BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Minum dan Air Bersih - Analisis Kandungan Nitrat Pada Air Sumur Gali Penduduk Desa Sari Makmur Kecamatan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Tahun 2012

4. Untuk menambah pengetahuan penulis mengenai Kandungan Nitrat Pada

  Sumur Gali Penduduk Desa Sari Makmur Kecamatan pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan provinsi Riau.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Minum dan Air Bersih

  Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsi air yang sangat penting bagi makhluk hidup dan keseimbangan alam tersebut tidak bisa digantikan oleh senyawa apapun didunia ini. Diplanet bumi ini sebagian besar (71%) dari permukaannya ditutupi oleh cukup besar dalam menjaga keseimbangan alam dan memengaruhi kondisi iklim (Soemirat, 2002).

  Bagi makhluk hidup peranan air tidak kalah pentingnya terutama bagi manusia. Berat tubuh seorang manusia sekitar 50 – 70% adalah air. Pentingnya air bagi kehidupan seorang manusia dapat dilihat dari jumlah air yang terdapat pada setiap organ. Hal ini dapat dilihat dari kandungan air pada darah yang mencapai 80%, kandungan air pada tulang sekitar 25%, kandungan air pada urat saraf 75%, kandungan air pada ginjal 80%, kandungan air pada hati 75% dan kandungan air didalam organ otot mencapai 75% (Soemirat, 2002).

  Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

  Sedangkan air bersih menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air, bahwa yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

2.2 Sumber Air Minum

  Ketersediaan air sangat berlimpah ruah dipermukaan planet bumi ini, bahkan luas permukaan air jauh melampaui permukaan daratan. Namun walaupun demikian semua air dapat diproses menjadi air minum melalui berbagai pengolahan. Sumber- sumber air ini dapat digambarkan sebagai berikut (Soekidjo, 2003 ):

2.2.1 Air Hujan

  Air hujan dapat ditampung kemudian dimanfaatkan sebagai sumber air minum. Di daerah-daerah tertentu yang sulit memperoleh air tanah sebagai sumber air, masyarakat biasanya memanfaatkan air hujan untuk dijadikan sumber air minum sehari-hari. Sebagai contoh daerah Kabupatan Indra Giri Hulu Provinsi Riau yang penduduknya sebagain besar bermukim didaerah pesisir laut, 95,8% penduduknya memanfaatkan air hujan sebagai sumber air bersih dan air minumnya (RISKESDAS, 2007).

  Air hujan yang dijadikan sebagai sumber air minum memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kelebihan air hujan terletak pada kemudahan akses untuk mendapatkannya, terutama karena Indonesia merupakan negara tropis yang curah hujannya cukup tinggi, selain itu kondisi fisiknya yang jernih juga menjadi nilai lebih air hujan sebagai sumber air minum.

  Kelemahan air hujan sebagai sumber air minum adalah karena air hujan tidak memiliki kandungan mineral seperti kalsium yang sebenarnya juga sangat dibutuhkan oleh tubuh. Selain itu setelah air mencapai permukaan bumi, air hujan juga mengalami pengotoran dari udara yang disebabkan oleh polutan atau debu dan lain sebagainya (Sutrisno, 1996).

  Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau juga berasal dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran kedalam sungai atau danau. Kedua sumber air ini sering juga disebaut sebagai air permukaan. Dibandingkan dengan sumber lain, air permukaan merupakan sumber air yang tercemar berat. Hal ini dikarenakan hampir semua air buangan dan sisa kegiatan manusia dilimpahkan kepada air atau dicuci dengan air, dan pada akhirnya akan dibuang ke dalam badan air permukaan. Selain manusia, flora dan fauna juga turut mengambil bagian dalam mencemari air permukaan. Jadi, dapat dipahami bahwa air permukaan merupakan badan air yang mudah sekali dicemari terutama oleh kegiatan manusia (Kusnoputanto,1983).

2.2.3 Mata air

  Air yang muncul dari mata air biasanya berasal dari air tanah yang muncul secara alamiah. Berdasarkan munculnya kepermukaan, mata air terbagi atas dua yaitu: a.

  Mata air (graviti spring) yaitu air mengalir dengan gaya berat sendiri. Pada lapisan tanah yang permukaan tanah yang tipis, air tanah tersebut menembus lalu keluar sebagai mata air.

  b.

  Mata air artesis berasal dari lapisan air yang dalam posisi tertekan. Air artesis berusaha untuk menembus lapisan rapat air dan keluar ke permukaan bumi.

  Ditinjau dari sudut kesehatan, sumber air yang berasal dari mata air juga tidak terjamin keamanannya karena dapat terkontaminasi dengan berbagai zat-zat mineral

2.2.4 Air Sumur Dangkal/ Air Sumur Gali

  Sumber air sumur dangkal berasal dari resapan air hujan, terutama pada daerah dataran rendah. Sumur dangkal ini dimiliki oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, dengan kelemahan utamanya adalah mudahnya jenis sumur ini terkontaminasi oleh air limbah yang berasal dari aktifitas manusia. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15 meter dari permukaan tanah. Air dangkal ini belum begitu sehat, karena kontaminasi kotoran dari permukaan tanah masih ada. Oleh karena itu , perlu direbus dahulu sebelum diminum (Soekidjo, 2003).

  Sumur gali adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dipergunakan untuk mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumah - rumah perorangan sebagai air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dari permukaan tanah, oleh karena itu dengan mudah terkena kontaminasi melalui rembesan. Umumnya rembesan berasal dari tempat buangan kotoran manusia (kakus/ jamban), kotoran hewan, limbah sumur itu sendiri, baik karena lantainya maupun saluran air limbahnya yang tidak kedap air. Keadaan konstruksi dan cara pengambilan air sumur juga dapat merupakan sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air dengan timba.

  Sumur dianggap mempunyai tingkat perlindungan sanitasi yang baik bila tidak terdapat kontak langsung antara manusia dengan air di dalam sumur (Depkes RI, 1985). Dari segi kesehatan sebenarnya penggunaan sumur gali ini kurang baik ini dapat dipenuhi dengan memperhatikan syarat-syarat fisik dari sumur tersebut yang didasarkan atas kesimpulan dari pendapat beberapa pakar di bidang ini, diantaranya lokasi sumur tidak kurang dari 10 meter dari sumber pencemar, lantai sumur sekurang-kurang berdiameter 1 meter jaraknya dari dinding sumur dan kedap air, saluran pembuangan air limbah (SPAL) minimal 10 meter dan permanen, tinggi bibir sumur 0,8 meter, memililki cincin (dinding) sumur minimal 3 meter dan memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat (Entjang, 2000).

  Sumur gali ada yang memakai pompa dan yang tidak memakai pompa. Syarat konstruksi pada sumur gali tanpa pompa meliputi dinding sumur, bibir sumur, lantai sumur, serta jarak dengan sumber pencemar. Sumur gali sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Entjang, 2000): a.

  Syarat Lokasi atau Jarak 1.

  Lokasi Agar sumur terhindar dari pencemaran maka harus diperhatikan adalah jarak sumur dengan jamban, lubang galian untuk air limbah (cesspool,

  seepage pit) , dan sumber-sumber pengotoran lainnya. Jarak tersebut tergantung pada keadaan serta kemiringan tanah.

  2. Jarak sumur minimal 15 meter dan lebih tinggi dari sumber pencemaran seperti kakus, kandang ternak, tempat sampah, dan sebagainya (Chandra, 2007).

  b.

  Dinding Sumur Gali agar tidak terjadi perembesan air/pencemaran oleh bakteri dengan karakteristik habitat hidup pada jarak tersebut. Selanjutnya pada kedalaman 1,5 meter dinding berikutnya terbuat dari pasangan batu bata tanpa semen, sebagai bidang perembesan dan penguat dinding sumur (Entjang, 2000).

  c.

  Bibir sumur gali Untuk keperluan bibir sumur ini terdapat beberapa pendapat adalah diatas tanah dibuat tembok yang kedap air setinggi minimal 80 cm untuk mencegah pengotoran dari air permukaan serta untuk aspek keselamatan (Entjang, 2000).

  d.

  Lantai Sumur Gali Beberapa pendapat konstruksi lantai sumur antara lain : 1.

  Lantai sumur dibuat dari tembok yang kedap air ± 1,5 m lebarnya dari dinding sumur. Dibuat agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas permukaan tanah, bentuknya bulat atau segi empat (Entjang, 2000).

  2. Tanah di sekitar tembok sumur atas disemen dan tanahnya dibuat miring dengan tepinya dibuat saluran. Lebar semen di sekeliling sumur kira-kira 1,5 meter, agar air permukaan tidak masuk (Azwar, 1995).

  e.

  Saluran Pembuangan Air Limbah Saluran Pembuangan Air Limbah dari sekitar sumur menurut Entjang

  (2000), dapat dibuat dari tembok yang kedap air dan panjangnya sekurang- kurangnya 10 m. Sedangkan pada sumur gali yang dilengkapi pompa, pada dasarnya pembuatannya sama dengan sumur gali tanpa pompa, tapi air sumur kemungkinan untuk terjadinya pengotoran akan lebih sedikit disebabkan kondisi sumur selalu tertutup.

  Penentuan persyaratan dari sumur gali didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: a.

  Kemampuan hidup bakteri patogen selama 3 hari dan perjalanan air dalam tanah 3 meter/hari.

  b.

  Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara vertikal sedalam 3 meter.

  c.

  Kemampuan bakteri patogen menembus tanah secara horizontal sejauh 10 meter.

  d.

  Kemungkinan terjadinya kontaminasi pada saat sumur digunakan maupun sedang tidak digunakan.

  e.

  Kemungkinan runtuhnya tanah dinding sumur.

  1

  4

  Gambar 2.1: Sumur Gali yang memenuhi syarat (Entjang, 2000).

  10 m

  7 20 cm 300 cm

  6

  Keterangan: 1.

  Dinding sumur gali 2. Batu Koral 3. Permukaan air 4. Lantai sumur 5. Katrol/ kerekan 6. Tali timba 7. Timba 8. Saluran pembuangan

  8

  5

  2

  3

2.2.5 Air Sumur Dalam

  • 10
  •   Sehingga oleh karena kedua sifat air tanah tersebut, air tanah akan sulit dipulihkan

      Kecepatan arus ini dipengeruhi oleh porositas, permeabilitas, dari lapisan tanah dan pengisian kembali air tanah (recharge). Selain pergerakannya yang sangat lambat ciri lainnya dari air tanah yang membedakannya dari air permukaan adalah waktu tinggalnya yang sangat lama yang dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun.

      Air sumur dalam biasanya bersumber dari bawah permukaan tanah, dimana airnya ditemukan pada lapisan akifer. Air tanah sendiri memiliki sifat pergerakan yang sangat lambat, kecepata arusnya berkisar antara 10

      3 meter/detik.
    Sumur dalam memiliki kedalaman lebih dari 15 meter dari permukaan tanah, sehingga aktifitas mikrobiologi tidak lagi terjadi sehingga jika dilihat dari segi bakteriologisnya, air sumur tanah dalam tergolong bebas dari mikrobiologi, hal ini disebabkan karena selama proses pengalirannya air tanah ini telah mengalami banyak proses penyaringan alami sehingga mikroba sudah tidak terdapat lagi didalamnya. Tetapi kandungan kimia air tanah sangat dipengaruhi oleh formasi litosfer yang dilaluinya selama mengalir sebelum sampai kepermukaan tanah. Pada proses tersebut, mineral-mineral yang dilalui air tanah dapat terbawa sehingga memengaruhi kualitas kimia air tanah tersebut (Soemirat, 2002).

    2.3 Manusia dan Air Sumber air dibudidayakan manusia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya.

      Pemenuhan kebutuhan ini antara lain adalah untuk transportasi, membentuk tenaga medis/listrik, industri, mendapatkan garam (NaCl, Kalium, Bromida), dan rekreasi.

      Budaya pemanfaatan air ini sudah berkembang sejak jaman purba, dimana sebagai bukti sejarah telah ditemukan benda arkheologis seperti periuk yang diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan air. Perkembangan budaya pemanfaatan air ini dikarenakan oleh faktor kebutuhan manusia akan air dan karena faktor interaksi antara manusia dengan lingkungan air (Soemirat, 2002).

      Menurut Robert dalam Soemirat (2002) kebutuhan air oleh manusia adalah kebutuhan air untuk menunjang segala bentuk kegiatan manusia. Kebutuhan akan air ini dibagi menjadi dua bagian yaitu:

      Jumlah kebutuhan ini sangat tergantung pada jumlah penduduk dan jumlah perkapita. Estimasi jumlah penduduk yang akan datang menjadi salah satu parameter untuk penentuan kebutuhan air domestik yang akan datang.

      b.

      Kebutuhan air non domestik Kebutuhan air non domestik meliputi kebutuhan air untuk pemanfaatan komersial, kebutuhan institusi (sekolah, rumah sakit, gedung-gedung pemerintahan, tempat ibadah) dan kebutuhan industri. Khusus untuk kebutuhan komersial, kebutuhan airnya cenderung meningkat mengikuti perubahan tingkat penduduk dan tataguna lahan. Diduga kebutuhan air untuk keperluan komersial menghabiskan sekitar 20 sampai 25% dari keseluruhan persediaan air. Didalam tubuh manusia persentase air berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan. Air terdapat diseluruh badan manusia. Pada tulang terdapat air sebanyak

      22% berat tulang, didarah dan ginjal sebanyak 83%. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat juga dari jumlah air yang ada didalam organ, seperti 80% dari darah terdiri atas air, 25% dari tulang, 75% dari urat syaraf, 80% dari ginjal, 70% dari hati, dan 75% dari otot adalah air. Jika kehilangan air 15% dari berat tubuh akan dapat mengakibatkan kematian pada manusia. Karenanya orang dewasa perlu minum minimum 1,5 – 2 liter/hari. Kekurangan air dapat mengakibatkan penyakit batu ginjal dan penyakit kandung kemih (Soemirat, 2002).

      Adapun pendayagunaan utama sumber daya air menurut Lamb dan James (dalam

    1. Domestik kota 2.

      Industri 3. Irrigasi 4. Peternakan b. Pembudidayaan kehidupan laut: 1.

      Ikan 2. Kerang-kerangan 3. Lain-lain c. Rekreasi 1.

      Berenang 2. Berlayar 3. Memancing 4. Olah raga air d. Navigasi perdagangan e. Nilai estetika f. Produksi tenaga listrik g.

      Pembuangan limbah (Soemirat, 1994).

    2.4 Pencemaran Perairan

      Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan), dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian,

      2.4.1 Sumber Pencemaran

      Sumber pencemaran dapat berupa satu lokasi tertentu (point source), atau tak tentu/tersebar (non-point/diffuse source). Pencemar yang berasal dari point source bersifat lokal. Efek yang ditimbulkan dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air (Effendi, 2003).

      Sumber pencemaran non point source dapat berupa akumulasi dari beberapa

      

    point source . Misalnya: limpasan dari daerah pertanian yang mengandung pestisida

      dan pupuk, limpasan dari daerah pemukiman (domestik), dan limpasan dari daerah perkotaan.

      2.4.2 Bahan Pencemar

      Bahan pencemar (polutan) adalah bahan-bahan yang bersifat asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang masuk suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan ekosistem tersebut. Berdasarkan cara masuknya kedalam lingkungan, polutan dikelompokkan menjadi dua, yaitu polutan alamiah dan polutan antropogenetik. Polutan alamiah adalah polutan yang masuk ke suatu lingkungan (misalnya badan air) secara alami. Sedangkan polutan antropogenik adalah polutan yang masuk kebadan air sebagai akibat dari aktifitas manusia. Berdasarkan sifat toksiknya. Effendi (2003) membagi polutan/pencemar menjadi dua:

    2.4.2.1 Polutan Tak toksik

      Polutan tak toksik ini biasanya merupakan polutan alami yang pada dasarnya sudah ada dilingkungan, namun ada saatnya polutan alami ini menjadi bersifat destruktif jika keberadaannya sudah dalam jumlah yang berlebihan didalam lingkungan, sehingga polutan tersebut mengganggu keseimbangan ekosistem melalui proses fisika-kimia perairan.

      Polutan tak toksik terdiri atas bahan –bahan tersuspensi dan nutrient. Bahan tersuspensi dapat memengaruhi sifat fisika perairan, antara lain menyebabkan kekeruhan sehingga menghalangi penetrasi cahaya mata hari kedalam perairan. Sedangkan keberadaan nutrient/unsur hara yang berlebihan didalam perairan dapat memacu terjadinya pengayaan (eutrofikasi) perairan.

    2.4.2.2 Polutan Toksik

      Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal), maupun bukan kematian (sub-lethal). Akibat non lethal yang dapat ditimbulkan polutan toksik ini adalah: gangguan pertumbuhan, tingkah laku dan karakteristik morfologi berbagai organisme perairan. Polutan toksik ini biasanya adalah bahan-bahan yang bukan bahan alami, misalnya pestisida, detergen, dan bahan artificial lainnya dan sering juga disebut dengan istilah xenobiotik (polutan artificial), yaitu polutan yang diproduksi oleh manusia (man-made substances). Polutan ini biasanya bersifat relatif stabil dan tidak mudah mengalami degradasi sehingga bersifat persisten dialam dalam kurun waktu yang lama (Effendi, 2003). Pengelompokan pencemar toksik oleh Mason (1993):

      2. Senyawa organik, meliputi pestisida organoklorin, herbisida, PCB, hidrokarbon alifatik berklor, pelarut, surfaktan rantai lurus, hidrokarbon petroleum, aromatic polinuklir, dibenzodioksin berklor, senyawa organometalik, fenol dan formaldehida. Senyawa ini berasal dari kegiatan industri, pertanian dan domestik.

      3. Gas, misalnya klor dan ammonia.

      4. Anion misalnya, sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat.

      5. Asam dan alkali.

    2.4.3. Jenis – Jenis Pencemar

      Polutan didalam perairan biasanya terdiri dari berbagai macam polutan, baik yang bersifat toksik maupun yang bersifat non toksik. Biasanya didalam lingkungan perairan, berbagai jenis bahan polutan tersebut akan membentuk interaksi. Kombinasi dari berbagai polutan tersebut dapat bersifat additive, sinergis dan antagonis.

      Rao (dalam Effendi, 2003) mengelompokkan bahan pencemar diperairan menjadi beberapa kelompok:

    2.4.3.1. Limbah Penyebab Penurunan Kadar Oksigen Terlarut

      Semua limbah yang dioksidasi, terutama limbah domestik, termasuk kedalam kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen terlarut. Oksigen sangat dibutuhkan bagi kehidupan organisme-organisme yang hidup didalam ekosistem perairan. Hewan air seperti ikan hanya dapat hidup jika kandungan oksigen terlarut suatu perairan tidak kurang dari 5 mg/liter. Kadar oksigen terlarut didalam air sangat dipengaruhi oleh proses aerasi, fotosintesis, respirasi, dan oksidasi limbah (Effendi, 2003).

      a.

      Aerasi adalah proses transfer oksigen dari atmosfer keperairan melalui proses difusi.

      b.

      Fotosintesis terjadi pada siang hari, karena proses fotosintesis memanfaatkan sinar mata hari dan karbondioksida untuk kemudian diubah menjadi oksigen.

      Namun sebaliknya pada malam hari oksigen justru dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk keperluan respirasi.

      c.

      Keberadaan limbah organik yang membutuhkan oksigen untuk melakukan proses perombakan (dekomposisi), menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut didalam air. Maka jika didalam perairan terdapat limbah organik dengan kadar yang cukup tinggi, air akan cepat sekali mengalami pengurangan kadar oksigen terlarut.

    2.4.3.2 Senyawa Organik

      Penyusun utama bahan organik biasanya berupa polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats), dan asam nukleat (nucleat acid). Biasanya bahan organik tersebut, baik alami maupun sintesis masuk kedalam badan perairan sebagai hasil dari aktifitas manusia. Limbah organik juga bisa saja mengandung bahan-bahan organik sintesis yang sulit diuraikan secara biologis (non biodegredable) sehingga bersifat persisten dan dalam waktu yang lama akan bersifat akumulatif. Limbah organik ada juga yang bersifat toksik terutama pada organisme akuatik. Beberapa contohnya adalah minyak, fenol, pestisida, surfaktan dan polychlorinated byphenyl (PCBs) (Effendi, 2003).

      2.4.3.3 Minyak Mineral dan Hidrokarbon

      Diperkirakan sekitar 800 jenis senyawa minyak mineral yang terdiri atas hidrokarbon alifatik, aromatik, resin, dan aspal. Minyak tersebar dalam perairan dalam bentuk terlarut, lapisan film yang tipis yang terdapat dipermukaan, emulsi dan fraksi terserap. Efek dari keberadaan minyak pada permukaan air adalah menghalangi proses difusi oksigen dari atmosfer ke perairan, sehingga kadar oksigen terlarut badan perairan tersebut menjadi rendah.

      Kadar minyak dan produk-produk petroleum yang diperkenankan terdapat pada air minum berkisar antara 0,01 – 0,1 mg/liter. Kadar yang melebihi 0,3 mg/liter bersifat toksik terhadap beberapa jenis ikan air tawar (Effendi, 2003).

      2.4.3.4 Pestisida

      Pestisida masuk kedalam perairan melalui limpasan dari daerah pertanian yang banyak menggunakan pestisida. Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggunakan pestisida untuk mempermudah pemberantasan hama pada lahan pertanian dan perkebunannya perlu mewaspadai kandungan pestisida dalam perairannya. Pestisida yang sering digunakan adalah insektisida (pembunuh serangga) dan herbisida (pembunuh gulma) (Effendi, 2003).

      Pestisida dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pestisida organoklorin, pestisida proses penyerapan yang dilakukan oleh tumbuhan, volatilisasi, adsorbsi, leaching, metabolisme, degradasi kimia, dan degradasi fotokimia (Effendi, 2003).

      2.4.3.5 Surfaktan

      Surfaktan atau surface active agents atau wetting agents merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif detegen, sabun dan shampoo. Surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut dalam air.

      Meskipun tidak bersifat toksik, surfaktan dapat menimbulkan rasa pada air dan menurunkan adsorbsi diperairan. Kadar surfaktan kationik 0,1 – 10 mg/liter dan surfaktan non ionik 10.000 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan algae (Effendi, 2003).

      2.4.3.6 Senyawa Anorganik

      Senyawa anorganik terdiri atas logam dan logam berat yang pada umumnya bersifat toksik. Davis and Cornwell ddalam Effendi (2003) mengungkapkan, bahan organik yang dianggap toksik adalah arsen (As), barium (Ba), cadmium (Cd), kromium (Kr), lead (Pb), merkuri (Hg), selenium (Se) dan silver (Ag). Senyawa anorganik berasal dari limbah sdomestik dan industri.

      Didalam tubuh makhluk hidup logam berat mengalami biokonsentrasi dan bioakumulasi sehingga kadar timbal dalam tubuh makhluk hidup lebih besar dari kadarnya semakin meningkat dengan peningkatan posisi organisme pada rantai makanan (Effendi, 2003).

      2.4.3.7 Sedimen

      Sedimen meliputi tanah dan pasir yang masuk kedalam badan air akibat erosi atau banjir. Pada dasarnya sedimen tidak bersifat toksik, dan keberadaannya didalam air berupa bahan-bahan tersuspensi. Keberadaan sedimen dalam badan perairan mengakibatkan terjadinya peningkatan kekeruhan perairan, yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya dan transfer oksigen dari atmosfer keperairan (Effendi, 2003).

      2.4.3.8 Radioaktif

      Menurut Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2002 Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan atau bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan reaksi pengion yang sudah tidak dimanfaatkan lagi.

      Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 492/MENKES/ PER/IV/ 2010 tentang persyaratan kualitas air minum, kadar bahan radio aktif yang diperbolehkan adalah:

      a. Gross alpha activity : 0,1 Bq/ liter b. Gross beta actifity : 1 Bq/ liter.

      2.4.3.9 Limbah Penyebab Penyakit yang bersumber dari perairan ini dikenal dengan sebutan waterborn disease. Beberapa jenis bakteri pathogen, virus, protozoa dan cacing juga banyak ditemukan diperairan, hal ini dikarenakan air mudah tercemar oleh mikroorganisme berbahaya (patogen) yang masuk melalui limbah (Effendi, 2003).

    2.5 Standar Kualitas Air Minum

      Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau. Air minum juga seharusnya tidak mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang dapat membahayakan kesehatan manusia, tidak mengandung zat kimia yang dapat mengganggu fungsi tubuh, dapat diterima secara estetis dan tidak merugikan secara ekonomis. Air seharusnya tidak bersifat korosif dan tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusinya. Pada hakekatnya, standar ini dibuat untuk mencegah terjadinya dan meluasnya penyakit bawaan air (Soemirat, 2002).

      Atas dasar pemikiran tersebut dibuat standar air minum, yaitu peraturan tentang berbagai parameter yang diperbolehkan dalam air minum. Standar kualitas air minum biasanya berbeda pada setiap negara, tergantung pada keadaan sosial kultural termasuk kemajuan teknologi suatu negara. Kualitas air yang digunakan sebagai sumber air minum sebaiknya memenuhi persyarata baik secara fisik, kimia dan biologis sesuai dengan standar mutu air minum menurut PERMENKES RI nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. a.

      Secara fisik Kualitas air yang baik secara fisik adalah sebagai berikut: 1.

      Tidak berwarna Sumber air minum harus jernih, air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan. Kadar warna yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 15 TCU.

      2. Temperaturnya normal Air yang baik seharusnya memiliki temperatur yang sama dengan udara yaitu sekitar 20 – 26

      C. air yang memiliki perbedaan temperatur mencolok biasanya mengandung zat-zat tertentu atau memungkinkan terjadinya proses yang menghasilkan ataupun menyerap energi dalam air. Suhu yang diperbolehkan adalah lebih kurang 3 C dari suhu udara.

      3. Rasanya tawar Rasa asam, manis, pahit maupun asin didalam air menggambarkan bahwa kualitas air tersebut tidak baik. Rasa asin bisa saja disebabkan oleh garam- garaman dan rasa asam bisa disebabkan oleh adanya asam organik dan asam anorganik (Kusnaedi, 2010).

      4. Tidak berbau Air yang baik tidak berbau apapun, air yang berbau busuk mengindikasikan bahwa air tersebut mengandung bahan organik yang sedang diuraikan oleh mikroorganisme (Kusnaedi, 2010).

      5. Jernih atau tidak keruh Air yang baik tidak mengandung partikel-partikel koloid yang menyebabkan air menjadi keruh. Angka kekeruhan yang diperbolehkan tidak boleh lebih dari 5 NTU.

      6. Tidak mengandung zat padatan Air minum yang baik tidak boleh mengandung zat padatan, meskipun air itu secara kasat mata nampak jernih. Kerena saat air didihkan zat padatan tersebut akan larut dan menurunkan kualitas air minum. Total zat padatan yang diperbolehkan tidak lebih dari 500 mg/liter.

      b.

      Persyaratan Kimia 1. pH netral air minum yang baik harus memiliki pH yang netral, jia pH air rendah maka air akan bersifat asam, demikian sebaliknya jika pH air tinggi maka air akan bersifat basa. pH yang diperbolehkan adalah 6,5 – 8,5.

      2. Tidak mengandung bahan kimia beracun.

      3. Tidak mengandung garam atau ion-ion logam seperti Alumunium (kadar maksimalnya 0,2 mg/l), Besi (kadar maksimalnya 0,3 mg/l), mangan (kadar maksimalnya 0,4 mg/l), Tembaga (kadar maksimalnya 2 mg/l), Merkuri (kadar maksimalnya 0,001 mg/l) , Seng(kadar maksimalnya 3 mg/l).

      4. Tidak mengandung bahan organik

      4

      − NH

    2 S,

      − H

      2

    • 4 3 - (nitrat), kadar maksimal yang diperbolehkan adalah 50

      − SO

      − NO mg/liter.

      c.

      Persyaratan Mikrobiologis a.

      Tidak mengandung bakteri pathogen, misalnya bakteri golongan coli (kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 0), salmonella typhi, vibrio cholera .

      b.

      Tidak mengandung kuman-kuman non pathogen, seperti actinomycetes, phytoplankton coliform, dadocera.

    2.6 Pupuk

      Akhir-akhir ini pupuk buatan banyak digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan untuk meningkatkan produksi bahan pangan perluas area yang sama.

      Pupuk yang paling banyak dipakai terdiri dari elemen N (nitrogen), P (posphate), dan K (kalium). Hal tersebut dilakukan karena jumlah penduduk yang semakin meningkat sementara luas area pertanian semakin lama semakin sempit (Soemirat, 2002).

      Tupamahu (1997) menyatakan bahwa di daerah pertanian amonia yang dihasilkan kotoran hewan, sebagian naik ke atsmosfer dan sebagian dikonversi oleh mikroba tanah menjadi nitrat yang larut dalam air. Karena sifatnya ini, nitrat mudah bergerak sehingga merupakan polutan utama dari air tanah. Secara alami kandungan menunjukkan adanya masukan dari sumber non alami seperti kegiatan pertanian, peternakan ataupun limbah domestik.

    2.6.1 Jenis - Jenis Pupuk 1.

      Berdasarkan jenis pembuatannya pupuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a.

      Pupuk organik yaitu pupuk yang berasal dari pelapukan makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan kotoran hewan / manusia.

      b.

      Pupuk anorganik yaitu pupuk yang berasal dari bahan kimia dan merupakan hasil olahan manusia.

      2. Berdasarkan banyaknya jenis kandungan nutrisinya, pupuk dapat digolongkan menjadi a.

      Pupuk tunggal yaitu pupuk yang hanya memiliki satu unsur nutrisi saja, misalnya urea.

      b.

      Pupuk majemuk yaitu pupuk yang mengandung banyak unsur nutrisi dalam satu jenis pupuk.

      3. Berdasarkan besarnya unsur yang dibutuhkan oleh tanaman, pupuk diklasifikasikan menjadi: a.

      Pupuk mikro yaitu pupuk yang mengandung unsur nutrisi yang hanya sedikit dibutuhkan oleh tanaman seperti: Fe, Mn, Zn, Cu.

      b.

      Pupuk makro yaitu pupuk yang mengandung unsur nutrisi yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar seperti N, P, K (Lumbangaol, 2010).

    2.6.2 Pemupukan Kelapa Sawit

      Kelapa sawit membutuhkan nutrisi mikro dan nutrisi makro untuk menunjang pertumbuhannya. Nutrisi mikro maupun makro dapat digolongkan kedalam golongan esensial dan non esensial. Nutrisi golongan esensial merupakan nutrisi yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh tanaman, sedangkan nutrisi golongan non esensial keberadaannya kurang diperlukan bahkan bisa saja tidak dibutuhkan sama sekali. Oleh karena itu kekurangan atau ketiadaan nutrisi golongan esensial ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman.

      Nutrisi mikro yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit tidak diberikan sepanjang tahun oleh manusia karena kebutuhannya dalam jumlah yang kecil dianggap telah mampu dipenuhi oleh tanah, nutrisi ini hanya akan diberikan jika tanaman sudah terlihat kekurangan nutrisi. Nutrisi nitrogen, phospat, kalium, dan Magnesium dibutuhkan kelapa sawit dalam jumlah yang besar dengan penyerapan melalui tanah. Terutama nutrisi nitrogen yang memiliki fungsi untuk pembentukan protein, sintesis klorofil dan proses metabolisme. Kekurangan nitrogen akan mengurangi efisiensi pemanfaatan sinar matahari dan ketidak seimbangan serapan unsur hara. Kebutuhannya yang besar tidak dapat disuplai oleh tanah sehingga untuk mensuplai kebutuhannya dilakukan melalui kegiatan pemupukaan rutin yang dilakukan setiap tahunnya (Lumbangaol, 2010 ).

      Pupuk yang dipakai untuk pertanian ini tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman, melainkan sebagian akan masuk kedalam perairan. Pupuk dapat nilai estetik. Dengan demikian, daya guna air bagi kesehatan juga menurun (Soemirat, 2002).

    2.7 Nitrat

      Nitrat (NO -) merupakan bentuk utama nitrogen diperairan alami dan

      3

      merupakan nutrient utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Senyawa ini dihasilkan sebagai hasil oksidasi sempurna senyawa nitrogen diperairan. Nitrifikasi merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat yang berlangsung pada kondisi aerob. Oksidasi nitrogen menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. (Effendi, 2003).

      Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 492/MENKES/ PER/IV/ 2010 tentang persyaratan kualitas air minum, Nitrat (NO ) merupakan salah

      3

      satu parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan. Dan kadarnya pada sumber air minum tidak boleh melebihi 50 mg/ liter.

    2.7.1 Sumber Nitrat

      Nitrat didalam tanah ataupun air dapat bersumber dari limpasan pupuk pertanian. Misalnya saja pupuk urea, dan NPK yang kandungan nutrisi nitrogennya sangat tinggi. Unsur nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang besar untuk pembentukan protein, sintesis klorofil dan proses metabolisme. Kekurangan nitrogen akan mengurangi efisiensi pemanfaatan sinar matahari dan ketidak seimbangan serapan unsur hara (Sutiyoso dalam Mastarina, 2009).

      Tupamahu (1997) menyatakan bahwa di daerah pertanian ammonia yang dihasilkan kotoran hewan, sebagian naik ke atsmosfer dan sebagian dikonversi oleh mikroba tanah menjadi nitrat yang larut dalam air. Karena sifatnya ini, nitrat mudah bergerak sehingga merupakan polutan utama dari air tanah. Secara alami kandungan nitrat dalam air tanah sangat kecil, dijumpainya unsur tersebut pada air tanah menunjukkan adanya masukan dari sumber non alami seperti kegiatan pertanian, peternakan ataupun limbah domestik .

      Steenvooden dalam WHO (2007) juga menyatakan Selain dari limpasan pupuk didaerah pertanian, nitrat juga dapat bersumber dari limbah industri, septik tank, limbah kotoran hewan, dan limbah dari alat angkutan air seperti perahu, dan kapal. Selain itu nitrat dapat juga sebagai dampak dari pemakaian pestisida yang menyumbangkan kontribusi yang cukup besar terhadap keberadaan nitrat didalam perairan. Nitrat dan Nitrit merupakan ion alami pada sumber perairan yang merupakan siklus dari nitrogen. Oleh karena nitrit mudah teroksidasi menjadi nitrat, maka senyawa nitrat lebih mudah dijumpai pada perairan.

    2.7.2 Nitrifikasi

      Senyawa nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen dalam perairan. Proses nitrifikasi merupakan proses penting dalam siklus daur nitrogen yang berlangsung dalam keadaan aerob. Peristiwa terbentuknya nitrat dimulai dari amonifikasi, nitrifikasi ammonia menjadi nitrit dan kemudian nitrifikasi nitrit menjadi nitrat (Effendi, 2003). a.

      Amonifikasi nitrogen menjadi amonia merupakan proses pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air yang berasal dari dekomposisi bahan organik. Prosesnya adalah sebagai berikut:

      N organik + O

      2 NH 3 -N + O

      2 b.

      Nitrifikasi amonia menjadi nitrit: nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat, oleh karena itu nitrit hanya dijumpai dalam jumlah yang sangat sedikit. Oksidasi amonia menjadi nitrit terjadi karena bantuan bakteri nitrosomonas.

      Prosesnya adalah sebagai berikut:

    • 2 NH

      3 - + 3O

      2

      2 NO

      2 - + 2 H + 2 H

      2 O c.

      Nitrifikasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Nitrat relatif lebih stabil keberadaannya dibandingkan nitrit.

      Prosesnya adalah sebagai berikut:

      2 NO -

      2 - + O

      2

      2 NO

      

    3

    Proses nitrifikasi nitrit menjadi nitrat dipengaruhi oleh beberapa parameter

      sebagai berikut: a.

      Pada kadar oksigen terlarut < 2 mg/liter, reaksi akan berjalan lambat.

      b.

      Nilai pH yang optimum bagi proses nitrifikasi adalah 8-9. Pada pH < 6, reaksi akan berhenti.

      c.

      Bakteri yang melakukan nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen dan d.

      Kecepatan pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat daripada bakteri heterotrof.

      o o e.

      C – 25

      C. Pada kondisi yang lebih Suhu optimum nitrifikasi adalah 20 ataupun kurang dari suhu tersebut, kecepatan nitrifikasi akan berkurang

      (Krenkel dan Novotny dalam Effendi, 2003).

    2.7.3 Dosis dan Farmakokinetika Nitrat

      Dosis letal dari nitrat pada orang dewasa adalah sekitar 4 sampai 30 g (atau sekitar 40 sampai 300 mg NO

      3 -/kg). Dosis antara 2 sampai 9 gram NO 3 - dapat

      mengakibatkan methemoglobinemia. Nilai ini setara dengan 33 sampai 150 mg NO -

      3 /kg berat badan.

      Sementara untuk nitrit dosis letalnya pada orang dewasa lebih kecil daripada dosis letal nitrat. Dosisnya bervariasi antara 0,7 sampai 6 g NO - (atau sekitar10

      2

      sampai 100 mg NO

      2 - /kg). Dengan dosis yang lebih kecil maka dapat diasumsikan

      bahwa nitrit lebih bersifat toksik jika dibandingkan dengan nitrat. Kebanyakan kasus membuktikan bahwa bayi langsung mengalami methemoglobinemia setelah minum air formula yang tinggi nitrat atau nitrit (Ruse dalam Utama, 1999).

      Nitrat dan nitrit yang diberikan secara oral yang kemudian dipindahkan ke dalam darah. Di dalam darah, nitrit mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin yang kemudian teroksidasi menjadi nitrat. Normalnya methemoglobin akan langsung diubah menjadi hemoglobin kembali melalui proses enzimatik. Nitrat tidak terakumulasi didalam tubuh melainkan didistribusikan ke cairan-cairan tubuh seperti diekskresikan melalui urin. Sisanya belum diketahui, tetapi metabolisme bakteri endogen mengeliminasi sisanya (Argonne dalam Utama, 2007).

      Apabila nitrat dan nitrit yang masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrat menjadi nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu, pembentukan nitrit pada intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini mungkin diakibatkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO- yang mengandung molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot-otot polos (Thompson dalam Utama, 2007).

      Tabel 2. 1: Kadar Methemoglobin Kadar Gejala yang timbul Methemoglobin 3% Kadar Normal 3-10% Tidak ada gejala klinis

    10-15% Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen berkurang dan

    menyebabkan darah menjadi coklat 15-20% Terjadi sianosis dimana tubuh berwarna biru – abu-abu, biasanya asymptomatik 20-45% Sakit kepala, pusing, lemah, kurangnya produktivitas, kesulitan Bernafas

      45-55%

    Peningkatan depresi pada CNS (Sistem Saraf Pusat)

    Koma, seizures, cardiac failure, cardiac arrhythmias, metabolic Asidosis

      Sumber : Ruse 1990

    2.7.4 Nitrat di Lingkungan

      Senyawa nitrat dapat ditemui pada berbagai elemen kehidupan dibumi ini

      3 Konsentrasi nitrat atmosfer bisa mencapai lebih dari 1- di Belanda.

      40 μg/m Sedangkan pada air hujan konsentrasi nitrat dapat mencapai 5 mg / l. hal ini merupkan hasil penelitian yang dilakukan pada daerah-daerah industri. Di daerah pedesaan, konsentrasi nitrat airnya biasanya lebih rendah dibandingkan didaerah perkotaan dan industri. Konsentrasi nitrat dalam air permukaan biasanya rendah (0-18 mg / l) tetapi dapat menjadi sangat tinggi sebagai akibat dari limpasan pupuk pada daerah pertanian maupun kontaminasi dengan kotoran manusia atau hewan. Secara bertahap konsentrasi nitrat pada perairan telah meningkat di beberapa negara, terutama di negara-negara benua Eropa dan dalam beberapa dekade terakhir telah mencapai dua kali lipat selama 20 tahun terakhir. Konsentrasi nitrat pada air tanah alami dalam kondisi aerobik sangat bergantung pada jenis tanah dan pada situasi geologi (Awwarf dalam WHO, 2007).

      Sayuran dan daging pada umumnya juga mengandung senyawa nitrat dan nitrit pada makanan, tetapi dalam jumlah kecil terdapat pula dalam ikan dan produk susu.

      Menurut jurnal WHO (2007) yang berjudal “Nitrate and Nitrite in Drinking water”, produk daging dinyatakan ada yang mengandung kandungan nitrat 2,7 - 945 mg per kilogram dan 0,2-6,4 mg nitrit per kilogram. Sedangkan produk susu menurut penelitian kandungan nitratnya bisa mencapai 3 - 27 mg per kilogram. Beberapa sayuran dan buah-buahan bisa mengandung nitrat dan nitrit sampai 200 - 2500 mg per kilogram. Kandungan nitrat pada sayuran dapat dipengaruhi oleh pengolahan makanan, penggunaan pupuk, dan kondisi tumbuhnya, terutama suhu tanah dan

      Sayuran seperti bit, lobak, selada, dan bayam sering mengandung nitrat dengan konsentrasi di atas 2500 mg / kg. Sayuran yang dibudidayakan dengan metode rumah kaca biasanya memiliki kandungan nitrat yang lebih tinggi daripada sayuran yang tidak dibudi dayakan dengan sistem rumah kaca (WHO, 2007).

    2.7.5 Efek Nitrat Pada Manusia

      Nitrat pada udara, air, maupun makanan dapat menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan. Efek buruk nitrat bagi kesehatan telah teruji pada hewan percobaan dan pada manusia.

    2.7.5.1 Pada Bayi Berusia Dibawah Tiga Bulan

      Toksisitas nitrat pada manusia terutama disebabkan oleh penguraian nitrat menjadi nitrit. Efek biologis utama dari nitrit pada manusia adalah peranan nitrit dalam proses oksidasi Hb yang normal menjadi metHb, yang menyebabkan darah tidak dapat mengangkut oksigen ke jaringan atau mengurangi transportasi oksigen keseluruh jaringan tubuh. Ketika konsentrasi metHb mencapai 10% dari konsentrasi Hb normal didalam darah manusia, maka akan terjadi methaemoglobinaemia yang menyebabkan sianosis, dan pada konsentrasi yang lebih tinggi bisa menyebabkan asfiksia (Walton dalam jurnal WHO, 2007).

      Tingkat normal metHb pada manusia dewasa kurang dari 2%, pada bayi berusia kurang dari 3 bulan tingkat normal metHbnya kurang dari 3%. Nitrat dan nitrit pada air minum lebih berbahaya pada bayi yang masih berusia dibawah tiga bulan dalam pembentukan metHb dari pada bayi yang lebih tua, anak-anak dan orang oleh bakteri lebih mudah terjadi pada bayi muda ini dikarenakan produksi asam lambung bayi yang masih rendah. Penguraian nitrat menjadi nitrit pada bayi yang berusia dibawah tiga bulan dapat juga diperparah oleh infeksi pencernaan yang bisa meningkatkan risiko pembentukan metHb lebih tinggi. Kelompok-kelompok lain yang sangat rentan terhadap pembentukan metHb adalah wanita hamil yang kekurangan glukosa.

      Pada bayi di bawah usia 3 bulan, konversi nitrat menjadi nitrit dan metHb memiliki kemungkinan yang tinggi. Gangguan pencernaan memainkan peran penting, karena penguraian nitrat menjadi nitrit dalam lambung dapat semakin meningkat dikarenakan oleh bakteri yang tumbuh pada pH tinggi di perut bayi. Karena kebanyakan kasus methaemoglobinaemia yang dilaporkan selalu dikaitkan dengan konsumsi air sumur pribadi yang kemungkinan juga sering tercemar oleh bakteri, maka dugaan keterlibatan infeksi lambung juga bisa memengaruhi (WHO, 2007).

    2.7.5.2 Orang Dewasa dan Bayi diatas Tiga Bulan

      Kasus methaemoglobinaemia pernah juga dilaporkan terjadi pada orang dewasa yang mengkonsumsi nitrat dalam dosis tinggi oleh karena kecelakaan atau dampak dari pengobatan medis. Kandungan nitrat yang tinggi pada orang dewasa dan bayi yang berumur diatas tiga bulan adalah gangguan GI, diare campur darah , disusul oleh konvulsi, koma dan bila tidak tertolong akan menyebabka kematian. Keracunan kronis akan mengakibatkan depresi, sakit kepala dan gangguan mental. Dan dalam kasus yang sangat jarang bisa juga terjadi Methemoglobinaemia (Speijers dalam

    2.8.3.1.2 Karsinogenisitas

      Nitrit dapat bereaksi dengan senyawa nitrosatable dalam perut manusia untuk membentuk Senyawa N-nitroso. Senyawa N-nitroso telah terbukti karsinogenik pada semua spesies hewan yang diuji, meskipun beberapa senyawa yang paling mudah terbentuk seperti N-nitrosoproline, tidak karsinogenik pada manusia. Senyawa N- nitroso yang terbukti karsinogenik pada spesies hewan dimungkinkan bersifat karsinogenik pada manusia (Gongalli dalam WHO, 2007).

      Pembentukan endogen senyawa N-nitroso juga dapat terbentuk pada Nitrat dan nitrit dalam air minum, hal ini dapat dilihat pada beberapa spesies hewan uji.

      Jika diberikan secara bersamaan baik nitrit dan senyawa nitrosatable pada dosis yang relatif tinggi, maka sifat sinergis dari kedua senyawa ini akan lebih memungkinkan bersifat karsinogenik. Dengan demikian, hubungan antara risiko kanker dan nitrosation endogen sebagai akibat dari asupan tinggi nitrat dan/atau nitrit dan senyawa nitrosatable mungkin saja terjadi (Gongalli dalam WHO, 1994)

      Peningkatan risiko kanker lambung dalam kondisi asam lambung rendah dapat dikaitkan dengan pembentukan endogen senyawa N-nitroso. Hal ini dibuktikan karena tingkat senyawa N-nitroso, serta tingkat nitrat yang tinggi ditemukan pada lambung pasien achlorhydric, dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa nitrat dan nitrit dalam air minum dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker lambung (WHO, 2007).

    2.8 Kerangka Konsep

      Air Sumur Gali Uji Kualitatif

      Nitrat (laboratorium) Tidak Ada

      Ada Uji kuantitatif Nitrat (Laboratorium)

      Memenuhi Syarat Permenkes RI No 492/per/IV/2010

      Tidak memenuhi Syarat Permenkes RI No.492/per/IV/2010

      Karakteristik sumur

    • Karakteristik sumur gali (dinding sumur, bibir sumur, lantai sumur)
    • Jarak septik tank terhadap sumur gali
    • Jarak kandang ternak terhadap sumur gali
    • Jarak tempat sampah dari sumur gali
    • Jarak tempat penyimpanan pupuk terhadap sumur gali

Dokumen yang terkait

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 87 99

Analisa Kandungan Pestisida dan Nitrat Pada Penyediaan Air Bersih Desa Cinta Rakyat Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo Tahun 2006

1 38 65

Analisis Kandungan Nitrat Pada Air Sumur Gali Penduduk Desa Sari Makmur Kecamatan Pangkalan Lesung Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Tahun 2012

0 40 80

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air 2.1.1. Sifat air - Analisa Kadar Klorida Pada Air Minum Dan Air Sumur Dengan Metode Argentometri

0 1 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi dan Pemeriksaan Kandungan Nitrat pada Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Padang Tahun 2012

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air 2.1.1. Pengertian Air - Efektivitas Biji Kelor (Moringa oleifera) dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Air Sumur Gali di Kelurahan Besar Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2012

0 1 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Air Bersih - Analisa Merkuri (Hg) pada Air Sumur Masyarakat dan Air Sungai Simalagi Akibat Penambangan Emas Tradisional di Desa Simalagi Kecamatan Huta Bargot Tahun 2012

0 2 47

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Air Bersih - Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupat

0 1 34

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Bersih - Analisis Kadmium dan Timbal Dalam Air Bersih

0 0 12