Supervisi Akademik Untuk Pengembangan Pr

Supervisi Akademik Untuk Pengembangan Profesionalisme Guru
Mangasa Aritonang, Ph.D.
Widyaiswara PPPPTK Bisnis dan Pariwisata
mangasa.aritonang67@gmail.com

1. Pendahuluan
Supervisi dimaknai dengan berbagai definisi, misalnya (1) sebagai hubungan kooperatif
antara seorang pemimpin dengan satu orang atau lebih untuk menyelesaikan pekerjaan
tertentu; (2) proses sosial dua arah yang dinamis yang dilakukan untuk mencapai tujuan
organisasi dengan berupaya untuk memperoleh kualitas kinerja dan berupaya
mendukung dan membantu pekerja (guru) untuk melakukan yang terbaik. Supervisi
dilaksanakan dengan tujuan untuk (1) membantu perkembangan personal dan
profesional pekerja (guru) agar mencapai kualitas terbaik; (2) mempertahankan standar
kualitas; (3) membantu memecahkan permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru;
(4) mengevaluasi proses pembelajaran, kinerja guru, kemajuan yang telah dicapai, dan
menyarankan perubahan untuk dapat bekerja lebih efektif. Ciri khas dari supervisi itu
adalah proses yang berkelanjutan yang melibatkan motivasi, pujian akan kinerja,
pengembangan staf dan kepemimpinan (Toppo, 2016).
Supervisi memiliki prinsip sebagai berikut: (1) harus mendorong seseorang untuk
mengekspresikan dirinya sendiri agar dapat mengetahui potensi yangg dimiliki; (2)
mendorong seseorang untuk berani mengambil tanggung jawab yang lebih besar; (3)

memberikan kesempatan untuk bekerja di dalam team dan mengembangkan hubungan
antar individu; (4) memberikan otonomi kepada guru berdasarkan pada kepribadian,
kompetensi, dan karakteristiknya; (5) menerjemahkan kebijakan dan memberikan
instruksi kreatif; (6) memenuhi kebutuhan setiap individu; (7) demokratis; (8)
direncanakan dengan baik; (8) menghormati kepribadian karyawan (guru) (Toppo,
2016).
Istilah supervisi akademik sering diartikan di dalam dua konteks, yaitu (1) konteks
perguruan tinggi, dimana dosen berperan sebagai supervisor melaksanakan supervisi
akademik kepada mahasiswa, dan (2) konteks sekolah, dimana kepala sekolah berperan
sebagai supervisor melaksanakan supervisi akademik kepada guru. Supervisi akademik
yang dibahas dalam tulisan ini adalah konteks yang kedua, yaitu supervisi akademik di
lingkungan sekolah, dan sering dikenal juga sebagai supervision of instruction atau
supervisi instruksional (Draper, 2017; Fischer, n.d.; Manley, 2013; Swearingen, 1962).
Untuk lingkungan sekolah, kepala sekolah biasanya bertindak sebagai supervisor dalam
menjalankan supervisi akademik kepada guru. Supervisi akademik ini harus dijalankan
dengan tujuan untuk membantu guru meningkatkan kompetensinya, sehingga guru
tersebut dapat memperbaiki strategi pembelajaran di kelas dan dapat memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik. Supervisi akademik harus
bermuara kepada peningkatan performansi atau capaian hasil belajar peserta didik.
Untuk melihat dampak supervisi akademik terhadap capaian hasil belajar peserta didik


memerlukan waktu yang panjang, dan satu studi penelitian diperlukan untuk melihat
dampak tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini terbatas pada pelaksanaan supervisi
akademik dalam upaya pengembangan profesionalisme guru saja.
2. Supervisi Akademik
Supervisi akademik adalah suatu upaya pekerjaan untuk memastikan pelaksanaan misi
pendidikan di suatu sekolah dengan cara mengawasi, melengkapi, dan memberdayakan
guru agar guru dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta
didik (Draper, 2017). Supervisi akademik dikatakan efektif bila kegiatan supervisi itu
dapat berdampak meningkatkan capaian hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu,
supervisi akademik merupakan bagian integral dalam upaya peningkatan keberhasilan
guru dan capaian hasil belajar peserta didik (Manley, 2013).
Sejarah supervisi akademik di Amerika diawali pada era koloni New England. Saat itu,
supervisi akademik dilaksanakan sebagai suatu tindakan pengawasan eksternal, yaitu
satu orang atau lebih masyarakat setempat ditunjuk untuk mengawasi apa yang
diajarkan oleh guru dan apa yang dipelajari oleh peserta didik. Kemudian di
pertengahan abad ke-19 di Amerika, pengawasan dilakukan oleh superintendent untuk
memastikan bahwa guru mengikuti dan mematuhi sebagaimana digariskan dalam
kurikulum dan peserta didik dapat mengikuti pelajaran. Karena jumlah sekolah terus
bertambah, dan tugas ini tidak mungkin dilakukan oleh superintendent, maka tugas

supervisi akademik diserahkan kepada kepala sekolah (Starratt, 2017).
Di Indonesia, supervisi akademik secara formal diberlakukan sejak adanya Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0134/1977 yang menyatakan bahwa
kepala sekolah, penilik sekolah di tingkat kecamatan, dan pengawas sekolah di tingkat
kabupaten dan kotamadya dapat berperan melaksanakan tugas supervisi akademik
(Santoso, 2011). Pada tahun 2007, pelaksanaan supervisi akademik di sekolah
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses, yang menyatakan bahwa:
“Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian
hasil pembelajaran.
Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman,
wawancara, dan dokumentasi.
Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan” (Badan Standar
Nasional Pendidikan, 2007).

Dari pernyataan di dalam Permendikbud 41/2007 tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan supervisi akademik pada intinya adalah membantu guru dalam
meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Pada waktu yang bersamaan, pelaksanaan
supervisi akademik juga membantu guru mengembangkan profesionalsimenya dalam
hal pembelajaran, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian

pembelajaran. Perencanaan pembelajaran meliputi penyusunan perangkat pembelajaran
seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), skenario pembelajaran, penyiapan
materi dan media pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran meliputi strategi atau
metode pembelajaran, pengelolaan kelas, penggunaan media pembelajaran, dan juga
pelaksanaan penilaian pembelajaran.

3. Pengembangan Profesionalisme Guru
Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun
2005, guru adalah pendidik profesional, baik di jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan anak usia dini, yang keprofesionalannya diakui dan
dibuktikan dengan sertifikat pendidik (Presiden Republik Indonesia, 2005). Disebutkan
juga dalam Undang-undang tersebut bahwa salah satu hak guru dalam melaksanakan
tugas keprofesionalannya adalah memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi
dalam bidangnya. Untuk dapat merealisasikan pelatihan dan pengembangan profesi
guru, analisis kebutuhan pelatihan guru sangat diperlukan. UU nomor 14 tahun 2005
ini konsisten dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, yang menyatakan bahwa “pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah
pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap,
berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya” (Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2009). Artinya, pelatihan
dan pengembangan yang diikuti harus sesuai dengan kebutuhan guru tersebut. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis kebutuhan guru adalah melalui
supervisi akademik.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditektorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan sangat perduli dengan pengembangan profesionalsime guru.
Berbagai upaya telah dilaksanakan, yang salah satunya adalah program Guru
Pembelajar pada tahun 2016 dan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) pada tahun 2017. Kedua program ini dilaksanakan berdasarkan hasil Uji
Kompetensi Guru (UKG) dengan standar minimal kelulusan yang terus ditingkatkan.
Kedua program tersebut di atas mengandung makna bahwa guru harus terus berupaya
meningkatkan profesionalismenya; guru harus terus dan secara berkelanjutan belajar
untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya. Melalui program pengembangan
profesionalisme guru yang berkelanjutan, guru akan terus mengikuti perkembangan
informasi hasil penelitian tentang bagaimana peserta didik belajar, perkembangan
kurikulum dan ilmu pengetahuan, dan perkembangan alat teknologi yang dapat
digunakan untuk pembelajaran di dalam kelas. Program pengembangan
profesionalisme guru yang terbaik adalah program yang berkelanjutan (on-going),
berbasis pengalaman (experienial), kolaboratif (collaborative), dan terhubung
(connected) dan berawal dari pengalaman dengan peserta didik serta pemahaman akan

budaya peserta didik (Edutopia Team, 2008).
Program pengembangan keprofesian ini menjadi sangat penting karena peserta didik
berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang terbaik (Edutopia Team, 2008).
Pernyataan ini mengandung makna bahwa apapun yang dilakukan oleh guru untuk
peningkatan kompetensinya harus berdampak pada peningkatan kualitas belajar siswa.
Siswa menjadi penerima manfaat dari program pengembangan profesionalisme guru.
Oleh karena itu, nilai perolehan siswa dalam proses pembelajaran menjadi salah satu
tolok ukur untuk mengevaluasi kompetensi profesional dan pedagogik guru. Yang
menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah program pelatihan dan pengembangan

profesionalsime guru di Indonesia sudah efektif dan berdampak pada peningkatan
kualitas hasil belajar siswa. Sebagai contoh, menurut laporan penelitian dari Center for
Public Education, National School Boards Association di Amerika, kebanyakan
program pengembangan profesionalisme guru yang telah berjalan di Amerika itu tidak
efektif karena program pelatihan dan pengembangan tersebut tidak berdampak pada
peningkatan kualitas belajar siswa, dan juga tidak berdampak pada perubahan strategi
mengajar guru (Gulamhussein, 2013). Center for Public Education di Amerika
menyarankan 5 prinsip untuk program pelatihan dan pengembangan profesionalisme
guru yang efektif:
1) Durasi program pengembangan profesionalisme guru harus signifikan dan

berkelanjutan agar guru dapat mempelajari strategi baru dan mampu mengatasi
masalah implementasinya
2) Harus ada dukungan untuk guru pada saat tahap implementasi, dimana
kemungkinan besar ada tantangan khusus dalam penerapan strategi pembelajaran
baru
3) Guru harus terlibat aktif dalam memaknai pendekatan atau strategi pembelajaran
baru, bukan menjadi pendengar pasif.
4) Memberi contoh atau praktek akan sangat membantu guru dalam memahami hal
yang baru
5) Konten yang disajikan kepada guru harus spesifik kepada kelompok guru tertentu
(Gulamhussein, 2013).
4. Pelaksanaan Supervisi Akademik yang Efektif
Sebagaimana telah disebutkan terlebih dahulu bahwa program pengembangan
profesionalisme guru harus berdampak positif terhadap peningkatan kualitas hasil
belajar peserta didik. Oleh karena itu, pelaksanaan supervisi akademik harus
direncanakan dan dijadwalkan. Dalam tahap perencanaan supervisi akademik,
supervisor perlu menyiapkan jadwal supervisi, menentukan pendekatan dan teknik
pelaksanaan supervisi, dan menyiapkan beberapa instrumen seperti instrumen penilaian
persiapan perangkat pembelajaran (RPP) yang disiapkan oleh guru, instrumen
observasi kelas, dan instrumen umpan balik. Dan yang tidak kalah pentingnya pada

tahap perencanaan supervisi akademik adalah bahwa supervisor harus mengembangkan
tujuan supervisi akademik yang SMART (Specific/kusus, measurable/terukur,
attainable/dapat dicapai, results-oriented/berorientasi pada hasil, timely/sesuai jadwal)
(Draper, 2017).
Di samping itu juga telah disebutkan bahwa supervisi akademik adalah salah satu cara
yang dapat diterapkan untuk identifikasi permasalahan dan kebutuhan guru, yang
kemudian program pengembangan profesionalisme guru dapat direncanakan. Sebagai
contoh, sebuah studi di Nigeria melaporkan hubungan yang sangat signifikan antara
supervisi akademik terhadap guru dengan capaian akademik siswa, dan menyatakan
bahwa melalui supervisi akademik guru, peserta didik, dan manajemen sekolah dapat
mencapai tujuan sekolah - peningkatan kualitas akademik peserta didik (Ayandoja,
Aina, & Idowu, 2017). Studi di Kecamatan Wanasari, Kabupaten Brebes, juga
melaporkan bahwa supervisi akademik berhasil meningkatkan motivasi guru dalam
penyusunan perangkat persiapan pembelajaran yang meliputi RPP dan silabus melalui

tiga siklus supervisi, yang tiap siklus terdiri dari kegiatan perncanaan, pelaksanaan,
pengamatan, refleksi, dan revisi (Rosilawati, 2014).
5. Supervisi Akademik untuk Pengembangan Profesionalsime Guru
Keberhasilan atau efektivitas pelaksanaan supervisi akademik untuk pengembangan
profesionalisme guru sangat tergantung pada supervisor yang berkualitas, guru yang

berkomitmen, dan informasi terkait pelaksanaan supervisi akademik tersebut.
a. Supervisor yang berkualitas
Supervisor yang berkualitas adalah seseorang yang bertugas melaksanakan
supervisi akademik terhadap guru dan sudah memliki kopetensi yang memadai
dalam melaksanakan tugas tersebut. Supervisor yang berhasil dalam melaksanakan
tugasnya adalah supervisor yang memberikan dukungan kepada guru yang tidak
hanya melalui workshop tetapi juga ada pada saat dibutuhkan oleh guru dalam
bentuk supervisi klinis. Lebih jauh lagi, supervisor juga perlu bekerja sama dengan
orang tua peserta didik dan guru untuk dapat mengetahui kebutuhan masyarakat
dan dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik
(Draper, 2017; Manley, 2013). Lebih jauh lagi, Draper (2017) menegaskan bahwa
supervisor yang tangguh dan berkualitas tidak hanya mencari bukti tentang
kegiatan atau performansi terbaik guru tetapi juga akan mencari bukti performansi
terbaik peserta didik. Misalnya, supervisor bisa saja menemukan bahwa guru dalam
pengelolaan kelas telah menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok
kecil agar peserta didik dapat berkolaborasi, tetapi bila peserta didik dalam
kelompok membicarakan topik menyimpang dari yang seharusnya, maka
kelompok kecil itu menjadi tidak efektif.
Supervisor yang berkualitas harus memiliki tiga kompetensi supervisi akademik,
yaitu (1) merencanakan program supervisi akademik, (2) melaksanakan program

supervisi akademik, dan (3) menindaklanjuti program supervisi akademik
(Manggar, Cahyono, & Wardjojo, 2011). Namun, di dalam program
pengembangan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah (PKB KS) tahun 2017,
ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh supervisor dalam pelaksanaan
supervisi akademik, yaitu kompetensi merencanakan supervisi akademik,
melaksanakan supervisi akademik, menganalisis hasil supervisi akademik, dan
menyusun program tindak lanjut supervisi akademik (Snae, Budiati, & Aritonang,
2017). Keempat kompetensi ini merupakan satu kesatuan yang dilaksanakan secara
sistematis dan dilaksanakan secara kolaboratif bersama guru yang disupervisi.
Kepala sekolah harus memilki kompetensi sebagai supervisor dan bahkan menjadi
persyaratan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk keberhasilan
pelaksanaaan tugas supervisi akademik (Rahabav, 2016).
Sebagai jabaran dari keempat kompetensi di atas, Fischer (n.d.) menyatakan bahwa
untuk meningkatkan profesionalsime guru melalui supervisi akademik, supervisor
harus mengetahui dan terampil dalam hal berikut ini:
 Apa yang mau dievaluasi dari guru
 Bagaimana mengobservasi dan menganalisis hasil observasi dan data
lainnya
 Bagaimana menerjemahkan hasil observasi dan ringkasan informasi
kedalam umpan balik yang agar guru dapat termotivasi meningkatkan


kompetensinya.
Sementara itu, Toppo (2016) mendeskripsikan supervisor yang berkualitas
memiliki karakter seperti berikut ini: teliti, adil, inisiatif, antusias, emosi terkontrol,
penampilan baik dan rapi, mampu mengajar.
b. Guru yang berkomitmen
Pendidikan berkualitas tidak dapat diperoleh tanpa upaya dari guru yang
berkomitmen dan berdedikasi. Guru yang berkomitmen harus menanamkan dan
menumbuh-kembangkan nilai-nilai yang akan menggiring guru tersebut untuk
selalu mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas (Razak,
Darmawan, & Keeves, 2009).
Untuk menjadi guru yang profesional, guru harus memiliki komitmen untuk
mengembangkan profesionalismenya. Hal ini konsisten dengan UU Nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen, persisnya di bagian prinsip profesionalitas
bahwa guru harus “memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan”
(Presiden Republik Indonesia, 2005). Guru yang berkomitmen selalu menginginkan
perubahan dan pengembangan profesionalisme (Mart, 2013). Lynch (2015)
menyarankan lima komitmen profesional yang harus ditunjukkan oleh guru, yaitu:
1) Berkomitmen menjadi guru pembelajar sepanjang hayat
2) Memanfaatkan kurikulum dengan penuh tanggung jawab
3) Perlakukan semua peserta didik dengan sama, adil, dan bertanggung jawab
4) Penuhi kebutuhan belajar setiap peserta didik
5) Berkontribusi secara aktif pada profesi
Komitmen yang pertama – menjadi guru pembelajar sepanjang hayat – sangat
berkaitan dengan prinsip program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang
dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016. Dalam kaitannya
dengan supervisi akademik, guru harus berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil
supervisi akademik untuk pengembangan profesionalismenya.
c. Pelaksanaan supervisi
Hal ketiga yang menjadi faktor keberhasilan supervisi akademik untuk
pengembangan profesionalsime guru adalah pelaksanaan supervisi akademik itu
sendiri, yang mencakup pendekatan dan teknik yang digunakan.
Ada tiga jenis pendekatan supervisi akademik menurut Abanil (2014), yaitu (1)
directive supervision, (2) collaborative supervision, dan (3) self-directed
supervision. Directive supervision maksudnya adalah supervisi yang dilakukan
kepada guru dimana supervisor lebih dominan memberikan arahan atau petunjuk
kepada guru. Pendekatan supervisi ini biasanya digunakan kepada guru yang
mengalami kesulitan dan atau guru yang membutuhkan bimbingan atau
pengawasan atas inovasi baru, misalnya cara penggunaan teknologi yang belum
pernah digunakan sebelumnya, atau strategi pembelajaran yang baru diperkenalkan.
Pendekatan supervisi direktif ini dapat dilakukan secara intensif ataupun bersifat
informasional. Collaborative supervision maksudnya adalah supervisi yang
dilakukan oleh sesama rekan guru karena guru-guru itu dianggap bertanggung

jawab atas perkembangan profesionalsimenya sendiri. Di dalam pendekatan ini,
para guru bekerjasama dan saling belajar satu sama lain. Self-directed supervision
maksudnya adalah guru melakukan supervisi akademik terhadap dirinya sendiri.
Pendekatan supervisi ini hanya diberikan kepada guru yang sudah advanced,
mandiri, dan dapat mengarahkan diri-sendiri, atau kepada guru yang memiliki
pengetahuan dan memahami apa yang mesti dia lakukan untuk supervisi terhadap
dirinya sendiri. Dalam pendekatan ini, peranan supervisor hanya menyediakan
sumber-sumber teknis, motivasi, dan bantuan.
Supervisi akademik dapat dilakukan melalui pemberian contoh di dalam kelas,
diskusi, konsultasi, atau pelatihan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 2016).
Selain itu, mengutip dari Peretomode (2004), Archibong (2012) menjabarkan
beberapa teknik yang dapat dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan
dari pelaksanaan supervisi akademik:
1) Observasi kelas: mengobservasi guru yang sedang mengajar di kelas, dan
menganalisis proses pembelajarannya, kepribadian guru di kelas, interaksi
antara guru dan peserta didik, materi ajar dan presentasi pelajaran. Semua ini
diamati oleh supervisor.
2) Demonstrasi: mempresentasikan materi kepada sekelompok guru untuk
diperhatikan, dan mendorong guru untuk berdiskusi kelompok agar dapat
belajar dan bertumbuh bersama.
3) Kunjungan antar kelas: sering dikenal dengan intervisiting atau reciprocal
visitations, yaitu melibatkan seorang guru mengamati guru lain yang sedang
mengajar di kelas yang lain pada sekolah yang sama (inter-class visitation) atau
di sekolah yang berbeda (inter-school visitation). Teknik ini sangat bermanfaat
bila guru pemula datang mengamati guru yang sudah berpengalaman.
4) Workshop: melibatkan sekelompok guru untuk mendiskusikan topik khusus
secara tatap muka dan mencoba mencari solusinya.
5) Micro-teaching: Guru yang dievaluasi mengajar di depan kelompok guru
lainnya untuk mendapatkan umpan balik. Setelah umpan balik diberikan, guru
tersebut harus memperbaiki strategi mengajarnya dan mengulangi praktek
mengajar kembali, baik kepada rekan yang sama ataupun kelompok guru
lainnya.
6) Mendengarkan ke rekaman: Teknik ini menyajikan rekaman kepada
sekelompok guru agar guru dapat mengembangkan pemahaman dan
keterampilan mereka. Rekaman dapat berupa audio (suara saja) ataupun video.
7) Latihan terbimbing: Teknik ini melibatkan seorang atau sekelompok guru
melakukan aktivitas yang telah dirancang. Pada teknik ini, melakukan lebih
ditekankan dari pada sekedar berbicara.
8) Penelitian: Supervisor bekerja bersama dengan guru dengan tujuan untuk
mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh guru tersebut.
d. Program tindak lanjut
Pelaksanaan supervisi akademik tidak selesai pada observasi dan analisis data,
tetapi harus ditindaklanjuti dengan memberikan umpan balik kepada guru yang
bersangkutan dan menyusun program untuk pengembangan profesionalisme guru

berdasarkan data yang ditemukan dan hasil analisis data. Umpan balik diberikan
agar guru dapat mengerti akan kekuatan dan kelemahannya, mengubah perilaku
berdasarkan hasil temuan, dan melaksanakan program perbaikan berdasarkan
kesepakatan dengan supervisor (Snae et al., 2017). Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan nomor 22 tahun 2016 menyatakan bahwa guru yang menunjukkan
kinerja yang memenuhi atau melampaui standar diberikan penguatan dan
penghargaan. Kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian
berkelanjutan diberikan kepada guru sesuai dengan kebutuhannya (Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, 2016).
6. Kesimpulan dan Saran
Supervisi akademik diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengembangan
profesionalisme guru. Kepala sekolah atau pengawas sekolah adalah orang yang
diberikan hak untuk melakukan supervisi akademik kepada guru. Supervisi akademik
harus dilakukan secara kolaboratif antara supervisor dan guru yang disupervisi dengan
memperhatikan prinsip-prinsip supervisi akademik. Agar supervisi akademik dapat
berjalan dengan baik dan efektif, perencanaan dan penjadwalan harus dilakukan.
Pendekatan dan teknik supervisi akademik yang akan diterapkan harus sudah
ditentukan pada tahap perencanaan. Supervisor harus memiliki kompetensi yang
memadai dalam melaksanakan tugas supervisi akademik, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, analisis data, dan pemberian umpan balik serta penyusunan program
tindak lanjut untuk pengembangan profesionalisme guru.

Referensi

Abanil, E. V. (2014). Approaches to instructional supervision . Retrieved from
https://www.slideshare.net/edgarabanil/approaches-to-instructional-supervision
Archibong, F. I. (2012). Instructional supervision in the administration of secondary education:
A panacea for quality assurance. European Scientific Journal, 8(13), 61–70.
Ayandoja, A. C., Aina, B. C., & Idowu, A. F. (2017). Academic supervision as a correlate of
students’ academic performance in secondary schools in Ekiti State, Nigeria.
International Journal of Education Policy Research and Review, 4(1), 8–13.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Draper, L. E. (2017). Leadership: Definition of instructional supervision. Retrieved August 15,
2017,
from
http://ledraperportfolio.weebly.com/uploads/4/7/6/7/47674545/definition_of_instructi
onal_supervision.pdf
Edutopia Team. (2008). Why is teacher development important?: Because students deserve the
best. Retrieved from https://www.edutopia.org/teacher-development-introduction
Fischer,
C.
F.
(n.d.).
Supervision
of
instruction.
Retrieved
from
http://www.stanswartz.com/adminbook/chap3.htm

Gulamhussein, A. (2013). Teach the teacher: Effective professional development in an era of
high
stakes
accountability.
Retrieved
August
15,
2017,
from
http://www.centerforpubliceducation.org/teachingtheteachers
Lynch, M. (2015). 5 professional commitments you need to make as a teacher. Retrieved
August 17, 2017, from http://www.theedadvocate.org/5-professional-commitmentsyou-need-to-make-as-a-teacher/
Manggar, J., Cahyono, Y., & Wardjojo, J. (2011). Supervisi Akademik. Lembaga
Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah.
Manley, S. (2013). Definition of instructional supervision. Retrieved August 15, 2017, from
https://sites.google.com/site/aprincipalsprinciples/definition-of-instructionalsupervision
Mart, C. T. (2013). A passionate teacher: Teacher commitment and dedication to student
learning. International Journal of Academic Research in Progressive Education and
Development, 2(1), 437–442.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2009). Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
Presiden Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005
tentang guru dan dosen (2005).
Rahabav, P. (2016). The effectiveness of academic supervision for teachers. Journal of
Education and Practice , 7(9), 47–55.
Razak, N. A., Darmawan, I. G. N., & Keeves, J. P. (2009). Teacher commitment. In
International handbook of research on teachers and teaching - 2009 (Vol. 21, pp. 343–
360).
Boston,
MA:
Springer.
Retrieved
from
https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-0-387-73317-3_22
Rosilawati, T. (2014). Supervisi akademik dalam upaya peningkatan motivasi guru menyusun
perangkat persiapan pembelajaran. Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah Dan
Kepengawasan, 1(2), 57–62.
Santoso, J. B. (2011). Peranan pengawas sekolah dalam ujian nasional di Kabupaten
Indramayu. Universitas Indonesia, Jakarta.
Snae, Y. D. I., Budiati, A. C., & Aritonang, M. (2017). M10 SMK Supervisi akademik: Modul
pengembangan keprofesian berkelanjutan Kepala Sekolah 2017. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Starratt, R. J. (2017). The History of Supervision, Roles and Responsibilities of Supervisors,
Issues Trends and Controversies. Retrieved August 16, 2017, from
http://education.stateuniversity.com/pages/2472/Supervision-Instruction.html
Swearingen, M. E. (1962). Supervision of instruction. Boston, MA: Allyn and Bacon.
Toppo, M. (2016). Principles and techniques of supervision . Retrieved from
https://www.slideshare.net/mamtakujur7/principles-and-techniques-of-supervision