BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pajak - Analisis Penerimaan Pajak Hiburan dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Pajak

  Pengertian pajak telah berubah menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang merupakan perubahan keempat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah UU KUP. Menurut Undang-Undang tersebut, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

  Sementara itu, pengertian pajak menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1.

  Menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.

  Santoso Brotodiharjo (1991: 2), Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi-kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan.

  2. Menurut Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H menyatakan pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang

      langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

  Berdasarkan definisi pajak yang telah dijelaskan, dapat diuraikan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Pajak merupakan iuran (kontribusi wajib) rakyat kepada negara dalam berupa uang bukan barang;

  2. Sifat pemungutan pajak adalah dipaksakan berdasarkan Undang- Undang beserta peraturan pelaksanaannya; 3. Tidak ada kontraprestasi atau imbalan langsung dari pemerintah kepada wajib pajak;

  4. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.

2.1.1.1 Fungsi Pajak

  Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1.

  Fungsi Anggaran (Budgetair) Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara, untuk membiayai pengeluaran rutin pembangunan. Sebagai contoh: Dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.

2. Fungsi Mengatur (Regulated)

  Pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi dan untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang perpajakan. Contohnya: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras demikian juga terhadap barang

      mewah, hal ini bertujuan untuk dapat menekan penggunaan barang tersebut.

2.1.1.2 Jenis-jenis pajak

  Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu menurut golongan atau penerimaan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

  Namun jika ditinjau dari segi lembaga pemungut pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu:

1. Pajak Pusat

  Pajak Pusat adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat (Direktorat Jendral Pajak) dan hasilnya dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara dan pembangunan dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pajak Pusat yang berlaku sampai saat ini adalah: a.

  Pajak Penghasilan Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PDBR 1970.

  b.

  Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM)

      Dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-Undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.

  c.

  Bea Materai Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985. Undang-undang bea materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan undang- undang bea materai yang lama (aturan bea materai 1921). Selain itu untuk mengatur pelaksanaanya telah dikeluarkan peraturan pemerintah.

2. Pajak Daerah

  Pajak daerah adalah pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah (baik pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah daerah kabupaten/kota) dan hasil dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah (APBD). Sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis pajak daerah: a.

  Pajak Provinsi terdiri dari:  Pajak Kendaraan Bermotor;  Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

     

   Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;  Pajak Air Permukaan;  Pajak Rokok.

  b.

  Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:  Pajak Hotel;  Pajak Restoran;  Pajak Hiburan;  Pajak Reklame;  Pajak Penerangan Jalan;  Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;  Pajak Parkir;  Pajak Air Tanah;  Pajak Sarang Burung Walet;  Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan;  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

  Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3211, diatur bahwa pejabat diplomatik dan pejabat perwakilan konsuler dibebaskan dari semua pungutan dan pajak - pajak, baik pajak pusat maupun pajak daerah.

     

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Menurut Halim (2007: 107) menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

  Menurut Yuwono dkk (2005: 107) menyatakan bahwa pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

  Dengan demikian, pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh dari sumber – sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 26 ayat (1) disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari :

1. Pajak daerah; 2.

  Retribusi daerah; 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; 4. Lain – lain pendapatan asli daerah yang sah.

      Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pajak Retribusi Lain – lain

  Hasil pendapatan pengelolaan daerah daerah asli daerah kekayaan yang sah daerah yang dipisahkan

  Sumber: Hasil Pengolahan penulis, 2013

Gambar 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.1.3 Pajak Daerah

  Menurut Yani (2002: 45) menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang – undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daearah dan pembangunan daerah.

  Menurut Perda kota Medan Nomor 7 Tahun 2011, pajak daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

      Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yang dipaksakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

  Dengan demikian, pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah. Wewenang pungutan pajak daerah berada di tangan pemerintah daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pajak yang dikelola daerah ada dua jenis:

  1. Pajak provinsi, terdiri dari : a.

  Pajak kendaraan bermotor; b.

  Pajak bea balik nama kendaraan bermotor; c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor; d.

  Pajak air permukaan; e. Pajak rokok.

  2. Pajak kabupaten atau kota, terdiri dari : a.

  Pajak hotel; b. Pajak restoran; c. Pajak hiburan; d. Pajak reklame; e. Pajak penerangan jalan;

      f.

  Pajak mineral bukan logam dan batuan; g.

  Pajak parker; h. Pajak air tanah; i. Pajak sarang burung wallet; j. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan; k.

  Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.

   Pajak Kendaraan bermotor Pajak  Pajak Bea Balik Nama kendaraan bermotor

  Provinsi  Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor  Pajak Air Permukaan

   Pajak Rokok Pajak Daerah  Pajak Hotel

   Pajak Restoran  Pajak Hiburan  Pajak Reklame Pajak  Pajak Penerangan Jalan Kabupaten/  Pajak Mineral Bukan logam Kota dan batuan  Pajak Parkir

   Pajak Air Tanah  Pajak Sarang Burung Walet  Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan  Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

  Sumber: Hasil pengolahan penulis, 2013

Gambar 2.2 Pajak Daerah

     

2.1.4 Retribusi Daerah

  Menurut Siahaan (2005: 5) menyatakan bahwa retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan.

  Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

  Dengan demikian retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Ciri - ciri retribusi ada empat yaitu : 1.

  Retribusi dipungut oleh Negara; 2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis; 3. Adanya kontra prestasi secara langsung dapat ditunjuk; 4. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang / badan yang menggunakan jasa – jasa yang disediakan oleh Negara.

  Berdasarkan uraian diatas, retribusi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan.

  Yang mana dapat diuraikan sebagai berikut:

     

  1. Retribusi jasa umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh pribadi atau badan; 2. Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, karena pada dasarnya jasa tersebut dapat diesediakan oleh swasta, meliputi pelayanan menggunakan/memanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan kekayaan daerah yang belum dimanfaatkan secara optimal;

  3. Retribusi perizinan tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

2.1.5 Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan

  Salah satu penyebab diberlakukannya otonomi daerah adalah untuk mengurangi campur tangan pemerintah pusat dalam pengelolaan roda pemerintahan daerah seperti pengelolaan kekayaan daerah berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan sektor industri. Dengan adanya otonomi daerah

     

     

  diharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan asli daerahnya. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terdiri dari: 1.

  Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah / BUMD; 2. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah

  / BUMN; 3. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.

2.1.6 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

  Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber – sumber pendapatan lainnya yaitu lain – lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis – jenis lain pendapatan asli daerah yang sah terdiri dari: 1.

  Hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan; 2. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

3. Jasa giro; 4.

  Bunga deposito; 5. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi; 6. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah serta keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asli;

7. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; 8.

     

  Pendapatan denda pajak dan denda retribusi; 9. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; 10.

  Pendapatan dari pengembalian; 11. Fasilitas sosial dan fasilitas umum; 12. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; 13. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

2.1.7 Pajak Hiburan

  2.1.7.1 Pengertian Pajak Hiburan

  Pajak hiburan adalah pajak tentang hiburan. Setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran akan dikenakan pajak dengan nama pajak hiburan. Hiburan yang dimaksud adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan dan/atau keramaian.

  2.1.7.2 Subjek Pajak Hiburan dan Wajib Pajak Hiburan Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan pajak.

  Subjek pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 43 ayat 1 adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

  Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan perpajakan daerah. Wajib pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 43 ayat 2 adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

2.1.7.3 Objek Pajak Hiburan

  Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran. Yang termasuk objek pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah pasal 42 ayat 2 meliputi: a.

  Tontonan film; b.

  Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana; c. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya; d.

  Pameran; e. Diskotik, karaoke, klub malam dan sejenisnya; f. Sirkus, akrobat, dan sulap; g.

  Permainan bilyar, golf, bowling; h. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan; i. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); j.

  Pertandingan olah raga. Namun, ada yang tidak termasuk dalam hal objek pajak hiburan yaitu penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan, upacara adat, kegiatan keagamaan dan sejenisnya.

     

  2.1.7.4 Dasar Pengenaan Pajak Hiburan

  Dasar pengenaan pajak hiburan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 44 ayat 1 dan 2 adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggaraan hiburan. Yang termasuk jumlah uang yang seharusnya diterima adalah potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.

  2.1.7.5 Tarif Pajak Hiburan

  Perubahan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang tertuang dalam Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Nomor 28 Tahun 2009 selain menambah jenis pajak daerah, juga dikembangkan dalam perluasan basis pajak. Perubahan tersebut salah satunya mengakibatkan perubahan tarif Pajak Hiburan. Tiga kelompok tarif pajak hiburan yang diperkenankan bagi pemerintah kabupaten/kota sebagai berikut:

  a.

   Tarif maksimal 35% (tiga puluh lima persen), antara lain untuk

  pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, dan tontonan film; b.

   Tarif maksimal 10% (sepuluh persen) khusus untuk hiburan

  kesenian rakyat dan tradisional; c.

   Tarif maksimal 75% (tujuh puluh lima persen), yakni untuk

  permainan ketangkasan, diskotek, klab malam, karaoke, mandi uap, panti pijat, pagelaran busana, dan kontes kecantikan.

  Tarif pajak hiburan ditetapkan oleh Peraturan Daerah. Maka, besarnya tarif pajak hiburan berbeda-beda pada masing-masing Kabupaten/Kota. Sebagai contoh

     

     

  adalah kota Medan yang ditetapkan melalui Perda Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pajak hiburan menetapkan tarif pajak hiburan adalah sebagai berikut: a.

  Tontonan film dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana dikenakan pajak 10%

  (sepuluh persen) dan pagelaran kesenian yang bersifat tradisional yang perlu dilindungi dan dilestarikan karena mengandung nilai-nilai tradisi yang luhur dikenakan pajak 5% (lima persen); c. Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya dikenakan pajak 30%

  (tiga puluh persen); d. Pameran dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); e.

  Diskotik, klub malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen); f.

  Karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen); g.

  Sirkus, akrobat, dan sulap dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); h. Permainan bilyar yang menggunakan AC (air conditioner) dikenakan pajak 20% (dua puluh persen) dan permainan bilyar yang tidak menggunakan AC dikenakan pajak 15% (lima belas persen); i. Pacuan kuda, kendaraan bermotor dan permainan ketangkasan dikenakan pajak 20% (dua puluh persen); j.

  Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center) dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen); k.

  Pertandingan olah raga dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen).

     

  Contoh yang lain pada kota Sibolga yang ditetapkan melalui Perda Nomor

  7 Tahun 2011 tentang Pajak Hiburan menetapkan tarif pajak hiburan adalah sebagai berikut: a.

  Tontonan film dan pameran dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); b. Pagelaran kesenian, musik, tari dan/atau busana, kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya, yang bersifat lokal daerah, dikenakan pajak

  5% (lima persen); c. Diskotik, klub malam, golf dan bowling dikenakan pajak 35% (tiga puluh lima persen); d.

  Karaoke dikenakan pajak 30% (tiga puluh persen); e. Sirkus, akrobat, sulap dan sejenisnya dikenakan pajak 7% (tujuh persen); f.

  Permainan ketangkasan, bilyar, video game, permainan game melalui internet dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); g.

  Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan sejenisnya dikenakan pajak 25% (dua puluh lima persen); h. Pertandingan olah raga, pusat kebugaran/fitness, dan sejenisnya dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen); i.

  Balapan kendaraan bermotor dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); j. Pagelaran musik yang menghadirkan pemusik dan/atau artis dari luar daerah dikenakan pajak 20% (dua puluh persen). Contoh yang lain pada Kabupaten Toba Samosir yang ditetapkan melalui Perda Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pajak Hiburan. Perda tersebut menetapkan tarif pajak hiburan sebagai berikut: a.

  Pertunjukan dan keramaian umum yang menggunakan sarana film bioskop dikenakan pajak 15% (lima belas persen); b.

  Pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional, prtunjukan sirkus, pameran seni, pameran busana, kontes kecantikan dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); c. Pertunjukan/pagelaran musik dan tari dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); d.

  Diskotik dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); e. Karaoke dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); f. Klab malam dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); g.

  Permainan bilyar dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); h. Permainan ketangkasan dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); i.

  Panti pijat dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); j. Mandi uap dan sejenisnya dikenakan pajak 10% (sepuluh persen); k.

  Pertandingan olah raga dikenakan pajak 10 % (sepuluh persen). Besarnya pajak hiburan terutang dapat dihitung dengan rumus:

  Besar Pajak Hiburan = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak

  Dimana:

      Dasar pengenaan pajak = Jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggaraan hiburan Tarif pajak = Tarif yang telah ditetapkan oleh kabupaten/kota Sebagai contoh kasus untuk menghitung pajak hiburan adalah sebagai berikut:

  Event Organizer ABC mengadakan hiburan berupa pagelaran musik di kota Medan. Dalam acara itu, setiap penonton yang ingin menonton diwajibkan membayar tiket sebesar Rp50.000,-.

  Maka, perhitungan pajak hiburan: Dasar pengenaan pajak = Rp50.000 Tarif pajak = 10% Pajak Hiburan = Dasar Pengenaan pajak X Tarif pajak

  = Rp50.000 X 10% = Rp5.000

  Karena pajak hiburan dibebankan kepada pihak yang menonton atau yang menikmati hiburan, maka beban yang harus dibayar penonton sebagai berikut: = Dasar pengenaan pajak + pajak hiburan = Rp50.000 + Rp5.000 = Rp 55.000

     

2.1.7.6 Masa Pajak Hiburan

  Masa pajak hiburan adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran dan/atau yang seharusnya dibayarkan oleh wajib pajak.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu lainnya yang berhubungan disajikan pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  Nama Judul Variabel yang Hasil Peneliti Peneltian Digunakan Penelitian

  Nurlaili Pengaruh Pajak Hiburan, Dengan meningkatnya Qudriah Penerimaan Pajak Pendapatan Asli penerimaan pajak 2012 Hiburan terhadap Daerah (PAD) hiburan maka akan

  Pendapatan Asli meningkatkan pula Daerah (PAD) Pendapatan Asli kota Jakarta Daerah (PAD) Timur

  Mohd. Kontribusi Pajak Pajak Daerah, Bahwa pajak daerah Rangga Daerah dan Retribusi Daerah, dan retribusi daerah Diza Retribusi Daerah Pendapatan Asli memiliki kontribusi 2009 terhadap Daerah (PAD) signifikan terhadap

  Pendapatan Asl Pendapatan Asli i Daerah di Daerah (PAD) Propinsi Sumatera Utara

     

     

  Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus

  Kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah kota Tegal mengalami peningkatan dari tahun 2006-2010, namun mengalami penurunan pada tahun anggaran 2008-2009

  Pajak Hiburan, Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Analisis Kontribusi Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Tegal

  Ferry Budiman 2011

  Kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama periode analisis (2006-2008) mengalami peningkatan

  Pajak Hotel, Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Andhi Kurniawan Yulianto 2009

  Nama Peneliti

  Secara simultan menunjukkan bahwa pajak reklame dan penerangan jalan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pendapatan Asli Daerah (PAD)

  Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame dan Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir – Riau

  Helvianti 2009

  Hasil Penelitian

  Variabel yang Digunakan

  Judul Peneltian

  Sumber : Hasil Pengolahan Penulis, 2013

  Nurlaili Qudriah (2012) meneliti Pengaruh Penerimaan Pajak Hiburan terhadap Pendaptan Asli Daerah (PAD) kota Jakarta Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel penerimaan pajak hiburan tidak berpengaruh secara signifikan. Dengan meningkatnya penerimaan pajak hiburan maka akan meningkatkan pula pendapatan hasil daerah yang dapat bermanfaat untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatannya melayani publik secara optimal.

  Mohd. Rangga Diza

  

      (2009) meneliti Kontribusi Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah di Propinsi Sumatera Utara.

  Penelitian ini menunjukkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki kontribusi signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Helvianti (2009) meneliti Kontribusi Penerimaan Pajak Reklame dan Penerangan Jalan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintahan Kabupaten Rokan Hilir – Riau. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa secara simultan menunjukkan bahwa pajak reklame dan penerangan jalan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  Andhi Kurniawan Yulianto (2009) meneliti Analisis Kontribusi Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Kudus. Penelitian ini menggambarkan bahwa Kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama periode analisis (2006-2008) mengalami peningkatan.

  Ferry Budiman (2009) meneliti Analisis Kontribusi Pajak Hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Tegal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kontribusi pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah

      kota Tegal mengalami peningkatan dari tahun 2006-2010, namun mengalami penurunan pada tahun anggaran 2008-2009.

2.3 Kerangka Konseptual

  Menurut Erlina (2011: 33) menyatakan bahwa kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor – faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, variabel bebas/indepeden adalah Pajak Hiburan. Sedangkan variabel terikat/dependen adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di provinsi Sumatera Utara. Kerangka konseptual penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:

  Pajak Pendapatan  Hiburan                  Asli Daerah       

  (X) (Y)  

   

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual

  Penerimaan yang diperoleh dari Pajak Hiburan merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, naik turunnya penerimaan dari sektor pajak hiburan akan memiliki kontribusi yang berbeda pula terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu pemerintahan daerah.

     

2.4 Hipotesis Penelitian

  Menurut Erlina (2011: 41) menyatakan bahwa hipotesis penelitian adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk di uji secara empiris. Proporsi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, dapat disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Hipotesis merupakan penjelasan sementara mengenai perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka konseptual diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  H : Ada kontribusi yang signifikan antara penerimaan pajak hiburan

  1

  terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) H

  2 : Ada kontribusi yang tidak signifikan antara penerimaan pajak

  hiburan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

     

Dokumen yang terkait

Analisis Penerimaan Pajak Hiburan dan Kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

26 160 66

Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Peningkatan Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

1 54 73

Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013

2 47 77

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Kemandirian Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Era Disentralisasi Fiskal Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Periode 2008-2012

0 0 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Perkembangan Pembangunan di Kabupaten Dairi Tahun 2011-2013

4 17 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis - Analisis Flypaper Effect Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Daerah Terhadap Efisiensi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 1 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN TEORITIS 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemerintah Kabupaten/Pemerintahan Kota

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) - Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Efektivitas Pemungutan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi pada Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Asset Daerah Kabupaten Samosir)

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah - Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh

0 0 17