EFEK EKSTRAK BIJI LABU KUNING (Cucurbita moschata) SEBAGAI ANTIHELMINTIK TERHADAP Ascaris suum, Goeze

EFEK EKSTRAK BIJI LABU KUNING (Cucurbita moschata) SEBAGAI ANTIHELMINTIK TERHADAP Ascaris suum, Goeze in vitro SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

SHITA GANESTYA G0006156

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PERSETUJUAN Laporan Penelitian / Skripsi dengan judul : Efek Ekstrak Biji Labu Kuning

(Cucurbita moschata) Sebagai Antihelmintik Terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro

Shita Ganestya, G0006156, Tahun 2011

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Validasi Laporan Penelitian /

Tim Ujian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari .......................................Maret 2011

Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M.Kes

NIP : 196607021998022001

Penguji Utama

CR. Siti Utari, Dra, M.Kes

NIP : 195405051985032001

Pembimbing Pendamping

Vicky Eko Nurcahyo H, dr., M.Sc., Sp.THT-KL

NIP : 197709142005011001

Pembimbing Utama

Sutarmiadji Djumarga, Drs., M.Kes

NIP : 195112111986021001

Anggota Penguji

Indriyati, Dra

NIP : 195812011986012001

commit to user

ii

PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Efek Ekstrak Biji Labu Kuning (Cucurbita moschata)

Sebagai Antihelmintik Terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro

Shita Ganestya, G0006156, Tahun 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Rabu, Tanggal 9 Maret 2011

Pembimbing Utama

Nama : Sutarmiadji Djumarga, Drs., M.Kes (…………………) NIP : 19512111986021001

Pembimbing Pendamping

Nama : Vicky Eko Nurcahyo H, dr.,M.Sc., SpTHT-KL (…………………) NIP : 197709142005011001

Penguji Utama

Nama : Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes (…………………) NIP : 195405051985032001

Anggota Penguji

Nama : Indriyati, Dra. (…………………) NIP : 195812011986012001

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S NIP: 196607021998022001 NIP: 194811071973101003 Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S NIP: 196607021998022001 NIP: 194811071973101003

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 9 Maret 2011

Shita Ganestya G0006156

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Shita Ganestya, G0006156, 2011. Efek Ekstrak Biji Labu Kuning sebagai Antihelmintik (Cucurbita moschata) terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro. Fakultas

Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian

ekstrak biji labu kuning terhadap Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze dewasa dalam kondisi in vitro.

Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah eksperimen kuasi dengan desain penelitian post test only controlled group design. Subjek penelitian adalah cacing

Ascaris suum, Goeze dewasa yang masih aktif bergerak. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan cara menyamakan ukuran panjang tubuh cacing tanpa mempedulikan jenis kelaminnya. Subjek penelitian dibagi dalam 4

kelompok, setiap kelompok terdiri dari 10 cacing, replikasi dilakukan sebanyak 5 kali. Kelompok kontrol negatif menggunakan larutan garam fisiologis, kelompok kontrol positif menggunakan pirantel pamoat 0,236 %, sedangkan kelompok perlakuan terdiri dari ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % dan 70,5 %. Pengamatan dan penghitungan terhadap cacing yang mati dilakukan setiap jam sekali, data yang diperoleh dianalisis dengan uji nonparametrik Kruskal Wallis, dilanjutkan uji Mann Whitney, dan Uji Korelasi Spearman.

Hasil Penelitian: Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze dalam ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % adalah 11 jam 48 menit sedangkan pada konsentrasi

70,5 % Lethal Death Time-nya adalah 7 jam 48 menit. Hasil uji Kruskal Wallis

masing-masing kelompok menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05). Analisis Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan yang bemakna antara semua kelompok (p<0,05). Uji Korelasi Spearman menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,000 dengan koefisien korelasi sebesar 0,950 bertanda negatif, menandakan arah korelasi negatif antara konsentrasi ekstrak dan Lethal Death Time cacing.

Simpulan penelitian: Ekstrak biji labu kuning memiliki efek antihelmintik terhadap cacing Ascaris suum, Goeze dewasa in vitro.

Kata Kunci: biji labu kuning, Ascaris suum, Goeze, antihelmintik, lethal death time Kata Kunci: biji labu kuning, Ascaris suum, Goeze, antihelmintik, lethal death time

ABSTRACT

Shita Ganestya, G0006156, 2011. Effects of Pumpkin Seed Extract As Anthelmintic (Cucurbita moschata) against Ascaris suum, Goeze in vitro. Faculty of Medicine,

Sebelas Maret University, Surakarta.

Objective: The aim of this research is to asses the effect of pumpkin seed extract towards the Lethal Death Time of Ascaris suum, Goeze in vitro.

Methods: The type of this research was experimental-quasi using post test only controlled group design. The subjects were the actively motile adult Ascaris suum, Goeze. Purposive sampling technique was used to collect the sample by considering the length of each worm without noticing the sex of the worm. The subjects were divided into four groups, each group consists of 10 worms, with 5 times replication. Physiological saline solution and pyrantel pamoate 0,236 % were used as the negative and positive control groups, while the pumpkin seed extract used for the treatment group were at concentration 54,5 % and 70,5 %. Observation and checking towards the dead worm held once an hour, the data then analyzed using Kruskal Wallis test, continued with Mann Whitney test, and Spearman Correlation test.

Results: Lethal Death Time of Ascaris suum, Goeze in pumpkin seed extract at concentration 54,5 % was 11 hour 48 minutes while at concentration 70,5 % its Lethal Death Time was 7 hours 48 minutes. Kruskal Wallis test showed significant difference between all of the groups (p<0,05). Significant difference was also shown at every groups by Mann Whitney test (p<0,05). Spearman correlation test showed significant negative correlation between concentration and Lethal Death Time as p<0,05 and coefficient correlation is -0,950.

Conclusion:. Pumpkin seed extract shows anthelmintic effect against Ascaris suum, Goeze in vitro.

Keywords: pumpkin seed, Ascaris suum, Goeze, anthelmintic, lethal death time Keywords: pumpkin seed, Ascaris suum, Goeze, anthelmintic, lethal death time

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang sudah melimpahkan berkah, nikmat, rahmat, hidayah, serta ridho-Nya sehingga Peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Efek Ekstrak Biji Labu

Kuning (Cucurbita moschata) sebagai Antihelmintik terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro”.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran UNS.

2. Muthmainah, dr., M.Kes., selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan dalam pelaksanaan skripsi.

3. Sutarmiadji Djumarga, Drs., M.Kes., selaku pembimbing utama yang telah

berkenan memberikan waktu, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

4. Vicky Eko Nurcahyo, dr., M.Sc., Sp.THT-KL., selaku pembimbing pendamping

yang telah sudi memberikan waktu, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis.

5. Cr. Siti Utari, Dra., M.Kes., selaku penguji utama yang telah memberikan saran, koreksi, dan kritik untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.

6. Indriyati, Dra., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran, koreksi, dan kritik untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.

7. Kedua orang tua beserta adik yang senantiasa mendoakan kelancaran studi penulis.

8. Segenap Staf Skripsi FK UNS dan Staf Laboratorium Parasitologi dan Mikologi FK UNS untuk segala bantuan & kemudahan.

9. Diah dan Windi atas motivasi, doa, dan semangat yang selalu diberikan.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan Penulis. Oleh karena itu, dibutuhkan saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Surakarta, 9 Maret 2011

Shita Ganestya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H. Alat dan Bahan penelitian.......................................................

19

I. Cara Kerja Penelititan...............................................................

19

1. Tahap Persiapan...................................................................

19

2. Tahap Penelitian.................................................................

20 J. Teknik Analisis Data...............................................................

22 BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................ ..

25

A. Hasil Penelitian .....................................................................

25

B. Analisis Data .......................................................................... 28

BAB V PEMBAHASAN...........................................................................

32 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 36

A. Simpulan ..............................................................................

36

B. Saran .....................................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

37

LAMPIRAN .....................................................................................................

40

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran .........................................................

13

Gambar 2. Rancangan Penelititan ..................................................................

18

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji Labu Kuning pada Konsentrasi 54,5 %, 70,5 %, dan Pirantel Pamoat 0,236 % Selama 12 Jam Pengamatan........................................................................25

Tabel 2. Rerata Lethal Death Time Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji

Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %, 70,5 %, dan Pirantel Pamoat 0,236 % Selama 12 Jam Pengamatan........................................................................26

Tabel 3. Hasil Uji Statistik dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Lethal Death Time

Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %; 70,5 %; dan Pirantel Pamoat 0,236 %...........................................28

Tabel 4. Hasil Perbandingan Data Lethal Death Time Antarkelompok Perlakuan dengan Uji Mann Whitney..........................................................................29 Tabel 5. Uji Korelasi Spearman terhadap Hubungan antara Peningkatan Konsentrasi

Ekstrak Biji Labu Kuning dengan Lethal Death Time Cacing Ascaris suum, Goeze...........................................................................................................31

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Grafik Rerata Lethal Death Time Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %, 70,5 %, dan Pirantel Pamoat 0,236 % Selama12 Jam Pengamatan...........................................27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penentuan Konsentrasi yang Digunakan untuk Uji Pendahuluan Lampiran 2. Rancangan Uji Pendahuluan Lampiran 3. Cara Kerja Penelitian Pendahuluan Lampiran 4. Hasil Uji Pendahuluan Lampiran 5. Tabel Rerata dan Simpangan Baku Lethal Death Time Lampiran 6. Uji Normalitas Data Lampiran 7. Uji Homogenitas Data Lampiran 8. Uji Kruskal Wallis terhadap Lethal Death Time Ketiga Kelompok Lampiran 9. Uji Mann Whitney terhadap Lethal Death Time Ketiga Kelompok Lampiran 10. Uji Korelasi Spearman Lampiran 11. Dokumentasi Penelitian Lampiran 12. Surat Ijin Pemesanan Ekstrak dan Peminjaman Alat Ekstraksi Lampiran 13. Surat Bukti Pembuatan Ekstrak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi nematoda usus merupakan infeksi kronis yang paling sering menyerang manusia. Di antara nematoda usus yang menjadi masalah kesehatan adalah Ascaris lumbricoides, pada tahun 2005 dilaporkan bahwa lebih dari 1,2 milyar populasi penduduk dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides, jumlah ini hampir setara dengan 25 % penduduk dunia (Bethony et al., 2006; Laskey, 2007). Prevalensi askariasis cukup tinggi di negara-negara berkembang. Di Indonesia, askariasis tersebar luas dengan prevalensi semua umur 40 %-60 % dan murid SD sebesar 60 %-80 % (Albonico et al., 2002; Agoes, 2009). Anak-anak lebih sering mengalami askariasis, dengan insidensi tertinggi terjadi pada usia 3–8 tahun. Perbedaan tingkat insidensi askariasis pada anak dan orang dewasa disebabkan oleh karena adanya perbedaan dalam perkembangan imunitas antara anak dan orang dewasa (Soedarmo et al., 2008).

Salah satu masalah yang kerap dihadapi dalam terapi medikamentosa askariasis adalah timbulnya resistensi obat antihelmintik golongan benzimidazol maupun tetrahidropirimidin sehingga saat ini giat dikembangkan obat antihelmintik baru yang mempunyai nilai efikasi tinggi sekaligus potensi resistensi rendah (Kaplan, 2002; Kaiser dan Utzinger, 2008). Upaya lain yang dilakukan untuk mengatasi askariasis adalah dengan penggunaan terapi herbal (Lynn, 2006).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan tanaman yang daging dan bijinya (kuaci) sering dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan. Biji labu kuning telah lama diaplikasikan sebagai antihelmintik dalam pengobatan tradisional masyarakat Cina dan suku Indian di Amerika Utara (Adams et al., 2008). Penelitian ilmiah terhadap efek biji labu kuning sebagai antihelmintik telah beberapa kali dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo. Magdeleine et al . (2008) menguji efek antihelmintik ekstrak biji labu kuning terhadap Haemonchus contortus secara in vitro sedangkan Hson et al. (2001) meneliti efek antihelmintik ekstrak biji labu kuning terhadap anjing yang diinfeksi oleh Taenia marginata secara in vivo.

Efek antihelmintik biji labu kuning berasal dari kandungan zat aktifnya yaitu tannin yang bekerja dengan cara menggumpalkan protein pada dinding cacing sehingga menyebabkan gangguan metabolisme dan homeostasis cacing serta cucurbitine yang bekerja sebagai antagonis asetilkolin, menekan kontraksi otot polos sehingga cacing mengalami paralisis spastik (Hson et al., 2001; Chitwood, 2002; Hamed et al., 2008).

Oleh karena latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian secara in vitro mengenai efek antihelmintik ekstrak biji labu kuning terhadap Ascaris sp. Penelitian ini menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze sebagai model untuk Ascaris lumbricoides, selain karena keduanya memiliki kemiripan morfologis dan cara infeksi, hal ini juga disebabkan karena cacing dewasa Ascaris lumbricoides pada keadaan klinis jarang didapatkan keluar dari inang secara spontan (Loreille dan Bouchet, 2003). Beberapa penelitian yang menggunakan Ascaris suum, Oleh karena latar belakang di atas, perlu dilakukan penelitian secara in vitro mengenai efek antihelmintik ekstrak biji labu kuning terhadap Ascaris sp. Penelitian ini menggunakan cacing Ascaris suum, Goeze sebagai model untuk Ascaris lumbricoides, selain karena keduanya memiliki kemiripan morfologis dan cara infeksi, hal ini juga disebabkan karena cacing dewasa Ascaris lumbricoides pada keadaan klinis jarang didapatkan keluar dari inang secara spontan (Loreille dan Bouchet, 2003). Beberapa penelitian yang menggunakan Ascaris suum,

Goeze sebagai model untuk Ascaris lumbricoides di antaranya adalah penelitian Yadav et al. (1992) serta penelitian Peter dan Deogracious (2006).

B. Perumusan Masalah

Apakah ekstrak biji labu kuning (Cucurbita moschata) memiliki efek sebagai antihelmintik terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antihelmintik ekstrak biji labu kuning (Cucurbita moschata) terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro serta efektivitasnya dibandingkan dengan pirantel pamoat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Menyediakan data mengenai efek ekstrak biji labu kuning (Cucurbita moschata ) sebagai antihelmintik terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro.

b. Menjadi salah satu referensi untuk penelitian-penelitian mengenai antihelmintik herbal selanjutnya.

2. Manfaat praktis Ekstrak biji labu kuning (Cucurbita moschata) diharapkan dapat digunakan sebagai antihelmintik herbal terhadap askariasis dengan dosis yang sesuai.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Ascaris lumbricoides

a. Taksonomi

Kingdom

: Animalia

Subkingdom : Metazoa Filum

: Ascaris lumbricoides, Linn (Utari, 2002)

b. Morfologi Cacing dewasa Ascaris lumbricoides berbentuk menyerupai cacing tanah (Lumbricus terrestris) silindris, besar, dan panjang. Berwarna putih kekuningan atau merah muda kekuningan, memiliki dinding kutikulum rata dan bergaris-garis melintang. Ujung anteriornya mempunyai tiga bibir, sebuah di sebelah dorsal dan dua buah di sebelah ventral. Cacing jantan dewasa berukuran panjang 10-30 cm dengan diameter ± 5 mm, ujung b. Morfologi Cacing dewasa Ascaris lumbricoides berbentuk menyerupai cacing tanah (Lumbricus terrestris) silindris, besar, dan panjang. Berwarna putih kekuningan atau merah muda kekuningan, memiliki dinding kutikulum rata dan bergaris-garis melintang. Ujung anteriornya mempunyai tiga bibir, sebuah di sebelah dorsal dan dua buah di sebelah ventral. Cacing jantan dewasa berukuran panjang 10-30 cm dengan diameter ± 5 mm, ujung

posteriornya melengkung ke ventral, serta mempunyai papil dengan dua buah spikula. Sedangkan yang betina berukuran panjang 20-35 cm dengan diameter 3-6 mm, serta mempunyai vulva pada sepertiga anterior panjang tubuhnya (Utari, 2002).

Setiap harinya, seekor cacing betina dewasa dapat menghasilkan sekitar 200.000 telur. Terdapat dua macam telur yang dihasilkan, yaitu telur yang dibuahi (fertil) dan telur yang tidak dibuahi (infertil). Telur yang tidak dibuahi dihasilkan oleh cacing betina tanpa berkopulasi, telur ini berukuran 88-94 x 40-44 µm. Sedang telur yang dibuahi dihasilkan oleh cacing betina setelah berkopulasi dengan cacing jantan, bentuknya oval pendek dengan ukuran 60-70 x 30-50 µm, telur yang dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia (Garcia, 2001; Utari, 2002).

c. Daur Hidup Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides. Telur infektif (mengandung larva III yang belum sempurna) Ascaris lumbricoides yang tertelan bersama makanan dan minuman, dilisiskan dinding telurnya oleh cairan pencernaan di dalam intestinum tenue, larva kemudian menembus dinding usus, masuk ke dalam vena mesenterika superior, ikut sirkulasi portal sampai ke hepar. Selama perjalanan menuju hepar, larva melengkapi pertumbuhannya menjadi larva III sempurna. Selanjutnya bersama dengan aliran darah masuk ke vena cava inferior menuju jantung kanan, melalui arteri pulmonalis masuk ke dalam rongga alveoli. Selama ±

15 hari berada di paru, larva III tumbuh hingga panjangnya mencapai 1,5 15 hari berada di paru, larva III tumbuh hingga panjangnya mencapai 1,5

mm, lalu naik ke trakea melalui bronkus dan bronkiolus. Dari trakea menuju epiglottis lalu ke faring. Di faring, larva menimbulkan rangsangan yang mengakibatkan hospes mengalami reflek batuk sehingga larva masuk ke dalam oesophagus, tertelan bersama saliva menuju usus halus. Setelah sampai di usus halus, larva III tumbuh menjadi larva IV yang pada akhirnya melanjutkan pertumbuhan menjadi cacing dewasa. Keseluruhan proses daur hidup cacing mulai dari telur tertelan sampai cacing dewasa bertelur membutuhkan waktu 8-12 minggu (Miyazaki 1991; Utari, 2002).

Dua bulan sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mampu menghasilkan hingga 200.000 telur setiap harinya. Telur-telur ini dapat tetap bertahan hidup bertahun-tahun di tempat yang lembab (Utari, 2002).

d. Patologi dan Gambaran Klinis Patologi dan Gambaran Klinis yang terjadi dapat diakibatkan oleh:

1) Migrasi larva Selama menginfiltrasi paru, larva dapat menimbulkan Sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan beberapa gejala antara lain demam, sesak napas, dan batuk, serta terlihatnya infiltrat pada foto rontgen thorak yang akan hilang setelah 3 minggu (Utari, 2002).

2) Cacing dewasa Umumnya, infeksi oleh 10-20 ekor cacing sering berlalu tanpa disadari hospes dan baru diketahui setelah ditemukan telur pada pemeriksaan feses ataupun cacing dewasa yang keluar bersama feses. Keluhan yang timbul biasanya berupa gangguan pencernaan ringan 2) Cacing dewasa Umumnya, infeksi oleh 10-20 ekor cacing sering berlalu tanpa disadari hospes dan baru diketahui setelah ditemukan telur pada pemeriksaan feses ataupun cacing dewasa yang keluar bersama feses. Keluhan yang timbul biasanya berupa gangguan pencernaan ringan

seperti mual, penurunan nafsu makan, diare, maupun konstipasi. Keadaan infeksi dengan jumlah cacing yang cukup banyak (hiperinfeksi) dapat mengakibatkan muntah di mana cacing bisa ikut keluar bersama muntahan. Hiperinfeksi pada anak berpotensi mengakibatkan keadaan yang lebih serius seperti kurang gizi, keterlambatan pertumbuhan fisik, serta terganggunya perkembangan kognitif (Utari, 2002; Bethony et al., 2006).

Selain dari pergerakan mekanis cacing dewasa, keluhan juga dapat ditimbulkan oleh hasil metabolisme cacing dewasa yang mengakibatkan timbulnya fenomena sensitisasi seperti urtikaria, asma bronkhial, konjungtivitis akut, fotofobia, dan terkadang hematuri (Soedarmo et al.,

2. Ascaris suum, Goeze

a. Taksonomi

Spesies : Ascaris suum, Goeze (Fox, 2006) Spesies : Ascaris suum, Goeze (Fox, 2006)

b. Morfologi Ascaris suum , Goeze yang dikenal sebagai cacing gelang babi adalah nematoda yang menyebabkan askariasis pada babi. Cacing ini juga dapat menjadi parasit pada manusia, sapi, kambing, domba, serta anjing walaupun tidak menimbulkan manifestasi klinik yang berarti (Loreille dan Bouchet, 2003).

Secara morfologis, Ascaris suum, Goeze mempunyai banyak kemiripan dengan Ascaris lumbricoides hal ini ditandai antara lain oleh adanya lapisan kutikulum yang melapisi tubuh Ascaris suum, Goeze; ukuran cacing jantan dewasa (panjang 15-31 cm, lebar 2-4 mm) yang sama-sama lebih kecil dibanding cacing betinanya (panjang 20-49 cm, lebar 3-6 mm); ekor cacing jantan yang melengkung ke ventral; serta adanya spikulum pada cacing jantan dan vulva pada cacing betina (Fox, 2006).

Berdasarkan kemiripan morfologis dan cara infeksinya, Ascaris suum , Goeze seringkali digunakan sebagai model untuk Ascaris lumbricoides pada penelitian in vitro. Beberapa penelitian antihelmintik in vitro yang menggunakan Ascaris suum, Goeze sebagai model untuk Ascaris lumbricoides di antaranya adalah penelitian Yadav et al. (1992) yang meneliti efek antihelmintik ekstrak akar Flemingia vestita, serta Peter dan Deogracious (2006) yang meneliti efek antihelmintik ekstrak tanaman Tetradenia riparia , Cassia occidentalis, Carica papaya, Momordica foetida dan Erythrina abysinnica.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3. Labu Kuning (Cucurbita moschata)

a. Taksonomi

: Cucurbita moschata (Maryani, 2009)

b. Deskripsi Tumbuhan

Nama daerah

: Labu parang (Melayu)

Waluh (Jawa dan Sunda)

Habitus

: Semak, merambat, panjang ± 25 m.

Batang

: Berkayu, lunak, segi lima, berambut, berbuku- buku, panjang ± 25 cm, hijau muda. Daun : Tunggal, bertangkai, ujung runcing, berbulu, panjang 7-35 cm, lebar 6-30 cm, beralur, hijau, pertulangan menyirip, tepi berombak, pangkal membulat.

Bunga

: Tunggal, di ketiak daun, bentuk corong, panjang ± 15 cm, kuning, berambut; kelopak bentuk lonceng, pangkal berlekatan, bertaju empat sampai enam, berambut, hijau pucat; mahkota : Tunggal, di ketiak daun, bentuk corong, panjang ± 15 cm, kuning, berambut; kelopak bentuk lonceng, pangkal berlekatan, bertaju empat sampai enam, berambut, hijau pucat; mahkota

bentuk corong, bercangap lima, berbulu, beralur, kuning; benang sari bentuk tabung, panjang 5-12,5 cm, kuning; putik persegi, panjang 1,5-2 cm, kepala putik terbagi dua sampai tiga, tebal, putih kekuningan.

Buah

: Bulat, berdaging, diameter 25-35 cm, kuning

muda.

Biji

: Keras, pipih, panjang ±1,5 cm, lebar ±5 mm.

Akar

: Tunggang, berbintil-bintil, putih kotor. (Saade, 1994; Maryani, 2009).

c. Efek Farmakologis Biji Labu Kuning Penelitian Suphakarn et al. (1987) mengungkapkan bahwa biji labu kuning dapat menurunkan risiko pembentukan batu kalsium oksalat pada ginjal. Sedangkan Pittler (2000) dalam penelitiannya menyatakan bahwa konsumsi ekstrak biji labu kuning dapat menurunkan frekuensi nokturnal urinari pada penderita Benign Prostate Hyperplasia (BPH). Selain itu, menurut penelitian Makni et al. (2008) ekstrak biji labu kuning memiliki efek hepatoprotektif sekaligus antiatherogen.

d. Biji Labu Kuning Sebagai Antihelmintik Biji labu kuning telah lama digunakan dalam pengobatan tradisional masyarakat Cina dan suku Indian di Amerika sebagai antihelmintik terhadap askariasis, cestodiasis, serta skistosomiasis (Koike et al., 2005).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penelitian ilmiah terhadap efek antihelmintik biji labu kuning telah beberapa kali dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo. Magdeleine et al . (2008) menguji efek ekstrak biji labu kuning terhadap Haemonchus contortus secara in vitro. Secara in vivo, Hson et al. (2001) meneliti efek ekstrak biji labu kuning terhadap anjing yang diinfeksi Taenia marginata.

Menurut Hson et al. (2001) efek antihelmintik biji labu kuning berasal dari kandungan zat aktifnya yaitu tannin dan cucurbitine. Tannin (kandungannya per 100 gram ekstrak biji labu kuning mencapai 22,8%) bekerja dengan cara menggumpalkan protein pada dinding cacing sehingga menyebabkan gangguan metabolisme dan homeostasis cacing, sedangkan cucurbitine adalah suatu senyawa derivat dari terpenoid yang memiliki mekanisme kerja sebagai antagonis asetilkolin yang menekan kontraksi otot polos cacing sehingga mengakibatkan cacing mengalami paralisis spastik hingga akhirnya mati (Chitwood, 2002; Hamed et al., 2008).

4. Pirantel Pamoat

Pirantel pamoat merupakan derivat tetrahidropirimidin (Goldsmith, 1998). Obat ini adalah antihelmintik berspektrum luas yang efektif terhadap pengobatan askariasis maupun ankilostomiasis tetapi kurang efektif terhadap trikuriasis dan strongiloidiasis (Tracy dan Webster, 2008).

Pirantel pamoat merupakan agen penghambat depolarisasi neuromuskular yang menyebabkan pelepasan asetilkolin, menghambat kolinesterase, dan merangsang reseptor ganglionik sehingga mengakibatkan cacing mengalami paralisis spastik (Tracy dan Webster, 2008).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kadar puncak pirantel pamoat dalam plasma sebesar 50-130 mg/ml dicapai dalam waktu 1-3 jam. Ekskresinya sebagian besar bersama tinja, dan kurang dari 15%-nya diekskresi bersama urin dalam bentuk utuh dan metabolitnya (Tracy dan Webster, 2008).

Efek samping pirantel pamoat jarang, ringan, dan bersifat sementara. Gejala tersebut meliputi mual, muntah, diare, kram perut, pusing, mengantuk, sakit kepala, insomnia, kulit kemerahan, demam, dan lemah (Syarif dan Elisyabeth, 2007).

Tidak ada kontraindikasi terhadap pirantel pamoat, tetapi penggunaan obat ini harus diwaspadai pada penderita dengan gangguan hepar sebab pirantel pamoat berpotensi meningkatkan enzim transaminase yang dapat mengakibatkan timbulnya hepatitis akut (Akbar, 2006; Syarif dan Elisyabeth, 2007). Penggunaan pirantel pamoat pada wanita hamil belum dianjurkan sebab meskipun penelitian teratogenik pada hewan hasilnya negatif, penelitian pada wanita hamil belum pernah dilakukan (Goldsmith, 1998).

Merek dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia antara lain adalah Antiminth, Ascartrine, Combantrin, Pantrin, Pirantel, Proca, Pyrabon, Pyrantin, dan Triveksan (Utari, 2002).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Ekstrak Biji Labu Kuning

(Cucurbita moschata)

tannin

cucurbitine

Menggumpalkan protein pada dinding cacing

Menekan kontraksi

otot polos cacing

Kematian Ascaris suum, Goeze

Efek Antihelmintik

Variabel luar tidak terkendali:

a. Umur cacing

b. Kepekaan masing-masing cacing terhadap larutan uji

Variabel luar terkendali:

a. Ukuran tubuh cacing

b. Suhu percobaan

Pirantel pamoat

Menekan kontraksi otot polos cacing

Efek Antihelmintik Efek Antihelmintik

C. HIPOTESIS

Ekstrak biji labu kuning memiliki efek antihelmintik terhadap Ascaris suum, Goeze in vitro.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan termasuk jenis penelitian eksperimental kuasi dengan rancangan penelitian the post test only controlled group design (Taufiqurahman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Laboratorium Parasitologi dan Mikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian berupa cacing Ascaris suum, Goeze.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan menyamakan ukuran tubuh cacing serta tidak membedakan antara cacing jantan dan betina.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Konsentrasi ekstrak biji labu kuning (Cucurbita moschata)

2. Variabel terikat: Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze

3. Variabel luar terkendali:

a. Ukuran cacing a. Ukuran cacing

b. Suhu percobaan

4. Variabel luar tidak terkendali:

a. Umur cacing

b. Kepekaan masing-masing cacing terhadap larutan uji

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas: Konsentrasi Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi ekstrak biji labu kuning dibuat dengan cara melarutkan ekstrak biji labu kuning yang diperoleh dari proses perkolasi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TO2T) dengan NaCl 0,9% yang hasilnya dinyatakan dalam satuan persen.

Skala variabel bebas dalam penelitian ini adalah skala rasio.

2. Variabel terikat: Lethal Death Time Lethal Death Time adalah lama waktu yang dibutuhkan hingga seluruh cacing Ascaris suum, Goeze pada setiap cawan petri mati. Skala variabel terikat dalam penelitian ini adalah skala rasio.

3. Variabel luar yang terkendali

a. Ukuran tubuh cacing Ukuran cacing dikendalikan dengan memilih cacing Ascaris suum, Goeze yang memiliki panjang antara 10 cm sampai 35 cm. Cacing yang digunakan pada penelitian ini merupakan cacing yang masih aktif bergerak, diambil dari usus halus babi yang diperoleh dari tempat penyembelihan babi “Radjakaja” Kota Surakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Suhu percobaan Suhu percobaan dikendalikan pada suhu 37 0 C dengan menggunakan inkubator.

4. Variabel luar yang tidak terkendali

a. Umur cacing Umur cacing merupakan variabel luar yang tidak dapat dikendalikan karena cacing yang didapat berasal dari usus babi yang tidak dapat dipastikan kapan babi mulai terinfeksi cacing dan kapan telur cacing menetas menjadi cacing dewasa.

b. Kepekaan masing-masing cacing terhadap larutan uji Kepekaan cacing yang satu dengan cacing yang lain terhadap larutan uji tidak bisa disamakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

G. Rancangan Penelitian

Dimasukkan dalam NaCl 0,9%

Dimasukkan dalam larutan ekstrak biji labu

kuning dengan konsentrasi 54,5%

Dimasukkan dalam larutan pirantel pamoat 0,236%

10 cacing Ascaris suum , Goeze

Catat lama waktu yang dibutuhkan sampai keseluruhan cacing

pada tiap kelompok mati.

Replikasi 5 kali

10 cacing Ascaris suum , Goeze

10 cacing Ascaris suum , Goeze

Inkubasi pada suhu

37 0 C. Amati tiap

Inkubasi pada suhu

37 0 C. Amati tiap jam.

10 cacing Ascaris suum , Goeze

Dimasukkan dalam

larutan ekstrak biji labu kuning dengan

konsentrasi 70,5%

Inkubasi pada suhu

37 0 C. Amati tiap jam.

Inkubasi pada suhu

37 0 C. Amati tiap jam.

Uji Kruskal Wallis

Uji Mann Whitney

Uji Korelasi Spearman Uji Korelasi Spearman

H. Alat dan Bahan

1. Cawan petri berdiameter 15 cm

2. Batang pengaduk kaca

3. Pinset anatomis

4. Gelas ukur

5. Labu takar

6. Timbangan

7. Toples untuk menyimpan cacing

8. NaCl 0,9%

9. Ekstrak biji labu kuning

10. Cacing Ascaris suum, Goeze

11. Pirantel pamoat (merek dagang Combantrine)

I. Cara Kerja

1. Tahap persiapan

a. Pengambilan Bahan Biji labu kuning diambil dari buah labu yang dibeli di Klero, Salatiga.

b. Pembuatan Ekstrak Biji Labu Kuning

1) Ekstraksi biji labu kuning dilakukan di B2P2TO2T Tawangmangu.

2) Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode perkolasi.

Caranya dengan menimbang serbuk biji labu kuning sebanyak 1000 gram. Setelah itu basahi dengan penyari yang digunakan yaitu etanol 70 %, diamkan sekitar 15 menit agar mengembang maksimum. Setelah mengembang maksimum, bahan tersebut siap dimasukkan ke Caranya dengan menimbang serbuk biji labu kuning sebanyak 1000 gram. Setelah itu basahi dengan penyari yang digunakan yaitu etanol 70 %, diamkan sekitar 15 menit agar mengembang maksimum. Setelah mengembang maksimum, bahan tersebut siap dimasukkan ke

dalam perkolator sedikit demi sedikit, tiap bagian yang dimasukkan diratakan dan ditekan ke bawah agar tidak timbul ruang kosong antarlapisan. Dengan keadaan celah bawah terbuka, tambahkan penyari terus-menerus hingga bagian pertama dari perkolat mencapai celah bagian bawah. Tambahkan penyari secukupnya ke dalam perkolator guna mendapatkan lapisan di atas permukaan kolom. Lalu bahan tersebut dimaserasi. Dalam proses perkolasi, lamanya harus cukup supaya bisa memasuki semua rongga dari struktur bahan obat dan melarutkan semua zat yang mudah larut. Setelah waktu maserasi cukup, celah bawah dibuka dan perkolat ditampung untuk dikumpulkan pada kecepatan yang telah ditentukan. Perkolasi dilanjutkan sampai zat yang diinginkan tertarik

habis. Kemudian diuapkan dengan suhu di bawah 70 0 C sampai didapat ekstrak biji labu kuning.

3) Ekstrak biji labu kuning siap digunakan.

c. Uji pendahuluan, selengkapnya pada lampiran 1- 4.

2. Tahap Penelitian

a. Tahap penelitian dilaksanakan dengan menggunakan ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % dan 70,5 %, penentuan konsentrasi ini berdasarkan hasil uji pendahuluan yang dapat dilihat pada lampiran 4. Sebagai kontrol negatifnya digunakan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %) sedangkan sebagai kontrol positifnya digunakan larutan pirantel pamoat 0,236 %, yang didapatkan dengan melarutkan 236 mg pirantel pamoat dalam 100 ml NaCl 0,9 %. Konsentrasi pirantel pamoat yang a. Tahap penelitian dilaksanakan dengan menggunakan ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % dan 70,5 %, penentuan konsentrasi ini berdasarkan hasil uji pendahuluan yang dapat dilihat pada lampiran 4. Sebagai kontrol negatifnya digunakan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9 %) sedangkan sebagai kontrol positifnya digunakan larutan pirantel pamoat 0,236 %, yang didapatkan dengan melarutkan 236 mg pirantel pamoat dalam 100 ml NaCl 0,9 %. Konsentrasi pirantel pamoat yang

digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Mackenstedt et al. (1993) yang meneliti efek pirantel pamoat pada cacing dewasa Toxocara canis . Pada penelitian Mackenstedt et al. (1993) digunakan pirantel pamoat konsentrasi 2360 µg/ml yang bila dikonversi dalam satuan miligram:

2360 µg/ml 2360 x 10 -3 mg /ml 236 x 10 -2 mg/ml 236 mg /100ml

Setiap cawan petri kemudian diisi dengan larutan konsentrasi, dan dimasukkan dalam inkubator bersuhu 37 0 C selama 15 menit.

b. Jumlah sampel yang digunakan, dihitung dengan mengacu pada rumus Federer (Sudigdo dan Ismail, 2008). Penelitian akhir ini menggunakan 4 kelompok sampel (Kelompok konsentrasi ekstrak biji labu kuning 54,5 %; kelompok konsentrasi ekstrak biji labu kuning 70,5 %; kelompok NaCl 0,9 %; dan kelompok pirantel pamoat 0,236 %) maka:

(n-1) (r-1) > 15 (n-1)(4-1) ≥ 15

(n-1) 3 ≥ 15 3n-3 ≥ 15

n ≥6

Keterangan : r = jumlah kelompok sampel n = jumlah sampel minimal yang dipakai pada masing-masing

kelompok kelompok

Jumlah sampel minimal yang harus digunakan untuk setiap kelompok adalah 6 tetapi dalam penelitian ini digunakan 10.

c. Setiap cawan petri kemudian diisi dengan 10 ekor cacing Ascaris suum,

Goeze lalu diinkubasi pada suhu 37 0 C.

d. Data diperoleh dengan cara mencatat lama waktu yang dibutuhkan oleh cacing pada tiap cawan petri sampai seluruh cacing per cawannya mati. Cacing dianggap mati apabila tidak terdapat tanda-tanda kehidupan, misalnya:

1) Cacing tidak bergerak saat diberi rangsangan gerakan pada larutan.

2) Cacing disentuh dengan pinset anatomis tidak ada respon gerakan. Cacing dianggap masih hidup, apabila:

1) Cacing aktif bergerak.

2) Cacing bergerak saat diberi rangsangan gerakan pada larutannya.

3) Cacing bergerak saat disentuh dengan pinset anatomis.

e. Penelitian dilakukan selama 12 jam dengan replikasi sebanyak 5 kali.

J. Teknik Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan Statistical Product and Services Solution (SPSS) 16.0. Analisis data dilakukan dengan membandingkan antara Lethal Death Time cacing yang diberi perlakuan ekstrak biji labu kuning dengan Lethal Death Time cacing yang diberi pirantel pamoat. Data akan diolah menggunakan uji Kruskal Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dan uji korelasi Spearman (Santoso, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Analisis untuk Uji Kruskal Wallis: Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini:

H 0 = Ketiga kelompok identik (Lethal Death Time ketiga kelompok tidak berbeda secara signifikan).

H 1 = Minimal salah satu dari ketiga kelompok tidak identik (Lethal Death Time ketiga kelompok berbeda secara signifikan).

Dasar Pengambilan Keputusan:

Jika probabilitas (p) < 0,05 maka H 0 ditolak Jika probabilitas (p) > 0,05 maka H 0 diterima.

2. Analisis untuk Uji Mann Whitney: Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini:

H 0 = Data Lethal Death Time antara kelompok yang dibandingkan tidak berbeda secara signifikan.

H 1 = Data Lethal Death Time antara kelompok yang dibandingkan memang berbeda secara signifikan.

Dasar Pengambilan Keputusan:

Jika nilai probabilitas (p) < 0,05 maka H 0 ditolak. Jika nilai probabilitas (p) > 0,05 maka H 0 diterima

3. Analisis untuk Uji Korelasi Spearman:

Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini: Hipotesis untuk penelitian ini:

H 0 = Tidak ada hubungan (korelasi) antara konsentrasi ekstrak biji labu kuning

yang digunakan dengan Lethal Death Time cacing

H 1 = Ada hubungan (korelasi) antara konsentrasi ekstrak biji labu kuning yang digunakan dengan Lethal Death Time cacing

Dasar Pengambilan

Jika probabilitas (p) < 0,01 maka H 0 ditolak Jika probabilitas (p) > 0,01 maka H 0 diterima

(Santoso, 2003).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian disajikan lengkap pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1: Jumlah Kematian Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji Labu

Kuning pada Konsentrasi 54,5 %, 70,5 %, dan Pirantel Pamoat 0,236 % Selama 12 Jam Pengamatan.

Keterangan: Jumlah sampel per kelompok tiap kali replikasi adalah 10 ekor

Kelompok Waktu Pengamatan (Jam)

NaCl 0,9%

Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %

Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 70,5 %

Pirantel Pamoat 0,236%

R1

R2

R3

R4

R5

R1: Replikasi 1 R2: Replikasi 2 R3: Replikasi 3 R4: Replikasi 4 R5: Replikasi 5

Karena data yang akan diolah dalam uji statistik nantinya adalah Lethal Death Time cacing maka untuk meringkas pembacaan tabel 1, data hasil penelitian akhir kembali disajikan pada tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Rerata Lethal Death Time Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak

Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %, 70,5 %, dan Pirantel Pamoat 0,236 % Selama 12 Jam Pengamatan.

Kelompok

Lethal Death

Time (Jam)

Rerata (Jam)

Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %

Replikasi 1

11, 8 jam (11 jam 48 menit)

Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 70,5 %

Replikasi 1

7, 8 jam (7 jam 48 menit)

Pirantel Pamoat 0,236%

Replikasi 1

6, 4 jam (6 jam 24 menit)

Replikasi 2

Replikasi 3

Replikasi 4

Replikasi 5 Replikasi 5

Grafik 1. Grafik Rerata Lethal Death Time Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5 %, 70,5 %, dan Pirantel Pamoat 0,236 % Selama 12 Jam Pengamatan

Grafik di atas menunjukkan rerata (mean) Lethal Death Time tiap kelompok yang menunjukkan adanya perbedaan efektivitas antihelmintik pada masing- masing kelompok. Pada kelompok perlakuan yang menggunakan ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % dan 70,5 % didapatkan bahwa peningkatan konsentrasi mempengaruhi semakin pendeknya rerata Lethal Death Time. Sementara itu, kelompok pirantel pamoat 0,236 % menunjukkan efektivitas antihelmintik yang paling kuat sebab rerata Lethal Death Time-nya paling pendek yaitu, 6 jam 24 menit.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. ANALISIS DATA

Data hasil penelitian yang tercantum pada tabel 2 dianalisis dengan uji Shapiro Wilk dan uji homogenitas, masing-masing untuk menentukan normalitas serta homogenitas sebaran datanya. Hasil analisis Shapiro Wilk pada lampiran 6 menunjukkan bahwa sebaran data tidak normal (p < 0,05) sedangkan dari uji Homogeneity of Variances (lampiran 7) didapatkan bahwa varians datanya homogen (p > 0,05). Maka analisis data dilanjutkan sebagai berikut:

1. Uji Kruskal Wallis Uji Kruskal Wallis dilakukan untuk menguji apakah secara statistik ketiga kelompok perlakuan memiliki perbedaan Lethal Death Time yang signifikan atau tidak. Tabel 3. Hasil Uji Statistik dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Lethal Death

Time Cacing Ascaris suum, Goeze dalam Ekstrak Biji Labu Kuning Konsentrasi 54,5%; 70,5%; dan Pirantel Pamoat 0,236%

Test Statistics a,b

Asymp. Sig.

a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok

Hasil uji Kruskal Wallis pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p < 0,05), maka H 0 ditolak, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa paling tidak, ada satu Lethal Death Time di antara ketiga Hasil uji Kruskal Wallis pada tabel 3 menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p < 0,05), maka H 0 ditolak, atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa paling tidak, ada satu Lethal Death Time di antara ketiga

kelompok tersebut yang benar-benar tidak identik dengan Lethal Death Time kelompok yang lain.

2. Uji Mann Whitney Hasil analisis dengan uji Kruskal Wallis didapatkan adanya perbedaan Lethal Death Time dari tiga kelompok, untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan maka harus dilakukan analisis dengan uji Mann Whitney, selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 9. Tabel 4. Hasil Perbandingan Data Lethal Death Time Antarkelompok

Perlakuan dengan Uji Mann Whitney

Kelompok yang Dibandingkan

Nilai signifikansi (p)

Ekstrak Biji Labu Kuning 54,5 % dan

Ekstrak Biji Labu Kuning 70,5%

Ekstrak Biji Labu Kuning 54,5 % dan Pirantel

Pamoat 0,236%

Ekstrak Biji Labu Kuning 70,5% dan

Pirantel Pamoat 0,236%

Hasil analisis uji Mann Whitney yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

a. Perbandingan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze dalam rendaman ekstrak biji labu kuning 54,5 % dan 70,5 % pada tingkat signifikansi ( α) 0,05 didapatkan nilai signifikansi (p < 0,05). Berarti Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze pada ekstrak biji labu kuning 54,5 a. Perbandingan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze dalam rendaman ekstrak biji labu kuning 54,5 % dan 70,5 % pada tingkat signifikansi ( α) 0,05 didapatkan nilai signifikansi (p < 0,05). Berarti Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze pada ekstrak biji labu kuning 54,5

% berbeda secara signifikan dengan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze.

b. Perbandingan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze dalam rendaman ekstrak biji labu kuning 54,5 % dan pirantel pamoat 0,236 % pada tingkat signifikansi ( α) 0,05 didapatkan nilai signifikansi (p < 0,05). Berarti Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze pada ekstrak biji labu kuning 54,5 % berbeda secara signifikan dengan Lethal Death Time cacing Ascaris suum , Goeze pada pirantel pamoat 0,236 %.

c. Perbandingan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze dalam rendaman ekstrak biji labu kuning 70,5 % dan pirantel pamoat 0,236 % pada tingkat signifikansi ( α) 0,05 didapatkan nilai signifikansi (p < 0,05). Berarti Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze pada ekstrak biji labu kuning 54,5 % berbeda secara signifikan dengan Lethal Death Time cacing Ascaris suum , Goeze pada pirantel pamoat 0,236 %.

3. Uji Korelasi Spearman Hasil uji korelasi Spearman terhadap konsentrasi ekstrak biji labu kuning yang digunakan dengan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze pada tingkat signifikansi ( α) 0,05 didapatkan nilai signifikansi (p < 0,05). Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan (korelasi) yang signifikan antara konsentrasi ekstrak biji labu kuning yang digunakan dengan Lethal Death Time cacing Ascaris suum, Goeze.

Koefisien korelasi variabel konsentrasi ekstrak biji labu kuning dengan Lethal Death Time Ascaris suum , Goeze besarnya 0,950 dan bertanda negatif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hal ini menunjukkan bahwa arah korelasi antara dua variabel adalah negatif, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan maka semakin singkat Lethal Death Time cacing. Tabel 5. Uji Korelasi Spearman terhadap Hubungan antara Peningkatan

Konsentrasi Ekstrak Biji Labu Kuning dengan Lethal Death Time Cacing Ascaris suum, Goeze

Correlations

Kelompok

LDT Spearman's rho

Kelompok

Correlation Coefficient

1.000 -.950 **

Sig. (2-tailed)

Correlation Coefficient

-.950 ** 1.000

Sig. (2-tailed)

.000 .

15 15

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian untuk mengetahui efek antihelmintik ekstrak biji labu kuning terhadap cacing Ascaris suum, Goeze in vitro ini dimulai dengan melakukan uji pendahuluan (lampiran1-4) terlebih dulu, sehingga dapat diketahui apakah ekstrak biji labu kuning memiliki kemampuan sebagai antihelmintik serta konsentrasi bunuh minimalnya. Serial konsentrasi ekstrak biji labu kuning yang digunakan untuk merendam cacing pada uji pendahuluan adalah 7 %, 13 %, 23 %, 37,5 %, dan 54,5 %. Sebagai kontrol negatifnya digunakan larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%) dengan tujuan untuk memastikan kesegaran cacing yang digunakan. Menurut penelitian Peter dan Deogracious (2006) cacing Ascaris suum, Goeze segar dalam larutan garam fisiologis memiliki Lethal Death Time minimal 48 jam. Hal ini menunjukkan waktu hidup minimal cacing Ascaris suum, Goeze dalam larutan fisiologis di luar tubuh babi dan dalam penelitian ini digunakan sebagai waktu maksimal pengujian larutan ekstrak.

Data hasil uji pendahuluan pada lampiran 4 menunjukkan bahwa dalam waktu

12 jam, ekstrak biji labu kuning konsentrasi 23 %, 37,5 %, dan 54,5 % dapat mengakibatkan kematian cacing Ascaris suum, Goeze. Sedangkan Lethal Death Time tercepat didapatkan pada konsentrasi 54,5 % yang dalam waktu 12 jam telah mengakibatkan kematian seluruh cacing.

Tahap penelitian dilakukan selama 12 jam dengan membagi subyek penelitian ke dalam empat kelompok, terdiri dari ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % dan 70,5 %, NaCl 0,9 %, serta pirantel pamoat. Konsentrasi pirantel pamoat yang Tahap penelitian dilakukan selama 12 jam dengan membagi subyek penelitian ke dalam empat kelompok, terdiri dari ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % dan 70,5 %, NaCl 0,9 %, serta pirantel pamoat. Konsentrasi pirantel pamoat yang

digunakan sebagai pembanding efektivitas antihelmintik dalam penelititan ini adalah 0,236 %, hal ini mengacu pada penelitian Mackenstedt et al. (1993) yang meneliti tentang efek pirantel pamoat pada cacing dewasa Toxocara canis. Konsentrasi pirantel pamoat yang digunakan pada penelitian Mackenstedt et al. (1993) adalah sebesar 2360 µg/ml yang dalam penelitian ini dikonversi dalam satuan milligram menjadi 236 mg/100 ml. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa rerata Lethal Death Time ekstrak biji labu kuning konsentrasi 54,5 % adalah 11 jam 48 menit sedangkan pada konsentrasi 70,5 % rerata Lethal Death Time-nya 7 jam 48 menit, dan pada pirantel pamoat 0,236 % reratanya 6 jam 24 menit.