Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

(1)

HUBUNGAN JARAK SUMUR GALI DENGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TERHADAPKANDUNGAN FOSFAT (PO4-3)

DAN NITRAT (NO3-) PADA AIR SUMUR GALI MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KECAMATAN PANCUR BATU

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 081000088

VONNY YOLANDA SINURAYA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN JARAK SUMUR GALI DENGAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TERHADAPKANDUNGAN FOSFAT (PO4-3)

DAN NITRAT (NO3-) PADA AIR SUMUR GALI MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KECAMATAN PANCUR BATU

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 081000088

VONNY YOLANDA SINURAYA

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul :

HUBUNGAN JARAK SUMUR GALI DENGAN TEMPAT PEMBUANGAN

AKHIR (TPA) SAMPAH TERHADAP KANDUNGAN FOSFAT (PO4

-3 ) DAN NITRAT (NO3

-) PADA AIR SUMUR GALI MASYARAKAT DI DESA NAMO BINTANG KECAMATAN PANCUR BATU

KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

Yang telah dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 081000088

VONNY YOLANDA SINURAYA

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tangal 14 Juni 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Taufik Ashar, MKM Ir. Indra Chahaya, MSi

NIP.197803312003121001 NIP.196811011993032005

Penguji II Penguji III

dr. Devi Nuraini S, Mkes Prof.Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS NIP.197002191998022001 NIP.196501091994032002

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr.Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Sarana paling umum yang digunakan masyarakat untuk mengambil air tanah dangkal dan memanfaatkannya sebagai sumber utama air bersih adalah sumur gali. Penurunan kualitas air tanah dangkal ditandai dengan kehadiran beberapa polutan diantaranya nitrat, fosfat, dan logam-logam berat yang berhubungan dengan kegiatan manusia seperti pembuangan limbah domestik, pelindian TPA, penggunaan pupuk yang berlebihan, dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jarak sumur gali dengan TPA Sampah terhadap kandungan fosfat dan nitrat pada air sumur gali masyarakat.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik, dengan sampel sebanyak 68 sumur gali. Penelitian ini dilakukan di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Analisa data menggunakan uji statistik korelasi dan kemudian dilanjutkan dengan uji regresi sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian, keadaan konstruksi sumur gali di Namo Bintang yang memenuhi syarat konstruksi sebanyak 2,9 % (2 sumur) sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 97,1 % (66 sumur). Rata-rata kandungan fosfat pada air sumur gali adalah 0,51 mg/L dan rata-rata kandungan nitrat adalah 4,02 mg/L. Dari uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan antara jarak sumur dengan TPA terhadap kandungan fosfat dan nitrat pada air sumur gali masyarakat dengan nilai p masing-masing0,006dan0,0001. Uji regresi kandungan fosfat menujukkan adanya korelasi negatif antara jarak sumur gali dengan TPA terhadap kandungan fosfat, sedangkan pada nitrat terjadi korelasi positif.

Untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat serta peran pemerintah dalam upaya peningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai konstruksi fisik sumur gali yang memenuhi syarat melalui pelatihan, penyuluhan dan perbaikan sarana air bersih agar diperoleh air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.


(5)

ABSTRACT

Water was an important component for human life and other living things. Dug wells were the most common means used by the people to take shallow ground water and as a major source of clean water. Quality decline of shallow groundwater was characterized by the presence of some pollutants such as nitrates, phosphates, and heavy metals associated with human activities such as domestic waste disposal, landfill leaching, excessive used of fertilizers, etc.

This study aimed to determine the correlation between the distance of wells to the landfill to phosphate and nitrate content in community dug wells water.

The design of this study was analytic survey, with 68 dug wells samples. The study was conducted in the Desa Namo Bintang Sub District Pancur Batu Deli Serdang Regency year 2012. Data analyze was used statistical test of correlation and then continued by a simple regression test.

The result of the study showed, in Desa Namo Bintang there were 2.9 % (2 wells) that were qualified the dug wells construction while that didn’t qualified there were 97.1 % (66 wells). The average of phosphate content in dug well water was 0.51 mg/L and the average nitrate content was 4.02 mg/L. Statistical tests found that there was a correlation between the distance to the landfill wells to phosphate and nitrate content of dug wells water in the community with respective p values were 0.006 and 0.0001.Regression testshowedanegativecorrelation between the distance of wells to the landfill to phosphate content and regresssion test of nitrate content showed positivecorrelation.

Based on the study result, the participation of community and role of government was needed to improve public knowledge about the requirement of dug wells construction through training, counseling and repairing of clean water fasilities in order to obtain clean water that meets health requirements.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : VONNY YOLANDA SINURAYA

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 29 April 1991 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan Anak ke : 1 dari 2 Bersaudara Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Jl. Mesjid Syuhada Gg. Pesona No. 9 Padang Bulan, Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996-2002 : SD Methodist 1 Medan 2. Tahun 2002-2005 : SLTP Santo Thomas 1 Medan 3. Tahun 2005-2008 : SMA Negeri 4 Medan

4. Tahun 2008-2012 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang tak berkesudahan serta anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Pembimbing I sekaligus Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.


(8)

4. Ir. Indra Chahaya, M.Si, selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini. 6. Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina S., MS selaku Dosen Dosen Penguji III yang

telah memberikan bimbingan, saran serta masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

7. Dra. Lina Tarigan, MS, Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah yang telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU. 8. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah banyak membantu dan

memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Kepala Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu, Bpk. Ridwan Sinulingga, beserta para stafnya.

10.Staf Yayasan Leuser International (Pak Tarmizi, Bang Eka, Bu Nining) yang bersedia membantu penulis dalam melakukan penelitian.

11.Staf Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara (Bu Norma, Pak Yusuf) yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

12.Teristimewa untuk orang tua tercinta, Bapak (S. Putera Sinuraya, SE) dan Mama (M. Sipayung, S.Pd) juga adik tersayang Vanny, serta saudara-saudariku dimana pun berada. Terima kasih untuk dukungan doa, kasih sayang, serta dukungan materil yang telah diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

13.Sahabat-sahabat yang sangat aku kasihi (Gresmita, Weni, Swandi, Yudhistira, Ferdian Ade, Dedo, Dimo, Vitry, Fiesta, Jeffry, Shinta, Vita, cs). Terima kasih untuk dukungan serta doa-doa kalian.

14.Teman-teman stambuk 2008 FKM USU (Wito, Rudi, Rizky dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu), Kelompok Kecilku (K’Eka, K’Mika, Sartika, Dian, Happy, Melda, Riama), Ikatan Mahasiswa Kesehatan Lingkungan (IMAKEL FKM USU), POMK FKM USU, para senior dan adik-adik di FKM USU.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasanya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xiii

Daftar Lampiran ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Definisi Air Bersih ... 8

2.2. Sumber-sumber Air ... 8

2.2.1. Air Laut ... 8

2.2.2. Air Hujan ... 8

2.2.3. Air Permukaan ... 9

2.2.4. Air Tanah ... 9

2.3. Peranan Air Dalam Kehidupan ... 10

2.4. Pencemaran Air ... 12

2.4.1. Polutan Air... 13

2.4.2. Indikator Pencemaran Air ... 14

2.4.2.1. Perubahan Suhu Air ... 14

2.4.2.2. Perubahan pH atau Konsentrasi ion Hidrogen ... 15

2.4.2.3. Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air ... 15

2.4.2.4. Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut ... 16

2.4.2.5. Mikroorganisme ... 16

2.4.2.6. Meningkatnya Radioaktivitas Air Lingkungan ... 16

2.4.3. Sumber Pencemaran Air ... 16

2.4.4. Komponen Pencemaran Air ... 16

2.5. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ... 19


(11)

2.5.2.Mekanisme Masuknya Air Lindi keDalam

Air Tanah ... 21

2.5.3.Komponen Air Lindi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ... 22

2.5. Standar Kualitas Air Minum ... 23

2.6. Nitrat ... 24

2.6.1. Pengertian Umum ... 24

2.6.2. Sumber Nitrat ... 24

2.6.3. Sifat Nitrat ... 25

2.6.4. Nitrifikasi ... 26

2.6.5. Dosis Letal Nitrat ... 27

2.6.6. Farmakokinetik ... 28

2.6.7. Klasifikasi Paparan Nitrat ... 29

2.6.8. Gejala dan Manifestasi Klinik ... 30

2.7. Fosfat ... 32

2.7.1. Pengertian Umum ... 32

2.7.2. Siklus Fosfor di Alam ... 32

2.7.3. Sumber Fosfat ... 34

2.7.4. Sifat Fosfat... 35

2.7.5. Dampak Fosfat Bagi Lingkungan ... 35

2.7.6. Dampak Fosfat Bagi Kesehatan ... 37

2.8. Sumur Gali... 38

2.8.1.Persyaratan Konstruksi Sumur Gali ... 39

2.9. Kerangka Konsep ... 41

2.10. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1. Jenis Penelitian ... 43

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 43

3.2.2. Waktu Penelitian ... 43

3.3. Objek Penelitian ... 44

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5.1. Data Primer ... 45

3.5.2. Data Sekunder ... 45

3.6. Pelaksanaan Penelitian ... 45

3.6.1. Pengambilan dan pengiriman Sampel ke Laboratorium ... 45

3.6.2. Pemeriksaan Sampel di Laboratorium ... 46

3.6.2.1. Pemeriksaan Nitrat ... 46

3.6.2.2. Pemeriksaan Fosfat ... 47

3.7. Definisi Operasional... 50


(12)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 53

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

4.1.1. Keadaan Geografi ... 53

4.1.2. Keadaan Kependudukan ... 54

4.2. Hasil Survei dan Observasi Terhadap Sumur Gali ... 56

4.2.1. Gambaran Konstruksi Sumur Gali ... 56

4.2.2. Keadaan Sumur Gali Berdasarkan Syarat Konstruksi ... 59

4.3. Hasil Pengukuran Jarak Sumur Gali Dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ... 60

4.4. Hasil Pemeriksaan Kandungan Fosfat (PO4-3) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 62

4.5. Hubungan Jarak TPA Terhadap Sumur Gali dengan Kandungan Fosfat ... 62

4.6. Hasil Pemeriksaan Kandungan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 64

4.7. Hubungan Jarak TPA Terhadap Sumur Gali dengan Kandungan Nitrat ... 65

BAB V PEMBAHASAN ... 66

5.1. Kondisi Konstruksi Sumur Gali ... 66

5.2. Pengukuran Jarak Sumur Gali Terhadap TPA Sampah di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 71

5.3. Pemeriksaan Kandungan Fosfat (PO4-3) Pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 72

5.4. Pemeriksaan Kandungan Nitrat (NO3-) Pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 73

5.5. Hubungan Jarak Sumur Sumur Gali Dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) Pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 74

5.6. Hubungan Jarak Sumur Gali Dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terhadap Kandungan Nitrat (NO3-) Pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 76

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kadar Methemoglobin ... 26 Tabel 4.1. Data Jumlah Penduduk Desa Namo Bintang dari Tahun

2007-2011 ... 54 Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa ... 54 Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 55 Tabel 4.4. Distribusi Penyakit Terbesar di Puskesmas Kecamatan

Pancur Batu Tahun 2011 ... 55 Tabel 4.5. Keadaan Dinding (Cincin) Sumur Gali Penduduk di Desa

Namo Bintang Tahun 2012 ... 56 Tabel 4.6. Keadaan Bibir Sumur Gali Penduduk di Desa Namo Bintang

Tahun 2012 ... 56 Tabel 4.7. Keadaan Lantai Sumur Gali Penduduk di Desa Namo

Bintang Tahun 2012 ... 57 Tabel 4.8. Keadaan Tutup Sumur Gali di Desa Namo Bintang Tahun

2012 ... 57 Tabel 4.9. Keadaan Saluran Pembuangan Air Limbah Sumur Gali

Penduduk di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 58 Tabel 4.10. Jarak Sumur Gali dengan Sumber-Sumber Pencemaran di

Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 58 Tabel 4.11. Sumur Gali Berdasarkan Syarat Konstruksi di Desa Namo

BintangTahun 2012 ... 59 Tabel 4.12. Pengukuran Jarak Sumur Gali di Dusun 1 Dengan TPA

Sampah ... 60 Tabel 4.13. Pengukuran Jarak Sumur Gali di Dusun 4 Dengan TPA

Sampah ... 61 Tabel 4.14. Distribusi Hasil Pengukuran Jarak Sumur Gali Dengan

TPA Sampah di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 61 Tabel 4.15. Kandungan Fosfat (PO4-3) pada Air Sumur Gali

Masyarakat di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 62 Tabel 4.16. Hasil Uji Normalitas Jarak Sumur Terhadap TPA dan

Kandungan Fosfat ... 62 Tabel 4.17. Korelasi Spearman Variabel Jarak Sumur Dengan TPA

Terhadap Kandungan Fosfat pada Air Sumur Gali Di Desa

Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012 ... 63 Tabel 4.18. Hasil Analisis Linear Sederhana Jarak Sumur Dengan TPA


(14)

Tabel 4.19. Kandungan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat

di Desa Namo Bintang Tahun 2012 ... 65 Tabel 4.20. Hasil Uji Normalitas Jarak Sumur Terhadap TPA dan

Kandungan Nitrat (NO3-) ... 65

Tabel 4.21. Korelasi Pearson Variabel Jarak Sumur Terhadap TPA dan Kandungan Nitrat pada Air Sumur Gali Di Desa Namo

Bintang Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012 ... 66 Tabel 4.22. Hasil Analisis Linear Sederhana Jarak Sumur Terhadap


(15)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Siklus Fosfor

Gambar 2 Grafik Scatter PlotHubungan Jarak Sumur Gali dengan TPA Terhadap Kandungan Fosfat

Gambar 3 Grafik Scatter PlotHubungan Jarak Sumur Gali dengan TPA Terhadap Kandungan Nitrat


(16)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM

Lampiran2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Balai Laboratorium Kesehatan Tahun 2012

Lampiran 3 Surat Permohonan Peminjaman GPS (Global Positioning System) ke YLI (Yayasan Lauser International)

Lampiran 4 Hasil Pemeriksaan Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-)dalam

Air Sumur Gali Masyarakat TPA Namo Bintang Tahun2012

Lampiran 5 Lembar Observasi Konstruksi Sumur Gali di Desa Namo Bintang Tahun 2012

Lampiran 6 Prosedur Penggunaan GPS Garmin Map 76CSx

Lampiran 7 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Bersih

Lampiran 8 Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

Lampiran 9 Output hasil analisa data Lampiran 10 Peta Sebaran Sampel


(17)

ABSTRAK

Air merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Sarana paling umum yang digunakan masyarakat untuk mengambil air tanah dangkal dan memanfaatkannya sebagai sumber utama air bersih adalah sumur gali. Penurunan kualitas air tanah dangkal ditandai dengan kehadiran beberapa polutan diantaranya nitrat, fosfat, dan logam-logam berat yang berhubungan dengan kegiatan manusia seperti pembuangan limbah domestik, pelindian TPA, penggunaan pupuk yang berlebihan, dan lain-lain.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jarak sumur gali dengan TPA Sampah terhadap kandungan fosfat dan nitrat pada air sumur gali masyarakat.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik, dengan sampel sebanyak 68 sumur gali. Penelitian ini dilakukan di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Analisa data menggunakan uji statistik korelasi dan kemudian dilanjutkan dengan uji regresi sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian, keadaan konstruksi sumur gali di Namo Bintang yang memenuhi syarat konstruksi sebanyak 2,9 % (2 sumur) sedangkan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 97,1 % (66 sumur). Rata-rata kandungan fosfat pada air sumur gali adalah 0,51 mg/L dan rata-rata kandungan nitrat adalah 4,02 mg/L. Dari uji statistik diperoleh bahwa ada hubungan antara jarak sumur dengan TPA terhadap kandungan fosfat dan nitrat pada air sumur gali masyarakat dengan nilai p masing-masing0,006dan0,0001. Uji regresi kandungan fosfat menujukkan adanya korelasi negatif antara jarak sumur gali dengan TPA terhadap kandungan fosfat, sedangkan pada nitrat terjadi korelasi positif.

Untuk itu diperlukan partisipasi masyarakat serta peran pemerintah dalam upaya peningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai konstruksi fisik sumur gali yang memenuhi syarat melalui pelatihan, penyuluhan dan perbaikan sarana air bersih agar diperoleh air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.


(18)

ABSTRACT

Water was an important component for human life and other living things. Dug wells were the most common means used by the people to take shallow ground water and as a major source of clean water. Quality decline of shallow groundwater was characterized by the presence of some pollutants such as nitrates, phosphates, and heavy metals associated with human activities such as domestic waste disposal, landfill leaching, excessive used of fertilizers, etc.

This study aimed to determine the correlation between the distance of wells to the landfill to phosphate and nitrate content in community dug wells water.

The design of this study was analytic survey, with 68 dug wells samples. The study was conducted in the Desa Namo Bintang Sub District Pancur Batu Deli Serdang Regency year 2012. Data analyze was used statistical test of correlation and then continued by a simple regression test.

The result of the study showed, in Desa Namo Bintang there were 2.9 % (2 wells) that were qualified the dug wells construction while that didn’t qualified there were 97.1 % (66 wells). The average of phosphate content in dug well water was 0.51 mg/L and the average nitrate content was 4.02 mg/L. Statistical tests found that there was a correlation between the distance to the landfill wells to phosphate and nitrate content of dug wells water in the community with respective p values were 0.006 and 0.0001.Regression testshowedanegativecorrelation between the distance of wells to the landfill to phosphate content and regresssion test of nitrate content showed positivecorrelation.

Based on the study result, the participation of community and role of government was needed to improve public knowledge about the requirement of dug wells construction through training, counseling and repairing of clean water fasilities in order to obtain clean water that meets health requirements.


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan mahluk hidup lainnya dan fungsinya bagi kehidupan tersebut tidak akan dapat digantikan oleh senyawa lainnya. Hampir semua kegiatan yang dilakukan manusia membutuhkan air, mulai dari membersihkan diri (mandi), membersihkan ruangan tempat tinggalnya, menyiapkan makanan dan minuman sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004).

Air dalam tubuh manusia berkisar 50-70% dari seluruh berat badan. Air juga diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Sebagai contoh, oksigen perlu dilarutkan dahulu, sebelum memasuki pembuluh-pembuluh darah yang ada disekitar alveoli. Demikian pula halnya segala reaksi biokimia di dalam tubuh manusia/ hewan terlaksana di dalam lingkungan air. Air sebagai bahan pelarut, membawa segala jenis makanan ke seluruh tubuh dan mengambil kembali segala buangan untuk dikeluarkan dari tubuh. Ringkasnya, dalam segala fungsi kehidupan seperti bereaksi terhadap segala stimulus, tumbuh, bermetabolisme, bereproduksi, air selalu memegang peranan penting (Soemirat, 2007).

Air yang masuk dalam tubuh manusia selain perlu cukup jumlahnya, juga harus sesuai dengan proses hayati. Oleh karena itu diperlukan persyaratan pokok yakni persyaratan biologis, fisik, dan kimiawi. Dari persyaratan tersebut yang paling mudah diatasi adalah pencemaran biologi karena umumnya mikroorganisme akan mati bila air didihkan. Oleh karena itu dianjurkan mengkonsumsi air yang telah


(20)

direbus terlebih dahulu. Air yang secara terus-menerus mengalami proses daur ulang memberi peluang bagi manusia untuk dapat memanfaatkan 3 jenis sumber air di bumi yaitu air hujan, air tanah, dan air permukaan. Dari tiga jenis sumber air tersebut air tanah dan air permukaan yang paling banyak digunakan sebagai sumber air minum, mandi, dan mencuci sehari-hari, baik di desa maupun di perkotaan. Hal ini dapat dipahami karena air tanah dan air permukaan keberadaannya mudah didapat (Warlina, 2004).

Salah satu sarana yang paling umum digunakan oleh masyarakat kecil untuk mengambil air tanah dangkal dan dipergunakan sebagai sumber air minum adalah sarana sumur gali. Air tanah dangkal adalah air yang paling mudah terkontaminasi oleh rembesan yang berasal dari sarana pembuangan air kotor, jamban dan kotoran hewan (Ditjen PPM & PLP, 1997).

Pencemaran air yang menjadi masalah dan perlu mendapat perhatian yang serius adalah pencemaran kimiawi yakni logam berat, nitrat, detergen, pestisida yang tidak dapat diatasi dengan merebus air. Pentingnya peranan air bagi kehidupan dan kesehatan manusia maka pemerintah menetapkan persyaratan dan Nilai Ambang Batas yang harus dipenuhi khususnya untuk penyediaan air minum dan air bersih. Persyaratan tersebut diatur dalam Permenkes RI No. 416/MEN/KES/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Warlina, 2004). Penurunan kualitas air tanah ditandai dengan terdeteksinya kehadiran beberapa polutan diantaranya polutan nitrat, fosfat, dan logam-logam berat yang sangat berhubungan dengan kegiatan manusia seperti pembuangan limbah domestik, pelindian TPA, dan penggunaan pupuk yang berlebihan.


(21)

Sanropie at.al. (1989) mengemukakan bahwa kandungan nitrat dalam jumlah besar di dalam usus cenderung untuk berubah menjadi nitrit, yang dapat bereaksi langsung dengan hamoglobin dalam darah sehingga dapat menghalangi perjalanan oksigen di dalam tubuh. Nitrit terutama akan bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin (MetHb). Dalam jumlah melebihi normal MetHb akan menimbulkan methemoglobinanemia. Pada bayi methemoglobinanemia sering dijumpai karena pembentukan enzim untuk menguraikan MetHb menjadi Hb masih belum sempurna. Sebagai akibat methemoglobinanemia, bayi akan kekurangan oksigen, maka mukanya akan tampak membiru dan karenanya penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit ‘Blue Baby’ (Soemirat, 2007).

Kadar nitrat yang tinggi di dalam air minum dapat juga menyebabkan terganggunya sistem pencernaan manusia. Apabila kadar nitrat melebihi 1,0 mg/L dalam makanan bayi maka hal ini dapat menyebabkan gejala blue baby yang dapat menyebabkan kematian. Untuk keperluan konsumsi sehari-hari nitrat dalam air tidak boleh lebih dari 10 mg/L.

Hasil penelitian kadar Nitrat dalam air sumur gali masyarakat di TPA Namo Bintang (Ompusunggu, 2009) ditemukan ternyata dari 26 sumur gali, terdapat 5sumur gali yang kadar Nitratnya melebihi baku mutu 10 mg/l (Permenkes RI No.416 Tahun 1990) yakni dengan rata-rata 17, 42 mg/l.

Sampah organik yang berasal dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) mengandung fosfat lebih dari 30%. Kandungan senyawa fosfat yang tinggi dapat mencemari air tanah. Fosfat tersebut akan terlarut dalam air dan kemudian terbawa aliran. Aliran yang membawa fosfat terlarut tersebut akan terinfiltrasi ke dalam air


(22)

tanah dan akan mengalami proses-proses layaknya pencemar lain, seperti disperse, adsorpsi maupun desorpsi. Proses proses tersebut di atas sangat mempengaruhi penyebaran zat pencemar di dalam tanah (Muharini dkk, 2005).

Temuan hasil penelitian Royadi, 2006 terhadap kualitas air sumur penduduk yang berada di sekitar TPA Bantar Gebang Bekasi, fosfat yang terdapat di sumur penduduk berfluktuasi cukup tajam, rata-rata kisaran fosfat air sumur di atas wilayah TPA secara keseluruhan selama periode tanggal 2 Oktober 2004 sampai dengan 27 November 2004 minimum adalah 2,66 mg/L. Kandungan fosfat berada diatas ambang batas yang diperbolehkan yakni 0,20 mg/L berdasarkan PP No.82/12/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Kriteria Mutu Air Kelas 1: Air Baku Air Minum.

Djabu et al. (1991) mengemukakan jika kandungan fosfat rata-rata dalam waktu 24 jam lebih besar dari 2 mg/L akan menyebabkan gangguan pada tulang. Sumber fosfat akibat dari pencemaran industri, limbah domestik, hanyutan pupuk, dan bahan mineral fosfat. Kadar fosfat berbahaya terhadap kesehatan. Jika kandungan fosfat melebihi batas kadar maksimum (0,50 mg/L) dapat mengganggu pencernaan.

Peradaban masyarakat dunia yang terus berkembang dengan teknologi yang semakin maju tidak bisa kita pungkiri juga mendatangkan pengaruh positif dan negatif terhadap penumpukan sampah dari hasil produksinya. Manusia sebagai pelaku produksi maupun pemakai produk pada kenyataannya belum mampu mengatasi sampah yang dihasilkannya sendiri, bahkan cenderung acuh tak acuh terhadap permasalahan sampah yang sudah jelas-jelas mampu menurunkan daya dukung


(23)

lingkungan akibat dampak negatifnya menyebabkan pencemaran baik terhadap air, udara maupun tanah.

Lingkungan Namo Bintang merupakan suatu lokasi yang digunakan untuk tempat pembuangan akhir (TPA) sampah baik bersifat padat, maupun cair yang sangat berpotensi untuk mencemari lingkungan sekitar TPA. Limbah tersebut dapat mencemari sarana sumur gali yang masih banyak digunakan oleh masyarakat desa Namo Bintang sebagai sumber air yang mereka konsumsi dalam kehidupan sehari-hari

Bahaya Fosfat dan Nitrat bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam kadar yang tinggi yang terdapat dalam sumber air bersih, maka penulis tertarik melakukan penelitian “Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air

Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012”.

1.2. Rumusan Masalah

Terjadinya penumpukan sampah dalam jumlah sangat besar akibat aktivitas dari TPA berpotensi mencemari air sumur gali masyarakat, yang pada umumnya memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersih. Pencemaran oleh Fosfat dan Nitrat diduga berpengaruh cukup besar terhadap penurunan kualitas air tanah, sehingga perlu diadakan pemeriksaan kandungan Fosfat dan Nitrat pada sumur gali masyarakat di sekitar TPA.


(24)

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan jarak sumur gali dengan TPA Sampah terhadap kandungan Fosfat dan Nitrat pada air sumur gali masyarakat di desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kab. Deli Serdang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran konstruksi fisik sumur gali masyarakat Desa Namo Bintang.

2. Untuk mengetahui jarak sumur gali masyarakat terhadap TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Desa Namo Bintang.

3. Untuk mengetahui kandungan fosfat dalam air sumur gali masyarakat Desa Namo Bintang.

4. Untuk mengetahui kandungan nitrat dalam air sumur gali masyarakat Desa Namo Bintang.

5. Untuk mengetahui hubungan jarak sumur gali dengan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) terhadap kandungan fosfat, nitrat dalam air sumur gali masyarakat Desa Namo Bintang.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi pemerintah/ instansi yang terkait agar meningkatkanupaya penyediaan sarana air bersih.

2. Sebagai informasi kepada masyarakat tentang bahaya fosfat dan nitrat terhadap kesehatan.


(25)

3. Memberi informasi kepada peneliti lainnya mengenai kandungan fosfat dan nitrat pada air sumur gali masyarakat di sekitar TPA Desa Namo Bintang, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang.

4. Untuk menambah pengetahuan dan informasi penulis mengenai TPA Namo Bintang Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Air Bersih

Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air laut dan air fosil. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, telaga, waduk dan muara (PP RI. No. 82 Tahun 2001).

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum (Permenkes RI No 416 Tahun 1990).

2.2 Sumber-sumber Air

Sumber air yang digunakan sehari-hari haruslah memenuhi syarat-syarat kesehatan. Air di bumi selalu mengalami siklus hidrologi sehingga dikenal 4 (empat) sumber air di bumi yaitu (Sutrisno, 2006) :

2.2.1 Air Laut

Mempunyai sifat asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air bersih.

2.2.2 Air Hujan

Dalam keadaan murni sangat bersih, karena adanya pengotoran dari udara yang disebabkan oleh kotoran-kotoran industri/debu dan lain sebagainya, maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan


(27)

jangan dimulai pada saat hujan mulai turun karena banyak mengandung kotoran. 2.2.3 Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terdapat di permukaan tanah seperti sungai, danau, rawa dan sebagainya. Dibandingkan dengan sumber-sumber air lainnya air permukaan mudah sekali mengalami pencemaran. Disamping pencemaran disebabkan oleh kegiatan manusia juga oleh flora dan fauna.

1. Air Sungai

Dalam penggunaanya sebagai air bersih haruslah diolah mengingat air ini pada umumnya derajat pengotorannya tinggi, debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan pada umumnya dapat mencukupi.

2. Air Rawa/Danau

Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat-zat organisme yang telah membusuk misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan air warna kuning coklat. Dengan adanya pembusukan kadar zat organis tinggi maka umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Dan dalam keadaan kelarutan O2 kurang sekali (anaerob), maka unsur-unsur Fe dan Mn akan larut.

2.2.4 Air Tanah

1. Kedudukan Air Tanah

Sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi akan menyerap ke dalam tanah dan akan menjadi air tanah. Air tanah terbagi menjadi tiga yaitu :

a. Air tanah dangkal

Terjadi karena proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian pula dengan sebagian bakteri sehingga air tanah akan jernih. Air


(28)

tanah dangkal akan terdapat pada kedalaman 15 meter. Air tanah ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih melalui sumur-sumur dangkal. Dari segi kualitas agak baik sedangkan kuantitasnya kurang cukup dan tergantung pada musim. b. Air tanah dalam

Terdapat pada lapisan rapat air pertama dengan kedalaman 100 – 300 meter. Ditinjau dari segi kualitas pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal. Sedangkan kuantitasnya mencukupi tergantung pada keadaan tanah dan sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim.

c. Mata air

Mata air adalah air yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Keluarnya air tersebut secara murni dan biasanya terdapat di lereng-lereng gunung atau sepanjang tepi sungai. Hampir tidak terpengaruh oleh musim.

2.3Peranan Air Dalam Kehidupan

Dari sekian banyak manfaat air, jumlah air yang benar-benar dikonsumsi hanya merupakan sebagian kecil saja, yakni yang tergolong penyediaan air minum/ bersih. Namun demikian dari kelompok ini pun, yang benar dikonsumsi sangat sedikit. Misalnya saja, orang hanya minum 2 liter/orang/ hari, demikian pula jumlah air yang dikonsumsi hewan atau tumbuhan, hanya sedikitsaja. Sebagian besar hanya digunakan sebagai media. Misalnya, penyediaan air bersih ini sebagian besar akan kembali ke alam sebagai air bekas cucian, bekas membersihkan rumah, bekas menggelontor kotoran, bekas mandi, dll.

Tubuh manusia sebagian terdiri dari air, berkisar 50-70% dari seluruh berat badan. Jika tubuh tidak cukup mendapat air atau kehilangan air hanya sekitar 5% dari


(29)

berat badan (pada anak besar dan dewasa) maka keadaan ini dapat menyebabkan dehidrasi berat. Sedangkan kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat menyebabkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minuman 1, 5-2 liter air sehari atau 2200 gram setiap harinya (Soemirat, 2007).

Air yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup sehat harus memenuhi syarat kualitas. Disamping itu harus pula dapat memenuhi secara kuantitas (jumlahnya). Diperkirakan untuk kegiatan rumah tangga yang sederhana paling tidak membutuhkan air sebanyak 100 L/orang/hari. Angka tersebut misalnya untuk (Entjang, 2000) :

a. Berkumur, cuci muka, sikat gigi, wudhu : 20L/orang/hari b. Mandi/mencuci pakaian dan alat rumah tangga : 45L/orang/hari

c. Masak, minum : 5L/orang/hari

d. Menggolontor kotoran : 20L/orang/hari

e. Mengepel, mencuci kendaraan : 10L/orang/hari

Di dalam tubuh manusia sendiri, air berkisar antara 50-70% dari seluruh berat badan. Air diperlukan untuk melarutkan berbagai jenis zat yang diperlukan tubuh. Sebagai contoh, oksigen perlu dilarutkan dahulu, sebelum dapat memasuki pembuluh darah yang ada disekitar alveoli. Segala reaksi biokimia di dalam tubuh manusia/hewan terlaksana di dalam lingkungan air. Air sebagai bahan pelarut, membawa segala jenis makanan ke seluruh tubuh. Ringkasnya, dalam segala fungsi kehidupan seperti bereaksi terhadap segala stimulus, tumbuh, bermetabolisme, bereproduksi, air selalu memegang peranan penting. Kekurangan air menyebabkan


(30)

penyakit batu ginjal dan kandung kemih, karena terjadi kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh (Wardhana, 2001).

2.4Pencemaran Air

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan rumah tangga, limbah kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya (Wardhana, 2001).

Menurut Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, pencemaran air adalahmasuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponenlain ke dalam air olehkegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkanair tidak dapat berfungsi sesuai denganperuntukannya. Sebagai contoh, meskipun di daerah pegunungan atau hutan yang terpencil dengan udara bersih dan bebas dari polusi, air hujan selalu mengandung bahan-bahan tersuspensi terlarut seperti CO2, O2, N2, serta bahan-bahan

tersuspensi seperti debu dan partikel-partikel lainnya yang terbawa dari atmosfer. Berdasarkan definisinya, pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan


(31)

tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air (SLH Daerah Prov.Sumut, 2008)

2.4.1 Polutan Air

Ciri-ciri air yang mengalami polusi ataupun tercemar sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Sebagai contoh, air minum yang terpolusi mungkin rasanya akan berubah meskipun baunya sukar dideteksi. Tanda-tanda polusi air yang berbeda ini disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. Polutan air dapat dikelompokkan dalam 9 kelompok berdasarkan sifat-sifatnya sebagai berikut (Fardiaz S, 1992) :

1. Padatan

2. Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (Oxigen Demanding Wastes) 3. Mikroorganisme

4. Komponen Organik Sintetik 5. Nutrien tanaman

6. Minyak

7. Senyawa anorganik dan mineral 8. Panas

9. Bahan radioaktif

Pengelompokkan tersebut di atas bukan merupakan pengelompokkan yang baku karena suatu jenis polutan mungkin dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok. Contoh bakteri dapat dimasukkan ke dalam lebih dari satu kelompok yaitu dapat dimasukkan dalam kelompok mikroorganisme maupun kelompok padatan karena bakteri merupakan padatan tersuspensi. Contoh yang lain misalnya logam


(32)

berat sering dimasukkan ke dalam kelompok senyawa anorganik tapi juga merupakan padatan terlarut.

2.4.2 Indikator Pencemaran Air

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui (Wardhana, 2001) :

2.4.2.1 Perubahan Suhu Air

Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Air yang menjadi panas tersebut dibuang ke sungai maka air sungai akan menjadi panas. Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan air dan organisme air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen untuk bernafas.

2.4.2.2 Perubahan pH atau Konsentrasi ion Hidrogen

Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5-7,5. Air dapat bersifat asam atau basa, tergantung pada besar kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion Hidrogen di dalam air.

Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.

2.4.2.3Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air

Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut di dalam air. Apabila bahan buangan dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan


(33)

warna air. Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna, sehingga tampak bening dan jernih.

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati.

Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan disebabkan oleh adanya polusi, dan rasa yang menyimpang tersebut biasanya dihubungkan dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan (Fardiaz, 1992).

2.4.2.4 Timbulnya Endapan, Koloidal dan Bahan Terlarut

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut berasal dari adanya bahan buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal.

2.4.2.5Mikroorganisme

Mikroorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke air lingkungan, baik sungai, danau maupun laut. Kalau bahan buangan yang harus didegradasi cukup banyak, berarti mikroorganisme akan ikut berkembang biak. Pada perkembang-biakan mikroorganisme ini tidak tertutup kemungkinan bahwa mikroba patogen ikut berkembang pula. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit.


(34)

2.4.2.6Meningkatnya Radioakvifitas Air Lingkungan

Mengingat bahwa zat radioaktif dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan biologis apabila tidak ditangani dengan benar, baik melalui efek langsung maupun efek tertunda, maka tidak dibenarkan dan sangat tidak etis bila ada yang membuang bahan sisa radioaktif ke lingkungan(Wardhana, 2001).

2.4.3 Sumber Pencemaran Air

Secara umum dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi efluen yang keluar dari industri, TPA sampah, rumah tangga dan sebagainya. Sumber tak langsung adalah kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah atau atmosfir berupa hujan (Warlina, 2004).

2.4.4 Komponen Pencemaran Air

Berbagai macam kegiatan industri dan teknologi yang ada saat ini apabila tidak disertai dengan program pengelolaan limbah yang baik akan memungkinkan terjadinya pencemaran air, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Bahan buangan dan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab utama terjadinya pencemaran air (Wardhana, 2001).

Komponen pencemar air dikelompokkan sebagai berikut : 1. Bahan buangan padat

Bahan buangan padat yang dimaksudkan di sini adalah bahan buangan yang berbentuk padat, baik yang kasar (butiran besar) maupun yang halus (butiran kecil). Kedua macam bahan buangan padat tersebut apabila dibuang ke air lingkungan (sungai) maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah :


(35)

a. Pelarutan bahan buangan padat oleh air

b. Pengendapan bahan buangan padat di dasar air c. Pembentukan koloidal yang melayang di dalam air 2. Bahan buangan organik

Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme. Oleh karena bahan buangan organik dapat membusuk atau terdegradasi maka akan sangat bijaksana apabila bahan buangan yang termasuk kelompok ini tidak dibuang ke air lingkungan karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di dalam air.

3. Bahan buangan anorganik

Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan jumlah ion logam di dalam air.

4. Bahan buangan olahan bahan makanan

Sebenarnya bahan buangan olahan bahan makanan dapat juga dimasukkan ke dalam kelompok bahan buangan organik; namun dalam hal ini sengaja dipisahkan karena bahan buangan olahan bahan makanan seringkali menimbulkan bau busuk yang menyengat hidung. Oleh karena bahan buangan ini bersifat organik maka mudah membusuk dan dapat terdegradasi oleh mikroorganisme.


(36)

5. Bahan buangan cairan berminyak

Minyak tidak dapat larut di dalam air, melainkan akan mengapung di atas permukaan air. Lapisan minyak di permukaan air lingkungan akan mengganggu kehidupan organisme di dalam air. Hal ini disebabkan oleh :

a. Lapisan minyak pada permukaan air akan menghalangi difusi oksigen dari udara ke dalam air sehingga jumlah oksigen yang terlarut di dalam air menjadi berkurang. Kandungan oksigen yang menurun akan mengganggu kehidupan hewan air.

b. Adanya lapisan minyak pada permukaan air juga akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air sehingga fotosintesis oleh tanaman air tidak dapat berlangsung. Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut tidak terjadi. Kandungan oksigen dalam air jadi semakin menurun.

c. Tidak hanya hewan air saja yang terganggu akibat adanya lapisan minyak pada permukaan air tersebut, tetapi burung air pun ikut terganggu karena bulunya jadi lengket, tidak bisa mengembang lagi akibat terkena minyak.

6. Bahan buangan zat kimia

Bahan buangan zat kimia banyak ragamnya, tetapi yang dimaksudkan dalam kelompok ini adalah bahan pencemar air yang berupa :

a. Sabun (deterjen, sampo dan bahan pembersih lainnya) b. Bahan pemberantas hama (insektisida)


(37)

c. Zat warna kimia

d. Larutan penyamak kulit e. Zat radioaktif

2.5. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Pembuangan akhir sampah adalah upaya untuk memusnahkan sampah di tempat tertentu yang disebut tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Menurut Suryanto 1988 (Royadi 2006), dalam pembuangan akhir sampah terdapat beberapa metode yaitu:

a. Open Dumping

Metode open dumping adalah cara pembuangan akhir dengan hanya menumpuk sampah begitu saja tanpa ada perlakuan khusus, sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan.

b. Controlled Landfill

Adalah sistem open dumping yang diperbaiki atau ditingkatkan, merupakan peralihan antara teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada cara ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPA penuh dengan timbunan sampah yang dipadatkan setelah mencapai tahap tertentu.

c. Sanitary Landfill

Pada sistem ini sampah ditimbun dalam tanah yang luas kemudian dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup harian pada setiap hari dan akhir operasi.

Resiko yang tidak dapat dihindarkan dari pembuangan sampah di landfill adalah terbentuknya gas dan lindi yang dipengaruhi oleh dekomposisi dari mikroba dan iklim, sifat dari sampah dan iklim pengoperasian sampah di landfill. Perpindahan


(38)

gas dan lindi dari landfill ke lingkungan sekitarnya menyebabkan dampak yang serius pada lingkungan, selain berdampak buruk terhadap kesehatan juga menyebabkan kebakaran dan peledakan, kerusakan pada tanaman, bau yang tidak sedap, masalah setelah penutupan landfill, pencemaran air tanah, udara dan pencemaran global (Royadi, 2006).

Sampah yang dibuang ke TPA-TPA di kota Medan berasal dari rumah tangga, kompleks perumahan, perguruan tinggi/sekolah, perkantoran, plaza, hotel, restoran/rumah makan, rumah sakit, dan lain-lain. Komposisi sampah terdiri dari sampah organik (48,2%) yang terdiri dari daun-daunan 32% dan makanan 16,2%, dan sampah anorganik sebanyak 51,8% terdiri dari kertas 17,5%, plastik 3,5% dan lain-lain. TPA Namo Bintang, pada prinsipnya merupakan suatu landfill yang mnggunakan metode open dumping dimana seluruh sampah yang dibuang, dipadatkan dengan alat berat kemudian dibiarkan menumpuk begitu saja tanpa ada perlakuan khusus.

2.5.1. Air Lindi

Sampah di TPA akan mengalami proses penguraian secara kimia dan biokimia. Masalah akan timbul ketika air hujan dan air permukaan meresap ke dalam timbunan sampah. Ditambah lagi dengan penguraian sampah secara kimia dan biokimia, akan menimbulkan cairan rembesan dengan kandungan padatan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang kemudian bercampur dengan air hujan, disebut juga denganlindi (Martono, 1996).


(39)

Air lindi membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk dari degradasi sampah. Komposisi air lindi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah terdeposit, jumlah curah hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik tempat pembuangan tersebut. Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik dan anorganik yang tinggi. Selayaknya benda cair, air lindi akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Air lindi ini dapat merembes masuk ke dalam tanah dan bercampur dengan air tanah sampai pada jarak 200 meter, ataupun mengalir di permukaan tanah dan bermuara pada aliran air sungai. Secara langsung air tanah atau air sungai tersebut akan tercemar. Air lindi juga dapat mencemari sumber air minum pada jarak 100 dari sumber pencemaran (Mahardika 2010).

2.5.2. Mekanisme Masuknya Air Lindi ke Dalam Air Tanah

Mekanisme masuknya air lindi masuk ke lapisan air tanah, terutama air tanah dangkal (sumur) melalui proses sebagai berikut :

1. Air lindi ditemukan pada lapisan tanah yang digunakan sebagai open dumping, yaitu kira-kira berjarak 2 meter di bawah permukaan tanah.

2. Secara khusus, bila air lindi masuk dengan cara infiltrasi di tanah, segera permukaan tanah dijenuhi air.

3. Akibat adanya faktor seperti air hujan, mempercepat air lindi masuk ke lapisan tanah yaitu zona aerasi yang mempunyai kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah.

4. Lalu akibat banyaknya air lindi yang terbentuk menyebabkan air lindi masuk ke lapisan air tanah dangkal atau lapisan air tanah jenuh.


(40)

5. Dan di lapisan tanah jenuh tersebut, air yang terkumpul bercampur dengan air lindi dimana di air tanah dangkal ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melalui sumur-sumur dangkal (Mahardika, 2010).

Potensi gravitasi sangat penting dalam tanah-tanah yang jenuh air. Hal ini diperhitungkan terutama untuk gerakan air lindi yang menembus tanah yang pada umumnya bergerak dari elevasi tinggi ke elevasi rendah. Biasanya air tanah yang diperhatikan mempunyai elevasi yang lebih tinggi daripada sumber air bersih tertentu.Gerakan air lindi ke dalam tanah mengikuti gerakan air tanah, yang merupakan gerakan air dari tanah melalui evaporasi dan atau drainase (dari tanah basah ke tanah kering) dan dari tanah ke dalam akar-akar tanaman(Mahardika, 2010). 2.5.3. Komponen Air Lindi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah

Air lindi pada umumnya mengandung senyawa-senyawa organik (hidrokarbon, asam humat, fulfat, tanat dan galat) dan anorganik (natrium, kalium, kalsium, magnesium, klor, sulfat, fosfat, fenol, nitrogen dan senyawa logam berat) yang tinggi. Konsentrasi dari komponen-komponen tersebut dalam air lindi bisa mencapai 1000 sampai 5000 kali lebih tinggi daripada konsentrasi dalam air tanah. Berdasarkan penelitian Astuti (2008), bahwa komponen air lindi di TPA Putri Cempo Mojosongo Surakarta adalah NO3 (900 mg/l), Cd (0,36 mg/l), Mn (3,10 mg/l), NO2

(27 mg/l), Cl (873 mg/l), Cl2 (1,41 mg/l), H2S (0,096 mg/l), minyak dan lemak (1016

mg/l), dan padatan tersuspensi (549 mg/l). 2.6. Standar Kualitas Air Minum

Dengan adanya standar kualitas orang dapat mengukur kulitas air dari berbagai macam air. Untuk kepentingan masyarakat sehari-hari, persediaan air harus


(41)

memenuhi standar air minum dan tidak membahayakan kesehatan manusia. Menurut WHO, standar-standar air minum yang harus dipenuhi agar tersedia suatu penyediaan air dapat dinyatakan layak sebagai air minum :

1. Memenuhi persyaratan fisik 2. Memenuhi persyaratan biologis 3. Mengandung zat-zat kimia 4. Mengandung zat radioaktif

Saat ini dikenal beberapa standar kualitas air minum, baik yang bersifat Nasional maupun Internasional. Standar kualitas air minum bagi negara Indonesia terdapat dalam Permenkes RI No.492/MENKES/SK/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Berikut standar-standar untuk kelayakan air minum yang berlaku di Indonesia (Chandra, 2007):

1. Standar fisik : bau, warna, rasa, kekeruhan

2. Standar biologis : kuman parasit, pathogen, bakteri golongan koli (sebagai patokan adanya pencemaran tinja)

3. Standar kimia : pH, jumlah zat padat, logam berat, dan bahan kimia lain 4. Standar radioakif : radioaktif yang mungkin ada dalam air

2.7. Nitrat

2.7.1 Pengertian Umum

Nitrat (NO3-) dan nitrit (NO2-) adalah ion-ion anorganik alami, yang

merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktifitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung nitrogen organik pertama-pertama menjadi ammonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan nitrat. Oleh karena nitrit dapat


(42)

dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat adalah senyawa yang paling sering ditemukan di dalam air bawah tanah maupun air yang terdapat di permukaan (Thomson, 2004).

2.7.2.Sumber Nitrat

Sumber nitrogen organik di perairan berasal dari proses pembusukan makhluk hidup yang telah mati, karena protein dan polipeptida terdapat pada semua organisme hidup. Sumber antropogenik nitrogen organik adalah limbah industri dan limpasan dari daerah pertanian, terutama urea. Urea juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan plastik dan obat-obatan, serta sebagai pelarut selulosa pada industri kertas.

Nitrat biasanya ada di air permukaan dalam konsentrasi kecil, dan kemungkinan mencapai konsentrasi tinggi pada air tanah. Nitrat adalah unsur penting dalam proses fotosintesis tanaman air. Adanya NO

3 dalam air adalah berkaitan erat

dengan siklus Nitrogen dalam alam. Dalam siklus tersebut dapat diketahui bahwa Nitrat dapat terjadi baik dari N

2 atmosfir maupun dari pupuk-pupuk yang digunakan

dan dari oksidasi NO

2 -

oleh bakteri dari kelompok Nitrobacter. Asam yang dibentuk dari nitrat dapat bereaksi membentuk nitrosamines yang kebanyakan diketahui potensi karsinogen (Sutrisno, 2006).

Pada daerah dimana pupuk nitrogen secara luas digunakan, sumur-sumur perumahan yang ada disana hampir pasti tercemar oleh nitrat. Diperkirakan 14 juta rumah tangga di Amerika Serikat menggunakan sumur pribadi untuk memenuhi kebutuhan air minumnya (Badan Sensus Amerika Serikat 1993). Pada daerah


(43)

pertanian, pupuk nitrogen merupakan sumber utama pencemaran terhadap air bawah tanah yang digunakan sebagai air minum. Sumber nitrat lainnya pada air sumur adalah pencemaran dari sampah organik hewan dan rembesan dari septic tank (Thomson, 2004).

2.7.3 Sifat Nitrat

Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui proses oksidasi katalitik. Nitrit juga merupakan hasil metabolisme dari siklus nitrogen. Bentuk pertengahan dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Nitrat dan nitrit adalah komponen yang mengandung nitrogen berikatan dengan atom oksigen, nitrat mengikat tiga atom oksigen sedangkan nitrit mengikat dua atom oksigen. Di alam, nitrat sudah diubah menjadi bentuk nitrit atau bentuk lainnya (Argonne National Laboratory EVS, 2005).

Struktur kimia dari nitrat

Berat molekul: 62.05

Struktur kimia dari nitrit

O == N -- O-

Berat molekul: 46.006

Pada kondisi yang normal, baik nitrit maupun nitrat adalah komponen yang stabil, tetapi dalam suhu yang tinggi akan tidak stabil dan dapat meledak pada suhu yang sangat tinggi dan tekanan yang sangat besar. Biasanya, adanya ion klorida, bahan metal tertentu dan bahan organik akan mengakibatkan nitrat dan nitrit menjadi tidak stabil. Jika terjadi kebakaran, maka tempat penyimpanan nitrit maupun nitrat sangat berbahaya untuk didekati karena dapat terbentuk gas beracun dan bila terbakar


(44)

dapat menimbulkan ledakan. Bentuk garam dari nitrat dan nitrit tidak berwarna dan tidak berbau serta tidak berasa. Bersifat higroskopis (Parrot, 2002).

2.7.4 Nitrifikasi

Nitrifikasi dapat didefinisikan sebagai konversi biologis dan nitrogen dari komponen organik atau anorganik dari bentuk tereduksi ke bentuk teroksidasi. Pada penanganan polusi air, nitrifikasi adalah proses biologis yang akan mengoksidasi ion amonium menjadi bentuk nitrit atau nitrat. Bakteri yang menoksidasi amonium menjadi nitrit adalah bakteri dari genus Nitrosospira, Nitrosococcus, Nitrosocystis. Sedangkan bakteri yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat adalah Nitrobacter juga dari genus Nitrosogloea dan Nitrocystis. Pada limbah yang belum diolah, nitrogen dijumpai dalam bentuk nitrogen organik dan komponen amonium. Nitrogen oragnik akan diubah oleh aktivitas mikroba menjadi ion amonium. Bila kondisi lingkungan mendukung maka mikroba nitrifikasi akan mampu mengoksidasi amonia. Mikroba tersebut bersifat autotropik yaitu mendapatkan energinya melalui proses oksidasi dari ion amonium atau nitrit yang tersedia. Dengan reaksi sebagai berikut :

NH4+ + 1,5 O2 bakteri 2H+ + NO2- + H2O

Reaksi ini membutuhkan 3,43 gram molekul oksigen untuk setiap gram molekul amonia yang akan teroksidasi menjadi nitrit. Sedangkan nitrit dpaat dioksidasi menjadi nitrat dengan reaksi sebagai berikut :

NO2- + 0,5 O2 bakteri NO3-

Reaksi ini membutuhkan 1,14 gram molekul oksigen untuk setiap gram nitrit yang dioksidasi menjasi nitrat (Jenie, 1990).


(45)

2.7.5 Dosis Letal Nitrat

Dosis letal dari nitrat pada orang dewasa adalah sekitar 4-30 gr (atau sekitar 40-300 mg NO3-kg). Dosis antara 2-9 gram NO3- dapat mengakibatkan

methemoglobinemia. Nilai ini setara dengan 33-150 mg NO3-/kg.Dosis letal dari nitrit

pada orang dewasa bervariasi antara 0,7 dan 6 gr NO2- (atau sekitar10-100 mg NO2

-/kg).

Dengan dosis yang lebih kecil akan dapat membahayakan neonatus karena belum lengkapnya pembentukan dan regenerasi hemoglobin didalam tubuh mereka..Kebanyakan kasus membuktikan bahwa neonatus langsung mengalami methemoglobinemia setelah minum air formula yang tinggi nitrat atau nitrit (Ruse M. 1999).

2.7.6 Farmakokinetik

Nitrat dan nitrit yang diberikan secara oral akan diabsorbsi oleh traktus digestivus bagian atas dan dipindahkan ke dalam darah. Di dalam darah, nitrit mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin yang kemudian teroksidasi menjadi nitrat. Normalnya methemoglobin akan langsung diubah menjadi hemoglobin kembali melalui proses enzimatik. Nitrat tidak diakumulasikan didalam tubuh. Nitrat kemudian didistribusikan ke cairan-cairan tubuh seperti urin, air liur, asam lambung, dan cairan usus. Sekitar 60% dari nitrat oral diekskresikan melalui urin. Sisanya belum diketahui, tetapi metabolisme bakteri endogen mengeliminasi sisanya(Argonne National Laboratory EVS, 2005).

Apabila nitrat dan nitrit yang masuk bersamaan dengan makanan, maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan


(46)

diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus mengubah nitrat menjadi nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu, pembentukan nitrit pada usus mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Nitrit dapat mengakibatkan vasodilatasi pada pembuluh darah, hal ini mungkin diakibatkan karena adanya perubahan nitrit menjadi nitrit oksida (NO) atau NO-yang mengandung molekul yang berperan dalam membuat relaksasi otot-otot polos (Thompson, 2004).

Selain itu, nitrit di dalam perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk bila daging yang mengandung nitrat atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Sementara itu, komponen ini sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada manusia (Parrot, 2002).

2.7.7 Klasifikasi Paparan Nitrat

Klasifikasi yang dibuat adalah berdasarkan besar tidaknya kemungkinan paparan zat nitrat dan nitrit pada manusia (Ruse M. 1999).

a. Paparan yang tidak disengaja: Kontak secara tidak sengaja dengan komponen nitrat maupun nitrit, baik secara inhalasi maupun tertelan.

b. Paparan yang terus-menerus. Pekerja yang sering berhubungan dengan nitrit, misalnya petugas yang selalu berada di dalam laboratorium. Pekerja yang bekerja ditempat pembuatan pupuk dan bahan peledak sangat mungkin terpapar nitrat secara inhalasi karena terhisap debu yang mengandung garam nitrat. Debu nitrat ini dapat dengan mudah bercampur dengan gula dan kulit.


(47)

Hal ini juga terjadi pada para petani yang sering menggunakan pupuk yang mengandung nitrat.

c. Paparan medis, diakibatkan penggunaan sodium nitrit intravena secara berlebihan sebagai antidotum keracunan sianida.

2.7.8 Gejala dan Manifestasi Klinik

Nitrat yang masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan atau air minum, tetapi yang terbanyak adalah melalui air minum. Nitrat yang berlebih dari sisa pemupukan akan mengalir bersama air menuju sungai atau meresap ke dalam air tanah. Nitrat yang berlebih akan terakumulasi di dalam tanah. Selain peroral, nitrat dan nitrit dapat masuk ke dalam tubuh dalam bentuk debu secara inhalasi. Nitrat dan nitrit sulit untuk diabsorbsi kulit. Belum ada penelitian yang menjelaskan apakah nitrat dan nitrit dapat masuk melalui kulit. Tetapi absorbsi dapat terjadi bila terjadi kerusakan kulit misalnya adanya luka bakar (Thompson B., 2004).

Belum ada laporan yang jelas mengenai efek racun dari nitrat. Selama ini yang diketahui efek racunnya adalah konversi dari nitrit. Efek racun yang akut dari nitrit adalah methemoglobinemia, dimana lebih dari 10% hemoglobin diubah menjadi methemoglobin.Bila konversi ini melebihi 70% maka akan sangat fatal (Ruse M., 1999).


(48)

Tabel 2.1Kadar Methemoglobin Kadar

Methemoglobin

Gejala yang Timbul 3% 3-10% 10-15% 15-20% 20-45% 45-55% 55-65% > 65% KadarNormal

Tidak ada gejala klinis

Kemampuan darah mengangkut oksigen berkurang sehingga menyebabkan darah berwarna kecoklatan

Terjadi sianosis, tubuh berwarna biru abu-abuan, biasanya asimptomatis.

Sakit kepala, pusing, lemah, menurunnya produktivitas, kesulitan bernapas.

Meningkatnya depresi pada sistem saraf pusat

Koma, kejang, gagal jantung, aritmia jantung, metabolik asidosis

Beresiko tinggi menyebabkan kematian

Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya.Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea (mual), muntah, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing, penurunan tekananan darah, selain itu sianosis dapat muncul dalam jangka waktu beberapa menit sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor (koma) atau kejang sebagai akibat hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan (Morris D., 1996).

Mula-mula timbul gangguan gastrointestinal dan sianosis tanpa sebab akan sering dijumpai. Pada kasus yang berat, koma dan kematian dapat terjadi dalam satu jam pertama akibat timbulnya hipoksia dan kegagalan sirkulasi. Akibatnya, terjadi iskemia terutama organ-organ yang vital. Efek vasodilatasi ini tidak dapat di blok


(49)

oleh atropin atau obat-obatan lain. Tubuh seharusnya mengkompensasinya dengan takikardi (detak jantung cepat>100 denyut/menit) tetapi karena pada korban dapat terjadi vasovagal reflex( kerusakan system saraf ) yang mengakibatkan bradikardi (denyut jantung lambat<60 denyut/menit). Pada sistem pernafasan mulai tampak takipnea( napas cepat ) dan hiperventilasi disertai dengan sianosis. Apabila dibiarkan maka akan timbul koma dan kejang sebagai akibat anoksia serebri(Argonne National Laboratory EVS, 2005).

2.8. Fosfat

2.8.1. Pengertian Umum

Fosfat adalah senyawa fosfor yang anionnya mempunyai atom fosfor yang dilengkapi oleh empat atom oksigen yang terletak pada sudut tetrahedron. Ada 3 jenis asam fosfat yang dikenal, yaitu : asam ortofosfat, asam pirofosfat dan asam metafosfat. Ortofosfat adalah paling stabil dan paling penting (zat ini sering disebut fosfat saja), larutan pirofosfat dan metafosfat berubah menjasi ortofosfat perlahan-lahan pada suhu biasa dan lebih cepat dengan didihan.

Setiap senyawa fosfat terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri, dan pertanian. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang mengunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut


(50)

melalui proses biologis kerena baik bekteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhan (Saragih R, 2009).

2.8.2. Siklus Fosfor di Alam

Siklus P adalah mirip dengan beberapa siklus nutrisi mineral lainnya, P terdapat pada tanah, mineral, organisme hidup, dan air. Meskipun P terdapat banyak di alam, namun P tidak ditemukan dengan di alam dalam bentuk unsur. Unsur P sangat reaktif dan akan menggabungkan dengan oksigen bila terkena udara. Dalam proses alami seperti di tanah dan air, P akan ada sebagai fosfat, suatu bentuk kimia di mana setiap atom P dikelilingi oleh 4 atom oksigen (O). Ortofosfat, fosfat sederhana, memiliki rumus kimia PO4-3. Dalam air, ortofosfat sebagian besar ada sebagai

H2PO4dalam kondisi asam, atau sebagai HPO42 - dalam kondisi alkali.

Gambar 1. Siklus fosfor

Fosfat diserap oleh tanaman dari tanah, dimanfaatkan oleh hewan yang mengkonsumsi tanaman, dan kembali ke tanah sebagai pembusukan residu organik dalam tanah (Gambar 1). Sebagian besar fosfat yang digunakan oleh organisme hidup berubah menjadi senyawa organik. Ketika bahan tanaman dikembalikan ke tanah, ini fosfat organik perlahan-lahan akan dirilis sebagai fosfat anorganik atau dimasukkan ke dalam bahan organik yang lebih stabil dan menjadi bagian dari bahan organik


(51)

tanah. Pelepasan fosfat anorganik dari fosfat organik yang disebut mineralisasi dan disebabkan oleh mikroorganisme yang tidak dapat lagi menguraikan senyawa organik. Aktivitas mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh suhu tanah dan kelembaban tanah. Proses ini paling cepat ketika tanah yang hangat dan lembab. Fosfat berpotensi hilang melalui erosi tanah dan sebagian kecil masuk ke badan air yang meresap melalui tanah.

Senyawa fosfat banyak yang sukar larut dalam air, karena itu, sebagian besar fosfat di alam ada dalam bentuk padat. Namun, air tanah dan air permukaan (sungai dan danau) biasanya mengandung konsentrasi yang relatif rendah. Konsentrasi fosfor terlarut (atau larut). Tergantung pada jenis mineral di daerah tersebut, badan air biasanya mengandung sekitar 10 ppm. (Randall dkk., 2009)

Di Indonesia, jumlah cadangan fosfat yang telah diselidiki adalah 2,5 juta ton endapan guano (kadar P2O5 = 0,17 - 43 %). Terdapat antara lain di Propinsi Aceh,

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, NTT, Sumatera Utara, Kalimantan, dan Irian Jaya. Sementara eksplorasi fosfat dimulai sejak tahun 1919. Umumnya, kondisi endapan fosfat guano yang ada ber-bentuk lensa-lensa, sehingga untuk penentuan jumlah cadangan, dibuat sumur uji pada kedalaman 2 - 5 meter (Anonim, 2010).

2.8.3. Sumber Fosfat

Sumber utama fosfat inorganik dari penggunaan deterjen, alat pembersih untuk keperluan rumah tangga atau industri dan pupuk pertanian. Fosfat organik berasal dari makanan dan buangan rumah tangga. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Didaerah pertanian


(52)

ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk kedalam sungai melalui saluran drainase dan air run-off dari air hujan.

Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk ( tinja ) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap posfat bagi pertumbuhan (Sutrisno, 2006).

2.8.4 Sifat Fosfat

Fosfat banyak terdapat di perairan dalam bentuk inorganik dan organik sebagai larutan, debu, dan tubuh organisme. Semua fosfat mengalami proses perubahan biologis menjadi fosfat anorganik yang selanjutnya digunakan oleh tanaman untuk membuat energi. Fosfat berada pada sedimen dan lumpur air bersama kehidupan biologis yang berada di atas air. Fosfat merupakan parameter untuk mendeteksi pencemaran air.

Total fosfat dapat diukur langsung dengan cara kalorimeter atau melalui proses digestasi lebih dulu, sebelum pengukuran sampel air disaring melalui saringan berukuran 0,45 µm. digestasi dilakukan untuk membebaskan fosfat anorganik sehingga dengan demikian dapat ditetapkan fosfat organik (Sutrisno, 2006).

2.8.5 Dampak Fosfat Bagi Lingkungan

Berdasarkan kadar fosfor total, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan dengan tingkat kesuburan rendah, yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0-0,02 mg/liter, perairan dengan tingkat kesuburan sedang, yang memiliki


(53)

kadar fosfat total 0,021-0,05 mg/liter dan perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, yang memiliki kadar fosfat total 0,051-0,1 mg/liter. Fosfat merupakan parameter untuk mendeteksi pencemaran air.

Fosfat berada dalam air limbah dalam bentuk organik. Sebagai ortofosfat anorganik atau sebagai fosfat-fosfat kompleks. Fosfat kompleks mewakili kira-kira separuh dari fosfat air limbah perkotaan dan berasal dari penggunaan bahan-bahan detergen sintetis. Fosfat kompleks mengalami hidrolisa selama pengolahan biologis menjadi bentuk ortofosfat (PO43-).

Dari konsentrasi rata-rata fosfor keseluruhan sebanyak 10 mg/l berada dalam air limbah perkotaan , kira-kira 10 % dibunag sebagai bahan tak terpakai selama pengendapan primer dan 10 % hingga 20 % lainnya digabungkan ke dalm sel-sel bakteri selama pengolahan biologis. Sisa yang 70 % dari fosfor yang masuk pada umumnya dilepaskan bersama bunagan instalasi sekunder. Bentuk-bentuk penting fosfat dalam air limbah adalah pospor organik, polifosfat dan ortofosfat. Polifosfat banyak digunakan dalam pembuatan detergen sintetis. Komponen fosfat dipergunakan untuk membuat sabun sebagai pembentuk buih. Dan adanya fosfat dalam air limbah dapat menghambat penguraian pada proses biologis (Budi S., 2006).

Sedangkan menurut Juli Soemirat, detergen dapat mempermudah absorbsi racun pada ikan melalui insang dan bersifat persisten sehingga terjadi akumulasi. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk, yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan.


(54)

Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan detergen yang mengandung fosfat seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organis dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhannya. Bermacam-macam jenis fosfat juga dipakai untuk penngolahan anti karat dan anti kerak pada pemanas air (boiler).

Keberadaan senyawa fosfat dalam air sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Bila kadar fosfat pada air alam sangat rendah (<0,01 mg/l), pertumbuhan tanaman dan ganggang akan terhalang, keadaan ini dinamakan “oligotrop”. Pembuangan limbah yang banyak mengandung fosfat ke dalam badan air dapat menyebabkan pertumbuhan lumut dan mikroalgae yang berlebih yang disebut “eutrophication”, sehingga air menjadi keruh dan berbau karena pembusukan lumut-lumut yang mati. Pada keadaan “eutrotop” tanaman dapat menghabiskan oksigen dalam sungai atau kolam pada malam hari atau bila tanaman tersebut mati dan dalam keadaan sedang mencerna (digest) dan pada siang hari pancaran sinar matahari kedalam air akan berkurang, sehingga prosesfotosintesis yang dapat menghasilkan oksigen juga berkurang. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi kelestrian ekosistem perairan (Budi S., 2006).

2.8.6 Dampak Fosfat Bagi Kesehatan

Fosfat banyak digunakan dalam pembuatan pupuk, dan secara luas digunakan dalam bahan peledak, korek api, pestisida, odol dan deterjen. Selain itu juga diperlukan untuk memperkuat tulang dan gigi. Fosfat dalam makanan, terdapat


(55)

antara lain di susu, keju, cokelat, telur dan makanan laut. Dalam keadaan normal, fosfat diperlukan untuk perpindahan energi dan saraf. Kerusakan ginjal menyebabkan penumpukan fosfat di dalam tubuh. Fosfat yang tidak dapat dibuang, akan mengerak dan menumpuk di bawah kulit. Hal tersebut dapat menyebabkan gatal-gatal dan infeksi pada kulit (Anonim, 2010). Kadar maksimum fosfat sbg P dalam air minum yang masih diperbolehkan 0,2 mg/L (PP. No. 82 Tahun 2001).

Djabu et al. (1991) mengemukakan jika kandungan fosfat rata-rata dalam waktu 24 jam lebih besar dari 2 mg/l akan menyebabkan gangguan pada tulang. Sumber fosfat berasal dari pencemaran industri, limbah domistik, hanyutan pupuk, dan bahan mineral fosfat. Kadar fosfat berbahaya terhadap kesehatan. Jika kandungan fosfat melebihi batas kadar maksimum (0,5 mg/l) dapat mengganggu pencernaan.

Keracunan oleh zat ini adalah menurunkan kadar enzim cholinesterase dalam tubuh karena terblokirnya enzim ini oleh fosfat sehingga banyak acethylcholin terkumpul dalam jaringan tubuh. Gejalanya berupa penglihatan menjadi kabur, mual, pusing, kejang usus, dada sesak, badan terasa lemah dan buang-buang air. Sebelum terjadinya koma karena keracunan ini, biasanya didahului oleh banyaknya keluar keringat dari tubuh, mata berair, badan menjadi biru dan kejang-kejang (Supardi, 2003).

2.9. Sumur Gali

Sumur gali adalah adalah satu sarana yang paling umum digunakan oleh masyarakat kecil untuk mengambil air tanah dangkal dan dipergunakan sebagai sumber air bersih. Air tanah dangkal adalah air yang paling mudah terkontaminasi oleh rembesan yang berasal dari sarana pembuangan air kotor, jamban, dan kotoran


(56)

hewan. Sumur gali umumnya dibuat untuk mengambil air tanah bebas sehingga sangat dipengaruhi musim.

2.9.1 Persyaratan Konstruksi Sumur Gali

Sumur gali memiliki permukaan air yang relatif dekat dengan permukaan tanah sehingga mudah terkontaminasi rembesan yang umumnya berasal dari buangan-buangan kotoran manusia (kakus) dan hewan juga dari limbah sumur itu sendiri baik karena lantainya maupun bangunan air limbahnya yang tidak kedap air. Keadaan sumur dan cara pengambilan air sumur pun dapat menjadi sumber kontaminasi, misalnya sumur dengan konstruksi terbuka dan pengambilan air sumur dengan timba (Dirjen PPM dan PLP, 1997).

Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh sumur gali yang dikemukakan oleh Pusdiklat Pegawai Departemen Kesehatan Republik Indonesia yaitu :

a. Dinding sumur setinggi 300 cm dari permukaan tanah dan kedap air b. Lantai sumur selebar 1 meter

c. Saluran limbah 10-12 meter dari sumur d. Dilengkapi tutup sumur

Persyaratan tersebut diatas digunakan untuk pembangunan sumur gali yang baru. Untuk sumur gali yang sudah dibangun tentunya sulit untuk menerapkan syarat-syarat tersebut terutama yang berhubungan dengan masalah lokasi sumur gali. Secara umum, syarat-syarat utama sumur gali agar tercegah dari pencemaran air sumur adalah :


(57)

1. Jarak sumur gali dari sumber pencemaran seperti kakus, lubang galian sampah, lubang galian untuk air kotor minimal 10 meter dan letaknya tidak berada dibawah sumber pencemaran tersebut.

2. Dinding sumur (cincin) minimal 3 meter dari permukaan tanah dan terbuat dari bahan kedap air.

3. Lebar minimal lantai sumur 1 meter dari tepi bibir sumur dan terbuat dari bahan kedap air.

4. Tinggi bibir sumur minimal 0,8 meter dari permukaan tanah.

5. Mempunyai saluran pembuangan air bekas minimal sepanjang 10 meter dan terbuat dari bahan kedap air.

Untuk mencegah pengotoran dan pencemaran maupun kecelakaan pada saat sumur gali tidak digunakan maka sumur gali perlu memiliki tutup sumur yang kuat dan rapat.


(58)

2. 9 Kerangka Konsep

Kualitas Kimia Air : Nitrat

Fosfat Jarak TPA Sampah

dengan Sumur Gali

Permenkes RI No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan

Pengawasan Kualitas Air.

PP No.82/12/2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Konstruksi Fisik Sumur Gali

TMS

MS

TMS


(59)

2.10. Hipotesis

Ha : Ada hubungan antara jarak sumur gali dengan TPA Sampah terhadap kandungan Fosfat dan Nitrat pada air sumur gali masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu.

Ho: Tidak ada hubungan antara jarak sumur gali dengan TPA Sampah terhadap

kandungan Fosfat dan Nitrat pada air sumur gali masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei analitik yaitu untuk mengetahui kandungan fosfat dan nitrat, serta melihat hubungan jarak sumur gali dengan TPA Sampah terhadap kandungan fosfat, nitrat pada air sumur gali masyarakat di sekitar TPA Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian adalah karena :

a. Desa Namo Bintang letaknya sangat dekat dengan TPA

b. Belum pernah ada penelitian tentang kandungan fosfat pada air sumur gali masyarakat Namo Bintang

c. Masyarakat sekitar TPA umumnya menggunakan air tanah sebagai sumber air minum

Lokasi pemeriksaan sampel air dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu Penelitian


(1)

Air bersih dengan konsentrasi nitrat 67 – 1100 mg/L yang masih digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum telah mengakibatkan methemoglobinemia pada bayi yang memperoeh susu yang dibuat dengan campuran air tersebut (Silalahi, 2003). Air yang mengandung kadar nitrat yang tinggi tidak dapat dibedakan dengan air yang mengandung kadar nitrat yang rendah karena tidak ada perbedaan baik dari segi rasa, bau dan warna.

Nitrat sangat mudah bercampur dengan air dan sangat susah untuk dipisahkan. Ada 3 metode yang digunakan untuk mengurangi jumlah nitrat di dalam suatu lingkungan (Morris, 1996) :

1. Demineralisasi, akan mengurangi kadar nitrat dan mineral lain di dalam air. Dalam hal ini, penyulingan air adalah yang paling efektif. Pertama air dipanaskan, setelah itu uap air yang terbentuk dipindahkan ketempat lain yang lebih dingin sehingga terbentuk air kembali dan sisa mineral yang tertinggal akan mengendap di dasar pemanas. Proses ini memerlukan energi dan tenaga yang sangat besar.

2. Pertukaran ion, adalah dengan menukar substansi lain yang serupa sehingga akan mengambil alih tempat yang seharusnya diikat oleh nitrat. Zat yang sering digunakan adalah klorida yang relatif kurang berbahaya.

3. Pencampuran, adalah dengan mencampurkan air yang telah dicemari nitrat dengan air dari sumber yang berbeda dan mempunyai kadar nitrat yang rendah, sehingga dengan pencampuran kedua air ini diharapkan kadar nitrat dapat diturunkan.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Konstruksi sumur gali dari 68 sampel yang diperiksa di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Tahun 2012 yang memenuhi syarat konstruksi sebanyak 2 buah sumur gali (2,9 %) sedangkan yang tidak memenuhi syarat konstruksi sebanyak 66 buah sumur gali (97,1 %)

2. Hasil pengukuran jarak sumur gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah diperoleh jarak terdekat dari dusun 1 adalah pada jarak 24, 02 meter. Sedangkan jarak terdekat dari dusun 4 adalah pada jarak 446, 65 meter.

3. Pemeriksaan laboratorium terhadap kandungan fosfat (PO4-3) pada air sumur gali masyarakat di Desa Namo Bintang diperoleh, kandungan fosfat di dusun 1 tertinggi pada 1,40 mg/L sedangkan di dusun 4 tertinggi pada 0,61 mg/L. Seluruh sampel mengandung fosfat, 63 diantaranya (92,6%) mengandung fosfat yang berada diatas ambang batas yang diperbolehkan, yakni 0,20 mg/L (PP No.82/12/2001).

4. Kandungan Nitrat (NO3-)pada air sumur gali masyarakat di Desa Namo Bintang di dusun 1 tertinggi pada 5,90 mg/L sedangkan di dusun 4tertinggi pada 7,40 mg/L. Seluruh sampel mengandung nitrat, namun kadar nitrat masih


(3)

5. Ada hubungan yang berkorelasi negatif antara jarak sumur dengan TPA terhadap kandungan fosfat pada air sumur gali masyarakat di Desa Namo Bintang,dengan persamaan Y = 0,725 + 0,0001 X dan nilai p = 0,006.

6. Ada hubungan yang berkorelasi positif antara jarak sumur gali dengan TPA terhadap kandungan nitrat pada air sumur gali masyarakat di Desa Namo Bintang dengan persamaan Y = 1,683 + 0,005 X dan nilai p = 0,0001.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis dapat menyarankan sebagai berikut: 1. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, khususnya dinas kesehatan perlu mengadakan peningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai konstruksi fisik sumur gali yang memenuhi syaratmelalui pelatihan dan penyuluhan oleh petugas sanitarian di wilayah kerja daerah tersebut.

2. Dinas Kebersihan Kota Medan agar memperbaiki sistem pengelolaan sampah di TPA Namo Bintang sehingga dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dapat teratasi.

3. Diharapkan kepadamasyarakat Desa Namo Bintangagar memperbaiki konstruksi sumur galinya dan lebih memperhatikan kualitas air sumur jika akan digunakan untuk keperluan sehari-hari.

4. Kepada peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh faktor lain seperti konstruksi sumur, sumber pencemar terhadap kualitas air sumur gali, baik kualitas fisik, kimia dan biologi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Seberapa bahayakah Fosfat jika tercemar di dalam air yang kita

minum

Achmad, Rukaesih. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Offset : Jogjakarta.

Argonne National Laboratory, EVS. Nitrate and Nitrite. Human Health Fact Sheet.

2005.

Februari 2012.

Budi, Sudi Setyo. 2006. Penurunan Fosfat dengan Penambahan Kapur (Lime), Tawas dan Filtrasi Zeolit pada Limbah Cair ( Studi Kasus RS Bethesda Yogyakarta ). eprints.undip.ac.id/18012/1/Sudi_Setyo_Budi.pdf, diakses 25 Oktober 2011.

Chandra, Budiman. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pencegahan Penyakit menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Tahun 1997 Tentang Air Bersih, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416 Tahun 1990 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Penerbit Alumni. Bandung. Fardiaz, S, 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

Kusnoputranto, H. 2000. Kesehatan Lingkungan. Edisi Revisi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.

Martono, Djoko. 1996. Analisis Sistem No. 5 Tahun III No. ISSN 0854-9117. Pengendalian Air Kotor (leachate) dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Universitas Udayana.

Morris D., Nitrate and Nitrite Poisoning. Vet Column French Post. 1996. http//www/rmla.com/index.htm : diakses 7 Februari 2012.

Muharini, dkk. Media Teknik No. 3 Tahun XXVII Edisi Agustus 2005 No. ISSN 0216-3012. UGM Press.


(5)

Ompusunggu, Henni. Analisa Kandungan Nitrat Air sumur Gali Masyarakat di Sekitar TPA Sampah di desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Parrot K, Woodard J, Ross B. Household Water Quality. “Nitrates in Household Water”. Virginia polytechnic institute and state university. Virginia State University. Virginia. 2002. info.ag.uidaho.edu/pdf/CIS/CIS1099.pdf, diakses 7 Februari 2012.

Randall, Gyles dkk. 2009. The Nature of Phosphorus in Soils diakses 20 Desember 2011.

Royadi. 2006. Disertasi Analisis Pemanfaatan TPA Sampah Pasca Operasi Berbasis Masyarakat (Studi Kasus TPA Bantar Gebang, Bekasi). repository.ipb.ac.id/handle/123456789/40713, diakses 5 September 2011.

Ruse M., Nitrates and Nitrites. IPCS, Newcastle. United Kingdom. 1999.

Sanropie at.al., Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Departemen Kesehatan RI,Jakarta.

Saragih, Rumondang. 2009. Penentuan Kadar Fosfat Pada Air Umpan Recovery Bolier Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS di PT Toba Pulp Lestari, Tbk. FMIPA USU, Medan.

Slamet J. Soemirat. 2006. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Supardi, 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya. PT ALUMNI. Bandung. Suparman dan Suparmin. 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. CV. Andi Offset. Jogjakarta. Sutrisno, C .Totok, dkk., 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Cetakan Kelima.

Rineka Cipta. Jakarta.

Thompson B, Nitrates And Nitrites Dietary Exposure and Risk Assessment. Institute of Environmental Science & Research Limited. Christchurch Science Centre. New Zealand. 2004. Available from: Februari 2012.


(6)

Umar, Muhammad Agus. 2007.Analisis Kandungan Fosfat Pada Air Danau Limboto Secara Spektrofotometri

UV-VIS

Wardhana, W. A, 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.

Warlina, Lina. 2004. Pencemaran Air : Sumber, Dampak danPenanggulangannya. Sekolah Pasca Sarjana/S3 Institut Pertanian Bogor. Winata, I. N. A, et. al. 2000. Perbandingan Kandungan P dan N Total dalam Air

Sungai di Lingkungan Perkebunan dan Persawahan. Jurnal ILMU DASAR, Vol. 1 No.I. Universitas Jember. Jember.


Dokumen yang terkait

Hubungan Antara Komponen Rumah Dan Jarak Rumah Terhadap Kadar SO2 Dalam Rumah Disekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

2 46 101

Analisa Kandungan Nitrat Air Sumur Gali Masyarakat Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Di Desa Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

2 70 72

Dampak Peralihan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Namo Bintang Terhadap Kesejahteraan Sosial Rumah Tangga Pemulung di Desa Baru, Kecamatan Pancur Batu, Kabupatem Deli Serdang

5 82 169

Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) “Namo Bintang” terhadap Masyarakat (Studi Kasus: Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)

0 8 94

PENGARUH JARAK DARI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH PUTRI CEMPO SURAKARTA DENGAN KUALITAS AIR SUMUR GALI Pengaruh Jarak dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah Putri Cempo Surakarta dengan Kualitas Air Sumur Gali Secara Bakteriologis.

0 0 14

Korelasi Jarak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ke Sumur Gali dengan Kandungan Kadmium pada Air Sumur Gali di TPA Namobintang Pancur Batu

0 0 11

Korelasi Jarak Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah ke Sumur Gali dengan Kandungan Kadmium pada Air Sumur Gali di TPA Namobintang Pancur Batu

0 0 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Air Bersih - Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupat

0 1 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Ser

0 1 7

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 16