Gugus Irianto Nurlita Novianti Putu Prima Wulandari

Gugus Irianto Nurlita Novianti Putu Prima Wulandari

Universitas Brawijaya, Jl. MT. Haryono 165, Malang, 65145.

Surel: gugusir@ub.ac.id

Abstrak: “Kamuflase” dalam Praktik Rotasi Auditor. Penelitian ini bertu- juan menemukan makna praktik rotasi auditor dari perspektif auditor. Melalui metode fenomenologi transendental Husserl, ditemukan bahwa rotasi auditor memiliki tujuan mulia di antaranya untuk menjaga dan meningkatkan indepen- densi auditor, kualitas audit, sharing knowledge and profit, serta mencegah ter- jadinya kolusi antara auditor dengan klien. Di sisi lain, adanya ketergantungan ekonomis auditor pada klien mengakibatkan adanya praktik “kamuflase” dalam menyikapi regulasi tentang rotasi auditor, di antaranya melalui praktik “rotasi auditor semu” dan praktik “reinkarnasi” KAP. Diperlukan aturan yang lebih membumi dan kesadaran etika auditor dan auditee par excellence terkait rotasi auditor.

Abstract: The “Camouflage” in Auditor Rotation Practice. This study aims to reveal the meaning of auditor rotation practices from the perspective of the auditor. By employing Husserl’s transcendental phenomenology, this study indicates that auditor rotation has been understood as having noble objectives which are to main- tain auditors’ independence, to secure and improve quality audit, to share knowl- edge and profit, and to prevent collusion between auditors and their clients. On the other hand, auditors’ economic dependence on the client results in “camouflage” auditor rotation practices, including “pseudo auditor rotation” and “reincarnation” of public accounting firm. Mundane rules and par excellence ethical awareness of the auditors and auditees are needed concerning auditor rotation.

Kata kunci : Kamuflase rotasi auditor, Fenomenologi transendental, Ketergan- tungan ekonomis, Rotasi auditor semu, Reinkarnasi KAP

Kebangkrutan Enron dan klien akan berpotensi mencip- perusahaan-perusahaan besar di

Amerika Serikat yang antara lain

dipicu oleh manipulasi pembu - dengan manajemen klien yang kuan (Irianto 2003), menjadi

diauditnya. Kedekatan hubungan titik balik munculnya regulasi

antara auditor dan klien diya- yang lebih ketat terhadap Kantor

kini berdampak negatif terhadap Akuntan Publik (KAP). Salah

independensi, serta dapat mengu - satu regulasi yang fenomenal rangi keandalan dan kualitas adalah Sarbanes-Oxley Act, yang

berkontribusi antara lain mengatur rotasi audit.

audit

sehingga

bagi terjadinya skandal-skandal

Jurnal Akuntansi Multiparadigma

Dimasukkannya ketentuan yang JAMAL keuangan di Amerika Serikat (Gates

Volume 5

mewajibkan rotasi audit ke dalam Nomor 3 et al. 2007). Peraturan terkait

Sarbanes-Oxley Act tidak terlepas Malang, Desember 2014 partner (rekan) audit di

Halaman 345-510

rotasi

dari pertimbangan bahwa terlalu dalam Sarbanes-Oxley Act mendo-

pISSN 2086-7603

eISSN 2089-5879

lamanya pelaksanaan audit oleh rong negara-negara lain untuk

auditor independen pada satu menerbitkan peraturan serupa, Tanggal masuk:

Tanggal masuk:

28 November 2014 26 Maret 2014

Tanggal revisi: Tanggal revisi: 1 Studi ini dibiayai melalui hibah kom-

telah berbagi pengalaman dan penge -

18 Desember 2014 14 Mei 2014

petisi di Jurusan Akuntansi FEB

Tanggal diterima: Tanggal diterima: Universitas Brawijaya. Ungkapan

tahuan, kepada reviewer anonim dan

Prof. Iwan Triyuwono atas komentar

23 Desember 2014 21 Mei 2014

terimakasih dan penghargaan disam- dan saran yang konstruktif, serta ke- paikan kepada seluruh informan yang

pada Yuki Firmanto.

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 393-408 termasuk Indonesia. Di Indonesia, regulasi

partner audit dan KAP yang diberlakukan tentang rotasi audit pertama kali diterapkan

di Indonesia pada kenyataannya justru di sektor perbankan melalui Peraturan Bank

lebih ketat dibandingkan dengan regu- Indonesia No. 3/22/PBI/2001. Selanjutnya,

lasi serupa di Amerika Serikat. Hal ini bisa Pemerintah Indonesia pada tahun 2002 dilihat dari pembatasan tenur audit yang

menetapkan regulasi yang mewajibkan tidak hanya dilakukan pada tenur partner pelaksanaan rotasi partner audit dan KAP audit sebagaimana diatur dalam Sarbanes- melalui Keputusan Menteri Keuangan Oxley Act, melainkan juga dibatasi pada Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa

tenur KAP. Ketatnya aturan rotasi ini telah Akuntan Publik. Regulasi ini menjelaskan

menimbulkan banyak reaksi dan perde- bahwa pemberian jasa audit oleh suatu KAP

batan. Perdebatan mengenai perlu tidaknya kepada klien hanya boleh dilaksanakan

keberadaan regulasi rotasi audit ini telah paling lama lima tahun buku berturut-

mendorong dilakukannya penelitian yang turut. Sementara, bagi seorang partner audit

ditujukan untuk memberikan bukti empiris di suatu KAP pemberian jasa audit kepada

bagi masing-masing argumen mengenai klien hanya boleh dilaksanakan paling lama

konsep rotasi partner audit maupun KAP. tiga tahun buku berturut-turut. Ketentuan

Namun demikian, hingga kini penelitian- ini juga diikuti oleh BAPEPAM dengan

penelitian tersebut masih memperlihatkan mengeluarkan ketentuan rotasi yang diatur

hasil yang berseberangan. Sejumlah pene - dalam Peraturan BAPEPAM No. VIII.A.2

litian menunjukkan hasil yang memberikan (Kep. 20/PM/2002), sehingga mempertegas

dukungan bagi keberadaan regulasi rotasi penerapan rotasi partner audit dan KAP KAP dan partner audit. Misalnya penelitian dalam pelaksanaan audit pada perusahaan

Chi dan Huang (2005) yang mendapatkan yang tercatat di pasar modal Indonesia. hasil bahwa seiring dengan bertambahnya Perubahan lebih lanjut regulasi tentang tenur KAP maka semakin sulit auditor rotasi audit dilakukan pemerintah Indonesia

mempertahankan independensinya yang melalui Keputusan Menteri Keuangan No. lebih jauh berakibat pada menurunnya 359/KMK.06/2003. Secara spesifik, KMK

kualitas audit. Dampak lain dari relasi yang No. 359 tahun 2003 menegaskan bahwa

terlalu lama antara KAP dan atau partner- aturan rotasi tetap berlaku bagi KAP

nya dengan klien adalah pada keengganan meskipun KAP bersangkutan melakukan

untuk pengembangan strategi audit yang perubahan komposisi partner audit, atau lebih baru (Carey dan Simnett 2006), yang mengganti nama KAP. Setelah itu, pada juga dapat berimplikasi pada menurunnya tahun 2008, pemerintah Indonesia kembali

kualitas audit.

melakukan revisi peraturan dengan menge- Namun, hasil yang berbeda ditun - luarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

jukkan dalam penelitian Myers et al. (2003) 17/PMK.01/2008 yang menyatakan bahwa

yang menunjukkan hasil bahwa kualitas pemberian jasa audit kepada satu perusa-

audit justru semakin meningkat seiring haan oleh suatu KAP diperpanjang menjadi

dengan bertambah lamanya tenur KAP dan maksimal enam tahun buku berturut-turut;

tenur partner audit, serta penelitian Chen dan periode tunggu setelah pelaksanaan

et al. (2008) yang membuktikan adanya rotasi adalah selama satu tahun.

peningkatan kualitas audit seiring bert- Kewajiban rotasi KAP dan partner

ambahnya tenur partner audit. Selain itu, audit juga merupakan salah satu keten-

penelitian Carcello dan Nagy (2004) juga tuan yang dimasukkan ke dalam Undang-

menunjukkan bahwa kegagalan audit lebih Undang tentang Akuntan Publik. Dalam

banyak terjadi pada tiga tahun pertama Undang-undang Akuntan Publik keten-

perikatan audit, dan tingkat kegagalan ini tuan ini dimasukkan dalam Pasal 4 yang

semakin berkurang seiring dengan tenur menyatakan bahwa terdapat pembatasan

KAP yang semakin lama. Hal yang sama tenur audit. Berapa lamanya pembatasan

juga ditemukan dalam penelitian Cameran tergantung pada peraturan yang dikelu-

et al. (2008) yang menyatakan bahwa regu- arkan oleh pemerintah, dalam hal ini adalah

lasi terkait rotasi auditor tidak akan dapat PMK No. 17 tahun 2008. Pembatasan tenur

menambah kualitas audit. selama enam tahun buku berturut-turut

Diskusi mengenai rotasi KAP dan dan masa tunggu dua tahun juga berlaku

partner audit di Indonesia telah muncul bagi KAP sesuai dengan pasal 4 Undang-

di kalangan akademisi maupun praktisi Undang Akuntan Publik. Aturan rotasi

akuntan publik sejak pelaksanaan rotasi ini

Irianto, Novianti, Wulandari, Kamuflase” dalam Praktik Rotasi...395 diwajibkan oleh pemerintah. Belakangan ini,

dipandang sebagai penelitian dalam para - konsep rotasi KAP dan partner audit kembali

digma interpretif. Studi dalam paradigma banyak diperdebatkan. Penerapan kewajiban

interpretif ditujukan untuk memahami (to rotasi ini di Indonesia juga telah memotivasi

understand) suatu fenomena tertentu apa dilakukannya penelitian yang berfokus pada

adanya dan secara mendalam, tanpa berpre - isu rotasi KAP dan partner audit berdasarkan

tensi untuk melangkah lebih jauh misalnya data di Indonesia, misalnya penelitian melakukan transformasi atau perubahan Mayangsari (2006, 2007) dan Wibowo

atas ditemukannya suatu fenomena tertentu (2008). Mayangsari (2006) meneliti tentang

(Triyuwono 2006:217). Dalam konteks hubungan antara tenur KAP dan persepsi studi ini, fenomena yang diamati dan digali

investor terhadap kualitas audit, sedangkan adalah praktik rotasi audit. Sedangkan penelitian Mayangsari (2007) berfokus pada

sudut pandang yang dipilih adalah dari hubungan antara tenur KAP dan kualitas

sudut pandang auditor, sebagai pelaku audit. Di dalam dua penelitian tersebut, yang berpengetahuan dan berpengalaman

Mayangsari (2006, 2007) tidak menemukan langsung serta bergelut dengan praktik bukti adanya pengaruh negatif tenur KAP,

rotasi audit. Pemahaman yang mendalam baik terhadap kualitas audit maupun

atas suatu fenomena tertentu bersumber persepsi investor atas kualitas audit. Namun

dari pengetahuan dan pengalaman lang - demikian, penelitian Mayangsari (2006,

sung pihak yang menjalani dan merasakan 2007) hanya berfokus pada tenur KAP dan

keseharian atas fenomena tersebut. Di mengabaikan tenur partner audit sehingga dalam hal rotasi audit, maka pemahaman penelitian-penelitian tersebut belum bisa

yang mendalam atas fenomena rotasi memberikan bukti empiris bagi kewajiban

audit disadari, dijalani dan dirasakan oleh rotasi partner audit yang diterapkan di

auditor. Mengacu pada pandangan Denzin Indonesia. Sementara itu, penelitian Wibowo

(1989:11), titik awal penelitian ini adalah (2008) lebih menekankan pada dampak

dari pemaknaan atas persepsi auditor yang keberadaan regulasi rotasi KAP terhadap

memiliki pemahaman dan pengetahuan, pangsa pasar KAP the Big Four di Indonesia.

serta menjalani secara langsung praktik Oleh karenanya, penelitian Wibowo tidak

rotasi audit.

memberikan bukti empiris tentang pengaruh Dalam rangka menggali informasi, kewajiban rotasi auditor terhadap kual-

menganalisis dan menarasikannya, maka itas audit yang dilaksanakan oleh profesi

fenomenologi digunakan akuntan publik di Indonesia. Penelitian yang

pendekatan

dalam studi ini. Pendekatan fenomenologi berbeda dilakukan oleh Maradona (2009)

dipandang tepat untuk memahami sebuah yang tidak hanya menggunakan tenur KAP,

fenomena dan merefleksikan tema esensial namun juga tenur partner KAP. Hasil pene-

dari pemaknaan praktik rotasi audit dari litian ini memberi bukti empiris bahwa

kacamata subjek penelitian yang memang terjadi peningkatan dalam kualitas audit

memiliki pengalaman dan pengetahuan yang dilaksanakan oleh auditor independen

tentang fenomena yang diteliti. Creswell seiring dengan bertambahnya tenur KAP. (2007) menjelaskan esensi tentang studi Selanjutnya, dalam penelitian Novianti et

fenomenologi dan fokus dari seorang fenom- al. (2012) juga ditemukan bahwa semakin

enologis. Menurut Creswell (2007:57-58) lama penugasan audit, maka semakin baik

studi fenomenologi merupakan kajian yang kualitas auditnya.

mendeskripsikan tentang “the meaning for Berdasarkan hasil riset empiris

several individuals of their lived experiences ternyata masih terdapat perbedaan hasil of a concept or a phenomenon”. Sedangkan penelitian terkait dengan regulasi rotasi

seorang fenomenologis memfokuskan diri auditor dan implikasinya. Berangkat dari

pada “… describing what all participants have adanya perbedaan hasil penelitian sebel -

in common as they experience a phenom- umnya, maka penelitian ini dilaksanakan

enon.” Lebih lanjut Creswell menjelaskan dalam upaya mengungkap lebih jauh dan

bahwa “ the basic purpose of phenomenology mendalam tentang fenomena di balik praktik

is to reduce individual experiences with a rotasi auditor dari sudut pandang auditor.

phenomenon to a description of the universal essence” atau dalam istilah van Manen

METODE

(1990:177) tujuannya adalah “[to] grasp Jika merujuk pada pemikiran dan

of the very nature of the thing.” Atas dasar elaborasi Chua (1986), maka studi ini dapat

itulah, maka peneliti mengumpulkan data

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 393-408 dari informan yang memiliki pengalaman

dan pengetahuan tentang fenomena yang diteliti dan kemudian “develops a composite description of the essence of the experience for all of the individuals” (Creswell 2007:58). Oleh karena itu Creswell (2007:59) mene- gaskan bahwa fenomenologi “is not only a description, but it is also seen as an interpre- tive process in which the researcher makes an interpretation.” Melalui pendekatan ini, semua bentuk pre-konsepsi atas suatu

fenomena harus ditepis dan dihindari, sehingga fenomena yang diungkapkan dapat merupakan pengalaman dan pengetahuan murni yang diungkapkan oleh subjek pene- litian (Adian 2010:5). Ini selaras dengan pandangan Husserl tentang fenomenologi, dia menyatakan bahwa fenomenologi adalah “ science of pure phenomenon” (Hardy 2010: 2).

Tipe fenomenologi yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengarah pada

fenomenologi transendental

Husserl 2 .

Awalnya pemikiran Husserl disampaikan melalui

Gottingen, Jerman dan secara otomatis ditulis dalam Bahasa Jerman. Kuliah-kuliah Husserl disampaikan di awal abad 20, atau sekitar tahun 1902-1903 dan seterusnya pasca publikasi Logical Investigation di tahun 1900/1901 (Hardy 2010:1). Setelah itu publikasi Husserl diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris dan belakangan juga diter- jemahkan dan dikupas dalam Bahasa Indonesia. Pemahaman tentang fenome- nologi transendental Husserl dalam peneli- tian ini terbatas mengacu pada buku-buku terjemahan dalam Bahasa Inggris maupun bahasa Indonesia, sehingga sangat mungkin terjadi adanya bias dalam pemahaman atas pemikiran Husserl.

Proses studi yang telah dilakukan mengikuti pola yang dikembangkan oleh Moustakas (1994) dan sumber-sumber lain yang relevan. Salah satu ciri fenome- nologi yang dikembangkan Husserl adalah adanya epoche atau bracketing, dimana peneliti harus menyisihkan semua bentuk pre-konsepsi atas fenomena yang diteliti untuk memperoleh gambaran murni (fresh

perspective) dari subjek penelitian (Creswell 2007:59-60). Proses ini yang disebut sebagai reduksi fenomenologis (Rapar 1996:119- 120), satu dari tiga tahap reduksi yang dita- warkan Husserl dalam rangka membangun ilmu pengetahuan yang rigorous, yang tidak terdapat keraguan (apodiktis) di dalamnya. Reduksi tahap selanjutnya adalah reduksi eidetic. Reduksi eidetic ditujukan untuk menemukan eidos atau hakekat atau makna yang tersembunyi dari fenomena yang diamati. Pada tahap ini hakekat atau makna dimaksud sudah mulai disusun dan disajikan dalam bentuk tema-tema spesifik. Proses ini dilakukan melalui pengamatan yang seksama dan iterative, bukan melalui proses yang linear (Bertens 1990). Dalam bahasa yang lain, melalui reduksi eidetic maka deskripsi tekstural (textural descrip- tion) yang merupakan pengalaman informan, dan deskripsi struktural (structural descrip- tion) yang menjelaskan tentang konteks

penelitian dapat dihasilkan 3 . Pada tahap akhir dilakukan reduksi transendental yang merupakan tahapan kunci dalam fenome- nologi transendental Husserl. Tujuannya adalah untuk menemukan hakekat atau makna yang sesungguhnya, murni dan utuh. Prosesnya dilakukan dengan seksama, itera- tive, dan intuitive. Inilah puncak dari seluruh proses dalam fenomenologi transendental Husserl, yang menurut Creswell disebut sebagai “esensi” (the essence) dari hakikat atau makna pengalaman yang sesung- guhnya (Creswell 2007: 60).

Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi transendental, peneliti tidak hanya mengungkap fenomena yang tampak tetapi juga mengungkap kesadaran terteliti dan pengalaman yang mereka alami terkait dengan fenomena rotasi audit, di mana kesadaran yang dimiliki informan meru- pakan format sederhana namun dapat digunakan untuk memperoleh pemahaman secara mendalam. Dengan pendekatan ini peneliti berharap dapat memahami secara mendalam makna dan struktur makna dari fenomena mengenai bagaimana auditor memaknai praktik rotasi audit.

2 Creswell (2007:59) menyebut fenomenologi tran- sendental “Moustakas” dan bukan fenomenologi transendental “Husserl”, walaupun menegaskan bahwa Moustakas menggunakan konsep epoche atau bracketing dari Husserl. Hemat peneliti, Hus- serl adalah seorang pembelajar yang humble na -

mun memiliki determinasi; merujuk salah satu pernyataannya bahwa “… I am, after many years, still the beginner and the student. But I want to become the master! Carpe diem" (Hardy 2010: 1)

3 Terminologi textural description dan structural de- scription merujuk pada Creswell (2007:60).

Irianto, Novianti, Wulandari, Kamuflase” dalam Praktik Rotasi...397

Berdasarkan pada tujuan serta data, karena dengan wawancara tidak pendekatan fenomenologi yang digunakan

terstruktur maka memungkinkan peneliti dalam penelitian ini maka unit analisis

untuk mengklarifikasi jawaban yang tidak dalam penelitian ini adalah makna yang

jelas. Metode yang kedua adalah melakukan diberikan oleh auditor terhadap fenomena

observasi di lapangan. Melalui observasi ini rotasi audit. Makna tersebut akan dijadikan

peneliti melakukan pengamatan terhadap sebagai dasar untuk menganalisis perma-

kejadian (fenomena) yang dialami oleh salahan yang dikemukakan. Makna tersebut

terteliti. Dimana dalam melakukan observasi juga merupakan bentuk pemahaman

secara langsung maka peneliti juga menga- mendalam mengenai bagaimana auditor mati ekspresi, situasi dan kondisi yang memiliki pengalaman dan pengetahuan

dialami auditor guna mendapatkan pema- dalam memaknai suatu fenomena yang ingin

haman secara mendalam.

diungkap peneliti. Fenomenologi transendental yang digu- Informan Penelitian. Seperti telah nakan dalam penelitian ini mengantarkan disebutkan sebelumnya bahwa penelitian

peneliti untuk menggunakan teknik analisis ini difokuskan pada pencarian makna yang

data dengan mengesampingkan pengalaman diberikan oleh auditor terhadap fenomena

peneliti terlebih dahulu untuk menemukan rotasi audit, oleh sebab itu informan yang

perspektif pertama (fresh perspective) dipilih untuk proses pengambilan data

(Creswell 2007:59) dari sebuah fenomena adalah praktisi yang terlibat langsung dan

yang diamati. Selanjutnya, peneliti mengem - memiliki pengalaman mengenai praktik

bangkan topik yang bersifat tekstural dari rotasi audit yaitu auditor. Sesuai komitmen

pengalaman informan yaitu apa yang dialami dengan informan, maka nama-nama

oleh auditor dalam memaknai fenomena informan, KAP, serta informasi yang dipan -

rotasi audit. Kemudian peneliti mengem - dang “sensitif” disamarkan, tanpa mengu-

bangkan topik struktural dari pengalaman rangi substansi makna atau pesan yang

mereka yaitu bagaimana auditor mema- disampaikan. Adapun informan penelitian

hami fenomena terkait dengan pengalaman ini ditunjukkan dalam Tabel 1.

mereka dalam memaknai praktik rotasi audit Pengumpulan data dilakukan dengan

khususnya dalam suatu kondisi, situasi, dan menekankan kepada proses dan bukan hanya

konteks tertentu. Kemudian peneliti perlu sekedar pada hasil. Oleh sebab itu data yang

menggabungkan deskripsi tekstural dan diambil sebagai bahan yang dianalisis dalam

struktural guna menyampaikan esensi kese- penelitian ini dilakukan dengan memperoleh

luruhan dari pengalaman informan (Creswell pemahaman secara mendalam mengenai 2007:60). Oleh sebab itu penelitian ini tidak bagaimana auditor memaknai fenomena

hanya sekedar mendeskripsikan fenomena, rotasi audit. Dalam rangka memperoleh

namun yang terpenting adalah menjelaskan data, maka penelitian ini menggunakan

makna dan mencari struktur makna, serta beberapa metode. Pertama adalah wawan -

menemukan esensi dari fenomena yang cara tidak terstruktur. Hal ini dimaksudkan

diamati.

agar bisa mengeksplorasi isu kompleks secara mendalam dan memungkinkan untuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

melakukan eksplorasi mengapa orang memi-

Rotasi audit: memenuhi regulasi,

liki sudut pandang yang berbeda. Metode ini

menjaga independensi, dan menjaga

juga memungkinkan peneliti untuk meng- kua litas audit. Sebagaimana telah diuraikan hindari kesalahan dalam menginterpretasi

di bagian awal studi ini, rotasi audit di Indonesia telah diatur oleh pemerintah

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 393-408 Republik Indonesia melalui Keputusan-

periodik… sebenarnya tujuannya keputusan Menteri Keuangan RI, BAPEPAM,

itu yaa untuk mempertahankan dan BAPEPAM-LK. Di lingkungan perbankan,

independensi auditor di lapangan regulasi terkait rotasi audit dilakukan oleh

Bank Indonesia. Terakhir, rotasi audit juga sudah inheren dalam Undang-undang

Ibu AI dan Bapak KS memiliki pandangan tentang Akuntan Publik. Regulasi rotasi

yang sama dalam hal urgensi pelaksanaan audit ditujukan antara lain untuk menjaga

rotasi audit yaitu pada aspek menjaga inde- independensi akuntan publik, dan menjaga pendensi auditor, serta menjaga dan atau

serta meningkatkan kualitas audit. meningkatkan kualitas audit. Masalah inde- Walaupun dari sisi aturan telah jelas

pendensi inilah yang merupakan pemicu dan tegas, namun praktik rotasi audit yang awal adanya regulasi rotasi audit yang lebih

ditemukan dalam studi ini menunjukkan ketat, terutama setelah menyeruaknya fenomena yang berbeda. Informan-informan

kasus Enron yang berimplikasi pada gulung auditor dalam studi ini telah memahami tikarnya Arthur Andersen. Independensi makna dan menunjukkan kesadaran tinggi

auditor merupakan sikap mental auditor akan pentingnya rotasi audit, namun disisi

yang diekspektasi oleh pengguna laporan lain juga menyampaikan berbagai praktik

keuangan dan pubik. Sikap mental ini yang bertentangan dengan kesadaran

harus dimiliki auditor ketika ia menjalankan tersebut. Praktik-praktik yang berten-

tugas pengauditan yang mengharuskan ia tangan dengan kesadaran dimaksud ditata

memberi atestasi atas kewajaran laporan sedemikian rupa sehingga tampak wujud

keuangan kliennya. Wajar adanya jika peng- yang sesuai dengan regulasi rotasi audit guna laporan keuangan, regulator, dan

yang berlaku. pihak-pihak lain selalu mempertanyakan Ibu AI, salah satu informan yang apakah auditor bisa independen dalam

merupakan Manajer KAP DB, dengan tegas menjalankan tugasnya. Auditor adalah menyatakan bahwa:

orang atau profesi yang mendapatkan peng- hasilan dari klien yang mereka audit. Dalam

Rotasi Audit itu … kalau menu- sebagian kasus, persentase penghasilan dari rutku penting. Ya dipraktikkan

satu klien dibandingkan dengan semua klien dong, kan kita dibatasi undang-

mungkin sedemikian signifikan mempenga- undang...tiga tahun kan harus

ruhi penghasilan kantor akuntan. Sehingga, ganti partner, lima tahun harus kehilangan klien tersebut bisa secara mate- ganti KAP. Kalo semakin lama rial mempengaruhi pendapatan kantor kamu pake satu auditor yang akuntan. Keraguan tentang independensi sama, efeknya independensi audi- ini bertambah berat karena KAP selama ini tor akan berkurang. Dengan kata diberi kebebasan untuk memberikan jasa lain kualitas auditnya turun. non-audit kepada klien yang mereka audit.

Pernyataan Ibu AI tersebut menegaskan Pemberian jasa non-audit ini menambah keyakinannya bahwa rotasi audit itu penting

besar jumlah dependensi secara finan- dilaksanakan dan secara konsekuen telah

sial kantor akuntan kepada kliennya. dilaksanakan di KAP tempat Ibu AI bekerja.

Independensi juga terkait dengan kompe- Lebih lanjut, pernyataan Ibu AI juga mene -

tensi auditor. Independensi merupakan gaskan bahwa rotasi audit penting dilak-

karakteristik pada diri auditor yang sanakan dalam rangka mentaati peraturan

membuatnya mampu mengatasi tekanan perundang-undangan, menjaga indepen-

atau pengaruh dari pihak-pihak tertentu densi auditor, serta menjaga kua litas audit.

ketika melaksanakan tugasnya sebagai Makna lainnya adalah bahwa kedekatan

auditor, sedang kan kompetensi merupakan hubungan (closeness) antara KAP dengan karakteristik auditor sebagai hasil dari klien sebagai akibat lamanya penugasan

pendidikan dan pengalaman, termasuk juga dapat mengurangi independensi dan pengembangan berkelanjutan dari individu ujungnya dapat menurunkan kualitas audit.

dan profesi (AAA 1973:15–17). Lebih lanjut, Pandangan yang hampir sama namun relatif

kompetensi auditor dapat memberikan terbatas disampaikan oleh Bapak KS, seperti

garansi akan kualitas audit. Kompetensi berikut:

dan independensi auditor merupakan dimensi kualitas audit yang disebut dengan

“… kualitas audit bisa ditingkat- kekuatan pengawasan auditor atau auditor kan kalau auditor diganti [secara]

Irianto, Novianti, Wulandari, Kamuflase” dalam Praktik Rotasi...399 monitoring strength (Watkins et al. 2004).

Watkins et al. (2004) menguraikan bahwa kekuatan pengawasan auditor berperan dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan melalui kemampuannya untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan, yaitu meningkatkan ketajaman (fineness) informasi, mengurangi kekaburan (noise) informasi, dan meminimalkan bias dalam informasi keuangan yang disajikan oleh klien. Kekuatan pengawasan auditor menun- jukkan kemampuan auditor dalam memini- malkan perbedaan antara kondisi ekonomi perusahaan sebagaimana dilaporkan dan kondisi ekonomi perusahaan sesungguhnya (Watkins et al. 2004). Kekuatan pengawasan inilah yang bisa terkait dengan risiko audit.

Risiko audit menjadi salah satu pertim- bangan mendasar bagi auditor untuk menerima atau menolak pekerjaan audit. Hal demikian diungkapkan oleh Bapak AD

“ Kalo saya sih... kalo kita beruru- san dengan orang yang integritas - nya dipertanyakan kan kemung- kinan kita mendapatkan kewa- jiban hukum … ya pilih ga terima job daripada risikonya tinggi.”

Deskripsi yang disampaikan Bapak AD menggambarkan salah satu konteks dari audit. Konteks dalam bahasa Creswell (2007) disebut sebagai deskripsi struktural (structural description). Deskripsi tersebut menegaskan bahwa risiko audit menjadi pertimbangan mendasar diterima atau dito - laknya pekerjaan audit dibanding faktor lain, semisal independensi. Pertimbangan risiko dalam audit juga disampaikan oleh Bapak DPA dan Bapak BH. Bapak DPA menekankan bahwa tidak semua job akan diterima, dan risiko audit menjadi pertimbangan diterima atau ditolaknya suatu pekerjaan audit. Bapak DPA menyatakan bahwa “...ga semua klien aku ambil koq. Kan aku lihat risikonya juga.” Pandangan serupa juga dinyatakan oleh Bapak BH, namun dalam konteks berbeda. Beliau menekankan bahwa tenur auditor yang semakin lama justru akan meminimumkan resiko audit. Bapak BH menyampaikan bahwa “… semakin sering kita audit kan semakin intense, jadi kan semakin memperkecil risiko…“.

Konsep dasar rotasi auditor sesung - guhnya

kedekatan hubungan (closeness) antara KAP maupun partner audit dan klien dengan mewajibkan dihentikannya perikatan audit

antara KAP maupun partner audit dan klien dalam setiap periode waktu tertentu. Dengan kata lain mewajibkan suatu peru- sahaan untuk mengganti KAP dan partner audit setiap periode tertentu. Kedekatan (closeness) antara auditor dan klien dapat menciptakan hubungan emosional, lebih- lebih kedekatan tersebut juga diikuti dengan hubungan dan atau kepentingan ekonomis dan kepentingan timbal balik. Hal ini dinyatakan oleh Ibu IC sebagai berikut:

“Ketika kita sudah megang satu klien, itu ya kurang lebih kita su- dah terikat secara emosional. Gi- mana gak terikat, la wong makan minum kita ikut mereka. Apalagi kalau udah ngaudit lama. Enak kita gak usah survei-survei lagi, risikonya kita juga gak terlalu besar.”

Pandangan Ibu IC tersebut menegaskan bahwa hubungan emosional antara auditor

dan klien tertentu sudah tercipta manakala auditor sudah menangani klien tersebut, di samping juga menegaskan bahwa resiko menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan pekerjaan audit. Hubungan emosional ini tentu akan semakin kuat manakala auditor menangani yang sama dalam waktu yang lama. Di dalam hubungan emosional tersebut ada relasi yang bersifat ekonomis, di mana auditor sangat tergantung pada klien, oleh karena menurut bahasa Ibu IC “makan minum” nya auditor itu “ikut” klien. Tentu “tidak ada makan siang yang gratis” (there is no free lunch) dalam relasi demikian. Klien tentu memiliki harapan “tinggi” atas pengorbanannya, dan auditor dihadapkan pada situasi yang tidak mudah terutama dalam menjaga independensi dan kua litas audit. Relasi demikian disadari dapat memiliki implikasi berupa “kecenderungan pelanggaran independensi” sebagaimana dinyatakan Bapak AD bahwa:

“Ya pasti dengan orang yang su - dah dikenal pasti ada kecender- ungan ada pelanggaran indepen - densi…Itu tergantung auditornya. …”

Menimpali pandangan di atas, Bapak BH menyampaikan dalam bahasa yang

lebih lembut bahwa lamanya penugasan pada klien yang sama dapat berakibat pada

“menurunnya sensitivitas independensi” auditor.

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 393-408 Sejak awal munculnya gagasan adanya

landasan bagi pemerintah Indonesia untuk rotasi audit memang sudah ada pandangan

tetap bersikukuh menetapkan kewajiban yang berseberangan. Di Amerika Serikat,

rotasi auditor yang tidak hanya pada level konsep rotasi KAP muncul pertama kali pada

partner melainkan juga pada level KAP pertengahan tahun 1970an yang disam-

(Indarto 2007).

paikan dalam sebuah laporan hasil studi pada Regulasi rotasi audit tidak serta tahun 1976 yang berjudul The Accounting

merta didukung secara penuh, oleh karena Establishment, yang dilaksanakan oleh staf

membawa implikasi secara langsung berupa Senate Subcommittee on Reports, Accounting

biaya pada KAP. Ibu IC menguraikan and Management atau lebih dikenal dengan

beragam biaya yang harus dipersiapkan sebutan The Metcalf Committee. Sebagai KAP manakala melakukan audit untuk klien salah satu rekomendasinya, The Metcalf

baru. Ibu IC menyatakan: Committee mengusulkan konsep rotasi KAP

“… biaya persiapan audit … [dan] sebagai solusi untuk memperkuat indepen-

densi auditor serta sebagai perlindungan biaya litigasi karena audit yang

keliru pada klien baru bagi audi- bagi pengguna laporan keuangan. Pada

tor baru …”

tahun 1978, the AICPA melalui the Cohen Commission menyampaikan penolakannya

Ungkapan dari Ibu IC diatas menun- terhadap konsep tersebut dan menyarankan

jukkan bahwa setiap kali KAP mengaudit agar rotasi cukup dilakukan pada level

klien yang baru maka sekurang-kurangnya partner audit (Nurlita et al. 2012).

KAP harus mempersiapkan dua macam Perdebatan antara pihak yang mendu-

biaya sekaligus yaitu biaya persiapan kung dan menentang rotasi auditor awalnya

audit terutama untuk mempelajari bisnis telah memiliki jalan tengah, yaitu pelak-

klien dan biaya untuk antisipasi adanya sanaan rotasi auditor tetapi hanya pada litigasi manakala terdapat persoalan dari level partner audit, sebagaimana telah hasil audit. Jika rotasi audit dilakukan, diterapkan di Amerika Serikat sejak tahun

maka auditor akan bekerja untuk klien 1970an (Carey dan Simnet 2006). Melalui

baru sehingga auditor akan memulai dari konsep rotasi partner audit, maka kedekatan

awal pekerjaan auditnya, yang dimulai dari hubungan antara auditor dan klien dapat

mempelajari bisnis klien. Situasi ini berbeda dibatasi, namun tetap memungkinkan bagi

dengan manakala auditor mengaudit klien auditor untuk melaksanakan audit dengan

yang lama. DeFond dan Jiambalvo (1994) menggunakan strategi audit dari KAP yang

menyatakan bahwa kegagalan audit sebena- sama. Penerapan konsep rotasi partner audit

rnya mendekati nol, namun Geiger dan sesuai dengan rekomendasi IFAC (2003)

Raghunandan (2002) menemukan bahwa yang menyatakan bahwa untuk mening-

beberapa kegagalan audit terjadi pada awal- katkan independensi auditor tidak perlu

awal penugasan audit. Hasil penelitian diterapkan kewajiban rotasi KAP, melainkan

Geiger dan Raghunandan (2002) tersebut cukup melalui rotasi partner audit.

juga menunjukkan bahwa kesalahan pembe- Di sisi lain, kebijakan rotasi auditor

rian opini going concern lebih banyak terjadi yang hanya sebatas pada rotasi partner

pada tahun-tahun awal perikatan audit audit juga dikritik oleh sejumlah kalangan.

dibandingkan dengan ketika tenur telah Kaplan (2004) tidak meyakini bahwa seorang

berlangsung untuk perioda yang lebih lama. partner akan bersedia untuk menentang

Lebih jauh, kegagalan memahami bisnis keputusan audit yang sudah diambil oleh

klien dengan seksama dapat berakibat pada partner sebelumnya yang berada dalam kualitas audit dan manakala hal ini memi- KAP yang sama. Oleh karenanya, Kaplan

liki dampak lebih lanjut yang buruk teru- berpandangan bahwa apabila rotasi auditor

tama pada pengguna laporan keuangan, dimaksudkan untuk memberikan perspektif

maka bukan tidak mungkin akan berujung baru bagi auditor, maka rotasi tidak cukup

pada tuntutan di pengadilan (litigasi) yang hanya pada level KAP. Rotasi partner audit

memiliki implikasi pembiayaan bagi KAP dalam satu KAP memang akan memberikan

(Krishnan dan Schauer 2000). sudut pandang baru bagi auditor dalam

Bisa dinyatakan bahwa aspek mendasar melaksanakan audit, namun sudut pandang

dari regulasi audit adalah menjaga kualitas baru ini tidak akan banyak berbeda meng-

audit. Kualitas audit, misalnya, dipandang ingat partner baru ini berasal dari KAP yang

sebagai probabilitas auditor untuk dapat sama. Argumen semacam ini juga menjadi

menemukan kesalahan (breach) dalam

Irianto, Novianti, Wulandari, Kamuflase” dalam Praktik Rotasi...401 sistem akuntansi klien, serta bersedia untuk

meningkatkan derajat kepercayaan (confi- melaporkan kesalahan tersebut (DeAngelo

dence) yang dimiliki oleh pengguna atas 1981). Probabilitas auditor untuk bersedia

informasi yang disajikan di dalam laporan melaporkan kesalahan dalam sistem akun-

keuangan (AAA 1973; Watkins et al. 2004). tansi klien yang berhasil ditemukannya

Kualitas audit juga dikaitkan dengan regu- akan bergantung pada independensi yang

lasi rotasi auditor. Hal ini dikarenakan dimiliki oleh auditor bersangkutan. Jika

adanya praktik nyata, misalnya skandal mengacu pada makna tersebut, maka audit

Enron yang disebabkan oleh kegagalan audit dipandang memiliki peran strategis dalam

oleh KAP Arthur Anderson, sehingga dike- meningkatkan kualitas laporan keuangan

luarkannya peraturan rotasi auditor dalam suatu perusahaan. Pandangan tersebut Sarbanes Oxley Act. Konsep rotasi pada level sejalan dengan konsep kualitas audit dalam

KAP akan memberikan manfaat bagi kua litas

A Statement of Basic Auditing Concepts (AAA audit yang dilaksanakan oleh akuntan 1973:13). AAA (1973:13) menegaskan bahwa

publik karena konsep ini akan membatasi auditor harus mampu untuk melakukan

kedekatan hubungan antara kantor akuntan pengendalian atas kualitas informasi

public dan klien akibat dari tenur KAP yang keuangan yang disajikan oleh suatu peru-

terlalu lama (Gates et al. 2007). sahaan dengan cara memastikan kesesuai-

Rotasi audit: transfer knowledge,

annya dengan prinsip akuntansi berterima

sharing profit (“bagi-bagi rezeki”), dan

umum. pencegahan kolusi. Kesadaran keberman- Hal ini senada dengan pernyataan yang

faatan rotasi audit juga diungkapkan oleh diungkapkan oleh Ibu AI yang menegaskan

informanpenelitian ini. Rotasi audit dipan- keberadaan fenomena tekstural.

dang memiliki manfaat antara lain transfer “Kualitas audit itu biasanya ber

of knowledge dan sharing profit, lebih-lebih

hubungan dengan independensi manakala praktik rotasi audit dilaksanakan

seiring dengan adanya “merger” KAP di auditor, kalau auditornya bisa in-

dependen biasanya auditnya juga Jakarta dan di daerah, termasuk masuknya

partner baru. Fenomena bergabungnya berkualitas. Tapi bukan itu aja, KAP dan partner di daerah ke dalam KAP kalau cuman independen aja ya

gak bisa dong, harus didukung yang berasal dari Jakarta dan implikasinya terkait rotasi audit diungkapkan oleh Bapak

dengan kemampuan auditor un-

BH seperti berikut:

tuk melakukan proses audit.” Secara teoritis konsep kualitas audit

“Menurut saya … ketika ber- terkait dengan kompentensi dan indepen- gabung dengan KAP besar yang

densi. Hal ini ternyata juga senada dengan banyak partner dari Jakarta [dan] yang diungkapkan oleh ibu AI. Untuk aspek

kalau saya mendapat giliran un- kompetensi, Bapak AD mengakui bahwa

tuk melaksanakan rotasi audit … berarti ada transfer knowledge

KAP besar memiliki kapasitas yang lebih memadai dibanding KAP kecil terutama dari

karena perusahaan besar itu kan aspek sumber dayanya, sehingga dalam

banyak berada di Jakarta dan menyikapi aturan rotasi audit, KAP besar

sekitarnya sehingga kalo dialihkan lebih siap dibandingkan KAP kecil. Bapak

ke KAP [di daerah], maka … akan mendapat transfer knowledge, …

AD mengungkapkan bahwa: [dan] kalau misalnya yang masih

“Kalo KAP besar ya enak aja … belum pengalaman ya didampingi mau pindah-pindah klien. Mereka

dengan partner yang lain. Ya jadi kan punya pegawai yang kompe-

transfer knowledge yang itu ala- tensinya lebih bagus biasanya,

miah… ditambah fee-nya juga lu- jadi diajarin dikit ya udah bisa.”

mayan kalo mendapat rotasi gitu, Tidak mengherankan manakala kua-

tapi kalau ndak [ada rotasi audit litas audit juga dikaitkan dengan reputasi

maka] perusahaan besar hanya auditor, dan KAP besar mendapatkan berkah

dikuasai KAP Jakarta, ya seperti di aspek ini. Reputasi auditor memberikan

bagi-bagi rejeki untuk KAP kecil kontribusi bagi kualitas laporan keuangan

menurut saya gitu…” melalui kemampuannya untuk memenga-

Bergabungnya KAP di daerah dengan ruhi kredibilitas informasi keuangan, yaitu

KAP yang berada di Jakarta membawa

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 393-408 implikasi positif berupa transfer of knowledge

lama, maka klien tertentu berpindah ke KAP manakala ada rotasi partner yang mena-

lain dalam rangka perbaikan opini yang ngani audit, dari partner yang di Jakarta ke

diperoleh atau motif-motif lainnya. partner yang di daerah. Adanya klien baru

Karena adanya saling ketergantungan memberikan ruang dan kesempatan bagi

antara auditor dan klien, maka kepentingan auditor untuk memperoleh pengalaman baru

auditor di satu sisi dan klien di sisi yang lain pula. Walaupun demikian transfer pengeta-

akan dijadikan rujukan sepanjang terdapat huan antar partner dilakukan secara alamiah

“kecocokan” kedua belah pihak. Untuk dan seksama, dengan tetap menjaga profe-

mencegah praktik yang cenderung dapat sionalisme auditor, misalnya melalui proses

merusak integritas dan independensi auditor pendampingan auditor yang berpengalaman

maka Bapak KS berkeyakinan bahwa: dengan auditor yang baru. Penjelasan Bapak

“…rotasi audit ditujukan su- BH di bagian terakhir juga menegaskan paya bisa menurunkan potensi kebermanfaatan dari rotasi audit dari sisi ketergantungan auditor dari segi ekonomi berupa “bagi-bagi rejeki” untuk ekonomik kepada kliennya. Ini KAP kecil (di daerah). Informan lain, Bapak maksudnya supaya auditor itu AD, memiliki pandangan bahwa rotasi audit

ga merasa ter- dapat meningkatkan pengalaman auditor, gantung sama kliennya.” sebagaimana

bisa independen

diungkapkannya

sebagai

berikut: Penjelasan Bapak KS ini merupakan “…rotasi auditor itu

fenomena struktural yang menggambarkan

yaa bagus di-

pentingnya rotasi audit. Jika penugasan lakukan karena paling gak men-

audit terus-menerus dipegang oleh auditor dorong kita untuk berperilaku

yang sama, maka dikhawatirkan terjadi kreatif. Kan sekarang mulai ba-

ketergantungan auditor terhadap klien yang nyak tuh KAP-KAP kecil, paling

lebih lanjut dapat berdampak pada indepen- gak kita bisa punya pengalaman

audit sana sini, densi auditor. Ungkapan ini selaras dengan

gak melulu audit

temuan penelitian Novianti di satu tempat

et al. (2012).

aja, jadi bisa buat

tambah pengalaman… “ Studi tersebut antara lain mengungkapkan

bahwa rotasi pada level KAP maupun Pandangan-pandangan di atas mene-

partner audit diharapkan akan memberikan kankan urgensi dari rotasi audit terutama

manfaat untuk menghindarkan hubungan dalam upaya peningkatan kemampuan

yang terlalu dekat (closeness atau excess dan perluasan pengalaman auditor, yang familiarity) antara auditor dengan klien, pada gilirannya akan meningkatkan stock

yang dapat berpotensi pada terdegradasinya of knowledge auditor. Di samping itu, juga

independensi auditor.

diungkapkan bahwa rotasi audit juga memi-

Rotasi audit: ketergantungan ekon-

liki benefit secara ekonomis. Akhirnya, omis dan rotasi audit semu. Pemahaman rotasi audit disadari memiliki tujuan mulia

dan kesadaran akan urgensi rotasi audit lainnya, yaitu mencegah persekongkolan

dengan berbagai tujuan mulia seperti antara auditor dan klien sebagaimana

menjaga independensi auditor, menjaga dinyatakan oleh Bapak KS:

kualitas audit, memperluas pengalaman, meningkatkan kompetensi auditor, menu-

“Rotasi audit … juga … untuk runkan potensi ketergantungan ekonomis mengurangi persekongkolan anta- auditor kepada klien, dan mencegah kolusi ra auditor dengan klien … [lebih- telah diungkapkan pada pembahasan sebe- lebih jika] auditor merasa sudah lumnya. Di samping juga telah dinara - cocok dengan klien dan sudah co- sikan pertimbangan ekonomis yang menjadi cok dengan fee yang dikasikan…” latarnya. Sisi lain yang juga menarik dan

Persekongkolan (kolusi) antara auditor diungkapkan oleh informan adalah aspek dan klien dapat beragam bentuknya,

yang cenderung ke arah praktik sebaliknya. misalnya adanya kesepakatan tertentu

Rotasi audit tidak “sepenuhnya” dapat dalam pemberian opini yang pada akhirnya

diterima oleh karena terdapat aspek keter- akan mencederai integritas auditor. Di sisi

gantungan ekonomik auditor kepada klien. lain, praktik rotasi audit juga membuka celah

Implikasi lebih lanjut dari hal ini adalah adanya opinion shopping, misalnya karena

pada adanya upaya mensiasati rotasi audit tidak puas dengan hasil audit dari KAP yang

agar tidak melanggar aturan namun tetap

Irianto, Novianti, Wulandari, Kamuflase” dalam Praktik Rotasi...403 dapat menjaga sumber pendapatan auditor.

terdapat praktik “pinjam bendera”: Pensiasatan yang dilakukan antara lain

“… kita recommend auditor lain, melalui “pinjam bendera” dan yang setara, tapi kita minta partnernya tanda yang dapat dinyatakan sebagai bentuk dari tangan doang, auditnya tetep kita rotasi audit semu (pseudo auditor rotation). yang ngerjain... istilahnya pinjam Ibu IC, auditor senior dari KAP M,

bendera lah”

memberikan gambaran ringkas tentang tidak mudahnya melepaskan klien karena relasi

Hal ini juga senada dengan pernyataan yang sudah baik antara auditor dan klien

bapak DPA.

dan adanya potensi kehilangan pendapatan “… istilahnya gini, partner KAP jika klien dilepaskan kepada pihak lain

lain yang sign, tapi yang menger- untuk memenuhi regulasi rotasi audit. Ibu

jakan tetep KAP ku…” IC menjelaskan:

Pada kasus tersebut dapat dilihat “Kalau menurut saya … semakin

lama auditor mengaudit suatu adanya “kerjasama yang baik” antar KAP.

Audit tetap dilaksanakan oleh auditor KAP kliennya maka akan ada suatu

yang lama, namun secara formal “seolah- bentuk kenyamanan diantara

olah” audit dilaksanakan oleh auditor KAP mereka. Dan ketika rotasi audit

yang baru karena ditandatangani partner ini harus menjadi wajib untuk

dari KAP yang baru. Dengan demikian, maka dilakukan, yoo kita akan merasa

regulasi rotasi audit “telah” dilaksanakan kehilangan penghasilan yang cu-

walaupun secara substantif tidak dilak- kup material toh, ya ndak mung-

sanakan. Inilah yang selanjutnya disebut kin kita ndak merasa kehilangan.

praktik rotasi audit semu. Praktik semacam Wong kliennya sama kita sudah

lama, sudah tahu isi ini meniscayakan kaidah fundamental

substance over form. Praktik rotasi audit kaya gimana.” semu lainnya yang setara diungkapkan oleh

dalemnya

Ketergantungan ekonomis menjadi

Ibu AI:

salah satu pertimbangan tidak mudahnya “Biasanya aku rekomendasikan auditor dapat memenuhi regulasi tentang KAP lain yang menurutku bagus rotasi audit. Jika auditor hanya memberikan untuk penggantiku. Kalau solusi jasa kepada klien satu atau beberapa kali, riil sih gini... setelah setahun di- mungkin sumbangan fee yang dibayarkan audit oleh KAP lain kan bisa balik klien terhadap penghasilan total auditor

lagi ke kita.”

tidak akan material. Namun, jika pembe- rian jasa tersebut dilakukan dalam jangka

Ungkapan diatas maknanya tidak jauh panjang, apalagi jika ukuran perusahaan

berbeda dengan yang sebelumnya. Ada klien besar, maka tidak mustahil auditor

kerjasama sedemikian rupa antar KAP dan akan kehilangan potensi penghasilan yang

kerjasama antara KAP dengan klien (dapat cukup signifikan seandainya mereka tidak

disebut kerjasama tiga pihak) untuk menyi- bisa mempertahankan klien tersebut. Oleh

asati regulasi rotasi audit. karena itu relasi yang dibangun antara

Rotasi semu juga diartikan sebagai auditor dan klien bukan untuk kepen tingan

“pindah sementara” ke auditor yang lain. jangka pendek, namun untuk kepentingan

Seperti yang diungkapkan Ibu AI sebe- jangka panjang dengan pertimbangan dapat

lumnya bahwa bukan klien yang mencari mempertahankan

sendiri auditor pengganti karena peraturan pendapatan di satu sisi bagi auditor, dan mewajibkan untuk pindah auditor, namun sekaligus kenyamanan bagi klien.

kontinuitas

sumber

yang terjadi auditor KAP yang lama dapat Hal demikian dipertegas oleh Ibu AI

merekomendasikan auditor KAP baru bahwa

untuk mengaudit klien tersebut sebelum kembali diaudit oleh auditor KAP lama.

“… klien sih lebih cenderung pake Praktik diatas tampaknya diikuti dengan auditor yang sama terus.”

kesepakatan di bawah tangan bahwa setelah Fenomena tersebut yang menjadi

satu tahun berpindah ke KAP yang baru, pemicu adanya praktik rotasi audit semu.

klien akan kembali kepada KAP yang lama. Praktik rotasi audit semu ini dicontohkan

Dengan kata lain praktik rotasi audit masih oleh Ibu AI. Beliau menjelaskan bahwa

dapat disiati dengan “pinjam bendera” KAP

Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 5, Nomor 3, Desember 2014, Hlm. 393-408 lain agar klien tetap bisa diupayakan untuk

diaudit oleh auditor sebelumnya. Sehingga kewajiban untuk melaksanakan rotasi audit

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tata Kelola Sarana dan Prasarana dalam Pencapaian Target Akreditasi Sekolah pada Gugus Mina Kencana UPTD Pendidikan Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Sem

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/

0 0 36

3.1.2. Desain penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semar

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/

0 0 49

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Keefektifan Model Inquiry Learning dengan Discovery Learning dalam Pembelajaran IPA Materi Perubahan Lingkungan Kelas IV Gugus Kartika Bawen Kabupaten Semarang Semester II Tahun 2014/

0 0 136

Evaluation The Effectivity Of Performance Management Online System To Improving The Employees Performance by I Gusti Putu Anom Artawijaya (1)

0 2 6

ABSTRAK Penelitian in bertujuan untuk meneliti Pengaruh Pelayanan Prima dan Customer

0 0 7

341 MONITORING DAN ANALISIS QOS (QUALITY OF SERVICE) JARINGAN INTERNET PADA GEDUNG KPA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA DENGAN METODE DRIVE TEST Pipit Wulandari

0 1 7

399 SISTEM INFORMASI PUSAT KESEHATAN HEWAN KOTA CIMAHI Suci Wulandari Kusumastuti

1 1 5