MEDIA TANAM APUNG BERBASIS SAMPAH ANORGA

1

MEDIA TANAM APUNG BERBASIS SAMPAH ANORGANIK SEBAGAI
SOLUSI CERDAS PETANI AGRARIS
Mochamad Fathoni, Nurdianah Yuliasih, Wawan Wahyudi Efendi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini lahan pertanian semakin lama semakin menyempit. Hal ini
didukung dengan informasi dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman
Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional.
Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas
lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar
pertahun. Sehingga, penurunan luas panen tidak hanya terjadi pada padi, tetapi
juga pada komoditas lainnya, seperti kedelai. Meskipun ada penyusutan luas
panen, produksi gabah masih mampu mengalami kenaikan bila dibandingkan
dengan tahun lalu. Hal ini mungkin karena adanya penggunaan pupuk atau bibit
unggul sehingga produksi gabah perhektarnya menjadi naik (Media Indonesia,
2/7/10). Berdasarkan data Produksi Tanaman Pangan Badan Pusat Statistik (BPS)
disebutkan bahwa jika dilihat dari ARAM II 2010, maka tahun ini diperkirakan
akan terjadi penyusutan luas lahan panen padi sekitar 12,63 ribu ha, sekitar 0,1%
dari total luas lahan. Hal ini tidak hanya terjadi pada komoditi padi, namun juga

pada tanaman pangan lainnya. Dampak yang terjadi jika lahan pertanian semakin
menyempit adalah hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air
limpahan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah
dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh
tani, penggilingan padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya. Sebagaimana
diketahui bahwa sektor pertanian, terutama padi, merupakan sektor yang paling
banyak menyediakan lapangan kerja.
Di sisi lain saat ini kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sampah
masih sangat kurang baik dari segi sampah organic maupun anorganik. Menurut
perkiraan BPPT (Huda, 2008), kenaikan produksi sampah perkotaan di Indonesia
meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 1993 sampai 2000, yakni dari 4,6 juta
ton per tahun menjadi 7,3 juta ton per tahun. Terbanyak di Jakarta, disusul
kemudian Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan kota-kota besar lainnya.
Dengan mengikuti kecenderungan yang ada dan pengalaman di negara lain, para
pakar dari Bank Dunia menyarankan agar Indonesia mengantisipasi adanya
peningkatan volume sampah yang dalam kurun waktu 25 tahun mendatang akan
meningkat sampai empat kali lipat. Berdasarkan laporan Bank Dunia yang
dipublikasikan Metropolitan Environmental Improvement Program (MEIP) tahun
1995 silam, biaya pengolahan sampah di Indonesia 25 tahun mendatang akan
meningkat dari 500 juta dolar AS per tahun menjadi sekitar 15 miliar dolar AS

atau sekitar 30 triliun rupiah per tahun.
Dalam Japan International Cooperational Agency (JICA) tahun 2003,
jumlah penduduk Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama
25 tahun terakhir, yaitu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah menjadi
198,20 juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta
jiwa pada tahun 1999. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami

2

perubahan positif yang drastis maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asurnsi tingkat pertumbuhan
penduduk alami sekitar 0,9 % per tahun. Akibat dari semakin bertambahnya
tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya adalah bertambahnya pula
buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas
dan konsumsi masyarakat yang lebih dikenal sebagai limbah domestik telah
menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh pemerintah dan
masyarakat itu sendiri. Limbah domestik tersebut, baik itu limbah cair maupun
limbah padat menjadi permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun
tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan
mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Hingga saat ini, penanganan dan

pengelolaan sampah tersebut masih belum optimal. Baru 11,25% sampah di
daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar,
6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan.
Sementara untuk di daerah pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh
petugas, 54% sampan ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20%
dibuang ke kali/sembarangan (BPS, 1999).
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang
sangat luas yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.290 km.
Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut
Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Dari data tersebut kita
dapat mengetahui bahwa sebagian besar daratan Indonesia berupa perairan.
Dengan kondisi semakin menyempitnya lahan pertanian dan didukung dengan
semakin meningkatnya jumlah sampah yang ada di Indonesia maka perlu adanya
sebuah solusi cerdas dan tepat guna untuk mengatasi masalah tersebut yaitu
dengan menggunakan media tanam apung.
Tujuan
Adapun tujuan dibuatnya media tanam apung ini adalah sebagai berikut
Untuk mengetahui bagaimana teknik implementasi pembuatan media tanam
apung berbasis sampah anorganik.
Manfaat

Media tanam apung ini memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu :
a. Memberikan informasi tentang pengolahan sampah anorganik menjadi media
tanam.
b. Memudahkan para petani dalam pemanfaatan lahan perairan sebagai media
tanam.
GAGASAN
Kondisi kekinian pencetus gagasan
Degradasi Lahan Pertanian di Indonesia

Laju pertumbuhan penduduk yang diasumsikan 1,3-1,5 persen per tahun
(Kompas 15 Mei 2010) tentulah harus diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan
pangan. Angka pertumbuhan produksi pangan seharusnya di atas atau setidaktidaknya sama dengan angka laju pertumbuhan penduduk tersebut. Upaya

3

pemenuhan kebutuhan pangan dimaksud dapat terwujud dengan adanya dukungan
ketersediaan lahan pertanian dan optimalisasi pemanfaatan bahan pangan lokal.
Namun apa yang disampaikan oleh Badan Ketahanan Pangan Nasional justru
menimbulkan kekhawatiran, yaitu sepanjang tahun 2009 telah terjadi alih fungsi
lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar (ha). Angka ini tentu sangatlah

besar mengingat kemampuan Pemerintah untuk mencetak lahan pertanian baru per
tahunnya hanya kurang dari separuhnya, yakni 50 ribu ha, sebagaimana
disampaikan Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya.
Tabel 1 : Tabel Perkembangan Luas Panen Lahan Tanaman Pangan
Indonesia Tahun 2008-2010

Berdasarkan data Produksi Tanaman Pangan Badan Pusat Statistik (BPS)
dapat dilihat bahwa jika dilihat dari ARAM II 2010, maka tahun ini diperkirakan
akan terjadi penyusutan luas lahan panen padi sekitar 12,63 ribu ha, sekitar 0,1%
dari total luas lahan. Hal ini tidak hanya terjadi pada komoditi padi, namun juga
pada tanaman pangan lainnya.
Merujuk pada UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan disebutkan bahwa dalam hal untuk kepentingan
umum, maka lahan pertanian dapat dialihfungsikan. Namun perlu dikaji lebih jauh
lagi mengenai bentuk kepentingan umum yang dimaksud dalam pasal tersebut dan
jangan sampai ketentuan dalam UU No. 41 Tahun 2009 ini dimanfaatkan atau
disalah-artikan oleh pihak-pihak tertentu yang menjadikan kepentingan umum
sebagai dalih untuk melakukan alih fungsi lahan pertanian.
Selain ancaman terhadap penurunan jumlah produksi pertanian/pangan,
alih fungsi lahan pertanian juga berdampak pada hilangnya investasi yang telah

dilakukan untuk membangun irigasi dan prasarana lainnya. Jika dibayangkan
berapa banyak biaya yang telah dikeluarkan untuk pembangunan infrastruktur

4

lahan pertanian dan berapa kerugian yang ditimbulkan akibat alih fungsi lahan
tersebut. Belum lagi kerugian ekologis bagi sawah di sekitarnya akibat alih fungsi
sebagian lahan, antara lain hilangnya hamparan efektif untuk menampung
kelebihan air limpahan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu
masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani
penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya.
Sebagaimana diketahui bahwa sektor pertanian, terutama padi, merupakan sektor
yang paling banyak menyediakan lapangan kerja.
Sampah

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah
berakhirnya suaru proses. Proses yang dimaksud adalah merupakan proses yang
dilakukan oleh manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada
hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berupa padat, cair, dan
gas.

Dalam kehidupan manusia, sampah banyak dihasilkan oleh aktivitas
industri yang kemudian dikenal dengan istilah limbah. Tidak hanya dari industri,
limbah dapat pula dihasilkan dari kegiatan pertambangan, manufaktur (proses
pabrik), dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada
suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah
konsumsi.
Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi atass enam yaitu sampah
alam, manusia, konsumsi, nuklir, industry dan pertambangan. Namun,
berdasarkan sifatnya terdiri dari sampah organic (dapat diurai atau degradable)
dan sampah anorganik (tidak dapat diurai atau undegradable).

Gambar 1 : Sampah organik dan Anorganik
Sumber : http://www.isroi.org, http://i268.photobucket.com
Hal yang lebih disoroti disini dengan adanya sampah anorganik yang
tidak dapat diurai secara langsung menimbulkan permasalahan yang cukup rumit.
Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi penimbunan sampah anorganik dan
pastinya akan menimbulkan polusi udara yang mengakibatkan gangguan pada
kesehatan manusia yang berada di sekelilingnya.

5


Solusi yang Pernah Ditawarkan
Pada awalnya ketika jumlah penduduk masih sedikit, sampah bukan
merupakan sebuah permasalahan. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan aktivitasnya, maka sampah semakin besar jumlah dan
variasinya. Karena itu, diperlukan pengelolaan yang tidak sederhana untuk
menangani sampah dalam jumlah besar, terutama di daerah perkotaan.
Pengelolaan sampah mutlak diperlukan mengingat dampak buruknya
bagi kesehatan dan lingkungan. Sampah menjadi tempat berkembangbiaknya
organisme penyebab dan pembawa penyakit. Sampah juga dapat mencemari
lingkungan dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Karena itu, pemerintah di
berbagai belahan dunia berupaya menangani walaupun dengan biaya yang tidak
sedikit.
Pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya belum dilaksanakan
secara terpadu. Sampah dari berbagai sumber, baik dari rumah tangga, pasar,
industri dan lain-lain, langsung diangkut menuju Tempat Pembuangan Sementara
(TPS) tanpa melalui proses pemilahan dan pengolahan. Dari TPS, sampah
kemudian diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian
ditimbun. Pengelolaan seperti ini mengabaikan nilai sampah sebagai sumber daya.


Gambar 2 : Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sumber : http://gerbang.jabar.go.id
Upaya pertama dalam pengelolaan sampah secara terpadu adalah
pemilahan yang dilakukan mulai dari seumber penghasil sampah, baik dari rumah
tangga, pasar, industri, fasilitas umum, daerah komersial dan sumber lainnya.
Sampah organic (sisa makanan, daun, dan lain-lain) dipisah dengan sampah
anorganik (plastic, kaca, dan lain-lain). Sampah yang telah dipilah dapat didaur
ulang di tempat sumber sampah atau dapat dibawa atau dijual untuk dilakukan

6

proses daur ulang di industry daur ulang. Sampah tersebut dapat pula dipakai
ulang sebelum diangkut ke TPS atau dibuat kompos untuk digunakan di lokasi
sumber sampah.
Sampah dari sumber sampah juga dapat dibawa ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) terdekat setelah melalui proses pemilahan. Di TPS sampah
dikumpulkan dan dipilah kembali dan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPS). Sampah tersebut juga dapat di daur ulang di industry daur ulang.
Pemilahan sampah dapat pula dilakukan di TPA. Sebagian sampah dapat didaur
ulang dan dibuat kompos yang dapat dijual ke konsumen. Sisanya atau residu dari

proses tersebut dapat ditimbun dengan menggunakan metode sanitry landfill.
Hasil dari sanitary landfill adalah abu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk
membuat batako dan sebagai bahan campuran kompos. Batako dan kompos yang
dihasilkan dapat dijual ke konsumen.
Belum berkembangnya pengelolaan sampah terpadu dikarenakan belum
dikembangkannya sistem yang didukung oleh sarana dan prasarana yang
memadai. Selain itu, persepsi, kesadaran akan manfaat sampah dan budaya
masyarakat dalam membuang sampah sangat beragam. Pemilahan dan
pemanfaatan sampah di lingkungan keluarga belum membudaya, sehingga
memerlukan waktu untuk perubahan tersebut.

Gambar 3 : Pengelolaan Sampah secara Terpadu
Sumber : http://tsabitah.file.wordpress.com
Walaupun demikian, beberapa kelompok masyarakat mulai mengelola
sampah secara mandiri dengan baik. Sampah organic digunakan sebagai kompos
untuk penghijauan. Sampah anorganik sebagian dimanfaatkan untuk kerajinan dan
sebagian lainnya dijual.
Seberapa Jauh Kondisi Kekinian Pencetus Gagasan Dapat Diperbaiki
Melalui Media Tanam Apung


7

Saat ini lahan pertanian semakin lama semakin menyempit. Hal ini
didukung dengan informasi dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman
Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional.
Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas
lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar
pertahun. Dampak yang terjadi jika lahan pertanian semakin menyempit adalah
hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air limpahan yang bisa
membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya
kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan
padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa sektor
pertanian, terutama padi, merupakan sektor yang paling banyak menyediakan
lapangan kerja.
Di sisi lain saat ini kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sampah
masih sangat kurang baik dari segi sampah organic maupun anorganik. Menurut
perkiraan BPPT (Huda, 2008), kenaikan produksi sampah perkotaan di Indonesia
meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 1993 sampai 2000, yakni dari 4,6 juta
ton per tahun menjadi 7,3 juta ton per tahun. Terbanyak di Jakarta, disusul
kemudian Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan kota-kota besar lainnya.
Dengan mengikuti kecenderungan yang ada dan pengalaman di negara lain, para
pakar dari Bank Dunia menyarankan agar Indonesia mengantisipasi adanya
peningkatan volume sampah yang dalam kurun waktu 25 tahun mendatang akan
meningkat sampai empat kali lipat. Berdasarkan laporan Bank Dunia yang
dipublikasikan Metropolitan Environmental Improvement Program (MEIP) tahun
1995 silam, biaya pengolahan sampah di Indonesia 25 tahun mendatang akan
meningkat dari 500 juta dolar AS per tahun menjadi sekitar 15 miliar dolar AS
atau sekitar 30 triliun rupiah per tahun.
Merujuk pada keadaan demikian di atas dan pemanfaatan sampah
anorganik yang masih kurang maksimal maka kami memiliki ide / inovasi yang
dapat membantu pemerintah dalam pemanfaatan sampah anorganik menjadi lebih
bermanfaat dan sebagai solusi petani agraris mengingat degradasi lahan di
Indonesia yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Program ini kami
namakan sebagai media tanam apung berbasis sampah anorganik sebagai solusi
cerdas petani agraris. Konsep yang kami tawarkan adalah dengan memanfaatkan
sampah botol air mineral. Dalam pembuatan media tanam apung ini terdiri dari
beberapa bagian seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini :

8

Gambar 4 : Desain Media Tanam Apung
Dari gambar di atas media tanam apung terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Tanah : sebagai media tanam untuk tanaman produktif
b. Sabut kelapa : untuk menutupi celah-celah antar botol dan mengatur
kelembaban tanah.
c. Botol air mineral : sebagai media apung yang menahan lapisan-lapisan
diatasnya agar tetap mengapung.
Bagian luar samping dari media tersebut ditutup dengan kayu papan
sebagai penahan agar tanah tidak mengalami abrasi. Media tanam apung ini
memungkinkan tanaman dapat secara periodic mendapatkan asupan air tanpa
harus melakukan penyiraman secara terus menerus dan jika dilihat dari segi biaya
yang dikeluarkan untuk proses penanaman lebih murah dan lebih efisien sehingga
dapat menekan biaya pengeluaran dan dimungkinkan dengan adanya metode ini
dapat menjadi solusi untuk para petani agraris khususnya di Indonesia mengingat
degradasi lahan di Indonesia yang semakin lama semakin mengkhawatirkan.
Pihak-pihak yang terkait dalam implementasi media tanam apung
Media tanam apung ini merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan sebagai solusi cerdas petani agraris di Indonesia mengingat saat ini
mulai terjadi degradasi lahan pertanian yang ada di Indonesia. Jadi, untuk
mengimplementasikannya membutuhkan sosialisasi yang dapat dilakukan dengan
cara penyuluhan maupun seminar-seminar, dan dapat pula dengan menggunakan
cara penerapan langsung, dalam hal ini dapat melibatkan dan bekerjasama dengan
para petani yang menjadi percontohan sebagai penerapan media tanam apung.
Bekerjasama dengan Elemen Masyarakat

Media tanam apung memiliki potensi yang besar bagi para petani karena
memiliki manfaat-manfaat diantaranya pemanfaatan lahan perairan sebagai media
tanam, selain itu juga pemanfaatan sisa sampah anorganik berupa botol air
mineral yang digunakan untuk media apungnya dan jika dilihat dari segi biaya
yang dikeluarkan untuk penanaman lebih murah dan lebih efisien. Dalam proses
penyiramannyapun juga tidak perlu lagi melakukan penyiraman karena media
yang dipakai langsung bersentuhan dengan air sehingga kelembaban tanah dapat

9

secara otomatis terkontrol. Untuk itu, dalam implementasinya dapat melibatkan
petani sehingga petani memiliki bekal ilmu tambahan yang berkenaan dengan
pemanfaatan lahan perairan dan pemanfaatan sampah anorganik sehingga menjadi
lebih berdaya guna.
Bekerja sama dengan pemerintah

Media tanam apung ini memiliki potensi besar dalam pemanfaatan lahan
perairan dan juga pemanfaatan sampah anorganik khususnya botol air mineral.
Untuk itu, dalam implementasinya dapat melibatkan pemerintah agar memberikan
kebijakan serta turut mempublikasikan maupun merekomendasikan media tanam
apung sebagai solusi yang bisa dilakukan oleh petani setempat.

10

Langkah-langkah
strategis
yang
harus
dilakukan
untuk
mengimplementasikan media tanam apung sehingga tujuan atau perbaikan
yang diharapkan dapat tercapai
Pembuatan media tanam apung ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:
Persiapan

Pada tahap ini mempersiapkan peralatan-peralatan yang digunakan untuk
membuat media tanam apung diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Botol air mineral bekas : sebagai media apung agar media tanam yang ada
tidak tenggelam.
b. Sabut kelapa : sebagai media penyerapan air dan media pengontrol
kelembaban tanah.
c. Tanah : sebagai media tanam
d. Bambu : sebagai pengikat papan kayu yang sudah dipasang.
e. Papan kayu : sebagai pelapis media botol air mineral, sabut kelapa dan
tanah agar tanah tidak mengalami abrasi.
Adapun ukuran media yang digunakan minimal sebesar 5x5 meter yang
dibutuhkan untuk membuat media tanam apung minimal seperti table di bawah
ini:
Tabel 2 : Spesifikasi Alat yang Digunakan
No Nama Alat
Ukuran
Jumlah yang Dibutuhkan
1
Botol air mineral
1,5 Liter
375 Botol
2
2
Sabut kelapa
5x5 m tebal 10 cm
3
Tanah
5x5 m2 tebal 50 cm
4
Bambu
510 cm
4 buah
2
5
Papan kayu
5x3 m
4 buah
Implementasi

Pada tahap ini akan dilakukan perancangan media tanam apung. Setelah
peralatan disiapkan dan dirasa sudah cukup, langkah selanjutnya adalah
melakukan beberapa tahapan pembuatan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Merakit atau menyusun botol air mineral yang sudah disiapkan sehingga
membentuk persegi dengan ukuran 5x5 m2.
b. Membuat media tanam dengan membentuk papan kayu yang sudah
disediakan dengan membentuk bidang ruang dengan ukuran ruang
500x500x80 cm3.
c. Meletakkan media papan kayu diatas botol yang sudah dirakit tersebut.
d. Meletakkan sabut kelapa tepat diatas lapisan botol-botol air mineral.
e. Meletakkan media tanah yang sudah disiapkan tepat di lapisan paling atas
yang nantinya lapisan tanah ini digunakan sebagai media tanam.
f. mengikat lapisan botol dengan menggunakan bambu yang sudah
disediakan sehingga dapat menahan abrasi.

11

KESIMPULAN
Media Tanam Apung Berbasis Sampah Anorganik Sebagai Solusi Cerdas
Petani Agraris
Media tanam apung berbasis sampah anorganik ini merupakan sebuah
solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi sekarang ini
yaitu adanya degradasi lahan pertanian yang disebabkan semakin bertambahnya
populasi penduduk dan bertambahnya bangunan-bangunan yang mengakibatkan
semakin menyempitnya lahan pertanian. Dengan adanya media tanam apung ini
akan sangat membantu para petani khususnya di Indonesia dengan memanfaatkan
lahan perairan sebagai media tanam.
Teknik Implementasi
Media tanam apung ini dibangun dengan menggunakan bahan dari
sampah botol air mineral sebagai media apungnya, kemudian diatasnya ada
beberapa lapisan yaitu lapisan tanah pada bagian paling atas dan lapisan yang
berisi sabut kelapa yang digunakan sebagai pengontrol penyerapan air yang
nantinya dapat mengontrol kelembaban tanah. Kemudian dari lapisan yang paling
atas sampai lapisan yang berisi botol-botol air mineral ditutup dengan papan
penutup agar tanah tidak mengalami abrasi. Dalam penerapannya media tanam
apung ini diikat dengan bambu yang digunakan untuk menahan media tersebut
agar tidak berubah tempat karena pergerakan air.
Dampak dan Manfaat Media Tanam Apung
Dengan penerapannya media tanam apung ini terdapat beberapa
kelebihan diantaranya tidak perlu ada proses penyiraman karena secara otomatis
sabut kelapa tersebut menyerap air dari bawah dan menyalurkannya ke tanah
sehingga kelembaban tanah akan tetap terjaga dan ini akan berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman tersebut. Selain itu jika ditinjau dari segi ekonomi,
penerapan media tanam apung ini tergolong praktis dan ekonomis karena tidak
membutuhkan banyak biaya untuk pembuatannya dan ramah lingkungan karena
memanfaatkan sampah anorganik sebagai salah satu bahan pembuatannya juga
akan membantu pemerintah untuk menanggulangi polusi yang disebabkan
banyaknya sampah anorganik yang tidak dimanfaatkan dan belum sempat didaur
ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Pertanian. 2010. Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai.
http://www.setneg.go.id. Diakses tanggal 14 Februari 2012.
Buletin Tzu Chi. 2010. 20 Tahun Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi. No. 61
edisi Agustus 2010.
JICA. 2003. Draft Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Pengelolaan
Persampahan.
Huda, M. N. 2008. Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Sifat Fisis Dan Mekanis

12

Komposit Hasil Daur Ulang Plastik (Hdpe, Pet) Dan Karet Dengan
Variasi Suhu Sintering 170°C, 180°C, Dan 190°C.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pratiwi, I. H, et al. 2006. Sistem Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi
Dengan Pendekatan Ergonomi Total Guna Meningkatkan Peran Serta
Masyarakat (Studi Kasus : Surabaya). Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya.
Oswari ,Teddy, et al. 2006. Potensi Nilai Ekonomis Pengelolaan Sampah di Kota
Depok. Universitas Gunadarma. Jakarta.
Sudarman. 2010. Meminimalkan daya dukung sampah terhadap Pemanasan
global. Universitas Negeri Semarang.

Dokumen yang terkait

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

PENGARUH DOSIS LIMBAH MEDIA JAMUR TIRAM DAN KONSENTRASI LARUTAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) ABITONIK TERHADAP SEMAI KAYU MANIS [Cinnamomum camphora (l,) J. Presi]

12 141 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DIVERSIFIKASI PRODUK MAKANAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) BERBASIS INOVASI DI KOTA BLITAR

4 89 17

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

EFEKTIVITAS MEDIA PENYAMPAIAN PESAN PADA KEGIATAN LITERASI MEDIA (Studi pada SMA Negeri 2 Bandar Lampung)

15 96 159

HUBUNGAN PEMANFAATAN MEDIA AUDIOVISUAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN DAN SIKAP SISWA KELAS VII SMP NEGERI 3 BATANGHARI NUBAN LAMPUNG TIMUR

25 130 93