) Citra Aditya Bhakti. hal. 232 : Kepercayaan yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi
yang diberikannya kepada nasabah debitur yang akan dilunasinya Meningkatkan daya guna uang;
a)
b)
Meningkatkan peredaran dan lalu-lintas uang;
sesuai jangka waktu yang diperjanjikan;
c)
Meningkatkan daya guna dan peredaran barang;
d)
Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi;
e)
Meningkatkan kegairahan berusaha;
tertentu. Menurut R. Subekti, wanprestasi merupakan prestasi yang buruk, apabila debitur tidak melakukan apa yang dijanjikan, maka dia dapat dikatakan melakukan suatu wanprestasi. Ada
f)
Meningkatkan pemerataan pendapatan; dan
empat macam bentuk wanprestasi, yaitu Lihat dalam R. Subekti. 1991. Hukum Perikatan. Jakarta:
g)
Meningkatkan hubungan internasional.
Intermasa. hal. 43 : Menurut CH. Gatot Wardoyo, seperti dikutip oleh Budi Untung, perjanjian kredit mempunyai a) Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
beberapa fungsi, yaitu Lihat dalam Budi Untung.2000. Op cit. hal. 30-31: b) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
(1) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan c) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat; dan
sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misal perjanjian pengikatan jaminan.
d) Melakukan sesuatu apa yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan (2) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban 36. Budi Untung. 2000. Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta : Andi. hal. 1. Lihat juga Kasmir.
di antara kreditur dan debitur.
Op cit. hal. 92 (3) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.
yang diterima oleh bank/kreditur sebagai balas jasa, biaya dengan bank. Sebagai contoh masalah kepercayaan atau trustee, nasabah administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan
atau konsumen mewujudkan kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan kepada nasabah. Sementara bagi debitur yang memperoleh fasilitas
aplikasi permohonan tentang produk perbankan yang akan dikonsumsi kredit akan bertambah maju dalam usahanya. Keuntungan ini oleh nasabah. Pengisian formulir adalah perjanjian awal antara nasabah diperlukan untuk kelangsungan hidup bank. dengan bank, sementara untuk hubungan antara nasabah dengan bank
2) Membantu usaha nasabah ; selanjutnya banyak mengacu pada ketentuan yang lebih luas dan Dengan diperolehnya kredit akan dapat membantu usaha nasabah
yang memerlukan dana, baik dana tersebut digunakan untuk investasi ketentuan tersebut dinyatakan sebagai ketentuan yang berlaku dan maupun modal kerja. Dengan dana tersebut, nasabah debitur dapat
merupakan bagian serta satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan mengembangkan usahanya.
aplikasi tersebut, misalnya undang-undang, Peraturan Bank Indonesia,
3) Membantu pemerintah ; Peraturan Pemerintah dan lain-lain. Sebagai contoh dalam hubungan Bagi pemerintah, semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak
konfidensial tidak perlu diatur di dalam kontrak antara nasabah dengan bank, maka akan semakin baik mengingat semakin banyak kredit
bank, tetapi keduanya tetap harus tunduk pada ketentuan kerahasian berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sector dalam
perbankan yang diatur dalam Pasal 40 – 45 UU Perbankan. rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. 38
Hubungan antara nasabah dangan bank juga dapat dikatakan bahwa nasabah merupakan konsumen dari jasa perbankan. Konsumen adalah
2. Hubungan Nonkontraktual pihak yang mengkonsumsi dan menggunakan jasa layanan perbankan Secara umum dalam hubungan antara nasabah dan pihak bank ada
dan Bank adalah pelaku usaha yang menyediakan jasa bagi konsumen.
6 (enam) jenis hubungan hukum nonkontraktual, yaitu : Hubungan Pengertian pelaku usaha menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Fidusia (kepercayaan) ; Hubungan Konfidensial (kerahasiaan); Hubungan