Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah Berdasarkan Penilaian Petani di Kabupaten Deli Serdang

(1)

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH BERDASARKAN

PENILAIAN PETANI DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

EVI SILFINDA

070304034

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

FLUKTUASI HARGA CABAI MERAH BERDASARKAN

PENILAIAN PETANI DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

EVI SILFINDA 070304034 AGRIBISNIS

Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing,

Ketua, Anggota,

(Ir. Thomson Sebayang, M.T) (HM. Mozart B. Darus, M.Sc.) NIP. 195711151986011001 NIP. 131 689 798

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

EVI SILFINDA (070304034) dengan judul skripsi “Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah Berdasarkan Penilaian Petani di Kabupaten Deli Serdang”, yang dibimbing oleh Bapak

Ir. Thomson Sebayang, M.T dan Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc.

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan kecenderungan perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai di Kabupaten Deli Serdang.

Metode penentuan daerah penelitian yang digunakan adalah purposive method, yaitu daerah penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan skala tingkat produksi cabai, metode pengambilan sampel juga dilakukan dengan purposive method dengan pertimbangan bahwa sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman cabai merah di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011 atau pada tahun sebelumnya, dan jumlah sampel ditentukan sebanyak 70 orang petani. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang di peroleh melalui wawancara, dan data dari instansi terkait. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis trend linear dengan model persamaan Least Square untuk melihat bagaimana kecenderungan perkembangan dari harga cabai di daerah penelitian, serta menggunakan analisis faktor untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah di daerah penelitian.


(4)

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa :

1. Perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang berfluktuasi, namun cenderung tetap (tidak naik dan juga tidak turun).

2. Faktor-faktor yang diidentifikasi mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah di Kabupaten Deli Serdang adalah :

 Faktor Saprotan (Sarana Produksi Tanaman) terdiri atas variabel harga bibit, harga pupuk kimia, harga pestisida, harga mulsa, dan harga polybag.

 Faktor Perayaan dan Pesta terdiri atas variabel perayaan hari-hari besar keagamaan, hajatan/pesta, dan biaya pemasaran.

 Faktor Impor dan Cuaca terdiri atas variabel volume impor dan kondisi cuaca/iklim (tingkat curah hujan).

Kata Kunci : Kecenderungan Perkembangan Harga, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa pada tanggal 20 Maret 1988 dari Bapak Edi Siswanto dan Ibu Sartini. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis mengikuti pendidikan sebagai berikut :

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Langsa, masuk pada tahun 1994 dan lulus pada tahun 2000.

2. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, masuk pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003.

3. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kejuruan Muda, Aceh Tamiang, masuk pada tahun 2003 dan lulus pada tahun 2006.

4. Tahun 2007 penulis kuliah di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi IMASEP (Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian), POPMASEPI (Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia), dan FSMM SEP (Forum Silaturrahmi Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian).

Pada bulan September 2011, penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten Deli Serdang. Pada tanggal 27 Juni 2011 sampai dengan 27 Juli 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Tanjung Mulia, Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Kasih-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul “Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah Berdasarkan Penilaian Petani di Kabupaten Deli Serdang”. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian dari Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang, M.T. selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc. selaku anggota komisi pembimbing yang telah membantu, membimbing dan memberikan masukan yang berguna bagi penulis mulai dari pemilihan judul, melakukan penelitian, sampai kepada ujian akhir.

Selanjutnya, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.Si. selaku ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec. selaku sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada para staff pengajar dan pegawai Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh instansi terkait dalam penelitian, yang telah membantu penulis dalam memperoleh data selama penulisan skripsi ini.


(7)

Dengan segala rasa hormat dan cinta kasih, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda tercinta Bapak Edi Siswanto dan Ibunda tercinta Ibu Sartini, untuk segala doa, kasih sayang, semangat, nasihat, motivasi, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Juga kepada adik-adikku yang ku sayangi dan ku cintai Sari Imelda, Ridha Triananda, dan M. Fakhrul Erinda yang telah memberikan doa, semangat, motivasi, serta dukungannya selama ini.

Serta kepada teman-teman seperjuangan Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007 dan teman-teman kost 22, yang selalu memberi motivasi, semangat, serta dukungan selama masa perkuliahan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi penyempurnaan karya berikutnya.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat. Terima kasih.

Medan, Februari 2012


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Identifikasi Masalah ... 5

1.3.Tujuan Penelitian ... 5

1.4.Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai ... 7

2.2.Tinjauan Aspek Ekonomi Cabai ... 10

2.3.Landasan Teori ... 11

2.4.Kerangka Pemikiran ... 13

2.5.Hipotesis Penelitian ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.MetodePenentuan Daerah Penelitian ... 18

3.2.Metode Pengambilan Sampel ... 23

3.3.Metode Pengumpulan Data ... 24


(9)

3.5.Definisi dan Batasan Operasional ... 28

3.5.1.Definisi Operasional... 28

3.5.2.Batasan Operasional ... 29

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 30

4.1.1.Kecamatan Percut Sei Tuan ... 32

4.1.2.Kecamatan Pantai Labu... 35

4.2.Karakteristik Petani Sampel ... 37

4.2.1.Umur Petani ... 38

4.2.2.Tingkat Pendidikan ... 39

4.2.3.Pengalaman Berusahatani ... 40

4.2.4.Luas Lahan ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1.Kecenderungan Perkembangan Harga Cabai di Kabupaten Deli Serdang ... 42

5.1.1.Perkembangan Harga Bulanan ... 42

5.1.2.Perkembangan Harga Mingguan ... 44

5.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai di Kabupaten Deli Serdang ... 52

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan ... 60

6.2.Saran ... 60

DAFTAR PUTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2009 Produksi Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2010

Distribusi Frekuensi Rata-rata Produksi Tanaman Cabai Merah di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2010

Skala Penilaian Variabel

Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Desa/Kelurahan di Kecamatan Percut Sei Tuan

Distribusi Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Percut Sei Tuan

Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Desa di Kecamatan Pantai Labu

Distribusi Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Pantai Labu

Distribusi Petani Sampel Menurut Golongan Umur Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Kriteria PengalamanBerusahatani

Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Luas Lahan Perkembangan Harga Cabai Per Bulan di Kabupaten Deli Serdang 19 20 22 26 31 33 34 36 36 38 39 40 41 42


(11)

15

16 17

18 19 20

Perubahan Harga Cabai Mingguan di Kabupaten Deli Serdang

Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan

Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) di Kabupaten Deli Serdang

KMO and Bartlett’s Test Communalities

Rotated Component Matrix

44

47 49

53 55 57


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 2

3

Skema Kerangka Pemikiran

Diagram Perkembangan Harga Cabai per Bulan Tahun 2010-2011

Grafik Perubahan Harga Cabai Per Minggu di Kabupaten Deli Serdang pada Tahun 2010-2011

16 43


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 2

3

4

Karakteristik Petani Responden

Tanggapan Petani Sampel Terhadap Isi Kuesioner

Perhitungan Analisis Trend Dengan Metode Least Square

Hasil Analisis Faktor

64 66

68


(14)

ABSTRAK

EVI SILFINDA (070304034) dengan judul skripsi “Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai Merah Berdasarkan Penilaian Petani di Kabupaten Deli Serdang”, yang dibimbing oleh Bapak

Ir. Thomson Sebayang, M.T dan Bapak HM. Mozart B. Darus, M.Sc.

Tujuan penelitian adalah untuk menjelaskan kecenderungan perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang dan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai di Kabupaten Deli Serdang.

Metode penentuan daerah penelitian yang digunakan adalah purposive method, yaitu daerah penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan skala tingkat produksi cabai, metode pengambilan sampel juga dilakukan dengan purposive method dengan pertimbangan bahwa sampel adalah petani yang mengusahakan tanaman cabai merah di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2011 atau pada tahun sebelumnya, dan jumlah sampel ditentukan sebanyak 70 orang petani. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang di peroleh melalui wawancara, dan data dari instansi terkait. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis trend linear dengan model persamaan Least Square untuk melihat bagaimana kecenderungan perkembangan dari harga cabai di daerah penelitian, serta menggunakan analisis faktor untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah di daerah penelitian.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan tingkat sosial. Komoditas ini berprospek cerah, mempunyai kemampuan menaikkan taraf pendapatan petani, nilai ekonomisnya tinggi, merupakan bahan baku industri, dibutuhkan setiap saat sebagai bumbu masak, berpeluang ekspor, dapat membuka kesempatan kerja, dan merupakan sumber vitamin C (Santika, 1999).

Cabai benar-benar merupakan komoditas sayuran yang sangat merakyat, semua orang memerlukannya. Tak heran bila volume peredaran cabai di pasaran sangat banyak jumlahnya. Mulai dari pasar rakyat, pasar swalayan, warung pinggir jalan, restoran kecil, usaha katering, hotel berbintang, pabrik saus, hingga pabrik mie instan sehari-harinya membutuhkan cabai dalam jumlah yang tidak sedikit (Prajnanta,1999).

Selain untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, terbuka pula pasar ekspor bagi cabai merah. Namun ekspor cabai merah Indonesia masih memberikan kontribusi yang sangat kecil . Selama periode tahun 1989 - 1993 ekspor cabai merah cenderung meningkat. Besar peningkatan volume ekspor cabai mencapai 230%, sedangkan peningkatan nilai ekspor mencapai 160% (Santika, 1999). Negara tujuan utama ekspor adalah Singapura dan Malaysia.


(16)

Untuk keperluan pasar ekspor sangat perlu untuk memperhatikan aspek kualitas dan pengemasan produk, agar benar-benar dapat memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan dalam ekspor cabai(Anonimousa, 2009).

Selain berguna sebagai penyedap masakan, cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung protein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin, dan mengandung senyawa-senyawa alkaloid, seperti capsaicin, flavenoid, dan minyak esensial.

Rasa pedas pada cabai yang ditimbulkan oleh zat capsaicin bermanfaat untuk mengatur peredaran darah; memperkuat jantung, nadi, dan saraf; mencegah flu dan demam; membangkitkan semangat dalam tubuh (tanpa efek narkotik); serta mengurangi nyeri encok dan rematik (Prajnanta,1999).

Masyarakat Indonesia bisa dibilang penggemar cabai terbesar di dunia. Karenanya, cabai menjadi salah satu produk penting dalam pangan Indonesia, bahkan bisa berpengaruh terhadap laju inflasi. Pentingnya cabai telah menjadi perhatian bagi pemerintah dan para petani, terutama setelah melonjaknya harga cabai pada tahun 2010 yang lalu.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata konsumsi cabai per kapita adalah 500 gram/tahun. Bisa dibayangkan dengan jumlah penduduk sebanyak 237.6 juta (sensus tahun 2010), berarti Indonesia membutuhkan cabai sebesar 118.800 ton per tahun (Wahyudi, 2011).

Sekalipun ada kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai merah untuk kebutuhan sehari-hari dapat berfluktuasi, yang disebabkan karena naik turunnya harga cabai yang terjadi di pasar eceran.


(17)

Fluktuasi harga yang terjadi di pasar eceran, selain disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi permintaan juga disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi sisi penawaran.

Dari sisi penawaran menunjukkan bahwa proses penyediaan (produksi dan distribusinya) cabai merah belum sepenuhnya dikuasai para petani. Faktor utama yang menjadi penyebab adalah bahwa petani cabai merah adalah petani kecil-kecil yang proses pengambilan keputusan produksinya diduga tidak ditangani dan ditunjang dengan suatu peramalan produksi dan harga yang baik (Anonimousd, 2011).

Kenaikan harga cabai sangat tergantung pada musim panen dan musim tanam serta pengaruh iklim dan cuaca. Disamping itu, kenaikan harga juga berkaitan dengan kegiatan pemasaran. Bila dibandingkan dengan harga di daerah konsumen, harga cabai di daerah produsen lebih rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor angkutan, rendahnya daya tahan cabai, dan daya beli masyarakat yang rendah (Santika, 1999).

Harga komoditas pertanian umumnya dan hortikultura khususnya, termasuk cabai, memang cukup menarik untuk diamati. Harga ini masih tetap menjadi beban resiko terbesar yang ditanggung petani. Ini disebabkan harga yang diterima petani harus mengikuti kenaikan harga pupuk, misalnya. Namun, kenyataan yang diterima petani tidaklah demikian. Petani selalu menerima harga yang sangat berfluktuatif, sedangkan harga pupuk dapat dipastikan selalu naik secara mantap.

Walaupun demikian, pada saat-saat tertentu harga cabai dapat melonjak naik sehingga memberikan nilai tambah bagi petani. Lonjakan harga cabai ini


(18)

antara lain disebabkan oleh gangguan musim dan hari raya tertentu. Kenaikan harga tersebut dapat berlipat ganda kalau saat gangguan musim terjadi bersamaan atau berdekatan dengan perayaan hari raya (Setiadi, 2004).

Oleh karena adanya musim produksi cabai dimasing-masing daerah, harga pasar lokal menjadi sangat berfluktuasi, yang disebabkan jatuhnya harga pada saat panen raya. Oleh karena petani tidak dapat menyimpan hasil panennya yang tidak tahan lama, maka mereka tidak sempat menunggu untuk menjual hasil panennya pada saat dengan harga yang cukup memadai (Vos, 1994).

Pada umumnya, petani produsen cabai tidak menjual sendiri hasil produksinya ke pasar kota-kota besar atau ke luar negeri. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan yang dimiliki petani seperti alat transportasi, fasilitas penyimpanan, pengepakan, pengolahan, dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pemasaran komoditas tersebut. Adanya keterbatasan tersebut mendorong para petani produsen untuk menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul. Kadang-kadang petani juga menjual langsung kepada konsumen pemakai melalui pasar-pasar di tingkat desa atau pasar di tingkat kecamatan (Santika, 1999).

Adapun daerah penghasil cabai yang terbesar di Provinsi Sumatera Utara menurut data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009) adalah Kabupaten Karo, Deli Serdang, dan Simalungun.

Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang, harga cabai merah di Deli Serdang cenderung stabil. Hanya pada saat-saat tertentu saja harganya naik, misalnya pada perayaan hari-hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dan Perayaan Tahun


(19)

Baru. Tetapi pada akhir tahun 2010 sampai awal tahun 2011, tingginya harga cabai merah bertahan dalam waktu yang cukup lama, hingga mencapai level harga yang tertinggi yaitu Rp 50.000/Kg.

Oleh karena terjadinya fluktuasi harga cabai yang sangat ekstrim inilah, maka peneliti merasa perlu untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perubahan harga yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai berdasarkan penilaian dan pengalaman petani di daerah tersebut sehingga dapat diketahui faktor apa yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga cabai.

1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana kecenderungan perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai di Kabupaten Deli Serdang?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan kecenderungan perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai di Kabupaten Deli Serdang.


(20)

1.4.Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

2. Bagi peneliti, sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai

Cabai adalah tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 1 meter, merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya berasa pedas, dan tumbuh di daerah dengan iklim tropis.

Secara umum cabai bisa ditanam di sembarang tempat, daerah, dan waktu. Di sembarang tempat maksudnya cabai bisa ditanam di persawahan maupun tegalan. Di sembarang daerah maksudnya cabai bisa ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Di sembarang waktu berarti cabai bisa ditanam saat musim kemarau atau musim penghujan. Akan tetapi, tanaman ini akan tumbuh baik di lahan dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik, tekstur ringan sampai sedang, pH tanah 5,5-6,8, drainase baik, dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.

Buah cabai bervariasi antara lain dalam bentuk, ukuran, warna buah, tebal kulit buah, jumlah rongga buah, permukan buah, dan tingkat kepedasan. Preferensi konsumen terhadap buah cabai bervariasi. Untuk konsumen buah segar bervariasi dari kesukaan terhadap jenisnya : cabai besar atau cabai keriting; terhadap kepedasan : pedas atau tidak pedas; dan lain-lain. Untuk konsumen industri sudah ada kriteria tersendiri sesuai dengan tujuan penggunaannya : untuk saus, tepung, atau yang lainnya (Santika, 1999).


(22)

Jenis cabai (Capsicum sp) banyak sekali. Yang umum dikonsumsi digolongkan dalam 2 jenis, yaitu cabai besar (Capsicum annuum) dan cabai rawit (Capsicum frutescens) alias cabai kecil. Petani lebih suka menanam cabai besar dari pada cabai kecil karena hasil per hektarnya lebih banyak. Pemasarannya pun lebih mudah karena konsumennya sangat besar dan rupiah yang diraup lebih menguntungkan.

Berikut ini deskripsi cabai besar yang banyak ditanam petani : 1. Cabai merah lokal.

Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna merah segar. Diameter pangkal buah sekitar 1,7 cm dan panjangnya 9-14 cm. Tipe percabangannya tegak. Satu hektar tanaman ini rata-rata menghasilkan 5 ton cabai segar. Bila dirawat dengan baik cabai merah sudah bisa dipanen hasilnya saat berumur 2,5 bulan.

2. Cabai keriting.

Cabai ini sebenarnya tergolong cabai merah biasa. Akan tetapi penampilannya khas. Permukaan buah bergelombang. Kulit buah tipis. Pangkal buah rata dan meruncing ke ujungnya. Ketika masih muda cabai keriting ada yang berwarna hijau biasa dan ada pula yang ungu. Setelah tua warnanya merah, namun ada juga yang tetap ungu. Ukuran buah lebih kecil dari cabai merah biasa tetapi rasanya sangat pedas. Produksi rata-ratanya mencapai 7,5 ton/ha.

3. Cabai hot beauty.

Merupakan cabai hibrida yang berasal dari Taiwan. Tanamannya tegak, batang cukup tinggi. Daunnya hijau kecil-kecil. Cabai hot beauty cepat berbuah.


(23)

Buah pun terus menerus muncul. Buahnya besar, panjang, dan lurus. Warnanya merah segar dan sangat menarik.

Rasanya kurang pedas dibanding cabai keriting. Potensi produksinya mencapai 30 ton/ha. Kelebihan lainnya mempunyai daya tahan simpan yang cukup lama.

4. Cabai merah besar tit dan tit super.

Cabai ini banyak diusahakan di daerah Brebes, Jawa Tengah. Buahnya besar, mulus, dan lebih merah dari jenis cabai lokal lainnya. Penampilannya khas karena ujung buahnya mengecil dan bengkok. Buah cabai ini tahan pecah. Uniknya cabai ini berbunga secara serentak. Jadi, setelah 5-6 kali panen buah sudah habis semua. Potensi produksinya bisa mencapai 16 ton/ha.

(Nazaruddin, 2000).

Umumnya buah cabai merah di petik apabila telah masak penuh, ciri-cirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur 75 - 80 hari setelah tanam, dengan interval waktu panen 2 - 3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur 90 - 100 hari setelah tanam dengan interval panen 3 - 5 hari. Secara umum interval panen buah cabai merah berlangsung selama 1,5 - 2 bulan. Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke - 30 yang dapat menghasilkan 1 - 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai merah yang di panen tepat masak dan tidak segera di pasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Oleh karena itu hasil produksi cabai merah sebaiknya di tempatkan pada ruang yang sejuk, terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab (Anonimousd, 2011).


(24)

2.2.Tinjauan Aspek Ekonomi Cabai

Harga produk dibidang pertanian berbeda dengan harga produk dibidang industri dimana harga produk dibidang industri relatif konstan atau lebih banyak ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan harga produk pertanian relatif berfluktuatif karena produk pertanian mempunyai beberapa sifat, yaitu :

1. Keadaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama dan penyakit dan iklim menyebabkan output pertanian bersifat musiman dan tidak kontinu.

2. Adanya time lags (waktu yang terlambat ketika keputusan dalam menggunakan input dan menjual output). Di bidang industri, waktu ini sangat dekat.

3. Keadaan pasar, khususnya struktur pasar dan berbagai anggapan tentang pasar pertanian yang menyebabkan semakin tidak menentunya harga dibidang pertanian.

4. Dampak dari institusi, seperti Bulog dan komitmen perdagangan (antara lain pengurangan tariff dan lain-lain).

(Anindita, 2008).

Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu dari enam jenis komoditas sayuran segar yang diekspor Indonesia ke beberapa negara seperti Malaysia dan Singapura. Besarnya minat masyarakat dunia terhadap komoditi cabai merah ini karena penggunaannya yang relatif sering dalam kehidupan sehari-hari sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penambah cita rasa makanan. Menurut Rukmana (1996) bahwa cabai menempati urutan paling atas di antara delapan jenis sayuran komersial yang dibudidayakan di Indonesia. Cabai


(25)

merah (Capsicum annuum L.) biasanya diekspor dalam bentuk segar dan bentuk kering (serbuk dan utuh).

Ada satu fenomena yang biasanya terjadi pada saat panen raya cabai merah, yaitu harga cabai merah yang turun drastis sedangkan jumlah panennya sangat tinggi, sehingga petani terpaksa menjual hasil panennya dengan harga rendah tersebut dan biasanya modal tanamnya tidak kembali. Petani cabai tetap menanggung resiko usaha yang sangat tinggi, yang tercermin dari lebarnya kesenjangan harga terendah dan tertinggi, yaitu antara Rp 2000/kg pada saat panen raya dan Rp 20000/kg (sampai 10 kali lipatnya) pada masa panceklik (Hutabarat dan Rahmanto, 1998). Meskipun harga pasar cabai sering naik dan turun cukup tajam, minat petani yang membudidayakannya tidak pernah surut.

2.3.Landasan Teori

Menurut Basu Swastha pengertian harga adalah sebagai berikut : (Swastha, 1998) ” Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.”

Harga menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah sejumlah uang yang ditukarkan untuk sebuah produk atau jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa. Lebih jauh lagi, harga adalah jumlah dari seluruh nilai yang konsumen tukarkan untuk jumlah manfaat dengan memiliki atau menggunakan suatu barang dan jasa.


(26)

Dalam hukum permintaan dijelaskan sifat hubungan antara permintaan suatu barang dengan tingkat harganya. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan : makin rendah harga suatu barang maka makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya, makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.

Permintaan seseorang atau sesuatu masyarakat kepada sesuatu barang ditentukan oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah seperti yang dinyatakan di bawah ini :

1. Harga barang itu sendiri.

2. Harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut. 3. Pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat. 4. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat.

5. Cita rasa masyarakat. 6. Jumlah penduduk.

7. Ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang.

Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga sesuatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah. Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para


(27)

penjual. Sebaliknya, makin rendah harga sesuatu barang semakin sedikit jumlah barang tersebut yang ditawarkan.

Keinginan para penjual dalam menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga ditentukan oleh beberapa faktor. Yang terpenting adalah :

1. Harga barang itu sendiri. 2. Harga barang-barang lain. 3. Biaya produksi.

4. Tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut. 5. Tingkat teknologi yang digunakan.

(Sukirno, 2005).

Menurut Buana (www.fajar.co.id/news.php). assessment adalah alih-bahasa dari istilah penilaian. Penilaian digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal. Penilaian atau assessment adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif-tidak efektif, berhasil-tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya (Anonimousb, 2010).

Penilaian adalah keputusan tentang nilai. Hasil penilaian dapat berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif tersebut (Anonimousc, 2010).

2.4.Kerangka Pemikiran

Fluktuasi harga dari suatu barang sangat ditentukan oleh fluktuasi jumlah produksi dan juga fluktuasi tingkat konsumsi masyakat terhadap barang tersebut.


(28)

Demikian juga halnya dengan produk-produk pertanian, seperti cabai merah. Fluktuasi harga cabai merah di pasaran sangat dipengaruhi oleh banyaknya jumlah cabai yang beredar di pasaran (produksi), tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai merah, serta banyaknya cabai impor yang masuk ke daerah tersebut.

Dilihat dari sisi penawaran, produksi cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor cuaca/iklim, dan biaya-biaya yang dibutuhkan selama masa produksi cabai.

Faktor cuaca/iklim berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan produksi dari cabai merah. Cuaca/iklim yang tidak menentu dapat menyebabkan tanaman cabai mudah terserang penyakit serta mempertinggi resiko gagal panen. Hal ini akan menyebabkan supply cabai di pasaran berkurang sehingga menimbulkan kelangkaan. Dan pada akhirnya akan menaikkan harga jual cabai karena jumlah persediaannya yang terbatas.

Dari segi biaya produksinya, tingkat produksi cabai dipengaruhi oleh harga-harga input yang digunakan selama masa produksi dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memasarkan cabai tersebut dari produsen (petani cabai) sampai ke tangan konsumen akhir.

Sedangkan dari sisi permintaan, konsumsi cabai dipengaruhi oleh adanya perayaan hari raya atau hari-hari besar keagamaan lainnya, juga adanya hajatan yang diadakan di masyarakat sehingga menyebabkan tingkat konsumsi cabai naik dibandingkan hari-hari biasanya.

Selain itu, masuknya cabai impor ke suatu daerah juga akan mempengaruhi harga cabai di daerah tersebut. Akan terjadi persaingan antara cabai yang diproduksi oleh petani lokal dan cabai impor yang didatangkan dari


(29)

luar. Cabai impor yang masuk dalam jumlah besar akan menambah supply dan pada akhirnya akan menurunkan harga karena jumlah supply yang berlebihan.

Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(30)

Analisis Trend Linear

Fluktuasi Harga

Analisis Faktor Fluktuasi Produksi

Impor Cabai

Fluktuasi Konsumsi Cuaca/Iklim

Volume Produksi

Hari Raya/Besar Hajatan/Pesta Biaya Input

Pemasaran Bibit

Pupuk Pestisida

Mulsa Polybag

Keterangan :

: Menyatakan Hubungan

Universitas

Sumatera


(31)

2.5. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah, maka diambil hipotesis penelitian yaitu :

Perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang fluktuatif dan cenderung meningkat.


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Deli Serdang. Terpilihnya daerah tersebut berdasarkan hasil data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara (2009) diketahui bahwa kabupaten tersebut merupakan salah satu daerah sentra produksi cabai yang cukup besar di Sumatera Utara. Kemudian letak geografisnya yang strategis karena berdekatan dengan kota Medan sehingga mempunyai akses yang lancar, serta mempertimbangkan waktu dan kemampuan dari jangkauan peneliti seperti pernyataan dari Notohadiprawiro (2006).

Gambaran luas panen, produksi, produktifitas cabai merah per kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel berikut :


(33)

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, Produktifitas Cabai Merah Per Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2009

No. Kabupaten Luas Panen

(Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kw/Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Nias Mandailing Natal Tapanuli Selatan Tapanuli Tengah Tapanuli Utara Toba Samosir Labuhan Batu Asahan Simalungun Dairi Karo Deli Serdang Langkat Nias Selatan Humbang Hasundutan Pak-pak Barat Samosir Serdang Bedagai Batu Bara Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Tebing Tinggi Medan Binjai Padang Sidempuan 614 286 507 509 878 195 215 193 2.176 680 5.173 4.692 383 160 643 23,5 265 223 178 0 35,5 27 3 85 108 98 1.525 1.652 2.514 2.739 4.263,4 1.529 130 1.526 18.726,64 1.625 67.672 39.213 1.318 415 3.348,6 424,4 1.325 651 1.190 0 230,75 113 10 575 1.285 798,21 24,84 57,76 49,59 53,81 48,56 78,41 6,05 79,07 86,06 23,90 130,82 83,57 34,41 25,94 52,08 180,60 50,00 29,19 66,85 0,00 65,00 41,85 33,33 67,65 118,98 81,45

Jumlah 18.350 154.799 84,36

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka, 2010

Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 kecamatan, tetapi hanya 21 kecamatan yang mengusahakan cabai merah. Pada Tabel.2. dapat dilihat produksi cabai merah di Kabupaten Deli Serdang selama lima tahun terakhir.


(34)

Tabel 2. Produksi Cabai Merah Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2010

No. Kecamatan Produksi (Ton) Rerata

2006 2007 2008 2009 2010

1 Lubuk Pakam 0 0 0 0 0 0

2 Pagar Merbau 1030 332 201 40 27 326 3 Beringin 342 359 187 449 388 345 4 Gunung Meriah 274 291 80 230 277 230.4 5 Biru-Biru 3580 3505 1095 1569 1187 2187.2 6 Patumbak 299 345 90 90 71 179 7 STM Hulu 1260 791 285 67 232 527 8 STM Hilir 1561 1501 479 249 196 797.2 9 Deli Tua 195 91 46 121 65 103.6 10 Pancur Batu 2126 1610 472 181 157 909.2 11 Namorambe 3417 3022 895 1150 1463 1989.4 12 Sibolangit 1036 1042 289 245 389 600.2 13 Kutalimbaru 1947 1233 280 142 96 739.6 14 Sunggal 173 266 44 94 116 138.6 15 Hamparan Perak 845 991 371 1054 620 776.2 16 Labuhan Deli 2006 1966 490 1987 1946 1679 17 Batang Kuis 943 1507 418 325 205 679.6

18 Percut Sei Tuan 3500 4095 1186 2120 1827 2545.6

19 Pantai Labu 699 812 239 594 317 532.2

20 Tanjung Morawa 606 850 243 283 330 462.4 21 Galang 623 419 78 43 26 237.8 22 Bangun Purba 709 792 193 127 63 376.8

Jumlah 27171 25820 7661 11160 9998 16362

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, 2011 diolah

Pemilihan kecamatan yang menjadi daerah sampel dalam penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu secara sengaja, dengan pertimbangan kelas rata-rata produksi cabai. Perhitungan pembagian kelompok kelas rata-rata-rata-rata produksi cabai dilakukan dengan menggunakan rumus Sturges, yaitu :

k = 1 + 3,322 log n dimana : k = jumlah kelas


(35)

Jarak interval kelasnya, yaitu : i = range

k

dimana : i = interval kelas

Range = nilai tertinggi-nilai terendah k = jumlah kelas

(Santoso, 2003).

Maka, perhitungan pembagian kelas berdasarkan rata-rata jumlah produksi cabai dari tiap kecamatan di Kabupaten Deli Serdang adalah sebagai berikut :

k = 1 + 3,322 log n = 1 + 3,322 log 21 = 1 + 3,322 (1,322) = 1 + 4,392

= 5, 392 = 5

dimana : k = jumlah kelas

n = jumlah kecamatan yang menanam cabai di Kabupaten Deli Serdang

Dan interval kelasnya adalah :

i = selisih antara data terbesar dan data terkecil

jumlah kelas

= 2545,6 – 103,6

5

= 2442

5

= 488,4 = 489

Dari perhitungan jumlah kelas dan jarak interval kelas diatas, maka didapatkan hasil pengelompokan kecamatan berdasarkan rata-rata jumlah produksi cabai merah di Kabupaten Deli Serdang selama lima tahun terakhir. Pengelompokan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :


(36)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Rata-rata Produksi Tanaman Cabai Merah di Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2010

Rata-rata Produksi

Cabai (Ton) Jumlah Kecamatan Keterangan

103,6 – 591,6 592,6 – 1080,6 1081,6 – 1569,6 1570,6 – 2058,6 2059,6 – 2547,6

11 6 0 2 2

Produksi sangat rendah Produksi rendah Produksi sedang Produksi tinggi Produksi sangat tinggi

Jumlah 21

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 11 kecamatan yang tergolong ke dalam produksi sangat rendah, yaitu : Kecamatan Pagar Merbau, Kecamatan Beringin, Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan Patumbak, Kecamatan STM Hulu, Kecamatan Deli Tua, Kecamatan Sunggal, Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Galang, dan Kecamatan Bangun Purba.

Sedangkan kecamatan yang tergolong ke dalam kelompok produksi rendah ada 6 kecamatan, yaitu : Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Hamparan Perak, dan Kecamatan Batang Kuis.

Tidak ada kecamatan yang tergolong kedalam kelompok produksi sedang. Kecamatan yang tergolong ke dalam kelompok produksi tinggi ada 2 kecamatan, yaitu : Kecamatan Namorambe dan Kecamatan Labuhan Deli.

Dan kecamatan yang tergolong ke dalam kelompok produksi sangat tinggi ada 2 kecamatan, yaitu : Kecamatan Biru-Biru dan Kecamatan Percut Sei Tuan.

Berdasarkan pengelompokan diatas, maka dipilihlah dua kecamatan untuk dijadikan daerah sampel dalam penelitian ini, yaitu : Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Pantai Labu. Kecamatan Percut Sei Tuan dipilih sebagai daerah


(37)

sampel dengan pertimbangan bahwa kecamatan ini mewakili daerah dengan rata-rata jumlah produksi sangat tinggi di Kabupaten Deli Serdang dalam 5 tahun terakhir (2006-2010), sedangkan Kecamatan Pantai Labu merupakan kecamatan yang mewakili daerah dengan rata-rata jumlah produksi sangat rendah.

3.2.Metode Pengambilan Sampel

Populasi penelitian adalah petani yang melakukan usahatani cabai pada tahun 2011 atau pada tahun sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah Metode Purposive sampling dengan pertimbangan bahwa sampel menanam cabai di tahun 2011 atau pada tahun sebelumnya.

Menurut Supranto (2004), besarnya sampel dalam metode analisis faktor paling sedikit empat atau lima kali banyaknya variabel. Maka perhitungan jumlah sampel adalah sebagai berikut :

n = 5V Dimana :

n = Besarnya sampel V = Jumlah variabel

Karena variabel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 12 variabel (harga bibit, harga pupuk kimia, harga pestisida, harga mulsa, harga polybag, upah tenaga kerja, sewa alat-alat mesin pertanian, impor cabai, kondisi cuaca/iklim, perayaan hari-hari besar keagamaan, hajatan/pesta, dan biaya pemasaran), maka besarnya jumlah sampel dalam penelitian ini paling sedikit berjumlah 60 orang.


(38)

n = 5V = 5 (12) = 60

3.3.Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada para petani dan pedagang dengan bantuan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya, sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Deli Serdang, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, serta lembaga atau instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

3.4.Metode Analisis Data

Untuk menjelaskan masalah 1 mengenai bagaimana kecenderungan perkembangan harga cabai dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif dengan menggunakan metode analisis trend linear untuk melihat bagaimana trend perkembangan dari harga cabai di daerah penelitian selama 2 tahun terakhir. Persamaan trend dibentuk dengan menggunakan metode Least Square. Model (persamaan) trend yang menggunakan metode Least Square, yaitu :

Y = a + bx

Dimana : Y = y hasil prediksi ( y sendiri adalah data asli dari time series) x = kode yang berhubungan dengan waktu


(39)

Untuk mencari nilai b digunakan rumus : b =  x.y – n.x.y

x2 – n.x2 Dan a dicari dengan rumus :

a = y – b.x dimana : n = jumlah data

x = nilai rata-rata dari x y = nilai rata-rata dari y (Santoso, 2003).

Data yang digunakan adalah data perkembangan harga cabai mingguan periode tahun 2010-2011 di Kabupaten Deli Serdang.

Untuk menganalisis masalah 2 mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai dianalisis dengan menggunakan metode analisis faktor yaitu dengan memberikan kuesioner yang diukur dengan menggunakan skala Likert yang menggunakan 5 opsi jawaban, yaitu : sangat tidak berpengaruh (skor 1), tidak berpengaruh (skor 2), kurang berpengaruh (skor 3), berpengaruh (skor 4), dan sangat berpengaruh (skor 5).

Variabel dalam penelitian ini berjumlah 12 variabel, yaitu harga bibit, harga pupuk kimia, harga pestisida, harga mulsa, harga polybag, upah tenaga kerja, sewa alat-alat mesin pertanian, impor cabai, kondisi cuaca/iklim, perayaan hari-hari besar keagamaan, hajatan/pesta, dan biaya pemasaran. Penilaian terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(40)

Tabel 4. Skala Penilaian Variabel

No. Variabel Skor

1 2 3 4 5

1. Harga bibit

2. Harga pupuk kimia

3. Harga pestisida

4. Harga mulsa

5. Harga polybag

6. Upah tenaga kerja

7. Sewa alat-alat/mesin pertanian

8. Impor cabai

9. Kondisi cuaca/iklim

10. Perayaan hari-hari besar keagamaan 11. Banyaknya hajatan/pesta

12. Biaya pemasaran

Untuk Perhitungan analisis faktor akan dilakukan teknik analisis tentang Bartlett’s Test of Sphericity. Analisis ini merupakan uji hipotesis statistik yang digunakan untuk mengetahui interdependensi antar variabel-variabel yang menjadi indikator suatu faktor. Analisis ini berguna untuk menyatakan bahwa variabel-variabel yang menjadi indikator dari faktor-faktor tidak berkorelasi satu sama lain (kolinearitas).

a. Kaiser-Mayer-Olkin (KMO)

KMO mengukur kelayakan sampling, yaitu suatu indeks yang digunakan untuk menguji ketepatan analisis faktor dari faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah. Apabila koefisien KMO > 0,50 maka hasil analisis tersebut tepat digunakan.


(41)

b. Anti image matrices

Angka MSA (Measure Of Sampling Adequacy) berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria :

 MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.

 MSA > 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

 MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

c. Communality

Analisis ini merupakan jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan variabel lain yang tercakup dalam analisis. Analisis ini menunjukan seberapa jauh suatu variabel terukur mempunyai ciri yang dimiliki oleh variabel-variabel yang lain. Koefisien communality disebut cukup efektif apabila bernilai > 0,5.

d. Eigenvalue

Eigenvalue merupakan koefisien yang menunjukan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor yang mempunyai nilai eigenvalue > 1, maka faktor tersebut akan dimasukan ke dalam model.

e. FactorLoading

Factor loading merupakan besarnya muatan item. Suatu item akan dapat dimasukan sebagai indikator suatu faktor apabila mempunyai nilai factorloading > 0,50.


(42)

Oleh karena analisis faktor termasuk pada Interpendence Techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen, maka tidak ada model untuk analisis faktor ini.

3.5.Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut :

3.5.1. Definisi Operasional

1. Harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang atau jasa berikut pelayanannya.

2. Fluktuasi harga adalah perubahan (naik-turunnya) harga yang terjadi dalam jangka waktu yang singkat.

3. Impor cabai adalah masuknya cabai dari luar ke suatu wilayah tertentu, baik yang berasal dari daerah lain maupun yang berasal dari negara lain.

4. Produksi adalah usaha menciptakan dan meningkatkan kegunaan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan.

5. Konsumsi adalah suatu kegiatan untuk menggunakan suatu barang untuk memenuhi kebutuhan.

6. Permintaan adalah jumlah sesuatu barang yang diminta semua pembeli pada berbagai tingkat harga.


(43)

8. Biaya adalah semua pengorbanan yang perlu untuk suatu proses produksi, dinyatakan dalam uang menurut harga pasar yang berlaku.

9. Petani cabai adalah petani yang mengusahakan tanaman cabai pada tahun 2011 atau pada tahun sebelumnya.

10.Cabai merah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah cabai merah jenis lokal dan cabai merah keriting.

11.Analisis faktor merupakan nama umum yang menunjukkan suatu kelas prosedur, utamanya dipergunakan untuk mereduksi data atau meringkas, dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel.

3.5.2. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Penelitian dilakukan pada tahun 2011. Penelitian ini bukan penelitian yang melihat proses pembentukan harga berdasarkan mekanisme pasar, tetapi hanya melihat faktor-faktor yang mempengaruhi harga berdasarkan penilaian petani. 2. Daerah penelitian adalah Kabupaten Deli Serdang, dengan mengambil sampel

di dua kecamatan, yaitu : Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Pantai Labu.

3. Sampel dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani cabai di tahun 2011 atau pada tahun sebelumnya di Kabupaten Deli serdang.


(44)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Wilayah Kabupaten Deli Serdang di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 km2 yang terdiri dari 22 kecamatan, yaitu : Kecamatan Gunung Meriah, Kecamatan STM Hulu, Kecamatan Sibolangit, Kecamatan Kutalimbaru, Kecamatan Pancur Batu, Kecamatan Namo Rambe, Kecamatan Biru-biru, Kecamatan STM Hilir, Kecamatan Bangun Purba, Kecamatan Galang, Kecamatan Tanjung Morawa, Kecamatan Patumbak, Kecamatan Deli tua, Kecamatan Sunggal, Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Labuhan Deli, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kecamatan Batang Kuis, Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Beringin, Kecamatan Lubuk Pakam, dan Kecamatan Pagar Merbau.

Jumlah penduduk di Kabupaten Deli Serdang adalah 1.788.351 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 895.593 jiwa, perempuan sebanyak 892.758 jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 393.714. Jumlah rumah tangga dan


(45)

penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang

No. Kecamatan RT Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Gunung Meriah Stm Hulu Sibolangit Kutalimbaru Pancur Baru Namo Rambe Biru-Biru Stm Hilir Bangun Purba Galang Tanjung Morawa Patumbak Deli Tua Sunggal Hamparan Perak Labuhan Deli Percut Sei Tuan Batang Kuis Pantai Labu Beringin Lubuk Pakam Pagar Merbau 757 3.164 5.573 8.911 20.248 7.008 8.044 7.691 9.180 16.521 42.251 16.397 12.551 51.989 35.297 12.390 74.754 11.540 9.577 12.777 18.826 8.268 1.330 6.694 11.020 19.364 43.455 14.131 17.880 15.871 19.783 36.159 93.248 39.674 29.894 120.083 75.377 28.929 177.844 26.696 23.713 27.871 48.242 18.335 1.144 6.437 11.273 19.310 43.812 14.919 17.753 16.047 19.693 36.038 93.081 38.870 30.225 120.663 74.284 28.436 175.744 26.155 22.928 27.707 50.029 18.210 2.474 13.131 22.293 38.674 87.267 29.050 35.633 31.918 39.476 72.197 186.329 78.544 60.119 240.746 149.661 57.365 353.588 52.851 46.641 55.578 98.271 36.545

Jumlah 393.714 895.593 892.758 1.788.351

Sumber : Deli Serdang Dalam Angka, 2010

Lokasi yang menjadi daerah sampel penelitian adalah dua kecamatan dari 22 kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang, yaitu : Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Pantai Labu.


(46)

4.1.1. Kecamatan Percut Sei Tuan

Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas 190,79 km2 yang terdiri dari 18 desa dan 2 kelurahan dengan ibu kota kecamatan di Desa Tembung. Wilayah Kecamatan Percut Sei Tuan berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kota Madya Medan

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan

Pantai Labu

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli dan Kota Madya Medan

Jumlah penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan adalah sebanyak 353.588 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 177.844 jiwa, dan perempuan sebanyak 175.744 jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 74.754. Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin per desa/kelurahan di Kecamatan Percut Sei Tuan dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini :


(47)

Tabel 6. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Desa/Kelurahan di Kecamatan Percut Sei Tuan

No. Desa/Kelurahan RT Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Amplas Kenangan Tembung

Sumber Rejo Timur Sei Rotan Bandar Klippa Bandar Khalipah Medan Estate Laut Dendang Sampali Bandar Setia Kolam Saentis Cinta Rakyat Cinta Damai Pematang Lalang Percut Tanjung Rejo Tanjung Selamat Kenangan Baru 1.138 5.966 7.770 4.293 4.509 6.576 6.641 2.523 2.862 5.281 3.520 3.443 3.627 2.913 1.320 351 2.737 2.102 1.178 6.004 3.581 13.430 20.896 11.540 10.536 15.330 15.890 5.369 7.240 12.200 8.977 7.685 7.945 6.221 2.669 720 6.556 4.857 3.310 2.892 3.513 13.510 20.936 10.902 10.600 14.515 15.728 4.799 7.153 13.348 8.631 6.916 7.745 6.310 2.353 706 6.622 4.434 3.314 13.709 7.094 26.940 41.832 22.442 21.136 29.845 31.618 10.168 14.393 25.548 17.608 14.601 15.690 12.531 5.022 1.426 13.178 9.291 6.624 26.601

Jumlah 74.754 177.844 175.744 353.588

Sumber : Percut Sei Tuan Dalam Angka, 2010

Penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan sebagian besar menganut agama Islam, dan selebihnya menganut agama Protestan, Katolik, Budha, dan Hindu. Distribusi penduduk menurut agamanya dijelaskan pada tabel 7 berikut :


(48)

Tabel 7. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Percut Sei Tuan

No. Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5.

Islam Protestan Katolik Budha Hindu

306.760 30.462

9.753 819 5.794

86,76 8,61 2,76 0,23 1,64

Jumlah 353.588 100

Sumber : Percut Sei Tuan Dalam Angka, 2010 diolah

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang menganut agama Islam sebesar 86,76% atau sebanyak 306.760 jiwa, yang menganut agama Protestan sebesar 8,61% atau sebanyak 30.462 jiwa, yang menganut agama Katolik sebesar 2,76% atau sebanyak 9.753 jiwa, yang menganut agama Budha sebesar 0,23% atau sebanyak 819 jiwa, dan yang menganut agama Hindu sebesar 1,64% atau sebanyak 5.794 jiwa.

Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Percut Sei Tuan antara lain : a. PNS

b. ABRI

c. Karyawan swasta d. Pertanian

e. Perdagangan f. Nelayan g. Buruh tani h. Konstruksi i. Jasa j. Pensiunan


(49)

4.1.2. Kecamatan Pantai Labu

Luas wilayah Kecamatan Pantai Labu adalah 81,85 km2 yang terdiri dari 19 desa dengan ibu kota kecamatan di Desa Kelambir. Wilayah Kecamatan Pantai Labu berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Beringin

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis dan Kecamatan Percut Sei Tuan

Jumlah penduduk di Kecamatan Pantai Labu adalah sebanyak 49.221 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 25.023 jiwa, dan perempuan sebanyak 24.198 jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 10.445. Jumlah rumah tangga dan penduduk menurut jenis kelamin per desa di Kecamatan Pantai Labu dapat dilihat pada tabel 8 di bawah ini :


(50)

Tabel 8. Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Desa di Kecamatan Pantai Labu

No. Desa/Kelurahan RT Laki-laki Perempuan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Bagan Serdang Binjai Bakung Denai Kuala Denai Lama

Denai Sarang Burung Durian

Kelambir Kubah Sentang Paluh Sibaji Pantai Labu Pekan Pantai Labu Baru Pematang Biara Perkebunan Ramunia Ramunia I Ramunia II Rantau Panjang Rugemuk Sei Tuan Tengah 359 435 514 593 673 1.125 468 312 815 888 204 841 554 227 607 649 617 307 257 769 999 1.343 1.360 1.568 2.781 1.261 761 1.985 2.308 469 2.028 1.286 507 1.289 1.573 1.439 684 613 746 937 1.254 1.303 1.559 2.815 1.198 737 1.831 2.245 453 1.962 1.235 517 1.315 1.488 1.337 697 569 1.515 1.936 2.597 2.663 3.127 5.596 2.459 1.498 3.816 4.553 922 3.990 2.521 1.024 2.604 3.061 2.776 1.381 1.182

Jumlah 10.445 25.023 24.198 49.221

Sumber : Pantai Labu Dalam Angka, 2010

Distribusi penduduk menurut agama yang dianut oleh penduduk di Kecamatan Pantai Labu dapat dilihat pada tabel 9 berikut :

Tabel 9. Distribusi Penduduk Menurut Agama di Kecamatan Pantai Labu

No. Agama Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. Islam Protestan Katolik Budha 41.017 3.201 1.019 3.984 83,33 6,50 2,07 8,10

Jumlah 49.221 100


(51)

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa penduduk di Kecamatan Pantai Labu menganut agama Islam, Protestan, Katolik, dan Budha. Jumlah penduduk yang menganut agama Islam sebesar 83,33% atau sebanyak 41.017 jiwa, yang menganut agama Protestan sebesar 6,50% atau sebanyak 3.201 jiwa, yang menganut agama Katolik sebesar 2,07% atau sebanyak 1.019 jiwa, dan yang menganut agama Budha sebesar 8,10% atau sebanyak 3.984 jiwa.

Seperti pada umumnya masyarakat pedesaan di Indonesia, mata pencaharian utama penduduk di wilayah Kecamatan Pantai Labu adalah disektor pertanian sub sektor tanaman pangan, yang didukung dengan sektor perikanan laut yang umumnya digeluti oleh penduduk pesisir. Komposisi mata pencaharian penduduk di Kecamatan Pantai Labu adalah :

a. Pertanian tanaman pangan b. Nelayan

c. Peternakan d. Pedagang

e. Karyawan/PNS/TNI/POLRI f. Industri

g. Dan lain-lain

4.2.Karakteristik Petani Sampel

Karakteristik petani sampel di daerah penelitian adalah gambaran umum petani yang menjadi sampel di daerah penelitian. Petani sampel dalam hal ini adalah petani yang mengusahakan tanaman cabai di tahun 2011 atau pada tahun


(52)

sebelumnya. Karakteristik tersebut dilihat dari beberapa kriteria antara lain umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, dan luas lahan.

4.2.1. Umur Petani

Berdasarkan kriteria umur petani responden yang dijadikan sampel dalam berusahatani dibagi menjadi tiga kelompok angkatan kerja, yaitu kelompok usia 0 sampai 25 tahun, kemudian dari umur 26 tahun sampai 50 tahun dan dari 51 tahun sampai umur 75 tahun. Sebaran petani responden dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 10. berikut ini :

Tabel 10. Distribusi Petani Sampel Menurut Golongan Umur Golongan Umur

(Tahun)

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

0-25 0 0

26-50 61 87,14

51-75 9 12,86

Total 70 100

Sumber : Data Primer (2011), diolah dari lampiran 1

Pada Tabel. 10 dapat dijelaskan bahwa sebesar 87,14% petani atau sebanyak 61 orang petani yang melakukan kegiatan usahatani cabai berada pada usia produktif, yaitu pada rentang usia 26 tahun sampai 50 tahun. Namun faktor usia tidak membatasi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani. Hal ini terlihat dari adanya 9 orang petani responden atau sebesar 12,86% yang berusia lanjut, yaitu pada rentang usia 51 sampai 75 tahun, tetapi masih mampu melakukan aktivitas usahatani.


(53)

4.2.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu hal yang masih melekat pada karakteristik petani pada umumnya. Gambaran tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Responden

(Jiwa)

Persentase (%)

Tidak sekolah SD

SLTP SLTA

Perguruan Tinggi

0 25 29 16 0

0 35,71 41,43 22,86

0

Total 70 100

Sumber : Data Primer (2011), diolah dari lampiran 1

Berdasarkan Tabel 11 dapat dijelaskan bahwa tidak ada responden yang tidak bersekolah, namun tingkat pendidikan petani responden sebagian besar hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Hal ini terlihat dari persentase petani yang menamatkan pendidikannya sampai tingkat SD sebesar 35,71% atau sebanyak 25 orang dan yang menamatkan pendidikannya sampai tingkat SLTP sebesar 41,43% atau sebanyak 29 orang. Kemudian sisanya sebesar 22,86% atau sebanyak 16 orang petani sekolah sampai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Tidak ada responden yang pernah mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya yang mereka miliki karena para petani responden berasal dari keluarga yang ekonominya lemah atau miskin.


(54)

4.2.3. Pengalaman Berusahatani

Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner dengan para petani responden dapat diinformasikan bahwa dari total 70 orang petani, sebesar 2,86% atau sebanyak 2 orang petani responden mempunyai pengalaman bertani kurang dari 10 tahun. Sebesar 54,28% atau 38 orang petani memiliki pengalaman bertani antara 10-20 tahun, dan sebesar 31,43% atau sebanyak 22 orang petani memiliki pengalaman bertani antara 21-30 tahun. Sementara petani yang mempunyai pengalaman bertani lebih dari 30 tahun sebesar 11,43% atau sebanyak 8 orang petani. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Kriteria Pengalaman Berusahatani

Lama Pengalaman Bertani (Tahun)

Jumlah Responden (Jiwa)

Persentase (%)

< 10 2 2,86

10-20 38 54,28

21-30 22 31,43

> 30 8 11,43

Total 70 100

Sumber: Data Primer (2011), diolah dari lampiran 1

Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani menunjukkan lamanya petani dalam berusahatani. Semakin lama pengalaman berusahatani maka dapat dikatakan petani sudah mengetahui dan menguasai teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. Namun juga tetap diperlukan pendampingan usaha berupa pembinaan, pelatihan dan konsultasi pada petugas penyuluh lapangan untuk membantu para petani menjalankan kegiatan usahataninya serta dapat membantu mengatasi permasalahan di lapangan apabila para petani tidak mampu mengatasi sendiri. Selain itu pendampingan juga dapat membantu petani dalam menyerap informasi-informasi teknologi terbaru di bidang pertanian.


(55)

4.2.4. Luas Lahan

Luas lahan dalam hal ini adalah luas lahan yang digunakan petani sampel untuk menanam tanaman cabai merah. Karakteristik petani sampel berdasarkan luas lahan yang dimilikinya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut :

Tabel 13. Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Luas Lahan Kelompok Luas Lahan

(Ha)

Jumlah Petani (Jiwa)

Persentase (%)

0,0-0,5 54 77,14

0,6-1,0 15 21,43

>1,0 1 1,43

Jumlah 70 100

Sumber : Data Primer (2011), diolah dari lampiran 1

Berdasarkan Tabel 13 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar petani responden memiliki luas lahan kurang dari 1 hektar. Hal ini terlihat dari persentase petani yang memiliki luas lahan antara 0,0-0,5 hektar sebesar 77,14% atau sebanyak 54 orang petani, dan yang memiliki luas lahan antara 0,6-1,0 hektar sebesar 21,43% atau sebanyak 15 orang petani. Kemudian sisanya sebesar 1,43% atau hanya 1 orang petani saja yang memiliki luas lahan diatas 1 hektar.

Pada umumnya petani tanaman hortikultura, termasuk cabai merah, tidak memiliki lahan yang luas untuk usahataninya. Luas lahan mereka hanya sekitar 1 hektar atau bahkan kurang dari 1 hektar. Hal ini disebabkan karena keterbatasan modal yang mereka miliki sehingga mereka memanfaatkan lahan yang ada disekitar pekarangan rumah mereka untuk dijadikan lahan berusahatani.


(56)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Kecenderungan Perkembangan Harga Cabai di Kabupaten Deli Serdang 5.1.1. Perkembangan Harga Bulanan

Perkembangan harga cabai di daerah penelitian yaitu Kabupaten Deli Serdang dalam kurun waktu dua tahun terakhir dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 14. Perkembangan Harga Cabai Per Bulan di Kabupaten Deli Serdang

Bulan Harga per Kg (Rp)

Tahun 2010 Tahun 2011

Januari 23.000 43.000

Februari 21.000 29.500

Maret 21.000 17.000

April 14.500 11.000

Mei 14.000 7.000

Juni 22.000 8.500

Juli 37.000 9.000

Agustus 21.500 12.500

September 10.500 24.500

Oktober 11.000 26.500

November 20.000 27.500

Desember 35.500 32.000

Sumber : Disperindag Kabupaten Deli Serdang, 2011 diolah

Dari tabel 14 diatas dapat dilihat bahwa harga cabai merah yang tertinggi berada pada bulan Januari tahun 2011 yaitu sebesar Rp 43.000/Kg dan harga cabai merah terendah terjadi pada bulan Mei tahun 2011 yaitu sebesar Rp 7.000/Kg. Rata-rata harga cabai merah selama tahun 2010-2011 adalah 20.791,67.


(57)

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000

Harga

Bulan

Perkembangan Harga Cabai Per Bulan Tahun 2010-2011

Tingkat Harga Data di atas mempunyai nilai Standar Deviasi (simpangan baku) sebesar 9.823,349. Standar deviasi (simpangan baku) merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk melihat ukuran tingkat penyimpangan data terhadap nilai rata-ratanya. Semakin kecil nilai dari ukuran simpangan baku tersebut, maka dapat diartikan bahwa tingkat penyebaran data akan semakin mendekati nilai rata-ratanya, dan jika nilai simpangan baku = 0, dapat diartikan bahwa data sama dengan nilai rata-ratanya. 

Untuk melihat lebih jelas perubahan harga cabai yang terjadi setiap bulan pada tahun 2010-2011 dapat dilihat dalam diagram dibawah ini :

Gambar 2. Diagram Perkembangan Harga Cabai per Bulan Tahun 2010-2011

Dari data harga cabai merah bulanan di Kabupaten Deli Serdang diatas, terlihat bahwa harga cabai merah berfluktuasi setiap bulannya


(58)

5.1.2. Perkembangan Harga Mingguan

Untuk melihat lebih jelas lagi perubahan harga cabai merah yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang, berikut ini akan dijelaskan data perubahan harga cabai mingguan pada tabel 15.

Tabel 15. Perubahan Harga Cabai Mingguan di Kabupaten Deli Serdang

Minggu Tahun Minggu Tahun

2010 2011 2010 2011

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 20.000 24.000 24.000 22.500 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 21.000 18.000 12.000 12.000 12.000 13.000 13.000 13.000 15.000 15.000 15.000 25.000 26.500 39.000 45.500 42.500 34.000 40.500 50.000 40.000 21.000 21.000 19.000 17.000 18.000 18.000 13.500 13.000 11.500 10.000 9.000 8.000 6.500 6.000 6.000 6.000 7.000 8.000 8.000 10.000 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 46.500 36.000 29.000 30.000 33.000 29.000 15.500 14.000 11.000 17.000 8.500 8.500 8.500 11.000 10.500 10.500 12.000 15.000 18.000 25.000 21.000 25.000 35.000 32.500 40.500 40.000 10.000 9.000 8.000 8.000 8.500 9.000 11.000 15.000 28.000 18.000 27.000 27.000 25.000 26.000 26.000 26.000 27.000 30.500 28.000 23.000 28.000 26.000 27.000 31.000 37.500 38.000 Sumber : Disperindag Kabupaten Deli Serdang, 2011 diolah


(59)

Dari data pada tabel 15. diatas dapat digambarkan grafik perubahan harga cabai per minggunya sehingga dapat terlihat trend dari perkembangan harga cabai yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.


(60)

Gambar 3. Grafik Perubahan Harga Cabai Per Minggu di Kabupaten Deli Serdang pada Tahun 2010-2011  0

10000 20000 30000 40000 50000 60000

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 82 85 88 91 94 97

10

0

10

3

Harga

Minggu

Fluktuasi Harga Cabai Mingguan

Periode Tahun 2010-2011

Fluktuasi Harga

Linear (Fluktuasi Harga)

1    4     7   10   13  16  19   22  25  28   31  34 37   40  43  46  49   52   3     6    9    12  15   18  21  24  27  30   33  36  39  42   45    1   4   7   10  13 16 19 22 25  28 31 34 37  40 43  46 49 52  3    6    9   12 15 18 21 24 27  30  33 36 39 42  45 48 51


(61)

Dari gambar 3 diatas, diketahui bahwa kenaikan harga cabai merah terjadi pada saat perayaan hari-hari besar agama Islam dan Kristen. Sedangkan pada saat perayaan hari-hari besar agama yang lain seperti Hindu dan Budha harga cabai merah di pasaran cenderung stabil.

Untuk melihat lebih jelasnya lagi, berikut ini akan disajikan tabel perayaan hari-hari besar keagamaan sehingga dapat terlihat waktu pelaksanaan perayaan hari-hari besar keagamaan tersebut.

Tabel 16. Perayaan Hari-Hari Besar Keagamaan

No. Perayaan 2010 2011

Tanggal/Bulan Harga Tanggal/Bulan Harga

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tahun Baru Imlek Hari Raya Nyepi Hari Raya Waisak Hari Raya Idul Fitri Hari Raya Idul Adha Hari Natal 1 Januari (Minggu ke-1) 14 Februari (Minggu ke-7) 16 Maret (Minggu ke-11) 28 Mei (Minggu ke-21) 10 September (Minggu ke-36) 17 November (Minggu ke-46) 25 Desember (Minggu ke-52) Rp 20.000 Rp 21.000 Rp 21.000 Rp 15.000 Rp 17.000 Rp 25.000 Rp 40.000 1 Januari (Minggu ke-1) 3 Februari (Minggu ke-5) 5 Maret (Minggu ke-9) 17 Mei (Minggu ke-20) 31 Agustus (Minggu ke-35) 6 November (Minggu ke-45) 25 Desember (Minggu ke-52) Rp 45.500 Rp 50.000 Rp 19.000 Rp 6.000 Rp 28.000 Rp 28.000 Rp 38.000

Di tahun 2010, perayaan Idul Fitri jatuh pada tanggal 10 September 2010, berada pada minggu ke-36 di tahun 2010, harga cabai pada saat itu naik menjadi


(62)

Rp 17.000/Kg dari harga diminggu sebelumnya yaitu Rp 11.000/Kg. Pada perayaan Idul Adha yang jatuh pada tanggal 17 November 2010, berada pada minggu ke-46 di tahun 2010, harga cabai juga naik menjadi Rp 25.000/Kg dari harga pada minggu sebelumnya yaitu Rp 18.000/Kg. Demikian juga pada perayaan Natal yang dirayakan setiap tanggal 25 Desember, berada pada minggu ke-52, harga cabai sudah mulai naik dari seminggu sebelumnya yaitu pada minggu ke-51 sebesar Rp 40.500/kg dari harga Rp 32.500/Kg diminggu ke-50. Sedangkan pada perayaan Imlek yang jatuh pada tanggal 14 Februari 2010, berada pada minggu ke-7 di tahun 2010, harga cabai tetap stabil seperti minggu sebelumnya yaitu sebesar Rp 21.000/Kg. Demikian juga pada perayaan Hari Raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 16 Maret 2010, berada pada minggu ke-11 di tahun 2010, harga cabai merah masih tetap Rp 21.000/Kg. Pada perayaan Hari Raya Waisak yang jatuh pada tanggal 28 Mei 2010, berada pada minggu ke-21 di tahun 2010, harga cabai juga tidak mengalami kenaikan yang berarti dari minggu sebelumnya yaitu Rp 15.000/Kg.

Pada tahun 2011, perayaan perayaan Idul Fitri jatuh pada tanggal 31 Agustus 2011, berada pada minggu ke-35 di tahun 2011, harga cabai naik menjadi Rp 28.000/Kg dari harga di minggu sebelumnya yaitu Rp 15.000/Kg. Pada perayaan Idul Adha yang jatuh pada tanggal 6 November 2011, berada pada minggu ke-45 di tahun 2011, harga cabai sudah mengalami kenaikan seminggu sebelumnya menjadi Rp 30.500/Kg. Pada perayaan Natal tanggal 25 Desember 2011, berada pada minggu ke-52, harga cabai juga mengalami kenaikan dari harga di minggu sebelumnya yaitu sebesar Rp 38.000/kg. Pada perayaan Imlek yang jatuh pada tanggal 3 Februari 2011, berada pada minggu ke-5 di tahun 2011, harga


(63)

cabai berada pada level harga tertinggi yaitu Rp 50.000/Kg. Tingginya harga cabai di minggu ini bukan disebabkan oleh adanya perayaan Imlek, tetapi karena ada faktor lain yang mempengaruhinya, seperti faktor cuaca/iklim yang tidak menentu yang menyebabkan berkurangnya supply di pasar. Pada perayaan Hari Raya Nyepi yang jatuh pada tanggal 5 Maret 2011, berada pada minggu ke-9 di tahun 2011, harga cabai sudah kembali normal di harga Rp 19.000/Kg. Dan pada perayaan Hari Raya Waisak yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2011, berada pada minggu

ke-20 di tahun ke-2011, harga cabai jatuh ke level harga yang terendah yaitu Rp 6.000/Kg.

Selain pengaruh adanya perayaan hari-hari besar keagamaan seperti yang telah dijelaskan di atas, kenaikan harga cabai merah juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca/iklim di Kabupaten Deli Serdang.

Tingkat curah hujan rata-rata bulanan di Kabupaten Deli Serdang selama tahun 2010-2011 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) di Kabupaten Deli Serdang

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2010 207 84 212 118 132 190 218 188 356 165 337 202 2011 178 96 181 163 152 101 105 336 181 319 260 332 Sumber : BMKG Sampali Medan, 2012

Dari tabel 17 diatas, terlihat bahwa tingkat curah hujan di Kabupaten Deli Serdang selama tahun 2010-2011 cukup tinggi. Untuk jenis tanaman hortikultura, pengukuran tingkat curah hujan diukur berdasarkan kriteria Oldeman. Kriteria Oldeman membagi bulan berdasarkan tingkat curah hujannya menjadi tiga kelompok, yaitu :


(64)

1. Bulan basah : Curah hujan > 200 mm 2. Bulan lembab : Curah hujan 100-200 mm 3. Bulan kering : Curah hujan < 100 mm (BMKG Sampali Medan, 2012).

Berdasarkan kriteria diatas, Kabupaten Deli Serdang sepanjang tahun 2010-2011 secara umum berada pada kelompok bulan basah (curah hujan > 200 mm) dan bulan lembab (curah hujan 100-200 mm). Hanya pada bulan Februari saja Kabupaten Deli Serdang berada pada kelompok bulan kering (curah hujan < 100 mm). Hal ini berarti curah hujan di wilayah ini cukup untuk mengusahakan tanaman hortikultura seperti cabai merah.

Mahalnya harga cabai pada akhir tahun 2010 sampai awal tahun 2011 lalu disebabkan karena pada waktu tiga bulan sebelumnya, yaitu pada bulan September-November 2010, curah hujan di Kabupaten Deli Serdang cukup tinggi, antara 165-356 mm per bulannya. Hal ini menyebabkan banyak tanaman cabai yang baru disemai busuk karena kondisi tanah yang terlalu lembab atau bahkan tergenang oleh air. Serangan hama dan penyakit juga meningkat pada kondisi cuaca yang terlalu lembab, sehingga tanaman tidak dapat berproduksi dengan maksimal. Kondisi cuaca yang seperti ini menyebabkan langkanya cabai merah di pasaran dan pada akhirnya akan menyebabkan naiknya harga cabai merah di Kabupaten Deli Serdang.

Harga cabai merah di Kabupaten Deli Serdang ini terlihat berfluktuatif, oleh karena pengaruh berbagai faktor yang diuraikan sebelumnya, namun kecenderungan (trend) dari harga tersebut relatif tetap. Hal ini terlihat dari garis linear berwarna merah yang mendatar dari arah kiri ke kanan pada gambar 3. Ini


(65)

berarti walaupun harga cabai merah cenderung berubah-ubah setiap minggunya, tetapi perubahan tersebut mempunyai kecenderungan yang tetap.

Trend harga dari gambar 3 tersebut dihitung dengan persamaan berikut : Y = a + bx

Untuk mencari nilai b digunakan rumus: b =  x.y – n.x.y

x2 – n.x2 = 646.000 – 0

96.460 – 0 = 6,697 

Dan nilai a dicari dengan rumus : a = y – b.x

= 20.740,384 – 0 = 20.740,384

Maka, persamaan garis dari trend linear tersebut diperoleh sebagai berikut : Y = 20.740,384 + 6,697x

(Data pada lampiran 3).

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa perkembangan harga cabai di Kabupaten Deli Serdang fluktuatif dapat diterima, namun kecenderungannya tidak dapat diterima.


(66)

5.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Cabai di Kabupaten Deli Serdang

Dengan menggunakan metode analisis faktor terhadap 12 variabel yang diduga dapat mempengaruhi harga cabai merah yaitu, harga bibit, harga pupuk kimia, harga pestisida, harga mulsa, harga polybag, upah tenaga kerja, sewa alat-alat mesin pertanian, impor cabai, kondisi cuaca/iklim, perayaan hari-hari besar keagamaan, hajatan/pesta, dan biaya pemasaran ternyata hanya 10 variabel yang bisa dianalisis lebih lanjut. 10 variabel tersebut adalah harga bibit, harga pupuk kimia, harga pestisida, harga mulsa, harga polybag, impor cabai, kondisi cuaca/iklim, perayaan hari-hari besar keagamaan, hajatan/pesta, dan biaya pemasaran. Sedangkan variabel upah tenaga kerja, dan sewa alat-alat mesin pertanian tidak dianalisis lebih lanjut dan dikeluarkan dari model, karena nilai MSA (Measure Of Sampling Adequacy) dari masing-masing variabel tersebut < 0,5.

Analisis faktor merupakan salah satu teknik statistik multivariat. Tujuannya adalah untuk mengelompokkan data menjadi beberapa kelompok sesuai dengan saling korelasi antar variabel. Dalam analisis faktor, tidak ada variabel dependen dan independen. Proses analisis faktor sendiri mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antar sejumlah variabel-variabel yang saling dependen dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah awal (Kusnendi, 2008).

Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi yang terkait dengan korelasi adalah besarnya korelasi antar independen variabel harus cukup kuat (diatas 0,5).


(67)

Pengujian terhadap variabel-variabel yang telah ditentukan atau pengujian seluruh matrik korelasi antar variabel tersebut diukur dengan menggunakan metode test.

Adapun tahapan dari analisis faktor adalah sebagai berikut : a. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) and Bartlett’s test

KMO mengukur kelayakan sampling, yaitu suatu indeks yang digunakan untuk menguji ketepatan analisis faktor dari faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga cabai merah. Apabila koefisien KMO > 0,50 maka hasil analisis tersebut tepat digunakan.

Tabel 18. KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .656

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 166.319

Df 45

Sig. .000

Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa nilai KMO dan Bartlett’s test adalah 0,656 dengan signifikansi 0,0001; karena nilai KMO 0,656 > 0,5 dan signifikansi jauh dibawah 0,05 (0,0001 < 0,05), maka variabel dan sampel yang ada secara keseluruhan bisa dianalisis dengan analisis faktor.

b. Anti image matrices

Angka MSA (Measure Of Sampling Adequacy) berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria :

 MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lain.


(68)

 MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

Angka korelasi yang bertanda a (arah diagonal dari kiri atas ke kanan bawah), seperti angka MSA untuk variabel harga bibit adalah 0,543, untuk variabel harga pupuk kimia adalah 0,648, untuk variabel harga pestisida adalah 0,810, untuk variabel harga mulsa adalah 0,740, untuk variabel harga polybag adalah 0,683, untuk variabel biaya pemasaran adalah 0,581, untuk variabel kondisi cuaca/iklim adalah 0,622, untuk variabel perayaan hari-hari besar keagamaan adalah 0,772, untuk variabel hajatan/pesta adalah 0,512, dan untuk variabel impor cabai adalah 0,573. Semua variabel sudah mempunyai MSA di atas 0,5. Dengan demikian, variabel-variabel tersebut bisa dianalisis lebih lanjut (data pada lampiran 4).

c. Communalities

Communalities pada dasarnya adalah jumlah varians dari suatu variabel mula-mula yang bisa dijelaskan oleh faktor yang ada. Dengan ketentuan bahwa semakin besar communalities sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk.


(69)

Tabel 19. Communalities

Initial Extraction

Harga bibit 1.000 .369

Harga pupuk kimia 1.000 .620

Harga pestisida 1.000 .571

Harga mulsa 1.000 .663

Harga polybag 1.000 .643

Impor cabai 1.000 .661

Kondisi cuaca/iklim 1.000 .735

Perayaan hari-hari besar keagamaan 1.000 .541

Hajatan/pesta 1.000 .711

Biaya pemasaran 1.000 .508

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Untuk variabel harga bibit, angkanya adalah 0,369. Hal ini berarti sekitar 36,9% varians dari variabel harga bibit bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel harga pupuk kimia, angkanya adalah 0,620. Hal ini berarti sekitar 62% varians dari variabel harga pupuk kimia bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel harga pestisida, angkanya adalah 0,571. Hal ini berarti sekitar 57,1% varians dari variabel harga pestisida bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel harga mulsa, angkanya adalah 0,663. Hal ini berarti sekitar 66,3% varians dari variabel harga mulsa bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel harga polybag, angkanya adalah 0,643. Hal ini berarti sekitar 64,3% varians dari variabel harga polybag bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.


(70)

Untuk variabel impor cabai, angkanya adalah 0,661. Hal ini berarti sekitar 66,1% varians dari variabel biaya pemasaran bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel kondisi cuaca/iklim, angkanya adalah 0,735. Hal ini berarti sekitar 73,5% varians dari variabel kondisi cuaca/iklim bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel perayaan hari-hari besar keagamaan, angkanya adalah 0,541. Hal ini berarti sekitar 54,1% varians dari variabel perayaan hari-hari besar keagamaan bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Untuk variabel hajatan/pesta, angkanya adalah 0,711. Hal ini berarti sekitar 71,1% varians dari variabel hajatan/pesta bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Dan untuk variabel biaya pemasaran, angkanya adalah 0,508. Hal ini berarti sekitar 50,8% varians dari variabel impor cabai bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

d. Total Variance Explained

Total Variance Explained menjelaskan nilai Eigenvalue yang merupakan koefisien yang menunjukan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor yang mempunyai nilai eigenvalue > 1, maka faktor tersebut akan dimasukan ke dalam model.

Dilihat dari tabel Total Variance Explained diketahui untuk nilai eigenvalues yang melebihi 1,00 ada 3 buah, sehingga dalam hal ini akan terdapat 3 komponen yang akan dibentuk oleh varabel-variabel yang ada yang akan dimasukkan ke dalam model untuk membentuk faktor (data pada lampiran 4).


(1)

Uji Tahap 3

Factor Analysis

Correlation Matrix

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

Correlation X1 1.000 .115 .329 .236 .314 .046 .166 .112 .018 -.150

X2 .115 1.000 .484 .623 .356 .184 .277 .253 .051 -.250

X3 .329 .484 1.000 .426 .345 .165 .191 .294 .066 -.065

X4 .236 .623 .426 1.000 .287 .241 .460 .158 -.136 -.171

X5 .314 .356 .345 .287 1.000 -.050 -.113 .203 .108 -.025

X6 .046 .184 .165 .241 -.050 1.000 .388 .091 .074 -.073

X7 .166 .277 .191 .460 -.113 .388 1.000 -.086 -.387 -.273

X8 .112 .253 .294 .158 .203 .091 -.086 1.000 .368 .148

X9 .018 .051 .066 -.136 .108 .074 -.387 .368 1.000 .385

X10 -.150 -.250 -.065 -.171 -.025 -.073 -.273 .148 .385 1.000

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .656

Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 166.319

Df 45


(2)

Anti-image Matrices

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10

Anti-image Covariance X1 .762 .140 -.166 -.067 -.199 .052 -.107 -.022 -.091 .140

X2 .140 .456 -.144 -.216 -.121 .016 -.050 -.060 -.110 .175

X3 -.166 -.144 .639 -.047 -.081 -.046 -.017 -.112 .015 -.050

X4 -.067 -.216 -.047 .477 -.075 -.038 -.143 -.028 .074 -.065

X5 -.199 -.121 -.081 -.075 .697 .036 .163 -.024 .024 -.028

X6 .052 .016 -.046 -.038 .036 .776 -.232 -.024 -.164 .047

X7 -.107 -.050 -.017 -.143 .163 -.232 .524 .031 .198 .017

X8 -.022 -.060 -.112 -.028 -.024 -.024 .031 .766 -.179 -.058

X9 -.091 -.110 .015 .074 .024 -.164 .198 -.179 .602 -.229

X10 .140 .175 -.050 -.065 -.028 .047 .017 -.058 -.229 .735

Anti-image Correlation X1 .543a .237 -.238 -.110 -.273 .067 -.169 -.029 -.134 .187

X2 .237 .648a -.268 -.463 -.215 .026 -.103 -.102 -.211 .303

X3 -.238 -.268 .810a -.086 -.121 -.065 -.030 -.161 .024 -.073

X4 -.110 -.463 -.086 .740a -.130 -.063 -.286 -.046 .139 -.109

X5 -.273 -.215 -.121 -.130 .683a .049 .269 -.033 .036 -.038

X6 .067 .026 -.065 -.063 .049 .581a -.364 -.031 -.241 .062

X7 -.169 -.103 -.030 -.286 .269 -.364 .622a .048 .353 .027

X8 -.029 -.102 -.161 -.046 -.033 -.031 .048 .772a -.264 -.077

X9 -.134 -.211 .024 .139 .036 -.241 .353 -.264 .512a -.344

X10 .187 .303 -.073 -.109 -.038 .062 .027 -.077 -.344 .573a


(3)

Communalities

Initial Extraction

X1 1.000 .369

X2 1.000 .620

X3 1.000 .571

X4 1.000 .663

X5 1.000 .643

X6 1.000 .661

X7 1.000 .735

X8 1.000 .541

X9 1.000 .711

X10 1.000 .508


(4)

Total Variance Explained Compon

ent

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative %

1 2.852 28.517 28.517 2.852 28.517 28.517 2.410 24.098 24.098

2 1.946 19.462 47.978 1.946 19.462 47.978 1.813 18.135 42.233

3 1.224 12.242 60.221 1.224 12.242 60.221 1.799 17.987 60.221

4 .906 9.055 69.276

5 .733 7.326 76.602

6 .671 6.708 83.310

7 .547 5.471 88.780

8 .520 5.203 93.984

9 .335 3.347 97.330

10 .267 2.670 100.000


(5)

Component Matrixa

Component

1 2 3

X1 .461 .105 -.382

X2 .781 .095 .025

X3 .709 .256 -.055

X4 .805 -.103 .064

X5 .478 .420 -.489

X6 .381 -.146 .703

X7 .533 -.596 .308

X8 .320 .620 .232

X9 -.082 .783 .300

X10 -.333 .546 .313

Extraction Method: Principal Component Analysis. a. 3 components extracted.


(6)

Rotated Component Matrixa Component

1 2 3

X1 .591 -.122 -.071

X2 .664 .017 .422

X3 .694 .133 .269

X4 .602 -.145 .429

X5 .756 .109 -.245

X6 -.057 .144 .798

X7 .106 -.448 .723

X8 .357 .623 .157

X9 .047 .839 -.065

X10 -.243 .659 -.119

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. a. Rotation converged in 5 iterations.

Component Transformation Matrix

Component 1 2 3

1 .826 -.101 .555

2 .323 .891 -.320

3 -.462 .443 .768

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.