BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Pengaruh Kebijakan Keimigrasian Dan Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Paspor Republik Indonesia Di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia Medan (Studi Kasus Di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

  Suprandjono (2007) melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Pelayanan Pembuatan Paspor Berbasis Biometrik pada Kantor Imigrasi Kelas I Makasar”. Penelitian Suprandjono ini menggunakan metode penelitian deskriptif (deskriptif research) yaitu penelitian yang menuturkan, mengklasifikasikan dan menganalisa serta menyelesaikan masalah yang ada pada saat sekarang dengan menggunakan teknik interview, observasi dan dokumentasi. Jenis penelitian evaluatif dangan mengutamakan pada penelitian dampak (policy effect), ketepatan kegiatan, perubahan terhadap individu, kelompok dan masyarakat serta policy impact yaitu perkembangan kegiatan. Teknik analisa data dalam penelitian Suprandjono ini adalah deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena tertentu secara lebih konkrit dan terperinci. Alasan penggunaan metode ini karena memiliki kemampuan yang lebih luas, terinci dan mendalam. Penelitian ini juga bersifat eksplanatory merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungannya antara satu variabel dengan yang lain”.

  2.2. Teori tentang Kebijakan

  Kebijakan merupakan suatu pilihan dan keputusan Pemerintah untuk berbuat atau tidak berbuat (Whatever Government Chooses To Do or Not To Do), sebuah kehidupan bersama harus diatur dalam bentuk peraturan yang berlaku untuk semua dan mengikat semu.

  2.3. Pengertian Kebijakan dan Kebijakan Publik

2.3.1. Pengertian Kebijakan

  Menurut Winarno (2002: 31): Kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai tujuan yang diambil oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Kebijakan secara besar mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan dan evaluasi.

  Amara Raksasataya, mengatakan “Kebijakan adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan”.

  Terdapat 3 (tiga) unsur dalam kebijakan, yakni:

  2. Strategi untuk mencapainya, 3. Penyediaan berbagai input/masukan yang memungkinkan pelaksanaannya. Tahapan dalam Perumusan Kebijakan meliputi:

  1. Tahap pertama: perumusan masalah harus dikenali dengan baik, (defining problem

  ) untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah- masalah publik harus dapat dipahami.

  2. Tahap kedua: agenda kebijakan, tidak semua masalah publik masuk dalam

  agenda kebijakan. Untuk masuk dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat, seperti: apakah masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan? 3.

   Tahap ketiga: pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah.

  4. Tahap keempat: penepatan kebijakan. Penepatan kebijakan sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat.

2.3.2. Pengertian Kebijakan Publik

  Pengertian Kebijakan Publik adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Pemerintah dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat.

  Dikatakan kebijakan publik karena kepentingan yang dilayani adalah kepentingan publik dan lembaga yang merumuskan serta menetapkannya adalah Ada 3 (tiga) macam konotasi yang terkait dengan istilah kebijakan publik, khususnya “PUBLIK”, yaitu (1) Pemerintah, (2) Masyarakat, dan (3) Umum. Ketiga konotasi tersebut tercermin dalam dimensi “Subjek”, “Objek”, dan “Lingkungan” dari kebijakan itu: a. Dimensi pertama, yakni Subjek, ditandai oleh adanya kebijakan dari Pemerintah,

  b. Dimensi kedua, ialah lingkungan masyarakat yang dikenai oleh kebijakan dari Pemerintah,

  c. Dimensi ketiga, yakni Sifat “Umum” kebijakan itu menurut strata atau tatanan berlakunya kebijakan. Misalnya Presiden membuat kebijakan “umum”.

  Menteri merumuskan kebijakan yang bersifat “pelaksanaan” dan para eselon I dan II menggariskan kebijakan yang bersifat “teknis”, yang sering disebut Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), dan Petunjuk Teknis (Juknis). Definisi kebijakan publik telah banyak dirumuskan oleh pakar dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Menurut Thomas R. Dye (1981: 2) public policy is

  whatever

  government chooses to do or not to do, yang mengandung pengertian bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan maupun tidak dilakukan. Kebijakan publik pada dasarnya adalah suatu keputusan yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu, atau untuk mencapai tujuan tertentu, yang dilakukan oleh instansi yang berkewenangan dalam rangka Pemerintah yang bertujuan untuk mengubah kondisi yang ada atau mempengaruhi arah dan kecepatan yang sedang berlangsung dalam masyarakat guna mewujudkan kondisi yang diinginkan. Dalam kehidupan administrasi negara secara formal, keputusan tersebut lazimnya dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan (Mustopadidjaja A.R, 2003: 5).

  Ramlan Surbakti dalam Ekowati (2005: 1): Kebijakan publik adalah kebijakan yang menyangkut masyarakat umum.

  Kebijakan publik adalah sebagian dari keputusan politik. Keputusan itu sendiri adalah keputusan yang mengingat pilihan terbaik dari berbagai bentuk alternatif mengenai urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah. Lebih lanjut dikatakan pengertian kebijakan mempunyai beberapa implikasi yaitu sebagai berikut:

  1. Bahwa kebijakan negara itu dalam bentuk perdananya berupa penetapan tindakan-tindakan dari pemerintah.

  2. Bahwa kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan, tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.

  3. Bahwa kebijaksanaan negara itu baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, itu mempunyai dan dilandasi dengan maksud dan tujuan

  4. Bahwa kebijaksanaan itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh orang banyak.

  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu kenyataan yang dipilih, dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan yang menyangkut masyarakat umum dengan suatu maksud dan tujuan tertentu.

  Sejalan dengan itu James E. Anderson dalam Subarsono (2005: 2) mendefinisikan “kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan- badan dan aparat pemerintah”. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar Pemerintah, dalam hal ini kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan Pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan dan sebagainya.

  Sejalan dengan hal di atas, menurut Carl J. Frederick dalam Wibowo dkk (2004: 20) bahwa:

  Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

  Sekarang ini dapat dilihat bahwa kebijakan seringkali diberikan makna sebagai suatu tindakan politik dari pemerintah. Karena dalam pemerintahan di Indonesia masih dikuasai oleh partai-partai politik yang dapat mempengaruhi

  Jenkins dalam Wahab (2004: 14) merumuskan kebijakan negara sebagai:

  “a set of interrelated decision taken by apolitical actor or group of actors concerning the selection of goals and means of achieving them within specified situation where these decision should, in principle, be whitin the power of these actor to achieve”.

  (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi di mana keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan daripada aktor tersebut). Sementara itu Amir Santoso dalam Winarno (2002: 17) mengkomparasi berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam bidang kebijakan publik menyimpulkan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebjakan publik dapat dibagi kedalam dua wilayah kategori. Pertama, pendapat ahli yang menyamakan kebijakan dengan tindakan-tindakan Pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Pandangan kedua menurutnya berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan.

  Kebijakan publik pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia:

  1. Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai salah satu penyedia pelayanan publik harus memenuhi dan melayanai masyarakat sebagai penerima pelayanan publik dan melalui kebijakan-kebijakan yang mengacu

  2. Kebijakan publik dalam mendukung TUPOKSI Keimigrasian mengacu pada UU No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan dirumuskan/ditetapkan dalam hal: a. Pelayanan kepada WNI. Dengan pemberian Paspor bagi yang bermaksud melakukan perjalanan ke luar negeri. b. Memberikan pelayanan kepada WNI atau WNA. Untuk masuk atau ke luar wilayah Indonesia sepanjang tidak dihambat oleh hukum.

  c. Mencegah orang asing masuk atau ke luar atau berada di dalam wilayah Indonesia dengan alasan: 1) Dihambat oleh hukum, 2) Menimbulkan beban bagi negara (tidak bermanfaat bagi kepentingan negara), 3) Menimbulkan gangguan KAMTIBMAS, 4) Mengidap penyakit menular.

2.4. Pengertian Keimigrasian

  Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian pada

  Pasal 1 menyatakan adalah: Hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia. Dengan pendekatan tata bahasa (gramatikal) dan pendekatan ilmu tentang arti kata (semantik), definisi Keimigrasian dapat dilihat dari Kamus Besar Bahasa

  1. Kata hal diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi).

  Kata ihwal diartikan sebagai hal, perihal. Maka istilah hal-ihwal adalah berbagai keadaan, peristiwa, kejadian.

  2. Kata lalu lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hilir mudik, bolak-balik.

  Dengan demikian, menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 dapat disimpulkan terdapat dua unsur pengaturan penting, yaitu: a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang ke luar, masuk, dan tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.

  b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia. Menurut Santoso (2004): Pada hakikatnya Keimigrasian merupakan suatu rangkaian dalam pemberian pelayanan dan penegakan hukum serta pengamanan terhadap lalu lintas ke luar masuknya setiap orang dari dan ke dalam wilayah Republik Indonesia serta pengawasan terhadap keberadaan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian secara operasional dalam konsep TRI FUNGSI IMIGRASI yaitu:

  1. Fungsi Pelayanan Masyarakat, salah satu fungsi Keimigrasian adalah fungsi penyelenggaraan pemerintah atau administrasi negara yang mencerminkan aspek pelayanan. Dari aspek tersebut Imigrasi dituntut untuk memberikan pelayanan prima di bidang Keimigrasian baik kepada WNI atau WNA. hukum Keimigrasian ditegakkan kepada setiap orang yang berada di dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik itu WNI atau WNA.

  3. Fungsi Keamanan, Imigrasi berfungsi sebagai penjaga pintu gerbang negara dikatakan demikian karena Imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang menyaring ke luar dan masuk orang asing ke wilayah Indonesia. Fungsi keamanan yang ditujukan kepada WNI adalah Pencegahan ke luar negeri bagi WNI atas permintaan institusi-institusi terkait. Fungsi keamanan kepada WNA. Melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui pemeriksaan Visa, melakukan Operasi Intelijen Keimigrasian.

  Tugas pokok dan fungsi Imigrasi dapat memberikan peranan positif bagi upaya mewujudkan stabilitas Idiologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Ketahanan Keamanan Nasional.

  Dalam menghadapi tantangan tugas Keimigrasian, seluruh aparat Imigrasi harus memiliki kemampuan profesional di bidang teknis Keimigrasian yang universal, yang didukung oleh wawasan yang luas dalam menganalisa tugas dan fungsinya dalam jangkauan ruang lingkup Nasional dan Internasional. Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang “Keimigrasian” yang lahir sebagai produk hukum Nasional, dimaksudkan untuk mengantisipasi permasalahan-permasalahan Keimigrasian yang timbul di masa-masa yang akan datang, di mana kondisi kehidupan masyarakat secara Nasional dan Internasional akan semakin kompleks dilanda arus globalisasi diberbagai aspek kehidupan.

2.5. Kebijakan Pemberian Paspor RI

  Dalam rangka menyikapi peningkatan kualitas aparatur pemerintah, maka MENPAN mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE/04/M.PAN/2/2005 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik yang Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dalam tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi (2005: 4) disebutkan bahwa “Agar segera melaksanakan langkah-langkah penyempurnaan sistem pelayanan publik secara bertahap kearah pemanfaatan teknologi informasi (E-Government) yang optimal dengan maksud dapat memperkecil adanya peluang praktek KKN”.

  Bahwa sistem pelayanan pemberian Paspor RI dimaksudkan untuk meningkatkan kecepatan pelayanan, menghindari terjadinya penerbitan ganda dan pemalsuan Paspor RI sehingga dapat memberikan jaminan pengamanan terhadap dokumen negara serta kenyamanan bagi pemegangnya.

  Kami sebagai aparat Imigrasi mengusulkan kriteria pelayanan VIP (Very

  Important Person) kepada pemerintah, yaitu dengan jalan untuk memungut biaya

  tambahan yang disahkan oleh undang-undang, Peraturan Pemerintah maupun Petunjuk Pelaksanaan. Sehingga dari hasil biaya tambahan jasa pelayanan tersebut dapat menambah pemasukan negara sebagai tambahan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Sampai saat ini Imigasi adalah instansi pemerintah yang menghasilkan PNBP yang tidak sedikit jumlahnya, sedangkan kesejahteraan pegawai dari hasil tersebut tidak/belum ada. Dalam upaya pelaksanaan kebijakan tersebut di atas, mengendalikan menjadi mengarahkan dan memberi jadi memberdayakan

  (empowering), ini merupakan konsep yang sangat mendasar, mengembangkan keterbukaan (transparansi) dan bertanggung jawab kepada pubik (accountability).

  Kebutuhan masyarakat sebagai pemohon jasa pelayanan umum, khususnya di bidang Keimigrasian (Paspor) merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya, bukan untuk memenuhi kebutuhan birokrasi itu sendiri. Prinsip ini didasarkan pada falsafah bahwa pemerintah yang demokratis dibentuk untuk dapat melayani masyarakat secara optimal.

  Dari proses pembuatan Paspor berbasis biometrik telah dilaksanakan efektif dan efisien, di mana tugas pokok dan fungsi Imigrasi sebagai aparat pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum sudah berjalan. Namun dari segi praktek pungli dan korupsi instansi Imigrasi masih harus dibenahi dalam arti bahwa pelayanan publik memang tidak menutup kemungkinan untuk melakukan hal tersebut. Karena jika dilihat dari jumlah pemohon jasa Keimigrasian (Paspor) tidak menutup kemungkinan ada pemohon yang meminta proses percepatan dari proses yang ditentukan, hal inilah yang menimbulkan praktek pungli dan korupsi.

  2.6. Teori tentang Pelayanan

  Pelayanan merupakan aktivitas untuk memberikan sesuatu kepada pihak lain, karena pihak lain membutuhkan sesuatu yang akan digunakan dalam kehidupan.

  2.7. Pengertian Pelayanan dan Kualitas Pelayanan

2.7.1. Pengertian Pelayanan

  Pengertian pelayanan dapat dilihat pada pendapat Munir (1991), yakni: “Pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan orang lain sesuai dengan haknya”.

  Menurut Cook (2004) bahwa faktor terpenting dalam memberikan pelayanan yang baik adalah selalu menjaga janji dan tidak memberikan jaminan untuk sesuatu yang tidak dapat diberikan.

  Menurut Barata (2004): Pelayanan Prima adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi/ perusahaan.

  Dengan demikian berhasilnya pelayanan prima tergantung kepada kemampuan, sikap, penampilan, tindakan, dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Pelayanan yang baik akan memberikan rasa puas di dalam diri orang yang menerima pelayanan tersebut.

  Dengan demikian dalam memberikan pelayanan prima sebuah organisasi perlu menganut prinsip “sedikit janji, banyak bukti”. Dengan melaksanakan prinsip ini, sebuah organisasi pelayanan akan dipercaya oleh pelanggan sehingga menciptakan loyalitas tinggi di dalam diri mereka untuk tetap menggunakan fasilitas

2.7.2. Pengertian Kualitas Pelayanan dan Dimensi Kualitas Pelayanan

  Kualitas pelayanan ukurannya bukan hanya oleh pihak yang melayani saja tetapi banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga mereka dapat mengukur kualitas layanan atas dasar harapan yang mereka dapatkan.

  Menurut Parasuraman dkk dalam Purnama (2004) bahwa faktor-faktor penentu dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kualitas pelayanan itu: a. Tangibles (penampilan fisik pelayanan) contohnya: gedung, peralatan, perlengkapan dan sebagainya.

  b. Empathy (kepedulian, kesediaan dan keinginan) untuk melayani secara ramah, hangat, dan bersahabat.

  c. Responsiveness (ketanggapan dan kesiapan) karyawan untuk memberikan layanan yang cepat.

  d. Assurance (jaminan, dapat dipercaya, jujur dan menarik) hati konsumen.

  e. Reliability (kehandalan) dalam performa dan dapat dipercaya, ketepatan waktu dan sikap yang simpatik.

  Kualitas pelayanan merupakan suatu komponen penting bagi persepsi pemohon, kualitas pelayanan juga merupakan elemen penting dalam mengevaluasi pemohon di mana pelayanan pemohon yang dikombinasikan dengan suatu produk fisik, juga merupakan komponen penting dalam penentuan kepuasan pemohon.

2.8. Pengertian Kepuasan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

2.8.1. Pengertian Kepuasan

  Beberapa pengertian kepuasan pelanggan (customer satisfied) dan loyalitas pelanggan (customer loyalty) dapat dilihat pada bagian berikut.

  Tjiptono (1998) mengutip beberapa definisi kepuasan pelanggan diantaranya:

  1. Kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah merupakan respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian/diskonfirmasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan pemakaiannya (Tse dan Wilton).

  2. Kepuasan pelanggan merupakan suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa (Wilkie).

  3. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan pelanggan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan (Engel).

  Kepuasan pelanggan sangat tergantung dari persepsi pelanggan dan harapan pelanggan sehingga strategi kepuasan pelanggan haruslah dengan suatu pengetahuan yang detail dan akurat terhadap persepsi dan harapan pelanggan.

2.8.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan meliputi: menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas, b. Kualitas pelayanan, terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan, c. Emosional, pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek yang tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai Sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

  d. Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

  e. Biaya, pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu. Apabila ditinjau lebih lanjut, pencapaian kepuasan pelanggan melalui kualitas pelayanan, dapat ditingkatkan dengan beberapa pendekatan sebagai berikut (Kotler,

  1997):

  1. Memperkecil kesenjangan-kesenjangan yang terjadi antara pihak manajemen

  focus

  yang mengedarkan kuesioner dalam beberapa periode, untuk mengetahui persepsi pelayanan menurut pelanggan. Demikian juga penelitian dengan metode pengamatan bagi pegawai perusahaan tentang pelaksanaan pelayanan.

  2. Perusahaan harus mampu membangun komitmen bersama untuk menciptakan visi di dalam perbaikan proses pelayanan. Yang termasuk di dalamnya adalah memperbaiki cara berpikir, perilaku, kemampuan, dan pengetahuan dari semua sumber daya manusia yang ada. Misalnya dengan metode

  brainstorming

  dan management by walking around untuk mempertahankan komitmen pelanggan internal (pegawai).

  3. Memberi kesempatan kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan.

  Dengan membentuk coplaint and suggestion system, misalnya dengan hotlain bebas pulsa.

  4. Mengembangkan dan menerapkan accountable, proactive, dan partnership

  marketing

  sesuai dengan situasi pemasaran. Perusahaan menghubungi pelanggan setelah proses pelayanan terjadi untuk mengetahui kepuasan dan harapan pelanggan (accountable).

Dokumen yang terkait

Kinerja Kantor Imigrasi Polonia dalam Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Studi Pada Kantor Imigrasi Polonia)

1 80 111

Analisis Pengaruh Kebijakan Keimigrasian Dan Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Paspor Republik Indonesia Di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia Medan (Studi Kasus Di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia)

4 49 143

Efektivitas Sistem Penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Di Kantor Imigrasi Kelas 1 Polonia Medan

0 61 145

Analisis Pembaharuan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian Dalam Penerbitan Surat Perjalanan Republik Indonesia (SPRI) Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Imigrasi Klas I Polonia Medan

0 52 144

Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja, Gaji Dan Reward Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan

5 48 136

Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Di Kantor Imigrasi Klas I Khusus Medan Terhadap Kepuasan Pemohon

5 48 170

Pengawasan Dan Penindakan Keimigrasian Terhadap Izin Tinggal Orang Asing Di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan)

3 140 143

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan

5 63 192

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kinerja Kantor Imigrasi Polonia dalam Pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Studi Pada Kantor Imigrasi Polonia)

0 0 34

Analisis Pengaruh Kebijakan Keimigrasian Dan Pelayanan Terhadap Kepuasan Pemohon Paspor Republik Indonesia Di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia Medan (Studi Kasus Di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia)

0 0 17