Pengawasan Dan Penindakan Keimigrasian Terhadap Izin Tinggal Orang Asing Di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan)

(1)

PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN

TERHADAP IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA

(STUDI WILAYAH KANTOR IMIGRASI

KELAS I KHUSUS MEDAN)

TESIS

Oleh

RATNA WILIS

077005019/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K

O L A H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN

TERHADAP IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA

(STUDI WILAYAH KANTOR IMIGRASI

KELAS I KHUSUS MEDAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

RATNA WILIS

077005019/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA (STUDI WILAYAH KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS MEDAN)

Nama Mahasiswa : Ratna Wilis

Nomor Pokok : 077005019

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH) K e t u a

(Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH) (Dr. Sunarmi, SH. MHum)

A n g g o t a A n g g o t a

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 13 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH. MH

2. Dr. Sunarmi, SH. MHum

3. Dr. T. Kheizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum 4. Dr. Mahmul Siregar, SH. Mhum


(5)

ABSTRAK

Untuk mengatur berbagai macam warga negara asing yang keluar dan masuk ke wilayah Indonesia, kebijakan pemerintah di bidang keimigrasian menganut prinsip selective policy yaitu suatu kebijakan berdasarkan prinsip selektif. Berdasarkan prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia, dan untuk itu perlu ada pengaturan dan batasan berupa perizinan yang diberikan kepada orang asing apabila hendak tinggal di Indonesia, sedangkan masalah pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia, sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan, terutama terhadap masalah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay), belum tegas diatur di dalam peraturan perundang-undangan sehingga masalah tersebut dapat dilihat dari tujuan penelitian ini antara lain, untuk mengetahui pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia, untuk mengetahui sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan dan untuk mengetahui penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay).

Adapun jenis penelitian yang menggunakan metode penelitian hukum normatif, bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan dan menguraikan tentang permasalahan yang berkaitan dengan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia, untuk mengetahui pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun penuh dengan variasi (keragaman). Analisis kualitatif itu juga dilakukan metode interprestasi. Berdasarkan metode interprestasi ini, diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

Hakikat arah kebijakan nasional terhadap keimigrasian yang meletakkan sebagai keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keamanan. Kedua hal tersebut dapat sejalan dengan pokok pemikiran yang menyatakan negara harus memajukan kesejahteraan umum dan disisi lain melakukan perlindungan terhadap Bangsa dan Negara. Adapun kesimpulan dan saran penelitian ini adalah upaya adanya pembaharuan sistem penegakan hukum keimigrasian juga harus diikuti dengan pembaharuan hukum acara penegakan hukum keimigrasian baik terhadap pelanggaran yang termasuk pelanggaran pidana dan pelanggaran administratif. Perlu melibatkan penyidik Polri dalam melakukan penyidikan, meningkatkan sarana dan


(6)

prasarana keimigrasian dengan mengunakan Teknologi Informasi, meningkatkan sumber daya manusia personil imigrasi melalui pendidikan dan pelatihan agar lebih memahami substansi yang lebih manusiawi yang berlandaskan nilai-nilai HAM dan pelaksanaan Good Governance dan Clean Governance.

Kata Kunci: Pengawasan, Penindakan Keimigrasian, Izin Tinggal, Orang Asing.


(7)

ABSTRACT

To govern the traffic of various types of foreign citizens into and out the region of Indonesia, the governmental policy in immigration hold selective policy, as a policy which based on selective principles. According to the principles, only those foreigners who can gain benefit of the welfare of people, nation and country of Indonesia that lead no a danger to the security and the orderly without hospitability against either the people or the united nation of Indonesia based on the Ideology of Pancasila and the Constitution 1945 who are allowed to come into and leave Indonesia region. For that reason, the government and restrictions are required such as permit or license applied to those foreigners when they will live in Indonesia. The immigration control of the foreigners implemented by the Provincial Immigration Office Medan especially for those who expired the overstay was still not tightly stipulated in the statutory rules so that the prolem can be indicated by the objective of the study among other things ; to know the regulation of permit or license of overstay for those foreigners in Indonesia, to know the immigration supervisory system applied to the foreigners by the Provincial Immigration Office Medan and to know any law enforcement taken by the Immigration for those foreigners who expired their overstay.

The present study used a normative method by descriptive analysis intended to describe and analyze the problems related to the supervision and immigration legal enforcements for those foreigners who overstayed in Indonesia, to know the government of permit to stay in Indonesia. The collected data were analyzed by using a qualitative method based on the assumption of unique and complex social reality and phenomenon. There are some certain regulation patterns but they are full of disparity. The qualitative analysis also was conducted by using an interpretative method by which it is expected that the legal problems formulated in the thesis may be solved.

The principle of nationality policy related to immigration is a balance between welfare and security approaches. All the two approaches can be harmonic with the nation that the nation has to improve public welfare and on the other side, the nation has to protect the nation and country. The conclusion and suggestion of the study included; there should be an effort of renewal of the law enforcement of immigration followed by the renewal of procedural la of the immigration either for any criminal and administrative violations. Also, the involvement of the Police is required for investigation in addition of expanding the facilities of immigration using information technology, improving human resources of the immigration personals through education and training that they more know the more human substances based on human rights and Good Governance and Clean Governance.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan kasih sayang-NYA tesis ini dapat diselesaikan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister dalam bidang ilmu hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tesis penulis adalah

“Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan)”.

Dalam menyelesaikan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan baik berupa pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis tidak lupa menyampaikan penghargaan serta terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah turut memberikan bantuan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulis menjalani perkuliahan hingga penyusunan tesis ini dan sampai penyelesaiannya. Tidak ada kata-kata yang lebih berarti untuk dapat mengungkapkan rasa terima kasih penulis, hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, Amin.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P Lubis DTM&H, SpA(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan.


(9)

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., atas kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing Utama, yang telah memberikan arahan dan bimbingan, saran dan dorongan kepada penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH, selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. 5. Ibu Dr. Sunarmi SH, M.Hum, selaku Pembimbing III yang telah banyak

memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH., CN., M.Hum., dan Bapak Dr. Mahmul Siregar SH., M.Hum, selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis.

7. Para Guru Besar dan Staf Pengajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Jurusan Ilmu Hukum.

8. Kepala BPSDM Departemen Hukum dan HAM RI dan Kanwil Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara yang telah memberikan kepercayaan kesempatan bagi penulis untuk mendapatkan beasiswa penuh dalam mengikuti pendidikan Pascasarjana di Universitas Sumatera Utara.

9. Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

10.Para Staf Administrasi pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(10)

11.Rekan-rekan sekantor dan rekan-rekan seperjuangan pada kelas khusus Hukum dan HAM Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan studi S2 ini.

12.Keluarga tercinta, yang sangat banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan studi ini baik pikiran, dorongan maupun tenaga serta do’a. Akhirnya, penulis berharap semoga penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu hukum bagi insan-insan hukum di tanah air tercinta Indonesia. Terima kasih.

Medan, Mei 2009 Penulis,


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : RATNA WILIS

Tempat/Tgl.Lahir : Medan, 05 November 1958

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. Amal Luhur Gg. Keluarga I No. 112 Medan

Pendidikan :

- SD Negeri Lhoksukon, lulus tahun 1970 - SMP Negeri 1 Langsa, lulus tahun 1973 - SMA Negeri 1 Langsa, lulus tahun 1976

- S1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, lulus tahun 1987

- S2 Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, lulus tahun 2009


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ...vi

DAFTAR ISI ...vii

DAFTAR TABEL ...x

DAFTAR SINGKATAN ...xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

1. Kerangka Teori ... 19

2. Konsepsi ... 41

G. Metode Penelitian ... 45

1. Tipe atau Jenis Penelitian ... 45

2. Sumber Data ... 46


(13)

4. Analisa Data... 48

BAB II REGULASI KEBIJAKAN IZIN TINGGAL ORANG ASING DI INDONESIA... 50

A. Pengertian dan Dasar Hukum Kemigrasian... 50

B. Pengaturan Keberadaan Orang Asing yang Masuk dan Keluar di Wilayah Indonesia... 56

C. Tata Cara Permintaan, Persyaratan, Pemberian dan Penolakan Visa... 60

BAB III SISTEM PENGAWASAN KEIMIGRASIAN DI INDONESIA...72

A. Sistem Pengawasan Keimigrasian...72

B. Tindakan dan Penyidikan Keimigrasian………75

C. Kedudukan PPNS Imigrasi di dalam Sistem Peradilan... 84

BAB IV PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ORANG ASING YANG MELEBIHI BATAS WAKTU IZIN TINGGAL...89

A. Strategi Penegakan Hukum...89

B. Penegakan Hukum Pengawasan Keimigrasian ... 93

C. Kendala-Kendala Penegakan Hukum Keimigrasian terhadap Overstay………….………..106

D. Perbandingan Penegakan Hukum Keimigrasian Australia terhadap Pelanggaran Batas Waktu Izin Tinggal……….111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…..………117

A. Kesimpulan…..………....117

B. Saran……….………120


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Data Pelanggaran Keimigrasian 2005-2008 di Kantor Imigrasi


(15)

DAFTAR SINGKATAN

UUD : Undang-Undang Dasar

UUK : Undang-Undang Keimigrasian

UU : Undang-Undang

OA : Orang Asing

PPNS : Penyidik Pegawai Negeri Sipil

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

IT : Izin Tinggal

KITAS : Kartu Izin Tinggal Terbatas

KITAP : Kartu Izin Tinggal Tetap

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

OIM : Ordonansi Izin Masuk

IMDAR : Izin Mendarat

ASEAN : Association Sourth East Asian Nation

SPRI : Surat Perjalanan Republik Indonesia

RPTKA : Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing

WNI : Warga Negara Indonesia

WNA : Warga Negara Asing

BVKS : Bebas Visa Kunjungan Singkat

TPI : Tempat Pemeriksaan Imigrasi

POLRI : Kepolisian Republik Indonesia

KORWAS : Koordinator Pengawas

SIPORA : Kordinasi Pengawasan Orang Asing

HAM : Hak Asasi Manusia

PNBP : Pendapatan Negara Bukan Pajak

EPO : Exit Permit Only

EMR : Expected Movement Record

ACS : Australian Custom Service

DIMIA : Departement of Immigration an Multicultural an Indigenous Affairs


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi dalam menunjang pembangunan, tidak dapat dipisahkan dengan hadirnya aktivitas, legalitas dan mobilitas orang asing di Indonesia. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam pergaulan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan arus lalu lintas orang masuk dan keluar wilayah Indonesia semakin meningkat. Kehadiran orang asing di Indonesia, di samping telah memberikan pengaruh positif, juga telah memberikan pengaruh negatif berupa timbulnya ancaman terhadap pembangunan itu sendiri. Banyaknya terjadi arus imigran gelap, penyelundupan orang, perdagangan anak dan wanita yang berdimensi internasional dan meningkatnya sindikat-sindikat internasional di bidang terorisme, narkotika, pencucian uang, penyelundupan dan lain-lain.

Hukum Internasional memberikan hak dan wewenang kepada semua negara untuk menjalankan yurisdiksi atas orang dan benda serta perbuatan yang terjadi di dalam wilayah negara tersebut. Hal ini juga berarti bahwa setiap negara berhak untuk merumuskan hal ikhwal lalu lintas antar negara baik orang, benda maupun perbuatan yang terjadi di wilayahnya. Pengaturan terhadap lalu lintas antar negara yang menyangkut orang di suatu wilayah negara, adalah berkaitan dengan aspek keimigrasian yang berlaku di setiap negara memiliki sifat universal maupun


(17)

kekhususan masing-masing negara sesuai dengan nilai dan kebutuhan kenegaraannya.1

Keamanan dalam negeri suatu negara adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjaminnya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman yang mendukung kemampuan membina serta mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.2

Untuk mengatur berbagai macam warga negara asing yang keluar dan masuk ke wilayah Indonesia, kebijakan pemerintah di bidang keimigrasian menganut prinsip selective policy yaitu suatu kebijakan berdasarkan prinsip selektif. Berdasarkan prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia, yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang diizinkan masuk atau keluar wilayah

1

Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, (Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, September 2004), hlm. 31.

2 Awaloedin Djamin, Administrasi Kepolisian RI Menghadapi Tahun 2000, (Lembang: Sanyata Sumasana Wira), hlm. 23.


(18)

Indonesia, dan untuk itu perlu ada pengaturan dan batasan berupa perizinan yang diberikan kepada orang asing apabila hendak tinggal di Indonesia.3

Pelaksanaan fungsi keimigrasian sangat penting artinya dalam menjaga kedaulatan Republik Indonesia, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Kepulauan Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 9 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis Indonesia mempunyai pengaruh terhadap karakteristik kebudayaan, sosial, politik dan ekonomi. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi 1,9 juta mil pesegi.4

Berdasarkan ketentuan keimigrasian yang bersifat universal, setiap negara berwenang untuk mengizinkan atau melarang seseorang untuk masuk maupun keluar suatu negara. Berdasarkan pengakuan universal tersebut, keberadaan peraturan keimigrasian merupakan atribut yang sangat penting dalam menegakkan kedaulatan hukum suatu negara di dalam wilayah teritorial negara yang bersangkutan, dan setiap

3

Muhammad Indra, “Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Hukum Keimigrasian Indonesia”, Disertasi, Program Doktor Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 23 Mei 2008), hlm.2.


(19)

orang asing memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warga itu sendiri5

Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai tujuan untuk mensejahterakan rakyatnya, hal ini harus diwujudkan. Adanya perlindungan segenap kepentingan bangsa, keikutsertaan dalam melaksanakan ketertiban dunia dalam hubungannya dengan dunia internasional, semua aspek keimigrasian harus didasarkan pada apa yang telah digariskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai hukum dasar untuk pengaturan implementasi tugas-tugas keimigrasian secara operasional. Jika dikaji dasar pertimbangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, maka pengaturan dan pelayanan di bidang keimigrasian merupakan hak dan kedaulatan negara Republik Indonesia sebagai negara hukum.6 Selanjutnya negara Indonesia untuk menjaga keamanan dalam negerinya terhadap orang yang masuk atau datang ke Indonesia dan keluar dari Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku. Orang asing yang memasuki wilayah yurisdiksi Indonesia, wajib memenuhi beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian, yaitu:

1. Wajib memiliki surat perjalanan yang sah dan masih berlaku, sebagaimana dimaksud Pasal 3 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut dengan UUK), dan menurut Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: F- 307.IZ.01.10 Tahun 1995 tanggal 15 Maret 1995.

5 Yudha Bhakti, Hukum Internasional: Bunga Rampai, (Bandung: Alumni, 2003), hlm. 19-17. 6 Dasar Pertimbangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.


(20)

Menurut Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: F- 307.IZ.01.10 Tahun 1995 tanggal 15 Maret 1995 tersebut, yang dimaksud dengan surat perjalanan yang masih berlaku adalah minimal 6 (enam) bulan.

Pengertian surat perjalanan menurut Pasal 1 ayat (3) UUK adalah “dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara”. Jenis surat perjalanan negara asing antara lain: paspor diplomatik, paspor dinas, paspor biasa, certificate of identity, seamans book. Jenis surat perjalanan seamans book, belum semua negara memberlakukannya termasuk Indonesia. 2. Wajib memiliki visa.

Pasal 6 ayat (1) UUK menyebutkan: “setiap orang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib memiliki visa”. Tidak semua orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dapat diberikan visa. Visa hanya diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta tidak akan

menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.

Pengecualian dari kewajiban orang asing yang memiliki visa sebagaimana yang diatur pada Pasal 7 ayat (1) UUK yaitu:

a. orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki visa.

b. orang asing yang memiliki izin masuk kembali.

c. kapten atau nahkoda dan awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau mendarat di bandar udara di wilayah Indonesia.

d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak keluar dari tempat transit yang berada di daerah tempat pemeriksaan imigrasi.


(21)

3. Wajib melalui pemeriksaan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi. Pemeriksaan keimigrasian dilakukan terhadap surat dan atau orang, antara lain surat perjalanan, visa atau dibebaskan dari keharusan memiliki visa, fisik sepanjang menyangkut gangguan jiwa atau penyakit menular, kartu embarkasi dan disembarkasi, daftar cekal, dan daftar awak alat angkut serta daftar penumpang.

4. Wajib mendapat izin masuk yaitu izin yang diterakan pada visa atau surat perjalanan orang asing untuk memasuki wilayah Indonesia yang diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi.

5. Wajib memiliki izin masuk kembali yang masih berlaku bagi orang asing yang memiliki izin tinggal terbatas dan tetap.

6. Namanya tidak termasuk dalam daftar penangkalan yaitu larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke wilayah berdasarkan alasan tertentu.7

Pengertian keimigrasian adalah hal ihwal mengenai orang-orang yang masuk atau keluar di wilayah Indonesia sekaligus mengawasi terhadap orang asing tersebut.8 Ada dua hal yang sangat mendasar dalam hal pengertian keimigrasian Indonesia yaitu pertama adalah aspek lalu lintas orang antar negara, sedang yang kedua adalah

7 Wahyudin Ukun, Op.Cit., hlm. 23-24.

8 Koemiatrnanto Soetorawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996, hlm. 74. Dapat dijelaskan bahwa penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan, yaitu warga negara Indonesia dan orang asing atau warga negara Indonesia dan orang asing atau warga asing. Oleh karena itu Indonesia merasa perlu untuk mengatur permasalahan orang asing yang ada di Indonesia, prinsip, tata pengawasan, tata pelayanan atas masuk dan keluarnya orang ke dan dari wilayah Indonesia perlu diatur guna menjamin kemanfaatan dan melindungi berbagai kepentingan nasional Indonesia.


(22)

menyangkut pengawasan orang asing yang meliputi pengawasan terhadap masuk dan keluar, pengawasan keberadaan serta pengawasan terhadap kegiatan orang asing di Indonesia. Pengertian pengawasan dalam fungsi keimigrasian adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Pada awalnya pelaksanaan pengawasan hanya dilakukan terhadap orang asing saja, akan tetapi mengingat perkembangan dan dinamika masyarakat yang semakin kompleks, hal tersebut dilakukan secara menyeluruh, termasuk juga terhadap Warga Negara Indonesia, khususnya dalam hal penyalahgunaan dan pemalsuan dokumen perjalanan.9 Pengawasan orang asing dilakukan mulai saat memasuki, berada dan sampai meninggalkan Indonesia. Aspek pelayanan dan pengawasan ini tidak terlepas dari sifat wilayah Indonesia yang berpulau-pulau, dengan luas yang terbentang dari Sabang sampai Marauke, terletak diantara dua benua yaitu benua Asia dan Australia, serta mempunyai jarak yang dekat bahkan berbatasan dengan beberapa negara tetangga. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik yang bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian.10

Dewasa ini luas lingkup dari keimigrasian tidak lagi mencakup pengaturan, penyelenggaraan keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia, serta pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, akan tetapi telah bertalian juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang

9 Muhammad Indra, Op.Cit, hlm. 3. 10 Penjelasan Atas UUK.


(23)

masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana keimigrasian, serta pengaturan prosedur keimigrasian dan mekanisme pemberian izin keimigrasian.

Fungsi keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan administrasi negara atau penyelenggaraan administrasi pemerintahan, oleh karena itu sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara dan pemerintahan, maka hukum keimigrasian dapat dikatakan bagian dari bidang hukum administrasi negara.11

Menurut Muhammad Indra “di lihat dari sudut fungsi hukum keimigrasian tersebut, hukum keimigrasian tidak hanya otonom bergerak dalam lingkup hukum administrasi negara, namun juga bersinggungan dan bertalian erat dengan hukum yang lain, seperti hukum ekonomi, hukum internasional dan hukum pidana”.12

Keimigrasian mencakup pelaksanaan penegakan kedaulatan negara yang merupakan hak suatu negara untuk mengizinkan ataupun melarang orang asing untuk masuk ataupun tidak. Seorang asing yang memasuki wilayah suatu negara akan tunduk pada hukum negara tersebut sebagaimana halnya warga negara itu sendiri.13

Pasal 24 ayat (1) UUK menyebutkan: “setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian”. Dengan kata lain dari Pasal 24 ayat (1) UUK dapat diartikan bahwa setiap orang asing yang berada di wilayah

11Bagir Manan, “Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional”, disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta , 14 Januari 2000, hlm. 7.

12 Muhammad Indra, Op.Cit., hlm. 4.

13 J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 210.


(24)

Indonesia dengan status apapun juga, baik dalam kapasitasnya sebagai diplomat, dinas maupun biasa, baik dewasa maupun anak-anak, diwajibkan memiliki izin keimigrasian tanpa kecuali. Selanjutnya Pasal 24 ayat (2) UUK maupun Pasal 27 bagian pertama Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian (selanjutnya disebut dengan PP No. 32/1994) diatur secara jelas tentang jenis izin keimigrasian yang terdiri dari izin singgah, izin kunjungan, izin tinggal terbatas, dan izin tingal tetap.

Pengertian izin singgah adalah diberikan kepada orang asing yang memerlukan singgah di wilayah Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke negara lain. Izin kunjungan diberikan kepada orang asing yang berkunjung ke wilayah Indonesia untuk waktu yang singkat dalam rangka tugas pemerintahan, pariwisata, kegiatan sosial budaya atau usaha. Izin tinggal terbatas diberikan kepada orang asing yang tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu yang terbatas, sedangkan izin tinggal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di wilayah Indonesia.14

Orang asing yang datang ke Indonesia dan memiliki izin keimigrasian, hanya dapat tinggal di Indonesia selama waktu yang ditentukan dalam izin keimigrasiannya tersebut. Apabila orang asing yang datang ke Indonesia tersebut izin keimigrasiannya habis masa berlakunya dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui waktu tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari dari izin keimigrasian yang diberikan,


(25)

dikenakan biaya beban 15, sedangkan orang asing yang datang ke Indonesia, izin keimigrasiannya habis berlaku dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui 60 (enam puluh) hari dari batas waktu izin yang diberikan, maka orang asing tersebut akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000-, (dua puluh lima juta rupiah).16 Keberadaan orang asing di wilayah Indonesia yang melebihi batas waktu izin tinggal, yang dikenal juga dalam bidang keimigrasian dengan istilah overstay.17

Di dalam praktek keimigrasian, banyak terjadi kasus pelanggaran terhadap batas waktu izin tinggal yang dilakukan oleh orang asing tersebut, meskipun undang-undang keimigrasian telah memberikan sanksi pidana yang tegas. Batas waktu keberadaaan orang asing diperlukan agar esensi kedaulatan negara dapat ditegakkan dan tujuan kedatangan serta keberadaan orang asing tersebut harus jelas agar tidak merugikan kepentingan rakyat dan negara Republik Indonesia baik dari segi ekonomi, sosial budaya, keamanan, maupun politik.

Dalam UUK pengertian tentang izin tinggal ini belum diatur secara khusus dan terperinci, akan tetapi hanya dibahas sepintas lalu di dalam Bab IV tentang Keberadaan Orang Asing di Wilayah Indonesia, di mana isi Pasal 24 ayat (1) menyatakan, Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian sedangkan ayat (2) UUK menyatakan izin dimaksud ayat (1) yaitu:

15 Pasal 45 ayat (1) UUK, istilah ini disebut overstay yaitu orang asing yang tinggal di Indonesia melebih batas waktu yang ditentukan.

16 Pasal 52 UUK

17 H. Abdullah Sjahriful James, Komentar Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992), hlm. 91.


(26)

izin singgah, izin kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap. Namun di dalam rancangan undang-undang keimigrasian, pengertian izin tinggal ini telah diatur secara khusus dan terperinci yaitu di dalam Pasal 1 angka 20 dan Pasal 49 sampai dengan Pasal 63 Rancangan Undang-Undang Keimigrasian. Pasal 1 angka 20 rancangan undang-undang keimigrasian menyebutkan pengertian izin tinggal adalah izin yang diberikan kepada orang asing oleh pejabat imigrasi untuk berada di wilayah Indonesia.

Sebelum seorang asing memasuki wilayah Negara Indonesia, pengawasan terhadap orang asing telah dilakukan ketika orang asing tersebut mengajukan permohonan visa di perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Pengertian visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia.18 Selanjutnya bentuk pengawasan terhadap orang asing adalah pada saat orang asing tersebut memasuki wilayah Indonesia melalui Tempat Pemeriksaan Keimigrasian (TPI).

Pelaksanaan dari kebijakan nasional mengenai keimigrasian menganut kebijakan selektif yang dalam implementasinya yaitu:

1. Hanya orang asing yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan negara yang diizinkan masuk ke wilayah Indonesia.

18 Pasal 1 angka 7 UUK.


(27)

2. Tidak membahayakan dari segi keamanan dan tidak mengganggu ketertiban, kesusilaan.

3. Harus mentaati ataupun mengindahkan peraturan yang diadakan bagi orang asing yang hendak masuk ataupun berada di Indonesia.

Kebijakan nasional yang secara selektif menentukan orang asing yang mana saja boleh masuk ke Indonesia dan sanksi hukum apa saja yang dikenakan terhadap ketentuan yang mengatur mengenai hal-hal yang harus dipatuhi selama warga negara asing tersebut berada di Indonesia. Selain itu hukum keimigrasian sebagai himpunan petunjuk yang mengatur tata tertib orang-orang yang berlalu lintas masuk keluar wilayah Indonesia dan pengawasan orang-orang yang berada di wilayah Indonesia.19

Kegiatan dalam bentuk pengawasan tersebut adalah dalam rangka menunjang agar tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingan nasional, kedaulatan negara, keamanan dan ketertiban umum, serta kewaspadaan terhadap segala dampak negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar negara. Keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia perlu diawasi secara teliti dan terkoordinasi dengan tanpa mengabaikan keterbukaan dalam memberikan pelayanan bagi orang asing. Langkah pengawasan tersebut pada dasarnya juga diikuti dengan penindakan keimigrasian demi terciptanya penegakan hukum yang cepat dan tepat atas setiap pelanggaran keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing yang berada di Indonesia.20

19 Abdullah Syahriful, Memperkenalkan Hukum Keimigrasian, (Jakarta: Grafika Indonesia). hlm. 58.


(28)

Pengertian penegakan hukum adalah penyelenggaraan hukum oleh petugas penegak hukum oleh orang-orang yang berhubungan sesuai dengan kewenangan masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.21 Sedangkan penindakan keimigrasian demi tegaknya hukum keimigrasian sesuai dengan aturan hukum yang ada dapat berupa tindakan yang berifat administratif dan tindakan melalui proses peradilan (pro justitia).

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian (selanjutnya disebut dengan PP No. 31/1994) disebutkan tindakan keimigrasian ditetapkan dengan keputusan tertulis oleh pejabat imigrasi yang berwenang dan keputusan ini disampaikan kepada orang asing yang dikenakan tindakan keimigrasian tersebut selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan. Dalam hal tindakan keimigrasian berupa penolakan masuk ke wilayah Negara Republik Indonesia, keputusan tindakan keimigrasian oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi dilakukan dengan menerakan tanda penolakan di paspornya.22 Maksud tindakan keimigrasian ini adalah untuk melaksanakan kebijaksanaan pengawasan di bidang keimigrasian dan membantu terlaksananya penegakan hukum di wilayah Negara Republik Indonesia baik secara preventif maupun represif.23

Petugas penegakan hukum keimigrasian ditentukan oleh undang-undang adalah pejabat imigrasi yang dalam hal ini sekaligus sebagai Penyidik Pegawai

21 Soeryono Soekanto, Penegakan Hukum, (Bandung: Bina Cipta, 1983), hlm. 2. 22 Pasal 24 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994. 23 Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994.


(29)

Negeri Sipil Keimigrasian (PPNS Imigrasi). Instrumen penegakan hukum dalam hal pengawasan lalu lintas orang antar negara adalah:

a. Dilakukan penolakan untuk masuk terhadap orang yang terkena penangkalan khususnya orang asing dan dapat berlaku juga terhadap warga negara Indonesia (yang terkena penangkalan).

b. Dilakukan penolakan untuk berangkat ke luar negeri terhadap orang-orang yang terkena pencegahan berlaku terhadap orang Indonesia maupun orang asing. c. Dilakukan proses keimigrasian apabila pada saat pemeriksaan kedatangan

maupun keberangkatan, ditemukan orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran hukum keimigrasian, misal: visa palsu, izin keimigrasian yang tidak berlaku lagi, paspor palsu (termasuk pengertian pemalsuan baik sebagian ataupun seluruhnya dari suatu dokumen).

Oleh karenanya pihak pemerintah harus segara melakukan penindakan

keimigrasian demi terciptanya penegakan hukum terhadap pelanggaran tersebut. Penindakan keimigrasian demi terciptanya penegakan hukum dimaksud dapat berupa tindakan yang bersifat administrasi yaitu tindakan melalui proses di luar peradilan dan berupa tindakan melalui proses peradilan atau yang dikenal dengan pro yustitia. Di samping itu kebijakan hukum pidana di bidang keimigrasian tetap harus didasarkan atas prinsip atau asas Ultimum Remedium yang artinya bahwa hukum pidana baru dipergunakan apabila sarana-sarana lain gagal untuk menyelesaikannya. Selanjutnya pembatasan masuknya unsur-unsur pidana ke dalam hukum keimigrasian harus dilihat secara proporsional, di mana apabila sesuatu perbuatan telah diatur atau


(30)

dikriminalisasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dikaitkan dengan keimigrasian, maka hal tersebut mutlak menjadi tindak pidana kemigrasian dan hal yang murni keimigrasian yang merupakan hukum administratif, sanksi yang diatur adalah sepenuhnya hukum administratif.24

Perkembangan kebijakan keimigrasian baik dari aspek pengaturan dan penegakan hukum yang terjadi selama ini secara simultan telah dirasakan perlu upaya untuk memperbaharui berbagai peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian sesuai dengan menjamin kepastian, keadilan dan kemanfaatannya. Pelanggaran hukum keimigrasian semakin meningkat setiap tahunnya, ini mencerminkan masih adanya kelemahan dalam penegakan hukum keimigrasian dan khususnya yang berkenaan dengan pengawasan lalu lintas orang yang keluar dan masuk Indonesia, kelemahan-kelemahan penegakan hukum dalam bidang keimigrasian tersebut apabila tidak segera diatasi atau ditanggulangi maka dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat di dalam negeri maupun orang asing terhadap sistem hukum Indonesia.

Soerjono Soekanto ada empat faktor yang menentukan berfungsinya kaidah hukum yaitu; Pertama, kaidah hukum atau peraturan itu sendiri. Kedua, petugas yang menegakkan atau yang menetapkan. Ketiga, fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah hukum. Keempat, warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.25

24 Muhammad Indra, Op.Cit., hlm. 2. 25 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm. 30.


(31)

Hubungan timbal balik antara materi perundang-undangan, aparat penegak hukum dengan kesadaran hukum dan ketaatan masyarakat sangat erat, ketiga elemen itu harus berfungsi dengan baik, sehingga citra dan wibawa hukum dapat terwujud.

Proses penegakan hukum keimigrasian, pandangan tersebut sangat penting karena penentuan suatu kasus pelanggaran diselesaikan dengan proses hukum pidana atau administratif diletakkan pada kewenangan (diskresi) pejabat imigrasi. Untuk itu perlu ada batasan dan kategorisasi yang tegas dalam proses penegakan hukum yang dapat ditempuh yaitu antara tindakan hukum pidana dengan tindakan hukum administratif, sehingga tidak lagi digantungkan pada penilaian pejabat imigrasi tetapi didasarkan sistem atau peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan proses penyelesaian perkara keimigrasian secara cepat, efektif dan efisien.26

Berdasarkan latar belakang tersebut maka tesis ini akan menganalisa masalah Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia?

2. Bagaimanakah sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan?


(32)

3. Bagaimanakah penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaturan izin tinggal orang asing di Indonesia.

2. Untuk mengetahui sistem pengawasan keimigrasian terhadap orang asing yang dilakukan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan.

3. Untuk mengetahui penindakan keimigrasian terhadap orang asing yang melebihi batas waktu izin tinggal yang diberikan (overstay).

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis sebagai berikut:

a. Memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk bidang keimigrasian pada khususnya yang berhubungan dengan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.


(33)

b. Masukan bagi penegak hukum yang ingin memperdalam, mengembangkan dan menambah pengetahuan tentang pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.

c. Menambah khasanah perpustakaan. 2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut:

a. Sebagai masukan bagi pemerintah dan penegak hukum dalam menangani masalah pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.

b. Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi masyarakat tentang pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.

c. Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan nasional khususnya yang berhubungan dengan masalah pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan dari penelusuran yang dilakukan di kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan kepustakaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian terhadap Izin Tinggal Orang Asing di Indonesia (Studi Wilayah Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan)” belum pernah ada yang


(34)

melakukan penelitian sebelumnya. Dengan demikian, maka dari segi keilmuan penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Ketaatan terhadap hukum dapat dipaksakan oleh negara, artinya pemaksaan guna menjamin ditaatinya ketentuan-ketentuan hukum atau sanksi itu sendiri tunduk pada aturan-aturan tertentu, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya. Hukum memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuannya, maka dapat dikatakan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi penegakannya. Untuk menjalankan hukum harus ada perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.

Jean Bodin sebagai orang pertama yang memberikan bentuk ilmiah pada teori kedaulatan sehingga karenanya kedaulatan merupakan kekuasaan mutlak dan abadi dari Negara yang tidak terbatas dan tidak dapat dibagi-bagi27. Kemudian dalam perkembangan teori kedaulatan menjadi dua faham yang berbeda. Di satu pihak masih tetap dianggap, bahwa kedaulatan itu harus utuh (faham monism kedaulatan), sedangkan di lain pihak muncul dan berkembang pula satu pandangan yang menganggap bahwa kedaulatan itu di samping tetap harus merupakan hakiki dari suatu Negara yang tidak boleh hilang, akan tetapi kedaulatan itu sendiri dalam


(35)

pelaksanaannya akan dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku dalam hubungan antar Negara (faham pluralisme kedaulatan).

Secara formal kedaulatan menandakan adanya suatu kualitas tertentu dari Negara (atau ketertiban hukum dari Negara) yang pada prinsipnya berbeda dengan komunitas-komunitas lain sedemikian rupa sehingga Negara dapat dikualifikasikan sebagai subyek hukum internasional.28

Negara sebagai subyek hukum mempuyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, salah satu hak dasar Negara adalah adanya kedaulatan dalam melaksanakan hubungan antar Negara. Hak ini menandakan adanya kemerdekaan dan kebebasan dalam menjalakan hak kedaulatannya untuk melaksanakan fungsi-fungsi Negara tanpa campur tangan Negara lain. Di samping adanya hak bahwa ia berkewajiban untuk tidak melaksanakan kedaulatannya di wilayah Negara lain dan kewajiban untuk tidak mencampuri urusan Negara lain. Apabila kewajiban ini dilanggar, maka akan melahirkan tanggung jawab negara.29

Kesepakatan bernegara meletakkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum tertinggi yang berisikan pola dasar dalam kehidupan bernegara di Indonesia, sekaligus sebagai norma dasar sumber hukum terpenting dalam hukum nasional di Republik Indonesia.

28

J.G.Starke, An Introduction to International Law, (Tenth Edition, London, Butterworth & Co., Ltd., 1989), hlm. 157-158.

29 Hingorani, Modern International Law, (Oxford & IBH Publishing Co., New Delhi, 1982), hlm. 241.


(36)

Setiap Negara di dunia ini memiliki tata hukum atau hukum positif untuk memelihara dan mempertahankan keamanan, ketertiban dan ketentraman bagi setiap warga negaranya atau orang yang berada dalam wilayahnya. Hal inilah yang mendasari perlunya Negara mengatur masalah keimigrasian sebagai bagian dari pengimplementasi tujuan nasional untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia, adanya perlindungan segenap kepentingan bangsa Indonesia, keikutsertaan dalam melaksanakan ketertiban dunia dalam hubungan dengan dunia internasional sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945.

Semua aspek keimigrasian harus didasarkan pada apa yang telah digariskan dalam UUD 1945 sebagai hukum dasar untuk operasionalisasi dan pengaturan tugas-tugas pemerintahan di bidang keimigrasian. Di dalam dasar-dasar pertimbangan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian disebutkan antara lain, bahwa pengaturan dan pelayanan di bidang keimigrasian merupakan hak dan kedaulatan Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum berdasarkan UUD 1945.

Dengan diundangkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk dan ke luar wilayah merupakan hak dan wewenang negara Rl serta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatannya sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD tahun 1945.30


(37)

Pengaturan lalu lintas orang masuk atau keluar wilayah Indonesia tersebut merupakan fungsi pemerintahan yang strategis dalam pergaulan internasional dan sekaligus menempatkan kedaulatan Negara secara berimbang. Berdasarkan ketentuan tersebut maka fungsi dan peran hukum keimigrasian Indonesia meliputi aspek nasional dan internasional sebagai implikasi dari eksistensi kedaulatan Negara Republik Indonesia dan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Pelaksanan pengaturan lalu lintas orang tersebut merupakan derivasi dari Negara untuk memberi izin atau melarang orang asing masuk ke dalam wilayahnya dan merupakan atribut esensial dari pemerintahan Negara yang berdaulat. Oleh karena itu seorang asing yang memasuki wilayah Indonesia harus tunduk pada keimigrasian Indonesia.31

Berdasarkan konsep hukum modern, tanggung jawab dan peran Negara dalam hampir setiap aspek kehidupan menjadi suatu tuntutan sekaligus kebutuhan. Dengan demikian dapat ditelusuri landasan pemikiran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan di bidang keimigrasian sebagai konsekuensi dari lahirnya kedaulatan bangsa Indonesia atas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dalam menjalankan fungsi pelayanan publik maupun dalam penegakan hukum.

Penegakan hukum merupakan karakteristik dari penerapan konsep Negara hukum dengan berbagai instrumen yang saling terkait akan memberikan keteraturan, kenyamanan, keadilan dan kepastian hukum bagi semua lapisan masyarakat termasuk di bidang keimigrasian. Pentingnya konsep penegakan hukum ini diterapkan paling


(38)

tidak untuk membuat segenap proses, prosedur dan efektifitas dari undang-undang yang berkaitan dengan keimigrasian dapat mencegah hal-hal yang menimbulkan kerugian terhadap bangsa dan Negara Indonesia.32

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan nusantara dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan antara bangsa dan negara, diperlukan penyempurnaan peraturan-peraturan keimigrasian yang sesuai dengan perkembangan zaman.

Keimigrasian yang merupakan lalu lintas orang untuk masuk atau keluar di wilayah Negara Repubik Indonesia dan pengawasan terhadap orang asing di wilayah negara Republik Indonesia.

Penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan, yaitu warga negara Indonesia dan orang asing atau warga asing. Oleh karena itu Indonesia merasa perlu untuk mengatur permasalahan orang asing yang ada di Indonesia, prinsip, tata pengawasan, tata pelayanan atas masuk dan keluarnya orang ke dan dari wilayah Indonesia perlu diatur guna menjamin kemanfaatan dan melindungi berbagai kepentingan nasional Indonesia.

Persoalan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia dapat dianalisis secara holistik dengan pendekatan sistem hukum pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing. Untuk menguraikan sistem hukum pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia dipergunakan teori Lawrence M.


(39)

Friedman, yang mengatakan bahwa sistem hukum terdiri dari materi hukum, struktur hukum dan budaya hukum.33

Pengertian materi hukum adalah aturan, norma dan perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Struktur hukum meliputi jumlah dan ukuran pengadilan, yuridiksinya dan cara naik banding dari satu pengadilan ke pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif didata, berapa banyak anggota yang duduk di suatu komisi, apa yang boleh dilakukan oleh seorang Presiden, prosedur apa yang diikuti oleh Departemen, Kepolisian, dan sebagainya. Persoalan legislatif adalah merupakan suatu lembaga yang dipercaya oleh masyarakat untuk menuangkan aspirasinya dan sekaligus mencari keadilan bagi kepentingannya. Secara sosiologis, lembaga politik tersebut adalah bagian dari hukum, artinya hukum merupakan suatu kaidah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia pada segala tingkatan yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat.34 Budaya hukum diartikan sebagai suatu suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.

Lebih lanjut menurut Hart pengikut positivisme diajukan sebagai arti dari positivisme sebagai berikut35:

1. Hukum adalah perintah.

2. Analisa terhadap hukum adalah usaha-usaha yang berharga untuk dilakukan.

33

Lawrence M. Friedman, Op.Cit., hal. 6-9.

34 Soerjono Soekanto dan R. Otje Salman, “Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial”, (Jakarta: Rajawali Pers, 1987), hal. 77.


(40)

3. Keputusan-keputusan dapat dideduksikan secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dulu, tanpa perlu menunjuk pada tujuan-tujuan sosial, kebijakan moral.

4. Penghukuman (judgement) secara moral tidak dapat ditegakkan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian, pengujian.

5. Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diinginkan.

Pokok pikiran fungsi hukum dalam pembangunan dijelaskan lebih lanjut oleh Mochtar dalam teorinya, hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat36. Asumsi hukum dari teori Mochtar ini didasarkan kepada dua hal. Pertama, bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha pembangunan atau pembaharuan merupakan suatu yang diinginkan atau bahkan dipandang mutlak perlu. Kedua, bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat pengatur atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan atau pembaharuan.37

Apabila pandangan Mochtar tersebut di atas dikaitkan dengan beberapa prinsip pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia yang diuraikan sebelumnya, dapat dikatakan memiliki hubungan yang signifikan. Artinya, bahwa hukum sebagai instrumen dalam rangka pembangunan atau pembaruan harus didasarkan kepada asas-asas yang secara normatif dapat diimplementasikan dalam kehidupan pembangunan terhadap pengawasan dan

36 Sunarjati Hartono, memberikan komentar bahwa fungsi hukum itu mempunyai empat fungsi: hukum sebagai pemeliharaan ketertiban keamanan; hukum sebagai sarana pembangunan; hukum sebagai sarana penegak keadilan; dan hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat. Sunarjati Hartono, “Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia”, (Jakarta: Bina Cipta, 1986), hlm, 12.

37 Mochtar Kusumaatmadja, “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional”, Lembaga Penelitian Hukum dan Krimonologi, Fakultas Hukum – Universitas Padjadjaran, (Bandung: Bina Cipta, 1986), hlm. 13.


(41)

penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia khusus lagi untuk mencapai sasaran dan tujuan dari pelaksanaan pengawasan dan penindakan keimigrasian terhadap izin tinggal orang asing di Indonesia untuk menjalankan kedaulatan sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat.

Hakikat arah kebijakan nasional terhadap keimigrasian yang meletakkan sebagai keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keamanan. Kedua hal tersebut dapat sejalan dengan pokok pemikiran yang menyatakan nagara harus memajukan kesejahteraan umum dan disisi lain melakukan perlindungan terhadap Bangsa dan Negara.

Selanjutnya hukum akan menjadi berarti apabila perilaku dari manusianya dipengaruhi oleh hukum dan juga apabila masyarakatnya menggunakan hukum menuruti perilakunya, sedangkan di lain pihak efektivitas dari hukum itu sendiri terkait erat dengan masalah kepatuhan hukum sebagai norma. Hal ini sangat berbeda dengan kebijakan dasar nilai yang bersifat universal dari tujuan dan alasan pembentukan undang-undang.38

38

Hikmahanto Juwana, Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia, Disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, Sub Tema: Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, tanggal 14 Agustus 2004, bahwa tujuan dan alasan dibentuknya peraturan perundang-undangan dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan alasan dari dibentuknya suatu peraturan perundang-undangan disebut sebagai politik hukum (legal policy). Dalam pembuatan peraturan perundang-undangan politik hukum sangat penting, paling tidak, untuk dua hal. Pertama, sebagai alasan mengapa diperlukan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk menentukan apa yang hendak diterjemahkan ke dalam kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal. Dua hal ini penting karena keberadaan peraturan perundang-undangan dan perumusan pasal merupakan jembatan antara politik hukum yang ditetapkan dengan pelaksanaan dari politik hukum tersebut dalam tahap implementasi peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat antara pelaksanaan peraturan perundang-undangan harus ada konsistensi dan korelasi yang erat dengan apa yang ditetapkan sebagai politik hukum. Pelaksanaan UU tidak lain


(42)

Selanjutnya juga dapat dilihat untuk memprediksi dari efektivitas suatu kaidah hukum yang terdapat dalam suatu undang-undang tidak akan terlepas dari sistem hukum yang rasional, yang dapat memberikan panduan adalah hukum itu sendiri bukan karena hukum yang kharismatik yang populer di sebut sebagai “law prophet”. Sistem hukum rasional dapat dielaborasi melalui sistem keadilan yang secara profesional dapat disusun oleh individu-individu yang mendapatkan pendidikan hukum, dengan cara seperti ini dapat membuat orang terhindar dari penafsiran hukum secara black letter rules atau penafsiran yang legalistik.39 Kaidah hukum tersebut ada yang berwujud sebagai peraturan-peraturan tertulis, keputusan-keputusan pengadilan maupun keputusan-keputusan dari lembaga-lembaga masyarakat.40

Lain lagi dengan suatu teori sosiological jurisprudence yang menekankan bahwa hukum pada kenyatannya (realitas) dari pada kedudukan dan fungsi hukum adalah pencapaian apa yang diikhtiarkan dalam politik hukum yang telah ditetapkan (furthering policy goals).

39 Bismar Nasution, Hukum Rasional untuk Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, sub tema: Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, Sabtu 14 Agustus 2004, hlm. 8. Lihat juga Hans Kelsen mengatakan, bahwa hukum secara hakiki adalah identik dengan moral, artinya, segala tingkah laku yang diatur atau dilarang oleh norma-norma hukum juga diatur dan dilarang oleh norma-norma moral. Hans Kelsen, “Pure Theory of Law”, (London: University of California press, 1978), hml. 63. Bandingkan juga dengan, Moh. Mahfud MD, telah mengingatkan hukum responsif hanya dapat lahir di dalam konsfigurasi politik yang demokratis, untuk melahirkan hukum-hukum yang responsif itu diperlihatkan demokratisasi di dalam kehidupan politik. Moh. Mahfud MD, “Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia”, (Yogyakarta: Gama Media, 1999), hlm. 84. Bandingkan Philippe Nonet dan Philip Selznick yang mengemukakan Pounds theory of social interests was a more explicit effort to develop a model of responsive law (artinya: Teori Pound terhadap kepentingan sosial merupakan suatu upaya yang lebih eksplisit untuk mengembangkan sebuah model hukum yang responsif). Lihat, Philippe Nonet dan Philip Selznick, “Law and Society In Transition, Toward Responsive Law”, (New York: Harper Torchbooks, 1978), hlm. 73. Toeri Pound mengemukakan tentang Law as a social of engineering. Di Indonesia Teori Pound ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dengan menyebutkan bahwa hukum sebagai alat pembaruan dan pembangunan masyarakat.

40 Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Edisi Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 13.


(43)

dalam masyarakat. Prinsip dari teori ini hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Konsep ini menunjukkan adanya kompromi antara hukum yang bersifat tertulis sebagai suatu kebutuhan masyarakat hukum demi kepastian hukum dan living law sebagai wujud dari pembentukan dari pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan dan orientasi hukum.41 Aktualisasi dari living law tersebut bahwa hukum tidak dilihat dalam wujud kaidah melainkan dalam masyarakat itu sendiri.

Kemudian jika dilihat dari sejarah Kebijakan keimigrasian pada masa Hindia Belanda, berdasarkan prinsip pintu terbuka atau opendeur policy, artinya terbuka bagi setiap orang yang akan masuk dan berada atau bertempat tinggal di wilayah Hindia Belanda, sepanjang sesuai dengan kepentingan dan memberikan keuntungan terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Hal ini dimulai sejak diberlakukannya Besluit Raja Belanda yang disebut Toelatings Besluit Nomor: 32, tanggal 15 Oktober 1915 dan terakhir Staatblad 1947 Nomor: 330 dikenal dengan Penetapan Izin Masuk (PIM). Kemudian dilengkapi dengan Staadblad 1949 Nomor: 331 yang dikenal dengan Ordonansi Izin Masuk (OIM). Kebijakan yang bersifat terbuka tersebut, antara lain dapat dilihat dari ketentuan sebagai berikut :

a. Ketentuan dalam penetapan izin masuk, antara lain mengatur orang asing yang diizinkan masuk untuk menetap di wilayah Hindia Belanda dan tidak mengatur

41 Lili Rasjidi dan Putra, I. B. Wyasa, Hukum Sebagai Suatu System, (Bandung: Remaja Rosdakarya), hal. 79.


(44)

orang asing untuk berkunjung dalam waktu singkat. Dengan pengaturan tersebut menjadikan wilayah Hindia Belanda sebagai negara imigran atau Immigrant Country.

b. Mendatangkan orang asing dari daratan Cina untuk menjadi penduduk.

c. Setiap tahun menerapkan sistem quota yaitu terhadap beberapa orang asing yang diberikan Visa untuk menetap di wilayah Hindia Belanda.

d. Mengatur orang asing yang dibebaskan dari keharusan memiliki surat perjalanan (paspor) dan Visa untuk masuk dan menetap di Wilayah Hindia Belanda.

Setelah Indonesia merdeka, sebagai negara yang merdeka dan berdaulat berhak untuk merumuskan kebijakan politik dan administrasi yang disesuaikan dengan amanat konstitusi negara yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Kebijakan keimigrasian terhadap orang asing dapat dilakukan melalui 2 (dua) pendekatan yakni:

a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) artinya orang asing yang diizinkan masuk, berada dan melakukan kegiatan di wilayah Indonesia hanya yang benar-benar menguntungkan bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

b. Pendekatan sekuriti atau pendekatan keamanan (security approach) artinya mengizinkan atau memberikan perizinan keimigrasian hanyalah terhadap mereka yang tidak akan membahayakan keamanan negara dan ketertiban umum.42


(45)

Pada tanggal 27 September 1949, adalah saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah Hindia Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Penyerahan tersebut mempunyai arti penting karena merupakan titik awal dari era baru dalam politik hukum keimigrasian yang bersifat terbuka (opendeur policy) untuk kepentingan pemerintah kolonial, menjadi politik hukum kemigrasian yang bersifat selektif yang didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia. Implementasi kebijakan selektif ini menempatkan kebijakan keimigrasian dalam keseimbangan antara pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach).

Ada perubahan paradigma menjadi imigrasi yang selektif, yaitu imigrasi yang menetapkan saringan, maka pengendalian dan pengawasan orang asing, tidak saja menimbulkan konsekuensi tuntutan peranan yang optimal dalam merumuskan kebijakan keimigrasian menyangkut orang asing, tetapi juga dapat memberikan manfaat dan keuntungan bagi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pengawasan atas keberadaan orang asing itu perlu dilakukan oleh imigrasi karena menyangkut tanggung jawab dan menjaga kepercayaan masyarakat. Pemeliharaan kepercayaan masyarakat terhadap integritas sistem pemerintahan diupayakan, oleh karena kepercayaan masyarakat merupakan faktor yang sangat krusial dalam pemerintahan.43

Jika dikaji istilah Keimigrasian berasal dari kata imigrasi yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda immigratie dan bahasa Latin immigratio. Kata

43 Bismar Nasution, “Peranan Birokrasi dalam Mengupayakan Good Governance, Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral”, Makalah, disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Hukum Nasional RI, Medan, tanggal 1-2 Oktober 2003.


(46)

imigrasi terdiri dari 2 (dua) suku kata yaitu in yang artinya dalam dan migrasi yang artinya pindah, datang, masuk atau boyong. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa arti imigrasi adalah pemboyongan orang-orang masuk ke suatu negeri44. Dalam bahasa Inggris, pengertian imigrasi adalah: imigration is the entrance into an alien country of persons intending to take a part in the life of that country and to make it their more or les permanent residence45, yang artinya imigrasi adalah pemasukan ke suatu negara asing dari orang-orang yang berniat untuk menumpang hidup atau mencari nafkah dan sedikit banyak menjadikan negara itu untuk tempat mereka berdiam atau menetap. Selanjutnya istilah imigrasi kemudian berkembang menjadi istilah keimigrasian.

Pasal 1 ayat (1) UUK menyebutkan pengertian keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.

Secara operasional keimigrasian mempunyai peran yang dapat diterjemahkan ke dalam suatu konsep trifungsi imigrasi. Konsep tersebut hendak menyatakan bahwa sistem keimigrasian, baik ditinjau dari segi budaya hukum keimigrasian, materi hukum (peraturan hukum) keimigrasian, lembaga, organisasi, aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum keimigrasian, dalam operasionalnya harus selalu mengandung trifungsi, yaitu:

44

T.S.G. Mulia dan K.A.H. Hidding, Ensiklopedia Indonesia, Jilid II, W.Van Hoeve, (Bandung: Gravenhage, 1957), hlm. 649.

45 Edwin, R.A. Seligman and Johnson, Alvin, Encyclopedi of Social Science, Volume VII, Cetakan XII, hlm. 587.


(47)

1. Fungsi pelayanan masyarakat; 2. Fungsi penegakan hukum; 3. Fungsi keamanan.46

Ada 2 (dua) kententuan izin keimigrasian yang berlaku, yaitu:

a. Ketentuan izin keimigrasian sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

b. Ketentuan izin keimigrasian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Dirubahnya kebijaksanaan politik pintu terbuka (opendeur politic) di bidang keimigrasian kolonial menjadi kebijaksanaan yang sifatnya selektif atau saringan (selective policy), di mana dalam kebijakan selective policy yang diimplementasikan dalam bentuk perundang-undangan dan peraturan pelaksananya yang secara teknis dilaksanakan di lapangan dan dimuat dalam UUK yang berkisar pada 2 (dua) hal yaitu:

a. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu lintas orang keluar, masuk dan tinggal di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

b. Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.

Pada periode ini berangsur-angsur dikeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan yang lebih sesuai mengenai visa, paspor dan surat jalan antar negara, tindak

46 M. Imam Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, (Jakarta: UI Press, 2004), hlm. 22.


(48)

pidana keimigrasian, pendaftaran orang asing, kependudukan orang asing dan kewarganegaraan. Tahun 1955 Indonesia masih mengikuti pola di masa kolonial tentang penetapan izin masuk dimana ordonansi masuk sebagai peraturan pelaksananya terhadap suatu pendaratan kapal atau pesawat terbang yang tiba di Indonesia.

Berdasarkan Surat Edaran Kepala Jawatan Imigrasi Nomor IUL 2/6/42, tanggal 15 Juli 1955, surat izin masuk tidak lagi diperlukan. Sebagai gantinya petugas membubuhkan cap pada paspor, sesuai dengan visa yang dimiliki pemegangnya. Kemudian Surat Edaran Kepala Jawatan Imigrasi Nomor IUL 2/6/42, tanggal 15 Juli 1955 ini diperbaharui dengan Surat Jawatan Imigrasi Nomor Ipi/12/59, tanggal 5 Maret 1959 yang mengatur tentang mendarat dalam keadaan darurat, mengatur penyelesaian pendaratan bagi penumpang ex-luar negeri yang kemampuannya terpaksa mendarat di Indonesia. Izin yang diberikan berupa cap dengan nomor urut dan penambahan kode IMDAR (izin mendarat) dibelakang nomor urutnya. Selanjutnya dalam Surat Edaran Nomor Ipi/11/59, tanggal 5 Maret 1959 mengatur tentang izin mendarat istimewa Tanjung Periok yang berisi kewenangan pemberian izin mendarat istimewa bagi para wisatawan asing guna keperluan sight-seeing di luar rencana perjalanan semula yang hanya berlaku untuk 5 (lima) hari saja.

Politik selektif di bidang keimigrasian tercermin dalam petunjuk visa yang berlaku di Negara Indonesia, yang dikeluarkan oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman dan ditindak lanjuti oleh Direktur Jenderal Imigrasi pada Departemen


(49)

Kehakiman. Visa hanya diberikan pada orang asing yang ada manfaatnya bagi kepentingan nasional dan pembangunan.

Ada beberapa petunjuk visa yang pernah berlaku antara lain47:

1. Petunjuk visa tahun 1950 yang memuat beberapa jenis visa antara lain: Visa Diplomatik, Visa Dinas, Visa Berdiam, Visa Kunjungan, Visa Transit, Visa untuk Beberapa Perjalanan dan Visa atas Kuasa Sendiri.

2. Petunjuk visa tahun 1954 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Juni 1954 dengan memuat 3 (tiga) jenis Visa antara lain: Visa Kehormatan, Visa Bebas Bea, Visa Berdiam, Visa Berkunjung, Visa Turis, dan Visa Transit.

3. Petunjuk Visa tahun 1974 yang juga mengalami perubahan melalui Surat Keputusan bersama Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman No. 10127/77/01 dan JM/3/25 tanggal 29 Oktober 1977.

4. Peraturan Visa tahun 1979 yang mulai berlaku sejak 8 Agustus 1979 yang merupakan Surat Keputusan bersama Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. 1413/Ber/VIII dan No. JM/1/23, dengan peraturan Visa 1979 dan untuk Visa Perjalanan ke Indonesia dapat dibedakan: a. Visa Diplomatik.

b. Visa Dinas. c. Visa Biasa.

47 Hamzah, “Pengaturan Izin Keimigrasian Bagi Investor dalam Penanaman Modal Asing”, Tesis, Sekolah Pascasarjana USU, Medan, 2005, hlm. 39-40.


(50)

Sedangkan untuk Visa Biasa, dapat juga dibedakan dari segi maksud dan tujuannya yang terdiri dari:

1) Visa Transit

2) Visa Kunjungan yang kemudian dibedakan, yaitu: a. Kunjungan wisata

b. Kunjungan usaha

c. Kunjungan sosial lainnya

Selanjutnya Direktur Jenderal Imigrasi mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi No. 071/VI-69 yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan pelaksanaan Fasilitas Bebas Visa ASEAN untuk kunjungan selama 3 hari. Kemudian jangka waktunya diperpanjang menjadi 14 hari sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal Imigrasi No. PORA/6032/12-5/76 tanggal 23 Juni 1976 tentang Perubahan Jangka Waktu Bebas Visa ASEAN. Sedangkan mulai tahun 1983 wisatawan yang berkunjung ke Indonesia dibebaskan dari kewajiban memiliki Visa, sebagaimana yang disebutkan Pasal 1 Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1983 tentang Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan. Surat Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 01-IZ.01.02 tahun 1983 menyebutkan dalam pembebasan visa diberikan bagi wisatawan asing dari 26 negara dan diberikan izin tinggal selama 60 hari.

Dalam UUK, pengertian izin keimigrasian tidak dirumuskan secara tegas pada batang tubuh undang-undang tersebut, baik pada Bab I tentang Ketentuan Umum, maupun pada Bab IV tentang Keberadaan Orang Asing di Wilayah Indonesia. Akan


(51)

tetapi pengertian izin keimigrasian tersebut ada dirumuskan dalam penjelasan UUK yakni dalam penjelasan Pasal 24 ayat (1) yang menerangkan bahwa, izin keimigrasian yang dimaksud dalam ayat ini merupakan bukti keberadaan yang sah bagi setiap orang asing di wilayah Indonesia.

Selanjutnya yang dimaksud dengan bukti keberadaan yang sah adalah suatu bukti diizinkannya berada di wilayah Indonesia. Bukti tersebut tertera dalam surat perjalanan/data elektronik dan atau dokumen keimigrasian yang diberikan dan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari kantor imigrasi, dengan cara yang diatur menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.48

Pengertian dokumen keimigrasian, belum ada dirumuskan pada UUK maupun di peraturan pelaksanaannya. Kata-kata dokumen keimigrasian ini hanya disebutkan dalam Pasal 39 ayat (2) UUK yang mengatakan bahwa setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia, wajib memperlihatkan surat perjalanan atau dokumen keimigrasian yang dimilikinya pada waktu diperlukan dalam pengawasan.

Dalam hal praktek keimigrasian, yang dikatakan dokumen keimigrasian adalah suatu izin keimigrasian berupa izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap yang tertera dalam suatu kartu dengan format dan ukuran tertentu yang biasa disebut dengan Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP). Setiap orang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian yang berarti setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan status apapun

48 AHD. Nasir Hia, “Tinjauan Hukum terhadap Birokrasi Pengurusan Paspor Berbasis Biometrik di Kantor Imigrasi Polonia Medan”, Tesis, Sekolah Pascasarjana USU, Medan, 2007, hlm. 22.


(52)

juga, baik dalam kapasitas sebagai diplomat, dinas maupun biasa, begitu pula baik orang dewasa maupun anak-anak, diwajibkan memiliki izin keimigrasian tanpa kecuali.

Dalam Pasal 24 ayat (2) UUK maupun Pasal 27, Bab III bagian pertama jenis izin keimigrasian PP No. 32/1994, diatur secara jelas tentang jenis izin keimigrasian terdiri dari:

a. Izin Singgah. b. Izin Kunjungan. c. Izin Tinggal Terbatas. d. Izin Tinggal Tetap.

Namun mengenai izin keimigrasian bagi orang asing yang berstatus diplomatik dan dinas, dalam UUK belum diatur dan bahkan dalam PP No. 32/1994 belum diatur secara khusus dan tersendiri, melainkan hanya disebut atau disinggung dalam Pasal 33 tentang pemberian atau penolakan pemberian izin keimigrasian dan Pasal 36 tentang jangka waktu izin tinggal keimigrasian.

Orang asing yang keberadaannya di Indonesia secara tidak sah atau tidak memiliki izin keimigrasian yang sah dapat dikenakan sanksi pidana, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 53 UUK yang berbunyi, orang asing yang berada di wilayah Indonesia secara tidak sah atau yang pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,-. Namun demikian, sekalipun masuknya orang asing tersebut ke Indonesia secara legal, akan tetapi tetap


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdullah Syaiful James, Memperkenalkan Hukum Keimigrasian, Jakarta: Ghalia, 1993.

_________, Komentar Atas Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992.

Alvin, Johnson and Edwin, R.A. Seligman, Encyclopedi of Social Science, Volume VII, Cetakan XII.

Apeldooorn, Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1985. Awaloedin Djamin, Administrasi Kepolisian RI Menghadapi Tahun 2000, Lembang:

Sanyata Sumasana Wira.

AHD. Nasir Hia, ”Tinjauan Hukum terhadap Birokrasi Pengurusan Paspor Berbasis

Biometrik di Kantor Imigrasi Polonia Medan”, Tesis, Medan: Sekolah

Pascasarjana USU, 2007.

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

_________, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998.

_________, Masalah Penegakan Hukum, Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.

Burhan Bungi, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

_________, Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2000.


(2)

Hans Kelsen, “Pure Theory of Law”, London: University of California Press, 1978. Hidding K.A.H dan T.S.G. Mulia, Ensiklopedi Indonesia, Jilid II, W.Van Hoeve,

Bandung’s –Gravenhage, 1957.

Hingorani, Modern Internationl Law, New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co., 1982.

I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 1990. J G Starke, J.G., Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Jakarta: Sinar

Grafika.

Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1982.

Koemiatmanto Soetorawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Lexy J Moleong, Metode Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Lili Rasjidi dan Putra, I. B. Wyasa, Hukum Sebagai Suatu System, Bandung: Remaja Rosdakarya.

M.Imam Santoso, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, Jakarta: UI Press, 2004.

_________, Prospek Undang-Undang Keimigrasian Indonesia dalam Kaitannya dengan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi dan Protokolnya, Disertasi, Progam Doktor, Program Pascasarjana, Bandung: Universitas Padjadjaran, 2006.

Mardjono Reksodiputro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, 1997.

_________, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Peran Penegak Hukum Melawan Kejahatan, dalam Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana, 1994. _________, Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1980.


(3)

Mochtar Kusumaatmadja, “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional”, Lembaga Penelitian Hukum dan Krimonologi, Bandung: Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bina Cipta, 1986.

Moh. Mahfud MD, “Pergulatan Politik dan Hukum di Indonesia”, Yogyakarta: Gama Media, 1999.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1984.

Muhammad Indra, Perspektif Penegakan Hukum dalam Sistem Keimigrasian

Indonesia, Disertasi, Progam Doktor Program Pascasarjana, Bandung: Universitas Padjadjaran, 2008.

Mertokusumo Adikun Sudikun, Mengenal Hukum Keimigrasian, Jakarta: Liberty, 1991.

Oloan Sitorus dan Darwinsyah Minin, Cara Penyelesaian Karya Ilmiah di Bidang Hukum (Panduan Dasar Menuntaskan Skripsi, Tesis dan Disertasi), Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2003.

Philippe Nonet dan Philip Selznick, “Law and Society In Transition, Toward Responsive Law, New York: Harper Torchbooks, 1978.

Prayudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Romli Atmasamita, Asas-Asas Perbandingan Hukum Pidana, Jakarta: Yayasan LBH

Indonesia, 1989.

Satjipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Jakarta: Buku Kompas, 2007.

Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Edisi Baru, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

_________, “Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial”, Jakarta: Rajawali Pers, 1987. _________, Penegakan Hukum, Bandung: Bina Cipta. 2000.

Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986. _________, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1993.


(4)

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1999.

_________, dan A. Pitlo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.

Sunarjati Hartono, “Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia”, Jakarta: Bina Cipta. Utrecht E, Pengantar dalam Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Buku Indonesia.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Wahyudin Ukun, Deportasi Sebagai Instrumen Penegakan Hukum dan Kedaulatan Negara di Bidang Keimigrasian, Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, 2004.

_________, Telaah Masalah-Masalah Keimigrasian, Kumpulan Artikel

Keimigrasian, Jakarta: PT. Adi Kencana Aji, 2003.

Yudha Bhakti, Hukum Internasional: Bunga Rampai, Bandung: Alumni, 2003. Vincent Andrew, Theories of The State, Oxfor: Basil Blackwell, 1987.

B. Makalah, Jurnal, Media Cetak dan Internet Serta Hasil Wawancara

Adiwinata, H.J., “Pengertian Imigrasi “, Diklat Kursus Pejabat Imigrasi, 1957.

Bagir Manan, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta 14 Januari 2000.

_________, Kebijakan Kriminal, Makalah disampaikan pada Seminar Krimonologi VI, Semarang, Tanggal 16-18 September 1991.

_________, Upaya Non Penal dalam Kebijakan Penaggulangan Kejahatan, Makalah disampaikan pada Seminar Krimonologi VI, Semarang, Tanggal 16-18 September 1991.

Hamzah, Pengaturan Izin Keimigrasian Bagi Investor dalam Penanaman Modal

Asing”, Tesis, Medan: Sekolah Pascasarjana USU, 2005.

Hari Kompas, Peradilan yang Bersih Harus Dimulia dari Kalangan Hakim, tanggal 2 Januari 2003.


(5)

Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Medan. Hikmahanto Juwana, Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesi, Disampaikan

pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, Sub Tema: Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia Diselenggarakan dalam rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, tanggal 14 Agustus 2004.

http://www.indonesia.go.id/home. diakses pada tanggal 27- September 2008.

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Pada Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi), Jakarta: Pidato Pengukuhan Guru Besar, 1983.

Nasution Bismar, Hukum Rasional untuk Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia, Disampaikan pada Seminar Nasional Reformasi Hukum dan Ekonomi, sub tema: Reformasi Agraria Mendukung Ekonomi Indonesia Diselenggarakan dalam Rangka Dies Natalis USU ke-52, Medan, Sabtu 14 Agustus 2004.

_________, Peranan Birokrasi dalam Mengupayakan Good Governance, Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral, Makalah, disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Hukum Nasional RI, Medan tanggal 1-2 Oktober 2003.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pencegahan dan Penangkalan.

Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian.

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Perjalanan RI.

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.04-PW.9.02 Tahun 1995 tentang Pendaftaran Orang Asing.


(6)

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.02-PW.09.02 tahun 1995 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengajuan Keberatan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian.

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M-02-IZ.01.10 Tahun 1995 tentang Visa Singgah, Visa Kujungan, Visa Tinggal Terbatas, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian.

Petunjuk Pelaksana Direktorat Jenderal Imigrasi Nomor F-314.IL.02.10 Tahun 1995 tentang Tata Cara Tindakan Keimigrasian.


Dokumen yang terkait

Pengawasan Keimigrasian Terhadap Orang Asing dalam Rangka Pendoportasian Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian (Studi di Kantor Imigrasi Kelas I Polonia Medan)

1 144 148

PERAN DAN FUNGSI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM JAWA TENGAH DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DI INDONESIA

0 12 113

PENEGAKAN HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN OLEH PPNS KEIMIGRASIAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN IZIN TINGGAL ( Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kantor Imigrasi Kelas I Padang ).

0 0 24

PEMBERIAN IZIN TINGGAL TERHADAP WARGA NEGARA ASING DAN PENGAWASAN KEBERADAANNYA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN (STUDI KASUS DI KANTOR IMIGRASI KLAS I PADANG).

0 1 9

PELAKSANAAN PENGAWASAN ORANG ASING SEBAGAI BENTUK ANTISIPASI TERHADAP PELANGGARAN DAN PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN (KANTOR IMIGRASI PADANG).

0 1 10

PROSEDUR PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP PELANGGARAN IZIN TINGGAL WARGA NEGARA ASING DI SEKSI PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN KANTOR IMIGRASI KELAS I YOGYAKARTA.

0 0 18

Mekanisme pengawasan dan penindakan keimigrasian di kantor imigrasi Surakarta 962

1 3 53

PENGAWASAN KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DALAM RANGKA PENDEPORTASIAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN (STUDI DI KANTOR IMIGRASI KELAS I POLONIA MEDAN) TESIS

0 0 14

PERAN KANTOR IMIGRASI KELAS I SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DI SEMARANG - Unissula Repository

0 1 10

PERAN KANTOR IMIGRASI KELAS I SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PENINDAKAN KEIMIGRASIAN TERHADAP ORANG ASING DI SEMARANG - Unissula Repository

0 9 17