Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
SKRIPSI
ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI
UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2010-2013
Oleh:
TIARMA SIALLAGAN
120501129
PROGRAM STUDI STRATA-I EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ABSTRAK
ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2010-2013
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dan untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel dari tahun 2010-2013. Penelitian menggunakan uji Hausman dalam memilih model terbaik untuk metode General Least Square (GLS) dan hasil uji tersebut menunjukan bahwa Fixed Effects Models (FEM) yang digunakan dalam menganalisis fenomena flypaper effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Belanja Modal (BM) serta terjadi Flypaper Effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013.
Kata kunci: Belanja Modal, Dana Alokasi Umum, flypaper effect, Pendapatan Asli Daerah
(3)
ABSTRACT
ANALYSIS OF FLYPAPER EFFECT ON GENERAL ALLOCATION FUND (DAU) AND LOCAL REVENUE (PAD) OF THE CAPITAL EXPENDITURE IN
DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATRA PROVINCE IN 2010-2013
This study aimed to provide empirical evidence about the influence of the General Allocation Fund and local revenue to Capital Expenditure in district/city in North Sumatra Province and to provide empirical evidence about the possibility of flypaper effect on capital expenditures in district/city in North Sumatra Province. This study using secondary data in the form of panel data from 2010-2013. This research is examined with Hausman test in order to select the best model for General Least Square (GLS) and the results of the test show Fixed Effects Models (FEM) test used to analyzing the phenomenon of flypaper on the district/city in North Sumatra Province.
Based on the results of these estimates indicate that the variable General Allocation Fund and variable revenue in the districts / city in North Sumatra province has a significant positive effect to the Capital Expenditure and occurs flypaper effect in district/city in North Sumatra Province in 2010-2013.
Keywords: Capital Expenditure, General Allocation Funds, flypaper effect, Local Revenue
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya yang senantiasa menyertai, membimbing, dan memberikan kemampuan serta kekuatan kepada penulis sehinnga mampu menyelesaikan skripsi ini. Tanpa campur tanganMu tak mungkin penulis dapat melalui segala rintangan dan hambatan dalam kehidupan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi dari Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Adapun yang menjadi judul skripsi ini
adalah: ―Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013‖.
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta Ayah M.Siallagan dan terkhusus untuk Ibu S.Manik yang selama pengerjaan penelitian ini selalu memberikan doa, materi, nasihat serta bimbingannya. Terima kasih atas doa dan dukungan yang selama ini menyertai saya.
Penulis menyadari terdapat keterbatasan pengetahuan dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec., Ac., Ak., CA. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Irsyad Lubis, S.E, M.Soc.Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi
S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara serta selaku dosen pembimbing
(5)
yang telah meluangkan waktu dalam memberikan masukan dan saran yang baik mulai dari awal penulisan hingga selesainya skripsi ini.
4. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku Dosen Pembanding I yang telah memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 5. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding II yang telah
memberikan petunjuk, saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini. 6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan untuk segala jasa-jasanya selama perkuliahan.
7. Untuk kak Nur, kak Risma, kak Loly, bang Ganda, terima kasih buat dukungan, doa, materi, serta semangat yang sudah diberikan.
8. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan angkatan 2012 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah mendukung dan memberikan kritik dan sarannya selama pengerjaan skripsi ini.
9. Beserta seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bentuk bantuan yang diberikan kepada saya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya rekan-rekan mahasiswa/i Ekonomi Pembangunan.
Medan, Januari 2016 Penulis,
Tiarma Siallagan
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Otonomi Daerah ... 7
2.2 Desentralisasi Fiskal... 8
2.3 Flypaper Effect ... 9
2.4 Identifikasi Flypaper Effect ... 11
2.5 Dana Alokasi Umum... ... 11
2.6 Pendapatan Asli Daerah... ... 14
2.7 Belanja Modal ... 20
2.8 Penelitian Terdahulu ... 24
2.9 Kerangka Konseptual ... 27
2.10 Hipotesis Penelitian. ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
3.1 Jenis Penelitian ... 29
3.2 Batasan Penelitian ... 29
3.3 Variabel Penelitian ... 29
3.4 Definisi Operasional... 29
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 31
3.7 Pengolahan Data... 31
3.8 Model Analisis ... 31
3.9 Metode Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ... 35
4.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ... 36
(7)
4.2.1 Rasio PAD (Share) Terhadap APBD ... 38
4.3 Perkembangan Belanja Modal (BM) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara ... 40
4.3.1 Rasio Belanja Modal (Share) Terhadap APBD ... 42
4.4 Estimasi dengan Generalized least square (GLS) ... 45
4.4.1 Uji Hausman Test ... 46
4.4.1.1 Fixed Effect Model (FEM) ... 47
4.5 Identifikasi Flypaper Effect ... 49
4.5.1 Implikasi Flypaper Effect ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53
5.1 Kesimpulan ... 53
5.2 Saran ... 53
DAFTAR PUSTAKA ... 55
(8)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
2.1 Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam
Belanja Modal ... 5 4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010-2013 ... 35 4.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010-2013... ... 36 4.3 Rasio PAD Terhadap APBD Kabupaten/Kota di Pro-
vinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013 ... 39 4.4 Perkembangan Belanja Modal (BM) pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010-2013 ... .. 41 4.5 Rasio Belanja Modal Terhadap APBD Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara ... 44 4.6 Hasil Estimasi Metode GLS (FEM dan REM) ... 45 4.7 Hasil Uji Hausman untuk Fixed Effect dan Random
Effect ... 46 4.8 Hasil Estimasi dengan Fixed Effect Model (FEM) ... 47
(9)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
No. Tabel Judul Halaman
1 Hasil Regression Model GLS fixed effect model
(FEM) ... 57 2 Hasil Regression Model GLS random effect model
(REM) ... 58 3 Uji Hausman Test ... 59 4 Data Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU)
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2010-2013 ... 60 5 Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun
2010-2013 ... 61 6 Data Realisasi Belanja Modal (BM) Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013 ... 62 7 Data Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010-2013 ... 63 8 Data Rasio Belanja Modal (BM) terhadap APBD
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun
(11)
ABSTRAK
ANALISIS FLYPAPER EFFECT PADA DANA ALOKASI UMUM (DAU) DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL PADA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TAHUN 2010-2013
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara dan untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel dari tahun 2010-2013. Penelitian menggunakan uji Hausman dalam memilih model terbaik untuk metode General Least Square (GLS) dan hasil uji tersebut menunjukan bahwa Fixed Effects Models (FEM) yang digunakan dalam menganalisis fenomena flypaper effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Berdasarkan hasil estimasi tersebut menunjukkan bahwa variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Belanja Modal (BM) serta terjadi Flypaper Effect pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013.
Kata kunci: Belanja Modal, Dana Alokasi Umum, flypaper effect, Pendapatan Asli Daerah
(12)
ABSTRACT
ANALYSIS OF FLYPAPER EFFECT ON GENERAL ALLOCATION FUND (DAU) AND LOCAL REVENUE (PAD) OF THE CAPITAL EXPENDITURE IN
DISTRICT/CITY IN NORTH SUMATRA PROVINCE IN 2010-2013
This study aimed to provide empirical evidence about the influence of the General Allocation Fund and local revenue to Capital Expenditure in district/city in North Sumatra Province and to provide empirical evidence about the possibility of flypaper effect on capital expenditures in district/city in North Sumatra Province. This study using secondary data in the form of panel data from 2010-2013. This research is examined with Hausman test in order to select the best model for General Least Square (GLS) and the results of the test show Fixed Effects Models (FEM) test used to analyzing the phenomenon of flypaper on the district/city in North Sumatra Province.
Based on the results of these estimates indicate that the variable General Allocation Fund and variable revenue in the districts / city in North Sumatra province has a significant positive effect to the Capital Expenditure and occurs flypaper effect in district/city in North Sumatra Province in 2010-2013.
Keywords: Capital Expenditure, General Allocation Funds, flypaper effect, Local Revenue
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah,
dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari 2001. Otonomi daerah merupakan
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum di
UU No.32 Tahun 2004. Dengan dikeluarkannya Undang-undang No.32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau
kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri.
Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan
untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila Pemerintah Daerah
melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam
pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus
mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari
pendapatan yang sah (Halim, 2009).
Kebijakan pemerintah tentang Otonomi Daerah ini, merupakan kebijakan
yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi yang
sesungguhnya. Desentralisasi fiskal sebagai salah satu implementasi pelaksanaan
otonomi daerah memberikan kesempatan bagi daerah untuk mengelola dan
(14)
implementasi otonomi daerah dan desentralisasi adalah kebutuhan dana yang
cukup besar sebagai penopang menuju kemandirian pemerintah daerah. Sumber
dana utama pemerintah daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang
dipakai untuk membiayai belanjanya. Namun sumber pembiayaan daerah tidak
hanya berasal dari PAD saja, pemerintah daerah juga mendapatkan bantuan
transfer dana dari pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan, yang dimaksudkan
untuk mengatasi fiscal gap dan perbedaan kemampuan setiap daerah. Diantara
dana perimbangan lainnya seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil,
DAU dianggap lebih fleksibel dan lebih besar dalam penggunaannya sehingga
dengan penggunaan yang tepat seharusnya pemanfaatan DAU yang optimal
benar-benar dapat menjadi salah satu pendorong perekonomian daerah.Salah satu
komponen dari belanja langsung adalah belanja modal. Menurut Abdul Halim
(2002:72) ―Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang
manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan
daerah, dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin, seperi biaya
operasi dan biaya pemeliharaan dan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan
tujuan otonomi daerah yaitu meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada
masyarakat, hal ini menyimpulkan bahwa belanja modal itu sangat penting karena
membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat‖.
Permasalahan kemudian yang timbul adalah pemerintah daerah terlalu
menggantungkan transfer pemerintah untuk membiayai belanja daerah termasuk
belanja modal tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh daerah. Di saat
(15)
periode berikutnya DAU yang diperoleh tetap besar. Padahal daerah diharapkan
mampu mengalokasikan sumber dana ini pada sektor-sektor produktif sehingga
dapat mendorong peningkatan investasi di daerah dan meningkatkan respon
pemerintah kepada masyarakat dan meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan
yang disediakan seperti tujuan dari desentralisasi itu sendiri. Yang kemudian
memunculkan efek dalam peningkatan kontribusi publik terhadap PAD seperti
dalam bentuk pajak yang juga meningkatnya kapasitas fiskal daerah, sehingga
tanggungan pemerintah untuk memberikan DAU bisa lebih dikurangi. Dengan arti
lain pemberian DAU yang seharusnya menjadi pendorong peningkatan
kemandirian daerah, justru direspon berbeda oleh daerah. Daerah tidak lebih
mandiri, malah semakin bergantung pada pemerintah pusat. Hal inilah yang dapat
memicu timbulnya flypaper effect yang merupakan fenomena utama dalam
penelitian ini. Flypaper effect merupakan suatu kondisi yang terjadi saat
pemerintah daerah merespon (belanja modal) lebih banyak/boros dengan
menggunakan dana transfer yang diproksikan dengan DAU daripada
menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD.
Beberapa peneliti menemukan respon pemeritah daerah berbeda untuk
transfer dan pendapatan sendiri (seperti pajak). Ketika penerimaan daerah berasal
dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkannya berbeda dengan
stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah). Oates
(1999) menyatakan bahwa ketika respon (belanja) daerah lebih besar terhadap
transfer daripada pendapatannya sendiri, maka disebut flypaper effect (Halim,
(16)
Abdul Halim dan Sukriy Abdullah (2002) melakukan pengujian adanya
flypaper effect pada belanja daerah pemerintah kabupaten/kota di pulau Jawa dan
Bali pada tahun 2001. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa
flypaper effect terjadi pada DAU periode t-1 terhadap Belanja Daerah periode t.
Namun hasil penelitian tersebut tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh
wilayah Indonesia. Karena menurut Halim (2002) pemerintah daerah
kabupaten/kota di Jawa-Bali memiliki kemampuan keuangan berbeda dengan
pemerintah daerah kabupaten/kota di luar Jawa-Bali. Menanggapi hal tersebut,
Maimunah (2006) melakukan penelitian yang sama pada pemerintah daerah
kabupaten/kota di pulau Sumatera pada tahun 2003 dan 2004. Hasil yang
diperoleh konsisten dengan penelitian Abdul Halim dan Sukriy Abdullah (2002)
yaitu DAU periode t-1 memiliki pengaruh lebih besar dari pada PAD periode t-1
terhadap Belanja Daerah periode t. Namun ketika diuji pengaruh DAUt dan PADt
secara bersama-sama terhadap Belanja Daerah t, hasilnya PAD tidak signifikan
dan DAU berpengaruh terhadap Belanja Daerah.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengangkat penelitian ini
berjudul Analisis Flypaper Effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013.
(17)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang ada, maka rumusan masalah
yang diajukan adalah:
1. Apakah DAU dan PAD berpengaruh terhadap Belanja Modal pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara?
2. Apakah terjadi flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Utara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama
dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Untuk memberikan bukti empiris mengenai Pengaruh Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja
Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara.
2. Untuk memberikan bukti empiris mengenai kemungkinan terjadinya
flypaper effect pada Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, memberikan masukan
dalam hal penyusunan kebijakan di masa yang akan datang berkaitan
(18)
2. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti
sehubungan dengan flypaper effect pada DAU dan PAD terhadap Belanja
Modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya
sendiri terutama berkaitan dengan pemerintahan umum maupun pembangunan,
yang sebelumnya diurus pemerintahan pusat. Untuk itu, selain diperlukan
kemampuan keuangan diperlukan juga adanya sumber daya manusia berkualitas,
sumber daya alam, modal, dan teknologi (Rudini dalam Silalahi, dkk, 1995).
Silalahi, dkk, (1995) menyatakan bahwa tujuan otonomi daerah adalah
meningkatkan sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam rangka mewujudkan
otonomi daerah. Sumber daya manusia yang dibutuhkan tersebut antara lain
adalah :
Mempunyai wadah, perilaku, kualitas, tujuan, dan kegiatan yang dilandasi dengan keahlian dan ketrampilan tertentu.
Kreatif dalam arti mempunyai jiwa inovatif, serta mampu mengantisipasi tantangan maupun perkembangan, termasuk di
dalamnya mempunyai etos kerja yang tinggi.
Mampu sebagai penggerak swadaya masyarakat yang mempunyai rasa solidaritas sosial yang tinggi, peka terhadap dinamika masyarakat, mampu
kerjasama dan mempunyai orientasi berpikir people centered orientation.
Mempunyai disiplin yang tinggi dalam arti berpikir konsisten terhadap program, sehingga mampu menjabarkan kebijaksanaan nasional menjadi
(20)
program operasional pemerintah daerah sesuai dengan
rambu-rambu pengertian program urusan yang ditetapkan.
2.2 Desentralisasi Fiskal
Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 ayat 7
dan UU No 33 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintahan
Daerah Pasal 1 ayat 8, ―Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam system Negara Kesatuan Republik
Indonesia.‖ Defenisi desentralisasi sendiri menurut Yustika (2008:28) menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama berkaitan
dengan aspek fiskal, politik, administrasi dan sistem pemerintahan serta
pembangunan sosial dan ekonomi.
Desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari desentralisasi yang
artinya desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas keuangan daerah,
dimana kemandirian daerah diukur berdasarkan kemampuan menggali dan
mengelola keuangannya, Yustika (2008). Menurut Saragih (2003) pada
Kusumadewi dan Rahman (2007) desentralisasi fiskal secara singkat dapat
diartikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang
lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi
atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya
kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan.
Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
(21)
kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah dan juga menunjukkan
kapasitas dan kemampuan daerah. Menurut Oates (1999), ada dua bentuk
instrumen fiskal yang penting pada sistem federal yaitu (1) Pajak, (2) Hibah antar
pemerintah (Intergovernmental Grants) dan Bagi Hasil Pendapatan (Revenue
Sharing).
2.3 Flypaper Effect
Istilah flypaper effect muncul karena adanya penyimpangan dalam teori
bantuan pemerintah tak bersyarat bahwa transfer pemerintah pusat memang
meningkatkan pengeluaran konsumsi barang publik, tetapi ternyata tidak menjadi
substitut bagi pajak daerah. Fenomena tersebut yang kemudian dalam banyak
literatur disebut dengan flypaper effect. Sedangkan istilah flypaper effect sendiri
timbul dari pemikiran Okun (1930) pada Kusumadewi dan Rahman (2007) yang
menyatakan “money sticks where it hits”. Sejauh ini, belum ada padanan kata
―flypaper effect‖ dalam bahasa Indonesia sehingga kata ini dituliskan sebagaimana adanya tanpa diterjemahkan. Oates (1999) menyatakan ketika respon
Pemerintah Daerah lebih besar untuk transfer dibanding Pendapatan Asli Daerah
(PAD) daerahnya sendiri maka disebut dengan flypaper effect.
Menurut Sagbas dan Saruc (2008) ada dua teori utama dari beberapa
penelitian tentang sumber munculnya flypaper effect yang sering digunakan
yaitu Fiscal illusion dan The bureaucratic model. Teori Fiscal illusion sebagai
sumber flypaper effect mengemukakan bahwa flypaper effect terjadi dikarenakan
ketidaktahuan atau ketidakpedulian voters atau penduduk daerah mengenai
(22)
kesalahan persepsi tersebut (Schwallie, 1986) dalam Sagbas dan Saruc (2008)
Yang mana inti dari flypaper effect diringkas oleh Schwallie (1986) dalam Sagbas
dan Saruc (2008) yaitu ―Dalam model efek fiscal illusion pada transfer, pemerintah sebenarnya menghasilkan output yang diminta oleh (voters) pemilih,
tetapi permintaan pemilih untuk barang publik didasarkan pada kesalahan persepsi
tentang bagaimana pembiayaan barang publik dan pembagian biaya yang oleh
ditanggung pemilih. Pemilih tidak diasumsikan salah dalam melihat output yang
sebenarnya atau manfaat yang diperoleh‖. Pemilih atau penduduk daerah memang
melihat hasil ouput yang sebenarnya dari belanja pemerintah terhadap barang
publik dan manfaat yang diperoleh namun mempunyai persepsi yang salah
tentang sumber dari pembiayaan belanja tersebut yang berasal dari transfer
pemerintah pusat yang seharusnya biaya tersebut juga ditanggung oleh mereka
seperti melalui pajak daerah hingga menaikkan pendapatan asli daerah yang ada
juga.
Pada model The bureaucratic, flypaper effect adalah hasil dari perilaku
memaksimalkan anggaran oleh para birokrat (atau politisi lokal), yang lebih
mudah menghabiskan transfer/hibah daripada meminta kenaikan pajak, Sagbas
dan Saruc (2008). Dan pada model ini flypaper effect dapat terjadi karena
kekuasaan dan pengetahuan birokrat atau pemerintah daerah akan anggaran dan
tranfer pemerintah. Dan menurut Niskanen Jr (1968) pada Kang dan Setyawan
(2012) birokrat memiliki posisi yang kuat dalam pengambilan keputusan publik.
Dia menduga bahwa birokrat akan berperilaku untuk memaksimalkan anggaran
(23)
ini mendukung flypaper effect sebagai konsekuensi dari perilaku birokrat
yang bebas menghabiskan transfer (hibah) daripada menaikkan pajak,
dikarenakan kenaikan pajak dianggap program yang tidak populer di mata para
pemilih atau penduduk daerah.
2.4 Identifikasi Flypaper Effect
Asumsi penentuan terjadinya flypaper effect pada penelitian ini fokus pada
perbandingan pengaruh PAD dan DAU terhadap Belanja Modal. Melo (2002) dan
Venter (2007) menyatakan bahwa flypaper effect terjadi apabila:
1. Pengaruh/ nilai koefisien DAU terhadap Belanja Modal lebih besar
dari pada pengaruh PAD terhadap terhadap Belanja Modal, dan nilai
keduanya signifikan.
2. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengaruh/ respon PAD terhadap
Belanja Modal tidak signifikan, maka dapat disimpulkan terjadi
flypaper effect.
2.5 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi (UU No.33
Tahun 2004). Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah
penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Alokasi dana alokasi umum
bagi daerah yang potensi fiskalnya besar namun kebutuhan fiskalnya kecil akan
(24)
yang memiliki potensi fiskalnya kecil namun kebutuhan fiskalnya besar akan
memperoleh alokasi Dana alokasi umum relatif besar. Dengan maksud melihat
kemampuan APBD dalam membiayai kebutuhan-kebutuhan daerah dalam rangka
pembangunan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD dikurangi
dengan belanja pegawai (Halim, 2009).
Halim (2009) mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi anatara satu
Provinsi dengan Provinsi lain tidak dapat dihindari dengan adanya desentralisasi
fiskal. Disebabkan oleh minimnya sumber pajak dan sumber daya alam yang
kurang dapat digali oleh Pemerintah Daerah. Untuk menanggulangi ketimpangan
tersebut, Pemerintah pusat berinisiatif untuk memberikan subsidi berupa DAU
kepada daerah. Bagi daerah yang tingkat kemiskinannya lebih tinggi, akan
diberikan DAU lebih besar dibanding daerah yang kaya dan begitu juga
sebaliknya. Selain itu untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan
pembiayaan dan penugasan pajak antara pusat dan daerah telah diatasi dengan
adanya kebijakan bagi hasil dan Dana Alokasi Umum minimal sebesar 26 % dari
Penerimaan dalam negeri. Dana Alokasi Umum akan memberikan kepastian bagi
daerah dalam memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan
pengeluaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.
Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut
(Halim, 2009):
a. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari penerimaan dalam
(25)
b. DAU untuk daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum sebagaimana
ditetapkan diatas.
c. DAU untuk suatu Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan
perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang
ditetapkan APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
d. Porsi Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud di atas merupakan
proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia (Bambang
Prakosa, 2004).
Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan
kewenangan Pemerintah daerah, Pemerintah pusat akan mentransfer Dana
Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus
(DAK), dan Dana Bagi Hasil yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam.
Disamping Dana Perimbangan tersebut, Pemerintah daerah memiliki sumber
pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-
lain pendapatan yang sah. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan
kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari Pemerintah pusat diharapkan
digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan
pelayanannya kepada masyarakat. Menurut UU No.33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU
oleh suatu daerah (Provinsi, Kabupaten, dan Kota) ditentukan dengan
menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah
(26)
digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi
dari potensi penerimaan daerah yang ada.
2.6 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah diartikan sebagai pendapatan daerah yang
tergantung keadaan perekonomian pada umumnya dan potensi dari
sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Pendapatan asli daerah adalah
suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah untuk
menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan daerah (Sutrisno,
1984). Menurut Undang-undang No.33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 18, Pendapatan
asli daerah selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai
pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan
potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan
tanggung jawabnya.
Menurut Pasal 6 Undang-undang No.33 Tahun 2004 pendapatan asli
daerah berasal dari:
1. Hasil Pajak Daerah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh
pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada
pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber
penerimaan negara (fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi
(27)
mendefenisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan
peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan
rumah tangga daerah tersebut.
Menurut Undang-undang No.34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya
disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.
Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi
pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh
rakyat kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa
secara langsung (Suparmoko, 2002). Dari batasan atau definisi di atas dapat
ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah:
a. Iuran masyarakat kepada negara
b. Berdasarkan undang-undang
c. Tanpa balas jasa secara langsung
d. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua
yaitu pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama
dengan pajak negara, perbedaannya terletak pada :
a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam
(28)
b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah
atau pajak negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan
kepada daerah (Sutrisno, 1984).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah
adalah pajak negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut
berdasarkan peraturan perundangan yang dipergunakan untuk membiayai
pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang
pemerintah yang langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan
pemerintah No. 66 tahun 2002 tentang retribusi daerah pasal 1 menyebutkan
bahwa retribusi dalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula
disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang- undang No. 34 tahun
2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan pribadi atau badan.
Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,
karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno,
(29)
atau peraturan yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan
tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan
pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum
menggunakan barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari
definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah:
a. Retribusi dipungut oleh daerah.
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah
yang langsung dapat ditunjuk.
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan
barang atau jasa yang disediakan oleh daerah.
Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan
untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh
daerah.
3. Bagian Laba Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam
memeberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari
perusahaan daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi
justru dalam memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum,
atau dengan perkataan lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang
harus terjamin keseimbangannya yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998).
Pemerintah daerah mendirikan perusahaan daerah atas dasar berbagai
pertimbangan yaitu menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana
(30)
alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih
perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong
pembangunan ekonomi daerah; dianggap cara yang efisien untuk
menyediakan layanan masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk
menghasilkan penerimaan untuk pemerintah daerah (Devas, 1989).
Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan
daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya
berdasarkan atas asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian,
perusahaan harus mencari keuntungan dan selanjutnya sebagian dari
keuntungan tersebut diserahkan ke kas daerah. Fungsi pokok dari
perusahaan daerah adalah :
a. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan
daerah harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya
perekonomian daerah.
b. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu
memberikan manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang
dapat diserahkan ke kas daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu
komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi
pendapatan daerah. Sifat umum perusahaan daerah berorientasi pada
keuntungan yang dapat memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan
umum atau dengan kata lain perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda
(31)
ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan daerah dapat berjalan
seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan hukum yang
bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan, lapangan hasil perusahaan daerah
adalah sebagian perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi
jasa dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan
Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha
dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan
pajak, retribusi ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari
penerimaan dinas-dinas daerah (kecuali dinas pendapatan daerah) pada
umumnya adalah bukan mencari pendapatan daerah, tetapi melaksanakan
sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat pembinaan atau bimbingan
kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, dilain pihak adalah penerimaan
pemerintah daerah diluar penerimaan-penerimaan dinas, pajak, retribusi dan
bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa
rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik
daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan
majalah daerah (Hirawan, 1987).
Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum
kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi
dalam batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai
organisasi ekonomi yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.
(32)
untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa
materi dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal
kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu
kebiajakan pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.
Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah
kepada public service dan bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil
keuntungan, melainkan hanya sekedar untuk menutup resiko biaya
administrasi yang dikeluarkan.
2.7 Belanja Modal
Salah satu dari belanja langsung adalah belanja modal, menurut Abdul
Halim (2002:72) ―Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menanambah aset atau
kekayaan daerah, dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin,
seperi biaya operasi dan biaya pemeliharaan‖.
Belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang
menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan, 2006). Belanja modal
dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan,
bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoritis ada tiga cara untuk
memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan
(33)
Dewi (2006) dan Syaiful (2008) mengutarakan bahwa belanja modal
adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang
sifatnya menambah aset tetap / inventaris yang memberikan manfaat lebih dari
satu periode akuntansi,termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya
pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset.
Kategori belanja modal menurut Ghozali (2008) adalah sebagai berikut:
1. Pengeluaran mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
lainnya yang dengan demikian menambah aset Pemda.
2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap
atau aset lainnya yang telah ditetapkan oleh Pemda.
3. Perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5(lima) kategori utama :
a. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembelian/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa
tanah, pengosongan, pengurungan, peralatan, pematangan tanah,
pembuatan sertipikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan
perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap
pakai.
b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang
(34)
kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan
manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin
dimaksud dalam kondisi siap pakai.
c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk
pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan
pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai
gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang
menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksudkan dalam
kondisi siap pakai.
e. Belanja Modal Fisik lainnya
Belanja Modal Fisik lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang akan
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang
tidak dapat dikatagorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan
dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk
(35)
barang-barang kesenian, barang peurbakala dan barang untuk museum,
hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Tabel 2.1
Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam Belanja Modal Jenis Belanja Modal Komponen Biaya yang dimungkinkan didalam
Belanja Modal
Belanja Modal Tanah Belanja Modal Pembebasan Tanah
Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah
Belanja Modal Pengurungan dan Pematangan Tanah Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah
Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah Belanja Modal
Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Perizinan Gedung dan Bangunan Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Sewa Peralatan, Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Jalan dan Jembatan
Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan Jembatan
(36)
2.8 Penelitian Terdahulu
1. Kusumadewi & Rahman (2007) yang meneliti tentang ―Flypaper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia‖. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa PAD dan DAU secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah
masing-masing variabel independen yaitu PAD dan DAU, signifikan terhadap
belanja daerah. Pengaruh DAUt-1 terhadap Belanja Daerah tahun berjalan
lebih kuat daripada pengaruh PADt-1 terhadap belanja Daerah flypaper
effect tidak hanya terjadi pada daerah dengan PAD rendah namun juga
pada daerah dengan PAD tinggi.
2. Siagian (2009), melakukan penelitian tentang ―flypaper effect pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap
belanja daerah pada Pemerintahan Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera
Utara‖. Hasil pengujian menunjukkan pengujian secara simultan dan
parsial menunjukkan bahwa DAU dan PAD secara bersama-sama
bepengaruh signifikan terhadap belanja daerah juga telah terjadi flypaper
effect pada belanja daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
3. Maimunah (2006) menguji ―flypaper effect pada dana alokasi umum(DAU) dan pendapatan asli daerah (PAD) terhadap belanja daerah
pada Kabupaten/Kota di pulau Sumatera‖. Tujuan penelitian ini adalah
untuk memberikan bukti empiris pada (1) pengaruh DAU dan PAD
(37)
kemungkinan terjadinya flypaper effect pada Belanja Pemerintah
Kabupaten/Kota di pulau Sumatera; (3) kecenderungan flypaper effect
menyebabkan peningkatan jumlah Belanja Daerah; (4) kemungkinan
adannya perbedaan flypaper effect antara Pemerintah Kabupaten/Kota
yang PADnya tinggi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang PADnya
rendah; dan terakhir (5) pengaruh DAU dan PAD pada kategori
pengeluaran sektor yang berhubungan langsung dengan publik (belanja
bidang pendidikan, kesehatan dan pekerjaan umum).
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka ada lima simpulan yang
merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu: Pertama, besarnya
nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai Belanja daerah
(pengaruh positif). Kedua, telah terjadi flypaper effect pada Belanja
Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Ketiga, terdapat pengaruh
flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.
Keempat, tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada
daerah yang PADnya rendah maupun tinggi di Kabupaten/Kota di pulau
Sumatera. Kelima, tidak terjadi flypaper effect pada Belanja daerah bidang
Pendidikan, tetapi telah terjadi flypaper effect pada Belanja Dearah bidang
Kesehatan dan bidang Pekerjaan Umum.
4. Haryo Kuncoro (2007) meneliti tentang ―fenomena flypaper effect pada
kinerja keuangan pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia‖.
Studi ini berbeda dengan studi-studi sebelumnya di Indonesia setidaknya
(38)
antara penerimaan transfer dengan upaya pemerintah daerah dalam
menggali PAD. Kedua, dari sisi belanja adalah dengan mengamati
sensitivitas belanja pemerintah daerah dalam merespon perolehan transfer.
Ketiga, kedua aspek tersebut di atas dirangkum ke dalam satu kerangka
kerja dengan memperhatikan eksternalitas fiskal, baik sisi penerimaan dan
belanja yang muncul secara timbal balik antardaerah. Hasil penelitiannya
membuktikan bahwa peningkatan alokasi transfer pemerintah pusat dan
pertumbuhan belanja pemerintah daerah diikuti dengan penggalian PAD
yang lebih tinggi. Gejala ini memperlihatkan bahwa birokrat pemerintah
daerah bertindak sangat reaktif terhadap transfer yamg diterima dari pusat.
Ada indikasi peningkatan belanja yang tinggi tersebut disebabkan karena
inefisiensi belanja pemerintah daerah terutama belanja operasional.
5. Afrizawati (2012), melakukan penelitian tentang ―analisis flypaper effect pada belanja daerah pada Kabupaten/Kota Sumatera Selatan‖. Hasil
pengujian menunjukkan pengaruh yang positif (diterima), diduga bahwa
pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih kecil daripada pengaruh
PAD terhadap belanja daerah yang mana tujuannya adalah untuk
mengetahui terjadi atau tidaknya flypaper effect, hal ini membuktikan
bahwa terjadi flypaper effect pada belanja daerah di Kabupaten/kota di
Sumatera Selatan, penelitian juga menghasilkan DAU dan PAD
(39)
2.9 Kerangka Konseptual
Berdasarkan telaah yang telah dikemukakan sebelumnya, penelitian ini
akan menganalisis Analisis Flypaper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-1013. Model penelitian yang diajukan
dalam gambar berikut ini merupakan kerangka konseptual dan sebagai alur
pemikiran dalam menguji hipotesis:
Sumber : Data diolah
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Flypaper Effect
Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi
Umum
(40)
2.10 Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan tujuan, kerangka pemikiran, dan hasil-hasil penelitian
terdahulu, maka hipotesis yang disusun adalah sebagai berikut :
H1 : Diduga Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Modal.
H2 : Diduga pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
lebih besar daripada pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap
(41)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang mana
data yang diperoleh dari seluruh populasi penelitian dianalisis sesuai dengan
metode statistik yang digunakan kemudian diinterpretasikan.
3.2 Batasan Penelitian
1. Batasan aspek dalam penelitian ini adalah hanya terhadap Laporan APBD saja,
berkaitan dengan nilai realisasi DAU, PAD dibandingkan dengan Belanja
Modal.
2. Batasan lokasi dalam penelitian ini adalah pada Kabupaten/Kota yang terdapat
di Provinsi Sumatera Utara.
3. Batasan waktu penelitian ini adalah hanya meliputi tahun 2010-2013.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai.
Variabel yang digunakan penelitian ini adalah yaitu Dana Alokasi Umum (DAU)
dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel bebas (independent variable)
dan Belanja Modal (BM) sebagai variabel terikat (dependent variable).
3.4 Definisi Operasional
1. Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang diterima dari pemerintah
pusat pada tahun anggaran 2010-2013 yang dinyatakan dalam rupiah.
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan daerah pada tahun
(42)
3. Belanja Modal dalam penelitian ini adalah angka realisasi belanja modal
Pemerintah Daerah pada tahun anggaran 2010-2013 yang dinyatakan
dalam rupiah.
Untuk flypaper effect tidak dijabarkan definisi operasionalnya. Hal ini
dikarenakan flypaper effect merupakan situasi yang dihasilkan oleh ketiga
variabel di atas. Dimana ketika koefisien DAU lebih berpengaruh signifikan
terhadp BM daripada PAD maka, situasi ini disebut flypaper effect.
3.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Adapun populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh
kabupaten/kota Provinsi se-Sumatera Utara yang terdiri dari 25 Kabupaten dan 8
Kota. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah populasi tersebut, jadi populasi ini
merupakan sampel penelitian. Data yang dianalisis dalam penulisan ini adalah
data sekunder yang bersumber dari dokumen Laporan Realisasi APBD
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara yang diperoleh dari Situs Dirjen
Perimbangan Keuangan Pemerintah Daerah di internet (www.djpk.depkeu.go.id).
Dari Laporan Realisasi APBD ini diperoleh data mengenai jumlah realisasi
Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)
tahun 2010-2013.
3.6 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data panel yaitu
gabungan antara data time series dan cross section yang bersumber dari
Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktoral Jenderal Perimbangan
(43)
Kab/Kota di Sumatera Utara. Data diperoleh dari laporan APBD Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara, yakni data PAD, DAU dan
Total Belanja Modal.
3.7 Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer E-views 7 untuk mengolah data
dalam penelitian ini.
3.8 Model Analisis
Model analisis ekonometrik yang digunakan sebagai berikut:
BMit = α + β1DAUit+ β2PADit + eit
Dimana :
BM = Belanja Modal (BM)
α = Konstanta
β1, β2 = Koefisien Regresi
DAU = Dana Alokasi Umum PAD = Pendapatan Asli Daerah e = Variabel Gangguan (error term) i = Kabupaten/Kota
t = Tahun 3.9 Metode Analisis
Metode dalam penelitian ini yaitu metode Generalized Least Square (GLS)
dengan menggunakan data panel, yang artinya adalah gabungan antara data silang
(cross section) dengan data runtut waktu (time series). Data panel dapat berguna
bagi peneliti untuk melihat dampak ekonomis yang tidak bisa terpisahkan antar
setiap individu dalam beberapa periode. Hal ini tidak bisa didapatkan dari
penggunaan data cross section atau data time series secara terpisah. Terdapat
(44)
1. Mengingat penggunaan data panel juga meliputi data cross section dalam
rentang waktu tertentu, maka data set akan rentan dari heterogenitas.
Penggunaan teknik dan estimasi data panel akan memperhitungkan secara
eksplisit heterogenitas tersebut.
2. Dengan pengkombinasian, data akan memberikan informasi yang lebih,
tingkat kolinearitas yang lebih kecil antar variabel dan lebih efisien.
3. Penggunaan data panel mampu meminimasi bias yang dihasilkan jika kita
mengagregasikan data individu ke dalam agregasi yang luas.
Adapun model-model yang dapat digunakan untuk menafsirkan data panel yaitu:
1) Fixed Effect Model (FEM)
2) Random Effect Model (REM) , (Baltagi, 2005)
3.9.1 Fixed Effect Model (FEM)
Metode ini memiliki beberapa kemungkinan asumsi yang bisa digunakan
peneliti berdasarkan kepercayaannya dalam memilih data, seperti:
a. Intersep dan koefisien slope konstan dari setiap cross section di sepanjang
waktu. Error term diasumsikan mampu mengatasi perubahan sepanjang
waktu dan individu. Asumsi ini mengikuti asumsi dalam metode OLS.
b. Koefisien slope konstan namun intersepnya bervariasi di setiap cross
section.
c. Seluruh koefisien baik slope maupun intersep bervariasi setiap individu.
Pendekatan ini memasukan variabel boneka (dummy variable) untuk
(45)
Pendekatan dengan memasukan variabel boneka ini dekenal dengan sebutan
model efek tetap (fixed effect). Persamaan model ini dalah sebagai berikut:
Yit =
+
+
∑
i
D
i
+
Keterangan :
Yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i
= intersep yang berubah – ubah antar unit cross section = variabel bebas ke-j diwaktu t untuk unit cross section i
= parameter untuk variabel bebas ke-j
= komponen error di waktu t untuk unit cross section i
Keputusan memasukkan variabel boneka (Di) pada pendekatan fixed effect
tidak dapat dipungkiri akan mengurangi jumlah degree of freedom yang pada
akhirnya akan mempengaruhi efisiensi dari parameter yang diestimasi.
3.9.2 Random Effect Model
Kelemahan dari pendekatan LSDV adalah penambahan variabel boneka
ternyata dapat mengurangi derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada
akhirnya mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Kelemahan ini
kemudian diatasi dengan pendekatan ketiga yaitu pendekatan efek acak (random
effect). Asumsi dasar pada pendekatan efek acak adalah perbedaan nilai intersep
antar unit cross section dimasukan ke dalam error. Karena hal ini pendekatan efek
acak sering disebut model variance components. Persamaan model variance
components sebagai berikut:
Yit =
+
+
,
i = 1,…N dan t = 1,..,K Keterangan :N (0, ) = komponen cross section error
(46)
N (0, = komponen error kombinasi
Pendekatan efek acak dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan
tidak mengurangi jumlahnnya seperti yang dilakukan pada pendekatan efek tetap.
Hal ini berimplikasi parameter hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.
3.9.3 Pemilihan Model
Sebelum dilakukan pembahasan hasil model regresi panel data, akan
dilakukan pemilihan model terbaik yang akan digunakan sebagai dasar melakukan
analisis. Dalam pemilihan model dilakukan dengan menggunakan Uji Hausman
digunakan untuk memilih fixed effect atau random effect.
3.9.3.1 Uji Hausman Test
Uji hausman digunakan untuk memilih model fixed effect atau random
effect. Hipotesa pengujian ini sebagai berikut :
H0: random effect model
H1: fixed effect model
Perhitungan hausman test menggunakan program eviews. Jika nilai
hausman test hasil pengujian lebih besar dari Tabel, maka hipotesa nol ditolak
sehingga model yang kita gunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.
(47)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Salah satu fungsi dana alokasi umum (DAU) yaitu untuk menutup celah yang
terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang
ada, sehingga distribusi dana alokasi umum (DAU) kepada daerah-daerah yang
memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah
yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang
relatif besar.
Tabel 4.1
Perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(dalam milliar rupiah)
Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013
Kab. Asahan 479,299 523,902 628,975 733,672
Kab. Dairi 327,835 374,324 451,176 512,477
Kab. Deli Serdang 793,142 889,010 1,100,014 1,260,755
Kab. Tanah Karo 393,390 441,831 546,295 625,822
Kab. Labuhan Batu 315,309 370,861 461,644 520,458
Kab. Langkat 597,473 716,054 847,503 982,658
Kab. Mandailing Natal 398,482 455,687 541,107 625,543
Kab. Nias 151,147 250,936 289,608 319,070
Kab. Simalungun 634,428 696,561 865,406 977,809
Kab. Tapanuli Selatan 334,738 376,200 454,322 517,000 Kab. Tapanuli Tengah 313,958 343,959 422,612 491,011 Kab. Tapanuli Utara 369,275 408,809 487,346 552,463
Kab. Toba Samosir 280,440 310,465 387,623 423,292
Kota Binjai 293,537 336,976 416,965 477,554
Kota Medan 828,705 967,533 1,153,789 1,270,245
Kota Pematang Siantar 313,942 352,723 429,632 492,115
Kota Sibolga 220,077 265,540 292,873 338,507
(48)
Kota Tebing Tinggi 228,058 262,131 262,131 368,587 Kota Padang Sidempuan 270,129 308,201 364,923 423,251
Kab. Pakpak Barat 167,780 198,405 232,990 273,599
Kab. Nias Selatan 277,887 319,189 378,606 422,368
Kab.Humbang Hasundutan 279,893 313,663 376,847 440,920 Kab. Serdang Bedagai 404,836 458,450 554,245 628,900
Kab. Samosir 243,042 283,202 331,413 384,761
Kab. Batu Bara 337,600 386,180 452,227 517,734
Kab. Padang Lawas 241,107 249,724 331,754 371,650
Kab. Padang Lawas Utara 243,566 262,768 348,056 387,955 Kab. Labuhanbatu Selatan 253,282 267,177 334,512 400,567 Kab. Labuhanbatu Utara 303,658 346,964 400,602 457,715
Kab. Nias Utara 108,563 231,858 267,283 294,072
Kab. Nias Barat 63,068 193,665 227,861 251,632
Kota Gunung Sitoli 95,768 251,781 305,725 356,043
Sumber : Data diolah
Perkembangan DAU pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
2010-2013 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Berdasarkan tabel 4.1
perkembangan DAU tertinggi terjadi pada Kota Medan. Hal ini berarti Kota
Medan memiliki kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang
ada, sehingga distribusi dana alokasi umum (DAU) kepada Kota Medan relatif
besar. Sedangkan perkembangan DAU terendah terjadi pada Kabupaten Nias
Barat. Semakin banyak Dana Alokasi Umum yang diterima maka berarti daerah
tersebut masih tergantung terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi
belanjanya, ini menandakan bahwa daerah tersebut belumlah mandiri, dan begitu
juga sebaliknya.
4.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara
Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan kemampuan
suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan
(49)
Tabel 4.2
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(dalam milliar rupiah)
Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013
Kab. Asahan 23,590 26,612 31,887 54,038
Kab. Dairi 9,100 14,504 20,508 37,323
Kab. Deli Serdang 115,879 300,134 380,055 465,000
Kab. Tanah Karo 26,500 31,150 46,826 48,166
Kab. Labuhan Batu 35,658 48,921 50,000 66,557
Kab. Langkat 32,441 38,637 59,280 68,972
Kab. Mandailing Natal 12,462 25,000 45,000 47,000
Kab. Nias 7,850 10,092 24,008 30,533
Kab. Simalungun 38,761 58,441 113,095 63,738
Kab. Tapanuli Selatan 33,419 38,126 56,283 64,087
Kab. Tapanuli Tengah 16,000 16,709 26,000 26,660
Kab. Tapanuli Utara 9,370 13,528 14,303 36,138
Kab. Toba Samosir 14,853 12,032 18,913 19,007
Kota Binjai 23,257 33,043 35,179 46,140
Kota Medan 486,826 829,794 1,416,229 1,758,788
Kota Pematang Siantar 24,087 43,648 60,032 71,612
Kota Sibolga 16,649 17,840 21,100 30,587
Kota Tanjung Balai 17,650 22,146 31,855 32,035
Kota Tebing Tinggi 17,642 27,991 28,939 36,273
Kota Padang Sidempuan 16,200 19,755 23,159 42,180
Kab. Pakpak Barat 4,379 5,045 6,271 9,335
Kab. Nias Selatan 14,075 10,000 15,008 75,541
Kab.Humbang Hasundutan 14,203 18,244 10,745 15,213
Kab. Serdang Bedagai 26,418 35,710 40,969 53,785
Kab. Samosir 20,994 20,569 14,063 20,008
Kab. Batu Bara 18,035 16,316 17,590 35,362
Kab. Padang Lawas 13,007 18,135 28,177 25,905
Kab. Padang Lawas Utara 9,061 15,083 14,677 15,498 Kab. Labuhanbatu Selatan 5,215 10,053 18,726 130,288
Kab. Labuhanbatu Utara 5,137 7,809 13,065 23,207
Kab. Nias Utara 1,631 2,000 5,000 12,500
Kab. Nias Barat 1,000 2,000 6,000 8,200
Kota Gunung Sitoli 2,500 4,000 7,888 20,478
Sumber : Data diolah
Perkembangan PAD pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara pada tahun
(50)
Toba Samosir, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Batubara
mengalami penurunan pada tahun 2011. Kabupaten Humbang Hasundutan dan
Kabupaten Lawas Utara mengalami penurunan PAD pada tahun 2012 serta
Kabupaten Simalungun mengalami penurunan pada tahun 2013. Peningkatan
PAD terbesar terjadi pada Kota Medan, hal ini berarti bahwa Kota Medan
memiliki sumber pendapatan asli daerah yang lebih tinggi dibandingkan daerah
lainnya. Salah satu sumber pendapatan asli daerah banyak didapat dari pajak
daerah. Sedangkan peningkatan PAD terendah terjadi pada Kabupaten Nias Barat.
4.2.1 Rasio PAD (Share) Terhadap APBD
Desentralisasi fiskal (dalam otonomi daerah) ditujukan untuk menciptakan
kemandirian daerah. Sidik (2002) menyatakan bahwa dalam era otonomi daerah,
pemerintah daerah diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi
daerahnya (keuangan lokal), khususnya sumber-sumber pendapatan asli daerah
(PAD). Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan mampu mengurangi
ketergantungannya terhadap pemerintah pusat.
Dari Tabel 4.3 di bawah memberikan gambaran bahwa secara keseluruhan
kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara belum mampu untuk membiayai
sendiri seluruh kebutuhan belanjanya dari PAD. Hal ini dapat dilihat dari relatif
rendahnya peranan (share) PAD terhadap APBD kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara, dimana secara rata-rata memiliki rasio 0,15 %. Ini
menggambarkan bahwa kemampuan masing-masing kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Utara hanya mampu membiayai kegiatan belanja rutin dan belanja
(1)
Lampiran 4
Data Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(dalam milliar rupiah)
Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013
Kab. Asahan 479,299 523,902 628,975 733,672 Kab. Dairi 327,835 374,324 451,176 512,477 Kab. Deli Serdang 793,142 889,010 1,100,014 1,260,755 Kab. Tanah Karo 393,390 441,831 546,295 625,822 Kab. Labuhan Batu 315,309 370,861 461,644 520,458 Kab. Langkat 597,473 716,054 847,503 982,658 Kab. Mandailing Natal 398,482 455,687 541,107 625,543 Kab. Nias 151,147 250,936 289,608 319,070 Kab. Simalungun 634,428 696,561 865,406 977,809 Kab. Tapanuli Selatan 334,738 376,200 454,322 517,000 Kab. Tapanuli Tengah 313,958 343,959 422,612 491,011 Kab. Tapanuli Utara 369,275 408,809 487,346 552,463 Kab. Toba Samosir 280,440 310,465 387,623 423,292 Kota Binjai 293,537 336,976 416,965 477,554 Kota Medan 828,705 967,533 1,153,789 1,270,245 Kota Pematang Siantar 313,942 352,723 429,632 492,115 Kota Sibolga 220,077 265,540 292,873 338,507 Kota Tanjung Balai 241,922 275,733 313,730 369,247 Kota Tebing Tinggi 228,058 262,131 262,131 368,587 Kota Padang Sidempuan 270,129 308,201 364,923 423,251 Kab. Pakpak Barat 167,780 198,405 232,990 273,599 Kab. Nias Selatan 277,887 319,189 378,606 422,368 Kab.Humbang Hasundutan 279,893 313,663 376,847 440,920 Kab. Serdang Bedagai 404,836 458,450 554,245 628,900 Kab. Samosir 243,042 283,202 331,413 384,761 Kab. Batu Bara 337,600 386,180 452,227 517,734 Kab. Padang Lawas 241,107 249,724 331,754 371,650 Kab. Padang Lawas Utara 243,566 262,768 348,056 387,955 Kab. Labuhanbatu Selatan 253,282 267,177 334,512 400,567 Kab. Labuhanbatu Utara 303,658 346,964 400,602 457,715 Kab. Nias Utara 108,563 231,858 267,283 294,072 Kab. Nias Barat 63,068 193,665 227,861 251,632 Kota Gunung Sitoli 95,768 251,781 305,725 356,043
(2)
Lampiran 5
Data Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(dalam milliar rupiah)
Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013
Kab. Asahan 23,590 26,612 31,887 54,038 Kab. Dairi 9,100 14,504 20,508 37,323 Kab. Deli Serdang
115,879 300,134 380,055 465,000 Kab. Tanah Karo
26,500 31,150 46,826 48,166 Kab. Labuhan Batu
35,658 48,921 50,000 66,557 Kab. Langkat 32,441 38,637 59,280 68,972 Kab. Mandailing
Natal 12,462 25,000 45,000 47,000 Kab. Nias 7,850 10,092 24,008 30,533 Kab. Simalungun 38,761 58,441 113,095 63,738 Kab. Tapanuli
Selatan 33,419 38,126 56,283 64,087 Kab. Tapanuli
Tengah 16,000 16,709 26,000 26,660 Kab. Tapanuli
Utara 9,370 13,528 14,303 36,138 Kab. Toba Samosir
14,853 12,032 18,913 19,007 Kota Binjai 23,257 33,043 35,179 46,140 Kota Medan 486,826 829,794 1,416,229 1,758,788 Kota Pematang
Siantar 24,087 43,648 60,032 71,612 Kota Sibolga 16,649 17,840 21,100 30,587 Kota Tanjung Balai
17,650 22,146 31,855 32,035 Kota Tebing Tinggi
17,642 27,991 28,939 36,273
Kota Padang
Sidempuan 16,200 19,755 23,159 42,180 Kab. Pakpak Barat
4,379 5,045 6,271 9,335 Kab. Nias Selatan
14,075 10,000 15,008 75,541 Kab.Humbang Hasundutan 14,203 18,244 10,745 15,213
(3)
Kab. Serdang Bedagai
26,418
35,710
40,969
53,785 Kab. Samosir
20,994
20,569
14,063
20,008 Kab. Batu Bara
18,035
16,316
17,590
35,362 Kab. Padang Lawas
13,007
18,135
28,177
25,905 Kab. Padang Lawas
Utara
9,061
15,083
14,677
15,498 Kab. Labuhanbatu
Selatan
5,215
10,053
18,726
130,288 Kab. Labuhanbatu
Utara
5,137
7,809
13,065
23,207 Kab. Nias Utara
1,631
2,000
5,000
12,500 Kab. Nias Barat
1,000
2,000
6,000
8,200 Kota Gunung Sitoli
2,500
4,000
7,888
20,478
(4)
Lampiran 6
Data Realisasi Belanja Modal (BM) Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(dalam milliar rupiah)
Kabupaten/Kota 2010 2011 2012 2013
Kab. Asahan 76,156 143,834 178,858 152,417 Kab. Dairi 43,141 67,903 92,917 142,118 Kab. Deli Serdang 227,207 345,695 415,159 528,873 Kab. Tanah Karo 48,718 136,486 178,860 196,765 Kab. Labuhan Batu 82,928 128,549 178,617 197,527 Kab. Langkat 116,556 197,719 263,694 365,774 Kab. Mandailing Natal 58,981 81,173 79,839 114,294 Kab. Nias 128,451 150,863 180,361 202,039 Kab. Simalungun 156,404 164,295 335,421 143,494 Kab. Tapanuli Selatan 129,908 130,515 199,595 295,529 Kab. Tapanuli Tengah 68,782 127,960 117,582 295,213 Kab. Tapanuli Utara 29,222 113,807 168,314 172,108 Kab. Toba Samosir 89,226 65,156 109,900 154,487 Kota Binjai 65,664 84,892 153,616 196,688 Kota Medan 384,107 538,560 873,176 1,201,667 Kota Pematang Siantar 69,181 108,507 99,133 159,086 Kota Sibolga 44,776 106,138 66,910 121,776 Kota Tanjung Balai 78,690 80,560 117,835 185,913 Kota Tebing Tinggi 39,734 72,335 20,434 104,332 Kota Padang Sidempuan 22,739 52,665 51,986 142,706 Kab. Pakpak Barat 42,796 65,797 73,996 129,937 Kab. Nias Selatan 127,833 120,453 189,520 363,937 Kab.Humbang Hasundutan 67,425 100,926 137,668 210,173 Kab. Serdang Bedagai 144,810 130,215 134,482 253,236 Kab. Samosir 44,839 95,109 99,675 186,891 Kab. Batu Bara 100,233 156,666 185,601 238,534 Kab. Padang Lawas 136,203 162,422 170,202 172,606 Kab. Padang Lawas Utara 92,141 135,904 229,691 276,030 Kab. Labuhanbatu Selatan 78,178 140,287 135,120 324,466 Kab. Labuhanbatu Utara 95,750 105,535 109,607 148,102 Kab. Nias Utara 40,836 140,972 103,767 170,358 Kab. Nias Barat 60,155 154,754 156,945 170,355 Kota Gunung Sitoli 22,261 142,198 152,792 151,576
(5)
Lampiran 7
Data Rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(%) Kabupaten/Kota
RASIO 2010 RASIO 2011 RASIO 2012 RASIO 2013
RASIO RATA-RATA Kab. Asahan 0,0514115 0,068588465 0,045550798 0,140340826 0,076472898 Kab. Dairi 0,0198325 0,03738285 0,02929598 0,096929351 0,045860171 Kab. Deli Serdang 0,25254593 0,773546386 0,542914306 1,207633482 0,694160025 Kab. Tanah Karo 0,057754 0,080284068 0,066891879 0,125089452 0,082504849 Kab. Labuhan Batu 0,07771343 0,126084674 0,071425736 0,172851418 0,112018814 Kab. Langkat 0,07070243 0,099579481 0,084682511 0,179123353 0,108521944 Kab. Mandailing Natal 0,0271591 0,064433441 0,064283163 0,122061879 0,069484395 Kab. Nias 0,01710826 0,026009243 0,034296493 0,079295526 0,03917738 Kab. Simalungun 0,08447586 0,150621258 0,161557698 0,165532773 0,140546897 Kab. Tapanuli Selatan 0,07283291 0,098262928 0,080401235 0,16643738 0,104483612 Kab. Tapanuli Tengah 0,03487034 0,043064735 0,037141383 0,069237163 0,046078405 Kab. Tapanuli Utara 0,02042172 0,034867424 0,020431596 0,093853519 0,042393566 Kab. Toba Samosir 0,03237078 0,031009526 0,027018108 0,049361221 0,034939907 Kota Binjai 0,0506873 0,08516328 0,050254005 0,119827436 0,076483006 Kota Medan 1,06098711 2,138658177 2,023104226 4,567679738 2,447607312 Kota Pematang Siantar 0,05249536 0,112496539 0,08575601 0,185979497 0,109181851 Kota Sibolga 0,03628471 0,045980771 0,030142305 0,079435755 0,047960886 Kota Tanjung Balai 0,03846634 0,057077747 0,045505822 0,083196857 0,056061692 Kota Tebing Tinggi 0,03844878 0,072141605 0,041340288 0,094202995 0,061533417 Kota Padang Sidempuan 0,03530622 0,050914105 0,03308239 0,109545082 0,057211949 Kab. Pakpak Barat 0,00954299 0,013001923 0,00895768 0,024244204 0,0139367 Kab. Nias Selatan 0,03067429 0,025773376 0,021438435 0,196185118 0,068517805 Kab.Humbang
Hasundutan 0,03095303 0,047021508 0,015349666 0,039508317 0,03320813 Kab. Serdang Bedagai 0,0575745 0,092036727 0,058524951 0,139682717 0,086954724 Kab. Samosir 0,04575497 0,053012641 0,020089152 0,051962282 0,042704762 Kab. Batu Bara 0,03930601 0,0420526 0,025126957 0,091838432 0,049580999 Kab. Padang Lawas 0,02834657 0,04673944 0,040251864 0,067276637 0,045653628 Kab. Padang Lawas
Utara 0,01974781 0,038874629 0,020966004 0,04024846 0,029959226
Kab. Labuhanbatu
Selatan 0,01136615 0,025909212 0,026749652 0,338366335 0,100597837 Kab. Labuhanbatu Utara 0,01119558 0,020125914 0,018662905 0,060271143 0,027563884 Kab. Nias Utara 0,00355553 0,005154675 0,007142574 0,032463266 0,012079012 Kab. Nias Barat 0,00218021 0,005154675 0,008571088 0,021295902 0,009300469 Kota Gunung Sitoli 0,00544849 0,010309351 0,011268351 0,053181514 0,020051926
(6)
Lampiran 8
Data Rasio Belanja Modal (BM) terhadap APBD Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2013
(%) Kabupaten/Kota
RASIO 2010
RASIO 2011
RASIO 2012
RASIO 2013
RASIO
RATA-RATA Kab. Asahan 0,16597368 0,37070923 0,25550058 0,39583535 0,29700471 Kab. Dairi 0,09402214 0,17500971 0,13273365 0,36909001 0,19271388 Kab. Deli Serdang 0,49517469 0,89097371 0,59306069 1,37351523 0,83818108 Kab. Tanah Karo 0,10617665 0,35177025 0,25550348 0,51101081 0,3061153 Kab. Labuhan Batu 0,18073396 0,33131387 0,25515659 0,51298951 0,32004848 Kab. Langkat 0,25402238 0,50958989 0,37669035 0,9499373 0,52255998 Kab. Mandailing Natal 0,12854355 0,2092096 0,11405156 0,29682731 0,187158 Kab. Nias 0,27994476 0,38882574 0,25764904 0,52470789 0,36278186 Kab. Simalungun 0,34086682 0,42344427 0,47915423 0,37266162 0,40403174 Kab. Tapanuli Selatan 0,28312179 0,33637996 0,28512389 0,7675068 0,41803311 Kab. Tapanuli Tengah 0,14990386 0,32979526 0,167968 0,76668629 0,35358835 Kab. Tapanuli Utara 0,06368706 0,29331817 0,24043936 0,44697568 0,26110507 Kab. Toba Samosir 0,19445957 0,16792882 0,15699358 0,40121132 0,23014832 Kota Binjai 0,14310856 0,21879464 0,21944302 0,51081087 0,27303927 Kota Medan 0,837121 1,38805207 1,24734453 3,1208031 1,64833018 Kota Pematang Siantar 0,15077172 0,27965871 0,14161242 0,4131559 0,24629969 Kota Sibolga 0,09758503 0,27355218 0,09558249 0,31626025 0,19574499 Kota Tanjung Balai 0,17149668 0,20763153 0,16832843 0,48282719 0,25757096 Kota Tebing Tinggi 0,08659679 0,18643242 0,02919041 0,27095625 0,14329397 Kota Padang Sidempuan 0,04955717 0,13573592 0,0742629 0,37061702 0,15754325 Kab. Pakpak Barat 0,09326856 0,16958006 0,10570422 0,33745409 0,17650173 Kab. Nias Selatan 0,27859767 0,31044787 0,27073204 0,94516667 0,45123606 Kab.Humbang Hasundutan 0,14694625 0,26011927 0,19666078 0,54583126 0,28738939 Kab. Serdang Bedagai 0,3155976 0,33560834 0,1921091 0,65767027 0,37524633 Kab. Samosir 0,09772243 0,24512918 0,14238757 0,48536852 0,24265192 Kab. Batu Bara 0,21844767 0,40378172 0,26513326 0,61948664 0,37671232 Kab. Padang Lawas 0,29683948 0,41861587 0,24313621 0,44826864 0,35171505 Kab. Padang Lawas Utara 0,20081171 0,35027095 0,32811736 0,71686667 0,39901667 Kab. Labuhanbatu Selatan 0,17038142 0,36156701 0,19302101 0,84265701 0,39190661 Kab. Labuhanbatu Utara 0,20867666 0,27199894 0,15657576 0,38463112 0,25547062 Kab. Nias Utara 0,0889972 0,3633317 0,14823244 0,44243092 0,26074806 Kab. Nias Barat 0,1311009 0,39885314 0,22419797 0,44242296 0,29914374 Kota Gunung Sitoli 0,04851556 0,3664925 0,2182654 0,39365234 0,25673145