Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara
KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN
PULAU KAMPAI KECAMATAN PANGKALAN SUSU
KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
SKRIPSI
HARIADI SIRAIT
060805048
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
(2)
PERSETUJUAN
Judul : KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN PULAU KAMPAI KECAMATAN
PANGKALAN SUSU KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
Ketegori : SKRIPSI
Nama : HARIADI SIRAIT
No Induk : 060805048
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI Departemen : BIOLOGI
Fakultas : METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Februari 2011
Pembimbing II Pembimbing I
Mayang Sari Yeanny, S,Si,M,Si Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc NIP. 19721126 1998022 002 NIP. 19581016 1987031 003
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua
( Dr. Nursahara Pasaribu, M. Si ) NIP. 196301231990032001
(3)
PERNYATAAN
KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN PULAU KAMPAI KECAMATAN PANGKALAN SUSU
KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Februari 2011
HARIADI SIRAIT 060805048
(4)
PENGHARGAAN
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini yang berjudul ”Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara”, yang merupakan satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc, dan Ibu Mayang Sari Yeanny, M.Si sebagai Dosen Pembimbing penyelesaian skripsi ini, dalam memberikan panduan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan skripsi ini. Panduan ringkas, padat dan profesional telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Drs. Arlen H.J, M.Si, Bapak Riyanto Sinaga S.Si, M.Si selaku Dosen Penguji dan Bapak Drs. Nursal, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik yang membimbing penulis selama masa perkuliahan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ketua Departemen Biologi, Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc dan Pegawai Administrasi Rosalina Ginting, Erwin serta seluruh Dosen Pengajar di Departemen Biologi.
Penulis juga berterimakasih kepada kepada Tim Lapangan: Zulfa Suza, Maslena Siregar, Grisa Tratlira, Afridawati dan Dian purnamasari. Kepada sahabat-sahabat saya Andri Kottung, Rudi Bagol, Sutrisno Chan, Kasbi Zaini, Umri Macaca, Marzuki Rahman, Zulfan Arico, Sulistiadi, Helen, Dola, Titien, Desmina, Hilda, Farida, Dwi Koplo, Yanti, Diah, Widya, rekan-rekan seperjuangan stambuk 2006 saya ucapakan terimakasih yang selalu memberikan semangat kepada saya. Terima kasih juga kepada Bang Misran, Bang Taripar, Bang David, Bang Alex,
(5)
Bang Pato, Bang Daniel, Kak Tober, Jayana, Juventus, Reymon, Siti, Hotda, Nina, Desy Mery dan seluruh senior dan junior saya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, serta tim asisten Puslit Bang Lintong, Bang Frans, Amos, Marcel, yang banyak memberikan dorongan dan semangat kepada saya. Khusus kepada Resti Feronika Purba Amd. saya mengucapkan terimakasih, yang selalu memberikan motivasi kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini
Akhirnya yang tidak terlupakan, terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan buat tiap tetes keringat, air mata, dan setiap doa kepada Yang Terhormat Ayahanda A. Sirait dan Ibunda M. Sitorus, kepada Abang saya Pak Desy S.H, Pak Philip S.H, Pak Cristian S.T, Pak Gloria S.E, Tumpal Kurniawan Amd, Kakak saya Mama Aline Amd, Dewi Amd dan Adik saya Ridoy Ekadarmawan S.T, yang selalu memberikan dukungan doa dan moril kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyelesaian penelitian ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.
(6)
KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN PULAU KAMPAI KECAMATAN PANGKALAN SUSU
KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian tentang “Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Perairan Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara” dilakukan pada bulan Juni 2010. Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, dan pada tiap stasiun dilakukan tiga puluh kali ulangan. Titik pengambilan sampel menggunakan metode Purpossive Random Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan jala kemudian dilakukan identifikasi di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman ikan terdiri dari 5 ordo, 15 famili, 16 genus dan 16 spesies. Kepadatan populasi ikan tertinggi adalah spesies Dermogenis sp. sebesar 6,13 ind/100m2 (stasiun II) dan kepadatan populasi terendah adalah pada spesies
Apogon sp. sebesar 0,94 ind/100m2 (stasiun III). Keanekaragaman ikan tertinggi sebesar 2,452 (stasiun I) dan keanekaragaman terendah sebesar 2,091 (stasiun III), secara keseluruhan keanekaragaman ikan di perairan Pulau Kampai tergolong sedang. Keseragaman ikan tertinggi terdapat pada stasiun I (0,884) dan terendah pada stasiun III (0,754). Pola distribusi setiap spesies yang didapat tergolong acak, seragam dan berkelompok. Keanekaragaman ikan di perairan Pulau Kampai dipengaruhi Suhu, salinitas dan BOD5.
(7)
THE DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF FISHES AT KAMPAI ISLAND WATER PANGKALAN SUSU DISTRICT LANGKAT RESIDENCE
NORTH SUMATERA
ABSTRACT
Research about “The Diversity and Distribution of Fishes at Kampai Island Waters, Pangkalan Susu District, Langka Residence, North Sumatera” was done at June 2010. Samples were taken from three stations and at each station was done thirty times of repetition. The point of sample taking was using Purposive Random Sampling Method. Samples were taken by using fishing net then identified that was done in Laboratory of Natural Resources and Environment Processing, Biology Department, Mathematic and Science Faculty, North Sumatera University. From result of research were taken fish that were consists of 5 ordos, 15 families, 16 genus and 16 species. The highest value of density is at Dermogenis sp with value 6,13 ind/100 m2 (station II) and the lowest value of density is at Apogon sp with value 0,94 ind/100 m2 (station III). The highest diversity is 2,452 (station I) and the lowest value of diversity is 2,091 (station III). Based on that value, the diversity of fishes at Kampai Island Waters is classified in middle level. The highest value of uniformity is at station I with value 0,884 and the lowest value of uniformity is at station III with value 0,754. Distribution pole of each species is classified in to random, uniform and group. Temperature, salinity and BOD5 have real influence
to the diversity of fishes.
(8)
DAFTAR ISI halaman Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract ii iii iv vi vii
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Lampiran xi
Daftar Gambar xii
Bab 1 Pendahuluan 1
Bab 2
Bab 3
1.1 Latar Belakang
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Hipotesis
1.5 Manfaat Penelitian
Bahan dan Metoda
2.1 Metode Penelitian
2.2 Deskripsi Area
2.3 Pengambilan Sampel Ikan
2.4 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 2.5 Analisis Data
Hasil dan Pembahasan
3.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi
3.2 Kepadatan Individu (ind/100m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap stasiun penelitian. 3.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan pada masing-masing stasiun penelitian
3.4 Indeks Similaritas
3.5 Indeks Distribusi (Morista) 3.6 Faktor Fisik-Kimia Perairan
3.6.1 Suhu
3.6.2 Penetrasi Cahaya
3.6.3 Intensitas Cahaya
3.6.4 Salinitas
3.6.5 pH
3.6.6 DO
3.6.7 Kejenuhan Oksigen 3.6.8 BOD5
3.7 Analisa Korelasi
1 4 5 5 5 6 6 6 8 9 10 14 14 27 30 32 33 34 35 36 37 37 38 39 40 41 41
(9)
Bab 4 Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
44 44 44
(10)
DAFTAR TABEL
halaman Tabel 2.4 Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor
Fisik– Kimia Perairan 10
Table 3.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang didapat pada Stasiun Penelitian 14 Tabel 3.2 Kepadatan (ind/100m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan Frekuensi
Kehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian 27 Tabel 3.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E)Ikan
pada masing-masing Stasiun Penelitian 30
Tabel 3.4 Indeks Similaritas (IS) Ikan pada masing-masing Stasiun
Penelitian 32
Tabel 3.5 Indeks Morista pada Setiap Stasiun Penelitian 33 Tabel 3.6 Rata-rata Nilai Faktor Fisik- Kimia yang diperoleh Pada Setiap
Stasiun Penelitian 34
Tabel 3.7 Nilai Korelasi yang diperoleh antar parameter fisik-kimia perairan dengan Keanekaragaman Ikan yang didapatkan pada setiap Stasiun
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
halaman Lampiran A Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur DO 48 Lampiran B Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 49 Lampiran C Nilai Oksigen Terlarut Maksimum (mg/l) pada Berbagai
Besaran Temperatur Air 50
Lampiran D Peta Lokasi 51
Lampiran E Data Mentah Penelitian 52
Lampiran F Jenis dan Jumlah Spesies Ikan pada masing-masing Stasiun
Penelitian 54
Lampiran G Contoh Perhitungan 55
(12)
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1. Stasiun I 7
Gambar 2. Stasiun II 7
Gambar 3. Stasiun III 8
Gambar 4. Ikan Tepu (Xenentodonsp.) 15
Gambar 5. Ikan Cucut (Dermogenys sp.) 16
Gambar 6. Ikan Belanak (Mugil sp.) 17
Gambar 7. Ikan Kekek Lendir (Leiognathus sp.) 17 Gambar 8. Ikan Kekek Emping (Secutor sp.) 18
Gambar 9. Ikan Tanda (Lutjanus sp.) 19
Gambar 10. Ikan Ketang Surat (Singanus sp.) 20
Gambar 11. Ikan Kedendang (Terapon jarbua) 20
Gambar 12. Ikan Ketang Rintik (Scatophagus sp.) 21
Gambar 13. Ikan Suding (Apogon sp.) 22
Gambar 14. Ikan Gulama (Johnius sp.) 23
Gambar 15. Ikan Pasir (Butissp.) 23
Gambar 16. Ikan Kerot-Kerot (Pomadasyssp.) 24
Gambar 17. Ikan Seriding (Ambasis sp.) 25
Gambar 18. Ikan Patin (Pangasius sp.) 26 Gambar 19. Ikan Sembilang (Plotosus sp.) 26
(13)
KEANEKARAGAMAN DAN DISTRIBUSI IKAN DI PERAIRAN PULAU KAMPAI KECAMATAN PANGKALAN SUSU
KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Penelitian tentang “Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Perairan Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara” dilakukan pada bulan Juni 2010. Sampel diambil dari tiga stasiun pengamatan, dan pada tiap stasiun dilakukan tiga puluh kali ulangan. Titik pengambilan sampel menggunakan metode Purpossive Random Sampling. Sampel diambil dengan menggunakan jala kemudian dilakukan identifikasi di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan keanekaragaman ikan terdiri dari 5 ordo, 15 famili, 16 genus dan 16 spesies. Kepadatan populasi ikan tertinggi adalah spesies Dermogenis sp. sebesar 6,13 ind/100m2 (stasiun II) dan kepadatan populasi terendah adalah pada spesies
Apogon sp. sebesar 0,94 ind/100m2 (stasiun III). Keanekaragaman ikan tertinggi sebesar 2,452 (stasiun I) dan keanekaragaman terendah sebesar 2,091 (stasiun III), secara keseluruhan keanekaragaman ikan di perairan Pulau Kampai tergolong sedang. Keseragaman ikan tertinggi terdapat pada stasiun I (0,884) dan terendah pada stasiun III (0,754). Pola distribusi setiap spesies yang didapat tergolong acak, seragam dan berkelompok. Keanekaragaman ikan di perairan Pulau Kampai dipengaruhi Suhu, salinitas dan BOD5.
(14)
THE DIVERSITY AND DISTRIBUTION OF FISHES AT KAMPAI ISLAND WATER PANGKALAN SUSU DISTRICT LANGKAT RESIDENCE
NORTH SUMATERA
ABSTRACT
Research about “The Diversity and Distribution of Fishes at Kampai Island Waters, Pangkalan Susu District, Langka Residence, North Sumatera” was done at June 2010. Samples were taken from three stations and at each station was done thirty times of repetition. The point of sample taking was using Purposive Random Sampling Method. Samples were taken by using fishing net then identified that was done in Laboratory of Natural Resources and Environment Processing, Biology Department, Mathematic and Science Faculty, North Sumatera University. From result of research were taken fish that were consists of 5 ordos, 15 families, 16 genus and 16 species. The highest value of density is at Dermogenis sp with value 6,13 ind/100 m2 (station II) and the lowest value of density is at Apogon sp with value 0,94 ind/100 m2 (station III). The highest diversity is 2,452 (station I) and the lowest value of diversity is 2,091 (station III). Based on that value, the diversity of fishes at Kampai Island Waters is classified in middle level. The highest value of uniformity is at station I with value 0,884 and the lowest value of uniformity is at station III with value 0,754. Distribution pole of each species is classified in to random, uniform and group. Temperature, salinity and BOD5 have real influence
to the diversity of fishes.
(15)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup.Biota laut hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai dasar laut yang terjeluk sekalipun. Keberadaan biota laut ini sangat menarik perhatian manusia, bukan saja kehidupannya yang penuh dengan rahasia tetapi karena manfaatnya yang besar bagi kehidupan manusia (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 3). Pemanfaatan sumber daya alam yang terus meningkat, dengan tujuan mengejar target pemenuhan kebutuhan secara menyeluruh tanpa memperhatikan aspek kelestarian, akan sangat mengancam kebaradaan sumber daya alam tersebut (Dahuri, 2003, hlm: 245).
Indonesia sebagai negara kepulauan terletak di antara Samudera Fasifik dan samudera hindia dan mempunyai tatanan geografi yang rumit dilihat dari topografi dasar lautnya. Dasar perairan indonesia di beberapa tempat, terutama di kawasan barat menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata yang hampir seragam, tetapi di tempat yang lain terutama di kawasan timur menunjukkan bentuk-bentuk yang lebih majemuk, tidak teratur dan rumit (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 3).
Bentuk dasar laut yang majemuk tersebut serta lingkungan air di atasnya memberi kemungkinan munculnya keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas, baik secara horizontal maupun secara vertikal. Lingkungan laut selalu berubah dan dinamis. Kadang-kadang perubahan lingkungan ini lambat, seperti datangnya zaman es yang memakan waktu ribuan tahun. Kadang-kadang cepat seperti datangnya hujan badai yang menumpahkan air tawar dan menglirkan endapan lumpur dari daratan ke laut. Cepat atau lambatnya perubahan itu
(16)
sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktor-faktor lingkungan (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 7).
Jumlah dan keanekaragaman jenis biota yang hidup di laut sangat menakjubkan. Walaupun sudah banyak sekali diketahui jenis-jenis tersebut, ilmuan masih saja menemukan penghuni-penghuni baru, terutama di daerah terpencil dan di lingkungan laut yang dulunya tak pernah dijangkau orang. Perbedaan keadaan berbagai lingkungan di laut sangat besar dan penghuninya pun beraneka ragam. Namun demikian ada keteraturan dalam penyebaran makhluk-makhluk laut tersebut. Di laut terdapat makhluk-makhluk mulai dari yang berupa jasad-jasad hidup bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup yang berukuran sangat besar seperti ikan paus yang panjangnya lebih dari 10 meter. Ratusan ribu jenis biota laut telah di ketahui dan semua relung (niche = sebanding dengan mikrohabitat) di lingkungan laut dihuni oleh biota. Disebagian besar wilayah perairan terdapat banyak sekali jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi di beberapa wilayah perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang hidup dan berinteraksi karena kendala makanan khususnya lingkungan umumnya (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 36).
Ikan merupakan vertebrata akuatik dan bernafas dengan insang (beberapa jenis ikan bernafas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung renang/gelembung udara). Mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio. Otak itu di bungkus dalam kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan) atau tulang menulang. Ada sepasang mata. Kecuali ikan-ikan siklomata, mulut ikan itu di sokong oleh rahang. Telinga hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran semi sirkular, sebagai organ keseimbangan. Jantung berkembang baik. Sirkulasinya menyangkut aliran seluruh darah dari jantung melalui insang lalu keseluruh tubuh lain. Tipe ginjal adalah profonefros dan mesonefros (Brotowidjoyo, 1993, hlm: 181).
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan truncus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara truncus dan ekor disebut anus. Kulit ikan terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri
(17)
dari jaringan pengikat dilapisi oleh epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat kelenjar uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin (Brotowidjoyo, 1993, hlm: 181).
Ikan merupakan organisme akuatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang diakibatkan oleh aktifitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.Limbah-limbah buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktifitas manusia tersebut mempengaruhi kualitas perairan baik fisik, kimia dan biologis diantaranya terhadap penyebaran ikan (Rifai et al, 1984,hlm:44).
Air merupakan tempat ikan untuk melakukan berbagai macam aktivitas dalam seluruh siklus hidupnya. Semua fungsi vital ikan seperti makan, pencernaan, pertumbuhan, respon pada stimulus dan reproduksi tergantung pada air. Pada ikan aspek terpenting dalam air adalah oksigen yang terlarut dalam air, garam yan terlarut, cahaya, suhu, substansi yang beracun dan bahaya musuh (Marshall, 1982, hlm: 69).
Perbedaan habitat menyebabkan perkembangan organ-organ ikan disesuaikan dengan konsidi lingkungan. Misalnya, sebagai hewan yang hidup di air, baik itu yang hidup di perairan tawar maupun diperairan laut menyebabkan ikan harus dapat mengetahui kekuatan maupun arah arus, karena ikan dilengkapi dengan organ yang di kenal sebagai linea lateralis. Organ ini tidak ditemukan pada hewan darat. Contoh lain perbedaan konsentrasi antara medium tempat hidup dan konsentrasi cairan tubuh memaksa ikan melakukan osmoregulasi untuk mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya akibat difusi dan osmosis. Bila hal itu tidak dilakukan maka ikan laut dapat menjadi ikan kering yang asin, sedangkan ikan air tawar dapat mengalami kematian akibat kelebihan air (Fujaya, 2002, hlm: 4).
Penyebaran ikan di perairan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: faktor biotik, faktor abiotik, faktor teknologi, dan kegiatan manusia. Faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan faktor abiotik yang
(18)
mencakup faktor fisik dan kimia yaitu cahaya, suhu, arus, garam-garam mineral, angin, pH, oksigen terlarut, salinitas dan BOD. Sedangkan faktor teknologi dan kegiatan manusia berupa hasil teknologi dan kegiatan-kegiatan lain baik yang sifatnya memperburuk lingkungan seperti pabrik yang membuang limbahnya ke perairan maupun yang memperbaiki lingkungan seperti pelestarian daerah pesisir (Rifai et al, 1984, hlm: 44).
Pulau Kampai, secara administrasi terletak di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.Pulau Kampai ini memiliki luas 700 ha, terdiri dari tujuh dusun yang dihuni 1200 kepala keluarga, saat ini penduduknya kurang lebih ada 4200 jiwa.Pulau Kampai berjarak lebihkurang 96 Km dari Kota Medan atau sekitar 53 Km dari Kota Stabat, Kabupaten Langkat.Di pulau Kampai ini terdapat berbagai aktivitas manusia antara lain: kegiatan domestik, pertambakan ikan, dan pembuangan limbah industri yang dapat mengubah faktor fisik-kimia perairan secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan faktor fisik-kimia tersebut akan mempengaruhi keberadaan ikan di dalam ekosistem perairan yang selanjutnya juga akan mempengaruhi biota air lainnya.Namun sejauh ini belum diketahui keanekaragaman ikan di perairan Pulau Kampai dan bagaimana hubungan keanekaragaman tersebut dengan nilai faktor fisik-kimia di perairan Pulau Kampai Langkat.Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilakukan penelitian tentang Keanekaragaman dan Distribusi Ikan di Perairan Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
1.2Permasalahan
Adanya berbagai aktivitas masyarakat seperti pertambakan dan pemukiman penduduk mengakibatkan perubahan faktor-faktor lingkungan yang juga akan berdampak terhadap keberadaan populasi biota yang hidup di dalamnya, khususnya ikan. Namun sejauh ini belum diketahui bagaimanakah keanekaragaman maupun distribusi ikan di perairan Pulau Kampai.
(19)
1.3TujuanPenelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Pulau Kampai.
b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor fisik-kimia perairan dengan keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Pulau Kampai.
1.4Hipotesis
a. Terdapat perbedaan keanekaragaman dan distribusi ikan pada setiap stasiun pengamatan di perairan Pulau Kampai.
b. Faktor fisik-kimia perairan mempunyai korelasi dengan nilai indeks keanekaragaman ikan di perairan Pulau Kampai.
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk :
a. Memberikan informasi mengenai keanekaragaman dan distribusi ikan di perairan Pulau Kampai.
b. Sumber informasi penting untuk masyarakat dan instansi terkait agar dapat mengelola kawasan perairan Pulau Kampai dengan baik.
(20)
BAB 2
BAHAN DAN METODA
2.1 Metode Penelitian
Penentuan lokasi sampling untuk pengambilan sampel ikan dilakukan dengan Metode “Purpossive Random Sampling”pada tiga stasiun penelitian. Di masing-masing stasiun dilakukan sebanyak 30 kali ulangan pengambilan sampel yang dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2010.
2.2 Deskripsi Area
Pulau Kampai terletak di Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Pulau Kampai berjarak 3 jam dari kota Medan dan memiliki luas 700 Ha, terdiri dari tujuh dusun yang dihuni 1200 kepala keluarga (KK) dengan jumlah peduduk 4200 jiwa. Secara geografis Pulau kampai terletak pada 04˚11’31,9” LU dan 098˚14’14,5” BT sampai 04˚11’20,8” LU dan 098˚14’45,1” BT (Lampiran D). Di Kawasan perairan Pulau Kampai terdapat mangroveantara lain tanaman bakau (Avicenia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp.), api-api (Avicenia marina), buta-buta (Exceocaria agallocha), nipah (Nypha sp.). dan beberapa tempat aktivitas masyarakat seperti pertambakan ikan dan pemukiman penduduk. a. Stasiun I
Stasiun ini merupakan daerah Mangrove (Gambar 1) sebagai kontrol. Secara geografis terletak pada04˚11’31,9” LU dan098˚14’14,5” BT. Substrat pada stasiun ini berupa lumpur.
(21)
b. Stasiun Stas geografis t stasiun ini b
c. Stasiun Stas geografis t stasiun ini b
Ga II
siun ini m terletak ant berupa pasir
Ga III
siun ini me terletak ant berupa pasir
ambar 1. St
merupakan d tara 04˚11’
r.
ambar 2. St
erupakan da tara 04˚11’2
r.
tasiun I. M
daerah pert 16,2” LU
tasiun II. P
aerah pemuk 20,8” LU
Mangrove (K
tambakan i dan 098˚14
Pertambaka
kiman pend dan 098˚14
Kontrol)
ikan (Gam 4’34,7” BT
an Ikan
duduk (Gam 4’45,1” BT
mbar 2). S T. Substrat
mbar 3). S T. Substrat
Secara pada
Secara pada
(22)
j
2.3 Pengam Pen jam 09.00 20.00 samp dengan dia dilakukan Jarak antar menit setia dari setiap berisi alkoh Laboratoriu Biologi FM seperti Saan Gam mbilan Sam ngambilan s
sampai jam pai jam 06 ameter 3 m sebanyak 3 r satu tempa ap pengamb
jenis ikan hol 70% seb um Pengelo MIPA USU,
nin (1968),
mbar 3. Stas
mpel sampel ikan m 15.00 WI .00 WIB, y meter dan lu
30 kali ula at pengamb bilan sampel yang didap bagai penga olaan Sum untuk diid dan Kottela
siun III. Pe
n dilaksanak IB, dan pad
yang dilaku uas mata ja angan pada bilan sampe l. Ikan yan pat dan dim awet. Sampe mber Daya dentifikasi d at et al (199
mukiman P
kan pada si da malam s
ukan denga ala 1,5 cm. a masing-m el ± 1 m da g didapat d masukkan k el yang diaw
Alam dan dengan men 93). Penduduk iangsampai amapai pag an menggun Pengambil masing stasi
an selang w diambil beb kedalam bot wetkan kem Lingkunga nggunakan b sore hari, gi hari yaitu
nakan jala ilan sampel iun pengam waktu sekita berapa ekor tol sampel mudian dibaw gan, Depart buku identi yaitu u jam tebar l ikan matan.
ar ± 5 (3-5) yang wa ke temen fikasi
(23)
2.4 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan Faktor fisik dan kimia perairan yang diukur mencakup: a. Suhu
Suhu diukur dengan menggunakan termometer air raksa yang dimasukkan kedalam badan air ± 3 menit kemudian dibaca skala yang tertera pada termometer. b. Penetrasi Cahaya
Diukur dengan menggunakan keping Seechi yang dimasukkan kedalam badan air sampai keping seechi tidak terlihat, kemudian diukur panjang tali yang masuk kedalam air.
c. Intensitas Cahaya
Diukur dengan menggunakan lux meter yang diletakkan ke arah datangnya cahaya, kemudian dibaca skala yang tertera pada lux meter tersebut.
d. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan refraktometer, diambil sampel air sebanyak satu tetes lalu diteteskan pada permukaan alat refraktometer tersebut dan dilihat batas akhir pada skala.
e. pH (Derajat Keasaman)
pH diukur dengan menggunakan pH meter dengan cara memasukkan pH meter ke dalam sampel air yang diambil dari dasar perairan sampai pembacaan pada alat konstan dan dibaca angka yang tertera pada layout pH meter tersebut.
(24)
f. Oksigen Terlarut (DO = Disolved Oxygen)
Oksigen terlarut(DO= Disolved Oxygen) diukur dengan menggunakan metoda winkler. Sampel air diambil dari dasar perairan dan dimasukkan ke dalam botol winkler kemudian dilakukan pengukuran oksigen terlarut. Bagan kerja terlampir (Lampiran A).
g. BOD5 (Biological Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan dengan menggunakan metode Winkler.Sampel air diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20oC kemudian diukur nilainya dengan metode winkler dimana nilai BOD5didapat dari pengurangan DO awal – DO akhir. Bagan kerja terlampir (Lampiran B).
Secara keseluruhan pengukuran faktor fisik kimia beserta satuan dan alat yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Alat dan Satuan yang dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik– Kimia Perairan
No Parameter
Fisik – Kimia Satuan Alat
Tempat Pengukuran
1. Suhu °C Termometer Air Raksa In – situ
2. Penetrasi Cahaya m Keping Sechii In – situ
3. Intensitas Cahaya Candela Lux meter In – situ
4. Salinitas 0/00 Refraktometer In – situ
5. pH Air - pH meter In –situ
6. DO (Oksigen Terlarut) mg/l Metoda Winkler In –situ
7. Kejenuhan Oksigen % Laboratorium
8. BOD5 mg/l Metoda Winkler Laboratorium
2.5 Analisisis Data
Data ikan yang diperoleh dihitung nilai kepadatan populasi, kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon-Wienner, indeks ekuitabilitas, indeks similaritas, indeks morista dan analisa kolerasi (Krebs, 1985, hlm: 516-532; Michael, 1984, hlm: 217-219) sebagai berikut:
(25)
a. Kepadatan Populasi (K)
Jala Luas
Ulangan spesies
suatu individu Jumlah
K /
b. Kepadatan relatif (KR)
% 100 tan
tan
x jenis seluruh kepada
jumlah
jenis suatu kepada
KR
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
FK = x100%
ulangan total
Jumlah
jenis suatu ditempati yang
ulangan Jumlah
Dimana nilai FK : 0-25% : sangat jarang
25%-50% : jarang
50%-75% : banyak
75%-100% : sangat banyak
d. Indeks Keanekaragaman/ Diversitas Shannon-Wiener (H’)
pi pi
H' ln
dimana :
H’ = Indeks Diversitas Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung keanekaragaman ikan
Pi = proporsi spesies ke-i Ln = logaritma Nature
Pi = ni / N (Perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)
e.Indeks Equitabilitas / Indeks Keseragaman (E)
max ' )
(
H H
(26)
dimana :
H’ = indeks diversitas Shannon-Wienner H max = keanekaragaman spesies maximum
= ln S (dimana S banyaknya spesies dengan nilai E berkisar antara 0-1
f. Indeks Similaritas (IS) % 100 2
x b a
c IS
dimana:
a = jumlah spesies pada lokasi a b = jumlah spesies pada lokasi b
c = jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b Bila: IS = 75 - 100% : sangat mirip
IS = 50 - 75 % : mirip IS = 25 - 50 % : tidak mirip
IS = < 25 % : sangat tidak mirip
g. Indeks Distribusi(Morista)
1
2
N N
N X n Id
dimana: n = jumlah ulangan
N = jumlah total individu dalam total plot X2 = kuadrat jumlah individu per plot untuk total plot
Kriteria pola distribusi dikelompokkan sebagai berikut: Jika: Id = 1 (distribusi diacak)
Id < 1 (distribusi normal) Id > 1 (distribusi bergerombol)
h. Kejenuhan Oksigen
100 22
(%) x
t O
u O Oksigen
(27)
dimana: O2 (u) = nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 (t) = nilai konsentrasi yang sebenarnya (Lampiran D) sesuai dengan temperatur.
i. Analisis Korelasi
Analisa korelasi dianalisa menggunakan Analisa Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPSS Ver.15.00. Analisa Korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara faktor fisik-kimia dengan keanekaragaman ikan.
(28)
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Jenis-jenis Ikan dan Klasifikasi
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Pulau Kampai Kecamatan Pangkalan Susu kabupaten Langkat Sumatera Utara didapatkan jenis ikan yang termasuk kedalam SubKelas Osteichtyes, terdiri dari 5 ordo, 15 famili, 16 genus dan 16 spesies. Seperti terlihat pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1 Klasifikasi dan Jenis Ikan yang Didapat pada Stasiun Penelitian
ORDO FAMILI GENUS SPESIES NAMA DAERAH
1.Cyprinidontiformes 1. Belonidae 1. Xenentodon 1. Xenentodon sp. 1. Tepu 2. Lophiiformes 2. Antennaridae 2. Dermogenys 2. Dermogenys sp. 2. Cucut 3. Perciformes 3. Mugilidae
4. Leiognathidae 5. Lutjanidae 6. Singanidae 7. Teraponidae 8. Scatophagidae 9. Apogonidae 10. Sciaenidae 11. Eleotrididae 12. Haemulidae 3. Mugil 4. Leiognathus 5. Secutor 6. Lutjanus 7. Siganus 8. Terapon 9. Scatophagus 10. Apogon 11. Johnius 12. Butis 13. Pomadasys
3. Mugil sp. 4. Leiognathus sp. 5. Secutor sp. 6. Lutjanus sp. 7. Siganus sp. 8. Terapon jarbua 9. Scatophagus sp. 10. Apogon sp. 11. Johnius sp. 12.Butis sp. 13. Pomadasys sp.
3. Belanak 4. Kekek Lendir 5. Kekek Emping 6. Tanda
7. Ketang Surat 8. Kedendang 9. Ketang Rintik 10. Suding 11. Gulama 12. Gabus pasir 13. Kerot-kerot 4. Rajiformes 13. Chandidae 14. Ambassis 14. Ambassis sp. 14. Seriding 5. Siluriformes 14. Pangasiidae
15. Plotosidae
15. Pangasius 16. Plotosus
15. Pagasius sp. 16. Plotosus sp.
15. Patin 16. Sembilang
(29)
Ciri-ciri U 1. Spesies Tanda Ikan panjan panjan panja panja dekat yang 2. Spesie Tanda-Ikan in panjan panjan Umum ikan sXenentodo a-tanda kh ini memili ng kepala 4 ng batang e
Menurut ang kepala ang total, ba t ke sirip e panjang, Ti
G s Dermogen
-tanda khu ni memilik g kepala 4, g batang ek
yang didap onsp.(Ikan T
usus: ki panjang 4,1-4,5 cm, ekor 2,1-2,6
Kottelat & sepertiga d adan panjan ekor. Rahan ipe ekor me
Gambar 4. nys sp. (Ika
sus: ki panjang
5-5,8 cm, l kor 1,4-1,8 c
pat: Tepu), fam
g total11,2-, lebar bad 6 cm, bukaan & Whitten
dari panjang ng dan kuru ngnya panja embulat (dip
. Ikan Tepu an Cucut ),
total 11,2-lebar badan cm, bukaan
mili: Xenent
14,8 cm, p dan 1-1,4 cm
n mulut 1,8 (1993, hlm g total, pan s, letak sirip ang dan taj physerkal).
(Xenentodo
, famili: Mu
15,8 cm, p n 0,8-1,3 cm mulut 1,5-1
todon
panjang mu m, tinggi k
-2,3 cm. m: 162), ik
njang mulu p punggung am dilengk onsp.) ullidae panjang mu m, tinggi kep
1,9 cm.
ulut 2,5-3,6 kepala 0.6-1
kan ini mem ut seperlima
g dan sirip d kapi dengan ulut 3,1-3,5 epala 0.6-0,9 6 cm, 1 cm, miliki a dari dubur n gigi 5 cm, 9 cm,
(30)
ikan in total. L panjan
3. Spesies Tanda-t
Ikan in badan bukaan
– 20 cm total. B Ikan in ikan in stenoid
Menurut K ni memiliki Lebar badan
g, bentuk b
G s Mugil sp.
tanda khus ni memiliki 2,5-3 cm, n mulut 2-2, Menurut K m, lebar bad Bentuk bad ni memiliki ni terminal. d. Warna tub
Kottelat & i panjang 1 n seperlima
adan bulat p
Gambar 5. I
(Ikan Bela sus:
panjang tot tinggi kep ,4 cm. Kottelat & W
dan kurang dan memanj sirip pungg Tubuh me buh bagian Whitten (1 12-15 cm. P a dari panjan panjang, tip Ikan Cucut nak), famil tal 11,4-12, pala 1,1-1,6 Whitten (199 dari 3 cm. njang denga gung ganda embulat, ke punggung h 1993, hlm: Panjang kep ng total. Ika pe ekor mem
(Dermogeny
li: Mugilida
3 cm, panja 6 cm, panja
93, hlm: 15 Panjang ke an tipe eko a yang bena epala lancip hitam sedan
115-116), pala seperti an ini mem mbulat (diph
ys sp. ) ae
ang kepala 2 ang batang
6), ikan ini pala seperli or bercanga ar-benar terp
. Tubuh dit ngkan bagia
pada umu iga dari pa miliki mulut
hyserkal).
2,3-2,9 cm, ekor 2-2,3
Panjang tot ima dari pa ak (homoce
pisah, tipe m itutupi oleh an perut puti
mnya njang yang lebar 3 cm, tal 17 njang ercal). mulut sisik ih.
(31)
4. Spesies Tanda-t Ikan in badan bukaan badan panjan dengan kepala hlm: 35
s Leiognath tanda khus ni memiliki 2,9-3,1 cm n mulut 1-1,
Ikan ini m setengah d g total. Ter n tipe mulut . Tipe ekor 54).
Gam
Gamba
us sp. (Ikan sus:
panjang tot , tinggi kep ,2 cm. memiliki pan
dari panjang rmasuk ikan t terminal da r ikan ini a
mbar 7. Ikan
ar 6. Ikan B
n Kekek L
tal 12,1-12, pala 2,3-2,6
njang total g total. Pan n yang mem
an mata yan adalah berc
n Kekek Len
Belanak (M
endir), fam
5 cm, panja 6 cm, panja
pada umum njang kepal miliki badan
ng berukura cagak atau
ndir (Leiogn
Mugil sp.)
mili: Leiogn
ang kepala 6 ng batang e
mnya 12-16 la berkisar n ramping d an sepertiga
homocerkal
nathus sp.)
nathidae
6,1-6,2 cm, ekor 2,8-3,
6 cm, dan seperempat dan sangat p a kali dari uk al (Saanin, lebar 1 cm, lebar t dari pipih, kuran 1968,
(32)
5. Spesie Tanda-Ikan in badan bukaan Panjan panjan badan tipe ter
6. Spesies Tanda-Ikan in badan bukaan
s Secutor sp -tanda khu ni memiliki 3,7-4,1 cm n mulut
0,5-Menurut K ng total pad g total dan
ramping da rminal, bent
Ga
s Lutjanus s -tanda khu ni memiliki 5,1-5,4 cm n mulut
1,5-p. (ikan Ke sus:
i panjang to , tinggi kep -0,8cm. Kottelat &
da umumn lebar bada an sangat p tuk mulut bu
mbar 8. Ika
sp. (Ikan T sus:
panjang tot m, tinggi ke
-1,8 cm.
ekek Empin
otal 8,2-8,4 pala 1,4-1,6
Whitten ( nya 12-16 an setengah pipih. Pada
ulat dengan
an Kekek E
anda), fam
tal 13,4-15, epala 2,7-3
ng), famili:
4 cm, panja 6 cm, panja
(1993, hlm cm, panjan h dari panja bagian kep n tipe ekor b
Emping (Sec
mili: Lutjan
6 cm, panja cm, panja
: Leiognath
ang kepala ng batang e
: 109), ika ng kepala ang total. Ik
pala terdapa bercagak (H
cutor sp.)
idae
ang kepala 3 ang batang
hidae
2-2,2 cm, ekor 1,5-1,8
an ini mem seperempat kan ini mem
at mulut de Homocerkal) 3,2-3,5 cm, ekor 3-3,2 lebar 8 cm, miliki t dari miliki engan ). lebar 2 cm,
(33)
lebar t hitam sisik st (Homo 7. Spesie Tanda Ikan in badan bukaan 12-15 total. dilindu posisin antara kelenja
Ikan ini m tubuh + 4,7
pada gurat tenoid. Tub ocerkal) (Sa
s Singanus a-tanda khu ni memiliki
5-5,6cm, t n mulut 1-1,
Menurut K cm dengan Ikan ini b ungi sisik k nya terminal
neural pert ar bisa/racun
emilki Panj 7cm. pada
sisi yang l buh ramping aanin, 1968,
Gambar 9
sp. (Ikan K usus:
panjang tot inggi kepal ,2 cm. Kottelat & W n lebar bada
berwarna h kecil. Pada l. Punggung ama dan bi n pada ujun
jang total + tubuh terd letaknya de g, tipe mulu
hlm: 241).
. Ikan Tand
Ketang Sur
tal 10,2-13,4 la 3,1-3,4 c
Whitten (19 an 7 cm. P hitam buram a bagian ke
g dilengkap asanya terta ngnya. Tipe
24,3 cm, p dapat garis
ekat dengan ut terminal
da (Lutjanu
rat), famili
4 cm, panja cm, panjan
993, hlm: 3 Panjang kep m dengan epala terda
i sebuah du anam dibaw
ekor bercag
anjang kepa berwarna. n ekor. Tub
dengan tip
s sp.)
: Singanida
ang kepala 2 ng batang e
35), panjang pala seperlim
badan pip pat mulut uri tajam me wah kulit di gak (homoc
ala + 4,5 cm Terdapat b buh ditutup pe ekor berc
ae
2,4-2,8 cm, ekor 2,1-2,5
g ikan ini a ma dari pa pih lateral
berukuran engarah ke d ilengkapi de cerkal). m dan bintik p oleh cagak lebar 5 cm, antara njang yang kecil depan engan
(34)
8. Spesie Tanda Ikan in badan bukaan dari pa badan; sirip pu tipe ek Gam s Terapon j a-tanda khu
ni memiliki 1,1-1,2 cm n mulut 0,2-Panjang tot anjang tota 70-100 sisi unggung. B kor homocer Gam
mbar 10. Ik jarbua, (Ika usus:
i panjang to m, tinggi kep
-0,5 cm. tal 11-13 cm al.Terdapat
ik sepanjan Bentuk tubuh
rkal (Saanin
mbar 11. Ika
kan Ketang an Kedend
otal 2,4-3,3 pala 0,5-0,6
m dan leba 3 garis wa ng gurat sisi uh pipih/ ram
n, 1968, hlm
an Kedenda
Surat (Sing
dang), famil
3 cm, panja 6 cm, panja
ar ± 5,5 cm arna meleng
; 13-17 bar mping, tipe m: 244).
ang (Terapo
ganus sp.) li: Terapon
ang kepala ang batang
m. Panjang k gkung ke b is sisik anta
mulut term on jarbua) nidae 1-1,1 cm, ekor 0,5-0 kepala sepe bawah pad ara gurat sis minal dan de
lebar ,7cm, erlima a sisi si dan engan
(35)
9. Spesie Tanda-Ikan in badan bukaan badan keperak punggu sirip a (http:// G=Telu
10. Spesie
Tanda Ikan i badan bukaa
s Scatophag -tanda khu ni memiliki 5,1-5,9 cm n mulut
1,1-Ikan ini bi 3,5 cm, l kan, berbi ung berjari-anal memil /www.goog usuri&meta Gamb s Apogon s
a-tanda khu ini memilik n 4,3-4,9 cm an mulut 1,2
gus sp. (Ika sus:
panjang to m, tinggi kep
-1,3 cm.
sa mencapa lebar badan intik-bintik -jari keras 1 liki 4 duri
le.co.id/sear a=cr%3Dco
bar 12. Ikan p. (Ikan Su
usus: ki panjang to
m, tinggi ke 2-1,5 cm.
an Ketang
otal 9,1-10,3 pala 2,2-2,8
ai panjang n badan b
dan tubu 13 dan bagi i yang taja arch?hl=id& ountryID).
n Ketang Ri uding), fam
otal 8,9-10, epala 2-2,3
Rintik), fa
3 cm, panja 8 cm, panja
30 cm. pan isa mencap uhnya berb ian sirip be am dengan &q=ciri+ikan
intik (Scatop
mili: Apogon
8 cm, panja cm, panjan
mili: Scato
ng kepala 2 ang batang e
njang kepa pai 7,5 cm bentuk seg erjari-jari lu n bentuk ek
n+scatophag
phagus sp.) nidae
ang kepala 2 ng batang e
ophagidae
2,2-2,6 cm, ekor 1,4-1,6
ala 3 cm, T m. Warna t gi empat unak 14-24, ekor homoc gussp.++sp
) 2,3-2,6 cm, ekor 2,1-2,5 lebar 6 cm, Tinggi tubuh Sirip serta cerkal &btn lebar 5 cm,
(36)
panjan badan ekor, samar kasar.
11. Spesie Tanda Ikan i badan bukaa panjan pungg sikloi Menurut ng total 23 n sepertiga
tidak ada g r yang tidak . Bentuk mu
s Johnius s a-tanda khu
ini memilik n 3,7-4,2cm an mulut 1-1
Memiliki ng total, leb gung yang d, memiliki
Kottelat & 3 cm. Panj dari panjan garis warna k sempurna ulut termina
Gambar 13 sp. (Ikan G usus: ki panjang t m, tinggi ke
1,2 cm. panjang to bar badan s
sedikit be i bentuk mu
Whitten (1 ang kepala ng badan, m
sepanjang a sepanjang
al dan denga
3. Ikan Sud
Gulama), fam
total 17,4-1 epala 2,6-2,
otal 12-19 sepertiga d ersambung. ulut termina
993, hlm: 1 a seperlima memiliki be sisi badan a
gurat sisik an tipe ekor
ding (Apogo
mili: Scian
8,8cm, panj 8 cm, panj
cm, panja dari panjang Seluruh b al (Saanin, 1
122), ikan in a dari panja rcak gelap atau di kepa k. Sirip pung r homocerka
n sp.) idae
jang kepala ang batang
ang kepala g badan. Me
badan dan 968, hlm: 2
ni bisa men ang total. L
di pangkal ala, garis sa nggung dan
al.
a 4-4,5 cm, g ekor 4,7-5
a seperlima emiliki dua kepala be 254). ncapai Lebar l sirip amar-perut lebar 5 cm, a dari a sirip ersisik
(37)
12. Spesie Tanda Ikan lebar cm, b lebih panjan kepal G
s Butis sp.
a-tanda khu ini memilik badan 3,1-3 ukaan mulu Menurut K pendek da ng standart a bersisik, b
G
Gambar 14
(Ikan Gabu
usus: ki panjang 3,6 cm, ting ut 0,7-1 cm.
Kottelat & W ari panjang
t. Berwarna bentuk mulu
Gambar 15.
4. Ikan Gula
us Pasir), f
total 13,9-ggi kepala 0
.
Whitten (19 total, leba a hitam kec
ut bercagak
. Ikan Gabu
ama (Johniu
famili: Eleo
-15,7 cm, p 0,5-0,8 cm, p
993, hlm: 15 ar badan
5-coklatan, ke k, tipe ekor m
us Pasir (Bu us sp.)
otrididae
panjang kep panjang bat
59), panjang 5,5 kali leb epala pipih membulat.
tis sp.)
pala 2,7-3,5 tang ekor 2,
g kepala 6-ebih pendek h datar, pip
5 cm, ,9-3,4
7 kali k dari pi dan
(38)
13. Spesie Tanda Ikan lebar cm, b total, stenoi bintik (Saan
14. Spesie Tanda Ikan in badan bukaan
s Pomadasy
a-tanda khu ini memilik badan 3,7-4 ukaan mulu Dapat tum
lebar bada id, sirip pu k hitam. M nin, 1968, hl
Ga s Ambasis s -tanda khu ni memiliki
2-2,7 cm, n mulut
0,5-yssp. (Ikan
usus: ki panjang 4,4 cm, ting ut 1-1,2 cm. mbuh hingg an sepertiga unggung tun Memiliki ben
lm: 256).
ambar 16. I
sp. (Ikan Se usus:
i panjang to tinggi kepa -0,8 cm.
n Kerot-Ker
total 10,7-ggi kepala 1
.
ga 50 cm. P a dari panj nggal mem ntuk mulut Ikan Kerot-eriding), fa otal 6,3-8,9 ala 0,9-1,4 rot), famili
-12,8 cm, p ,8-2,3 cm, p
Panjang kep ang badan. manjang kea terminal
-Kerot (Pom
amili: Chan cm, panjan cm, panjan : Haemulid panjang kep panjang bat pala seperti Tubuh dit arah ekor, t
dan tipe e
madasyssp.) ndidae
ng kepala 1 ng batang e
dae
pala 3,4-4,2 tang ekor 2,
iga dari pa tutupi oleh terdapat bin ekor homoc ) 1,3-1,8 cm, ekor 1,9-2,4 2 cm, ,3-2,7 njang sisik ntik – cerkal lebar 4 cm,
(39)
sampai lebar b bagian dada m bentuk
15. Spesie
Tanda Ikan i badan bukaa panjan panjan jari-ja bercab Menurut K i 12 cm, ik badan seper n atas pingg mencapai pa
k mulut term
G
es Pangasiu
a-tanda khu ini memilik n 2,3-2,7 cm an mulut 1,1
Menurut ng kepala ng total. M ari sirip pu
bang, bentu
Kottelat & W an ini mem rlima dari pa giran mata angkal sirip minal, tubuh
Gambar 17
us sp. (Ikan
usus: ki panjang to
m, tinggi ke 1-1,6 cm.
Kottelat & seperempat Memiliki kul unggung da uk ekor mem
Whitten (19 miliki panjan anjang total bagian dep perut atau hnya bening
7. Ikan Seri
n Patin ), fa
otal 8,8-10, epala 2,1-2
& Whitten t dari panja lit halus, du an sirip d mbulat.
993, hlm: 1 ng kepala se
l, otot pung pan. Sirip p sedikit lebih g sehingga d
ding ( Amba
amili: Pang
,3 cm, panj ,5 cm, panj
(1993, hlm ang total, l ua pasang s ada sempu
61), ikan in eperlima da ggung mema punggung b
h jauh, tipe disebut ikan
asis sp. )
gasiidae
jang kepala jang batang
m: 154), ika lebar badan sungut yang urna dengan
ni tumbuh h ari panjang anjang men erpasangan e ekor berca n kaca.
a 2,5-3 cm, g ekor 2,6-3
kan ini mem n seperlima
g relatif pe n tujuh jar
hanya total, ncapai n sirip angak, lebar 3 cm, miliki a dari ndek, ri-jari
(40)
16. Spesie Tanda Ikan in badan bukaan dari pa punggu ke du menca
s Plotosuss a-tanda khu
ni memiliki 1,8-2,4 cm n mulut 1-1,
Panjang ke anjang total
ung pertam ua bersamb apai bagian b
Gamba
p. (Ikan Se usus:
panjang to , tinggi kep ,4 cm. epala seper . Ikan berku a (berduri ta ung denga belakang m
Gambar
ar 18. Ikan P
embilang),
otal 9,4-12,2 pala 1,9-2,3
rlima dari p umis yang b ajam) sanga an sirip ek mata. Bentuk
19. Ikan Se
Patin (Pang
famili: Plo
2 cm, panjan 3 cm, panja
panjang tota bentuknya m at dekat den kor dan sir k ekor memb
embilang (P
gasius sp.) tosidae
ng kepala 1 ng batang e
al. Lebar b memanjang ngan kepala rip dubur. bulat (Saan
Plotosus sp.)
1,7-2,4 cm, ekor 3,6-3,3
badan seper tanpa sisik a. Sirip pung
Sungut hi nin, 1968, 15
) lebar 3 cm, renam , sirip ggung idung 52).
(41)
3.2 Kepadatan Populasi (ind/100m2), Kepadatan Relatif (KR %) dan FrekuensiKehadiran (FK %) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Dari data yang diperoleh, setelah dianalisis didapatkan nilai kepadatan populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Kehadiran (FK) ikan pada setiap stasiun penelitian, seperti terlihat pada Tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2Kepadatan Populasi (ind/ 100m2), Kepadatan Relatif (KR 100%) dan Frekuensi Kehadiran (FK 100%) Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Spesies Stasiun I Stasiun II Stasiun III
K KR FK K KR FK K KR FK
Ambasis sp. 6,61 16,87 40 4,25 12,31 26,66 2,36 7,82 16,66 Apongonsp. 0 0 0 1,42 4,11 10 0,94 3,11 6,66
Butissp. 1,42 3,62 10 0 0 0 0 0 0
Dermogenissp. 2,36 6,02 16,66 6,13 17,75 30 5,19 17,19 33,33
Johniussp. 1,89 4,83 13,33 0 0 0 0 0 0
Leiognathussp. 4,25 10,85 26,66 5,66 16,39 40 2,36 7,82 16,66
Lutjanussp. 1,42 3,62 10 0 0 0 0 0 0
Mugilsp. 3,30 8,42 20 2,36 6,83 16,66 5,19 17,19 30 Pangasiussp. 0 0 0 3,30 9,57 23,33 2,36 7,82 16,66 Plotosussp. 0 0 0 2,36 6,83 16,66 2,83 9,37 20
Pomadasyssp. 1,89 4,83 13,33 0 0 0 0 0 0
Schatophagussp. 2,83 7,22 16,66 0 0 0 0 0 0 Secutorsp. 4,72 12,05 30 3,38 9,79 26,66 3,77 12,49 23,33 Singanussp. 3,77 9,62 23,33 4,25 12,31 30 5,19 17,19 30
TeraponJarbua 1,89 4,83 13,33 1,42 4,11 6,66 0 0 0
Xenentodonsp. 2,83 7,22 20 0 0 0 0 0 0
∑Jenis 13 10 9
total 39,18 100 253,30 34,53 100 226,63 30,19 100 213,36 Stasiun I = Daerah Mangrove (Kontrol)
Stasiun II = Pertambakan Ikan Stasiun III = Pemukiman Penduduk
Pada tabel di atas terlihat bahwa, pada stasiun I Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) tertinggi di dapatkan pada jenis Ambasis sp. yaitu masing-masing sebesar 6,61 ind/ 100m2, 16,87%, 40,00%. Hal ini disebabkan oleh kondisi faktor fisik kimia seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH, DO, kejenuhan oksigen dan BOD5 yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Ambasis sp.Ikan jenis ini biasanya dapat hidup dengan baik pada kawasan mangrove. Nontji (1983, hlm: 56), mengatakan bahwa ikan dari jenis
Ambasis sp merupakan ikan yang umum ditemukan pada kawasan mangrove dengan dasar lumpur. Nilai K, KR, FK terendah terdapat pada jenis Butis sp. dan
(42)
Lutjanus sp. yaitu masing-masing 1,42 ind/ 100m2, 3,62%, 10,00%. Hal ini disebabkan penetrasi cahaya yang tidak mendukung pertumbuhan ketiga spesies ini.
Jubaedah (2006, hlm: 41) menjelaskan bahwa penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman. Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan akuatik. Cahaya dibutuhkan ikan untuk memangsa, menghindar dari predator atau untuk beruaya. Pada umumnya ikan berada pada daerah-daerah yang penetrasi cahanya masih baik, sedangkan daerah yang gelap dimana penetrasi cahaya sudah tidak ada hanya dihuni ikan buas atau predator yang menyukai tempat gelap.
Pada Stasiun II nilai K, KR, FK tertinggi di dapatkan pada jenis
Dermogenissp. sebesar 6,13 ind/ 100m2,17,75%, 30,00%. Tingginya nlai K, KR, FK dari Dermogenis sp. disebabkan oleh faktor fisik kimiayang mendukung pertumbuhan ikanDermogenis sp. seperti suhu, pH dan salinitas. Menurut(http://www.fao.org/docrep/field/003/AB88207.htmWBL/85-7) bahwa ikan dari jenis Dermogenis sp. kehidupannya, terutama sangat dipengaruhi kondisi suhu perairan, dimana jenis ini akan dapat hidup lebih baik pada suhu air berkisar antara 28 - 30° C. Disamping itu biasanya ikan ini banyak dijumpai disekitar karang, dermaga, pemecah ombak yang sudah ditumbuhi lumut, dengan suhu optimum sekitar 29° C. Nilai K, KR, FK terendah pada stasiun II terdapat pada jenis Apogon sp.dan Terapon jarbua sp. yaitu masing-masing 1,42 ind/ 100m2, 4,11%, 10,00%. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang cocok bagi pertumbuhan Apogon sp.dan Terapon jarbua sp.Sesuai dengan yang dinyatakan (http://www. Fishforum.com/post 89386-3/) bahwa ikan dari jenis
Terapon jarbua hidup pada substrat dasar yang berbatu.
Pada stasiun III nilai K, KR, FK tertinggi di dapatkan pada jenis
Dermogenis sp., Mugil sp. dan Singanus sp. sebesar 5,19 ind/ 100m2, 17,19%, 40,00%. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik kimia yang
(43)
mendukung pertumbuhan ketiga spesies ini seperti pH, intensitas cahaya dan penetrasi cahaya. Nilai K, KR, FK terendah pada stasiun III terdapat pada jenis
Apogon sp. yaitu masing-masing 0,94 ind/ 100m2, 3,11%, 6,66%. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang kurang cocok bagi pertumbuhan Apogon
sp. dan jenis ikan ini termasuk jenis ikan yang hidup soliter sehingga sulit ditangkap.Rifai et al (1983, hlm: 47), menyatakan jenis ikan yang diperoleh dalam jumlah sedikit umumnya merupakan predator yang hidupnya soliter atau terpisah-pisah dan tidak membentuk gerombol.
Dari seluruh jenis ikan yang didapat, ada beberapa spesies yang hanya terdapat pada stasiun I sebagi kontrol, yaitu Butis sp., Johnius sp., Lutjanus sp.,
Pomadasys sp., schatophagus sp. dan Xenentodon sp. Ikan ini berkembang baik pada daerah mangrove. Hal ini disebabkan karena stasiun ini masih tergolong baik (alami) karena belum adanya aktifitas manusia yang menghasilkan limbah kebadan air, hal ini dapat dilihat dari parameter faktor fisik kimia yang diperoleh (Tabel 3.6).
Ikan dari jenis Apogon sp., Pangasius sp., Plotosus sp., hanya terdapat pada stasiun II dan stasiun III, ketiga jenis ikan ini cocok hidup pada stasiun II dan stasiun III yang dianggap sudah mengalami pencemaran sedang. Hal ini terbukti dengan nilai BOD pada stasiun III sebesar 3,4 mg/l.Parameter BOD secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Dari penelitian yang dilakukan nilai BOD pada stasiun ini sebesar 4,2 mg/l. Hal ini menyebabkan spesies yang diperoleh sangat sedikit. Tiap-tiap spesies biotaakuatik mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap konsentrasi BOD di suatu perairan (Jubaedah, 2006, hlm: 44).
Keberadaan ikan yang memiliki KR lebih besar dari 15% dan FK lebih besar 25%, pada stasiun I yaitu Ambasis sp., stasiun II yaitu Dermogenys sp dan
Leiognathus sp., sedangkan pada stasiun III yaitu Dermogenys sp.,Mugil sp. dan
(44)
25%dari suatu organisme pada suatu habitat menunjukkan bahwa habitat tersebut sangat baik untuk kehidupan dan perkembangannya.
Menurut Suin (2002, hlm:1) bahwa perubahan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap kepadatan populasi suatu jenis organisme pada suatu daerah. Bila pada suatu daerah misalnya, kepadatan suatu organisme berlimpah dan karena suatu sebab faktor lingkungannya berubah maka dapat terjadi penurunan kepadatan populasi secara drastis, misalnya karena adanya pengaruh pencemaran yang berupa racun. Sebaliknya bila pada suatu daerah kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan suatu jenis organisme rendah, karena adanya pencemaran dapat pula terjadi peningkatan kepadatan populasi yang tinggi, umpamanya pencemaran zat organik dapat menyebabkan kepadatan populasi bakteri pembusuk meningkat. Jelas ada suatu hubungan yang erat antara organisme dengan lingkungannya.
3.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan pada masing-masing Stasiun Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian memperlihatkan indeks keanekaragaman (H’) dan indeks keseragaman (E) Ikan di Kawasan Pulau Sembilan seperti pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) Ikan pada masing-masing Stasiun Penelitian
Keterangan STASIUN
I II III
Indeks keanekaragaman (H’) 2,452 2,196 2,091
Indeks keseragaman (E) 0,884 0,792 0,754
Dari tabel 3.3 diketahui bahwa indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun I yaitu sebesar 2,452 dan terendah terdapat pada stasiun III yaitu sebesar 2,091.Dari data tersebut dapat menyimpulkan bahwa indeks keanekaragaman ikan setiap pada setiap stasiun penelitian termasuk sedang, dimana H’ bernilai 2,091-2,452 atau berada pada 0 < H’ < 6,907. Menurut Krebs (1985, hlm: 523) menyatakan bahwa, keanekaragaman rendah bila 0< H’ < 2,30,
(45)
keanekaragaman sedang bila 2,302 < H’ < 6,907 dan keanekaragaman tinggi bila H’ > 6,907. Tingginya indeks keanekaragaman pada stasiun I disebabkan parameter fisik kimia yang diperoleh dari stasiun ini mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan seperti Suhu, intensitas cahaya, penetrasi cahaya, pH, DO, salinitas dan BOD5 (Tabel 3.6), sedangkan rendahnya nilai indeks keanekaragaman pada stasiun III diduga karena adanya limbah-limbah pada kawasan tersebut yang mengganggu kehidupan sebagian ikan pada daerah tersebut, dimana stasiun III merupakan areal pemukiman penduduk dengan segala aktivitasnya. Sesuai dengan baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui KEP No-51/MNLH/I/2004 yaitu DO> 3 mg/l. Salinitas s/d 340/00, pH 6.50-8.50 dan BOD5< 25 mg/l.
Menurut Kottelat dan Whitten (1993, hlm: 127), aktivitas rumah tangga dan saluran pembuangan pada kawasan tersebut menghasilkan limbah organik yang mengganggu kehidupan perairan. Perumahan penduduk yang terpisah dari daratan menyebabkan perlunya transportasi air bagi penduduk untuk beraktivitas di daratan.Limbah transportasi dan hilir mudiknya transportasi tersebut dapat mengganggu kehidupan ikan.
Stasiun II terletak pada kawasan pertambakan ikan kerapu, adanya limbah dari tambak yang tredapat disekitar stasiun ini, antara lain karena pestisida dan kapur yang sering digunakan mengganggu kehidupan ikan dikawasan tersebut. Stasiun ini jaga merupakan lintasan transportasi air bagi kehidupan nelayan. Noor
dkk., (1999, hlm: 26), menyatakan bahwa daerah pertambakan selalu menghasilkan limbah yang akan mempengaruhi kualitas air sehingga akan mengganggu aktivitas dan kelangsungan hidup ikan, sehingga dengan keadaan tersebut menunjukkan bahwa perbedaan kondisi turut menentukan dan mempengaruhi kebedaan dan kepadatan ikan pada suatu perairan sehingga nilai kesamaan antar stasiun juga berbeda. Sesuai dengan penelitian Grisa (2010) kelimpahan plankton pada stasiun I sebesar 10843,54 ind/liter, stasiun II sebesar 4666,54 ind/liter dan stasiun III sebesar ind/liter.
(46)
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai indeks keseragaman pada stasiun I sebesar 0,884, stasiun II sebesar 0,792 dan stasiun III sebesar 0,754. Menurut Krebs (1985, hlm: 512), nilai keseragaman berkisar anatara 0 - 1. Nilai keseragaman mendekati 1 dikatakan pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis sangat seragam (merata).Sebaliknya jika nilai mendekati 0 berarti keseragaman rendah karena ada jenis yang mendominasi.Pada stasiun I nilai keseragaman sebesar 0,884 ini menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu 88% merata pada stasiun ini.Pada stasiun II nilai indeks keseragaman sebesar 0,792 ini berarti bahwa keseragamannya 79% merata.Begitu juga stasiun III dengan indeks keseragaman 0,754 menunjukkan keseragaman 75% merata.
3.4 Indeks Similaritas
Hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh nilai indeks similaritas (IS) seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Indeks Similaritas (IS) Ikan pada masing-masing StasiunPenelitian
Stasiun I II III
I - 60,869 54,545
II - - 94,736
Keterangan:
Stasiun I : Daerah Mangrove (Kontrol) Stasiun II : Pertambakan Ikan
Stasiun III : Pemukiman Penduduk
Dari Tabel 3.4 dapat dilihat hasil pengamatan bahwa nilai indeks similaritas (IS) yang didapat pada stasiun penelitian bervariasi dan berkisar antara 54,545% - 94,736%. Suin (2002, hlm: 1), mengkategorikan kriteria Indeks Similaritas dikatakan sangat mirip apabila nilai IS 75-100%, mirip apabila nilai IS 50-75%, tidak mirip apabila nilai IS 25-50%, dan sangat tidak mirip apabila nilai IS ≤ 25%.
Nilai Indeks Similaritas yang mempunyai kriteria sangat mirip adalah antara stasiun II dengan stasiun III, sedangkan kriteria mirip dijumpai antara
(47)
faktor ekologis dan faktor fisik kimia yang tidak jauh berbeda pada setiap stasiun seperti suhu, intensitas cahaya, salinitas, pH, dan DO.Kondisi yang hampir samaini menyebabkan terdapat kesamaan nilai spesies ikan di kedua stasiun tersebut. Dari nilai IS pada ketiga stasiun menunjukkan bahwa perbedaan kondisi perairan turut menentukan dan mempengaruhi keberadaan dan kepadatan ikan pada suatu perairan.
3.5 Indeks Distribusi (Morista)
Untuk melihat pola penyebaran tiap jenis ikan, maka digunakan Indeks Morista. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh nilai Indeks Morista seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.5 Indeks Distribusi/ Morista pada Setiap stasiun Penelitian
No Spesies Indeks Morista Keterangan
1 Ambasis sp. 0,714 Normal
2 Apongon sp. 0 Normal
3 Butis sp. 0 Normal
4 Dermogenis sp. 1,108 Bergerombol
5 Johnius sp. 0 Normal
6 Leiognathus sp. 0,276 Normal
7 Lutjanus sp. 0 Normal
8 Mugil sp. 1,067 Bergerombol
9 Pangasius sp. 0 Normal
10 Plotosus sp. 0 Normal
11 Pomadasys sp. 0 Normal
12 Schatophagus sp. 6,0 Bergerombol
13 Secutor sp. 0,553 Normal
14 Singanus sp. 0,714 Normal
15 Terapon Jarbua 4,186 Bergerombol
16 Xenentodon sp. 0 Normal
Dari Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa indeks distribusi untuk setiap genus diseluruh stasiun penelitian memiliki nilai 0, < 1 dan > 1. Nilai Indeks Distribusi untuk spesies yang bernilai normalyaitu: Ambasis sp., Apongon sp., Butis sp., Johnius sp.,
(48)
Leiognathus sp., Lutjanus sp., Pangasius sp., Pomadasys sp., Plotosus sp., Secutor
sp.,Singanus sp.,Xenentodon sp., Dikategorikan distribusi spesies secara acak (random). Sedangkan Spesies yang memiliki nilai indeks distribusi berkelompok yaitu Dermogenis sp., Mugil sp., Schatophagus sp., Terapon Jarbua. Hal ini diduga karena spesies ini merupakan jenis ikan demersal yaitu ikan yang ciri-ciri hidupnya membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar dengan gerak/aktivitas yang relatif rendah (Kottelat & Whitten, 1993, hlm: 45). Odum (1996, hlm: 574) menyatakan bahwa populasi bergerombol dengan bermacam derajat merupakan pola yang paling umum dalam populasi dan hampir merupakan aturan apabila dipandang dari sudut individu.
Menurut Michael (1984, hlm: 143), bahwa bila diperoleh indeks morista bernilai 1 maka pola distribusi spesies tersebut adalah acak, bila diperoleh indeks morista bernilai >1 maka pola distribusi spesies tersebut adalah bergerombol, bila diperoleh nilai indeks morista <1 maka pola distribusi spesies tersebut adalah normal. Pola penyebaran suatu organisme bergantung pada sifat fisik-kimia lingkungan yang berupa nutrisi, substrat atau berupa faktor fisik kimia perairan tersebut. Suatu struktur komunitas alami tergantung pada cara organisme tersebar atau terpencar.
3.6 Faktor Fisik Kimia Perairan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh nilai rata-rata faktor fisik kimia pada setiap stasiun seperti pada tabel 3.6
Tabel 3.6 Rata-rata Nilai Faktor Fisik Kimia yang Diperoleh Pada Setiap Stasiun Penelitian
No. Parameter Satuan Stasiun
I II III
1 Suhu °C 28 29 29,5
2 Penetrasi Cahaya M 1,35 1,71 2,91
3 Intensitas Cahaya Candela 485 583 496
4 Salinitas 0/00 27 28 28,5
5 pH - 7,5 7,7 7,8
(49)
7 Kejenuhan Oksigen % 83,87 79,84 73,87
8 BOD5 mg/l 2,5 3,1 3,4
3.6.1 Suhu
Nilai Suhu yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 28 – 29,5°C, dengan suhu tertinggi terdapat pada stasiun III (pemukiman) dan terendah sebesar 28 pada stasiun I (mangrove). Tingginya suhu pada stasiun III disebabkan banyaknya aktifitas manusia.Secara keseluruhan ketiga stasiun penelitian masih dapat mendukung bagi kehidupan ikan.Perbedaan temperatur tersebut sangat berpengaruh terhadap aktifitas organisme akuatik di dalam air tersebut.Menurut Suin (2002, hlm: 63), bahwa berubahnya suhu suatu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik. Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya, dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu, sehingga dapat mengakibatkan struktur komunitasnya berubah.
Suhu suatu perairan sangat mempengaruhi keberadaan ikan. Suhu air yang tidak cocok, misalnya terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menyebabkan ikan tidak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Suhu air yang cocok untuk pertumbuhan ikan di daerah tropis adalah berkisar antara 150-300 C dan perbedaan suhu antara siang dan malam kurang dari 5
0
C (Cahyono, 2000, hlm: 34).Menurut Sutisna & Sutarmanto (1995, hlm: 49), menyatakan bahwa kisaran suhu yang baik bagi ikan adalah antara 250C – 350C. Kisaran suhu ini umumnya berada di daerah tropis. Hasil pengukuran suhu pada ketiga stasiun pada dasarnya masih normal dan belum membahayakan kehidupan biota laut sesuai dengan baku mutu air laut yang diterbitkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Suin (2000, hlm: 63) menjelaskan bahwa kelarutan berbagai gas di dalam air serta semua aktifitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air
(50)
dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh ditepi.
3.6.2 Penetrasi Cahaya
Nilai penetrasi cahaya yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 135 – 2,91m. Penetrasi cahaya tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 2,91 m, sedangkan penetrasi cahaya terendah diperoleh pada stasiun I sebesar 1,35 m. Yang mempengaruhi penetrasi cahaya pada lapisan air adalah ada tidaknya kanopi yang menutupi perairan tersebut, misalnya terdapat pohon dipinggir suatu perairan ataupun, banyaknya cahaya yang masuk akan mempengaruhi organisme yang berada dalam suatu badan perairan.Rendahnya nilai penetrasi pada stasiun I tersebut juga disebabkan karena daerah ini merupakan daerah yang berlumpur. Banyaknya partikel terlarut dalam perairan akan menyebabkan kekeruhan yang tinggi. Penetrasi cahaya seringkali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air, membatasi zona fotosintesis dimana habitat akuatik dibatasi oleh kedalaman.Kekeruhan, terutama disebabkan oleh lumpur dan partikel yang mengendap, seringkali penting sebagai faktor pembatas. Kekeruhan dan kedalaman air mempunyai pengaruh terhadap jumlah dan jenis hewan akuatik (Abdunnur, 2002, hlm: 13).
Dengan mengetahui kecerahan suatu perairan kita dapat mengetahui sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air, lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh, yang agak keruh dan paling keruh. Air yang tidak terlampau keruh dan tidak pula terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan.Kekeruhan yang baik adalah kekeruhan yang disebabkan oleh jasad renik atau plankton. Nilai kecerahan yang baik kurang dari 45 cm batas pandang ikan akan berkurang (Kordi, 2004,hlm: 124).
Cahaya dibutuhkan oleh ikan untuk memangsa, menghindar diri dari predator atau untuk beruaya. Pada umumnya ikan berada pada daerah-daerah yang penetrasi cahayanya masih baik, sedangkan pada daerah yang gelap di mana
(51)
penetrasi cahaya sudah tidak ada, hanya dihuni ikan buas atau predator yang lebih menyukai tempat gelap (Choliket,2005, hlm: 54). Air yang terlalu keruh dapat menyebabkan ikan mengalami gangguan pernapasan karena insangnya terganggu oleh kotoran. Selain itu dapat menurunkan atau melenyapkan selera makan karena daya penglihatan ikan terganggu (Cahyono, 2000, hlm: 153).
3.6.3 Intensitas Cahaya
Nilai intensitas cahaya yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 485 – 583 Candela.Intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 583 Candela.Sedangkan intensitas cahaya terendah diperoleh pada stasiun I yaitu sebesar 485 Candela.Rendahnya intensitas cahaya pada stasiun I adalah karena pada stasiun ini merupakan daerah mangrove sehingga terdapat banyak vegetasi. Menurut Barus (2004, hlm: 45), vegetasi yang ada di sepanjang aliran sungai dapat mempengaruhi intensitas cahaya, karena tumbuh-tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya.
Cahaya merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan ikan. Cahaya dibutuhkan ikan untuk mengejar mangsa, menghindarkan diri dari predator, membantu dalam penglihatan, proses metabolisme dan pematangan gonad. Secara tidak langsung peranan cahaya matahari bagi kehidupan ikan adalah melalui rantai makanan (Rifai et al, 1983, hlm: 67).
3.6.4 Salinitas
Nilai salinitas yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 27 – 28,50/00. Salinitas tertinggi diperoleh pada stasiun III sebesar 28,50/00 sedangkan salinitas terendah pada stasiun I sebesar 27 0/00 . Tinggi rendahnya nilai salinitas pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh aktifitas manusia yang berada di
(52)
kawasan tersebut yang menghasilkan limbah sehingga berdampak pada peningkatan kadar salinitas air.Di sisi lain perbedaan salinitas pada ketiga stasiun berkaitan dengan daerah penelitian ini merupakan daerah estuari, sehingga akan terjadi perubahan fluktuasi salinitas yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh pasang surutnya air.
Salinitas adalah banyaknya zat terlarut dalam perairan (Nybakken, 1994, hlm: 294).Zat terlarut itu meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang berasal dari organisme hidup dan gas-gas terlarut.Salinitas yang rendah dalam air laut biasanya merupakan akibat dari percampuran dengan air sungai yaitu di muara-muara sungai (Zottoli, 1983, hlm: 173).Perbedaan salinitas dalam suatu perairan dapat mempengaruhi jenis-jenis ikan yang hidup di dalamnya.
Supriharyono (2000, hlm: 12-14) menyatakan bahwa muara merupakan perairan yang berhubungan bebas dengan laut sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Menurut Nybakken (1994, hlm: 296), pada daerah estuari yang terdapat aliran air tawar yang cukup memadai dan penguapan yang tidak terlalu tinggi, air tawar akan bergerak dan bercampur dengan air asin dibagian permukaan, sehingga salinitas akan turun. Kisaran ini masih sesuai dengan standar baku mutu air untuk biota perairan berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/2004, bahwa kisaran salinitas normal perairan yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah s/d 340/00 (MNLH, 2004).
3.6.5 pH
Nilai pH yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisarantara 7,5 -7,8. Dari hasil nilai pH yang didapatkan dari ketiga stasiun penelitian bahwa daerah tersebut masih dapat mendukung kehidupan ikan.Secara keseluruhan kisaran nilai pH sudah dibawah standar baku mutu air untuk biota perairan berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No.51/MNLH/I/2004, bahwa kisaran pH normal perairan yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah 6.50-8.50
(53)
(MNLH, 2004). Sutrisno (1987, hlm: 34), menyatakan pH optimum berkisar 6,0 – 8,0 sedangkan Michael (1994, hlm: 132), menyatakan nilai pH di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kemampuan air untuk melepas atau mengikat sejumlah ion hidrogen yang menunjukkan larutan tersebut asam dan basa.
pH air sangat berpengaruh terhadap organisasi air, baik tumbuhan maupun hewan yang hidup di dalamnya. pH air dapat digunakan untuk menyatakan baik buruknya kondisi suatu perairan sebagai lingkungan hidup. Adapun pH air yang dapat menjadikan ikan dapat tumbuh secara optimal yaitu berkisar antara 6,5-9,0 (Cahyono, 2000, hlm: 264).
Menurut Kristanto (2002, hlm: 73), bahwa nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
3.6.6 DO
Nilai DO yang didapat pada ketiga stasiun penelitian berkisar antara 5,6 – 6,5 mg/l. DO tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 6,5 mg/l, sedangkan DO terendah diperoleh pada stasiun III sebesar 5,6 mg/l. Perubahan kandungan oksigen terlarut di lingkungan sangat berpengaruh terhadap hewan air. Oksigen di dalam air berguna untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Kadar oksigen terlarut di perairan yang ideal bagi pertumbuhan ikan dewasa adalah >5 mg/l. Pada kisaran 4–5 mg/l ikan masih dapat bertahan tetapi pertumbuhannya terhambat. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh faktor suhu, pada suhu tinggi kelarutan oksigen rendah dan pada suhu rendah kelarutan oksigen tinggi. Tiap-tiap spesies biota akuatik mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda terhadap konsentrasi oksigen terlarut di suatu perairan (Jubaedah, 2006, hlm: 44).
(54)
Menurut Brotowidjoyo (1993, hlm: 49), kadar oksigen terlarut dalam batas 4,5 – 7mg/l tidak mengubah jumlah toleransi konsumsi oksigen oleh ikan baik pada suhu rendah (20 – 250C) maupun tinggi (300C) sebagai batas optimum. Kisaran kandungan oksigen terlarut pada Perairan muara sungai Asahan masih berada pada kisaran normal yang masih dapat menopang kehidupan ikan sesuai dengan baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup melalui KEP No-51/MNLH/I/2004 yaitu > 3 mg/l (MNLH, 2004).
3.6.7 Kejenuhan Oksigen
Nilai kejenuhan oksigen tertinggi dari hasil penelitian terdapat pada stasiun I (daerah kontrol) yaitu sebesar 82% dan kejenuhan oksigen terendah terdapat pada stasiun III (pemukiman penduduk) yaitu sebesar 73%. Hal ini menunjukkan bahwa pada stasiun I memiliki defisit oksigen yang lebih kecil dari seluruh stasiun penelitian yang dapat memberikan informasi bahwa daerah ini memiliki tingkat pencemaran yang lebih rendah dibandingkan dengan stasiun III yang mengandung senyawa organik dari limbah pembuangan penduduk.
Menurut Barus (2004, hlm: 60), kehadiran senyawa organik akan menyebabkan terjadinya proses penguraian uang dilakukan oleh mikroorganisme yang berlangsung secara aerob, artinya membutuhkan oksigen. Seandainya pada pengukuran temperatur 13,9° C diperoleh kadar oksigen terlarut 8 mg/l, maka sesuai dengan tabel pada lampiran E seharusnya kelarutan oksigen maksimum akan mencapai 10 mg/l. Disini terlihat ada selisih nilai oksigen terlarut antara yang diukur (8 mg/l) dengan yang seharusnya dapat larut (10mg/l) yaitu sebanyak 2 mg/l dengan nilai kejenuhan sebesar 80%. Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa pada lokasi tersebut telah terdapat senyawa organik (pencemar) yang dapat diketahui dari defisit oksigen sebesar 2 mg/l. Oksigen terlarut digunakan dalam proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme yang berlangsung secara aerobik.
(1)
Lampiran E. Data Mentah Penelitian
a.
Stasiun I
Spesies
Ulangan
1
2 3 4 5 6 7
8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Ambasis sp. 1 2 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1
Butis sp. 1 1 1
Dermogenissp. 1 1 1 1 1
Johnius sp. 1 1 1 1
Leiognathussp. 1 1 1 2 1 1 1 1
Lutjanus sp. 1 1 1
Mugil sp. 1 1 2 1 1 1
Pomadasys sp. 1 1 1 1
Schatophagus sp. 1 2 1 1 1
Secutorsp. 1 1 1 1 1 1 2 1 1
Singanus sp. 1 2 1 1 1 1 1
Terapon jarbua 1 2
Xenetodon sp. 1 1 1 1 1 1
b.
Stasiun II
Spesies Ulangan
1
2 3 4 5 6 7
8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Ambasis sp. 1 2 1 1 1 1 1 1
Apogon sp. 1 1 1
Dermogenissp. 1 1 2 2 1 2 2 1 1
Leiognathussp. 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Mugil sp. 1 1 1 1 1
Pangasius sp. 1 1 1 1 1 1 1
Plotosus sp. 1 1 1 1 1
Secutorsp. 1 1 1 1 1 1 1 1
Singanus sp.
(2)
c.
Stasiun III
Spesies Ulangan
1
2 3 4 5 6 7
8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Ambasis sp. 1 1 1 1 1
Apogon sp. 1 1
Dermogenissp. 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2
Leiognathus sp. 1 1 1 1 1
Mugil sp. 1 1 2 1 1 1 2 1 1
Pangasius sp. 1 1 1 1 1
Plotosus sp. 1 1 1 1 1 1
Secutorsp. 1 2 1 1 1 1 1
(3)
Lampiran F. Jenis dan Jumlah Spesies Ikan pada masing-masing Stasiun
Penelitian
Jenis
Stasiun
Total
I
II
III
Ambasis
sp.
14
9
5
28
Apongon
sp.
-
3
2
5
Butis
sp.
3
-
-
3
Dermogenis
sp. 5
13
11
29
Johnius
sp. 4
-
-
4
Leiognathus
sp. 9
12
5
26
Lutjanus
sp. 3
3
Mugil
sp. 7
5
11
23
Pangasius
sp. -
7
5
12
Plotosus
sp. -
5
6
11
Pomadasys
sp. 4
-
-
4
Schatophagus
sp. 6
-
-
6
Secutor
sp. 10
8
8
26
Singanus
sp.
8
9
11
28
Terapon Jarbua
4 3 - 7
Xenentodon
sp. 6
-
-
6
(4)
Lampiran G. Contoh Perhitungan
1.
Menghitung Kepadatan Populasi
Mugil
sp. pada stasiun I
K(
ind/m
2)
=
7
/30
K =
= 0,033 ind/m
2= 3,30 ind/100m
27,065
2.
Menghitung Kepadatan Relatif
Mugil
sp. pada stasiun I
%
100
tan
tan
x
jenis
seluruh
kepada
jumlah
jenis
suatu
kepada
KR
3,30
=
X100% = 8,42 %
39,18
3.
Menghitung Frekuensi Kehadiran
Mugil
sp. pada stasiun I
FK =
x
100%
ulangan
total
Jumlah
jenis
suatu
ditempati
yang
ulangan
Jumlah
6
=
X
100% = 20 %
30
4.
Menghitung Indeks Keanekaragaman (H’)
Terapon jarbua
pada stasiun I
pi
pi
H
'
ln
Genus Pi Ln Pi H’
Ambasis
sp.
0,168 -1,783 0,300Butis
sp.
0,036 -3,324 0,120Dermogenis
sp.
0,060 -2,813 0,168Johnius
sp.
0,048 -3,036 0,146Leiognathus
sp.
0,108 -2,225 0,240Lutjanus
sp.
0,036 -3,324 0,120Jaring
Luas
ulangan
/
jenis
suatu
individu
Jumlah
(5)
Secutor
sp.
0,120 -2,120 0,254Singanus
sp.
0,096 -2,343 0,225Terapon Jarbua
0,048 -3,306 0,146Xenentodon
sp.
0,072 -2,631 0,189Σ 2,452
5.
Menghitung Indeks Keseragaman (E) pada stasiun I
max
'
H
H
E
2,452
E =
= 0,884
2,772
6.
Indeks Similaritas pada stasiun I dan II
IS =
2
x
100
%
b
a
c
=
100
%
10
13
7
.
2
x
=
0,608 %
7.
Indeks Morista
Terapon jarbua
Id = n
1
2N
N
N
x
Id = 30 x 3
1
7
7
7
1
1
1
1
2
1
2 2 2 2 2 2 2(6)
Lampiran H. Analisa Korelasi Pearsons
H
Suhu Pearson Correlation -.999(*) Significance(2-tailed) .030
N 3
p.cahaya Pearson Correlation -.859 Significance(2-tailed) .343
N 3
i.cahaya Pearson Correlation -.791 Significance(2-tailed) .419
N 3
pH Pearson Correlation -.972 Significance(2-tailed) .151
N 3
Salinitas Pearson Correlation -.999(*) Significance(2-tailed) .030
N 3
DO Pearson Correlation .955 Significance(2-tailed) .192
N 3
BOD Pearson Correlation -.999(*) Significance(2-tailed) .030
N 3
K.oksigen Pearson Correlation .955 Significance(2-tailed) .192
N 3
** Correlation at 0.01(2-tailed):... * Correlation at 0.05(2-tailed):...