Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Konsumen Dalam Mengkonsumsi Cabai Merah

  PENDAHULUAN Latar belakang

  Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat.

  Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan sektor pertanian nasional masing-masing sebanyak 3,1 juta ton dan 2,6 juta ton (Sugiarti, 2003). Hortikultura merupakan komoditas pertanian khas tropis yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia dan memiliki prospek yang cerah di masa mendatang sekaligus sebagai sumber perolehan devisa bagi Indonesia. Nilai ekspor hortikultura pada bulan Februari 2007 mengalami peningkatan sebesar 34,46 persen dari bulan Januari 2007. Permintaan pasar domestik maupun pasar internasional terhadap komoditas hortikultura di masa mendatang diperkirakan akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan (Departemen Pertanian, 2007).

  Salah satu produk dari holtikultura tersebut adalah cabai. Cabai merupakakan produk holtikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Di antara ketiga jenis cabai tersebut, cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat.

  Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki permukaan lebih halus dibandingkan cabai merah keriting.

  Sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa lebih pedas dibandingkan cabai merah besar (Muharlis, 2007).

  Cabai merah merupakan jenis cabai yang mempunyai daya adaptasi tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh dan berkembang baik di dataran rendah maupun dataran tinggi, di lahan sawah maupun lahan tegalan. Sifat inilah yang menyebabkan tanaman cabai dapat dijumpai hampir di semua daerah. Cabai merah berasal dari Mexico, sebelum abad ke-15 spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan. Sekitar tahun 1513 Columbus membawa dan menyebarkan cabai merah dan diperkirakan masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Persia ketika singgah di Aceh (Kusandriani, 1996).

  Cabai merah (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak digemari masyarakat Indonesia. Ciri dari jenis sayuran ini rasanya pedas dan aromanya khas, sehingga bagi orang-orang tertentu dapat membangkitkan selera makan. Permintaan cabai menunjukkan indikasi yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan stabilitas ekonomi nasional yang mantap. Seiring dengan berkembangnya industri pangan nasional, cabai merupakan salah satu bahan baku yang dibutuhkan secara berkesinambungan. Karena merupakan bahan pangan yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional. Pola permintaan cabai relatif tetap sepanjang waktu, sedangkan produksi berkaitan dengan musim tanam. Maka dari itu pasar akan kekurangan pasokan kalau masa panen raya belum tiba. Dalam kesempatan seperti ini beruntung bagi petani yang dapat memproduksi cabai sepanjang tahun. Fenomena ini perlu dicermati oleh petani yang ingin berbisnis cabai (Prajnanta, 1999).

  Dalam hal ini cabai memiliki nilai ekonomi tinggi dan fenomenal sehingga dijuluki sebagai emas merah. Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang sangat potensial untuk dibudidayakan. Kendati demikian petani cabai merah tidak selamanya mengalami keuntungan. Ada waktu dimana petani sering mengalami kerugian yang sangat besar. Hal ini terkait dengan resiko yang dihadapi petani terutama dari sisi harga. Harga cabai merah sangat fluktuatif, hal ini tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi dipasar. Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa proses penyediaan (produksi dan distribusinya) cabai merah belum sepenuhnya dikuasai para petani. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai merah adalah petani kecil-kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik. Oleh karena itu, penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen dalam mengkonsumsi cabai perlu dilakukan (Rachma, 2008).

  Kecenderungan konsumen dalam memilih cabai bermutu dan aman untuk dikonsumsi sudah semakin tinggi. Hal ini didukung oleh semakin tingginya keinginan konsumen untuk mengkonsumsi cabai yang benar-benar baik kondisinya. Oleh karena itu, bukan mustahil lagi kalau produk dalam negeri akhirnya tersisih karena kalah bersaing pada produk impor yang punya kualitas baik dari pada lokal. Cabai merah merupakan produk holtikultura yang menarik.

  Investor menilai bahwa cabai merah memiliki harga yang sangat tinggi. Sedangkan bagi konsumen cabai merah memiliki peran yang cukup penting dalam bahan rempah, penghias makanan, aroma, dan pemberi rasa pedas. Selain itu cabai juga mengandung banyak gizi seperti vitamin A, B, C, dan betakaroten (Pranjnanta, 1999).

  Cabai merah akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perekonomian nasional.

  Ditinjau dari segi pengembangan produk, cabai merah dapat dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan seperti tepung cabai, pasta acar, atau sambal.

  Dengan demikian pengusahaan komoditi cabai merah ini memiliki peluang pasar yang cukup luas, yaitu untuk memenuhi permintaan konsumen rumah tangga dan industri pengolahan. Kebutuhan akan cabai merah, diduga masih dapat ditingkatkan dengan pesat sejalan dengan kenaikan pendapatan dan atau jumlah penduduk sebagaimana terlihat dari trend permintaan yang cenderung meningkat yaitu tahun 1988 sebesar 4,45 kg/kapita, menjadi sebesar 2,88 kg/kapita pada tahun 1990, dan pada tahun 1992 mencapai sebesar 3,16 kg/kapita. Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai merah untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi, yang disebabkan karena tingkat harga yang terjadi di pasar eceran. Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran. Dapat dijelaskan bahwa kadang-kadang keseimbangan harga terjadi pada kondisi jumlah yang ditawarkan relatif jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah yang diminta. Hal inilah yang mengakibatkan harga akan sangat tinggi. Demikian pula terjadi sebaliknya sehingga harga sangat rendah (Adiyoga, 1996).

  Pasar tradisional dan pasar swalayan adalah tempat yang akan dipilih oleh konsumen untuk membeli cabai tersebut. Keunggulan pasar tradisional yaitu harga murah, sedangkan di swalayan pasti lebih mahal. Pasar tradisional yang terkenal dengan lokasi yang kotor dan kurang nyaman membuat konsumen memilih untuk belanja di pasar swalayan. Walaupun demikian masih banyak para ibu-ibu rumah tangga yang lebih memilih untuk berbelanja di pasar tradisional tersebut.

  Tabel 1. Perkembangan Harga Komoditi Cabai Merah dipusat Pasar Medan (tingkat grosir) tahun 2011. No. Bulan Harga (Rp/kg)

  1 Januari 11.725

  2 Februari 32.313

  3 Maret 17.325

  4 April 11.569

  5 Mei 19.700

  6 Juni 7.592

  7 Juli 8.605

  8 Agustus 40.000

  9 September 20.700

  10 Oktober 27.533

  11 November 25.500

  12 Desember 29.963

  Rata-rata 21.044 Sumber: Dinas Pertanian, Sumatera Utara 2012 Dari Tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa harga cabai yang terus meningkat.

  Menurut Kabid Perdagangan dalam negeri (disperindag) Sumatera Utara, Rouly Tambunan (2012) naiknya harga cabai akibat pasokan dari produsen tersendat dan efeknya harga cabai mulai membumbung tinggi. Kenaikan harga cabai tersebut terkait dengan pola konsumsi masyarakat yang tinggi sementara kuantitas produksi rendah. Fluktuasi harga cabai merah di Kota Medan tergolong ekstrim jika dibandingkan dengan kebutuhan pokok lainnya yang masih terbilang stabil. Hanya dalam sehari cabai merah dapat meningkat sampai Rp 4000/kg dari Rp 14.000/kg menjadi Rp 18.000/kg.

  Kepala Seksi Statistik harga konsumen dan harga perdagangan besar badan pusat statistik SUMUT, Nurbaity menyatakan kenaikan atau penurunan harga cabai merah di Medan sangat mempengaruhi inflasi dan deflasi di Sumatera Utara mencapai 1,3% , karena konsumsi cabai merah yang tinggi tiap bulan dalam bentuk bumbu-bumbuan, maka biaya konsumsi cabai merah menempati posisi yang paling tinggi yaknisebesar Rp 33.395/bulan/rumah tangga. Konsumsi bumbu rumah tangga yang kedua adalah bawang merah sebesar Rp 12.570/bulan/rumah tangga. Bawang putih menempati urutan ketiga yakni 5.236/bulan. Hal ini terkait dengan lidah orang Sumatera Utara, khususnya Medan. Bagi orang SUMUT, makan rasanya tidak pas jika tidak merasakan pedasnya cabai merah

  a .

  (Anonimus )

  Tabel 2. Perbandingan Harga Komoditi Sayuran di Kota Medan tahun 2011 No. Komoditi Harga (Rp)

  1 Bawang Merah 13.973

  2 Bawang Putih 13.133

  3 Bawang Prei 7.523

  4 Tomat 4.442

  5 Kol Bulat 1.606

  6 Buncis 3.886

7 Cabai Merah 21.044

  8 Cabai Hijau 11.588

  9 Cabai Rawit 16.607

  10 Labu Jipang 321

  Sumber: Dinas pertanian Sumatera Utara 2012

  Dari Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa cabai merah merupakan komoditas sayuran yang paling mahal jika dibandingkan dengan komoditas sayuran lainnya.

  Harga rata-rata cabai merah tahun 2011 mencapai Rp 21.044/Kg. Cabai rawit menempati posisi kedua yang paling mahal di antara komoditas sayuran yang lainnya yaitu Rp 16.607/Kg. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menganalisis tentang cabai merah dimana kebiasaan masyarakat Kota Medan yang gemar mengkonsumsi makanan pedas walaupun harga cabai merah mahal.

  Lokasilain/tanaman sejenis.

  Sejarah lahan sangat penting untuk diperhatikan, paling baik lahan tidak ditanami selama minimal 2 tahun terakhir agar diperoleh hasil yang optimal.

  Lokasi atau tempat yang disebut dengan pasar merupakan tempat pertemuan pembeli dan penjual yang bertemu secara teratur dan melakukan transaksi jual beli, tempat pembelian sangat berpengaruh saat konsumen membeli karena tempat menentukan gengsi bagi sebahagian orang (Mangkunegara, 2002).

  Alasan penelitian ini dilakukan dikarenakan cabai merah merupakan bahan pokok makanan yang selalu dibutuhkan dan diperlukan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangg. Selain itu harga cabai merah yang berfluktuasi apalagi ketika hari-hari besar tiba akan melonjak naik, namun tidak membuat masyarakat untuk mengurangi jumlah pembelian.

  Identifikasi Masalah

  Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah : 1.

  Bagaimana sikap konsumen terhadap konsumsi cabai merah di lokasi penelitian?

  2. Apakah harga, pendapatan dan jumlah tanggungan mempengaruhi konsumen dalam mengkonsumsi cabai merah?

3. Bagaimana perkembangan harga dan permintaan konsumen cabai merah di

  Kota Medan?

  Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1.

  Untuk mengetahui sikap konsumen terhadap konsumsi cabai merah di lokasi penelitian

  2. Untuk mengetahui pengaruh harga, pendapatan dan jumlah tanggungan terhadap keputusan konsumen dalam mengkonsumsi cabai merah

  3. Untuk mengetahui perkembangan harga dan permintaan konsumen terhadap cabai merah di Kota Medan.

  Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1.

  Sebagai bahan informasi bagi penulis yang melakukan penelitian.

  2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga cabai merah di pasar tradisional.

  3. Sebagai referensi bagi pihak yang membutuhkan.