LAPORAN PRAKTEK PRODUKSI PEMANFAATAN KULIT JERUK BALI (Citrus maxima) DALAM PEMBUATAN SELAI SEBAGAI DIVERSIFIKASI PANGAN

LAPORAN PRAKTEK PRODUKSI PEMANFAATAN KULIT JERUK BALI (Citrus maxima) DALAM PEMBUATAN SELAI SEBAGAI DIVERSIFIKASI PANGAN

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Ahli Madya Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta DISUSUN OLEH : ASTRINI DYANINGRATRI (H3108076) PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

commit to user

MOTTO:

Hidup adalah rangkaian pelajaran yang niscaya terus lestari agar dipahami.

Barang siapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah memudahkan bagi orang itu karena ilmu tersebut jalan menuju kesurga

(H.R Bukhari dan Muslim)

PERSEMBAHAN :

1. Kedua Orang Tuaku tercinta

2. Adikku tersayang

3. Teman-teman D3 Teknologi Hasil Pertanian 2008 dan sahabat-sahabatku tersayang

4. Almamaterku yang aku banggakan

commit to user

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir PraktekProduksi (PP) “Pemanfaatan Kulit Jeruk Bali (Citrus maxima ) dalam Pembuatan Selai sebagai Diversifikasi Pangan” disusun guna memperoleh syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya (A.Md), Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.

Tugas Akhir ini berisi tentang proses pembuatan, bahan baku dan tambahan yang digunakan, analisis sensori, analisis kimia, dan analisis ekonomi kelayakan usaha selai Kulit Jeruk Bali.

Penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir Bambang Puji Asmanto, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T, selaku Ketua Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. R. Baskara K.A. STP, MP., selaku Pembimbing I dan Ir. Basito, M.Si., selaku Pembimbing II Praktek Produksi, yang telah memberi bimbingan, dukungan, dan saran dalam penyelesaian laporan praktek produksi ini.

4. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual serta nasehat-nasehatnya.

5. Teman-teman DIII Teknologi Hasil Pertanian angkatan 2008 yang telah

berjuan bersama, terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya.

6. Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Praktek Produksi.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat

commit to user

datang. Harapan penyusun, semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

commit to user

Halaman

Tabel 2.1 Batas Toleransi Bahan Beracun dalam Persediaan Air ...................... 12 Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali ..................................... 26 Tabel 3.2 Metode Analisis ................................................................................. 30 Tabel 4.1 Hasil Analisis Sensori Selai Kulit Jeruk Bali ..................................... 36 Tabel 4.2 Analisis Kimia Selai Kulit Jeruk Bali dengan.................................... 38

Penambahan Gula 75%

Tabel 4.3 Biaya Usaha ....................................................................................... 40 Tabel 4.4 Biaya Penyusutan/Depresiasi ............................................................. 40 Tabel 4.5 Amortisasi .......................................................................................... 41 Tabel 4.6 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) ................................................ 41 Tabel 4.7 Biaya Bahan Baku, Bahan Pembantu, dan Pengemas ........................ 42 Tabel 4.8 Biaya Bahan Bakar/Energi dan Pembersih ........................................ 42 Tabel 4.9 Biaya Perawatandan Perbaikan (BPP) ............................................... 43 Tabel 4.10 Total Biaya Tidak Tetap (Total Variabel Cost) ................................. 44

commit to user

Halaman

Gambar 2.1 Jeruk Bali ....................................................................................... 7 Gambar 2.2 Struktur Kimia Pektin ................................................................... 8 Gambar 2.3 Struktur Kimia Vanilin.................................................................. 14 Gambar 2.4 Rumus Struktur Vitamin C ............................................................ 19 Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali ................ 27 Gambar 4.1 Selai Kulit Jeruk Bali .................................................................... 31 Gambar 4.2 Pengupasan Kulit Jeruk Bali ......................................................... 32 Gambar 4.3 Kulit Jeruk Bali yang Telah Dicuci ............................................... 33 Gambar 4.4 Proses Perebusan Kulit Jeruk Bali ................................................. 33 Gambar 4.5 Proses Perendaman Kulit Jeruk Bali ............................................. 34 Gambar 4.6 Proses Penghancuran Kulit Jeruk Bali .......................................... 34 Gambar 4.7 Proses Pemasakan Kulit Jeruk Bali ............................................... 35

commit to user

Halaman Lampiran I

Borang Penilaian Analisis Sensori ................................................ 56

Lampiran II Hasil Penilaian Organoleptik Selai Kulit Jeruk Bali ..................... 57 Lampiran III Hasil SPSS Analisis Sensori Selai Kulit Jeruk Bali ...................... 61 Lampiran IV Analisis Kimia Selai Kulit Jeruk Bali ........................................... 64

ABSTRAK

Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari 45 bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Pada praktek produksi ini bertujuan untuk membuat produk olahan baru yang dinamakan selai kulit jeruk bali. Pertimbangan memilih kulit jeruk bali sebagai bahan baku selai adalah untuk memanfaatkan kulit jeruk bali yang selama ini dianggap limbah oleh masyarakat. Selain itu juga mengandung vitamin C dan kaya akan antioksidan. Adapun tahapan proses pembuatan selai kulit jeruk bali antara lain pengupasan kulit jeruk, pencucian, perebusan, perendaman, penghancuran, pemasakan, pendinginan, dan pengemasan. Produk selai kulit jeruk bali dibuat 4 formulasi setelah itu dilakukan uji sensoris dengan 25 panelis tidak terlatih, dan produk yang paling disukai dilakukan uji kimia, yaitu penentuan kadar vitamin C dan aktivitas antioksidan. Selain analisis sensori dan analisis kimia, dilakukan juga analisis ekonomi untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan selai kulit jeruk bali, baik biaya tetap maupun tidak tetap. Berdasarkan analisis sensori sampel yang paling disukai adalah formula dengan perbandingan 3:4 dengan formula kulit jeruk bali 100 gram, gula 75 gram, air 100 ml, asam sitrat 0,02 gram, dan vanili 1 gram. Pada uji kimia, dihasilkan kadar vitamin C sebesar 8,40245 mg dan aktivitas antioksidan sebesar 15,41665%. Dari hasil analisis ekonomi, kapasitas produksi selai kulit jeruk bali adalah 7500 cup/bulan, dengan harga pokok Rp. 3611,11/cup, dan harga jual Rp.4500/cup sehingga diperoleh laba bersih Rp. 6.516.649,26/bulan. Usaha akan mencapai titik impas pada tingkat produksi sebanyak 3372 cup/bulan dan akan mengalami pengembalian modal dalam waktu 4,06 bulan. Sedangkan Benefit Cost Ratio (B/C) produksi selai kulit jeruk bali sebesar 1,24 artinya usaha selai kulit jeruk bali ini layak dikembangkan karena nilai B/C lebih dari 1.

Kata Kunci : Selai, Kulit Jeruk Bali Keterangan :

1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan NIM H3108076 2. Dosen Pembimbing 3. Dosen Penguji

ABSTRACT

Jam is semi solid or viscous foods, made from 45 heavy shares of fruit mush and 55 heavy shares of sugar. In practice this production aims to create a new refined product called jam of pomelo peel. Consideration for selecting the standart pomelo peel as a raw material jam that had been considered waste by the public. It also contains vitamin C and rich of antioxidants. The stages of the process of jam of pomelo peel include orange peel stripping, washing, boiling, soaking, crushing, cooking, cooling, and packaging. Product of jam of pomelo peel made by 4 formulations after a sensory test was conducted with 25 untrained panelist, and product are most preferably carried out chemical test, namely the determination of vitamin C and antioxidant activity. In addition to sensory analysis and chemical analysis, economic analysis is also permormed to determine the cost incurred in the manufacture in making jam of pomelo oeel, fixed cost and variabel cost. Pursuant to most analysis sensori sampel taken a fancy to formula with the comparison 3:4 by formula is pomelo peel 100 gram, sugar 75 gram, water 100 ml, citrid acid 0,02 gram, and vanili 1 gram. At chemical test, yielded of rate of vitamin C equal to 8,40245 mg and activity antioksidan [of] equal to 15,41665%. From economic analysis result, capacities produce the jam of pomelo peel is7500 cup /month, at the price of fundamental Rp. 3611,11 /cup, and price sell the Rp.4500 /cup so that obtained net profit Rp. 6.516.649,26 /month. Effort will reach the break even point of storey,level produce counted 3372 cup/month and will experience of the capital return during 4,06 month. While Benefit Cost Ratio ( B/C) produce the jam of pomelo peel equal to its 1,24 meaning effort this jam of pomelo peel is competent developed because value B/C more than 1.

Keywords : Jam, Pomelo Peel Description :

1. Student of D D-III Technology of Agriculture Faculty, Sebelas Maret University Surakarta with NIM H308076

2. Consultant Lecture 3. Test Lecture

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari 45 bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Bubur buah adalah daging buah yang telah dihaluskan. Selai diperoleh dengan cara memanaskan campuran antara bubur buah dengan gula, kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68% (Fachruddin, 1997).

Jeruk Bali (Citrus maxima) adalah tumbuhan menahun (perennial) dengan karakteristik tinggi pohon 5 ‐15 meter. Batang tanaman agak kuat, garis tengah 10 ‐30 meter, berkulit agak tebal, kulit bagian luar berwarna coklat kekuningan, bagian dalam berwarna kuning. Pohon jeruk mempunyai banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan merunduk pada bagian ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna hijau, namun lama ‐lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua. Tajuk pohon agak rendah dan tidak teratur. Daun tanaman berbentuk bulat telur dan berukuran besar, dengan bagian puncak atau ujung tumpul dan bagian tepi hampir rata, serta bagian dekat ujung agak berombak. Letak daun terpencar dengan tangkai daun bersayap lebar, warna kekuningan, dan berbulu agak suram (Asroruddin, 2004).

Ciri khas Citrus maxima adalah buah berukuran besar dan berkulit tebal sehingga tahan disimpan dan diangkut dalam jarak jauh. Buah berbentuk bulat atau bola yang tampak tertekan dan berkulit agak tebal, berisi 11 ‐ 16 segmen. Warna daging buah merah muda atau merah jambu. Daging buah memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai sedikit asam, dan berbiji sedikit. Adapun klasifikasi jeruk bali adalah sebagai berikut (Rukmana, 1994) :

commit to user

Sub ‐Divisi

Sub ‐kelas

: Citrus maxima

Kandungan gizi kulit jeruk bali bagian dalam sama dengan kandungan buahnya, yaitu likopen yang berfungsi untuk mencegah berbagai penyakit kanker, terutama kanker prostat. Likopen merupakan pigmen karotenoid yang membawa warna merah. Selain itu kulit jeruk dipercaya mengandung zat aktif yang dapat membersihkan sel darah merah yang telah tua di dalam tubuh dan menormalkan hematokrit, yaitu prosentase sel darah per volume darah. Jeruk bali beserta kulitnya juga mengandung vitamin C yang sangat baik sebagai sumber antioksidan yang dapat memperbaiki jaringan yang rusak. Di dalam tubuh, vitamin C akan bersinergi dengan vitamin E, dan berperan sebagai antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas. Jumlah vitamin C yang terkandung dalam jeruk bali adalah 43 mg/100 gram daging buah. Sedangkan kulit jeruk bagian luar yang berwarna hijau mengandung kelenjar minyak sehingga dapat digunakan untuk pembuatan minyak.

Hampir semua orang mengenal jeruk bali. Jeruk bali yang biasa disebut dengan jeruk besar atau pomelo memiliki rasa yang khas, yaitu kombinasi manis, asam, dan sedikit pahit. Daging buahnya bisa langsung dimakan setelah dikupas, dibuat sari jeruk atau bisa digunakan untuk campuran rujak dan salad. Tetapi selain buahnya yang segar, kulit jeruk bali yang selalu dianggap sebagai limbah ternyata juga memiliki nilai ekonomis yang cukup

commit to user

sekali apabila tidak dimanfaatkan. Pada dasarnya kulit jeruk bali memang memiliki rasa yang pahit, getir dan bau sengir, namun dengan pengolahan yang baik dan benar rasa pahit tersebut dapat dihilangkan sehingga akan dihasilkan suatu produk olahan yang berkualitas baik dan dapat diterima oleh konsumen. Salah satu bentuk olahan kulit jeruk ini adalah selai. Selai yang dibuat dari sari buah dan kulit buah genus Citrus biasa disebut marmalade. Marmalade ini dapat digunakan sebagai olesan pada roti tawar, sebagai isi roti manis, dapat dimanfaatkan untuk pembuatan cake, kue kering, permen, atau pemanis pada minuman seperti yogurt dan es krim. Dengan banyaknya produk yang menggunakan selai mengindikasikan bahwa peluang pasar dari produk selai cukup luas.

Diversifikasi produk olahan dari kulit jeruk bali masih sangat terbatas. Upaya untuk meningkatkan daya guna kulit jeruk bali dan nilai ekonominya dapat dilakukan dengan menganekaragamkan jenis produk olahan jeruk bali, untuk itu perlu dikembangkan cara pengolahan lain seperti pembuatan “Selai Kulit Jeruk Bali”.

Pertimbangan pemanfaatan kulit jeruk bali sebagai pangan olahan baru yang diberi nama “Selai Kulit Jeruk Bali” selain karena jeruk bali banyak mengandung vitamin C dan antioksidan, juga untuk memberikan penanganan terhadap kulit jeruk bali yang selama ini dianggap limbah.

B. Tujuan Praktek Produksi

Tujuan pelaksanaan Praktek Produksi adalah :

1. Membuat Selai Kulit Jeruk Bali sebagai diversifikasi pangan dengan memanfaatkan kulit jeruk sebagai bahan bakunya.

2. Mengetahui bahan tambahan, proses, analisis sensori, analisis kimia, dan analisis ekonomi pada proses pembuatan selai kulit jeruk bali.

commit to user

C. Manfaat Praktek Produksi

Manfaat pelaksanaan Praktek Produksi adalah :

1. Dapat memberi sumbangan di bidang pangan tentang penganekaragaman hasil olahan kulit jeruk bali.

2. Memberikan wawasan dan pengetahuan baru kepada mahasiswa jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta tentang pemanfaatan kulit jeruk bali sebagai bahan pembuatan selai.

3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pemanfaatan kulit jeruk bali yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan selai.

commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Selai

Selai adalah makanan semi padat atau kental, yang terbuat dari 45 bagian berat bubur buah dan 55 bagian berat gula. Bubur buah adalah daging buah yang telah dihaluskan. Selai diperoleh dengan cara memanaskan campuran antara bubur buah dengan gula, kemudian dipekatkan melalui pemanasan dengan api sedang sampai kandungan gulanya menjadi 68%. Pemanasan atau pemasakan yang terlalu lama menyebabkan hasil selai menjadi keras dan membentuk kristal gula. Sedangkan bila terlalu cepat atau singkat, selai yang dihasilkan akan encer (Fachruddin, 1997).

Proses pembuatan selai memerlukan kontrol yang baik. Pemasakan yang berlebihan akan menyebabkan selai menjadi keras dan kental, sedangkan jika pemanasan kurang akan menghasilkan selai yang encer. Pembuatan selai biasanya dilakukan pada titik didih 103 o

C – 105 o

C. Akan tetapi, titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau perbandingan gula (Wiraatmadja, 1988).

Buah yang dapat digunakan untuk membuat selai adalah buah yang masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Selai yang diperoleh dari buah hasilnya lebih banyak dari pada diolah menjadi jeli, sehingga pengolahan jeli lebih banyak menggunakan buah yang murah harganya. Buah yang masih muda tidak dapat digunakan untuk pembuatan selai atau jeli karena masih banyak mengandung zat pati (karbohidrat) dan kandungan pektinnya rendah. Kulit buah pun dapat digunakan untuk menghasilkan selai atau jeli tersebut (Utami, 2000).

commit to user

B. Bahan Pembuat Selai

1. Bahan Utama

Jeruk Bali atau Citrus maxima adalah tumbuhan menahun (perennial) dengan karakteristik tinggi pohon 5 ‐15 meter. Batang tanaman agak kuat, garis tengah 10 ‐30 meter, berkulit agak tebal, kulit bagian luar berwarna coklat kekuningan, bagian dalam berwarna kuning. Pohon jeruk mempunyai banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan merunduk pada bagian ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna hijau, namun lama ‐lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua. Tajuk pohon agak rendah dan tidak teratur. Daun tanaman berbentuk bulat telur dan berukuran besar, dengan bagian puncak atau ujung tumpul dan bagian tepi hampir rata, serta bagian dekat ujung agak berombak. Letak daun terpencar dengan tangkai daun bersayap lebar, warna kekuningan, dan berbulu agak suram (Asroruddin, 2004).

Ciri khas Citrus maxima adalah buah berukuran besar dan berkulit tebal sehingga tahan disimpan dan diangkut dalam jarak jauh. Buah berbentuk bulat atau bola yang tampak tertekan dan berkulit agak tebal, berisi 11 ‐ 16 segmen. Warna daging buah merah muda atau merah jambu. Daging buah memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai sedikit asam, dan berbiji sedikit. Di Inggris, jeruk bali juga dikenal dengan nama Pamelo. Adapun klasifikasi jeruk bali adalah sebagai berikut (Rukmana, 1994) : Kingdom

Sub ‐Divisi : Angiospermae Kelas

: Dicotylendonae

Sub ‐kelas

: Choripetalae

Bangsa

: Geraniales

commit to user

: Citrus maxima

Gambar 2.1 Jeruk Bali

Kandungan jeruk bali salah satunya adalah likopen. Likopen merupakan pigmen karotenoid yang membawa warna merah. Pigmen ini termasuk ke dalam golongan senyawa fitokimia yang mudah ditemui pada tomat, jeruk, semangka, dan buah-buahan lain yang berwarna merah. Selain itu, pigmen ini juga terdapat di dalam darah manusia, yaitu 0,5 mol/liter darah. Nama likopen diambil dari spesies tomat yaitu Solanum lycopersicum . Jeruk Bali yang banyak mengandung likopen adalah yang bulir ‐bulir jeruknya berwarna kemerahan. Jenis bulir yang berwarna putih kehijauan kadar likopen relatif kecil. Likopen bermanfaat untuk mencegah berbagai penyakit kanker, terutama kanker prostat. Sebagai anti radikal bebas, likopen dapat masuk ke dalam aliran darah lalu menangkap radikal bebas pada sel ‐sel tua dan memperbaiki sel‐sel yang telah mengalami kerusakan. Bentuk struktur kimia likopen sangat mendukung potensinya sebagai antioksidan. Bentuk struktur kimia likopen berbeda dengan jenis karoteniod pada umumnya. Secara kimiawi struktur likopen tidak dapat dikonversi menjadi vitamin A dan diketahui lebih efisien dalam menangkap radikal bebas dibandingkan dengan karetonoid lain. Jika bersinergi dengan β‐karoten (provitamin A) yang banyak terdapat pada jeruk bali, likopen bisa berperan sebagai antioksidan (Surh, 1999).

commit to user

selai. Jumlah pektin yang ideal untuk pembuatan gel bekisar 0,75% - 1,5%. Kadar gula tidak lebih dari 65% dan konsentrasi pektin 1% sudah dapat dihasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Makin besar konsentrasi pektin makin keras gel yang terbentuk. Beberapa jenis buah secara alami memiliki kandungan pektin yang cukup tinggi. Buah-buahan yang akan matang (ripe) mengandung pektin yang cukup banyak. Makin matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu untuk memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dan matang penuh. Pembuatan selai yang menggunakan buah dengan kandungan pektin tinggi tidak memerlukan tambahan pektin dari luar (Anonim, 2008).

Gambar 2.2 Struktur Kimia Pektin Jeruk bali dipercaya mengandung zat aktif yang dapat membersihkan sel darah merah yang telah tua di dalam tubuh dan menormalkan hematokrit, yaitu prosentase sel darah per volume darah. Tingkat hematokrit normal pada wanita adalah 37-47 persen, sedangkan laki-laki 40-54 persen. Rendahnya hematokrit akan menyebabkan anemia, tetapi jika sangat tinggi dapat memicu penyakit jantung karena darah jadi mengental. Selain itu jeruk bali juga mengandung vitamin C. Vitamin C sangat baik sebagai sumber antioksidan. Peningkatan kadar vitamin C di dalam darah mampu memperbaiki jaringan yang rusak, bahkan kanker,

commit to user

(Khairuzzaman, 2009). Kadar vitamin C pada jeruk bali adalah 43 mg/100 g daging buah. Vitamin C juga merupakan antioksidan yang cukup baik. Di dalam tubuh, vitamin C akan bersinergi dengan vitamin E, dan berperan sebagai antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas. Vitamin C bersama vitamin E mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan demikian maka vitamin C juga berperan dalam menghambat reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh dengan cara bertindak sebagai antioksidan (Bohm et al., 1995).

Kulit jeruk bali yang berada pada lapisan dalam yang berwarna putih berupa gabus memiliki kandungan yang sama dengan buahnya, antara lain adalah likopen yang berfungsi untuk mencegah penyakit kanker, terutama kanker prostat. Selain lipkopen kulit jeruk bali juga mengandung vitamin C. Sama seperti kandungan buahnya, di dalam tubuh vitamin C akan bersinergi dengan vitamin E yaitu berperan sebagai antioksidan untuk menangkal serangan radikal bebas. Sedangkan kulit buah yang berwarna hijau mengandung kelenjar minyak, sehingga kulit buah yang berwarna hijau dan keras dapat digunakan untuk pembuatan minyak (Astawan, 2001).

Kulit jeruk bali bagian luar yang berwarna hijau mengandung banyak minyak atsiri yang menyebabkan rasa pahit dan getir. Kulit buah jeruk bali bagian luar bisa digunakan untuk membuat minyak jeruk. Begitu juga kulit jeruk bali bagian dalam yang menyerupai gabus berwarna putih kandungannya sama dengan kulit yang berwarna hijau yaitu mengandung minyak atsiri tetapi tidak sebanyak kulit jeruk bagian luar (Astawan, 2001).

2. Bahan Tambahan

a. Gula Gula merupakan bahan makanan sumber kalori, tetapi bukan merupakan bahan makakan pokok seperti beras dan semua

commit to user

batu, dan gula madu. Semua ini merupakan sumber hidrat arang atau sumber kalori. Gula mengandung hidrat arang 90-98% yaitu berarti bahwa gula adalah zat hidrat arang (Soejuti dan Tarwatjo, 2004).

Penambahan gula pada makanan berarti juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan gel yang terbentuk. Hal ini disebabkan gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan lama terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 1992).

Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan rasa yang ideal. Selain itu, gula dapat pula berfungsi sebagai pengawet. Pada konsistensi tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut), larutan gula dapat mencegah pertumbuhan bakteri, ragi, dan kapang atau biasa disebut humektan. Mekanismenya, gula dapat menyebabkan dehidrasi sel mikroba sehingga sel mengalami plasmolisis dan terhambat siklus perkembangbiakan disertai tingkat keasaman yang rendah, pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam benzoat (Purnomo dan Adiono, 1987).

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan karbohidrat, memiliki rasa manis, berwarna putih, bersifat anhidrous dan kelarutannya dalam air mencapai 67,7% pada suhu 20°C. Sukrosa adalah disakarida yang apabila dihidrolisis berubah menjadi dua molekul monosakarida yaitu glukosa dan fruktosa. Secara komersial gula yang banyak diperdagangkan dibuat dari bahan baku tebu atau bit. Gula digunakan untuk membuat adonan menjadi manis, juga dapat membuat adonan menjadi lebih empuk dan berwarna coklat. Gula pasir dapat diperoleh di toko, pasar. Kriteria mutu gula pasir yang bagus adalah sebagai berikut (Buckle et al., 1985) :

1) Butirannya halus dan bersih

commit to user

3) Warnanya putih bersih

Jumlah penambahan gula yang tepat pada pembuatan selai tergantung pada banyak faktor, antara lain tingkat keasaman buah yang digunakan, kandungan gula dalam buah, dan tingkat kematangan buah yang digunakan. Perbandingan gula dengan buah yang digunakan untuk buah yang asam adalah 1:1. Penambahan gula akan mempengaruhi keseimbangan air dan pektin yang ada. Buah yang kandungan pektinnya rendah, maka penambahan gula sebaiknya lebih sedikit daripada bagian buahnya. Sebaliknya, buah yang kandungan pektinnya tinggi, maka penambahan gula sebaiknya lebih banyak. Kandungan gula yang ideal pada produk selai berkisar 60%-65% (Margono, 2000).

b. Air Air (H 2 O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Winarno, 1992).

Air yang digunakan harus memenuhi persyaratan tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa. Air (H 2 O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Syarif dan Irawati, 1988).

Air untuk industri pangan memegang peranan penting karena dapat mempengaruhi mutu makanan yang dihasilkan. Jenis air yang digunakan berbeda-beda tergantung dari jenis bahan yang diolah. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa, tidak mengandung besi (Fe) dan

commit to user

menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Arpah, 1993). Analisa kimiawi pada air yang digunakan dalam pengolahan pangan sangat berguna terutama untuk mendeteksi kemungkinan terdapatnya bahan-bahan kimia, serta beberapa bahan yang dapat menimbulkan kesulitan dalam proses produksi. Batas toleransi konsentrasi bahan berbahaya yang boleh terdapat di dalam air yang layak untuk diminum adalah sebagai berikut (Anonim, 2004) : Tabel 2.1 Batas Toleransi Bahan Beracun dalam Persediaan Air

Bahan

Batas Maksimum Konsentrasi yang Diperkenankan (mg/L)

Timbal (Pb)

0,01

Arsenik (As)

0,05

Selenium (Se)

0,01

Krominum(Cr)

0,001

Air raksa (Hg)

0,01

Kadmium (Cd)

0,05

Sianida (CN)

Barium (Ba)

Perak (Ag)

Sumber : WHO, 2003

c. Asam Sitrat Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan . Dalam biokimia , asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara dalam siklus asam sitrat yang terjadi di dalam mitokondria , yang penting

dalam metabolisme makhluk hidup . Zat ini juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai antioksidan

(Anonim a , 2011). Penambahan asam bertujuan untuk mengatur pH dan menghindari pengkristalan gula. pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10-3,46. Asam yang biasa digunakan dalam pembuatan

commit to user

bahan rasa asam seperti nanas penggunaannya harus dibatasi, yaitu antara 0,8-1,5% (8-15 g/kg berat produk). Penggunaan asam tidak mutlak, tetapi hanya apabila diperlukan saja. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yaitu keluarnya air dari gel sehingga selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel (Prihatiningsih, 1996).

d. Vanili Tanaman vanili akan berbunga setelah 2 tahun, mulai berbuah setelah 3 tahun dan mencapai hasil maksimum dalam waktu 10-12 tahun. Vanili berbunga satu kali dalam setahun dan hanya 50 bunga dari setiap tanaman yang dapat dilakukan penyerbukan menggunakan tangan. Setelah pembuahan berhasil, buah membutuhkan waktu 6 bulan untuk mencapai ukuran yang maksimal (6-10 inci) dan 8-9 bulan untuk matang. Masa panen vanili di Indonesia berlangsung sekitar 2-3 bulan

antara Mei sampai dengan Juli (Anonim b , 2011).

Selain prekursor dan enzim pembentuk flavor, buah vanili mengandung komponen zat gizi lengkap yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Per 100 g berat buah vanili kering Vanilla planifolia Andrews , mengandung 20 g air, 3-5 g protein, 11 g lemak, 7-9 g gula, 15-20 g serat, 5-10 g abu, 1.5-3 g vanilin, 2 g soft resin dan asam vanilat yang tidak berflavor (de Guzman, 1999).

Senyawa vanilin dapat diperoleh melalui kerja enzim terhadap suatu komponen heterosida (glukosida) Prekursor vanilin dalam buah vanili hijau adalah koniferosida, dimana melalui reaksi oksidasi akan terpecah menjadi vanilosida (glukovanilin) yang menghasilkan vanilin dan glukosa jika dihidrolisis oleh enzim. Disamping itu, terdapat mekanisme alternatif dari pembentukan vanilin dimana glukosida dari vanililalkohol dioksidasi menjadi glukovanilin. Selanjutnya diketahui bahwa vanili hijau mengandung paling sedikit 4 glukosida yang menghasilkan vanilin dan komponen flavor lainnya. Jumlah yang

commit to user

ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit, diikuti oleh glukosida dari asam protokatekuat (asam 3,4-dihidroksibenzoat) (Purseglove et al., 1981 ).

Gambar 2.3 Struktur Kimia Vanilin

C. Proses Pengolahan Selai

1. Pengupasan Bahan Baku

Pengupasan bahan baku bertujuan untuk memisahkan bahan yang layak diolah dengan bahan yang tidak layak untuk diolah. Pengupasan bahan baku juga dilakukan untuk mendapatkan bahan baku yang seragam. Bahan baku mentah yang rusak akan mempengaruhi hasil akhir

produk (Anonim c , 2011).

2. Pencucian Bahan Baku

Pencucian akan mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam (lilin) yang melapisi kulit pada beberapa jenis hasil pertanian seperti buah-buahan, untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan yang dapat menunjukkan adanya populasi mikroorganisme, untuk menghilangkan adanya sisa-sisa insektisida. Air yang digunakan untuk mencuci harus bersih, sebaiknya digunakan air yang mengalir dan bersih. Pencucian dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan cara basah atau kering, penyemprotan angin, perendaman bak perendam atau disemprot air (Afrianti dan Herliani, 2008).

commit to user

menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat (Buckle, et al., 1985).

3. Perebusan Bahan Baku

Perebusan bahan baku biasa disebut juga dengan blanching. Blanching berfungsi untuk menonaktifkan enzim. Disamping itu juga untuk menaikkan temperatur jaringan, untuk membersihkan bahan dan untuk melayukan bahan sehingga memudahkan perlakuan berikutnya, yang paling penting dalam blanching adalah perusakan mikroba (Widjanarko, 1998).

Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan karena jika bahan pangan dibekukan tidak dapat menghambat keaktifan enzim secara sempurna. Blanching dipengaruhi panas yang diberikan sehingga dapat mematikan mikroba (Winarno dan fardiaz, 1980).

4. Perendaman

Perendaman bertujuan untuk melunakkan tekstur pada bahan baku sehingga memudahkan proses berikutnya. Selain itu perendaman juga bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa kandungan atau mikroba yang

masih tersisa (Anonim c , 2001).

5. Penghancuran

Penambahan air ini ditujukan agar memudahkan proses penghancuran, sedangkan tepung maizena agar lebih kental bubur yang dihasilkan. Proses penghancuran ini dilakukan sampai halus (Suprapti, 2001).

6. Pemasakan

Tahap pemasakan adalah tahap yang paling kritis, pemasakan bertujuan untuk menghilangkan bau mentah. Pemasakan dilakukan dengan suhu tidak terlalu rendah maupun tidak terlalu tinggi. Suhu yang

commit to user

terlalu tinggi membuat rosella menjadi gosong (Desrosier, 1988). Pemasakan bertujuan untuk membuat campuran gula dan bubur buahmenjadi homogen dan mencegah menjadi pekat. Di samping itu, pemasakan juga bertujuan untuk mengekstraksi pektin untuk memperoleh sari buah yang optimum, untuk menghasilkan cita rasa yang baik, dan untuk memperoleh struktur gel. Selama pemasakan harus dilakukan pengadukan agar campuran bahan selai, yaitu buah, pektin, gula, dan asam menjadi homogen. Pengadukan juga bertujuan untuk memperoleh struktur gel. Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat menimbulkan gelembung-gelembung yang dapat merusak tekstur dan penampakan akhir (Widjanarko, 1998).

7. Pendinginan

Pendinginan pada pembuatan selai bertujuan untuk membuat tekstur selai menjadi bagus. Proses pendinginan selai kurang lebih hingga

suhunya 40 o C (Anonim c , 2001)

8. Pengemasan

Pengemasan merupakan suatu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi bahan pangan dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang besar dari pada yang biasa- biasanya diketahui. Industri pangan cenderung untuk membedakan antara proses pengalengan dan pembotolan di suatu pihak lain. Sampai batas tertentu, ini merupakan perbedaan nyata antara metoda pengolahan pangan yang mengikutsertakan sterilisasi dan/atau pasteurisasi terhadap metoda pengawetan lainnya termasuk rehidrasi dan pembekuan cepat (Buckle, et al., 1985).

Semua bahan pangan mudah rusak dan ini berarti bahwa setelah jangka waktu penyimpanan tertentu, ada kemungkinan untuk membedakan antara bahan pangan yang segar dengan bahan pangan yang telah disimpan selama jangka waktu tersebut di atas. Perubahan yang terjadi merupakan suatu kerusakan. Meskipun demikian, sebagian bahan

commit to user

ada perbaikan dalam waktu singkat tetapi kemungkinan diikuti oleh kerusakan (Buckle, et al., 1985).

Cara mensterilkan botol-botol ini dengan cara memasukkan botol- botol ke dalam oven bersuhu 120 0 C selama 30 menit dan merebus tutup botolnya selama 30 menit. Botol-botol dikeluarkan dari oven saat akan melakukan pengemasan. Tutup botol harus dikeringkan dengan lap bersih sebelum menutup botol. Cara lain yang biasa dilakukan adalah dengan merebus botol berikut tutupnya di dalam panci besar selama kurang lebih

15 menit, dan hanya dikeringkan saat akan mengemas (Apandi, 1984).

D. Analisis Sensori

Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indra. Panelis adalah orang/kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak terlatih (25 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melaksanakan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon kemampuan mengembang (Kume, 2002).

Uji skoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, selain itu uji scoring dapat juga digunakan untuk menilai sifat hedoni atau sifat mutu hedonic. Pada uji scoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ii adalaah pemberian suatu nilai atau scor tertentu terhadap suatu karakteristik

commit to user

skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki. (Rahayu, 2001). Dalam uji skoring parameter-parameter yang mencirikan produk tersebut dengan atribut/ karakteristik/ diskriptor/ teminologi. Pemilihan atribut sensoris dan batasanya dihubungkan dengan sifat kimia untuk flavour, rasa dan bau. Sementara untuk tekstur dan kenampakannya dihubungkan dengan sifat fisik. Pemahaman pada sifat reologi dan kimia produk memudahkan untuk penyusunan diskripsi dan data untuk di interpretasikan dan berguna dalam penentuan keputusan. (Utami, 1999).

E. Analisis Kimia

1. Vitamin C

Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain (Rachmawati, 2007).

Vitamin C dapat berbentuk L-askorbat dan asam L- dehidroaskorbat, keduanya mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi L- dehidroaskorbat. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 1992).

Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176 dengan rumus molekul C 6 H 8 O 6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190-192 o

C. Bersifat larut dalam air, dan sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut dalam khloroform, ether dan benzene. Pada pH rendah lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim askorbat oksidase, sinar, temperature yang tinggi. Larutan encer vitamin C pada pH kurang dari

commit to user

dkk, 1997).

Gambar 2.4 Rumus Struktur Vitamin C

2. Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai dan radikal bebas. Antioksidan didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang relatif stabil. Akan tetapi jika dikaitkan dengan radikal bebas yang menyebabkan penyakit, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa secara nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat dioksidasi. Antioksidan dapat mencegah oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen atau elektron (Silalahi, 2006).

Radikal DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) merupakan radikal organik nitrogen yang stabil, yang memberikan efek warna ungu. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH didasarkan pada pengukuran kemampuan pereduksian terhadap radikal DPPH. Pengukuran dapat dilakukan dengan pengukuran penurunan absorbansi. Larutan DPPH yang berwarna ungu merupakan kumpulan radikal-

commit to user

sehingga intensitas warna ungu akan turun. Penurunan intensitas warna ungu dapat diukur pada panjang gelombang 517 nm (Brand-William dkk., 1995).

F. Analisis Ekonomi

Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan, perkiraan pendapatan (rugi atau laba), serta kriteria kelayakan usaha.

1. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

a. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial.

b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.

2. Harga Pokok Penjualan

Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut

commit to user

Harga Pokok Penjualan (HPP) =

Produksi/b Jumlah Produksi/b

3. Kriteria Kelayakan Perusahaan

Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah break event point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C), dan pay back period (PBP).

a. Break Event Point (BEP)

BEP dipakai untuk menentukan besarnya volume penjualan di mana perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan.

BEP adalah suatu titik kesinambungan dimana pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang dari pada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).

Perhitungan rumus BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut:

BEP (unit) =

÷÷ ø

çç è

Produksi/b Kapasitas Produksi/b

Tidak Biaya Tidak

Jual Harga Jual

Tetap Biaya Tetap

Perhitungan rumus BEP atas dasar unit rupiah adalah sebagai berikut:

BEP (Rp) =

÷÷ ø

çç è

Jumlah X @ Jual @ Harga

Tidak Biaya Tidak

Tetap Biaya Tetap

b. Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persent per tahun.

x100%

Biaya Total Biaya

laba

ROI =

commit to user

hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap + modal kerja.

c. Net Benefit Cost (Net B/C)

Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya amat dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan financial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini.

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan dan Made, 2006).

B/C Ratio

Biaya produksi

= Keuntungan

d. Pay Back Period (PBP)

Pay Back Period merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pay back periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun.

commit to user

Ab

Back Pay Back =

Dimana I : Jumlah modal

Ab : Penerimaan bersih per tahun (Sutanto, 1994).

commit to user

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan Praktek Produksi yang berjudul “Pemanfaatan Kulit Jeruk Bali (Citrus maxima) dalam Pembuatan Selai Sebagai Diversifikasi Pangan” dilaksanakan mulai bulan April sampai Juli 2011 di Laboratorium Rekayasa Proses dan Pengolahan Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Metode Pelaksanaan

1. Observasi

Metode observasi merupakan langkah pertama dalam melaksanakan praktek produksi. Observasi atau pengamatan dilaksanakan di tempat perbelanjaan atau pasar mengenai produk apa yang sekiranya belum ada di pasaran.

2. Studi Pustaka

Setelah mengetahui atau menentukan jenis produk apa yang akan dibuat, selanjutnya melakukan pembelajaran yang lebih lanjut mengenai produk tersebut yang berhubungan dengan bahan baku, cara pembuatan, dan juga parameter mutu dari produk tersebut. Hal-hal tersebut dapat diperoleh melalui buku-buku yang ada di perpustakaan atau di dalam sarana komunikasi yang lain seperti internet.

3. Percobaan

Percobaan merupakan praktek cara pembuatan produk yang dilakukan dengan beberapa formula, kemudian dipilih tiga formula yang paling baik.

4. Praktek Produksi

Membuat produk di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pengolahan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas

commit to user

kesukaan skoring yang diperoleh.

5. Pegujian Produk

Produk yang telah dibuat kemudian dilakukan pengujian yaitu analisis sensori dengan uji kesukaan skoring. Dari hasil pengujian akan didapatkan produk yang diterima dan yang paling disukai oleh konsumen. Kemudian produk yang telah dinalisis sensori selanjutnya akan dilakukan analisis kimia yaitu analisis antioksidan dengan metode DPPH dan analisis vitamin C. Produk dengan formula inilah yang akan dibuat dalam praktek produksi dan dikembangkan lebih lanjut.

6. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi bertujuan untuk menghitung biaya produksi (biaya tetap, biaya variable), BEP (Break Event Point), Payback Period (PP), ROI, dan Benefit Cost Ratio (B/C)

C. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali adalah pisau, timbangan, panci untuk merebus, blender, baskom untuk merendam, wajan, pengaduk, kompor gas, dan botol pengemas. Sedangkan alat yang digunakan pada uji kimia Selai Kulit Jeruk Bali adalah vortex, pipet volume 25 ml, pipet ukur 5 ml, buret 50 ml, labu takar 100 ml, erlenmeyer 250 ml, spektrofotometer, pipet volume 10 ml, dan pipet volume 1 ml.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam Praktek Produksi “Substitusi Kulit Jeruk Bali dalam Pembuatan Selai” adalah kulit jeruk bali, gula pasir, asam sitrat, vanili, dan air. Sedangkan bahan yang digunakan pada uji kimia Selai Kulit Jeruk Bali adalah selai kulit jeruk bali, indikator amilum 1%, larutan iodine 0,01 N, aquadest, larutan metanol, dan larutan DPPH 0,1 mM.

commit to user

Tabel 3.1 Formulasi Pembuatan Selai Kulit Jeruk Bali Bahan

Formulasi I

(2:1)

Formulasi II

(3:4)

Formulasi III (1:1)

Kulit Jeruk Bali

100 gr

100 gr

100 gr Gula

100 ml Vanili

1 gr

1 gr

1 gr Asam Sitrat

0,02 gr

0,02 gr

0,02 gr

commit to user