RANCANG BANGUN SENSOR MAGNETIK BERDASARKAN METODE INDUKSI SEBAGAI TESLAMETER

RANCANG BANGUN SENSOR MAGNETIK BERDASARKAN METODE INDUKSI SEBAGAI TESLAMETER

Disusun Oleh : YOVITA LISNASARI

M0206078

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Fisika FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

September, 2010

commit to user

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I

Drs. Suharyana, M.Sc NIP. 19611217 198903 1 003

Pembimbing II

Dr. Eng. Budi Purnama, M.Si NIP. 19731109 200003 1 001

Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari

: Senin

Tanggal : 4 Oktober 2010

Anggota Tim Penguji :

1. Sorja Koesuma, S.Si, M.Si

(.............................................)

NIP. 19720801 200003 1 001

2. Dr. Yofentina Iriani, S.Si, M.Si, NIP. 19711227 199702 2 001

(.............................................)

Disahkan oleh Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Ketua Jurusan Fisika,

Drs. Harjana, M.Si, Ph.D NIP. 19590725 198601 1 001

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “RANCANG BANGUN SENSOR MAGNETIK BERDASARKAN METODE INDUKSI SEBAGAI TESLAMETER ” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 20 September 2010

Yovita Lisnasari

commit to user

PERNYATAAN

Sebagian dari skripsi saya yang berjudul “RANCANG BANGUN SENSOR MAGNETIK BERDASARKAN METODE INDUKSI SEBAGAI TESLAMETER ” telah dipresentasikan dalam: Seminar Nasional Fisika (SNF) Tahun 2010 oleh Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan IPA UNNES pada tanggal 2 Oktober 2010 dengan judul “Kajian Pendahuluan

Sensor Magnet dengan Kumparan Pencuplik Tunggal sebagai Alat Ukur Medan

Magnet ”

Surakarta, 20 September 2010

Yovita Lisnasari

commit to user

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kegiatan mengukur merupakan pendahuluan pembelajaran fisika yang sangat penting. Mengukur pada hakekatnya membandingkan suatu besaran yang belum diketahui nilainya dengan besaran lain yang sudah diketahui nilainya sebagai standar. Untuk keperluan tersebut diperlukan alat ukur, yaitu sebuah alat untuk menentukan nilai atau besaran dari suatu kuantitas atau variabel. Salah satu alat ukur dalam dunia fisika adalah alat ukur medan magnet yang disebut teslameter. Teslameter ini menjadi penting mengingat banyaknya aktivitas eksperimen yang melibatkan pengukuran medan magnet, antara lain praktikum efek Zeeman dan efek Hall. Namun, diperlukan investasi yang sangat mahal yaitu berkisar puluhan juta rupiah guna merealisasikan sebuah teslameter. Sebagai gambaran, di UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS baru memiliki dua teslameter, yaitu merk PHYWE dan F.W. BELL model 5070. Keberadaan kedua teslameter tersebut jauh dari memadai untuk proses pembelajaran fisika yang ideal di perguruan tinggi. Oleh karena itu usaha rancang bangun sebuah alat ukur medan magnet yang murah menjadi topik menarik untuk dikerjakan.

Guna mendeteksi medan magnet, terdapat beberapa metode penginderaan, yaitu metode induksi, SQUIDs, magnetoresistive, sensor efek Hall, dan fluxgate magnetometers resonance (Craik, 1995). Setiap metode mempunyai karakteristik masing-masing, sehingga membuat jenis teslameter semakin banyak di pasaran. Seperti metode SQUIDs, metode ini digunakan untuk mendeteksi medan magnet

lemah antara 10 -14 – 10 -9 tesla. Sedangkan metode yang mampu mencakup nilai

medan magnet di atas 1 tesla adalah metode induksi dan sensor efek Hall. Untuk metode magnetoresistive dan fluxgate magnetometers resonance, keduanya

berada diantara metode sensor efek Hall dan SQUIDs, dimulai rentang 10 -10 – 10 -3

tesla. Dari kelima metode tersebut, metode induksi merupakan cara mendeteksi medan magnet yang paling sederhana karena dapat mendeteksi medan magnet yang diukur sepanjang lintasan hanya dengan disertai adanya perubahan fluks di

commit to user

menggunakan kumparan, sehingga dapat dibuat sendiri. Mekanisme penginderaan medan magnet dengan metode induksi dapat dipaparkan dengan penjelasan berikut.

Hukum Faraday menyatakan jika suatu kawat penghantar digerakkan memotong arah suatu medan magnet maka akan timbul suatu gaya gerak listrik pada kawat penghantar tersebut (Griffith, 1991). Gaya gerak listrik yang timbul pada ujung-ujung penghantar karena adanya perubahan medan magnet disebut gaya gerak listrik (GGL) induksi. Selain adanya perubahan fluks, besar GGL induksi juga bergantung pada luasan tampang lintang kumparan (diameter inti kumparan) serta jumlah lilitan. Semakin besar diameter inti kumparan dan semakin banyak jumlah lilitan, maka nilai GGL induksi juga akan semakin besar. Hal inilah yang membuat metode induksi mempunyai kelebihan sebagai metode yang paling sederhana. Keistimewaan lain metode induksi adalah mempunyai

jangkauan medan magnet yang lebih luas antara 10 -10 – 10 3 tesla. Mengingat pentingnya teslameter untuk dimiliki (terlebih oleh Jurusan Fisika FMIPA UNS), maka penulis mencoba membuat teslameter dengan metode induksi elektromagnetik. Penulis melakukan penelitian kreatif yang berkaitan dengan pembuatan teslameter sebagai alat ukur medan magnet yang baik dan dengan harga terjangkau, namun memiliki sensitivitas serta keandalan sebagaimana teslameter buatan pabrik. Sebagai alat ukur yang baik, teslameter yang selebihnya disebut teslameter JJ ini, juga akan ditera/dikalibrasi ke dalam satuan SI (tesla) dengan teslameter merk F.W. BELL model 5070.

I.2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, masalah yang akan dijawab pada penelitian ini adalah mencari kaitan antara tingkat sensitivitas teslameter JJ dengan jumlah lilitan (N), luasan tampang lintang kumparan (d), serta penambahan bahan magnet berupa ferit. Unjuk kerja teslameter JJ juga akan ditampilkan melalui kurva hysterisis, sehingga karakteristik alat lebih terlihat.

commit to user

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada:

1. Teslameter JJ yang direncanakan hanya untuk 3 variasi jumlah lilitan yaitu 750, 1500 dan 3000.

2. Variasi bahan untuk inti kumparan berupa penambahan ferit. Untuk luasan tampang lintang kumparan diberikan 2 variasi sensor berdiameter 0,9 cm dan 1,4 cm.

3. Pengujian yang dilakukan terhadap teslameter JJ adalah menyangkut dua karakter alat, yaitu:

a. Linieritas alat terhadap perubahan medan magnet yang diukur.

b. Pengkalibrasian alat dengan teslameter F.W. BELL model 5070, dengan cara digunakan untuk mengukur obyek yang sama yaitu elektromagnet.

I.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat suatu alat ukur medan magnet berbasis induksi elektromagnetik.

2. Mengevaluasi sensitivitas teslameter JJ berdasarkan pada jumlah lilitan, diameter tampang lintang sensor dan pengaruh ferit, sehingga diperoleh teslameter yang baik dan terjangkau harganya, tetapi memiliki sensitivitas serta keandalan sebagaimana teslameter buatan pabrik.

3. Menjelaskan respon teslameter JJ terhadap medan magnet yang ditunjukkan melalui kurva hysterisis.

I.5. Manfaat Penelitian

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat:

1. Bermanfaat untuk memperdalam konsep induksi elektromagnetik.

2. Menyediakan teslameter baru yang baik dan sensitif, tetapi murah.

3. Memberikan informasi baru mengenai cara pengukuran medan magnet dengan metode induksi.

commit to user

Laporan skripsi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I Merupakan bab pendahuluan, berisikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II Dasar Teori, memaparkan teori dasar dari penelitian yang dilakukan, meliputi medan magnet B , teslameter, rangkaian penguat, dan kalibrasi. Pada medan magnet diberikan metode dasar pengukuran dan karakteristik bahan magnet. Kemudian dijelaskan mengenai prinsip kerja dan jenis teslameter, dilanjutkan rangkaian penguat integrator dan non inverting. Diberikan juga teori dasar dari kalibrasi sebagai akhir dari bab ini.

BAB III Metode Penelitian, membahas tentang tempat, waktu dan pelaksanaan penelitian, alat dan bahan yang diperlukan, serta langkah-langkah dalam penelitian. Dalam bab ini juga diberikan langkah pembuatan dan penggunaan teslameter JJ untuk mengukur medan magnet secara lengkap.

BAB IV Hasil dan Pembahasan, berisi tentang hasil penelitian dan analisa/pembahasan yang dibahas dengan acuan dasar teori yang berkaitan dengan penelitian. Membahas mengenai kaitan sensitifitas teslameter JJ terhadap variasi lilitan, diameter tampang lintang sensor, serta pengaruh ferit sebagai inti kumparan. Dibahas pula mengenai kurva hysterisis dari teslameter JJ sehingga respon linier sebagai sensor dapat langsung diamati.

BAB V Penutup, berisi kesimpulan dari pembahasan di bab sebelumnya serta saran guna pengembangan lebih lanjut untuk memperoleh alat ukur medan magnet dengan metode induksi yang lebih baik dalam segala aspek.

commit to user

DASAR TEORI

II.1. Medan Magnet, B

Medan magnet dapat didefinisikan sebagai ruangan disekitar magnet atau penghantar yang dialiri arus listrik. Medan magnet merupakan besaran vektor sehingga untuk menyatakannya dapat digunakan garis medan. Sebagai contoh

besarnya medan induksi magnet B dapat dinyatakan sebagai jumlah garis medan per satuan luas. Bila A d adalah vektor pada elemen luas S dan B adalah vektor

induksi yang menembus elemen luas tersebut, maka jumlah garis gaya atau fluks

 yang keluar dari permukaan S adalah

Integral permukaan

d B d . menyatakan produk skalar antara vektor dan

d A . Persamaan (2.1) dapat ditulis ulang dengan analisis vektor menggunakan teorema Stokes menjadi bentuk

n B dA B dA cos . cos  

dengan  adalah sudut antara vektor B dan A d , sedangkan

cos B B B n  adalah komponen B pada arah normal permukaan. Hubungan di atas merupakan pernyataan matematis medan induksi magnet B yang digambarkan sebagai jumlah garis gaya tiap satuan luas, sehingga induksi magnet B disebut pula

sebagai rapat fluks. Untuk mengetahui gambaran medan magnet, keberadaannya dapat divisualisasikan dengan bantuan sebuah kompas kecil. Jika kompas memiliki kutub utara –selatan kemudian didekatkan pada sebuah magnet, jarum kompas akan menunjuk ke arah kutub magnet yang berlawanan. Jadi apabila kompas berada di dekat kutub selatan magnet, maka jarum kompas utara akan menunjuknya. Dengan kata lain apabila kedua kutubnya sama, maka jarum

(2.1)

(2.2)

commit to user

dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Visualisasi medan magnet dengan kompas kecil (Cooper, 2009)

Hasil visualisasi medan magnet seperti Gambar 2.1 di atas adalah rantai titik-titik yang bisa disatukan dengan mulus untuk menghasilkan garis lengkung yang menunjukkan garis-garis medan. Di setiap titik, arah garis medan memperlihatkan arah gaya. Garis medan atau garis gaya merupakan garis khayal yang keluar dari kutub utara magnet menuju kutub selatan magnet. Semakin jauh garis medan tersebar, semakin lemah medannya. Secara jelas, garis medan dapat dilukiskan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Garis-garis medan magnet

II.1.1. Karakteristik Bahan Magnetik

Teori atom Bohr menyatakan bahwa atom terdiri atas inti atom yang dikelilingi oleh elektron yang bergerak pada orbitnya masing-masing. Jadi pada elektron tersebut mengalami dua gerak, yaitu gerak pada porosnya sendiri (gerak spin) dan gerak mengelilingi inti atom (orbital). Gerakan elektron inilah yang

Medan magnet kuat

Medan magnet lemah

commit to user

bermuatan listrik, sehingga saat elektron bergerak dapat pula dipandang sebagai muatan listrik yang bergerak atau arus listrik. Menurut Hukum Biot-Savart, arus listrik tersebut akan menimbulkan medan magnet di sekitarnya. Dengan demikian sebuah atom dapat dipandang sebagai sebuat magnet batang yang memiliki momen magnetik (Griffith, 1991).

Berdasarkan respon material terhadap medan magnet, terdapat tiga karakteristik bahan magnetik yang berbeda, yaitu:

II.1.1.1. Diamagnetik

Diamagnetik merupakan bentuk terlemah dari proses magnetisasi yang bersifat non permanen dan berlangsung ketika diberikan medan luar. Bentuk magnetisasi ini diinduksikan oleh perubahan gerak orbital elektron yang diakibatkan adanya medan magnet luar. Dengan kata lain, bahan diamagnetik tersusun dari atom yang tidak mempunyai momen magnetik permanen. Hal ini disebabkan momen magnetik dari gerak orbit dan spin elektron yang sama besar, tetapi berlawanan arah sehingga saling meniadakan. Oleh karena itu, momen magnetik atom diamagnetik bernilai nol. Suseptibilitas bahan diamagnetik m 

bernilai negatif yaitu pada orde –10 -5 . Tanda negatif menyatakan bahwa vektor

magnetisasi M berlawanan arah dengan kuat medan magnet H sehingga

permeabilitas magnetik bahan m  lebih kecil dibandingkan permeabilitas ruang

hampa 0 .

II.1.1.2. Paramagnetik

Suatu bahan disebut paramagnetik apabila atom-atomnya memiliki momen magnetik dari gerak orbit dan spin elektron yang tidak sepenuhnya saling meniadakan. Sehingga atom semacam ini memiliki suatu nilai momen magnetik yang kecil, tetapi bukan nol. Apabila pada bahan ini tidak ada medan magnet luar, akan menyebabkan orientasi momen magnetik atom berarah random. Setelah diberikan medan magnet luar, momen magnetik atom cenderung berbelok menjadi searah dengan medan luar tersebut. Kesearahan ini akan meningkatkan nilai

commit to user

permeabilitas magnetik sehingga lebih besar dari sebelumnya . Jadi bahan

paramagnetik tidak akan memperlihatkan sifat kemagnetan tanpa adanya medan

magnet luar. Vektor magnetisasi M searah dengan kuat medan magnet H .

Suseptibilitas magnetnya kecil, tetapi bernilai positif (0 < m  << 1) yaitu pada interval 10 -5 hingga 10 -3 (Serway, 1995).

Bahan golongan diamagnetik dan paramagnetik dapat dianggap bukan magnet karena hanya menunjukkan sifat magnet ketika diberikan medan magnet luar. Karakteristik suseptibilitas magnetik dari keduanya dapat diamati pada Gambar 2.3 berikut.

Gambar 2.3 Karakteristik suseptibilitas magnetik dari bahan diamagnetik dan paramagnetik (Kittel, 1996)

II.1.1.3. Feromagnetik

Golongan feromagnetik adalah bahan yang atom-atomnya mempunyai momen magnetik permanen. Tiap-tiap atom memiliki momen magnetik yang relatif besar, karena momen magnetik dari gerak spin yang kurang akan diimbangi oleh momen magnetik yang lain. Gaya antar atom menyebabkan momen-momen ini tertata dalam suatu konfigurasi yang sejajar di dalam daerah yang memuat banyak atom. Daerah-daerah semacam ini disebut sebagai domain. Bahan-bahan feromagnetik yang masih murni (belum diberikan medan magnet luar), akan

commit to user

yang kuat. Namun, dari satu domain ke domain yang lainnya, momen-momen ini memiliki arah yang berbeda-beda. Efek total yang dihasilkan tentu saja momen- momen tersebut saling meniadakan, dan bahan tersebut secara keseluruhan tidak memperlihatkan sifat kemagnetan. Akan tetapi, saat sebuah medan magnet luar diberikan, domain- domain yang memiliki momen magnetik searah medan luar akan membesar ukurannya dan menyebar ke daerah-daerah di sekitarnya. Hal ini berakibat medan di dalam bahan menjadi jauh lebih besar daripada medan yang

dari luar, M >> H , sehingga menyebabkan nilai permeabilitas magnetik ribuan kali lebih besar dari sebelumnya

. Dengan demikian nilai suseptibilitas magnet m  untuk bahan feromagnetik sangat besar mencapai orde 10 6 .

Ketika medan luar dihilangkan, domain-domain tersebut tidak dapat sepenuhnya kembali ke orientasi awalnya yang relatif acak, justru akan terdapat medan magnet residu yang tertinggal dalam skala makroskopik dalam bahan. Fakta bahwa setelah penerapan medan magnet luar, momen magnetik dalam bahan menjadi berbeda dari sebelumnya, merujuk pada karakteristik histerisis bahan golongan feromagnetik. Contoh yang termasuk golongan feromagnetik antara lain besi, baja, kobalt, dan nikel. Golongan ini terbagi menjadi kelas antiferomagnetik dan ferimagnetik seperti dijelaskan berikut:

a. Antiferomagnetik

Di dalam bahan antiferomagnetik, gaya-gaya yang bekerja di antara atom-atom yang bersebelahan menyebabkan momen-momen atomik tersusun dalam konfigurasi yang antiparalel sehingga momen magnetik pada tiap atom adalah nol. Golongan ini hanya terpengaruh sedikit saja oleh adanya medan magnet luar. Sifat antiferomagnetik hanya dapat muncul pada suhu- suhu yang relatif rendah, yang seringkali berada jauh di bawah suhu kamar. Oleh karena itu, belum diketahui manfaat penting bahan antiferomagnetik dalam bidang rekayasa teknologi (engineering). Berbagai senyawa oksida, sulfida dan klorida digolongakan dalam golongan ini.

commit to user

Gambar 2.4 Susunan spin elektron (a) Feromagnetik (b) Antiferomagnetik (c) Ferimagnetik (Kittel, 1996)

b. Ferimagnetik

Bahan ferimagnetik memperlihatkan pula konfigurasi momen-momen atomik yang antiparalel, tetapi besar tiap-tiap momen ini tidak sama. Oleh karenanya, momen magnetik dalam bahan ini juga cukup besar meski tidak sebesar pada bahan-bahan feromagnetik. Kelompok terpenting dari golongan ferimagnetik adalah ferit, yaitu bahan dengan konduktivitas rendah yang nilainya hanya seperseribu atau bahkan seperseratus ribu dari konduktivitas semikonduktor (Buck dan Hayt, 2006). Sehingga bahan ferimagnetik memiliki tahanan listrik yang lebih besar dibanding bahan feromagnetik. Sifat magnetiknya yang kuat juga membuat ferit sangat baik jika digunakan untuk inti kumparan.

II.1.2. Intensitas Medan Magnet

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1, setiap magnet tentu mempunyai medan magnet di sekitarnya. Semakin jauh garis medan tersebar, maka semakin lemah medannya. Oleh karena itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi intensitas medan magnet tersebut, antara lain:

a. Posisi pengukuran medan magnet Apabila sebuah magnet didekatkan dengan sekumpulan paku, maka akan terlihat paku lebih banyak menempel di ujung dekat kutub, daripada di tengah. Hal ini membuktikan bahwa medan magnet yang kuat terletak di ujung magnet yakni dekat kutub, daripada di tengah magnet. Sehingga pengukuran medan magnet di dekat kutub akan bernilai lebih besar daripada di tengah magnet. Apabila diterapkan untuk dua magnet, terdapat tiga posisi pengukuran medan magnet yang dapat dilihat pada Gambar 2.5. Posisi A, B,

commit to user

magnet.

Gambar 2.5 Tiga posisi pengukuran medan magnet pada dua magnet

b. Jarak pengukuran medan magnet Selain posisi saat pengukuran, faktor jarak juga mempengaruhi intensitas medan magnet yang diukur. Hal ini dapat ditunjukkkan pada Gambar 2.6. Menurut Hukum Biot-Savart, pada kawat lurus yang dialiri arus listrik akan timbul medan magnet di sekitarnya. Apabila besar medan magnet diukur pada jarak r dari kawat lurus, maka nilai medan magnet dapat dihitung melalui Persamaan (2.3) sebagai persamaan bentuk integral Hukum Ampere.

  enc I B dl . 0 

  enc I B dl  0 r B r ) 2 ( 2  

Berdasarkan Persamaan (2.4), dapat dilihat bahwa nilai medan magnet

B selain dipengaruhi oleh arus, juga ditentukan oleh jarak pengukurannya r. Ketika jarak pengukurannya jauh dari sumber (dalam contoh berupa kawat lurus), maka nilai medan magnet akan semakin kecil begitupun sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan pula, intensitas medan magnet berbanding terbalik dengan jarak.

(2.3)

(2.4)

commit to user

Gambar 2.6 Sebuah kawat lurus yang dialiri arus listrik (Griffith, 1991)

c. Kekuatan magnetik bahan itu sendiri Intensitas medan magnet di titik tertentu tidak hanya tergantung pada seberapa jauh titik itu dari magnet, namun juga pada kekuatan magnet itu sendiri (Cooper, 2009). Berdasarkan karakteristik bahan magnet, golongan ferimagnetik merupakan kelas yang memiliki sifat magnetik paling kuat dengan ferit sebagai kelompok terpentingnya. Umumnya berbentuk silinder dan dapat tertarik oleh magnet kuat di sekitarnya.

Ketika ferit menjadi magnet, sama halnya dengan magnet batang, pada ferit akan terdapat garis medan. Apabila ferit digunakan sebagai sensor dengan metode induksi, maka kesensitifan sensor akan bertambah karena adanya medan magnet yang lebih kuat dan bernilai lebih besar. Medan magnet ini berasal dari ferit yang telah menjadi magnet, dan berasal dari obyek yang akan diukur besar medan magnetnya. Jadi apabila bahan yang digunakan untuk membuat alat ukur atau sensor sebelumnya telah memiliki sifat magnetik yang sangat kuat, maka akan berpengaruh pada intensitas medan magnet yang juga akan semakin besar.

II.2 Metode Pengukuran Medan Magnet

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur medan magnet. Metode tersebut dibagi menjadi lima, yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan untuk dijadikan sebagai prinsip mengukur medan magnet. Berikut gambar yang menunjukkan rentang pengukuran dari berbagai metode pengukuran medan magnet.

commit to user

Gambar 2.7 Jangkauan pengukuran dari berbagai metode deteksi medan magnet (Craik, 1995)

Dari kelima metode di atas, metode SQUIDs mempunyai rentang medan magnet yang paling sempit antara 10 -14 – 10 -9 tesla, sehingga metode ini hanya

digunakan untuk mendeteksi medan magnet yang bernilai sangat kecil. Metode ini teliti saat mengukur medan magnet yang sangat kecil, tetapi tidak bisa saat digunakan untuk mendeteksi medan magnet di atas 10 -9 tesla (Ripka, 2003).

Selain SQUIDs, terdapat metode magnetoresistive dan fluxgate magnetometers resonance yang mampu mendeteksi medan magnet maksimal 10 -3 tesla. Untuk magnetoresistive menggunakan prinsip resistivitas bahan pengisi sensor, sedangkan fluxgate magnetometers resonance mengunakan permalloy yang memberikan sinyal nol pada kumparan pencuplik, B = 0. Kumparan pencuplik merupakan kumparan yang digunakan untuk menangkap sinyal medan magnet dari kumparan pengimbas yang menjadi kumparan primer dalam metode fluxgate magnetometers resonance . Cakupan minimal medan magnet untuk kedua metode ini berbeda. Magnetoresistive dimulai dari 10 -10 tesla, sedangkan fluxgate magnetometers resonance justru mampu lebih kecil lagi yaitu 10 -11 tesla. Jadi kedua metode ini mampu mendeteksi nilai medan magnet yang tidak bisa terdeteksi oleh metode SQUIDs.

Metode selanjutnya yaitu Hall effect sensors menggunakan efek Hall sebagai prinsip kerjanya. Metode ini banyak digunakan pada teslameter buatan pabrik karena dapat menjelaskan apa yang terjadi pada elektron suatu bahan, apabila dilewatkan pada pelat konduktor yang dialiri medan magnet, persis yang

commit to user

Hall mampu mendeteksi medan magnet minimal 10 -7 tesla. Untuk metode kelima yakni induction methods bekerja berdasarkan prinsip Hukum Faraday. Metode induksi menggunakan sebuah kumparan yang bila digerakkan dalam suatu medan magnet akan menimbulkan tegangan induksi. Karenanya metode ini merupakan metode yang paling sederhana daripada metode yang lain, sehingga dapat dibuat sendiri. Metode induksi bekerja dengan rentang

paling luas, berada antara 10 -10 – 10 3 tesla.

Dalam penerapannya, terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode induksi dan sensor efek hall karena mempunyai kelebihan mampu menjangkau nilai medan magnet di atas 1 tesla.

II.2.1. Metode Induksi

Metode induksi bekerja melalui pengukuran fluks magnetik yang merangkum mengenai Gaya Gerak Listrik induksi (GGL induksi), dimana kuat medan dapat diukur sepanjang lintasan elektrik dengan disertai adanya perubahan fluks di dalamnya (Jiles, 1998). Jika suatu kawat penghantar digerakkan memotong arah suatu medan magnet maka akan timbul suatu GGL induksi. Gambar 2.8 memperlihatkan diagram skematik mekanisme terjadinya GGL induksi.

Gambar 2.8 Diagram skematik mekanisme terjadinya GGL induksi

Gambar 2.8 menjelaskan bahwa ketika magnet batang digerakkan keluar

masuk kumparan dengan kecepatan υ, maka jarum voltmeter yang terhubung oleh kumparan tersebut akan bergerak menyimpang dari nol. Nilai tegangan dari voltmeter inilah yang disebut dengan tegangan induksi (GGL induksi).

commit to user

jumlah lilitan N ditempatkan di dalam medan magnet sehingga memotong garis gaya magnet atau fluks yang berubah menurut waktu

d dt  maka pada kumparan

tersebut akan timbul GGL induksi V. Sehingga GGL induksi tidak hanya timbul karena penghantar yang digerakkan dalam medan magnet saja, melainkan dapat timbul asalkan ada perubahan fluks magnetik. Apabila dituliskan dalam persamaan diperoleh bentuk:

dt

Apabila A merupakan luasan tampang lintang kumparan dan N adalah banyak lilitan suatu kumparan, maka

B A   sehingga:

Persamaan (2.6) menunjukkan bahwa adanya medan magnet yang berubah terhadap waktu

dB dt akan menghasilkan GGL induksi atau dapat dikatakan

GGL induksi muncul karena adanya medan magnet yang berubah-ubah (Buck dan Hayt, 2006). Selain adanya medan magnet yang berubah terhadap waktu, GGL induksi juga dipengaruhi oleh jumlah lilitan kumparan dan luasan tampang lintang kumparan. Jadi semakin banyak lilitan dan semakin luas tampang lintang kumparan, maka nilai GGL induksi yang dihasilkan juga akan semakin besar.

II.2.2. Sensor Efek Hall

Efek Hall merupakan suatu fenomena dimana bila sebuah bahan dialiri arus listrik serta diletakkan di medan magnet, maka terjadi pengumpulan atau penumpukan muatan pada kedua sisi penghantar yang menyebabkan munculnya

medan listrik antara kedua sisi (selebihnya disebut sebagai medan Hall, E H ). Efek

Hall merupakan fenomena fisis yang penting karena merepresentasikan interaksi muatan dengan medan magnet pada sebuah pelat konduktor. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan meninjau suatu balok logam yang dialiri arus listrik dan

(2.5)

(2.6)

commit to user

yz

terlihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9 (a) Logam yang dialiri arus ditempatkan di medan magnet

B (b)

Terdapat juga medan listrik E x pada logam (c) Muncul medan listrik E H

sehingga elektron terkumpul di kedua sisi logam (Kittel, 1996)

Sebelum diberikan medan magnet, terdapat arus pada arah sumbu x positif sehingga elektron akan bergerak dengan kecepatan v pada arah sumbu x negatif. Ketika diberikan medan magnet dan adanya medan listrik E x , gaya F =

 vxB E e E   menyebabkan elektron turun ke bawah, seperti Gambar 2.9b. Pada

akhirnya, elektron terakumulasi ke permukaan lebih rendah dan menghasilkan muatan negatif di bagian tersebut. Kemudian muatan positif ke permukaan atas karena pada daerah tersebut kekurangan elektron. Kombinasi muatan positif dan negatif ini menimbulkan adanya medan listrik ke arah bawah, yang disebut

sebagai medan Hall, E H (Omar, 1975).

Gaya Lorentz L membuat muatan terakumulasi pada arah sumbu y negatif dan bernilai F L =

ev B  x dengan tandanya negatif seperti terlihat di Gambar 2.9b.

(v x bergerak ke kiri). Medan Hall yang ada karena pengumpulan muatan menghasilkan gaya yang melawan Gaya Lorentz. Proses penumpukan terus berlanjut sampai gaya Hall sepenuhnya mampu membatalkan gaya Lorentz.

Keadaaan stabil diperoleh ketika F H =F L .

(a)

(b)

(c)

commit to user

ev eE ev H x    atau

Ne

Persamaan (2.8) merupakan persamaan medan Hall dengan v x ditulis dalam

bentuk rapat arus j x = N (-e)v x. Medan Hall sebanding dengan adanya arus dan medan magnet. Berdasarkan Omar (1975), kesebandingan konstanta yaitu

j E j H x disebut sebagai konstanta Hall dan biasanya disimbolkan R H sehingga Persamaan (2.8) menjadi:

Ne

N merupakan konsentrasi elektron, yang nilainya berlawanan dengan R H . Dengan demikian, N dapat diketahui melalui perhitungan medan Hall. Apabila R H masing-

masing bahan diketahui, maka dapat diketahui juga logam mana yang mempunyai kemampuan konduktor yang baik.

II.3. Teslameter

II.3.1. Prinsip Kerja Teslameter

Hampir semua merk dan jenis teslameter menggunakan efek Hall sebagai prinsip kerjanya. Efek Hall merepresentasikan interaksi muatan dengan medan magnet pada sebuah pelat konduktor. Sensor efek Hall biasanya digunakan dalam pengukuran medan magnet statis atau DC. Prinsip kerjanya seperti yang telah terurai sebelumnya dalam sub bab sensor efek Hall.

II.3.2. Jenis Teslameter

Berbagai jenis teslameter dengan karakteristik berbeda-beda banyak terdapat di pasaran. Apabila ditinjau dari metode yang digunakan, hampir semua teslameter menggunakan metode efek Hall dengan tipe teslameter digital. Namun dilihat dari bentuknya, terdapat beberapa jenis teslameter yang sering ditemukan antara lain:

(2.7) (2.8)

(2.9)

commit to user

Gambar 2.10 Teslameter digital Chen Yang tipe CYHT 20

(http://www.chenyang-gmbh.com)

Teslameter jenis ini mempunyai keistimewaan berbentuk simpel, mudah dipindahkan, dan mempunyai cara penyimpanan yang ringkas serta nyaman di tangan. Gambar di samping merupakan salah satu teslameter jenis handy merk Chen Yang tipe CYHT 20.

b. Teslameter portable

Gambar 2.11 Teslameter digital F.W. BELL model 5070

Gambar di atas merupakan salah satu teslameter jenis portable merk F.W. BELL model 5070, yang mana teslameter jenis ini mempunyai cirri hampir sama dengan teslameter handy. Hanya saja bentuk teslameter ini sedikit lebih besar, tidak pas dalam genggaman tangan.

commit to user

Gambar 2.12 Teslameter Digital YUXIANG Tipe SG-3-A/B

(http://www.magnets.com)

Jenis ini disebut teslameter non-portable karena bentuknya yang besar, banyak memakan tempat dan tidak praktis untuk dibawa. Meski demikian, ketelitian teslameter jenis ini juga tidak kalah dengan dua jenis sebelumnya. Gambar di atas adalah teslameter digital merk YUXIANG Tipe SG-3-A/B.

II.4. Penguat Operasional ( Op Amp)

II.4.1. Integrator

Karakteristik dasar dari integrator yaitu mengintegrasikan fungsi gelombang dari sinyal yang diberikan padanya. Artinya, apabila sinyal masukan berupa fungsi gelombang sinus, maka sinyal keluarannya akan berbentuk fungsi gelombang cosinus. Jika bentuk sinyal masukan berupa fungsi gelombang kotak, maka sinyal keluarannya akan berbentuk fungsi gelombang segitiga (Gayakwad, 2000).

Elemen umpan balik pada rangkaian di atas yaitu sebuah kapasitor nonpolar yang membentuk rangkaian RC dengan resistor input. Sinyal masukan diintegralkan dan sekaligus menyatakan ”luasan di bawah kurva” penguatan tegangannya, yang berdasarkan nilai resistor dan kapasitornya (Putra, 2002).

Penguat Tegangan =

  t i dt V R C

Apabila GGL induksi sebagai fungsi waktu dan hasil keluaran dari kumparan diintegrasikan pada selang waktu ∆t = 0 – t, maka menurut Gordon dan

(2.10)

commit to user

dengan Persamaan (2.11) berikut.

dengan N adalah jumlah lilitan kumparan, A adalah luas tampang lintang kumparan dan B adalah intensitas medan magnet. Rangkaian integrator dapat ditunjukkan pada Gambar 2.13 berikut ini.

Gambar 2.13 Rangkaian Integrator (Putra, 2002)

Kembali ke Persamaan (2.6), dapat dilihat bahwa besarnya GGL induksi

V sebanding dengan bentuk dB dt . Sehingga agar nilai V bisa langsung menunjukkan besarnya B maka GGL induksi harus diintergralkan. Oleh karena

itu GGL induksi yang diperoleh dari pengukuran perlu dilewatkan rangkaian integrator sehingga hasil pengukuran sebanding dengan medan magnet yang akan diukur.

Non Inverting II.4.2. Penguat

Karakteristik dasar dari penguat non inverting adalah menguatkan sinyal masukan tanpa melakukan perubahan fase. Sinyal masukan diberikan pada bagian non inverting (+), sedang keluaran yang dihasilkan diumpan balikkan pada

masukan inverting (-) dengan menggunakan sebuah resistor R 2 . R 1 dan R 2 akan

membentuk jaringan pembagi tegangan yang mengurangi tegangan keluaran Vo dan menghubungkan tegangan yang terkurangi menuju ke masukan inverting (-). Gambar rangkaian penguat non inverting dapat diamati pada Gambar 2.14.

(2.11)

commit to user

Gambar 2.14 Rangkaian penguat n on inverting (Putra, 2002)

Persamaan yang dapat diberikan berdasarkan gambar di atas adalah

V  

 

dengan nilai penguat tegangan atau voltage gain-nya dituliskan sebagai berikut.

Penguat Tegangan =

Berdasarkan karakteristiknya, maka rangkaian ini diperlukan untuk menguatkan suatu variabel yang bernilai sangat kecil tanpa perubahan fase. Jadi ketika diperoleh hasil pengukuran GGL induksi yang sangat kecil, nilainya dapat diperkuat menggunakan penguat non inverting sehingga diperoleh nilai GGL induksi akhir yang lebih besar dan tanpa adanya perubahan fase.

II.5. Kalibrasi

Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menentukan kebenaran konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable) untuk satuan ukuran ke standar nasional dan atau internasional (PPI-KIM, 2005). Beberapa persyaratan teknis dalam melakukan kalibrasi, khususnya untuk kalibrasi teslameter adalah:

(2.13)

(2.12)

commit to user

Personil yang melakukan kalibrasi harus memiliki kualifikasi memadai tentang prinsip dasar kalibrasi dan pengukuran, latar belakang pendidikan relevan, mampu mengoperasikan alat, serta dapat mengambil keputusan.

2. Metode kalibrasi dan validasi metode Setiap kalibrasi yang dilakukan harus menggunakan metode yang sesuai. Metode tersebut sebaiknya telah dipublikasikan secara nasional maupun internasional. Apabila tidak tersedia metode yang telah dipublikasikan, laboratorium dapat menyusun sendiri metode kalibrasi, asal metode tersebut telah divalidasi dulu sebelum digunakan.

Untuk metode kalibrasi pada teslameter JJ menggunakan metode eksperimental dengan bantuan teslameter yang telah terkalibrasi sebelumnya. Digunakan teslameter F.W. BELL model 5070 sebagai kalibrator dengan cara membuat kesebandingan data antara teslameter JJ dan teslameter F.W. BELL model 5070, hasil pengukuran obyek yang sama yaitu elektromagnet.

3. Peralatan Peralatan standar yang digunakan untuk mengkalibrasi harus dijaga ketertelusurannya ke sistem SI melalui program kalibrasi yang terencana. Sehingga untuk menjadikan alat ukur tersebut sebagai kalibrator, hendaknya alat ukur tersebut telah dikalibrasi sebelumnya. Sebagai gambaran untuk kalibrator pada teslameter JJ menggunakan teslameter F.W. BELL model 5070 yang sebelumnya telah terkalibrasi.

4. Ketertelusuran pengukuran Parameter-parameter ukur yang dihasilkan selama proses produksi secara konsisten dijaga dengan mengacu ke satuan ukur yang telah disepakati. Sebagai contoh medan magnet menggunakan satuan ukur tesla (T).

commit to user

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Metode Penelitian

III.1.1. Metode Pembuatan Teslameter JJ

Metode dalam pembuatan teslameter JJ berupa metode eksperimental, dengan urutan pembuatan kumparan sebagai sensor (Njj), rangkaian integrator, dan non inverting. Pembuatan kumparan (Njj) dengan tiga variasi jumlah lilitan yaitu 750, 1500, dan 3000 lilitan. Selain jumlah lilitan, variasi lain yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesensitifan sensor yaitu luasan tampang lintang kumparan berupa 0,9 cm dan 1,4 cm, serta penambahan ferit sebagai inti kumparan.

Jumlah lilitan kumparan dipilih mulai dari 750 karena di UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS telah tersedia prototype kumparan dengan 500 lilitan, tetapi belum mampu menunjukkan nilai GGL induksi yang signifikan. Ketika digunakan untuk menunjukkan mekanisme terjadinya GGL induksi seperti ditunjukkan Gambar 2.8, simpangan jarum pada multimeter sangat kecil sehingga belum bisa menunjukkan adanya GGL induksi. Oleh karena itu digunakan jumlah lilitan minimal 750 dengan harapan GGL induksi yang diperoleh bisa lebih besar sehingga dapat terbaca. Sedangkan pada penggunaan bahan inti kumparan, sengaja digunakan bahan bukan magnet yaitu pipa plastik dan bahan magnet yaitu ferit dari kelas ferimagnetik. Agar pengaruh luasan tampang lintang kumparan dapat dilihat langsung sesuai persamaan (2.6), maka pada bahan bukan magnet dilakukan variasi luasan yaitu pipa plastik berdiameter kecil ukuran 0,9 cm dan pipa berdiameter besar ukuran 1,4 cm.

Untuk mempermudah penulisan, jenis-jenis teslameter JJ dinamakan sebagai berikut:  Jumlah lilitan 750

dinamakan JJ_750

 Jumlah lilitan 1500 dinamakan JJ_1500  Jumlah lilitan 3000 dinamakan JJ_3000

commit to user

 Sensor dengan diameter luas tampang lintang 1,4 cm dinamakan B  Sensor dengan inti kumparan ferit

dinamakan F

Sehingga apabila ingin menyebut jenis teslameter JJ dengan diameter luas tampang lintang 1,4 cm dan berjumlah 750 lilitan, disebut JJ_750B.

Casing sensor dibuat dengan bahan akrilik. Penggunaan bahan akrilik sebagai casing sensor diharapkan agar teslameter JJ mempunyai kelebihan sebagai alat ukur yang efisien, ringan, dan tahan patah. Di bawah ini diperlihatkan gambar beberapa kumparan dalam teslameter JJ yang bekerja sebagai sensor. Berturut- turut dari gambar di atas A adalah JJ_750F, B adalah JJ_1500K, dan C adalah JJ_3000B.

Gambar 3.1 Kumparan sebagai sensor magnet dalam teslameter JJ

Bagian berikutnya dari teslameter JJ adalah rangkaian penguat. Dalam pembuatan rangkaian ini, baik integrator maupun non inverting, dipikirkan mengenai bahan dan komponen yang berkualitas sehingga diperoleh rangkaian dengan sistem kerja yang baik, mulai dari IC, resistor, hingga kapasitor. Setelah diperoleh rangkaian penguat, langkah selanjutnya adalah merangkainya dengan kumparan. Baru kemudian uji kelayakan pada teslameter JJ dengan melakukan pengujian alat yang menyangkut linieritas alat terhadap perubahan medan magnet yang diukur, serta kalibrasi alat menggunakan teslameter F.W. BELL model 5070 yang selanjutnya dalam penulisan skripsi ini disebut teslameter F.W.B.

commit to user

Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang berdasarkan pada metode induksi. Setelah sensor terangkai dengan rangkaian dan multimeter sehingga menjadi satu kesatuan yang disebut teslameter JJ (Gambar 3.3), kemudian alat ini digunakan untuk mengukur medan magnet dari elektromagnet. Pengukuran dilakukan dengan tiga posisi teslameter seperti Gambar 2.5 sehingga pengaruh posisi pengukuran dengan intensitas medan magnet dapat dilihat.

Prinsip kerja metode induksi adalah adanya perubahan fluks magnetik, sehingga penggunaan teslameter JJ dengan cara menggerakkan sensor ke atas ke bawah antara ruang kutub magnet. Data yang diambil adalah nilai tegangan induksi dari teslameter JJ dan nilai medan magnet dari teslameter F.W.B, dengan menggunakan arus 0 –4 ampere. Obyek yang digunakan sebagai pengambilan data merupakan serangkaian alat elektromagnet yang berada di UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS (Gambar 3.2).

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS serta Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi Jurusan Fisika FMIPA UNS selama

5 bulan, mulai dari bulan April 2010 sampai dengan Agustus 2010.

III.3. Alat dan Bahan

III.3.1. Pembuatan Kumparan

a. Kawat email diameter 0,23 mm

+ 5000 m

b. Pipa berdiameter 0,9 cm dan 1,4 cm masing masing 15 cm

c. Ferit

15 cm

d. Socket jack banana

9 pasang

e. Akrilik dengan tebal 5mm

60 x 60 cm

f. Bor untuk melubangi akrilik

1 buah

commit to user

a. Kapasitor jenis tantalum 330 nF

1 buah

b. Resistor 1KΩ

2 buah

c. Integrated Circuit tipe OP 07

2 buah

d. Potensiometer 1KΩ

1 buah

e. Binding buse kecil

2 set

f. Solder

1 buah

g. Pelat PCB Mascot Circuits PS-750

1 buah

h. Tenol

secukupnya

i. Kabel tembaga kecil

secukupnya

III.3.3. Pengambilan Data

a. Elektromagnet yang berada di UPT Laboratorium Pusat MIPA UNS Berupa serangkaian alat elektromagnet dengan keterangan dan gambar sebagai berikut:

Gambar 3.2 Serangkaian alat elektromagnet sebagai

obyek pengukuran medan magnet

Keterangan gambar:

A = Power Supply sebagai penyedia arus untuk elektromagnet (kumparannya).

B = Kapasitor untuk menyimpan muatan arus supaya lebih stabil sehingga aman ketika masuk elektromagnet.

commit to user

panjang 5 cm, jumlah lilitan 842 lilitan, hambatan 2,66 Ω, dan arus maksimal 4 ampere.

D = Multimeter untuk membaca arus dari power supply yang masuk ke elektromagnet.

b. Teslameter JJ dan teslameter F.W.B

Vo akhir V

R2 = 1 KΩ

Njj

Gambar 3.3 Diagram skematik rancangan teslameter JJ

Gambar 3.3 menunjukkan keempat bagian dari teslameter JJ berupa kumparan yang juga sebagai sensor magnet (Njj), rangkaian integrator, rangkaian penguat non inverting, dan display sistem berupa voltmeter. Sedangkan teslameter F.W.B dapat dilihat pada Gambar 2.11.

c. Power Supply + 5V sebagai masukan untuk IC dalam rangkaian penguat. Pada prinsipnya, power supply sebagai masukan daya pada IC dapat menggunakan inventaris laboratorium. Akan tetapi dengan pertimbangan lebih praktis, maka dalam penelitian ini power supply dibuat manual sehingga dapat langsung terangkai dengan rangkaian penguat menjadi kesatuan sistem instrumentasi pada teslameter JJ, seperti terlihat di lampiran B.

commit to user

III.4.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.4. Diagram alir penelitian

Mulai

Menggunakan teslameter JJ untuk mengukur

medan magnet pada elektromagnet

Hasil Data

Selesai

Merangkai kumparan dengan rangkaian integrator,

penguat non inverting, dan voltmeter

Membuat rangkaian integrator dan penguat non inverting

Menguji alat menggunakan jenis teslameter JJ_3000B

Membuat kumparan (Njj) dengan variasi N, d,

dan bahan untuk inti kumparan

Teslameter JJ dapat mengukur B

Tidak

Kalibrasi alat dengan

teslameter F.W.B

Mengolah dan menginterpretasi data

Sesuai

Tidak sesuai

Ya

commit to user

Keterangan dari diagram alir penelitian di atas adalah sebagai berikut:

1. Membuat kumparan (Njj) Pada tahap ini dilakukan pembuatan kumparan yang bekerja sebagai sensor magnet dengan variasi jumlah lilitan (N), diameter tampang lintang kumparan (d) dan bahan untuk inti kumparan. Kumparan terbuat dari bahan akrilik dengan jumlah total sembilan berupa JJ_750K, JJ_1500K, JJ_3000K, JJ_750B, JJ_1500B, JJ_3000B, JJ_750F, JJ_1500F, dan JJ_3000F.

2. Membuat rangkaian integrator dan penguat non inverting Kedua rangkaian ini dibuat sebagai sistem pengolah sinyal dalam teslameter JJ. Berikut gambar yang menunjukkan rangkaian integrator beserta penguat non inverting.

Vo akhir

Vi

Gambar 3.5 Rangkaian integrator dengan penguat non inverting

Bagian pertama adalah integrator sebagai awal pengolah sinyal. Integrator berguna untuk mengintegralkan nilai dB/dt menjadi B sehingga pada multimeter nilai B dapat teramati secara langsung setelah proses kalibrasi. Rancangan rangkaian integrator yang digunakan dalam penelitian

menggunakan IC tipe OP 07, R1 sebesar 1KΩ, dan C sebesar 330 nF jenis tantalum.

Pemilihan bahan untuk rangkaian sengaja dipilih yang berkualitas untuk menghasilkan rangkaian yang baik. Untuk IC dipilih IC tipe OP 07

commit to user

yang baik. Pada resistor digunakan daya ½ watt dengan mempertimbangkan daya yang dialirkan ke rangkaian tidak terlalu besar. Sedangkan pada komponen kapasitor dipilih jenis tantalum karena jenis ini mempunyai kualitas baik dan tingkat kestabilan tinggi. Sebagai indikator apakah integrator bekerja dengan baik, rangkaian diberi masukan gelombang kotak. Apabila sinyal keluaran berupa hasil integralnya yakni gelombang segitiga, maka integrator dapat mengintegralkan dB/dt menjadi B (Gayakwad, 2000).

Selain integrator, dalam penelitian ini juga digunakan penguat non inverting. Penguat non inverting digunakan untuk mengatur besarnya penguatan sinyal sebelum masuk ke voltmeter. Rancangan rangkaian penguat non inverting yang akan digunakan berupa R2 sebesar 1KΩ ½ watt dan R3 sebesar 1KΩ tipe potensio. Penggunaan R3 tipe potensiometer dimaksudkan agar pengukur dapat dengan bebas menentukan penguatan yang diinginkan

dengan batasan nilai R3 maksimal 1KΩ. Pada penguat non inverting dilakukan pengujian rangkaian dengan sinyal masukan berupa gelombang sinusoidal dari Function Generator, dan keluarannya dapat dilihat dari osiloskop dengan hasil penguatan tanpa ada perubahan fase.

Secara prinsip penguat non inverting dapat ditempatkan sebelum integrator. Namun, karena adanya pertimbangan derau atau noise yang muncul dari kumparan dan bisa ikut terkuatkan sebelum diintegrasikan, maka penguat non inverting berada setelah integrator (Oguey, 1960).

3. Merangkai kumparan dengan rangkaian integrator dan penguat non inverting, dan voltmeter Kumparan yang telah dibuat dirangkai dengan integrator, penguat non inverting, dan voltmeter. Sinyal masukan untuk integrator berasal dari kumparan, sedang sinyal keluaran dari integrator sebagai masukan untuk penguat non inverting. Sehingga nilai GGL induksi teramati sebagai o V dari

penguat non inverting. Voltmeter inilah yang merupakan display sistem, sehingga nilai o V dapat teramati secara langsung. Terdapat tambahan display

commit to user

rangkaian sengaja diberi socket banana sehingga praktis ketika ingin mengganti dengan variasi kumparan yang lain.

4. Menguji alat menggunakan jenis teslameter JJ_3000B Pengujian alat dilakukan untuk mengetahui apakah teslameter JJ dapat digunakan untuk mengukur medan magnet atau tidak. Pengujian menggunakan JJ_3000B sebagai kumparan yang mempunyai luasan tampang lintang lebih besar dengan lilitan terbanyak. Hasil yang diperoleh teslameter sudah dapat menunjukkan data yang kemudian dibahas di bab 4, sehingga dapat disimpulkan teslameter JJ telah mampu bekerja sebagai alat ukur medan magnet.

5. Pengambilan data

a. Elektromagnet dihubungkan dengan arus sehingga timbul medan magnet dalam elektromagnet tersebut. Arus yang digunakan adalah 0-4 ampere.

b. Kumparan digerakkan ke arah atas - bawah di ruang antara kutub magnet sambil mencatat nilai tegangan induksi yang terbaca di multimeter.

c. Pengambilan data diulang 3 kali dengan variasi posisi seperti ditunjukkan Gambar 2.5.

d. Pengukuran medan magnet dengan teslameter F.W.B untuk keperluan kalibrasi teslameter JJ.

e. Data yang diperoleh dari kedua teslameter dapat dibandingkan sehingga diperoleh persamaan polinomial pangkat 3 untuk menunjukkan nilai medan magnet langsung dari teslameter JJ.

6. Hasil data Hasil data pada penelitian ini berupa tegangan induksi V pada arus 0-4 ampere. Setelah dikalibrasi dengan teslameter F.W.B, selanjutnya data dari teslameter JJ langsung berupa nilai medan magnet.

7. Kalibrasi Alat Pada penelitian ini kalibrasi alat dilakukan dengan cara membandingkan hasil ukur teslameter JJ dengan hasil ukur teslameter F.W.B, dengan catatan digunakan untuk mengukur obyek yang sama. Kedua data

commit to user

pangkat 3. Jadi pada pengukuran selanjutnya, nilai medan magnet bisa langsung teramati dari teslameter JJ.

8. Pengolahan dan Interprestasi data Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Origin Pro 8.0 yang diinterprestasikan dalam bentuk grafik. Hal ini memudahkan untuk mengetahui apakah teslameter bekerja dengan baik atau tidak.

commit to user

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Karakteristik Teslameter JJ

Teslameter JJ yang telah dibuat merupakan alat ukur medan magnet yang bekerja berdasarkan metode induksi. Terdiri dari tiga bagian yaitu kumparan sebagai sensor magnetik, rangkaian integrator dan non inverting sebagai sistem instrumentasi, dan display sistem berupa voltmeter. Berikut ini akan dibahas mengenai karakteristik dari masing-masing bagian teslameter JJ.

IV.1.1 Kumparan (sensor magnetik)