PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING) TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK KOMPOSIT HDPE – SAMPAH ORGANIK

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING) TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK KOMPOSIT HDPE – SAMPAH ORGANIK SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

Oleh : WISNU ADHI PERMANA JATI

I 1407039

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

PENGARUH WAKTU PEMAPARAN CUACA (WEATHERING) TERHADAP KARAKTERISTIK MEKANIK KOMPOSIT HDPE – SAMPAH ORGANIK

Wisnu Adhi Permana Jati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret, Surakarta wisnuadh13@ymail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap karakteristik mekanik berupa pengujian kekuatan bending, kekuatan geser tekan, dan kekuatan impak dari komposit HDPE-sampah organik.

Material utama penyusun komposit berupa HDPE dan sampah organik (daun dan ranting). Komposit ini dibuat menggunakan metode pressured sintering dengan tekanan 8,7 kPa, temperatur 120ºC, waktu sintering 10 menit, fraksi volume HDPE 0,3 dan sampah organik 0,7. Komposit HDPE-sampah organik dipaparkan secara langsung terhadap cuaca dengan variasi waktu 0 bulan (tanpa perlakuan), 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan (ASTM D1435). Komposit hasil pemaparan cuaca dilakukan pengujian karakter mekaniknya. Pengujian kekuatan impak mengacu pada ASTM D5941, sedangkan pengujian bending dan geser tekan mengacu pada ASTM D1037. Permukaan patahan uji kekuatan bending diamati menggunakan Scanning Electron Micrograph (SEM).

Pemaparan cuaca selama 3 bulan belum berpengaruh pada kekuatan bending dan kekuatan geser tekan. Sedangkan pada pengujian impak terjadi penurunan kekuatannya, yaitu sebesar 67,93%. Pembebanan dinamik menyebabkan terjadinya patah getas akibat rusaknya ikatan interfase antar matrik HDPE.

Kata Kunci : Komposit HDPE-sampah organik, pemaparan cuaca, bending, geser tekan, impak.

THE EFFECT OF WEATHERING EXPOSURE TIME ON MECHANICAL CHARACTERISTICS OF HDPE-ORGANIC WASTE COMPOSITE

Wisnu Adhi Permana Jati

Mechanical Engineering Sebelas Maret University, Surakarta wisnuadh13@ymail.com

Abstract

This research aimed to determine the effect of weathering exposure time on mechanical characteristics which include bending strength, compression shear strength, and the impact strength of HDPE-organic waste composites.

The materials use in this research were HDPE and organic waste. The composite was made by using the pressured sintering method with pressure 8,7 kPa, temperature 120º C, sintering time 10 minutes, volume fraction of HDPE is 0,3 and organic waste is 0,7. Speciment was directly exposed to weather with variations in 0 month (no treatment), 1 month, 2 months, and 3 months (ASTM D1435). Testing the impact strength refers ASTM D5941, bending and compression shear strength refers to ASTM D1037. The surface of bending fracture was observed by using Scanning Electron Micrograph (SEM).

Weathering exposure for 3 months has not effect on the bending strength and compression shear strength. While the impact strength decrease by 67.93%. Dynamic load causing brittle fracture result from damage the bond interface among the matrix of HDPE.

Keywords: HDPE-organic waste composites, weathering exposure, bending, compression shear, impact.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Teknik di Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian dan penulisan tugas akhir ini, khususnya kepada :

1. Allah SWT atas kemudahan dan kelancaran yang telah diberikan.

2. Bapakku Sukadi, Ibuku Sri Suyati atas do’a, kasih sayang, semangat, dukungan dan segala fasilitas yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ir. Wijang Wisnu Raharjo, MT. selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar dan penuh pengertian telah memberikan banyak bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Heru Sukanto, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan banyak masukan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

5. Bapak Bambang Kusharjanta, ST., MT., Bapak Teguh Triyono, ST. dan Bapak Purwadi Joko Widodo, ST., M.Kom. selaku dosen penguji.

6. Bapak Rendy Adhi R. ST., MT., dan Bapak Tri Istanto ST., MT. selaku pembimbing akademik.

7. Dosen-dosen Teknik Mesin FT UNS yang telah membuka wacana keilmuan.

8. Bu Elisa, Bu Parmi, Mas Har, Pak Endras, & Semua Karyawan Fakultas Teknik.

9. Semua laboran Jurusan Teknik Mesin UNS terkhusus kepada Laboran Lab Material Maruto Adhi ST, Sholikin dan Rahmad Lab Motor Bakar, mas Arifin dan Hendri Lab Proses Produksi.

10. M. Fandy Asshiddiqi, ST., Didik Riyanto, ST., Heri Saputro, ST., Agung Ibnuwibowo, ST., Pradipta Fajar Yuniarto, ST., dan Tri Prastyo, ST., yang telah mengawali penelitian ini

11. Partnerku Triono Karso yang telah melakukan penelitian bersama-sama.

12. Teman-teman Teknik Mesin Fakultas Teknik Non Reguler UNS angkatan 2007 (Eko Sri Wahyudi, Diky Prasetya P., Hery Kusbandriyo, Dany Pradipta, Agus Sunanto, Heri Saputro, ST., Eko Yulianto, Apriyan Triyasmoko, Mahalevi B., Tri Haryono, Willy Saputra, Fandi Danar, S. Bayu Setiajit, Frans Sukma Ade Putra, ST., Iva Irawan, Khamdan Mujady, ST., Supardi, ST.) yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

13. Kakak tingkat Teknik Mesin Non Reguler (angkatan 2002, 2003, 2004, dan 2006) serta kakak tingkat dan adik tingkat Teknik Mesin Reguler semua angkatan yang telah memberikan semangat.

14. Squad d’Jump all generation (Oky, Agung “Penthet”, Heri “Chel”, Sukma, Deni Krist, Diky, Bagus, Aji Pramujo “Benot”, Danang Tarwi “Gepeng”, Bombi, Danu “Bejo”, Adin “Sinyo”, dan lain-lain) terima kasih atas segala kesenangan.

15. Teman-teman Lab. Material Bapak Ahmad, ST., Bapak Siswanto, ST. Bapak Salim, ST., Bapak Teguh, ST., Ibu Rina, ST., Dhidhit Wahyu, Aji Pramujo, Albert, Roy, Muhadzib “Mamunk”, Yoga, Kestan, R Faiz, Ashykar Shodiq, ST., dan lain-lain.

16. Pak Slamet, Mas Agus, Mas Mursito, Mas Mudakir, Mas Ali, Mbah Yo, Mas Agus Satpam, Pak Lilik.

17. Teman-teman kost Rainbow (Mas Arief dan Sam Herru), kost Widuri III (Halim, Husein, Aal whaya), kost Orange Chapter I (Anas, Hisyam, Faris, Nunu, Akbar, Nusa, Dwi Satrio, Agung, Mas Jendar, Azzi, Heri) Chapter II (Reza, Ilham, Danu, Nanang, Purwo, Chandra, Sukma, Syamsul, Edy, Putra, Irchan)

18. Om Pomo Supriyadi dan Bulik Sunarti sekeluarga (Rezania Ditha Puspita, Shintia Dini Anggraeni, Shalfa Deviana Putri).

19. Suami dari Kakak-kakakku (Mas Firmansyah SE. dan Mas Atang Taufiqurrahman SE.) dan keponakan-keponakanku (Nadira Zahra Salsabila, Diara Hana Aurelia, Muhammad Sultan Mu’afa, dan Ashraf Ramdhani Al Farezi)

20. Spesial untuk kakak-kakakku tercinta Atik Susanti, SE., MM., dan Ratna “Nana” Wijayanti, SE. Serta someone yang setia mendukung dan memberi semangat.

21. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dorongan semangat serta do’anya, terima kasih.

Penulis menyadari, bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, bila ada saran, koreksi dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini, akan penulis terima dengan ikhlas dan dengan ucapan terima kasih.

Surakarta, Februari 2013

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sifat-sifat khusus HDPE ...............................……….…………....... 9 Tabel 4.1. Rata-rata cuaca bulanan Stasiun PUSLITBANG ............................. 32 Tabel 4.2. Rata-rata penguapan panci terbuka dan piche ................................... 32

DAFTAR LAMPIRAN

Tabel 1. Pengujian Bending Komposit HDPE-Sampah Organik Variasi Waktu

Pemaparan cuaca. Tabel 2. Pengujian Geser Tekan Komposit HDPE-Sampah Organik Variasi Waktu

Pemaparan cuaca. Tabel 3. Pengujian Impak Komposit HDPE-Sampah Organik Variasi Waktu

Pemaparan cuaca. Tabel 4. Pengukuran Densitas Spesimen Bending Komposit HDPE-sampah

organik. Tabel 5. Pengukuran Densitas Spesimen Geser Tekan Komposit HDPE-sampah

organik. Tabel 6. Pengukuran Densitas Spesimen Impak Komposit HDPE-sampah organik. Tabel 7. Densitas Aktual Setelah 0 Hari Perendaman. Tabel 8. Densitas Aktual Setelah 1 Hari Perendaman. Tabel 9. Densitas Aktual Setelah 7 Hari Perendaman. Tabel 10. Densitas Aktual Setelah14 Hari Perendaman.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesadaran akan sampah memang belum merasuk ke segenap jiwa masyarakat maupun aparat. Jangankan memilah-milah jenis sampah, membuang pada tempat yang benar saja rasanya enggan. Hasil pengambilan sampel sampah yang dibuang ke TPA Putri Cempo, Mojosongo, Surakarta, didapatkan volume sampah organik jauh lebih banyak daripada sampah anorganik. Jumlah sampah organik dari masing-masing sumber sampah yang dibuang di TPA, diantaranya sampah domistik (63,82%), sampah pasar (83,21%) dan sampah umum (67,53%). Jenis/macam sampah (organik) yang dominan adalah daun pisang, daun pohon- pohonan perdu dan kulit jeruk, sedangkan jenis sampah anorganik yang dibuang ke TPA didominasi oleh plastik, kertas, kain, karet, dan gelas (Sudiyono dan

Handayanta, 2010 )

Pemanfaatan sampah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Secara umum terdapat empat persyaratan agar sampah plastik dapat didaur ulang, antara lain sampah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), sampah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse, et al.,1995). Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang- barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001).

Komposit berbahan dasar sampah merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi volume sampah. Komposit berbahan dasar sampah anorganik (HDPE) dan sampah organik (daun dan ranting) diharapkan mampu memberikan solusi tentang penanganan sampah di Indonesia. Sampah organik (daun) berfungsi sebagai filler dan sampah anorganik (plastik HDPE) berfungsi sebagai pengikat.

Metode yang digunakan dalam pembuatan komposit adalah metode pressured sintering , yaitu metode yang mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan bahan dari material komposit antara lain adalah : ukuran partikel serbuk, besarnya tekanan, temperatur sintering, lamanya waktu penahanan sintering, volume zat pengikat.

Penggunaan komposit saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor), tapi juga berkembang untuk penggunaan di luar ruangan (outdoor). Permasalahan yang muncul terkait penggunaan komposit untuk aplikasi outdoor adalah daya tahan komposit seperti stabilitas panas, ketahanan terhadap jamur, ketahanan terhadap kelembaban, dan stabilitas

terhadap ultraviolet (UV) (Sudiyani, 2003). Pemaparan cuaca secara alam dari

komposit daur ulang high density polyethylene (HDPE) / tepung kayu mengalami perubahan awal dalam morfologi permukaan dan kimia (Taib dkk., 2010).

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh waktu pemaparan cuaca (weathering) terhadap karakteristik mekanik komposit berbahan dasar HDPE – sampah organik.

1.3 Batasan Masalah

Pada penelitian ini masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Distribusi serbuk HDPE, serbuk ranting dan serbuk daun yang digunakan dalam pembuatan komposit dianggap merata dalam proses pencampuran (mixing).

2. Distribusi panas selama proses pressured sintering diasumsikan merata.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca (weathering) terhadap karakteristik komposit HDPE–sampah organik berupa kekuatan bending, kekuatan impak dan kekuatan geser tekan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Bab I Pendahuluan, menjelaskan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah ,batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas akhir.

2. Bab II Dasar teori, berisi tinjauan pustaka serta kajian teoritis yang memuat penelitian-penelitian sejenis serta landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

3. Bab III Metodologi penelitian, menjelaskan peralatan yang digunakan, tempat dan pelaksanaan penelitian, langkah-langkah percobaan dan pengambilan data.

4. Bab IV Data dan analisa, menjelaskan data hasil pengujian, perhitungan data hasil pengujian serta analisa hasil dari perhitungan.

5. Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan memuat petanyaan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian serta merupakan jawaban dari tujuan penelitian dan pembuktian kebenaran hipotesis. Saran memuat pengalaman dan pertimbangan penulis yang ditunjukkan kepada para peneliti yang ingin melanjutkan atau mengembangkan penelitian yang sejenis.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Komposit kayu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan setiap produk kayu yang terbuat dari potongan kayu yang lebih kecil dan direkat bersama-sama (Maloney,1996). Pengertian di atas menjelaskan bahwa komposit kayu-plastik mengandung arti setiap komposit yang mengandung kayu (dari berbagai bentuk) dan polimer termoset atau termoplastik. Polimer termoplastik melunak ketika dipanaskan dan mengeras ketika didinginkan. Proses ini terjadi secara reversible dan dapat diulang. Pada level molekular, ketika temperatur ditingkatkan, gaya ikatan sekunder hilang (dengan adanya peningkatan gerakan molekular) sehingga gerakan relatif rantai yang berdekatan menjadi meningkat. Sebaliknya apabila temperatur diturunkan, akan terbentuk ikatan kembali dan polimer akan mengeras. Polimer termoset akan menjadi keras secara permanen selama pembentukannya dan tidak melunak ketika dipanaskan. Polimer termoset mempunyai crosslink kovalen diantara rantai polimer yang berdekatan. Selama pemanasan, ikatan ini mengikat rantai polimer menjadi satu untuk menahan gerakan vibrasi dan rotasi rantai pada temperature tinggi. Hal inilah yang menjadi penyebab mengapa material tidak melunak ketika dipanaskan.

Salah satu jenis termoplastik yang popular adalah HDPE (High Density Polyethylene). HDPE merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Konsekuensi penggunaan HDPE yang begitu banyak, adalah peningkatan sampah plastik HDPE dan jumlah ini akan terus terakumulasi karena sifat plastik yang tidak membusuk dan tidak terurai secara alami. Selain sampah plastik, jenis limbah lain yang sering menimbulkan masalah adalah sampah organik. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas manusia. Hal ini berarti juga peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan, sehingga dibutuhkan solusi untuk mengurangi jumlah sampah yang semakin meningkat.

Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan sampah organik dan sampah anorganik tersebut sebagai material Salah satu cara untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan menggunakan sampah organik dan sampah anorganik tersebut sebagai material

Suatu komposit dibuat agar dihasilkan suatu material baru dengan karakteristik tertentu. Karakteristik komposit dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu fraksi volume, suhu sintering, tekanan sintering, waktu sintering. Penelitian tentang komposit HDPE-sampah organik dengan variasi fraksi volume HDPE. Kekuatan mekanik komposit akan meningkat seiring dengan peningkatan fraksi volume dari HDPE (Asshiddiqi, 2011). Peningkatan suhu sintering akan meningkatkan kekuatan bending komposit HDPE-sampah organik (Riyanto, 2011). Kekuatan mekanik komposit meningkat dengan bertambahnya tekanan pengepresan (Saputro, 2012). Penambahan waktu sintering dari 10 hingga 25 menit akan meningkatkan kekuatan mekanik komposit HDPE-sampah organik Ibnuwibowo (2012).

Salah satu proses pembuatan komposit adalah dengan proses pressured sintering . Pressured sintering merupakan suatu metode yang mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Proses pressured sintering pada suhu sintering 120ºC akan meningkatkan jumlah ikatan antar serbuk plastik, karena pada suhu ini serbuk plastik mulai melunak dan mengalami reposisi menempati ruang antar serbuk karet (Sukanto, 2008). Pada pembuatan komposit HDPE – karet ban bekas dengan metode pressured sintering variasi ukuran serbuk HDPE didapatkan nilai densitas terendah yaitu pada komposit dengan ukuran serbuk HDPE mesh 20 dengan nilai densitas sebesar 844,96 kg/m³ (Yonanta, 2008).

Penggunaan komposit saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor), tapi juga berkembang untuk penggunaan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan komposit untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan yang terkait dengan daya tahan komposit seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas Penggunaan komposit saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor), tapi juga berkembang untuk penggunaan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan komposit untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan yang terkait dengan daya tahan komposit seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas

Komposit serbuk kayu plastik digunakan diluar ruangan akan terbuka terhadap radiasi UV, kelembaban dan mikro organism (Johnson, 1999). Simonsen (1996) mengemukakan bahwa komposit kayu atau bio-filler lainnya dengan termoplastik tidak tahan terhadap pengaruh outdoor exposure. Penurunan sifat terutama terletak pada kekakuan. Mutuana dkk., (2010) menerangkan bahwa sinar UVA dapat menembus sampai bagian dalam HDPE sampai 85%. Kerusakan akibat pemaparan cuaca pada WPC dikarenakan penyerapan sinar UVA oleh HDPE sebesar 10%-20% yang menjadikan munculnya keretakan pada permukaan HDPE.

Pada penelitian pemaparan cuaca komposit HDPE/Wood Flour (WF), dengan sudut rack 45º dan waktu pemaparan yang digunakan adalah 500, 1000, 1500, dan 2000 jam. didapatkan prosentase penurunan degradasi setelah pemaparan cuaca diatas 1500 jam (Taib dkk., 2010).

2.2 Teori Tentang Komposit

2.2.1 Klasifikasi Material dan Pembentuk Komposit

Schwartz (1984) mendefinisikan komposit sebagai sistem material yang terdiri dari gabungan dua atau lebih unsur pokok yang berbeda bentuk atau komposisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Berdasarkan bentuk material pembentuknya, Schwartz (1984) mengklasifikasikan komposit menjadi lima kelas, yaitu: § Komposit serat (fiber composite)

Komposit yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matrik. § Komposit serpihan (flake composite)

Komposit yang terdiri dari serpihan dengan atau tanpa matrik. § Komposit butir (particulate composite) Komposit yang terdiri dari partikel atau butiran dengan atau tanpa matrik. § Komposit isian (filled composite)

Komposit yang terdiri dari matrik rangka selanjar yang terisi dengan bahan kedua.

§ Komposit laminat (laminar composite)

Komposit yang terdiri dari konstituen lapisan atau laminat. Komposit dengan penguatan serat adalah jenis komposit yang paling

sering dipakai dalam aplikasi, hal ini dikarenakan komposit jenis ini memiliki sifat kekuatan tarik dan kekakuan yang bagus. Namun kelemahannya adalah struktur serat tersebut memiliki kekuatan tekan serta kekuatan tarik arah melintang serat yang kurang bagus.

Secara umum komposit dengan penguatan serat tersusun dari dua material utama yaitu matrik dan serat. Antar kedua unsur material tersebut tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain, melainkan hanya ikatan antar muka diantara keduanya. Serat yang memiliki kekuatan lebih tinggi berperan sebagai komponen penguat, sedangkan matrik yang bersifat lemah dan liat bekerja sebagai pengikat dan memberi bentuk pada struktur komposit.

Komposit serat dapat dibedakan berdasarkan jenis dan orientasi seratnya, yaitu komposit serat searah (continuous fiber composite), serat anyaman (woven fiber composite ), serat acak (chopped fiber composite), dan gabungan beberapa jenis serat (hybrid fiber composite).

2.2.2 Filler

Filler digunakan untuk mengurangi berat dan mengurangi biaya. Filler memberikan fleksibilitas dalam desain dimensi komposit yang diinginkan, dan selain sebagai material pengisi, material serbuk atau serpih juga digunakan sebagai material penguat komposit tetapi tidak seefektif fiber (Gibson, 1994). Pada umumya pengisi memiliki ukuran yang kecil dan bentuk yang tidak seragam. Ukuran partikel pengisi yang kecil akan lebih baik dibandingkan dengan ukuran pengisi yang lebih besar. Ukuran partikel yang kecil akan memperluas permukaan interaksi antara polimer matrik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan filler akan menentukan sifat komposit secara signifikan. Filler dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu filler organik dan anorganik. Serat kaca, serat kevlar, silica, kalsium, mika, dll merupakan contoh-contoh filler anorganik.

Pengisi dari bahan organik antara lain sekam padi, sagu, daun, ranting, dll. Penelitian tentang pengaruh filler (baik fraksi volume maupun ukuran partikel) masih perlu dikembangkan lebih lanjut. Filler saat ini berkembang ke arah alami karena renewable dan dapat terdegradasi di alam (biodegradable) (Gibson, 1994).

2.2.3 Matrik

Gibson R.F, (1994) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Pemilihan matrik dalam komposit didasarkan atas kemampuan matrik untuk membentuk sebuah ikatan dengan penyusun komposit yang lain didalam komposit. Matrik merupakan penyusun komposit yang berfungsi meneruskan beban ke serat dan melindungi serat. Matrik memiliki fungsi :

§ Mengikat serat menjadi satu kesatuan struktur § Melindungi serat dari kerusakan akibat kondisi lingkungan § Mentransfer dan mendistribusikan beban ke serat § Menyumbangkan beberapa sifat seperti, kekakuan, ketangguhan dan

tahanan listrik. Di antara jenis matrik yang ada, matrik polimer adalah yang paling luas

penggunaannya. Hal ini dikarenakan polimer mudah diproses, memiliki sifat mekanik dan elektronik yang baik, dan memiliki berat jenis yang rendah. Berdasarkan ikatan antar penyusunnya, polimer dibedakan menjadi dua macam, yaitu resin thermoplastic dan resin thermoset. Polimer thermoplastic adalah jenis polimer yang dapat mencair apabila mengalami pemanasan dan akan mengeras kembali setelah didinginkan dan perilakunya bersifat reversible atau bisa kembali ke kondisi awal, sedangkan polimer thermoset bersifat lebih stabil terhadap panas dan tidak mencair pada suhu tinggi serta perilakunya bersifat irreversible atau tidak bisa kembali ke kondisi awal (Gibson, 1994).

Plastik adalah zat organik yang dihasilkan dari senyawa-senyawa yang pada umumnya terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Zat organik dapat dibuat sintetis dari bahan mentah minyak bumi, karena minyak bumi mengandung lebih dari 1000 macam senyawa hidrokarbon. Salah satu jenis plastik adalah HDPE (High Density Polythylene), terbentuk dari Plastik adalah zat organik yang dihasilkan dari senyawa-senyawa yang pada umumnya terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), dan nitrogen (N). Zat organik dapat dibuat sintetis dari bahan mentah minyak bumi, karena minyak bumi mengandung lebih dari 1000 macam senyawa hidrokarbon. Salah satu jenis plastik adalah HDPE (High Density Polythylene), terbentuk dari

High density polyethylene atau HDPE adalah polietilena termoplastik yang terbuat dari minyak bumi. Membutuhkan 1,75 kg minyak bumi (sebagai energi dan bahan baku) untuk membuat 1 kg HDPE. HDPE dapat didaur ulang, dan memiliki nomor 2 pada simbol daur ulang. Volume produksi HDPE pada tahun 2007 mencapai 30 ton. HDPE memiliki percabangan yang sangat sedikit, hal ini dikarenakan pemilihan jenis katalis dalam produksinya (katalis Ziegler-Natta) dan kondisi reaksi. Karena percabangan yang sedikit, HDPE memiliki kekuatan tensil dan gaya antar molekul yang tinggi. HDPE juga lebih keras dan bisa bertahan pada temperatur tinggi (120 o C).

Sifat-sifat plastik HDPE secara umum adalah tahan terhadap zat kimia (misalkan minyak, deterjen), ketahanan impak cukup baik, memiliki ketahanan terhadap suhu, tidak tahan terhadap sinar matahari dan plastik HDPE stabil terhadap oksidasi udara. Sifat-sifat khusus plastik HDPE adalah sebagai berikut: (Corneliusse, 2002) Tabel 2.1 Sifat-sifat khusus HDPE

Specific grafity

0,952 – 0,965 gr/cm 3

Kekuatan tarik

3200 – 4500 psi

Kekuatan tekan

Titik lebur

130 – 137 o C

Temperatur operasional -60 – 105 o C Daya serap air

Gambar 2.1 Simbol recycle HDPE

2.2.4 Karakteristik Komposit Densitas

Densitas merupakan indikator penting kemampuan suatu komposit. Hal ini menggambarkan seluruh efek dari properti material. Rumus untuk menghitung densitas:

dengan: = densitas (kg/m 3 )

m = massa (kg)

v = volume (m 3 )

Kekuatan Bending

Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah tegangan bending terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Pada bagian atas spesimen akan mengalami tegangan desak dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik.

Material komposit kekuatan tekannya lebih tinggi terhadap tegangan tariknya. Komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang disebabkan karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Rumus perhitungan kekuatan bending dengan metode three point bending mengacu pada ASTM D1037 dengan bentuk dan gambar spesimen seperti pada gambar 2.2.

Pengujian ini ditentukan oleh MOR (Modulus of Rupture). Rumus untuk menghitung MOR:

MOR =

bd

PL

b = lebar spesimen (mm)

d = tebal spesimen (mm)

Gambar 2.2 Mekanisme pengujian three point bending

Kekuatan Impak Izod

Standar pengujian kekuatan impak izod untuk komposit dengan penguat plastik adalah dengan ASTM D-5941. Untuk mengetahui kekuatan impak, terlebih dahulu dihitung energi yang diserap oleh benda (W), yaitu selisih energi potensial pendulum sebelum dan sesudah mengenai benda.

W=[

] ………….......……......……………………(2.3) dengan: W = energi yang terserap (J) w = berat pendulum (N)

=m.g R = jarak dari pusat rotasi pendulum ke pusat massa (m) = sudut pantul lengan ayun (°) = sudut naik awal lengan ayun (°)

Gambar 2.3 Sudut impak (modul panduan uji impak izod)

Bila pada kondisi pendulum diayunkan bebas (tanpa mengenai benda uji) sudut pantul lengan ayun lebih kecil daripada sudut naiknya berarti terdapat gesekan, maka nilai W dikurangi dengan energi gesekan (W gesek ).

Jadi, persamaan untuk menghitung energi total yang diserap oleh benda (W) adalah: W =W spesimen –W gesek W

............................................................ (2.4) dimana:

= sudut pantul lengan ayun tanpa mengenai benda

Maka, perhitungan nilai kekuatan impak benda uji adalah sebagai berikut:

a iU

() 2 J m ……………………………...………… (2.5)

dimana: W = energi yang terserap (J)

h = ketebalan benda uji (m)

b = lebar benda uji (m)

Kekuatan Geser Tekan

Bentuk dan ukuran spesimen uji geser tekan mengacu pada standar uji ASTM 1037. Perhitungan untuk menentukan tegangan geser maksimum adalah:

A = luas penampang spesimen, (mm 2 )

Gambar 2.4 Pengujian Geser Tekan (Sumber : ASTM D 1037)

2.3 Sintering

Sintering adalah pengikatan antara partikel-partikel serbuk pada suhu tinggi. Proses sintering dapat terjadi melalui mekanisme transport atom pada kondisi padat, pada beberapa kasus juga melibatkan fase cair. Proses sintering melalui pergerakan atom akan mengurangi energi permukaan (surface energy) antar partikel. Energi permukaan per unit volume berbanding terbalik dengan diameter partikel. Sedangkan energi permukaan tergantung dari luas permukaan. Oleh karena itu, partikel serbuk dengan luas permukaan spesifik yang lebih tinggi akan memiliki energi permukaan yang lebih tinggi pula dan akan memepercepat proses sintering. Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan serbuk dibagi dengan massa serbuk (German, 1994).

Gambar 2.5 memperlihatkan skema penyusutan pori-pori antar partikel serbuk selama proses sintering. Kondisi awal adalah kondisi setelah kompaksi, Gambar 2.5 memperlihatkan skema penyusutan pori-pori antar partikel serbuk selama proses sintering. Kondisi awal adalah kondisi setelah kompaksi,

Gambar 2.5 Skema penyusutan pori-pori selama proses sintering. (German, 1994)

Apabila proses sintering terus berlanjut maka area kontak antara partikel serbuk membesar karena adanya tekanan selama proses kompaksi dan partikel serbuk mulai mengalami perubahan fase menjadi lebih lunak, dan ketika material sudah pada kondisi suhu ruang akan menghasilkan ikatan yang lebih kuat. Selain

membentuk ikatan antar partikel, siklus sintering diharapkan dapat

menyeragamkan campuran serbuk dan mengurangi porositas. Proses sintering berpengaruh besar dalam menentukan sifat produk, antara lain kekuatan produk, kekerasan, keuletan, konduktifitas panas dan listrik.

Dampak proses kompaksi terhadap hasil sintering adalah berkurangnya pori-pori, serta menambah luas area kontak antar partikel, sehingga sifat material hasil proses sintering akan mengalami peningkatan kekuatan, densitas, serta berkurangnya penyusutan saat proses sintering. Serbuk HDPE pada suhu 120°C sudah mulai melunak karena pada suhu tersebut plastik sudah mendekati titik melting . Pelunakan serbuk plastik mengakibatkan terjadinya ikatan antar serbuk plastik. Ikatan antar serbuk plastik juga dipengaruhi oleh kompaksi yang diberikan. Kompaksi yang diberikan bersamaan dengan proses sintering akan memperbesar ikatan antar serbuk plastik. Bertambahnya ikatan antar partikel serbuk plastik akan menurunkan besarnya pori (Yonanta, 2008).

2.4 Pencampuran Serbuk (mixing)

Pencampuran serbuk dilakukan untuk menghasilkan distribusi komposisi material dan ukuran serbuk yang seragam. Proses ini juga berguna untuk menyeragamkan distribusi ukuran serbuk sebelum kompaksi, karena pada saat penyimpanan atau proses transportasi bisa mengalami getaran yang Pencampuran serbuk dilakukan untuk menghasilkan distribusi komposisi material dan ukuran serbuk yang seragam. Proses ini juga berguna untuk menyeragamkan distribusi ukuran serbuk sebelum kompaksi, karena pada saat penyimpanan atau proses transportasi bisa mengalami getaran yang

Terdapat tiga mekanisme pencampuran serbuk yaitu difusi, konveksi, dan geser. Mekanisme difusi yaitu pencampuran yang terjadi karena pergerakan partikel serbuk masuk ke partikel serbuk yang lain. Mekanisme konveksi yaitu percampuran dengan perpindahan sekumpulan serbuk ke tempat yang lain. Sedangkan mekanisme geser yaitu pergeseran serbuk karena perputaran plat tegak. Ketiga mekanisme tersebut dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6 Mekanisme pencampuran serbuk (German, 1994)

Menurut German, (1994) pencampuran serbuk yang optimal, yaitu serbuk dapat tercampur dengan baik, tergantung pada jumlah serbuk di dalam tabung dan kecepatan putar tabung. Untuk mendapatkan campuran yang optimal saat dilakukan transportasi perbandingan yang ideal antara dua ukuran partikel adalah

7 : 1, sedangkan untuk tiga ukuran partikel yang berbeda perbandingan yang ideal adalah 49 : 7 : 1. Volume pencampuran serbuk yang optimal adalah antara 20- 40% dari volume tabung. Sedangkan untuk kecepatan putar tabung untuk menghasilkan campuran yang optimum dapat dihitung dari persamaan berikut:

.....................................................................................(2.7) dimana: N c = Kecepatan putar pada kondisi kritis, yaitu pada kondisi gaya

sentrifugal partikel serbuk ke dinding sama dengan gaya gravitasi.

.................................................................................(2.8) dimana : d = diameter tabung (meter)

Kecepatan putar yang optimum didapat sekitar 75% dari kecepatan putar kritis (N c ).

2.5 Pemaparan Cuaca (Weathering Test)

Pemaparan cuaca dilakukan untuk mengetahui degradasi atau penurunan sifat mekanik dari komposit. Pemaparan cuaca dilakukan di tempat tebuka dan dibiarkan terkontak secara langsung dengan cuaca. Pemaparan cuaca dilakukan dengan sudut kemiringan 45

hadap garis katulistiwa (Taib dkk, 2010). Pemaparan cuaca memerlukan data-data meteorologi antara lain:

1. Suhu udara ( Nilai suhu udara didapat dari termometer udara.

2. Kelembaban udara Nilai kelembaban udara didapat dengan menggunakan termometer bola basah (wet) dan termometer bola kering (dry), kemudian dihitung dengan menggunakan rumus:

= Relative Humidity (%) = Tekanan uap air suhu bola basah

= Tekanan uap air jenuh = Suhu bola kering

= Suhu bola basah

= Tekanan udara stasiun pengamatan

3. Lama penyinaran matahari Lama penyinaran matahari didapat dari camble stoces. Lamanya penyinaran sinar matahari dicatat dengan jalan memusatkan (memfokuskan) sinar matahari melalui bola gelas hingga fokus sinar matahari tersebut tepat mengenai pias yang khusus dibuat untuk alat ini dan meninggalkan jejak pada pias. Dipergunakannya bola gelas dimaksudkan agar alat tersebut dapat dipergunakan untuk memfokuskan sinar matahari secara terus menerus tanpa terpengaruh oleh posisi matahari. Pias ditempatkan pada kerangka cekung yang konsentrik dengan 3. Lama penyinaran matahari Lama penyinaran matahari didapat dari camble stoces. Lamanya penyinaran sinar matahari dicatat dengan jalan memusatkan (memfokuskan) sinar matahari melalui bola gelas hingga fokus sinar matahari tersebut tepat mengenai pias yang khusus dibuat untuk alat ini dan meninggalkan jejak pada pias. Dipergunakannya bola gelas dimaksudkan agar alat tersebut dapat dipergunakan untuk memfokuskan sinar matahari secara terus menerus tanpa terpengaruh oleh posisi matahari. Pias ditempatkan pada kerangka cekung yang konsentrik dengan

Dimana: LPM = Lama penyinaran matahari (%)

n = Lama penyinaran matahari (jam)

= kemungkinan maksimum lamanya penyinaran matahari (jam)(tergantung letak lintang dan bulan)

4. Penguapan panci terbuka Evaporimeter panci terbuka digunakan untuk mengukur evaporasi. Makin luas permukaan panci, makin representatif atau makin mendekati penguapan yang sebenarnya. Pengukuran evaporasi dengan menggunakan evaporimeter memerlukan perlengkapan sebagai berikut :

· Panci bundar besar · Hook gauge, yaitu suatu alat untuk mengukur perubahan tinggi

permukaan air dalam panci. · Termometer air dan termometer maximum/ minimum · Cup counter anemometer · Pondasi/ alas pondasi atau alas yang digunakan yaitu papan. Hal ini

dikarenakan dengan menggunakan papan panci penguapan ini akan rata dan tidak berhubungan langsung dengan panas bumi dari tanah.

5. Piche Seperti panci penguapan terbuka, alat ini digunakan sebagai pengukur penguapan secara relatif. Maksudnya, alat ini tidak dapat mengukur secara langsung evaporasi ataupun evapotranspirasi yang sesungguhnya terjadi. Hasil pembacaannya sangat tergantung terhadap angin, iklim dan debu.

Gambar 2.7 Skema Piche (Rojali, 1997)

6. Curah hujan Untuk mengukur seberapa banyak jumlah curah hujan yang terjadi dalam suatu waktu diperlukan suatu alat pengukuran. Pluviometer atau penakar hujan (rain gauge), merupakan alat yang biasa digunakan dalam hal pengukuran curah hujan. Dalam rain gauge terdapat gelas/tabung dengan luas corong tertentu, dimana gelas/tabung ukur tersebut digunakan untuk menampung air hujan yang masuk ke dalam alat tersebut. Dimana tinggi air hujan yang terdapat dalam gelas ukur tersebut dapat dilihat dari penanda.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin dan Laboratorium Klimatologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.2 Bahan Penelitian

Pada penelitian ini bahan yang digunakan antara lain:

a. HDPE Partikel HDPE diperoleh dari Vinila Plastik, jl. Makamhaji, Gawok, Baki, Sukoharjo.

Gambar 3.1 Limbah HDPE

b. Ranting pohon Sampah ranting diperoleh di sekitar lingkungan kampus UNS. Ranting yang digunakan adalah ranting pohon asam.

Gambar 3.2 Ranting pohon Gambar 3.2 Ranting pohon

Gambar 3.3 Sampah daun

3.3 Alat Penelitian

Spesifikasi alat yang digunakan dalam penelitian dan pengambilan data antara lain adalah :

a. Timbangan digital Timbangan digital digunakan untuk mengukur massa dan selanjutnya untuk menentukan fraksi berat komposit. Spesifikasi timbangan digital:

· Kapasitas and Reability

: 500 g x 0.01

· Standard Deviation

· Tare Range

: 0 – 500 g

· Time Of Stabilizing

:3s

Gambar 3.4 Timbanagan digital Gambar 3.4 Timbanagan digital

· Rangka penyangga dan alas sebagai dudukan cetakan. · Luas cetakan 250 x 160 mm. · Pemanas dihubungkan ke pengatur panas. · Kapasitas dongkrak : 2 ton · Pressure Gauge

: 100 kg/cm²

Gambar 3.5 Alat press

c. Mesh (saringan) Mesh digunakan untuk mendapatkan ukuran HDPE dan ranting pohon setelah proses crushing. Pada penelitan ini penyaringan HDPE menggunakan mesh 30 dan 40, sedangkan sampah mnggunakan mesh 6 dan 10. Spesifikasi mesh yang digunakan:

: Laboratory Test Sieve

Gambar 3.6 Mesh (saringan) Gambar 3.6 Mesh (saringan)

e. Crusher (Pemecah/Penggiling) Crusher digunakan untuk mengiling HDPE, ranting dan daun sebelum disaring menggunakan mesh.

Gambar 3.7 Crusher

f. Rak Pemaparan cuaca Rak Pemaparan cuaca merupakan alat yang digunakan sebagai tempat untuk memaparkan spesimen terhadap cuaca.

Gambar 3.8 Rak pemaparan cuaca

g. Sangkar meteorologi Sangkar meteorologi merupakan tempat untuk mengambil data-data meteorologi, alat untuk pengambilan data meliputi:

1. Termometer Termometer yang digunakan yaitu termometer udara (untuk mencatat suhu udara), termometer basah dan kering (untuk menghitung kelembaban udara).

Gambar 3.9 Termometer udara, termometer basah dan termometer kering

2. Camble stocs Camble stocs digunakan untuk mencatat lama penyinaran matahari.

Gambar 3.10 Camble stoces

3. Panci penguapan terbuka Panci penguapan terbuka digunakan untuk mengukur evaporasi (penguapan). Dalam panci penguapan terbuka terdapat hook gauge yang berfungsi mengukur tinggi permukaan air dan termometer air untuk mengukur suhu air.

Gambar 3.11 (a) Panci penguapan terbuka; (b) hook gauge

(a)

(b)

4. Piche Piche merupakan alat yang digunakan untuk mengukur penguapan secara relatif. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada laju evaporasi yang dinyatakan dengan banyaknya air yang hilang ke atmosfer.

Gambar 3.12 Piche

5. Penakar hujan Penakar hujan yang dipakai ada 2 jenis, yaitu tipe Obs dan tipe holman

Gambar 3.13 Penakar hujan (a) tipe Obs dan (b) tipe Holman

6. Cup counter anemometer Cup counter anemometer merupakan alat untuk mencatat nilai kecepatan udara.

Gambar 3.13 Cup counter anemometer

3.4 Alat Uji

a. Universal Testing Machine (UTM) Alat ini digunakan untuk pengujian bending, geser tekan pada spesimen komposit. Spesifikasi dari UTM:

· Merk

: Sans/ SHT-4106

· Spesifikasi : Servo hidrolik; kapasitas maksimum beban 100 ton; kontrol dan data akuisisi menggunakan komputer.

Gambar 3.15 Universal Testing Machine

b. Impak Izod Alat ini digunakan untuk pengujian impak pada spesimen komposit. Spesifikasi impak izod:

· Merk

: Toyoseiki Tokyo

· Berat pendulum : 1,591 kg · Panjang lengan : 0,36 m

Gambar 3.16 Impak izod Gambar 3.16 Impak izod

: Ins pect-S50

· Modus operasional: low vacum (sampel non konduktif) dan high

vacum (sampel konduktif)

Gambar 3.17 Scanning Electron Micrograph

3.5 Langkah Kerja Penelitian

a. Persiapan Bahan Dasar Proses penyiapan bahan dasar adalah dengan pengumpulan plastik jenis HDPE yang berasal dari tempat penampungan sampah plastik. Sedangkan sampah organik yang dipakai berasal dari lingkungan sekitar kampus UNS.

b. Perlakuan Awal HDPE dicuci kemudian dibersihkan agar sisa-sisa minyak dan kotoran yang menempel hilang, setelah itu dijemur hingga kering. Kemudian untuk sampah daun dan ranting dijemur hingga kadar air 10% dengan Moisture wood meter agar mudah hancur saat proses penggilingan (crushing).

c. Proses Crushing Pada proses penggilingan (crushing), bahan dasar setelah perlakuan awal akan digiling dengan mesin crusher hingga hasil dari proses penggilingan menjadi serbuk.

d. Penyaringan Serbuk Serbuk daun, serbuk ranting, dan serbuk HDPE dari hasil crushing selanjutnya akan disaring. Untuk serbuk HDPE disaring dengan menggunakan ukuran mesh 30-40, sedangkan untuk sampah organik (daun dan ranting) menggunakan mesh 6-10.

e. Pencampuran Serbuk Proses pencampuran serbuk dilakukan untuk menyeragamkan komposisi, serta mengurangi segregasi yang biasa terjadi akibat adanya pergerakan atau getaran pada serbuk. Pencampuran serbuk dilakukan dalam keadaan kering. Fraksi volume HDPE 30%, serbuk daun 35%, dan serbuk ranting 35%. Penggunaan fraksi volume dalam pencampuran kedua serbuk tersebut untuk memudahkan dalam memperkirakan banyaknya masing-masing bahan dalam campuran. Pencampuran dilakukan dalam tabung silinder yang diputar dengan kecepatan 75 rpm. Perhitungan untuk mengetahui kecepatan putar pencampuran serbuk yang optimum dapat dilihat pada persamaan (2.7). Dengan volume total serbuk di dalam tabung adalah 40% dari volume tabung.

f. Pembuatan Spesimen Pembuatan spesimen dilakukan dengan metode Metode Pressured Sintering . Pressured sintering adalah suatu metode yang mengaplikasikan proses kompaksi dan sintering. Material yang dihasilkan dengan menggunakan metode pressured sintering diharapkan memiliki sifat mekanik dan fisik yang lebih baik. Pada penelitian ini digunakan tekanan sintering

2 bar, temperatur sintering 120ºC, waktu sintering 10 menit, fraksi volume HDPE 30%.

g. Pemaparan Cuaca (weathering) Pemaparan cuaca mengacu pada ASTM D1435. Pemaparan cuaca dilakukan dengan variasi waktu 0 bulan (tanpa pemaparan), pemaparan 1

6 mm

194 mm

bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Variasi waktu pemaparan tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemaparan cuaca terhadap degradasi karakteristik mekanik dari spesimen. Sudut pemaparan yang digunakan 45º dari arah horizontal menghadap garis katulistiwa. Penelitian ini dilakukan dari bulan juli sampai bulan september, dimana posisi gerak semu matahari secara geografis berada di utara tempat penelitian.

Gambar 3.18 Pola posisi matahari dalam satu tahun (Purwanto, 2011)

h. Tahap pengujian § Pengujian densitas Pengujian ini mengacu pada ASTM D 792, dimana dalam

pengujian ini tidak ditentukan dimensi spesimen yang akan diuji, melainkan ditentukan oleh massa spesimen. Massa spesimen yang digunakan adalah antara 1-50 gram.

§ Pengujian kekuatan bending

Pengujian ini mengacu pada ASTM D1037.

Gambar 3.19 Dimensi spesimen bending

§ Pengujian kekuatan impak

Pengujian ini mengacu pada ASTM D5941.

Gambar 3.20 Dimensi spesimen impak

§ Pengujian geser tekan

Pengujian ini mengacu pada ASTM D-1037.

Gambar 3.21 Dimensi spesimen geser tekan

i. Pengolahan Data Data yang telah diperoleh, selanjutnya dapat dilakukan analisis data yaitu dengan melakukan perhitungan terhadap besarnya kekuatan bending , kekutan impact dan geser tekan dari komposit HDPE - ranting - daun. Data hasil pengujian selanjutnya dapat disusun grafik hubungan antara variasi waktu pemaparan cuaca (weathering) terhadap kekuatan bending , kekuatan geser tekan dan kekuatan impak. Grafik digunakan untuk melihat pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap degradasi penurunan kekuatan mekanik komposit HDPE-sampah organik.

j. Diagram Alir

Gambar 3.22 Diagram alir penelitian

Penjemuran Sampah Organik Pencucian dan Penjemuran HDPE (kadar Air 10%)

Ranting dan daun

Pengolahan Data

Mulai

Kesimpulan

Mixing sampah organik dan HDPE pada N= 75 rpm, fraksi volume HDPE = 0.3

Penyaringan sampah dengan mesh 6-10

Proses crushing sampah dengan crusher

Selesai

HDPE

Proses crushing HDPE dengan crusher

Penyaringan HDPE dengan mesh 30-40

Pengujian

Densitas (ASTM D792) Bending (ASTM D1037), Impak (ASTM

D5941), Geser Tekan (ASTM D1037) dan foto SEM.

Pembuatan Spesimen

Metode Pressured Sintering dengan P = 2 bar, T = 120ºC, waktu

sintering

10 menit, fraksi volume HDPE 0.3

Pemaparan Cuaca

Variasi waktu 0 hari (tanpa pemaparan), pemaparan 1 bulan, 2

bulan, dan 3 bulan.

3.6 Jadwal Penelitian

1 Mencari referensi

2 Pembuatan proposal penelitian

3 Persiapan alat pembuatan komposit

4 Pelaksanaan penelitian

5 Pengambilan data

6 Analisa data

7 Hasil & kesimpulan penelitian

8 Pembuatan laporan

BAB IV HASIL DAN ANALISA

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa pengujian untuk mengetahui pengaruh waktu pemaparan cuaca terhadap karakteristik mekanik komposit HDPE-sampah organik. Pengujian yang dilakukan antara lain uji bending, uji impak, uji geser tekan dan pengamatan struktur spesimen dengan foto SEM.

4.1 Kondisi Pemaparan Cuaca

Komposit HDPE-Sampah Organik dipaparkan pada udara terbuka (outdoor weathering) selama 3 bulan di Stasiun PUSLITBANG FP. UNS, Jumantono, Karanganyar. Berikut data meteorologi selama berlangsungnya proses pemaparan cuaca. Tabel 4.1 Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun PUSLITBANG

Bulan

Suhu Udara (

Kelembaban Udara (%) Penyinaran (%) Rata-rata Rata-rata Rata-rata

Juli 27,55 73,88 72,32 Agustus 28,26 68,93 72,63 September 26,25 66,49 85,28

Sumber: Stasiun PUSLITBANG FP UNS, Kec Jumantono, Kab Karanganyar . Tabel 4.2 Rata-Rata Penguapan Panci Terbuka dan Piche

SUHU AIR

ANGIN : 0,5 m

AIR

TINGGI

E=P+H

P (mm)

MAX

MIN FORCE

(mm) AIR (H) (mm)

(mm)

Juli 54,79 51,73 3,90 0,83 34,27 23,53 2450,91 Agustus 48,76 44,49 4,27 0,00 32,71 21,65 3060,76 September 53,84 48,36 5,48 0,00 33,74 21,94 4043,09

Sumber: Stasiun PUSLITBANG FP UNS, Kec Jumantono, Kab Karanganyar .

Tabel 4.1 menggambarkan selama pemaparan cuaca tidak terjadi perbedaan rata-rata suhu udara yang signifikan tiap bulannya, artinya selama

proses pemaparan komposit menerima suhu udara yang relatif sama. Suhu udara dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari, karena dalam penyinaran matahari mengandung panas. Selama pemaparan cuaca rata-rata kelembaban udara tertinggi proses pemaparan komposit menerima suhu udara yang relatif sama. Suhu udara dipengaruhi oleh lama penyinaran matahari, karena dalam penyinaran matahari mengandung panas. Selama pemaparan cuaca rata-rata kelembaban udara tertinggi

4.2 Pengukuran Densitas Komposit HDPE-Sampah Organik

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia (Chrism.) Swingle) TERHADAP BAKTERI Aggregatibacter actinomycetemcomitans SECARA IN VITRO

0 0 14

KARAKTERISTIK SARANG DAN KEBERHASILAN BERBIAK KUNTUL BESAR (Egretta alba) DAN CANGAK ABU (Ardea cinerea) DI AREAL BREEDING SITE DESA TANJUNG REJO

0 0 13

ANALISIS PENGARUH RETURN ON ASSET (ROA), EARNING PER SHARE (EPS), RETURN ON EQUITY (ROE) DAN CURRENT RATIO (CR) TERHADAP HARGA SAHAM PERUSAHAAN PROPERTY DAN REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2009-2011

0 1 13

PENGARUH PENGALAMAN, KEAHLIAN, SITUASI AUDIT, ETIKA, GENDER DAN INDEPENDENSI TERHADAP KETEPATAN PEMBERIAN OPINI AUDITOR MELALUI SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

1 1 16

PENGARUH MOTIVASI, PERSEPSI, NILAI INTRINSIK, PENGHASILAN, KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PROFESI AKUNTAN PAJAK SERTA PERTIMBANGAN PASAR KERJA TERHADAP MINAT MAHASISWA AKUNTANSI UNTUK BERKARIER DI BIDANG PERPAJAKAN

0 0 15

ANALISIS PENGARUH KEPUASAN GAJI, KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP TURNOVER INTENTION DENGAN MEDIASI KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN RUMAH SAKIT ‘AISYIYAH KUDUS

0 1 16

PENGARUH HARGA, KUALITAS PRODUK, DAN KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN PADA ECO ROSO RESTO DI KUDUS

0 0 14

PENGARUH PERSEPSI KEBERMANFAATAN, PERSEPSI KEMUDAHAN,PERSEPSI KERUMITAN, DAN PERSEPSI KEPUASAN WAJIB PAJAKTERHADAP PENGGUNAAN E-FILLING BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KOTA KUDUS

0 0 16

PENGARUH KEPEMIMPINAN, MOTIVASI, DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN PATI

0 0 14

PENGARUH BUDAYA ORGANISASIONAL, KOMITMEN KERJA, DAN KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA RSUD KELET JEPARA

0 3 13