SISTEM PEMBUKTIAN DALAM PENANGANAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH (PEMILUKADA) DI MAHKAMAH KONSTITUSI

SISTEM PEMBUKTIAN DALAM PENANGANAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH (PEMILUKADA) DI MAHKAMAH KONSTITUSI

Safi’

Fakult as Hukum Universit as Trunoj oyo E-mail : syaf ik41@yahoo. com

Abst r act

The choi ce of a syst em of pr oof in t he case handl i ng pr ocess wit hi n t he j udi ci ar y is a ver y impor t ant t hi ng. Because t he ver if i cat i on syst em adopt ed by a j udi ci al i nst it ut ion wi l l det er mine t he qual it y of t he ver di ct t o be t aken. Ver i f i cat ion syst em adopt ed by t he Const it ut ional Cour t i n handl i ng cases di sput es t he r esul t s of t he r egional head elect ions as st i pul at ed i n Act . No. 24 Th. 2003 had t he r i ght t o f i nd a mat er i al t r ut h whi ch i s expect ed.

Key wor ds: ver i f i cat ion, const i t ut ional cour t , mat er i al t r ut h.

Abst rak

Pilihan sist em pembukt ian dalam penanganan perkara perselisihan hasil Pemilukada melalui lembaga peradilan adalah hal yang pent ing karena sist em verif ikasi yang diadopsi dari lembaga peradilan akan menent ukan kualit as put usan hakim. Sist em verif ikasi diadopsi oleh Mahkamah Konst it usi dalam menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum sesuai dengan ket ent uan dalam Undang- undang No. 24 Tahun 2003 yait u hak unt uk menemukan kebenaran yang diharapkan.

Kat a Kunci: verif ikasi, mahkamah konst it usi, bahan hukum.

Pendahuluan

t an Gubernur Daerah Ist imewa Yogyakart a dan Pemilihan umum at au disebut Pemilu

Walikot a di Daerah Khusus Ibukot a Jakart a. adalah bagian dari pelaksanaan prinsip demo-

Perubahan pranat a hukum pemilu yang menge- krasi yang disebut dalam UUD 1945 Pasal 22E. 1 depan dalam dua dasa warsa t erakhir yang da-

Oleh karenanya Negara yang menyat akan diri pat kit a lihat dalam kehidupan bangsa ini ada- sebagai Negara demokrasi dalam konst it usi-

lah adanya perubahan yang sangat essesial, nya, past i melaksanakan kegiat an pemilu un-

baik yang menyangkut pengakuan at as hak-hak t uk memilih pemimpin Negara at au pej abat

individu sebagai warga negara maupun peru- publik yang baru. Dalam pelaksanaan prinsip

bahan dalam st rukt ur kelembagaan negara. 2 demokrasi t ersebut ada yang baru dalam pe-

Jimly Asshiddiqie merumuskan t uj uan laksanaan ot onomi daerah, sej ak dit erbit kan-

penyelenggaraan pemilu menj adi 4 (empat ). nya UU No. 32 t ahun 2004 t ent ang Pemerin-

Per t ama, unt uk memungkinkan t erj adinya per- t ahan Daerah sebagai gant i dari UU No. 22 t a-

alihan kepemimpinan pemerint ahan secara hun 1999 yang berlaku sebelumnya. Hal baru

t ert ib dan damai; kedua, unt uk memungkinkan t ersebut adalah Perkembangan berdemokrasi

t erj adinya pergant ian pej abat yang akan me- di daerah yait u seluruh kepala daerah dipilih

wakili kepent ingan rakyat di lembaga perwa- secara langsung oleh rakyat sesuai dengan

kilan; ket iga, unt uk melaksanakan prinsip ke- amanat undang-undang t ersebut , kecuali j aba-

daulat an rakyat ; dan keempat , unt uk melak-

1 Tauf i Qurrohman Syahuri , “ Put usan Mahkamah Konst i- t usi Tent ang Persel isihan Hasil Penghit ungan Suar a Pe-

2 I Nyoman Budiana, “ Reint erpret asi Sist em Pemil u Seba- mil ihan Umum Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Ta-

gai Impl ement asi Kedaul at an Rakyat Di Indonesia” , Jur - hun 2003”

Jur nal Konst i t usi PKK-FH Uni versit as Beng- nal Konst i t usi PKK Fakul t as Hukum Univer si t as Pat t i- kul u , Vol . II, No. 1, Juni 2009, hl m. 9

mura, Vol . Ii, No. 1, Juni 2009, hl m. 31.

Sist em Pembukt ian dal am Penanganan Perkara Persel isihan Hasil Pemil ihan Umum … 491

sanakan prinsip hak-hak asasi warga negara. 3 ga penyelesaian sengket a dapat dit unt askan Oleh karena it u, Pemilukada memiliki posisi

secara subst ant if . 8

yang st rat egis dalam membangun demo-krasi Sepert i lazimnya Pemilu lainnya di bebe- dalam masa t ransisi, agar Pemilukada t ersebut

rapa daerah pelaksanaan Pemilihan Umum Ke- memiliki daya ungkit yang besar dalam men-

pala Daerah melahirkan ket idakpuasan meluas cipt akan demokrasi yang bermart abat yang pe-

yang beruj ung pada pengaj uan keberat an at as nyelenggaraannya harus mengacu pada prinsip

hasil Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala mandiri; j uj ur; adil; kepast ian hukum; t ert ib

Daerah (Pemilukada) t ersebut ke pengadilan penyelenggara Pemilu; kepent ingan umum;

(Mahkamah Konst it usi) dengan alasan yang be- ket erbukaan; proporsionalit as; prof esionalit as;

ragam. Di Jawa Timur misalnya, kabupat en/ akunt a-bilit as; ef isiensi; dan ef ekt if it as. 4 kot a yang t elah menyelenggarakan Pemilu Ke-

Perkembangan demokrasi t ersebut sela- pala Daerah beruj ung dengan gugat an at as ras dengan amandemen UUD 1945 yang t elah

sengket a hasil pemilihan kepada Mahkamah memut uskan Pemilihan Umum Presiden dan

Konst it usi, diant aranya yait u: Kabupat en Ma- Wakil Presiden secara langsung. Asas pemilih-

lang, Lumaj ang, Banyuwangi, Jember, Gresik, an kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah se-

kot a Surabaya, dan Sumenep, dengan put usan cara eksplisit t idak dirumuskan dalam Undang-

yang bermacam-macam. Ada yang put usannya Undang Dasar 1945 sebagai-mana asas pemilih-

menolak permohonan secara keseluruhan, se- an umum, t et api t erdapat dalam pasal 56 ayat

pert i di Sumenep, Jember, Banyuwangi, dan (1) UU No. 32 Tahun 2004 yang menyat akan:

Lumaj ang, ada pula yang put usannya menga- kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih

bulkan sebagian permohonan dengan memerin- dalam sat u pasangan calon yang dilaksanakan

t ahkan pemungut an suara ulang dibeberapa secara demokrat is berdasarkan asas langsung,

wilayah/ kecamat an sepert i Gresik dan Suraba-

ya. Perhat ian publik t ersit a dengan adalah pe- kait dengan pemilihan kepala daerah maka ca-

umum, bebas, rahasia, j uj ur, dan adi l. 5 Ter-

nanganan sengket a hasil Pemilihan Umum Gu- lon haruslah berdasarkan usulan part ai polit ik

bernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur pada at au gabungan part ai polit ik yang memenuhi

t ahun 2008–2009 t ahun lalu. Hal t ersebut me- syarat minimal t ert ent u dalam perolehan sua-

narik karena merupakan Pemilihan Umum Gu-

bernur dan Wakil Gubernur pert ama yang dit a- kan sebagai pert imbangan dan mengambil pu-

ra dan kursi di parlemen. 6 Pasal ini j uga dij adi-

ngani oleh Mahkamah Konst it usi (karena sebe- t usan dalam perkara pemilu Kepala Daerah. 7 lumnya sengket a hasil Pemilihan Kepala Dae-

Dan j uga Mahkamah Konst it usi t idak akan be- rah dit angani oleh Mahkamah Agung/ MA) sert a rani mengambil put usan dengan menggabung-

penilaian Mahkamah Konst it usi yang menyat a- kan kewenangan Mahkamah Konst it usi yait u

kan t elah t erj adi pelanggaran serius yang ber- penyelesaian sengket a hasil pemilu dan pem-

sif at t erst rukt ur, sist emat is, dan massif . Da- bubaran part ai polit ik secara sekaligus sehing-

lam put usan Nomor 41/ PHPU. D-VI/ 2008, MK memerint ahkan KPU Propinsi Jawa t imur unt uk

3 Di dik Sukriono, ” Menggagas Si st em Pemil i han Umum Di

melakukan perhit ungan dan pemungut an suara

Indonesi a” , Jur nal Konst i t usi PKK Uni versit as Kanj uruh-

ulang di beberapa daerah yang f rekuensi pe-

an Mal ang, Vol . II, No. 1, Juni 2009. hl m. 20 . 4 Zai nal Arif in Hoesei n, “ Pemil u Kepal a Daerah dal am

langgarannya cukup serius, t erst rukt ur dan sis-

Transi si Demokrasi ” , Jur nal Konst i t usi , Vol . 7, Nomor 6,

t emat is, yait u penghit ungan ulang unt uk Kab.

Desember 2010, hl m. 4. 5 Hendra Sudraj at , “ Kewenangan Mahkamah Konst it usi

Pamekasan, dan pemungut an suara ulang un-

Mengadil i Persel isihan

Hasil

Pemil ukada” , Jur nal

t uk Kab. Bangkalan dan Sampang.

Konst i t usi , Vol ume 7, Nomor 4, Agust us 2010, hl m. 175. 6 Ret no Sar asw at i , “ Cal on Perseor angan Dal am Pil kada

Put usan MK Nomor 41/ PHPU. D-VI/ 2008

Suat u Tinj auan Fil osof is” ,

Jur nal Konst i t usi PPK

ini memicu polemik yang begit u luas khusus-

Fakul t as Hukum Uni versit as Brawi j aya , Vol . II, No. 1, Juni 2009, hl m. 76 .

nya di Jawa Timur, karena dinilai MK t elah

7 Ardil af iza, “ Pemil u Yang Demokrat is?” ,

Jur nal Kons-

t i t usi PKK-FH Uni versit as Bengkul u, Vol . II, No. 1, Juni

2009 , hl m. 64.

8 Ibi d.

492 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

melampaui kewenangannya dalam menangani sengket a Pemilu Kepala Daerah sebagaimana diat ur dalam UU No. 32 t ahun 2004 yang t elah diubah dengan UU No. 12 t ahun 2008 t ent ang Pemerint ahan Daerah. Sebelumnya di berbagai daerah lain j uga mengalami hal yang sama, di Maluku Ut ara misalnya, penyelenggaraan pe- milihan Kepala Daerah t elah menimbulkan ke- kacauan dan berakhir dengan menyisakan se- j umlah permasalahan. Bahkan, pihak KPUD Maluku Ut ara dipandang t idak mampu melak- sanakan pemilihan Kepala Daerah sesuai de- ngan at uran yang berlaku. Hasil penghit ungan suara yang diperoleh masing-masing calon ke- pala daerah menimbulkan kont roversi. Akibat - nya, KPU Pusat mengambil alih peran unt uk melakukan penghit ungan ulang.

Int ervensi KPU Pusat berupa pengambil alihan kewenangan berawal dari ket erangan KPU Provinsi Maluku Ut ara dengan KPUD Kabu- pat en/ Kot a Malut t erkait kesimpangsiuran penandat anganan dua dokumen. Ada dua do- kumen sert if ikat perhit ungan suara yang sama, t et api dengan angka perhit ungan yang berbe-

da. Hal ini nampak aneh karena sudah j elas angkanya berbeda t et api penandat anganannya sama. Buah int ervensi t ersebut menghasilkan penet apan hasil pemilihan kepala daerah Ma- luku Ut ara oleh KPU Pusat dan membat alkan

penet apan KPUD Provinsi Maluku Ut ara. 9

KPU Pusat dalam soal pengambilalihan, menggunakan Pasal 122 ayat (3) UU No 22 Ta- hun 2007 yang menyebut kan bahwa apabila t erj adi hal-hal yang mengakibat kan KPU Pro- vinsi at au KPU Kabupat en/ Kot a t idak dapat menj alankan t ugasnya, t ahapan penyelengga- raan Pemilu unt uk sement ara dilaksanakan oleh KPU set ingkat di at asnya. Persoalannya, KPU Provinsi Maluku Ut ara berhasil menj alan- kan t ugasnya, bahkan sudah mengumumkan pemenang Pilkada. Jadi, t idak ada krit eria yang membukt ikan bahwa KPU Provinsi Maluku Ut ara t idak dapat menj alankan t ugasnya, ka- rena t elah dibukt ikan dengan selesainya semua t ahapan Pilkada sampai dikeluarkannya Kepu- t usan KPU Provinsi Maluku Ut ara No. 20/ Kep/

9 Koran Si ndo, 23 November 2007

PGWG/ 2007 pada t anggal 16 November 2007, KPUD Malut yang t elah menet apkan pasangan Thaib-Abdul sebagai pemenang pilkada Guber- nur Malut .

Pasal 122 ayat (3) di at as sebenarnya memberikan celah kepada KPU Pusat unt uk mengambil alih t ugas KPU Provinsi dan KPU Kabupat en. Tet api, pengat urannya t idak j elas. Tidak dij elaskan secara rinci dalam kondisi dan alasan apa KPU Pusat dapat mengambil alih t ugas KPUD t ersebut . Apakah dapat dibenar- kan apabila KPU Pusat bersandar pada Pasal 122 ayat (3) unt uk mengambil alih kewe- nangan KPUD dan melakukan rekapit ulasi suara pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur dengan alasan rapat pleno KPUD Maluku Ut ara bebe- rapa kali mengalami j alan bunt u. Jelas bahwa dalam persoalan ini KPU Pusat bert indak at as dasar pert imbangan dan penaf siran sendiri se- bab t idak ada sat u pasal pun dalam UU No 32 Tahun 2004, PP No 6 Tahun 2007 dan UU No 22 t ahun 2007 yang memberikan kewenangan ke- pada KPU Pusat unt uk mengadakan rekapit ula- si ulang, apalagi menet apkan pasangan calon t erpilih Gubernur/ Wakil Gubernur.

Kasus sengket a pilkada yang lain t erj adi di Sulawesi Selat an. Sengket a yang beruj ung pada put usan MA t ersebut diput uskan unt uk dilakukan pemungut an suara ulang di daerah pemilihan Kabupat en Gowa, Bone, Bant aeng dan Tana Toraj a. MA menengarai t elah t erj adi penggelembungan suara di beberapa daerah t ersebut . Namun, put usan PK dari MA menya- t akan hakim keliru menerapkan hukum dalam sengket a pilkada Sulsel. Disebut kan, yang ber- wenang unt uk memut uskan dilakukan perhit u- ngan suara dan pemungut an ulang adalah pa- nit ia pemilih kecamat an (PPK), penggelembu- ngan j umlah daf t ar pemilih t et ap pada haki- kat nya menj adi wewenang Panit ia Pengawas Pemilihan unt uk menanganinya. MA memut us- kan menolak keberat an yang disampaikan pa- sangan calon gubernur Amin Syam dan calon wakil gubernur Mansyur Ramly. Put usan yang dikeluarkan melalui rapat permusyawarat an MA it u dipimpin langsung Ket ua MA, Bagir Ma- nan, t ert anggal 18 Maret 2008. Dengan demiki- an, pasangan pemenang Pilkada Sulsel dit et ap-

Sist em Pembukt ian dal am Penanganan Perkara Persel isihan Hasil Pemil ihan Umum … 493

kan kepada Syahrul Yasin Limpo dan Agus Ari-

f in Nu'mang (Sayang) yang t erpilih pada No- vember 2007. 10 Berbeda dengan sengket a pilkada Depok. Awal konf lik pilkada Depok ket ika salah sat u pasangan dari lima pasangan, yait u Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad mengaj ukan kebe- rat an ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 11 Juli 2005 dengan menggugat KPU Kot a Depok. Alasannya, t erdapat kesalahan perhit ungan suara sehingga pasangan it u dirugikan. Sebe- lumnya, KPU Depok mengumumkan hasil per- hit ungan suara pilkada 2005. Pasangan Nur Mahmudi Isma’ il-Yuyun Wirasaput ra meraih 232. 610 suara at au 43, 90 persen, disusul pasa- ngan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad 206. 781 suara (39, 03 persen), Yus Ruswandi-Soe- t adi Dipowongso 34. 096 (6, 44 persen), Abdul Wahab Abidin-Ilham Wij aya 32. 481 suara (6, 13 persen) dan Harun Heryana-Farkhan 23. 850

(4, 5 persen). 11 Pada 4 Agust us 2005, Pengadilan Tinggi Jawa Barat mengeluarkan put usan No 01/ Pil- kada/ 2005/ PT Bandung yang mengabulkan permohonan dari pemohon dan menyat akan bat al hasil perhit ungan suara 6 Juli 2005 sert a menet apkan j umlah perhit ungan suara yang benar, yait u suara Badrul Kamal-Sihabuddin Ahmad menj adi 269. 551, sedangan suara Nur Mahmudi Isma’ il t urun menj adi 204. 828. Kepu- t usan inipun menganulir kemenangan pasangan Nur Mahmudi-Yuyun W dan memenangkan pa- sangan Badrul Kamal-Syihabuddin.

At as put usan PT Jabar t ersebut , KPU De- pok menolak dan mengaj ukan memori Penin- j auan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) pada 16 Agust us 2005. Pada 8 Sept ember 2005 MA mengumumkan pembent ukan Maj elis PK perkara sengket a Pilkada Depok dan menet ap- kan lima hakim agung. MA akhirnya memut us- kan mengabulkan permohonan PK dari KPU Depok, membat alkan put usan PT Jabar di Ban- dung t anggal 4 Agust us 2005, dan menolak ke- berat an dari permohonan Badrul Kamal-Syiha- buddin ihwal pilkada Depok. Dengan put usan MA ini berart i Nur Mahmudi Isma’ il-Yuyun Wi-

10 Koran Jawa Pos, 19 Maret 2008 11 Kompas Cibermedi a 26 j ul i 2006

rasaput ra sah dan punya kekuat an hukum yang t et ap sebagai Walikot a dan Wakil Walikot a De- pok. Pada 3 Januari 2006, pasangan Badrul Ka- mal mengaj ukan permohonan keberat an at as put usan MA ke Mahmakah Konst ut usi (MK). Oleh MK, sengket a (pilkada) ini merupakan wewenang MA.

UU No 32 Tahun 2004 t ent ang Pemerin- t ahan Daerah menyat akan bahwa penyelesaian sengket a pilkada diserahkan melalui proses hukum di Mahkamah Agung di sat u sisi. Semen- t ara, di sisi lain put usan sengket a pemilihan kepala daerah oleh Mahkamah Agung di bebe- rapa daerah menuai kont roversi. Sebagai con- t oh, put usan sengket a Pilkada Sulawesi Sela- t an (Sulsel), Maluku Ut ara (Malut ) dan pilkada Depok yang berbunt ut kont roversi t ersebut menunj ukkan ket idakj elasan put usan hukum yang di-keluarkan oleh Mahkamah Agung (MA). Padahal put usan it u seharusnya mencerminkan penye-lesaian t erakhir sengket a pilkada.

Harapan adanya put usan hukum yang mengikat dan bisa dihormat i semua pihak yang bersengket a nampaknya sulit dicapai. Put usan Mahkamah Agung yang memerint ahkan dilaku- kannya pilkada ulang at au perhit ungan ulang hasilnya digugat lagi. Tent u saj a persoalan akan bert ambah runyam. Hal ini mengingat prosedur beracara di Mahkamah Agung ber- j enj ang dan put usan yang diambil masih me- mungkinkan dilakukan upaya hukum yang lain. Waj ar apabila banyak orang yang menggugat put usan MA. Hal ini yang menyebabkan t ingkat kepercayaan publik t erhadap MA agak rendah, dan banyak pihak yang berkeinginan agar pe- nyelesaian sengket a pilkada dialihkan kepada Mahkamah Konst it usi sebagaimana sengket a hasil pemilihan umum lainnya. Agar put usan penyelesaian perkara pemilihan umum kepala daerah t ersebut cepat t erselesaikan dengan put usan yang berf inal dan mengikat . Sif at pu- t usan Mahkamah Konst it usi yang f inal diart ikan bahwa t idak ada upaya hukum lain lagi, oleh karenanya put usan t ersebut t elah memiliki ke- kuat an mengikat secara umum dimana semua pihak harus t unduk dan t aat melaksanakan pu- t usan t ersebut , walaupun ada pihak ‑ pihak t er- t ent u yang merasa keadilannya t erganggu. Pu-

494 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

t usan Mahkamah Konst it usi yang f inal dan me- siden, DPR, dan MPR sert a MA. Dengan ke- ngikat akan dikaj i dari aspek makna hukum,

dudukan MK yang sederaj at at au sama dengan kekuat an memaksa dan akibat hukumnya. 12 lembaga negara lain dan adanya kesederaj at an

Perbedaan rezim pilkada ant ara Pemda at au kesamaan kedudukan ant arlembaga ne- dan Pemilu kemudian melebur, ket ika MK me-

gara, maka pelaksanaan t ugas konst it usional ngeluarkan Put usan No. 72 – 73/ PUU/ 2004 t en-

MK menj adi j auh lebih mudah dan lancar da-

lam memperkuat sist em checks and bal ances san t ersebut menj adi penengah ant ara perbe-

t ang Penguj ian UU No. 32 Tahun 2004. 13 Put u-

ant arcabang kekuasaan negara. 15 daan pendapat t ent ang rezim Pilkada, apakah

Perdebat an dan kont roversi t erhadap dikat egorikan sebagai rezim Pemilu at au j ust ru

put usan pengadilan dalam penanganan perkara Rezim Pemda. 14 Pilkada kemudian dimasukan

PHPU Kepala Daerah baik wakt u masih dit a- dalam rezim Pemilu. Perubahan rezim t erse-

ngani oleh Mahkamah Agung maupun wakt u su- but yang kemudian mendasari kewenangan

dah menj adi kewenangan Mahkamah Kons- konst it usional MK dalam menyelesaikan perse-

t it usi, diant aranya t erkait dengan prosedur lisihan hasil pemilukada. Dengan masuknya ke-

dan sist em pembukkt ian dalam penangan per- wenangan pilkada dalam rezim pemilu, maka

kara PHPU Kepala Daerah t ersebut , sehingga, menj adi logis j ika kewenangan perselisihan

bert olak dari lat ar belakang t ersebut diat as, hasil pemilukada diserahkan kepada MK.

maka rumusan masalah yang akan dikaj i me- Harapan t ersebut akhirnya menj adi ke-

lalui art ikel ini adalah sebagai berikut : bagai- nyat aan set elah lahirnya UU Nomor 22 Tahun

manakah sist em pembukt ian dalam penangan- 2007 t ent ang Penyelenggaraan Pemilu, pada

an perkara perselisihan hasil pemilihan umum pasal 1 angka 4 t elah dengan t egas mendef ini-

(PHPU) kepala daerah di Mahkamah Konst i- sikan pemilihan kepala daerah secara langsung

t usi?.

sebagai pemilihan umum kepala daerah. Art inya dengan t erbit nya UU No. 22 t ahun

Pembahasan

2007 ini pemilihan kepala daerah secara lang-

Kewenangan MK dalam Menangani Perkara

sung sudah dengan t egas dimasukkan sebagai

Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU)

bagian dari rezim pemilihan umum, bukan

Kepala Daerah

sepert i sebelumnya yang menj adi bagian dari Menurut Topo Sant oso, penegakan hu- rezim pemerint ahan daerah. Hal t ersebut ke-

kum pemilu, dapat dit empuh melalui 2 cara, mudian dipert egas dengan t erbit nya UU Nomor

yait u civi l pr ocess dan cr ime pr ocesss. 16 Ci vi l

12 t ahun 2008 t ent ang Perubahan UU Nomor pr ocess merupakan mekanisme koreksi t er-

32 t ahun 2004 t ent ang Pemerint ahan Daerah, hadap hasil pemilu, yang diaj ukan oleh peser- khususnya pasal 236C yang dengan t egas me-

t a pemilu kepada lembaga peradilan yang ber- ngat ur bahwa kewenangan mengadili sengket a 17 wenang. Mekanisme ini banyak dit empuh

hasil penghit ungan suara pemilihan kepala oleh pesert a pemilu karena prosesnya yang daerah dialihkan dari MK menj adi kewenangan

cepat . Ci vi l pr ocess cenderung lebih menarik MK. Dengan demikian walaupun MK baru di

dan membuka peluang yang besar unt uk t erca- bent uk pada era ref ormasi, namun lembaga

painya t uj uan penegakan hukum pemilu, kare- negara ini mempunyai kedudukan yang sede-

na dapat menganulir keput usan hasil pemilu. raj at at au sama dengan lembaga negara yang

Bent uk kedua mekanisme penegakan hukum lain yang t elah ada sebelumnya, sepert i Pre-

adalah cr i me pr ocess, yait u proses penyelesai-

12 Mal ik, “ Tel aah Makna Hukum Put usan Mahkamah Kons- 15 Mar iyadi Faqih, “ Nil ai-Nil ai Fil osof i Put usan Mahkamah t it usi yang Final dan Mengikat ” ,

Konst i t usi Yang Final dan Mengikat ” , Jur nal Konst i t usi , 13 6, Nomor 1, Apr il 2009, hl m. 81.

Jur nal Konst i t usi , Vol .

16 Veri Junai di , “ Pel anggaran Sist emat is, Terst rukt ur dan Vol . 7, Nomor 3, Juni 2010, hl m. 109. Veri Junai di , “ Menat a Sist em Penegakan Hukum Pemil u Masif : Suat u Sebab Pembat al an Kehendak Rakyat dal am

Demokrat i s Tinj auan Kewenangan MK at as Penyel esaian Pemil ihan Kepal a Daer ah Tahun 2010” ,

Jur nal Konst i t usi , Vol . 6, 14 t i t usi , Vol . 7, Nomor 5, Okt ober 2010, hl m. 42.

Jur nal Kons-

Persel isihan Hasil Pemil u” ,

Nomor 3, Sept ember 2009, hl m. 109. Ibi d. 17 Ibi d.

Sist em Pembukt ian dal am Penanganan Perkara Persel isihan Hasil Pemil ihan Umum … 495

Konsekwensi yuridis penanganan sengket a cr i me pr ocess sepert i yang dikenal dengan pe-

an permasalahan hukum pemilu. 18 Mekanime

hasil pemilihan kepala daerah menj adi kewe- nyelesaian pelanggaran at au sengket a pemilu

nangan Mahkamah Konst it usi sesuai dengan melalui mekanisme hukum yang berlaku, baik

Pasal 24C ayat (1) Perubahan UUD 1945. Per- pidana, administ rasi maupun kode et ik, sesuai

alihan kewenangan penyelesaian sengket a Pe- dengan hukum acara yang berlaku. 19 milukada t ersebut sebagaimana diat ur dalam

Berbeda dengan pemilu yang berlang- Pasal 236C UU Nomor 12 t ahun 2008 yang me- sung sebelum Perubahan UUD 1945 yang t idak

nyat akan bahwa “ Penanganan sengket a hasil dapat dipersoalkan hasilnya oleh Pesert a Pe-

penghit ungan suara pemilihan kepala daerah milu, sesudah Perubahan UUD 1945, Pemilu

dan wakil kepala daerah oleh Mahkamah Agung yang diselenggarakan oleh suat u komisi pemili-

dialihkan kepada Mahkamah Konst it usi paling han umum yang bersif at nasional, t et ap, dan

lama 18 (delapan belas) bulan sej ak Undang- mandiri, dapat dipersoalkan hasilnya oleh

Undang ini diundangkan. ”

pesert a pemilu di f orum MK sebagai “ perselisi- Sebelum kewenangan t ersebut dialihkan, han hasil Pemilu” 20 . Dalam sist em peradilan

MK mengeluarkan Put usan No. 72-73/ PUU-II/ perselisihan hasil pemilihan umum ini, pene-

2004 t ent ang penguj ian Undan-undang Peme- t apan Komisi Pemilihan Umum (KPU) at as hasil

rint ahan Daerah yang mana MK menyat akan, perhit ungan suara dari pemilihan umum men-

“ . . . secara konst it usional, pembuat undang- j adi 21 obj ect um l i t i s at au obj ek sengket anya. undang dapat saj a memast ikan bahwa Pilkada

Dengan demikian, dalam sist em peradilan ini, langsung it u merupakan perluasan pengert ian yang diperkarakan bukan mengenai t indak pe-

Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E langgaran at au kecurangan yang t erj adi sela-

UUD 1945 sehingga karena it u, perselisihan ma proses pemilihan umum it u berlangsung.

mengenai hasilnya menj adi bagian dari kewe- Melalui UU Nomor 22 Tahun 2007 t en-

nangan MK dengan ket ent uan Pasal 24C ayat t ang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, t er-

(1) UUD 1945. 22 Namun pembent uk undang- minologi pemilihan kepala daerah diubah men-

undang j uga dapat menent ukan bahwa Pilkada j adi pemilihan umum kepala daerah. Bab I

langsung it u bukan Pemilu dalam art i f ormal Pasal 1 angka 4 UU Nomor 22 Tahun 2007

yang disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 se- mempunyai maksud bahwa Pemilu Kepala Dae-

hingga perselisihan hasilnya dit ent ukan seba- rah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu

gai t ambahan kewenangan MA sebagaimana di unt uk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepa-

mungkinkan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945…” . 23 la daerah secara langsung dalam negara Kesa-

Tindak lanj ut dari put usan MK t ersebut , Pilka- t uan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila

da dimasukkan oleh pembuat UU (DPR-Presi- dan UUD 1945. Dengan demikian, apabila pe-

den) sebagai bagian dari Pemilu dalam UU 22 milihan kepala daerah sebelumnya menj adi

Tahun 2007 t ent ang Penyelenggara Pemilihan perdebat an apakah masuk dalam rezim pemilu

Umum. Pada Bab I Pasal 1 angka 4 UU 22/ 2007 at au rezim pemerint ahan daerah, maka de-

dinyat akan, “ Pemilu Kepala Daerah dan Wakil ngan dit erbit kannya UU Nomor 22 Tahun 2007

Kepala Daerah adalah Pemilu unt uk memilih sudah j elas bahwa pemilihan kepala daerah

kepala daerah dan wakil kepala daerah secara secara langsung masuk dalam rezim Pemilu.

langsung dalam Negara Kesat uan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD

19 Ibi d. 1945” .

18 Ibi d. 24

20 A. Mukht ie Faj ar, “ Pemil u yang Demokr at i s dan Ber-

Jika dit elaah isi Pasal 236C UU No. 12

kual it as: Penyel esaian Hukum Pel anggaran Pemil u dan PHPU” ,

Tahun 2008 t ersebut dari sudut bahasa hukum

Jur nal Konst i t usi , Vol . 6 Nomor 1, April 2009,

21 hl m. 12. Widodo Ekat j ahj ana, “ Tinj auan Tent ang Mekanisme Pe- 22 Abdul Ghof f ar, “ Kej uj uran dal am Bingkai Hak Memil ih- nyel esai an Per sel i sihan Hasil Pemil u Anggot a DPR, DPD

Di pil i h (Pel aj aran dar i Pemil ukada Bengkul u Sel at an)” , dan DPRD berdasarkan Perat uran Mk No. 16 Tahun

Jur nal Konst i t usi , Vol . 8, No. 1, Februari 2011, hl m. 74. 2009” ,

Jur nal Konst i t usi PKKKD-FH Univer si t as Muham-

23 Ibi d.

madi yah Magel ang, Vol . II, No. 1, Juni 2009, hl m. 8.

24 Ibi d.

496 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

menimbulkan persoalan.

Per t ama, menurut

Jimly Asshiddiqie, Pasal 236C mempunyai pe- naf siran ganda. Frase “ paling lama” dalam ka- limat t ersebut prakt iknya bisa lebih cepat (sa- t u at au dua hari, pen), apalagi lat ar belakang munculnya Pasal it u semat a-mat a hanya ingin memberi wakt u persiapan kepada MK. Misal- nya, apabila dalam j angka wakt u sat u bulan sej ak disahkan UU No. 12 Tahun 2008 MK su- dah siap, maka perselisihan hasil Pilkada dapat langsung dit angani oleh MK. Penaf siran kedua, maksud “ paling lama” adalah sebelum 18 bulan. Art inya, meskipun MK sudah mempunyai persiapan yang mat ang, sengket a t ersebut t i- dak sert a mert a at au belum dapat dialihkan. Unt uk memast ikan mana yang benar, maka pe- naf siran ganda t ersebut dapat dibawa ke MK unt uk j udi ci al r eview. Namun demikian, hal ini kemungkinannya kecil karena sulit mencari alasan konst it usionalnya. Unt uk it u, Jimly me- ngembalikan persoalan ini kepada pembent uk

undang-undang yait u Presiden dan DPR. 25

Hal senada j uga dikat akan oleh Bagir Manan, bahwa kat a ” paling lama” it u bisa j adi besok. Seharusnya isi pasal it u bukan meng- gunakan f rase ” paling lama” 18 bulan, melain- kan dij elaskan dengan kalimat , semua seng- ket a pilkada yang sudah diselesaikan oleh MA, kemudian sengket a yang baru dit angani oleh MK. Dengan demikian, sebuah undang-undang

akan memberikan kepast ian dan konsist en. 26

Kedua, sebuah pasal dalam undang-un- dang akan t et ap dinyat akan berlaku apabila dalam undang-undang perubahannya t idak se- cara t egas dinyat akan t elah dihapus at au di- ubah dengan rumusan pasal yang baru. UU No

12 Tahun 2008 t idak mengubah Pasal 106 UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan dasar ke- wenangan MA unt uk memut us sengket a Pilka-

da. Pasal 106 ayat (1) UU No 32 Tahun 2004 di sebut kan, “ Keberat an t erhadap penet apan ha- sil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya dapat diaj ukan oleh pasangan calon kepada MK dalam wakt u paling lambat 3

25 Mengkrit isi revisi UU Pemda dar i Il mu Perat uran Per- undang-undangan” , ht t p. www. hukumonl ine. com, diak-

26 ses t anggal 5 Mei 2008 Ibi d.

(t iga) hari set elah penet apan hasil pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah” .

Pola pikir anggot a DPR dalam membahas undang-undang t ersebut keliru karena lebih mengedepankan proses peralihan dibandingkan dasar hukum ut amanya, yakni Pasal 106. Hal t ersebut akan menimbulkan kont radiksi subs- t ant if di dalam UU Pemda t erbaru karena di sat u sisi memuat t eknis pengalihan t et api di sisi lain j ust ru ” menj amin” kondisi awalnya t et ap ada. Unt uk mempert egas at au memberi- kan kapast ian hukum t ent ang kewenangan penyelesaian sengket a pilkada masuk dalam wewenang MK dapat dilakukan dua cara. Per - t ama, diat ur kembali dalam UU pilkada secara t ersendiri dan menyat akan Pasal 106 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 t idak berlaku at au; ke- dua, dapat dimasukkan ke dalam UU MK yang sekarang sedang direvisi. Dengan demikian, perdebat an akan hal t ersebut dapat dihindari unt uk menj amin adanya kepast ian hukum.

Unt uk melaksanakan ket ent uan Pasal 236C UU No. 12 Tahun 2008 t ent ang Perubah- an UU Nomor 32 Tahun 2004 t ent ang Pemerin- t ahan Daerah, pada t anggal 29 Okt ober 2008 Ket ua MA dengan Ket ua MK t elah secara resmi menandat angani Berit a Acara t ent ang pengali- han kewenangan mengadili perkara sengket a hasil pemilu kepala daerah/ wakil kepala dae- rah dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Kons- t it usi. Sebagai t indak lanj ut dari ket ent uan Pasal 236C UU No. 12 Tahun 2008 dan Berit a Acara pengalihan kewenangan mengadili per- kara sengket a hasil Pemilu kepala daerah dari MA ke MK, MK t elah menerbit kan Perat uran Mahkamah Konst it usi (PMK) Nomor 15 Tahun 2008 t ent ang Pedoman Beracara dalam Perse- lisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah.

PMK Nomor 15 t ahun 2008 t egas menen- t ukan bahwa obyek perkara yang menj adi ke- wenangan MK unt uk mengadili adalah sengket a at au perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah ant ara yang dit et apkan Komisi Pemilih- an Propinsi dan/ at au Kabupat en/ Kot a dengan salah sat u pasangan calon. Dengan demikian kewenangan unt uk mengadili sengket a hasil pemilu kepala daerah sudah j elas menj adi ke- wenangan Mahkamah Konst it usi dengan obyek

Sist em Pembukt ian dal am Penanganan Perkara Persel isihan Hasil Pemil ihan Umum … 497

perkara adalah sengket a at au perselisihan memut us sengket a kewenangan lembaga nega- hasil pemilihan umum kepala daerah.

ra yang kewenangannya diberikan oleh UUD Pasal 4 PMK No. 15 Tahun 2008 t ent ang

1945, memut us pembubaran part ai polit ik, Pedoman Beracara dalam Perselisihan Hasil

memut us perselisihan hasil pemilihan umum, Pemilihan Umum Kepala Daerah, dinyat akan

dan waj ib memberi put usan at as pendapat bahwa obyek perselisihan pemilihan umum

DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presi- kepala daerah adalah hasil penghit ungan suara

den dan/ at au wakil presiden menurut UUD yang dit et apkan oleh Komisi Pemilihan Umum

Propinsi dan/ at au Kabupat en/ Kot a yang mem- Unt uk melaksanakan kelima kewenangan pengaruhi; penent uan pasangan calon yang da-

t ersebut , maka diperlukan pengat uran t ent ang pat mengikut i put aran kedua; dan t erpilihnya

hukum acara yang sudah diat ur dalam Pasal 28 pasangan calon kepala daerah dan wakil kepa-

sampai dengan Pasal 85 UU MK t ermasuk di da- la daerah.

lamnya prosedur penanganan perkara perseli- Tent ang obj ek perkara yang berupa per-

sihan hasil Pemilu kepala daerah/ wakil kepala selisihan hasil pemilihan umum kepala daerah

daerah, yang secara t ekhnis diat ur lebih lanj ut ini, MK menerapkannya t idak secara kaku. Ar-

dalam PMK No. 15 t ahun 2008. Dalam PMK t inya, yang dimaksud dengan perselisihan hasil

t ersebut t elah diat ur secara det ail prosedur pemilihan umum kepala daerah it u t idak hanya

penanganan perkara perselisihan hasil pemilu penghit ungan angka-angka yang dit et apkan

kepala daerah, t ermasuk di ant aranya adalah oleh Komisi Pemilihan Umum Propinsi dan/

proses pemeriksaan persidangan yang dilaku- at au Kabupat en/ Kot a sert a pengit ungan ang-

kan dengan t ahapan penj elasan permohonan ka-angka yang dilakukan oleh pasangan calon

dan perbaikan apabila dipandang perlu; j awa- sebagai pemohon/ penggugat , melainkan MK

ban t ermohon; ket erangan pihak t erkait apabi- j uga menyat akan berwenangan unt uk menga-

la ada; pembukt ian oleh pemohon, t ermohon, dili pelanggaran yang cukup serius dan bersif at

dan pihak t erkait ; dan kesimpulan (Pasal 8 t erst rukt ur, sist emat is, dan massif yang berpe-

ayat (2)), yang t ent unya diakhiri dengan pem- ngaruh secara langsung t erhadap hasil penghi-

bacaan put usan (Pasal 13).

Selain harus mengikut i prosedur hukum alihnya kewenangan penyelesaian sengket a

t ungan pemilihan umum kepala daerah. 27 Ber-

acara sebagaimana diat ur dalam Pasal 28 sam- pemilukada ke MK akan membawa harapan

pai dengan Pasal 85 UU No. 24 Tahun 2003 dan baru karena penyelesaian oleh MK relat if t idak

PMK No. 15 Tahun 2008, proses penanganan menimbulkan konf lik yang berart i. Hal ini di-

perkara di Mahkamah Konst it usi t ermasuk pro- bukt ikan dari pengalaman MK dalam menanga-

ses penanganan perkara perselisihan hasil Pe- ni sengket a pemilu.

milu kepala daerah j uga harus t unduk pada

Hukum Acara Penanganan Perkara PHPU Ke-

asas-asas peradilan, baik yang t elah diat ur da-

pala Daerah di Mahkamah Konst it usi

lam undang-undang, hukum acara, undang-un- Sesuai dengan keberadaan, kedudukan

dang kekuasaan kehakiman, maupun yang t e- dan f ungsinya, Mahkamah Konst it usi diberi we-

lah diakui secara universal. Beberapa asas-asas wenang sebagaimana t ercant um dalam Pasal

peradilan t ersebut dij elaskan di bawah ini. 28 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang dit e-

Per t ama, persidangan t erbuka unt uk gaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) dan

umum. Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 t ent ang ayat (2) UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang MK,

Kekuasaan Kehakiman menet ukan bahwa si- yait u mengadili pada t ingkat pert ama dan t er-

dang pemeriksaan pengadilan adalah t erbuka akhir yang put usannya bersif at f inal unt uk:

unt uk umum, kecuali undang-undang menen- menguj i undang-undang t erhadap UUD 1945,

t ukan lain. Ket ent uan ini berlaku secara uni-

27 Lihat Put usan MK Nomor 41/ PHPU. D-VI/ 2008 t ent ang 28 Maruarar, Si ahaan, 2005. Hukum Acar a Mahkamah Kons- Sengket an Hasil Pemil i han Umum Gubernur Jawa Timur

t i t usi Republ i k Indonesi a, Cet akan Pert ama, Jakart a: Put aran II.

Konst i t usi Press, hl m. 54.

498 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

versal dan disemua lingkungan peradilan. Pasal rah oleh MK, harus mendengar ket erangan se-

40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 t ent ang MK luruh pihak-pihak t erkait , yait u pemohon, t er- j uga menent ukan bahwa sidang MK t erbuka

mohon, dan pihak t erkait lainnya j ika ada. unt uk umum, kecuali rapat permusyawarat an

Semuanya harus diberi hak yang sama unt uk hakim (RPH). Asas ini harus dilaksanakan, ka-

menyampaikan ket erangannya, karena j ika t i- rena berkenaan salah sat u bent uk pengawasan

dak, akan menimbulkan kesan bahwa hakim masyarakat t erhadap proses peradilan dalam

MK t elah t idak adil dalam persidangan. kehidupan bernegara. Asas ini t idak hanya t er-

Kel i ma, hakim akt if j uga pasif dalam bat as pada pokok perkara semat a, t et api j uga

proses persidangan. Karekt erist ik perkara menyent uh aspek akunt abilit as hakim, sekali-

konst it usi yang kent al dengan kepent ingan gus inst it usi peradilan sebagai penyelenggara

publik t elah menyebabkan persidangan t idak kekuasaan kehakiman.

dapat diserahkan hanya kepada inisiat if pihak- Kedua, independen dan imparsial. Pasal

pihak. Hakim MK bersif at pasif dan t idak boleh

2 UU No. 24 t ahun 2003 menyat akan bahwa MK berinisiat if unt uk memeriksa perkara yang merupakan salah sat u lembaga negara yang

t anpa diaj ukan dengan suat u permohonan oleh melakukan kekuasaan kehakiman yang merde-

pihak-pihak yang berhak. Akan t et api, j ika ka unt uk menyelenggarakan peradilan guna

permohonan sudah didaf t ar dan mulai diperik- menegakkan hukum dan keadilan. Dalam pasal

sa, hakim akan bersikap akt if dan t idak meng-

33 UU No. 4 t ahun 2004 t ent ang Kekuasaan Ke- gant ungkan proses hanya pada inisiat if pihak- hakiman j uga dinyat akan bahwa dalam menj a-

pihak, baik dalam menggali ket erangan mau lankan t ugas dan f ungsinya hakim waj ib men-

pun bukt i yang dianggap perlu unt uk membuat j aga kemandirian peradilan. Berdasarkan dua

j elas dan t erang hal yang diaj ukan dalam per- UU t ersebut , independensi dan kemandirian

mohonan. Dengan asas ini pula, maka hakim erat hubu-ngan dengan sikap hakim imparsial

MK dapat memut us berbeda dari yang dimint a at au t idak memihak, baik dalam proses pe-

oleh para pihak sesuai dengan f akt a dan bukt i- meriksaan maupun pengambilan keput usan. In-

bukt i yang t erungkap dalam persidangan. dependensi dan imparsialit as ini t idak hanya

Keenam, pengadilan menget ahui hukum- secara inst it usional, t et ap secara individual

nya (i us cur i a novit ). Pasal 16 ayat (1) UU No. para hakim t et ap harus mandiri dan t idak me-

4 Tahun 2004 t ent ang Kekuasaan Kehakiman mihak dalam menj alankan proses peradilan

menyebut kan bahwa pengadilan t idak boleh guna menegakkan hukum dan keadilan.

menolak unt uk memeriksa, mengadili dan me- Ket i ga, peradilan dilaksanakan secara

mut us suat u perkara yang diaj ukan dengan da- cepat , sederhana, dan biaya murah. Pasal 4

lih bahwa hukum t idak ada at au kurang j elas ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 t ent ang Kekua-

melainkan waj ib memeriksa dan mengadilinya. saan Kehakiman menyat akan bahwa peradilan

Asas ini secara t egas mengabst raksikan bahwa dilakukan dengan sederhana, cepat , dan biaya

pengadilan dianggap menget ahui hukum yang ringan. Dalam prakt ik, biaya perkara di Mah-

menj adi dasar penyelesaian suat u perkara. kamah Konst it usi yang dibebankan kepada pe-

Akan t et api t ent unya pelaksanaan asas ini t e- mohon at au t ermohon at au pihak t erkait t idak

t ap harus didasarkan kepada kewenangan yang dikenal. Semua biaya yang menyangkut persi-

dimilik oleh Mahkamah Konst it usi. dangan di Mah-kamah Konst it usi dibebankan kepada negara. Bahkan panggilan unt uk meng-

Sist em Pembukt ian dalam Penanganan Per-

hadiri persidangan sert a salinan put usan yang

kara PHPU Kepala Daerah di MK

dimohon oleh pihak pemohon disediakan at as Pembukt ian secara et imologi berasal biaya Mahkamah Konst it usi.

dari kat a bukt i yang berart i sesuat u yang me- Keempat , hak unt uk didengar secara se-

nyat akan kebenaran suat u perist iwa. Menurut imbang (audi et al t er am par t em). Penangan

Subekt i, pembukt ian ialah: meyakinkan hakim perkara perselisihan hasil pemilu kepala dae-

t ent ang kebenaran dalil at au dalil-dalil yang di

Sist em Pembukt ian dal am Penanganan Perkara Persel isihan Hasil Pemil ihan Umum … 499

kemukakan dalam suat u persengket aan. De- ngan demikian t ampaklah bahwa pembukt ian it u hanyalah diperlukan dalam persengket aan at au perkara di muka hakim at au pengadilan. Sedangkan menurut Sudikno Mert okusumo, pembukt ian mempunyai beberapa pengert ian, yait u art i logis, art i konvensional, dan art i

yuridis, dengan penj elasan sebagai berikut . 29

Per t ama, pembukt ian dalam art i logis adalah memberikan kepast ian yang bersif at mut lak karena berlaku bagi set iap orang dan t idak memungkinkan adanya bukt i lawan. Con- t ohnya adalah berdasarkan aksioma bahwa dua garis yang sej aj ar t idak mungkin bersilang. Ke- dua, pembukt ian dalam art i konvensional ialah memberikan kepast ian yang bersif at nisbi at au relat if dengan t ingkat an sebagai berikut : ke- past ian yang didasarkan at as perasaan belaka, karena didasarkan at as perasaan maka kepas- t ian ini bersif at int uit if (convi ct ion i nt i me), dan kepast ian yang didasarkan at as pert im- bangan akal, maka oleh karena it u disebut convi ct ion r aisonnce. Ket i ga, membukt ikan dalam art i yuridis ialah memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkut an guna memberi ke- past ian t ent ang kebenaran perist iwa yang di- aj ukan. Sedangkan t uj uan pembukt ian adalah unt uk menunj ukkan kepada hakim alat -alat bukt i t ert ent u, sehingga menimbulkan keya- kinan dan kepast ian bagi hakim akan adanya

f akt a-f akt a hukum yang disengket akan. Kemu- dian keyakinan dan kepast ian it u akan dij adi- kan dasar pert imbangan hakim dalam meru- muskan put usannya. Seorang hakim baik se- cara implisit maupun eksplisit harus merumus- kan put usannya berdasarkan f akt a-f akt a dan put usan kenyat aan (de f ei t el i j ke besl i ssi ngen) yang sering sukar dipisahkan dari penilaian hu- kum oleh hakim.

Sekalipun, kebenaran pembukt ian dalam ilmu hukum bersif at relat if , akan t et api mem- punyai nilai yang cukup signif ikan bagi para hakim. Hakim akan selalu berpedoman dalam menj at uhkan put usannya dari hasil pembukt i- an ini. Oleh karena it u acara pembukt ian

29 Sudikno Mer t okusumo, 1988,

Hukum Acar a Per dat a In-

donesi a, Yogyakart a: Li bert y, hl m. 103-104.

menempat i posisi pent ing dari j alannya persi- dangan di pengadilan, sedangkan dalam meni- lai kekuat an pembukt ian dari alat -alat bukt i yang ada, menurut Andi Hamzah, dikenal be- berapa sist em at au t eori pembukt ian.

Per t ama, undang-undang posit if (posit if wet t wl i j ks t heor ie). Pembukt ian yang didasar- kan selalu kepada alat -alat pembukt ian yang disebut undang-undang. Dalam t eori ini un- dang-undang menent ukan alat bukt i yang di- pakai oleh hakim cara bagaimana hakim dapat mempergunakannya, asal alat -alat bukt i it u t elah diapakai secara yang dit ent ukan oleh undang-undang, maka hakim harus dan ber- wenang unt uk menet apkan t erbukt i at au t i- daknya suat u perkara yang diperiksamya. Wa- laupun barangkali hakim sendiri belum begit u yakin at as kebenaran put usannya it u. Sebalik- nya bila t idak dipenuhi persyarat an t ent ang cara-cara mempergunakan alat -alat bukt i it u sebagaimana dit et apkan undang-undang bah- wa put usan it u harus berbunyi t ent ang sesuat u yang t idak dapat dibukt ikan t ersebut .

Kedua, t eori pembukt ian berdasarkan keyakinan hakim saj a (convi ct i on i n t i me). Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan t eori pembukt ian menurut undang-undang se- cara posit if ialah t eori pembukt ian menurut keyakinan hakim semat a. Didasari bahwa alat bukt i berupa pengakuan t erdakwa sendiripun t idak selalu membukt ikan kebenaran. Penga- kuan kadang-kadang t idak menj amin t erdakwa benar-benar t elah melakukan perbuat an yang didakwakan. Bert olak pangkal pada pemikiran it ulah, maka t eori berdasarkan keyakinan ha- kim semat a yang didasarkan kepada keyakinan hat i nuraninya sendiri dit et apkan bahwa t er- dakwa t elah melakukan perbuat an yang didak- wakan. Dengan sist em ini, pemidanaan di- mungkinkan t anpa didasarkan kepada alat -alat bukt i dalam undang-undang. Dari mana hakim menyimpulkan put usannya t idak menj adi ma- salah. Hakim boleh menyimpulkan dari alat bukt i yang ada di dalam persidangan at au mengabaikan alat bukt i yang ada.

Ket i ga, t eori pembukt ian berdasarkan keyakinan hakim at as alasan yang logis (l a con- vi ct ion in r ai sonne). Sist em at au t eori yang di-

500 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 3 Sept ember 2011

sebut pembukt ian yang berdasarkan keyakinan Menurut hemat penulis paling t idak ada hakim sampai bat as t ert ent u at au at as alasan

enam pasal dan sepuluh ayat dalam UU No. 24 yang logis ( l a convi ct i on r ai sonnee ). Menurut

Tahun 2003 t ent ang Mahkamah Konst it usi yang t eori ini, hakim dapat memut uskan seseorang

dapat dikaj i unt uk dapat menget ahui dan bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan

menent ukan sist em pembukt ian yang dianut yang didasarkan kepada dasar-dasar pembukt i-

oleh Mahkamah Konst it usi. Per t ama, Pasal 36, an disert a dengan suat u kesimpulan yang ber-

yang t erdiri dari Pasal 36 ayat (1) dan ayat (4). landaskan kepada perat uran-perat uran pem-

Pasal 36 ayat (1) menent ukan bahwa yang di bukt ian t ert ent u. Miskipun alat -alat bukt i t e-

sebut alat bukt i di ant aranya adalah surat at au lah dit et apkan oleh undang-undang, t et api ha-

t ulisan; ket erangan saksi; ket erangan ahli; ke- kim bisa menggunakan alat -alat bukt i diluar

t erangan para pihak; pet unj uk; dan alat bukt i yang dit ent ukan oleh undang-undang, namun

lain berupa inf ormasi yang diucapkan, dikirim- demikian didalam mengambil keput usan harus-

kan, dit erima, at au disimpan secara elekt ronik lah t et ap didasarkan pada alasan-alasan yang

dengan alat opt ik at au yang serupa dengan j elas. Oleh karena it u maka put usan t ersebut

it u. Pasal 36 ayat (4) menent ukan bahwa MK j uga harus didasarkan pada alasan yang dit eri-

menent ukan sah at au t idak sahnya alat bukt i ma akal sehat (r easonabl e). Sist em pembuk-

dalam persidangan Mahkamah Konst it usi. Da- t ian ini j uga sering disebut dengan sist em

lam pasal ini j elas diat ur t ent ang macam-ma- pembukt ian bebas at au vr i j bewi j s.

cam alat bukt i, art inya sist em pembukt ian di Keempat , t eori pembukt ian berdasarkan

Mahkamah Konst it usi memerlukan alat bukt i undang-undang secara negat if (negat ive wet -

t idak semat a-mat a keyakinan hakim semat a t el i j k). Sist em pembukt ian ini mirip dengan