Analisis hubungan status gigi dengan pola makan dan asupan nutrisi pada manula suku Bugis dan suku Mandar
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
26 Analisis hubungan status gigi dengan pola makan dan asupan nutrisi pada manula suku Bugis dan suku Mandar Bahruddin Thalib
Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia
ABSTRACT
The main function of teeth is chewing, whereas its capabilities depends on amount of
teeth remains. High teeth loss in elderly can compromise this chewing function,
resulting in inadequate nutrition intake. Analytic epidemiology study of relationship
between dental status, diet pattern and nutrition intake in elderly of Buginese and
Mandarnese took 424 sample (Buginese 206; Mandarnese 216). Buginese dental
status showed higher prevalence of tooth loss 0-10 than Mandarnese (24.5%:18.1%),
as for tooth loss 11-20 and 21-27, Mandarnese dental status showed higher
prevalence than Buginese, and for total tooth loss Buginese showed higher prevalence
than mandarnese. Total mean tooth loss between Mandarnese and Buginese not so
much different, which is 20.42 to 19.58. Generally no significant diet pattern
difference found between Buginese and Mandarnese. Diet pattern consist of food
processed to meet elderly chewing capabilities. Analysis of relationship between
dental status and macro nutrient carbohydrate and protein intake showed significant
relation (p<0.05), as for lipid intake showed relation although not significant.
Analysis of relationship between dental status and micro nutrient Vitamin D, E, and C
statically showed no significant relation, Vitamin A showed no relation at all.Key word: Dental state, diet pattern, nutritional intake ABSTRAK
Fungsi utama gigi-geligi adalah fungsi kunyah, yang kemampuannya sangat tergantung dengan jumlah gigi geligi yang tertinggal. Kehilangan gigi pada manula dilaporkan cukup besar sehingga dapat mengganggu fungsi kunyah yang pada akhirnya dapat mempengaruhi asupan nutrisi pada manula. Telah dilakukan penelitian epidemiologi analitik mengenai analisis hubungan status gigi dengan pola makan dan asupan gizi pada manula suku bugis dan suku mandar dengan jumlah sampel sebesar 424 orang (suku bugis 208 dan suku Mandar 216). Hasil status gigi didapatkan bahwa pada kehilangan gigi 0-10 gigi, manula suku Bugis lebih besar dibandingkan manula suku Mandar (24,5%:18,1%), sedangkan pada kehilangan gigi 11-20 dan 21-27, manula suku Mandar lebih besar dari suku Bugis, selanjutnya pada kehilangan gigi total, manula suku Bugis lebih besar dibandingkan suku Mandar (42,8%:34,3%). Walaupun demikian, rata-rata kehilangan gigi tidak jauh berbeda yaitu suku Bugis 19,58 dan suku Mandar 20,42. Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan pola makan yang bermakna antara manula suku Bugis dan suku Mandar. Umumnya konsistensi dan tekstur makanan yang dimakan tidak terlalu menyulitkan untuk dikunyah manula. Analisis hubungan status gigi dengan asupan zat gizi makro karbohidrat dan protein menunjukkan hubungan yang bermakna (p<0,05), sedangkan untuk asupan lemak terdapat hubungan walaupun tidak bermakna. Analisis hubungan status gigi dengan asupan zat gizi mikro menunjukkan bahwa asupan vitamin D, E,
Bahruddin: Analisis hubungan status gigi dengan pola makan
27
dan C secara statistik tidak mempunyai hubungan yang bermakna, sedangkan asupan vitamin A tidak menunjukkan adanya hubungan.
Kata kunci: Status gigi, pola makan, asupan nutrisi
Koresponden: Bahruddin Thalib, Bagian Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin, Jl. Kandea No.5, Makassar, Indonesia.
PENDAHULUAN
Fungsi utama gigi geligi selain fungsi bicara dan fungsi estetik adalah fungsi mastikasi atau fungsi kunyah. Tahap awal asupan makanan melalui rongga mulut tempat proses pencernaan dimulai, makanan dikunyah menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, yang kemudian dibasahi dengan saliva untuk ditelan. Hal ini bertujuan mencegah distorsi jaringan lunak faring dan osefagus saat menelan, juga memperluas permukaan untuk aksi enzimatis. Makanan yang tidak dicerna secara sempurna tidak akan terserap dengan baik oleh tubuh dan juga dapat mempengaruhi fungsi pencernaan tubuh. Gastritis dan ulserasi lambung telah lama dilaporkan terjadi pada subjek manusia usia lanjut (manula) yang mengalami gangguan mastikasi. Kehilangan gigi- geligi dalam jumlah yang banyak tentunya akan mengganggu proses tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi asupan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.
Berbagai laporan memperlihatkan bahwa kehilangan gigi pada manula cukup besar, seperti yang dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan gigi pada populasi usia 65–75 tahun di negara Perancis 16,9%, Jerman 24,8% dan 31% untuk Amerika Serikat. 1 Untuk Indonesia walaupun belum terdapat sumber datanya tetapi dapat diprediksi jumlahnya lebih besar dibandingan dengan negara-negara maju di atas.
Persentase kehilangan gigi pada manula cukup besar mengingat populasi manula dari tahun menyebabkan gangguan fungsi mastikasi yang kemudian dapat berakibat pada menurunnya fungsi lidah, mukosa mulut, otot-otot mastikasi, kelenjar saliva dan juga sistem persarafan, sehingga kesehatan secara umum juga dapat terganggu. Mastikasi merupakan proses pengunyahan makanan, mulai dari makanan dipotong, dihancurkan dan dicampur sebelum akhirnya makanan ditelan dan dicerna.
Komponen yang berfungsi pada proses tersebut adalah gigi, saliva, bibir, pipi, lidah, palatum, otot-otot pengunyahan dan sendi temporomandibular. Gerberg dan Carlson, yang dikutip oleh Boretti dkk, 2 melaporkan bahwa kemampuan mastikasi sangat berhubungan dengan jumlah gigi yang tertinggal, sehingga kemampuan mengunyah akan menurun secara signifikan dengan meningkatnya jumlah gigi yang hilang. Selain itu lemahnya jaringan penyangga gigi atau jaringan periodontal dan menurunnya fungsi pengecapan membuat semakin terbatasnya kemampuan mengunyah seorang manula. Penyebaran penyakit periodontal cukup luas pada manula dan dipengaruhi oleh berbagai faktor determinan. Dilaporkan prevalensi penyakit periodontal berbeda menurut umur, ras dan gender. Terdapatnya gingivitis dan periodontitis pada rongga mulut menyebabkan rasa nyeri pada rongga mulut, pengecapan tak nyaman, dan efisiensi mengunyah berkurang. Seberapa besar pengaruh kondisi tersebut terhadap asupan gizi manula belum terlalu banyak
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
28
Suku Bugis dan suku Mandar adalah dua dari empat suku yang awalnya mendiami Sulawesi Selatan, yang kemudian setelah terjadinya pemekaran, suku Mandar berada pada wilayah Sulawesi Barat. Secara genetik kedua suku ini dikatakan sama, seperti yang dilaporkan Yusuf dkk. 3 Namun demikian secara geografis dan budaya kedua suku ini berbeda. Suku Bugis mendiami hampir seluruh dataran dan perbukitan sebelah selatan sedangkan suku Mandar mendiami daerah di pantai barat laut. Dengan lingkungan dan kebudayaan yang berbeda tentunya akan mempengaruhi pola hidup termasuk pola makan. Dalam konteks budaya makan tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan tubuh, tetapi juga merupakan implementasi kebudayaan dan kepercayaan masyarakat setempat.
HASIL PENELITIAN
Makalah ini akan memaparkan hasil penelitian yang mengeksplorasi kehilangan gigi pada manula suku bangsa Bugis dan Mandar serta dampaknya pada asupan makanan.
Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional study yang dilakukan di kabupaten Majene, tepatnya di kecamatan Pamboang, dan di kecamatan Mallusetasi, kabupaten Barru. Populasi sampel yaitu manula yang berusia 55 tahun keatas dengan kriteria sehat mental dan fisik, dan bersedia mengikuti prosedur penelitian.
Yang dimaksud dengan status gigi adalah jumlah gigi yang hilang, termasuk sisa akar dan gigi goyang derajat 3. Sedangkan jumlah maksimal adalah 28 gigi, tanpa menghitung gigi molar ketiga. Adapun asupan gizi dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari–hari dinilai dengan menggunakan food recall dan food frequency.
Dari hasil penelitian diperoleh jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 424 orang, yang terdiri dari suku bangsa Bugis sejumlah 208 orang dan suku bangsa Mandar sejumlah 216 orang. Karaketristik sampel berdasarkan berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur akan ditampilkan pada tabel-tabel berikut.
Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa populasi manula perempuan lebih besar (66%) dibandingkan manula pria (34%), baik pada suku bangsa Bugis maupun Mandar. Sedangkan tabel 2 menunjukkan distribusi kelompok umur manula yang terbesar ada pada 55-64 tahun, sedangkan yang terkecil terdapat pada kelompok umur 85 tahun keatas.
BAHAN DAN METODE
Jenis Kelamin Suku
Jumlah Bugis Mandar
N % n % n %
Laki – Laki 72 34,6 72 33,3 144 34,0 Perempuan 136 65,4 144 66,7 280 66,0
Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin manula suku bangsa Bugis dan suku bangsa
Mandar
Bahruddin: Analisis hubungan status gigi dengan pola makan
29 Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur manula suku bangsa Bugis dan suku
bangsa Mandar Suku
Jumlah Bugis Mandar
Kelompok Umur n % n % n % 55 – 64 thn 131 63,0 114 52,8 245 57,8 65 – 74 thn
38 18,3 68 31,5 106 25,0 75 – 84 thn 24 11,5 30 13,9 54 12,7 85 thn atau lebih 15 7,2 4 1,9 19 4,5
Distribusi kelompok kehilangan gigi lansia suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar
50
42.8
40
34.3
28.7
30
24.5 Bugis
19
18.1
17.3 Mandar
15.4
20
10 0-10 11-20 21-27 tanpa gigi Kehilangan Gigi
Grafik 1. Distribusi kelompok kehilangan gigi pada manula suku bangsa Bugis dan suku
bangsa Mandar (p < 0,005) .
Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata kehilangan gigi manula suku bangsa Bugis dan suku
bangsa Mandar Nilai
Variabel Minimal Maksimal Mean SD
Gigi Hilang 0,00 28,0 19,58 9,66
(Bugis) Gigi
Hilang 0,0 28,0 20,42 8,64
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
30
Pada diagram 1, tersaji data kehilangan gigi pada kelompok terkecil 0-10 gigi, yaitu manula suku Bugis lebih besar dibandingkan manula suku Mandar (24,5% : 18,1%). Sedangkan pada kondisi kehilangan gigi 11-20, dan 21-27 manula suku Mandar lebih besar dari suku Bugis. Pada kehilangan gigi total, manula Bugis lebih besar dibandingkan suku Mandar (42,8% : 34,3%).
Tabel 3 memperlihatkan rata-rata kehilangan gigi kedua suku kurang lebih sama. Kehilangan gigi pada suku Bugis rata-rata 19,58 dan suku Mandar rata-rata 20,42.
Diskripsi pola makan disajikan dalam tabel frekuensi konsumsi berbagai jenis makanan tersaji pada tabel 3 dan 4.
Bahan Makanan Frekuensi
6-7hari/ minggu 1-5hari/ minggu
1-3hari/ bulan Tidak pernah n % n % n % n %
Nasi 207 100 - - - - - - Jagung 1 0,5 7 3,4 57 27,4 143 68,8 Umbi/Jepa - - 52 25,0 132 63,5 24 11,5 Ikan 132 63,5 73 35,1 2 1,0 1 0,5 Telur 1 0,5 51 24,5 112 53,8 44 21,2 Seafood 2 1,0 97 46,6 109 52,4 Daun hijau muda 6 2,9 137 65,9 63 30,3 2 1,0 Kacang-Kacangan 11 5,3 180 86,5 14 6,7 3 1,4 Wortel - - 13 6,3 77 37,0 118 56,7 Tomat 4 1,9 119 57,2 82 39,4 3 1,4 Labu-labuan - - 108 51,9 91 43,8 9 4,3 Jagung muda - - 15 7,2 141 67,8 52 25,6 Kol - - 5 2,4 37 17,8 166 79,8 Sayur Paria - - 3 1,4 36 17,3 169 81,3 Buah Pepaya 1 0,5 32 15,4 133 63,9 42 20,2 Nangka - - 1 0,5 57 27,4 150 72,1 Mangga - - 75 36,1 133 63,9 Nenas - - 4 1,9 49 23,6 155 74,5 Pisang 3 1,4 176 84,6 21 10,1 8 3,8 Sawo - - 2 1,0 1 0,5 205 98,6
Tabel 3. Rata-rata kehilangan gigi manula suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar
Bahruddin: Analisis hubungan status gigi dengan pola makan
31 Tabel 4. Persentase frekuensi konsumsi berbagai bahan makanan pada manula suku Mandar
Frekuensi 6-7hari/ 1-5 hari/ 1-3 hari/
Bahan Makanan Tidak pernah minggu minggu bulan n % n % n % n %
Nasi 205 94,9 8 3,7 1 0,5 2 0,9
- Jagung 8 3,7
86 39,8 122 56,5 Umbi/Jepa 17 7,9 166 76,9 25 11,6 8 3,7 Ikan 180 83,3 33 15,3 1 0,5 2 0,9
- Telur 50 23,1 105 48,6
61 28,2 Seafood 1 0,5 3 1,4 24 11,1 188 87,0 Daun hijau muda 17 7,9 152 70,4 40 18,5 7 3,2 Kacang-Kacangan 9 4,2 176 81,5 22 10,2 9 4,2 Wortel 1 0,5 29 13,4 119 55,1 67 1,0 Tomat 4 1,9 164 75,9 40 18,5 8 3,7 Labu-labuan 2 0,9 103 47,7 72 33,3 39 18,1 Jagung muda 1 0,5 27 12,5 104 48,1 84 38,9
- Kol
16 7,4 79 36,6 121 56,0
- Sayur Paria 25 11,6
56 25,9 135 62,5 Buah Pepaya 45 20,8 131 60,6 - 40 18,5 -
- Nangka - 14 6,5 120 55,6
82 38,0 Mangga 2 0,9 137 63,4 41 19,0 36 16,7
- Nenas - 18 8,3 101 46,8
97 44,9 Pisang 4 1,9 183 84,7 20 9,3 9 4,2
- Sawo 4 1,9
2 0,9 210 97,2 Dari tabel 3 dan 4 dapat digambarkan sumber statistik tidak terdapat perbedaan diantara makanan manula suku bangsa Bugis dan suku keduanya.(p=0,013). Dengan demikian dapat bangsa Mandar yang dapat digolongkan atas dikatakan bahwa sumber karbohidrat nasi sumber karbohidrat, sumber protein, dan sumber merupakan pola makan manula suku Bugis dan vitamin dan mineral. Dari berbagai sumber suku Mandar. Sumber karbohidrat yang lain karbohidrat nasi tetap menjadi makanan pokok adalah umbi-umbian (jepa) dan jagung. Terdapat kedua suku. Walaupun terdapat perbedaan perbedaan asupan umbi-umbian/jepa antara dua persentase konsumsi nasi (suku Bugis 100 % kelompok. Pada tataran frekuensi 1-5 kali/minggu, berbanding 94,9 % suku Mandar), tetapi secara 1 dari tiap 4 (25%) orang Bugis mengkonsumsi
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
32
ubi, pada orang Mandar 8 dari tiap 10 orang (80%). Jagung bukan merupakan pola makan pada kedua suku.
Sumber protein terbesar yang dikonsumsi manula kedua suku adalah ikan, walaupun persentase konsumsi ikan pada suku Mandar (83,3%) lebih besar dari suku bugis (63,5%), tetapi dapat dikatakan konsumsi ikan merupakan pola makan kedua suku tersebut. Telur dan
seafood bukan merupakan konsumsi rutin manula suku Bugis dan suku Mandar.
Sumber vitamin dan mineral, misalnya konsumsi sayuran daun hijau muda menjadi pola pada kedua suku. Proporsi konsumsi sayuran daun hijau muda harian/mingguan cukup tinggi yaitu 68,8% pada manula suku Bugis dan 78,3% pada manula suku Mandar. Walaupun terdapat perbedaan pada kedua suku berdasar p=0,003 bukan hal yang mengindikasikan beda pola pada kedua kelompok. Konsumsi kacang-kacangan termasuk kacang panjang juga merupakan pola pada kedua suku, sehingga proporsi konsumsi harian atau mingguan sebesar 91,8% pada suku Bugis dan 85,7% pada suku Mandar. Kendati dikonsumsi dengan proporsi berbeda pada kedua suku tetapi tomat merupakan makanan yang menjadi pola pada kedua suku (dikonsumsi hari/mingguan oleh suku Bugis 59.1% dan suku Mandar 77,8%). Sayur dengan bahan labu dikonsumsi oleh 51.9% manula suku Bugis secara rutin tiap minggu dan 48.6% oleh manula suku Mandar (minimal sekali seminggu). Dengan demikian, labu merupakan salah satu menu yang hampir selalu ada dalam makanan kedua masyarakat suku tersebut. Konsumsi wortel, jagung muda, kol dan paria bukan merupakan pola makan kedua kelompok suku.
Konsumsi buah-buahan jenis mangga merupakan pola pada manula suku Mandar (64,3%) dan bukan pada manula suku Bugis. Pisang merupakan pola makanan pada manula suku Bugis 86.1% mengkonsumsi rutin, dan 86.6% dikonsumsi rutin oleh manula suku Mandar. Dengan demikian, pisang merupakan pola buah pada kedua suku. Konsumsi buah pepaya jarang pada kedua suku. Makan pepaya merupakan makanan yang bersifat sewaktu-waktu saja. Buah sawo tidak dikonsumsi rutin oleh kedua suku. r = koefisien korelasi, p = probabilitas hasil uji korelasi spearman’s rho
Status Gigi Energi Protein Lemak Status Gigi r 1.000 -.126** -.112* -.072 p . .005 .011 .069
Energi r -.126** 1.000 .444** .421** p .005 . .000 .000
Protein r -.112* .444** 1.000 .338** p .011 .000 . .000
Lemak r -.072 .421** .338** 1.000 p .069 .000 .000 .
Tabel 5. Hubungan antara kehilangan gigi dengan asupan zat gizi makro manula
Tabel 6. Hubungan antara status gigi dengan asupan zat gizi mikro manula
VIT A
VIT C r -.047 .651** .270** .463** 1.000 p .166 .000 .000 .000 .
VIT E r -.018 .339** .602** 1.000 .463** p .354 .000 .000 . .000
VIT D r -.073 .228** 1.000 .602** .270** p .066 .000 . .000 .000
VIT A r .044 1.000 .228** .339** .651** p .184 . .000 .000 .000
VIT C Status Gigi r 1.000 .044 -.073 -.018 -.047 p . .184 .066 .354 .166
VIT E
VIT D
Status Gigi
Bahruddin: Analisis hubungan status gigi dengan pola makan
Batas usia manula yang digunakan sebagai sampel adalah 55 tahun keatas sesuai dengan usia pensiun dan ketetapan Direktorat Pelayanan Kesehatan pada tahuin 1995. 4 Sampel secara keseluruhan diperoleh 424 orang yaitu 208 orang untuk suku Bugis dan 216 orang untuk suku Mandar. Berdasarkan jenis kelamin manula perempuan jumlahnya lebih besar (66%) daripada manula laki-laki (34%). Data BPS Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Mallusetasi 2004 menunjukkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki. Hal ini juga sesuai dengan hasil-hasil sensus penduduk yang menunjukan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Berdasarkan kelompok umur sebagian besar sampel berada pada kelompok umur 55-65 tahun, artinya bahwa harapan hidup sebagian besar sampel berada pada kelompok tersebut, ini sesuai
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru untuk suku Bugis, dan Kecamatan Pamboang, Kabupaten. Majene untuk suku Mandar. Pemilihan lokasi untuk pengambilan sampel dengan pertimbangan populasinya masih relatif homogen secara bahwa pola hidup dan pola makan masih sama.
PEMBAHASAN
Analisis hubungan status gigi dengan asupan zat gizi mikro menunjukkan bahwa asupan vitamin D, vitamin E, dan vitamin C secara statistik mempunyai hubungan yang tidak bermakna, sedangkan asupan vitamin A tidak menunjukkan adanya hubungan (tabel 6).
Analisis hubungan status gigi dengan asupan zat gizi makro karbohidrat dan protein menunjukkan hubungan yang bermakna ( p<0,05), sedangkan untuk asupan lemak terdapat hubungan walaupun tidak bermakna (tabel 5).
Hubungan status gigi dengan asupan nutrisi
r = koefisien korelasi, p = probabilitas hasil uji korelasi spearman’s rho,
33
- bermakna (p<0,01)
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
34
yaitu 63 tahun 5 . Kelompok umur terkecil yaitu 75 tahun keatas yang merupakan usia harapan hidup negara-negara maju.
Rata-rata kehilangan gigi manula suku Bugis dan suku Mandar tidak jauh berbeda (20,42 : 19,58) yang secara statistik juga hasilnya tidak bermakna. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah gigi yang hilang pada manula kedua suku cukup besar, lebih tinggi dari laporan penelitian yang dilakukan di Serpong, yaitu rata-rata kehilangan gigi 16,24. 6 Kenyataan ini menggambarkan kondisi yang masih cukup sulit untuk pencapaian program yang dicanangkan pemerintah untuk mempertahankan gigi manula sebanyak 20 buah pada tahun 2010.
Berdasarkan pengelompokkan gradasi gigi hilang terdapat perbedaan signifikan antara kedua suku (p<0,05), walaupun dalam proporsi yang tidak jauh berbeda. Manula suku Bugis pada kehilangan gigi lebih dari 11 gigi, proporsinya lebih rendah dibandingkan suku Mandar, walaupun demikian pada kehilangan gigi total lebih banyak ditemukan pada manula suku Bugis dibandingkan manula suku Mandar. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa pada suku Bugis terdapat anggapan bahwa pemakaian gigi palsu (gigitiruan) dapat menunjukkan status sosial seseorang, sering dikenal dengan istilah makkisi. Dengan demikian terdapat kecenderungan masyarakat untuk mencabut giginya walaupun giginya masih utuh dan baik. Hal ini juga dapat dianalisis pada kehilangan gigi 0–10 yang persentasenya lebih besar pada manula suku Bugis dibandingkan suku Mandar, tetapi pada kelompok kehilangan gigi yang lebih besar terjadi sebaliknya, manula suku Mandar persentasenya lebih besar dari manula suku Bugis, kemudian pada kelompok kehilangan gigi secara total, kembali manula suku Bugis lebih besar persentasenya dari manula suku Mandar. mengkonsumsi jajanan atau kue tradisional yang ”manis-manis” dengan konsistensi lunak. 7 Makanan dengan konsistensi lunak dan manis merupakan lingkungan yang kondusif untuk terjadinya kerusakan jaringan rongga mulut.
Kebutuhan karbohidrat sebagian besar masyarakat Indonesia bersumber dari beras. Manula suku Bugis dan suku Mandar memiliki pola makan yang sama dalam hal memenuhi kebutuhan karbohidratnya. Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras terbesar di Indonesia, selain untuk kebutuhan konsumsi lokal, juga untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Selain beras, sumber karbohidrat yang lain adalah jagung dan umbi-umbian. Jagung bukan merupakan pola makan manula suku Bugis maupun manula suku Mandar, walaupun pada suku Bugis terdapat 8 (4%) orang yang mengkonsumsi jagung dalam konsumsi mingguan. Pola makan jagung ditemukan pada masyarakat Flores Nusa Tenggara Timur, dengan pola makan keras dilaporkan bahwa kecil angka kejadian maloklusi pada masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur. 8 Untuk umbi-umbian/jepa menjadi kebiasaan konsumsi manula suku mandar, yaitu 8 dari 10 orang mengkonsumsinya pada frekuensi 1-5 kali/minggu. Jepa merupakan makanan khas masyarakat Mandar, terbuat dari ubi kayu yang diparut kemudian diperas lalu dikeringkan. Meskipun jepa jenis makanan yang keras tetapi untuk memakannya biasanya dicampur dengan kuah ikan atau sayur, sehingga tidak menyulitkan bagi manula yang mengkonsumsinya.
Sumber protein yang menjadi pola makan manula suku Bugis dan suku Mandar adalah ikan, umumnya dimasak dan dibakar sehingga dengan mudah dikonsumsi oleh manula. Udang, cumi, kepiting dan kerang-kerangan tidak dikonsumsi
Bahruddin: Analisis hubungan status gigi dengan pola makan
35
Mandar oleh karena cukup menyulitkan untuk dikunyah bagi manula yang terganggu fungsi mastikasinya. Daging sumber protein yang hanya dikonsumsi pada saat terdapat hajatan, acara perkawinan atau hari raya. Tentunya konsumsi daging sangat menyulitkan bagi manula yang kehilangan giginya cukup banyak, oleh karena daging adalah jenis makanan yang bertekstur keras dan liat untuk dikonsumsi.
Kebutuhan serat, vitamin dan mineral dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran. Terdapat kesamaan pola konsumsi antara manula suku Bugis dan suku Mandar pada beberapa jenis sayuran, antara lain sayuran daun hijau, kacang-kacangan termasuk kacang panjang dan tomat, walaupun dalam proporsi yang berbeda-beda tetapi tidak mengidentifikasi beda pola pada kedua kelompok tersebut. Wortel, jagung muda, kol dan paria bukan merupakan pola makan sayuran bagi manula suku Bugis maupun suku Mandar. Jenis sayuran tersebut kalau dilihat dari jenisnya dapat menyulitkan fungsi kunyah bagi manula.
Jenis buah-buahan yang menjadi pola makan bagi manula kedua suku adalah pisang, sedangkan buah mangga menjadi pola makan bagi manula suku Mandar tetapi bukan untuk manula suku Bugis, oleh karena buah mangga digunakan secara rutin oleh manula suku Mandar untuk mengasami ikan yang akan dikonsumsi. Suku Bugis biasanya menggunakan asam untuk tujuan tersebut. Konsumsi buah pepaya jarang dilakukan pada masyarakat kedua suku. Makan pepaya merupakan makanan yang bersifat sewaktu-waktu saja. Buah sawo tidak dikonsumsi rutin oleh kedua suku. Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi mikro dengan status gigi kemungkinan disebabkan oleh karena sumber- sumber zat gizi mikro umumnya konsistensinya lembek sehingga manula tidak mengalami kesulitan dalam mengkonsumsinya.
Melihat jenis makanan yang menjadi pola makan manula suku Bugis maupun suku Mandar, umumnya berkonsistensi lunak, sehingga tidak terlalu sulit untuk dikonsumsi manula. Hal ini berbeda dengan masyarakat di negara barat, jenis makanan yang menjadi pola makan mereka umumnya memiliki konsistensi yang keras dan alot, misalnya daging, keju, roti krispi, salad, apel, pear, wortel. Beberapa hasil penelitian melaporkan konsumsi buah apel dan buah pear dilaporkan lebih rendah pada sampel yang tidak bergigi dibandingkan dengan sampel yang bergigi. 9 Manula dengan berbagai gangguan fungsi kunyah membutuhkan jenis makanan yang berkonsistensi lembek dan lunak untuk memenuhi kebutuhan gizinya, tentunya dengan tetap memperhatikan kandungan zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan tubuhnya.
Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan pola makan yang bermakna antara manula suku Bugis dan suku Mandar. Umumnya konsistensi dan tekstur makanan yang dimakan tidak terlalu menyulitkan untuk dikunyah manula. Hal ini dapat dilihat dari hasil status gizi yang diperoleh yaitu lebih dari separuh (±54%) berada pada kategori status gizi normal. Hal ini berbeda dari apa yang dilaporkan oleh Mojon dkk, 10 bahwa kurang lebih 70% populasi manula menderita gizi kurang. Terdapat perbedaan jenis dan cara mengelola makanan antara masyarakat negara barat dan Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi makro karbohidrat dan protein kecuali lemak. Karbohidrat merupakan sumber utama energi, yang diperoleh dari padi-padian atau beras, jagung dan umbi-umbian. Manula dengan
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
36
tentunya akan mengalami kesulitan dalam mengunyah bahan-bahan makanan sumber energi yang tentunya akan berimbas pada berkurangnya asupan energi manula. Sumber energi kira-kira 60- 90% dari seluruh kalori makanan berasal dari karbohidrat, sedangkan untuk manula hanya membutuhkan 55-60% dari total kalori yang bersumber dari karbohidrat. 11,12 Kebutuhan energi manula akan menurun sejalan dengan pertambahan usia, oleh karena metabolisme seluruh sel dan kegiatan otot berkurang.
Kekurangan asupan juga terjadi pada protein, lebih dari separuh sampel (55%) asupan proteinnya tidak cukup. Meskipun sumber protein sebagian besar manula adalah ikan yang tidak membutuhkan kemampuan mastikasi atau jumlah gigi yang banyak, akan tetapi dalam mengkonsumsi protein biasanya tergantung dari jumlah karbohidrat yang dimakan. Ikan tidak dimakan secara tersendiri, tetapi merupakan makanan penyerta pada waktu mengkonsumsi karbohidrat. Kekurangan asupan protein pernah dilaporkan Sheiham dkk, 13 yang menyatakan bahwa subjek dengan jumlah gigi yang lebih banyak memiliki asupan protein yang lebih tinggi dibandingkan subjek dengan jumlah gigi yang lebih sedikit. Kebutuhan protein manula 12-15% dari total energi, atau 0,8 gr/kgBB/hari.
Asupan lemak tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna oleh karena untuk mengkonsumsi lemak tidak membutuhkan kemampuan mastikasi optimal oleh karena sebagian besar sumber lemak yang dikonsumsi berasal dari minyak atau santan kelapa. Kebutuhan lemak manula 20-30% dari total kalori yang diperlukan.
Asupan zat gizi mikro vitamin A, vitamin C, dan kalsium juga terjadi kekurangan. Sumber zat gizi mikro biasanya diperoleh dari buah-buahan mempertahankan integritas rongga mulut, khususnya pada tahap fungsional gigi-geligi manula. Konsumsi vitamin A biasanya bersamaan dengan konsumsi sumber lemak, seperti minyak atau santan kelapa. Kurangnya konsumsi lemak akan berdampak pada kekurangan asupan vitamin
A. Vitamin C banyak bersumber dari buah dan sayuran, yang umumnya mempunyai bentuk dan tekstur keras dan liat sehingga cukup menyulitkan manula yang kehilangan gigi untuk mengkonsumsinya. Sama halnya untuk kalsium, terdapat 82,7% manula yang kurang asupan kalsiumnya. Sumber kalsium utama adalah susu atau produk susu seperti keju, tetapi sumber ini harganya mahal, hampir tidak pernah dikonsumsi manula di pedesaan. Sumber lain yang kaya akan kalsium adalah ikan yang dimakan dengan tulangnya, termasuk ikan kering, tetapi hal ini akan menjadi sulit bagi manula yang kehilangan giginya atau fungsi mastikasinya terganggu. Beberapa laporan penelitian juga menunjukkan bahwa asupan gizi vitamin C, vitamin E, kalsium, zat besi, tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, serat, dan protein ditemukan lebih tinggi pada manula bergigi daripada manula yang tidak bergigi. 13,14
Defisiensi nutrisi akibat kehilangan gigi dapat membahayakan mekanisme pertahanan host , berperan penting dalam terjadinya penyakit periodontal, yang pada tahap lanjut dapat mengakibatkan tanggalnya gigi-geligi. Defisiensi vitamin C akan mempengaruhi hidroksilasi
proline , yang akan menghambat biosintesis
kolagen. Karena kolagen merupakan komponen organik utama dari jaringan konektif fibrous, tulang dan sementum. Defisiensi vitamin A mempengaruhi perkembangan sel epitel, tulang dan kartilago secara normal. Defisiensi vitamin A juga akan membahayakan mekanisme pertahanan
Bahruddin: Analisis hubungan status gigi dengan pola makan
8. Ruth MSMA. Pengaruh pola makanan pada morfologi rahang, gigi dan wajah serta akibatnya pada kejadian maloklusi [disertasi]. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga; 1993.
16. Sediaoetama AD. Ilmu gizi. Jakarta: Dian
15. Roth GI, Calmes R. Oral biology. St. Louis: The CV. Mosby Co,; 1981. p. 275–99.
14. Hutton B, Feine J, Morris J. Is there an association between eduntulisme and nutrition state. J Can Dent Assoc 2002; 68 (3): 182-7.
13. Sheiham A, Steele JG, Morcenes W, Lowe C, Finch S, Bates CJ, et al. The relationship among dental state, nutrition intake, and nutritional status in older people. J Dent Res 2001; 80: 408-13.
12. Nurchasanah. Kebutuhan energi dan zat gizi pada usia lanjut (Online). Available at: http: //www.Cigp.org / index. Diakses: 8 Juli 2006.
Jakarta: EGC; 2004. p. 76-87.
11. Arisman MB. Gizi dalam daur kehidupan.
Relationship between oral health and nutrition in very old people. Age Aging.1999; 28 (5): 463-8.
10. Mojon P, Budtz-Jorgensen E, Rapin CH.
J Dent Res 2003; 82 (2): 123-6.
9. Raymer NRE, Sheiham A. Association of edentulism and diet and nutrition in US adults.
7. Pelras C. Manusia Bugis. Alih bahasa: Abu AR, Hasriadi, Sirimorok N. Jakarta: Nalar; 2006: 3-19.
37
6. Bahar A. Masalah kesehatan gigi dan mulut lansia di Desa Serpong dan Lengkong. Jurnal Kedok Gigi FKG Universitas Indonesia 2000; 7: 311-7.
5. Mawi M. Proses menua sistem organ tubuh pada lanjut usia. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Trisakti 2001; 44: 61-73.
Pedoman pembinaan kesehatan lanjut usia bagi petugas kesehatan. Jakarta: Depkes RI; 1994. p. 5-18.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
3. Yusuf I, Djojosubroto MW, Ikawati R, Lum K, Kaneko A, Marzuki S. Ethnic and geographical distributions of CYP2C19 alleles in the population of Southeast Asia, Tropical disease. New York: Academic/Plenum Publisher; 2003. p. 37-43.
2. Boretti G, Bickel M, Geering AH. A review of masticatory ability and efficiency. J Prosthet
1. Ngom PI, Woda A,. Influence of impaired mastication on nutrition. J Prosthet Dent 2000; 87: 667-73.
Disarankan perlunya pendidikan kesehatan kepada masyarakat, khususnya suku Bugis dan Makassar agar memperbaiki pola makan, zat gizi makro dan mikro, sehingga gigi dapat kokoh pada jaringan pendukungnya.
SARAN
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kehilangan gigi pada kelompok terkecil 0- 10 gigi, manula suku Bugis lebih besar dibandingkan manula suku Mandar, sedangkan pada kehilangan gigi 11-20 dan 21-27 manula suku Mandar lebih besar dari suku Bugis. Selain itu, pada kehilangan gigi total, manula suku Bugis lebih besar dibandingkan suku Mandar. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan bermakna kehilangan gigi rata-rata antara manula suku Bugis dan suku Mandar. Dalam hal pola makan, manula suku Bugis dan Mandar juga tidak berbeda bermakna. Akan tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi makro dengan status kehilangan gigi, kecuali lemak. Untuk zat gizi mikro tidak ada hubungan yang bermakna.
SIMPULAN
dan perawatan fungsi barier epitel. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan defek pada kalsifikasi tulang alveolar dan sementum, dan degenerasi jaringan konektif fibrous. Mineral seperti kalsium dan fosfor diketahui penting untuk pembentukan dan kalsifikasi normal dari semua jaringan keras, termasuk jaringan-jaringan yang terdapat dalam periodontium. 15,16
DAFTAR PUSTAKA
Dentofasial, Vol.7, No.1, April 2008:26-37
38