kurikulum dalam pengembangan sistem pemb

MODUL PEMBELAJARAN
MATAKULIAH PERENCANAAN PEMBELAJARAN
BAB II
KURIKULUM DALAM PENGEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN
I.

II.

STANDAR KOMPETENSI
Mengembangkan Rencana Pembelajaran Mata Pelajaran Ekonomi di SMA, Mata Pelajaran
Bisnis Manajemen di SMK Bisnis Manajemen, dan IPS di SMP.
KOMPETENSI DASAR
Mendiskripsikan Hakekat Pengembangan Kurikulum

III.

INDIKATOR
A. Menjelaskan pengertian kurikulum
B. Mendeskripsikan fungsi-fungsi kurikulum
C. Menganalisis komponen-komponen kurikulum
D. Menjelaskan gambaran umum KTSP dan K13

E. Menjelaskan perbedaan KTSP dengan K13

IV.

MATERI PEMBELAJARAN
A. Pengertian Kurikulum
Secara etimologis istilah kurikulum yang dalam bahasa Inggris ditulis
“curriculum” berasal dari bahasa Yunani yaitu “curir” yang berarti “pelari”, dan
“curere” yang berarti “tempat berpacu”. Tidak heran jika dilihat dari arti harfiahnya,
istilah kurikulum tersebut pada awalnya digunakan dalam dunia Olah raga, seperti bisa
diperhatikan dari arti “pelari dan tempat berpacu”, yang mengingatkan kita pada jenis
olah raga Atletik. Berawal dari makna “curir” dan “curere” kurikulum berdasarkan
istilah diartikan sebagai “Jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari
start sampai finish untuk memeroleh medali atau penghargaan”. Pengertian tersebut
kemudian diadaptasikan ke dalam dunia pendididikan dan diartikan sebagai “Sejumlah
mata pelajaran yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal hingga akhir
program demi memeroleh ijazah”
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasioanal Bab I pasal 1 ayat 19, Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Definisi yang dikemukakan dalam UU No 20 Tahun 2003
tersebut sekaligus menegaskan bahwa kurikulum bukan hanya terbatas pada materi
belajar semata seperti pemahaman yang selama ini terjadi. Sementara itu, definisi
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.

Terdapat beberapa ahli yang mendefinisikan kurikulum. J.Galen Saylor dan
William M.Alexander (1956) menjelaskan “The Curriculum is the sum total of school’s
efforts to influence learning, whwther in the classroom, on the playground, or out of
school”. Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam
ruangan kelas, di halaman sekolah atau diluar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum
meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler. Sementara itu, Harold B.
Albertsycs (1965) mengandung kurikulum sebagai “All of the activities that are
provided for students by the shcool”. Seperti halnya dengan definisi Saylor dan
Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi
kegiatan-kegiatan lain, didalam dan diluar kelas, yang berada di bawah tanggung jawab
sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa diluar mata
pelajaran tradisional. J.Lloyd Trump dan Delmas F.Miller (1973) juga menganut definisi
kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode

mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan
tenaga pengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal
struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata
pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sngat erat hubungannya,
sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan tiga-tiganya.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah keseluruhan perangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
B. Fungsi Kurikulum
Kurikulum mengemban berbagai fungsi tertentu. Alexander Inglis, dalam
bukunya Principle of Secondary Education (1918), mengatakan bahwa kurikulum
berfungsi sebagai fungsi penyesuaian, fungsi pengintegrasian, fungsi diferensiasi,
fungsi persiapan, fungsi pemilihan, dan fungsi diagnostik.
1. Fungsi Penyesuaian
Dalam hal ini, kurikulum berfungsi sebagai alat pendidikan dalam menghadapi
perubahan dalam lingkungan sehingga kurikulum diharapkan mampu membantu
seorang individu dalam proses adaptasinya dengan segala perubahan yang terjadi
di lingkungannya.

2. Fungsi Pengintegrasian
Dalam hal ini, kurikulum berfungsi mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi.
Oleh karena individu sendiri merupakan bagian dari masyarakat, maka pribadi
yang terintegrasi itu akan memberikan sumbangan dalam pembentukan atau
pengintegrasian masyarkat.

3. Fungsi Diferensiasi

Dalam hal ini, Kurikulum perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaan
diantara setiap orang di masyarkat. Pada dasarnya, diferensiasi akan mendorong
orang-orang berpikir kritis dan kreatif, sehingga akan mendorong kemajuan sosial
dalam masyarakat. Akan tetapi, adanya diferensiasi tidak berarti mengabaikan
solidaritas sosial dan integrasi, karena diferensiasi juga dapat menghindarkan
terjadinya stagnasi sosial.
4. Fungsi Persiapan
Kurikulum befungsi mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih
lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih jau,misalnya melanjutkan studi ke sekolah
yang lebih tinggi atau persiapan belajar di dalam masyarakat. Persiapan
kemampuan belajar lebih lanjut ini sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak
mungkin memberikan semua yang diperlukan siswa atau pun yang menarik

perhatian mereka.
5. Fungsi Pemilihan
Perbedaan (diferensasi) dan pemilihan (seleksi) adalah dua hal yang saling
berkaitan. Pengakuan atas perbedaan berarti memberikan kesempatan bagi
seseorang untuk memilih apa yang diinginkan dan menarik minatnya. Kedua hal
tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat yang menganut sistem
demokratis. Untuk mengembakan berbagai kemampuan tersebut, maka kurikulum
perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel.
6. Fungsi Diagnostik
Salah satu segi pelayanan pendidikan adalah membantu dan mengarahkan siswa
untuk mampu memahami dan menerima dirinya, sehingga dapat mengembangkan
seluruh potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat dilakukan jika siswa menyadari
semua kelemahan dan kekuatan yang dimilikinya melalui proses ekspolarasi.
Selanjutnya siswa sendiri yang memperbaiki kelemahan tersebut dan
mengembangkan sendiri kekuatan yang ada. Fungsi ini merupakan fungsi
diagnostik kurikulum dan akan membimbing siswa untuk dapat berkembang
secara optimal. Berbagai fungsi kurikulum tadi dilaksanakan oleh kurikulum secara
keseluruhan. Fungsi-fungsi tersebut memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan siswa,sejalan dengan arah filsafat pendidika dan tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh insitusi pendidikan yang bersangkutan.

Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendididkan. Dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain
tidak akan sama karena setiap bangsa dan negara mempunyai filsafat dan tujuan
pendidikan tertentu yang dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, ideologi,
kebudayaan, maupun kebutuhan negara itu sendiri. Di Idonesia, kurikulum memilki
beberapa fungsi pokok, antara lain :
1. Kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

2. Kuriulum merupakan program yang harus dilaksanakan oleh guru dan murid
dalam proses belajar mengajar, guna mencapai tujuan-tujuan itu.
3. Kurikulum merupakan pedoman guru dan siswa agar terlaksana proses belajar
mengajar dengan baik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Secara umum, kurikulum memiliki beberapa fungsi bagi beberapa pihak,
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Kurikulum Bagi Sekolah.
a. Sebagai alat mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan.
b. Sebagai pedoman mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah tersebut,
fungsi ini meliputi :
1) Jenis program pendidikan yang harus dilaksanakan

2) Cara menyelenggarakan setiap jenis program pendidikan
3) Orang yang bertanggung jawab dan melaksanakan program pendidikan.
2. Kurikulum Bagi Tingkat Pendidikan yang Lebih Tinggi antara lain.
a. Fungsi Kesinambungan. Sekolah pada tingkat atasnya harus mengetahui
kurikulum yang dipergunakan pada tingkat bawahnya sehingga dapat
menyesuaikan kurikulum yang diselenggarakannya.
b. Fungsi Peniapan Tenaga. Bilamana sekolah tertentu diberi wewenang
mempersiapkan tenaga guru bagi sekolah yang memerlukan tenaga guru tadi,
baik mengenai isi, organisasi, maupun cara mengajar.
3. Kurikulum Bagi Guru.
Guru tidak hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum sesuai dengan kurikulum
yang berlaku, tetapi juga sebagai pengembanga kurikulum dalam rangaka
pelaksanaan kurikulum tersebut.
4. Kurikulum Bagi Kepala Sekolah.
Bagi kepala sekolah, kurikulum merupakan barometer atau alat pengukur
keberhasilanprogram pendidikan di sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah
dituntut untuk menguasai dan mengontrol, apakah kcegiatan proses pendidikan
yang dilaksanakan itu berpijak pada kurikulum yang berlaku.
5. Kurikulum Bagi Pengawas.
Bagi para pengawas, fungsi kurikulum dapat dijadikan sebagai pedoman, patokan,

atau ukuran dan menetapkan bagaimana yang memerlukan penyempurnaan atau
perbaikan dalam usaha pelaksanaan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan.
6. Kurikulum Bagi Masyarakat.
Melalui kurikulum sekolah yang bersangkutan, masyarakat bisa mengetahui
apakah pengetahuan, sikap, dan nilai serta keterampilan yang dibutuhkannya
relevan atau tidak dengan kuri-kulum suatu sekolah.
7. Kurikulum Bagi Pemakai Lulusan.
Instansi atau perusahaan yang mempergunakan tenaga kerja yang baik dalamarti
kuantitas dan kualitas agar dapat meningkatkan produktivitas.

Kurikulum bagi program pendidikan dimana sekolah sebagai institusi sosial
melaksanakan oprerasinya, paling tidak dapat ditentukan 3 jenis peranan kurikulum :
1. Peranan Konservatif.
Menekankan bahwa kurikulum itu dapat dijadikan sebagai sarana untuk
mentramisikan nilai-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan
dengan masa kini bagi generasi muda.
2. Peranan Kritis dan evaluative.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi
setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu
mengembangkan sesuatu yang baru sesuai dengan perkembangan.

3. Peranan Aktif.
Peranan ini dilatar belakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya
yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Sehingga
pewarisan dan nilai-nilai budaya masa lalu.kepada siswa perlu disesuaikan dengan
masa sekarang.
C. Komponen Kurikulum
Kurikulum memiliki lima komponen utama, yaitu : (1)Tujuan; (2)Materi;
(3)Strategi pembelajaran; (4)Organisasi kurikulum dan (5)Evaluasi. Kelima komponen
tersebut memiliki keterkaitan yang erat dan tidak bisa dipisahkan. Untuk lebih
jelasnya, di bawah ini akan diuraikan tentang masing-masing komponen tersebut.
1. Tujuan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dikemukakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Tujuan pendidikan nasional yang merupakan pendidikan pada tataran
makro, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan institusional yaitu tujuan

pendidikan yang ingin dicapai dari setiap jenis maupun jenjang sekolah atau satuan
pendidikan tertentu. Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian
dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin
dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau
satuan pendidikan. Tujuan-tujuan pendidikan mulai dari pendidikan nasional
sampai dengan tujuan mata pelajaran masih bersifat abstrak dan konseptual, oleh
karena itu perlu dioperasionalkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk tujuan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan tujuan pendidikan yang lebih
operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap
mata pelajaran.
2. Materi

Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari
filsafat dan teori pendidikan dikembangkan. Seperti telah dikemukakan di atas
bahwa pengembangan kurikulum yang didasari filsafat klasik (perenialisme,
essensialisme, eksistensialisme) penguasaan materi pembelajaran menjadi hal
yang utama. Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan
sistematis, dalam bentuk :
a. Teori. Yaitu seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang
saling berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala

dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan
maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
b. Konsep. Yaitu suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususankekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
c. Generalisasi. Yaitu kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus,
bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
d. Prinsip. Yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
e. Prosedur. Yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran
yang harus dilakukan peserta didik.
f. Fakta. Yaitu sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting,
terdiri dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
g. Istilah. Yaitu kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang
diperkenalkan dalam materi.
h. Contoh/ilustrasi. Yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas suatu uraian atau pendapat.
i. Definisi. Yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu
hal/kata dalam garis besarnya.
j. Preposisi. Yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
Berkenaan dengan penentuan materi pembelajaran dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, pendidik memiliki wewenang penuh untuk
menentukan materi pembelajaran, sesuai dengan standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran. Dalam
prakteknya untuk menentukan materi pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal
berikut :
a. Sahih (valid); dalam arti materi yang dituangkan dalam pembelajaran benarbenar telah teruji kebenaran dan kesahihannya. Di samping itu, juga materi
yang diberikan merupakan materi yang aktual, tidak ketinggalan zaman, dan
memberikan kontribusi untuk pemahaman ke depan.
b. Tingkat kepentingan; materi yang dipilih benar-benar diperlukan peserta didik.
Mengapa dan sejauh mana materi tersebut penting untuk dipelajari.
c. Kebermaknaan; materi yang dipilih dapat memberikan manfaat akademis
maupun non akademis. Manfaat akademis yaitu memberikan dasar-dasar

pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan lebih lanjut pada
jenjang pendidikan lebih lanjut. Sedangkan manfaat non akademis dapat
mengembangkan kecakapan hidup dan sikap yang dibutuhkan dalam
kehidupan sehari-hari.
d. Layak dipelajari; materi memungkinkan untuk dipelajari, baik dari aspek
tingkat kesulitannya (tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit) maupun aspek
kelayakannya terhadap pemanfaatan materi dan kondisi setempat.
e. Menarik minat; materi yang dipilih hendaknya menarik minat dan dapat
memotivasi peserta didik untuk mempelajari lebih lanjut, menumbuhkan rasa
ingin tahu sehingga memunculkan dorongan untuk mengembangkan sendiri
kemampuan mereka.
3. Strategi pembelajaran
Telah disampaikan di atas bahwa dilihat dari filsafat dan teori pendidikan
yang melandasi pengembangan kurikulum terdapat perbedaan dalam menentukan
tujuan dan materi pembelajaran, hal ini tentunya memiliki konsekuensi pula
terhadap penentuan strategi pembelajaran yang hendak dikembangkan. Apabila
yang menjadi tujuan dalam pembelajaran adalah penguasaan informasiintelektual,–sebagaimana yang banyak dikembangkan oleh kalangan pendukung
filsafat klasik dalam rangka pewarisan budaya ataupun keabadian, maka strategi
pembelajaran yang dikembangkan akan lebih berpusat kepada guru. Guru
merupakan tokoh sentral di dalam proses pembelajaran dan dipandang sebagai
pusat informasi dan pengetahuan. Sedangkan peserta didik hanya dianggap sebagai
obyek yang secara pasif menerima sejumlah informasi dari guru. Metode dan
teknik pembelajaran yang digunakan pada umumnya bersifat penyajian
(ekspositorik) secara massal, seperti ceramah atau seminar. Selain itu,
pembelajaran cenderung lebih bersifat tekstual.
Strategi pembelajaran yang berorientasi pada guru tersebut mendapat
reaksi dari kalangan progresivisme. Menurut kalangan progresivisme, yang
seharusnya aktif dalam suatu proses pembelajaran adalah peserta didik itu sendiri.
Peserta didik secara aktif menentukan materi dan tujuan belajarnya sesuai dengan
minat dan kebutuhannya, sekaligus menentukan bagaimana cara-cara yang paling
sesuai untuk memperoleh materi dan mencapai tujuan belajarnya. Pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik mendapat dukungan dari kalangan
rekonstruktivisme yang menekankan pentingnya proses pembelajaran melalui
dinamika kelompok.
Pembelajaran cenderung bersifat kontekstual, metode dan teknik
pembelajaran yang digunakan tidak lagi dalam bentuk penyajian dari guru tetapi
lebih bersifat individual, langsung, dan memanfaatkan proses dinamika kelompok
(kooperatif), seperti : pembelajaran moduler, obeservasi, simulasi atau role playing,
diskusi, dan sejenisnya.
Dalam hal ini, guru tidak banyak melakukan intervensi. Peran guru hanya
sebagai fasilitator, motivator dan guider. Sebagai fasilitator, guru berusaha

menciptakan dan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta
didiknya. Sebagai motivator, guru berupaya untuk mendorong dan menstimulasi
peserta didiknya agar dapat melakukan perbuatan belajar. Sedangkan sebagai
guider, guru melakukan pembimbingan dengan berusaha mengenal para peserta
didiknya secara personal. Selanjutnya, dengan munculnya pembelajaran berbasis
teknologi yang menekankan pentingnya penguasaan kompetensi membawa
implikasi tersendiri dalam penentuan strategi pembelajaran. Meski masih bersifat
penguasaan materi atau kompetensi seperti dalam pendekatan klasik, tetapi dalam
pembelajaran teknologis masih dimungkinkan bagi peserta didik untuk belajar
secara individual. Dalam pembelajaran teknologis dimungkinkan peserta didik
untuk belajar tanpa tatap muka langsung dengan guru, seperti melalui internet
atau media elektronik lainnya. Peran guru dalam pembelajaran teknologis lebih
cenderung sebagai director of learning, yang berupaya mengarahkan dan mengatur
peserta didik untuk melakukan perbuatan-perbuatan belajar sesuai dengan apa
yang telah didesain sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas, ternyata banyak kemungkinan untuk
menentukan strategi pembelajaran dan setiap strategi pembelajaran memiliki
kelemahan dan keunggulannya tersendiri. Terkait dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, belakangan ini mulai muncul konsep pembelajaran dengan
isitilah PAKEM, yang merupakan akronim dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif
dan Menyenangkan. Oleh karena itu, dalam prakteknya seorang guru seyogyanya
dapat mengembangkan strategi pembelajaran secara variatif, menggunakan
berbagai strategi yang memungkinkan siswa untuk dapat melaksanakan proses
belajarnya secara aktif, kreatif dan menyenangkan, dengan efektivitas yang tinggi.
4. Organisasi kurikulum
Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan kurikulum
memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum.
Setidaknya terdapat enam ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
a. Mata pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah
mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada
hubungan dengan mata pelajaran lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu
tertentu dan tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan
peserta didik, semua materi diberikan sama.
b. Mata pelajaran berkorelasi; korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi
kelemahan-kelemahan sebagai akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur
yang ditempuh adalah menyampaikan pokok-pokok yang saling berkorelasi
guna memudahkan peserta didik memahami pelajaran tertentu.
c. Bidang studi (broad field); yaitu organisasi kurikulum yang berupa
pengumpulan beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri
yang sama dan dikorelasikan (difungsikan) dalam satu bidang pengajaran.

d. Program yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum
yang menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata
pelajaran.
e. Inti Masalah (core program), yaitu suatu program yang berupa unit-unit
masalah, dimana masalah-masalah diambil dari suatu mata pelajaran tertentu,
dan mata pelajaran lainnya diberikan melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam
upaya memecahkan masalahnya. Mata pelajaran-mata pelajaran yang menjadi
pisau analisisnya diberikan secara terintegrasi.
f. Ecletic Program, yaitu suatu program yang mencari keseimbangan antara
organisasi kurikulum yang terpusat pada mata pelajaran dan peserta didik.
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih
cenderung menggunakan pengorganisasian yang bersifat eklektik, yang terbagi ke
dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu : (1) kelompok mata pelajaran agama
dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
(3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; (4) kelompok mata
pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan. Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan
lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang
dan jenis sekolah. Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan
mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat
peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu komponen kurikulum. Dalam pengertian
terbatas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa tingkat ketercapaian
tujuan-tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang
bersangkutan. Sebagaimana dikemukakan oleh Wright bahwa : “Curriculum
evaluation may be defined as the estimation of growth and progress of students
toward objectives or values of the curriculum”. Sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas, evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum
secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Sementara itu, Hilda Taba
menjelaskan hal-hal yang dievaluasi dalam kurikulum, yaitu meliputi ; “Objective,
it’s scope, the quality of personnel in charger of it, the capacity of students, the
relative importance of various subject, the degree to which objectives are
implemented, the equipment and materials and so on.”
Pada bagian lain, dikatakan bahwa luas atau tidaknya suatu program
evaluasi kurikulum sebenarnya ditentukan oleh tujuan diadakannya evaluasi
kurikulum. Apakah evaluasi tersebut ditujukan untuk mengevaluasi keseluruhan
sistem kurikulum atau komponen-komponen tertentu saja dalam sistem kurikulum
tersebut. Salah satu komponen kurikulum penting yang perlu dievaluasi adalah
berkenaan dengan proses dan hasil belajar siswa. Agar hasil evaluasi kurikulum
tetap bermakna diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu.

Dengan mengutip pemikian Doll, dikemukakan syarat-syarat evaluasi
kurikulum yaitu “acknowledge presence of value and valuing, orientation to goals,
comprehensiveness, continuity, diagnostics worth and validity and integration.”
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi yang
menjadi fokus evaluasi. Salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan adalah
dimensi kuantitas dan kualitas. Instrumen yang digunakan untuk mengevaluasi
diemensi kuantitaif berbeda dengan dimensi kualitatif. Instrumen yang digunakan
untuk mengevaluasi dimensi kuantitatif, seperti tes standar, tes prestasi belajar, tes
diagnostik dan lain-lain. Sedangkan, instrumen untuk mengevaluasi dimensi
kualitatif dapat digunakan, questionnare, inventori, interview, catatan anekdot dan
sebagainya.
Evaluasi kurikulum memegang peranan penting, baik untuk penentuan
kebijakan pendidikan pada umumnya maupun untuk pengambilan keputusan
dalam kurikulum itu sendiri. Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh
para pemegang kebijakan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam
memilih dan menetapkan kebijakan pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum
juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah dan para pelaksana
pendidikan lainnya dalam memahami dan membantu perkembangan peserta didik,
memilih bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara
penilaian serta fasilitas pendidikan lainnya. Selanjutnya, Nana Syaodih
Sukmadinata (1997) mengemukakan tiga pendekatan dalam evaluasi kurikulum,
yaitu : (1)Pendekatan penelitian (analisis komparatif); (2)Pendekatan obyektif; dan
(3)Pendekatan campuran multivariasi.
Di samping itu, terdapat beberapa model evaluasi kurikulum, diantaranya
adalah Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang bertitik tolak pada
pandangan bahwa keberhasilan progran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti : karakteristik peserta didik dan lingkungan, tujuan program dan
peralatan yang digunakan, prosedur dan mekanisme pelaksanaan program itu
sendiri. Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja (performance) dari
berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya
sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program
yang dievaluasi. Model ini kembangkan oleh Stufflebeam (1972) menggolongkan
program pendidikan atas empat dimensi, yaitu : Context, Input, Process dan
Product. Penjelasan keempat dimensi tersebut adalah, sebagai berikut :
a. Context; yaitu situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan
dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam program yang
bersangkutan, seperti : kebijakan departemen atau unit kerja yang
bersangkutan, sasaran yang ingin dicapai oleh unit kerja dalam kurun waktu
tertentu, masalah ketenagaan yang dihadapi dalam unit kerja yang
bersangkutan, dan sebagainya.

b. Input; bahan, peralatan, fasilitas yang disiapkan untuk keperluan pendidikan,
seperti : dokumen kurikulum, dan materi pembelajaran yang dikembangkan,
staf pengajar, sarana dan pra sarana, media pendidikan yang digunakan dan
sebagainya.
c. Process; pelaksanaan nyata dari program pendidikan tersebut, meliputi :
pelaksanaan proses belajar mengajar, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh
para pengajar, penglolaan program, dan lain-lain.
d. Product; keseluruhan hasil yang dicapai oleh program pendidikan, mencakup :
jangka pendek dan jangka lebih panjang.
D. Kurikulum pada Satuan Pendidikan
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau Kurikulum 2006 adalah
sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun dan dilaksanakan di
masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis diamanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran
2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang
diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor
22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP
yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
KTSP memfokuskan pada isi dan proses pencapaian target kompetensi
siswa melalui Kerangka Dasar (KD), Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD) hingga saat ini. Pada
prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun
pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan
sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan,
struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan,
dan silabus. Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan,
kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran
yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Standar isi merupakan pedoman untuk pengembangan kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang memuat : (1)Kerangka dasar dan struktur kurikulum, (2)Beban
belajar, (3)Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang dikembangkan di tingkat
satuan pendidikan, dan (4)alender pendidikan.
SKL digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan
peserta didik dari satuan pendidikan. SKL meliputi kompetensi untuk seluruh mata
pelajaran atau kelompok mata pelajaran. Kompetensi lulusan merupakan
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati. Pemberlakuan
KTSP, sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional
No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL, ditetapkan oleh kepala sekolah
setelah memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Dengan kata lain,
pemberlakuan KTSP sepenuhnya diserahkan kepada sekolah, dalam arti tidak ada
intervensi dari Dinas Pendidikan atau Departemen Pendidikan Nasional.
Penyusunan KTSP selain melibatkan guru dan karyawan juga melibatkan komite
sekolah serta bila perlu para ahli dari perguruan tinggi setempat. Dengan
keterlibatan komite sekolah dalam penyusunan KTSP maka KTSP yang disusun
akan sesuai dengan aspirasi masyarakat, situasi dan kondisi lingkungan dan
kebutuhan masyarakat.
2. Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum baru diterapkan oleh pemerintah
untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku
selama kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa percobaan di
tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah menjadi sekolah percobaan. Di
tahun 2014, Kurikulum 2013 sudah diterapkan di Kelas I, II, IV, dan V sedangkan
untuk SMP Kelas VII dan VIII dan SMA Kelas X dan XI. Diharapkan, pada tahun 2015
telah diterapkan di seluruh jenjang pendidikan. Kurikulum 2013 memiliki tiga
aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, dan aspek sikap
dan perilaku.
Terdapat beberapa perbedaan KTSP dengan Kurikulum 2013, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. K13 : SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditentukan terlebih dahulu, melalui
Permendikbud No 54 Tahun 2013. Setelah itu baru ditentukan Standar Isi, yang
bebentuk Kerangka Dasar Kurikulum, yang dituangkan dalam Permendikbud No
67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013.
KTSP : Standar Isi ditentukan terlebih dahulu melaui Permendiknas No 22 Tahun
2006. Setelah itu ditentukan SKL (Standar Kompetensi Lulusan) melalui
Permendiknas No 23 Tahun 2006.
2. K13 : Aspek kompetensi lulusan ada keseimbangan soft skills dan hard skills yang
meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
KTSP : Lebih menekankan pada aspek pengetahuan
3. K13 : Di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-VI
KTSP : Di jenjang SD Tematik Terpadu untuk kelas I-III
4. K13 : Jumlah jam pelajaran per minggu lebih banyak dan jumlah mata pelajaran
lebih sedikit dibanding KTSP
KTSP : Jumlah jam pelajaran lebih sedikit dan jumlah mata pelajaran lebih banyak
dibanding Kurikulum 2013

5. K13 : Proses pembelajaran setiap tema di jenjang SD dan semua mata pelajaran di
jenjang SMP/SMA/SMK dilakukan dengan pendekatan ilmiah (saintific approach),
yaitu standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Mengamati, Menanya,
Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan Mencipta.
KTSP : Standar proses dalam pembelajaran terdiri dari Eksplorasi, Elaborasi, dan
Konfirmasi
6. K13 : TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) bukan sebagai mata pelajaran,
melainkan sebagai media pembelajaran
KTSP : TIK sebagai mata pelajaran
7. K13 : Standar penilaian menggunakan penilaian otentik, yaitu mengukur semua
kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil.
KTSP : Penilaiannya lebih dominan pada aspek pengetahuan
8. K13 : Pramuka menjadi ekstrakuler wajib
KTSP : Pramuka bukan ekstrakurikuler wajib
9. K13 : Pemintan (Penjurusan) mulai kelas X untuk jenjang SMA/MA
KTSP : Penjurusan mulai kelas XI
10. K13 : BK lebih menekankan mengembangkan potensi siswa
KTSP : BK lebih pada menyelesaikan masalah siswa
E. EVALUASI
1. Jelaskan pengertian kurikulum?
2. Deskripsikan fungsi-fungsi kurikulum?
3. Sebut dan jelaskan komponen-komponen kurikulum?
4. Jelaskan gambaran umum KTSP dan K13?
5. Jelaskan perbedaan KTSP dengan K13?