PENGARUH COATING UREA DALAM RANSUM TERHADAP pH, KONSENTRASI NH3 DAN VFA PADA DOMBA LOKAL JANTAN JurusanProgram Studi Peternakan

DOMBA LOKAL JANTAN

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh: ALEX YULIYANTO H0506025 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PENGARUH COATING UREA DALAM RANSUM TERHADAP pH, KONSENTRASI NH3 DAN VFA PADA

DOMBA LOKAL JANTAN

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

Di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas maret

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh: ALEX YULIYANTO H0506025 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

PENGARUH COATING UREA DALAM RANSUM TERHADAP pH,

KONSENTRASI NH3 DAN VFA PADA DOMBA LOKAL JANTAN

yang dipersiapkan dan disusun oleh

ALEX YULIYANTO H0506025

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : 21 Juli 2011 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Wara Pratitis. S.S, S.Pt, MP

Ir. YBP. Subagyo, MS NIP. 19730422 200003 2 001 NIP. 19811220 200604 2 001

Aqni Hanifa, S.Pt, M.Si

NIP. 19480314 197903 1 001

Surakarta, 2011 Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian

Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 001

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih penulis kepada:

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan/Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Ir. Pudjo Martatmo, MP selaku dosen pembimbing akademik.

4. Ibu Wara Pratitis Sabar S.S, S.Pt, MP selaku dosen pembimbing utama dan penguji.

5. Ibu Aqni Hanifa, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing pendamping dan penguji.

6. Bapak Ir. YBP. Subagyo, MS selaku dosen penguji.

7. Bapak, ibu, ayah, bunda, kakakku dan adikku yang memberikan motivasi dan do’a.

8. Semua rekan angkatan 2006, adik, dan kakak tingkat atas dukungannya.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan yang ada dalam skripsi ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca semuanya.

Surakarta, Juni 2011

Penulis

DAFTAR TABEL

1. Kebutuhan nutrien Domba .......................................................................

18

2. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum .................................

19

3. Susunan dan kandungan nutrien ransum perlakuan .................................

25

4. Rerata pH cairan rumen perlakuan ...........................................................

27

5. Rerata NH 3 cairan rumen perlakuan (mg/100ml) .....................................

29

6. Rerata VFA cairan rumen perlakuan (mmol) .........................................

7. Rerata kecernaan protein kasar (%) ......................................................... 31

DAFTAR GAMBAR

1. Digesti dan metabolisme nitrogen dalam retikulo-rumen ........................

13

2. Skema fermentasi karbohidrat di dalam rumen .......................................

25

3. Grafik rerata pH domba lokal jantan selama penelitian ...........................

27

4. Grafik rerata konsentrasi NH 3 domba lokal jantan selama penelitian ......

29

5. Grafik rerata konsentrasi VFA domba lokal jantan selama penelitian ....

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul Lampiran

Halaman

37

1. Hasil analisis variansi pH cairan rumen ...................................................

39

2. Hasil analisis variansi NH 3 (mg/100ml) cairan rumen ............................

41

3. Hasil analisis variansi VFA (mmol) cairan rumen...................................

43

4. Hasil analisis Kecernaan protein kasar ....................................................

45

5. Data penimbangan domba ........................................................................

46

6. Denah kandang .........................................................................................

47

7. Suhu kandang ...........................................................................................

8. Hasil analisis pH selama penelitian ......................................................... 50

9. Hasil analisis NH 3 selama penelitian........................................................ 51

10. Hasil analisis VFA selama penelitian ...................................................... 52

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeliharaan ternak domba di Indonesia merupakan salah satu upaya dalam pengembangan komoditas sub sektor peternakan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak domba adalah pakan. Ternak domba merupakan ternak yang sudah populer di Indonesia. Jenis domba yang sudah banyak dipelihara ada dua jenis yaitu domba ekor gemuk dan domba ekor tipis (domba lokal). Menurut Mulyono (1998) domba lokal mempunyai ciri-ciri tubuh kecil, ekor relatif kecil dan tipis, bulu badan berwarna putih, tetapi kadang-kadang ada warna yang lain seperti belang-belang, hitam sekitar mata, domba jantan bertanduk kecil, dan melingkar, sedangkan domba betina umumnya tidak bertanduk, berat badan domba jantan dewasa berkisar 30 sampai 40 kg dan betina 15 sampai 20 kg.

Pakan merupakan faktor yang sangat penting bagi usaha penggemukan ternak, menurut Murtidjo (1993) kebutuhan pakan ternak ruminansia dipenuhi dengan hijauan segar (sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan penguat). Ternak ruminansia mampu mengubah pakan berkualitas rendah menjadi pakan yang mepunyai nilai hayati tinggi dengan adanya aktivitas mikroba di dalam rumen. Konsentrat merupakan pakan tambahan yang diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari pakan utama yaitu hijauan. Pengadaan konsentrat dalam usaha penggemukkan ternak domba sering menimbulkan kendala karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, perlu dicari bahan pakan yang murah dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai bahan pakan dengan tetap memperhatikan nutrien yang terkandung didalam bahan pakan.

Bekatul merupakan produk sampingan dari proses penggilingan padi. Bekatul sangat berpotensi sebagai pakan ternak, hal ini karena bekatul memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu antara 34,1 sampai 52,3 % , sedangkan untuk kandungan protein kasar (PK) 12,0 sampai 15,6 %, serat kasar (SK) 7 sampai 11,4 %, lemak 15,0 sampai 19,7 %, dan abu 6,6 Bekatul merupakan produk sampingan dari proses penggilingan padi. Bekatul sangat berpotensi sebagai pakan ternak, hal ini karena bekatul memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi yaitu antara 34,1 sampai 52,3 % , sedangkan untuk kandungan protein kasar (PK) 12,0 sampai 15,6 %, serat kasar (SK) 7 sampai 11,4 %, lemak 15,0 sampai 19,7 %, dan abu 6,6

Urea adalah salah satu non-protein nitrogen yang telah umum dikenal yang merupakan suatu senyawa kimia yang mengandung nitrogen (N)

40 sampai 50%. Urea mempunyai potensi yang baik sebagai pakan ternak, karena urea mempunyai kandungan protein yang tinggi, tetapi penggunaan urea memiliki keterbatasan yaitu terlalu cepatnya urea melepaskan amonia begitu terjadi kontak dengan enzim urease di dalam cairan rumen. Amonia mempunyai peranan yang penting dalam sintesis protein mikroba sebagai

sumber N. Rendahnya ketersediaan NH 3 cairan rumen karena konsumsi atau degradasi protein yang rendah menyebabkan efisiensi pertumbuhan mikroba dan kecepatan serta tingkat degradasi bahan organik dalam rumen menurun (NRC, 1981 cit Suprayogi, 1998). Efisiensi sintesis protein mikroba terjadi bila amonia yang tersedia diikuti dengan ketersediaan energi dan kerangka karbon, apabila ketersediaan amonia lebih cepat dari fermentasi karbohidrat maka amonia yang dipakai untuk membentuk protein mikroba tidak efisien. Penggunaan urea agar menjadi lebih optimal pemanfaatannya dan dapat memperlambat hidrolisis urea di dalam rumen maka perlu dilakukan manipulasi terhadap urea yaitu dengan coating minyak sawit pada urea. Menurut (Pasaribu, 2004) minyak sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sehingga mampu memperlambat pelepasan amonia di dalam rumen.

B. Rumusan Masalah

Pakan merupakan faktor yang sangat penting bagi usaha penggemukan ternak, kebutuhan pakan ternak ruminansia dipenuhi dengan hijauan segar (sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan penguat). Bekatul merupakan hasil kedua dari proses penggilingan padi setelah beras, bekatul mempunyai potensi yang sangat baik sebagai pakan ternak karena bekatul Pakan merupakan faktor yang sangat penting bagi usaha penggemukan ternak, kebutuhan pakan ternak ruminansia dipenuhi dengan hijauan segar (sebagai pakan utama) dan konsentrat (sebagai pakan penguat). Bekatul merupakan hasil kedua dari proses penggilingan padi setelah beras, bekatul mempunyai potensi yang sangat baik sebagai pakan ternak karena bekatul

Urea merupakan bahan pakan sumber protein yang potensial karena memiliki kandungan nitrogen (N) sekitar 46%, namun penggunaan urea memiliki keterbatasan yaitu terlalu cepatnya urea melepaskan amonia begitu terjadi kontak dengan enzim urease di dalam cairan rumen, sehingga ada kemungkinan akan tidak sinkron antara degradasi pakan sumber energi dengan pakan sumber protein dari urea yang cepat terhidrolisis di dalam rumen. Penggunaan urea agar menjadi lebih optimal pemanfaatannya maka diperlukan suatu cara untuk membuat urea menjadi lepas lambat di dalam rumen, salah satunya yaitu dengan coating minyak sawit. Efisiensi sintesis protein mikroba terjadi bila amonia yang tersedia diikuti dengan ketersediaan energi dan kerangka karbon, apabila ketersediaan amonia lebih cepat dari fermentasi karbohidrat maka amonia yang dipakai untuk membentuk protein mikroba tidak efisien.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh coating urea dalam ransum terhadap produksi pH, konsentrasi NH 3 , dan VFA cairan rumen domba lokal jantan.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh coating urea dalam ransum terhadap produksi pH, konsentrasi NH 3 , dan VFA cairan rumen.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Domba

Menurut Kartadisastra (1997), semua domba memiliki beberapa karakteristik yang sama kedudukanya dalam sistematika hewan yaitu Filum; Chordata, Sub. Filum; Vertebrata (bertulang belakang), Marga; Gnastomata (mempunyai rahang), Kelas; Mamalia (menyusui), Bangsa; Plasentalia (mempunyai plasenta), Suku; Ungulata (berkuku), Ordo; Artiodactyla (berkuku genap), Sub. Ordo; Selenodanta (ruminansia), Seksi; Pecora (memamah biak), Famili; Bovidae, Sub. Famili;Caprinus, Genus; Ovis aries.

Domba yang kita kenal sekarang merupakan hasil domestikasi manusia yang sejarahnya diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mauflon (Ovis Musimon) merupakan jenis domba liar yang berasal dari Eropa Selatan dan Asia Kecil. Argali (Ovis ammon) merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia Tengah dan memiliki tubuh besar yang mencapai tinggi 1,20 m. Urial (Ovis vignei) merupakan jenis domba liar yang berasal dari Asia (Murtidjo, 1993). Domba lokal tubuhnya kecil, dan warna bulunya bermacam-macam. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu warna pada seekor hewan. Domba jantan bertanduk kecil, sedangkan domba betina tidak bertanduk. Berat domba jantan berkisar 30 sampai 40 kg, yang betina berkisar 15sampai 20 kilogram. Daging yang dihasilkan relatif sedikit. Tahan hidup di daerah yang kurang baik dan pertumbuhannya sangat lambat (Sumoprastowo, 1993).

Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk dan secara fisiologis sangat berbeda dengan ternak berperut tunggal seperti babi dan unggas. Ternak ini memamah kembali dan mengunyah pakannya (ruminasi) serta telah beradaptasi secara fisiologis untuk mengkonsumsi pakan yang berserat kasar tinggi (rumput dan hijauan tanaman makanan ternak) yang tidak bisa dimanfatkan langsung oleh manusia dan ternak non ruminansia (Wodzicka et al., 1993).

B. Sistem Pencernaan Pada Ruminansia

Sistem pencernaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan, pencernaan dan absorbsi zat makanan mulai dari mulut ampai ke anus (Soebarinoto et al., 1991). Proses pencernaan ternak ruminansia di mulai di ruang mulut. Di dalam ruang mulut, ransum yang masih berbentuk kasar dipecah menjadi partikel-partikel kecil dengan cara pengunyahan dan pembasahan oleh saliva, dari mulut ransum masuk ke rumen melalui oesophagus (Kamal, 1994).

Lambung ruminansia terdiri dari 4 bagian yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen adalah bagian perut yang paling besar dengan kapasitas paling besar. Menurut Arora (1989) rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikrobia. Kerja ekstensif bakteri dan mikrobia terhadap zat-zat makanan menghasilkan pelepasan produk akhir yang dapat diasimilasi. Rumen mempunyai fungsi yang penting antara lain: menyimpan bahan makanan kemudian difermentasi, merupakan tempat fermentasi, tempat absorbsi hasil akhir fermentasi, tempat pengadukan (mixing) dari ingesta (Soebarinoto et al., 1991). Menurut Kartadisastra (1997) di dalam rumen terkandung berjuta-juta binatang bersel tunggal (bakteri dan protozoa) yang menggunakan campuran makanan dan air sebagai media hidupnya.

Bakteri rumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut ; bakteri selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik, lipolitik, ureolitik, bakteri pencerna gula, bakteri pemakai asam laktat dan bakteri methanogenik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa. Termasuk spesies bakteri ini adalah Bacteriodes succinogenes, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, dan Butyrivibrio fibrisolvens. Bakteri hemiselulolitik menghasilkan enzim hemiselulase untuk menghidrolisis hemiselulosa, termasuk spesies bakteri ini adalah Butyrifibrio fibrisolvens, Bacteriodes ruminocola dan eubacterium ruminantium. Bakteri amilolitik menghasilkan enzim amilase yang akan mencerna amilum menjadi maltosa Bakteri rumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut ; bakteri selulolitik, hemiselulolitik, amilolitik, proteolitik, lipolitik, ureolitik, bakteri pencerna gula, bakteri pemakai asam laktat dan bakteri methanogenik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa. Termasuk spesies bakteri ini adalah Bacteriodes succinogenes, Ruminococcus flavefaciens, Ruminococcus albus, dan Butyrivibrio fibrisolvens. Bakteri hemiselulolitik menghasilkan enzim hemiselulase untuk menghidrolisis hemiselulosa, termasuk spesies bakteri ini adalah Butyrifibrio fibrisolvens, Bacteriodes ruminocola dan eubacterium ruminantium. Bakteri amilolitik menghasilkan enzim amilase yang akan mencerna amilum menjadi maltosa

menjadi amonia dan CO 2. Spesies bakteri ureolitik antara lain Succinivibrio dextrinosolvens, dan Selenomonas sp. Bakteri pencerna gula merupakan bakteri yang dapat menghidrolisis monosakarida. Termasuk spesies bakteri ini lactobacili dan borrelia. Bakteri pemakai asam laktat adalah bakteri yang mampu menggunakan asam laktat sebagai sumber energi, yaitu diubah menjadi asam propionat. Spesies bakteri ini antara lain propionibacterium sp dan veillonella alkaliscens. Bakteri methanogenik adalah bakteri yang memproduksi gas methan, bakteri ini sensitif terhadap oksigen. Protozoa dari cairan rumen dibagi dua ordo, yaitu Oligitricha dan Holotrica. Holotricha berbentuk memanjang dan seluruh permukaan tubuhnya tertutup silia. Sumber energi utama bagi Holotricha adalah glukosa, xilosa, sukrosa, galaktosa dan fruktosa. Oligitricha mempunyai ciri hanya terdapat silia di ujung tubuhnya. Sumber makanan dari Oligitricha adalah selulosa dan pati (Soebarinoto et al., 1991).

Retikulum merupakan bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan menyerupai sarang tawon. Retikulum mempunyai fungsi antara lain: memudahkan pakan dicerna ke rumen maupun ke omasum, yang dicerna ke rumen yaitu hijauan atau konsentrat yang padat, sedangkan yang ke omasum adalah ingesta yang telah dicerna dan bersifat cair, merupakan tempat fermentasi dan tempat berkumpuilnya benda-benda asing (Soebarinoto et al., 1991).

Omasum merupakan bagian perut yang mempunyai bentuk permukaan berlipat-lipat dengan stuktur yang kasar. Omasum mempunyai fungsi antara lain: mengatur arus ingesta ke abomasum melalui omasa abomasal orifice, tempat memperkecil ukuran partikel ingesta, tempat menyaring ingesta yang kasar dan tempat fermentasi dan absorbsi (Soebarinoto et al., 1991).

Abomasum merupakan tempat pertama terjadinya pencernaan makanan secara kimiawi karena adanya sekresi getah lambung (Arora, 1989). Ditambahkan oleh Soebarinoto et al (1991) bahwa fungsi dari abomasum untuk mengatur arus ingesta dari abomasum menuju ke duodenum yang dibantu oleh adanya tonjolan-tonjolan pada permukaan dalam abomasum yang disebut fold (ridges).

Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus kecil sehingga sebagian nutrisi tercerna telah diabsorbsi dan sisanya yang belum tercerna kemudian masuk ke dalam usus besar. Selulosa, hemiselulosa, dan lignin tidak dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh kelenjar getah pencernaan. Kelenjar pada usus besar terutama hanya kelenjar mucus dan tidak memproduksi enzim. Pencernaan dalam usus kecil ini dilakukan oleh enzim yang terbawa bersama- sama pakan yang berasal dari bagian saluran pencernaan sebelumnya atau oleh enzim yang berasal dari aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalam usus besar. Mikroba tersebut adalah dari tipe proteolitik yaitu laktobaksilluss, streptokokus koliform, bakteroida, klostridia, dan ragi. Mikrobia tersebut akan memecah sisa- sisa eksogenus dan endogenus menjadi indol, sketol, fenol, amin, ammonia, hydrogen sulfida , dan asam lemak volatil (asetat, propionat, butirat). Di samping itu di dalam usus besar terjadi sintesis beberapa vitamin B yang dapat langsung diabsorbsi untuk dimanfaatkan oleh ternak. Feses atau bahan sisa yang keluar lewat anus tersusun dari : air, sisa- sisa pakan yang tidak tercerna, getah dari saluran pencernaan, sel- sel epitel usus, bakteri (mikrobia), garam anorganik, indol, sketol, dan hasil- hasil dekomposisi yang lain oleh bakteri (Kamal, 1994).

C. Pakan Ruminansia

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan kepada ternak sebagai pakan, berupa bahan organik maupun anorganik, baik sebagian atau seluruhnya dapat dicerna dan tidak mengganggu kesehatan ternak yang memakannya (Hartadi et al., 1997). Wodzicka et al., (1993) berpendapat bahwa pakan ternak harus tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan tidak mengandung racun atau zat anti nutrien. Pakan domba berasal dari hijauan yang terdiri dari berbagai jenis rumput dan daun-daunan. Ternak domba juga perlu pakan penguat atau konsentrat yang banyak mengandung karbohidrat guna menghasilkan energi dan protein untuk membentuk tubuh, tetapi pakan pokok domba adalah hijauan seperti rumput dan berbagai daun-daunan (Sugeng, 2000).

Hijauan merupakan pakan serat kasar yang dapat berupa rumput lapang, limbah hasil pertanian, juga beberapa jenis leguminosa. Menurut Lubis (1992) bahwa kadar protein hijauan tertinggi dicapai menjelang waktu berbunga, kemudian menurun sehingga pada waktu tanaman berbuah kandungan protein hijauannya menjadi lebih rendah. Kadar serat kasarnya justru sebaliknya, semakin tua hijauan maka jumlah serat kasar yang tidak dapat dicerna semakin tinggi. Semakin rendah serat kasarnya , semakin tinggi koefisien cernanya. Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993).

Konsentrat merupakan pakan tambahan yang diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari pakan utama yaitu hijauan. Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan. Pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang akan terpenuhinya nutrien yang dibutuhkan. Konsentrat untuk domba umumnya disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Konsentrat terdiri dari biji-bijian yang digiling halus, seperti jagung, bungkil Konsentrat merupakan pakan tambahan yang diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrien yang didapat dari pakan utama yaitu hijauan. Konsentrat mempunyai kandungan energi, protein dan lemak yang relatif tinggi dengan kandungan serat kasar yang rendah dibanding hijauan yang diberikan. Pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi peluang akan terpenuhinya nutrien yang dibutuhkan. Konsentrat untuk domba umumnya disebut pakan penguat atau bahan baku pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna. Konsentrat terdiri dari biji-bijian yang digiling halus, seperti jagung, bungkil

dapat mengurangi laju pembentukan NH 3 dari urea di dalam rumen, namun dilaporkan kurang palatable ( Parrakasi, 1999).

D. pH Rumen

Kondisi dalam rumen adalah anaerobik, dan mikroorganisme adalah yang paling sesuai dan dapat hidup di dalamnya. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah. Temperatur dalam rumen adalah 38

sampai 42 0

C, dan pH dipertahankan oleh adanya absorbsi asam lemak dan amonia, kondisi pH rumen akan mempengaruhi absorbsi amonia melalui dinding rumen. Absorbsi amonia akan menurun apabila pH rumen rendah dan sebaliknya akan meningkat bila pH 7,3 (Arora, 1989). Ditambahkan oleh Soebarinoto et al., (1991) kondisi lingkungan rumen mempunyai hubungan yang erat dengan pH cairan rumen, karena tinggi rendahnya pH di rumen akan berpengaruh terhadap aktivitas mikrobia rumen.

Umumnya pH rumen berkisar antara 6,7-7,0. Semakin banyak asam- asam hasil fermentasi makin cepat terjadinya absorbsi. Keasaman rumen diatur oleh adanya natrium bikarbonat dan fosfat pada waktu adanya fermentasi yang cepat, keasaman di dalam rumen dipengaruhi oleh jenis pakan, produk fermentasi dan saliva. Bila pakan mengandung banyak konsentrat maka pH akan turun, sedangkan hijauan akan meningkatkan pH (Soebarinoto et al., 1991). Menurut Van Soest (1994), kondisi pH rumen tetap konstan ini disebabkan adanya buffering capacity yang berasal dari saliva karena banyak mengandung bicarbonat dan fosfat serta sistem absorbsi VFA melalui dinding rumen.

E. Metabolisme Protein Dalam Rumen

Protein adalah salah satu kebutuhan nutrien yang penting bagi ternak ruminansia. Kebutuhan protein digunakan untuk pertumbuhan sel atau jaringan, membentuk enzim, hormon serta proses metabolik lainnya. Sumber protein ternak ruminansia dapat berasal dari protein pakan yang lolos dari Protein adalah salah satu kebutuhan nutrien yang penting bagi ternak ruminansia. Kebutuhan protein digunakan untuk pertumbuhan sel atau jaringan, membentuk enzim, hormon serta proses metabolik lainnya. Sumber protein ternak ruminansia dapat berasal dari protein pakan yang lolos dari

(Kamal, 1994). Absorbsi NH 3 melalui dinding rumen dipengaruhi oleh konsentrasi NH 3 dan pH rumen. Absorbsi akan meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi NH 3 dalam rumen dan menurun bila pH rumen rendah (Owens dan Zinn, 1988 cit Suprayogi, 1998). Dalam usaha memperlambat pembentukan NH 3 dari urea dapat dilakukan dengan pembuatan biuret , preparat ini dibuat dari pemanasan urea secara berlebihan (overheating). Beberapa laporan mengatakan bahwa biuret memerlukan adaptasi yang lebih lama dalam penggunaannya; pembentukan

NH 3 dari biuret memang relative lamban tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa walaupun produk tersebut secara teoritis dapat digunakan secara efisien, namun dalam prakteknya tidak lebih dari urea (Parrakasi, 1999).

Biosintesis protein mikroba berkisar antara 1 sampai 34 mg/100ml, untuk pertumbuhan maksimal dan aktivitas mikrobia diperlukan konsentrasi NH 3 antara 5,0 sampai 23,5 mg/100ml. Kelebihan produksi amonia diatas nilai tersebut, walau telah dicoba ditingkatkan sampai mencapai konsentrasi 98,3 mg/100ml, ternyata tidak lagi merangsang pertumbuhan mikroba, tetapi akan diserap rumen dan akhirnya diekskresikan dalam urine. Dalam merombak protein mikroba rumen tidak mengenal batas, perombakan tersebut dpat berlangsung terus walaupun amonia yang dihasilkan telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen (Soebarinoto et al., 1991) . Ditambahkan oleh Sutardi (1976) cit Erwanto, (1995) bahwa degradasi protein Biosintesis protein mikroba berkisar antara 1 sampai 34 mg/100ml, untuk pertumbuhan maksimal dan aktivitas mikrobia diperlukan konsentrasi NH 3 antara 5,0 sampai 23,5 mg/100ml. Kelebihan produksi amonia diatas nilai tersebut, walau telah dicoba ditingkatkan sampai mencapai konsentrasi 98,3 mg/100ml, ternyata tidak lagi merangsang pertumbuhan mikroba, tetapi akan diserap rumen dan akhirnya diekskresikan dalam urine. Dalam merombak protein mikroba rumen tidak mengenal batas, perombakan tersebut dpat berlangsung terus walaupun amonia yang dihasilkan telah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen (Soebarinoto et al., 1991) . Ditambahkan oleh Sutardi (1976) cit Erwanto, (1995) bahwa degradasi protein

Protein Protein

Peptida

Asam-asam Amino Hati Amonia NH3 Urea

Mikorobial Protein

Ginjal

saluran pencernaan

belakang

Ekskresi lewat kandung kemih

(urine)

Gambar 1. Digesti dan metabolisme nitrogen dalam retikulo-rumen (McDonald et al. 1988 cit Soebarinoto et al., 1991)

F. Metabolisme Karbohidrat Dalam Rumen

Pakan ternak ruminansia umumnya berasal dari karbohidarat sebagai komponen utamanya. Lebih kurang 60 sampai 75% dari ransum yang diberikan pada ternak terdiri dari karbohidrat dengan komponen utama berupa

polisakarida. Dalam pakan kasar sebagian besar terdapat sebagai selulosa, hemiselulosa serta lignin, sedangkan dalam konsentrat terdapat sebagai pati (Soebarinoto et al., 1991). Percernaan karbohidrat di dalam rumen ada 2 tingkat. Tingkat pertama, karbohidrat yang masuk ke dalam rumen akan dihidrolisa menjadi monosakarida, terutama glukosa dengan bantuan enzim- enzim yang dihasilkan oleh mikroba rumen (Sutardi et al., 1983 cit Sari, 2008). Selulosa dipecah menjadi selobiosa kemudian diubah menjadi glukosa. Pati diubah menjadi maltosa dan isomaltosa selanjutnya oleh enzim maltase dan maltosafosforilase diubah menjadi glukosa. Fruktan pada hidrolisis akan pecah dan terjadi fruktosa atau dapat juga terjadi bersama-sama dengan glukosa dari pencernaan sukrosa. Hemiselulosa oleh pengaruh enzim akan dipecah dan menghasilkan silosa dan asam uronat. Asam uronat kemudian diubah menjadi silosa juga. Di samping berasal dari hemiselulosa, asam uronat juga dapat berasal dari pektin. Mula pertama pektin di hidrolisis menjadi asam pektat dan metanol oleh enzim pektinesterase. Asam pektat kemudian di pecah oleh poligalakturonidase menjadi galakturonat baru kemudian menjadi asam uronat dan akhirnya menjadi silosa. Silosa juga dapat berasal dari hidrolisis silan (Kamal, 1994).

Tingkat kedua, pengubahan gula sederhana menjadi asam piruvat akan dihasilkan gas karbon dioksida (CO 2 ), gas metan (CH 4 ) dan volatile fatty acid (VFA) yang terdiri atas asam asetat, asam butirat dan asam propionat yang akan langsung diserap oleh dinding rumen dan dimetabolisasikan oleh ternak (Preston dan Leng 1987 cit Darma, 2006). Ditambahkan oleh Soebarinoto et al., (1991) bahwa hasil utama fermentasi karbohidrat di dalam retikulo-rumen adalah VFA terutama asam asetat (C2), asam propionat (C3), dan asam butirat (C4), disamping dihasilkan pula isobutirat, isovalerat, n-valerat dan laktat. VFA inilah merupakan sumber energi utama untuk kebutuhan tubuh ternak induk semang.

Konsentrasi VFA di dalam rumen dan proporsinya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tipe ransum (komposisi ransum), pengolahan ransum, (pemanasan, bentuk pellet) dan frekuensi pemberian ransum

(Preston dan Willis, 1974 cit Suprayogi, 1998). Konsentrasi VFA pada cairan rumen dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui fermentabilitas pakan dan sangat erat kaitannya dengan aktivitas mikroba rumen (Parakkasi, 1999).

Glukosa-1-fosfat

Glukosa-6-fosfat

pektin

Asam uronat

sukrosa

fruktosa-6-fosfat

fruktosa fruktan

Hemiselulosa

silosa

fruktosa-1,6-difosfat

silan

Asam piruvat

format Asetil Ko A Laktat Oksal asetat Metil malonil Ko A

CO 2 H 2

Malonil Ko A

Laktil Ko A

Malat

Metan Aseto asetil Ko A

β- hidroksil butiril Ko A Akriril Ko A Fumarat

Asetil fosfat Krotoril Ko A Propionil Ko A Suksinat Suksinil Ko A

Butiril Ko A

Gambar 2. Skema fermentasi karbohidrat dalam rumen (Kamal, 1994)

G. Kecernaan

Pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan pakan adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah nutrien dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan (Anggorodi, 1990). Faktor-faktor yang Pengukuran kecernaan atau nilai cerna suatu bahan pakan adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah nutrien dari suatu bahan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan (Anggorodi, 1990). Faktor-faktor yang

a. Temperatur lingkungan Konsumsi pakan ternak biasanya menurun sejalan dengan keneikan temperatur lingkungan tempat hidupnya, maka pada tubuh ternak akan menjadi kelebihan panas sehingga kebutuhan terhadap pakan akan menurun.

b. Palatabilitas Palatabilitas merupakan keadaan fisik dan kimiawi bahan pakan yang tercermin oleh kenampakan, bau, rasa dan tekstur. Ternak ruminansia lebih menyukai pakan yang memiliki rasa manis dan hambar. Disamping itu ternak ruminansia juga menyukai hijauan yangmengandung unsur nitrogen (N) serta fosfor (P).

c. Selera Pada kondisi lapar, ternak akan berusaha mengatasi dengan cara mengkonsumsi pakan.

d. Status Fisiologi Status fisiologi ternak ruminansia seperti umur, jenis kelamin, dan kondisi tubuh sangat mempengaruhi konsumsi pakannya.

e. Konsentrasi Nutrisi Konsentrasi nutrisi yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan adalah konsentrasi energi dalam pakan konsentrasi energi dalam pakan berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya.

f. Bentuk pakan Ternak ruminansia lebih menyukai pakan dalam bentuk butiran. Hal ini berkaitan dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan dicerna.

g. Bobot badan Bobot badan ternak senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakannya. Makin tinggi bobot badannya, akan makin tinggi pula tingkat konsumsi terhadap pakan.

h. Produksi Pada ternak ruminansia, produksi dapat berupa pertambahan bobot badan, air susu, tenaga dan bulu/wol. Makin tinggi produksi yang dihasilkan, makin tinggi pula kebutuhannya terhadap pakan.

Menurut Tillman., et al (1991) daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiannya dan serat kasar mempunyai pengaruh terbesar. Selulose dan hemiselulose adalah serat kasar yang sukar dicerna terutama bila mengandung lignin. Penambahan persentase serat kasar dalam bahan pakan terjadi pada tanaman yang tua, biasanya disertai dengan penambahan lignifikasi dari selulose dan hemiselulose pada dinding sel. Untuk menentukan kecernaan dari suatu pakan maka harus diketahui dua hal yang penting yaitu jumlah nutrien yang terdapat didalam pakan dan jumlah nutrien yang dapat dicerna. Dengan diketahui jumlah nutrien di dalam pakan dan jumlah nutrien di dalam feses maka diketahui jumlah nutrien yang tercerna dari pakan tersebut (Kamal, 1994). Semakin meningkatnya nilai nutrisi suatu ransumakan meningkatkan konsumsi NE sampai mencapai koefisien cerna sekitar 70 %. Kecernaan akan lebih tinggi lagi misalnya karena konsentrasi hijauan dalam ransum diturunkan maka konsumsi bahan kering ransum akan menurun sedangkan konsumsi energi relatif tetap konstan (Parakkasi, 1999).

HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah coating minyak sawit pada urea berpengaruh terhadap produksi pH, NH 3 , dan VFA cairan rumen.

III. MATERI DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Percobaan Jatikuwung Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian UNS yang berlokasi di desa Jatikuwung, Gondangrejo, Karanganyar. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dari bulan Juli sampai Oktober 2010. Analisis pakan dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Domba Dalam penelitian ini domba yang akan digunakan adalah domba lokal jantan yaitu domba ekor tipis lepas sapih dengan bobot badan rata- rata 15 ± 3,05 kg yang berjumlah 16 ekor dengan umur rata-rata sekitar 1 tahun.

2. Ransum Ransum yang akan digunakan terdiri dari hijauan yaitu rumput raja 40% dan konsentrat 60%. Pemberian ransum adalah sebanyak 6% dari bobot badan yang berdasarkan pada kebutuhan bahan kering (BK).

Kandungan nutrien dan bahan pakan ransum perlakuan disajikan pada tabel berikut :

Tabel 1. Kebutuhan nutrien ternak domba BB 15 kg (% BK)

Nutrien Kebutuhan (%)

Protein Kasar (PK)

Total Digestible Nutrient (TDN)

Kalsium (Ca)

Phosphor (P)

Sumber: Ranjhan (1980)

Tabel 2. Kandungan nutrien bahan pakan untuk ransum B. Pakan BK

Ca P BETN TDN (%)

(%) (%) (%) R. raja a) 19,59

- 55,38 3) 66,68 1) Bekatul a)

- 57,45 3) 67,51 2) Urea b) -

- - - M. sawit c) -

- - - Premik d) -

50 25 - -

Sumber :

a. Hasil Analisis Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (2010)

b. Belasco (1954)

c. Dihitung berdasarkan rumus regresi sesuai petunjuk Hartadi et al., (1993)

1) TDN (%) = -26,685+1,334 (CF) + 6,598 (EE) + 1,423 (NFE) + 0,967

2 (Pr) - 0,002 (CF) 2 – 0,670 (EE) - 0,024 (CF) (NFE) - 0,055 (EE) (NFE) - 0,146 (EE) (Pr) + 0,039 (EE) 2 (NFE)

2) TDN (%) = 22,822- 1,440 (CF) - 2,875 (EE) + 0,655 (NFE) + 0,863 (Pr) + 0,020 (CF) 2 - 0,078 (EE) 2 + 0,018 (CF) (NFE) + 0,045 (EE) (NFE) - 0,085 (EE) (Pr) + 0,020 (EE) 2 (NFE)

3) BETN(%) = 100 - %Abu - %Serat kasar - %Lemak kasar - %Protein kasar

d. Good Mixi Produk Mulya Usadha Lestari

Tabel 3. Susunan Ransum dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan

Bahan Pakan P0 P1 P2 P3

(%) Rumput Raja

0 1 2 3 Minyak Sawit

1 1 1 1 Premix

3 3 3 3 Jumlah

100 100 Kandungan nutrient TDN(%)

0,75 Sumber : Hasil perhitungan dari tabel 2 dan 3

Urea direndam dengan minyak sawit dalam suatu wadah kecil (didiamkan selama 30 menit)

Bekatul dan premik dicampur menjadi satu sampai rata

Kemudian ke empat bahan dicampur menjadi satu

Pakan perlakuan

Gambar 1 : Alur pembuatan pakan

3. Kandang dan Peralatan Kandang yang digunakan merupakan kandang individual berukuran 1,0 x 1,5 m sebanyak 16 kandang. Dengan kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan hijauan maupun konsentrat dan tempat air minum.

Peralatan yang akan digunakan adalah timbangan gantung dengan kapasitas 25 kg dengan kepekaan 100 g yang digunakan untuk menimbang domba, timbangan merk five goats kapasitas 5 kg dengan kepekaan 20 g yang digunakan untuk menimbang pakan dan sisa pakan dan penampung feses. Thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu di dalam dan luar kandang, selang untuk mengambil cairan rumen, sapu, buku dan alat tulis.

C. Persiapan Penelitian

1. Persiapan Kandang Sebelum kandang dan peralatan digunakan, harus dibersihkan dahulu. Selain itu juga disucihamakan dengan Lysol dengan dosis 15 ml/ l air yang bertujuan untuk menjaga agar kandang terbebas dari bakteri patogen serta kebersihan dan sanitasi kandang dapat terjaga.

2. Persiapan domba Selama 2 minggu domba disiapkan untuk masa adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakan perlakuan dan dilakukan penimbangan bobot badan awal. Kemudian domba diberi obat cacing Wormsol dengan dosis 1 tablet/200kg berat badan untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan.

D. Cara Penelitian

1. Macam Penelitian Penelitian tentang pengaruh coating urea dalam ransum terhadap produksi pH, konsentrasi NH 3 , dan VFA cairan rumen domba lokal jantan dilakukan secara eksperimental.

2. Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan perlakuan (P1,P2,P3) dan P0 sebagai kontrol, masing-masing perlakuan diulang empat kali dan setiap ulangan terdiri dari 1 ekor domba.

Adapun ransum perlakuan yang diberikan adalah 60:40 untuk konsentrat dan hijauannya sebagai berikut : P0 : Rumput Raja 40% + Konsentrat 60% (Urea 0% + Minyak Sawit 1%)

P1 : Rumput Raja 40% + Konsentrat 60% (Urea 1% + Minyak Sawit 1%) P2 : Rumput Raja 40% + Konsentrat 60% (Urea 2% + Minyak Sawit 1%) P3 : Rumput Raja 40% + Konsentrat 60% (Urea 3% + Minyak Sawit 1%)

3. Pengambilan Data Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan tahap koleksi data. Tahap pendahuluan terdiri dari tahap adaptasi yang dilakukan selama 2 minggu meliputi penimbangan bobot badan awal, adaptasi lingkungan dan pakan dan tahap pemeliharaan dilakukan selama 12 minggu dengan pemberian pakan yang dilakukan 2 kali sehari. Selanjutnya tahap koleksi data dilakukan selama 4 hari tepatnya 1 minggu setelah diberi pakan perlakuan pada tahap pemeliharaan meliputi penimbangan bobot badan domba selama 2 minggu sekali. Pemberian pakan pada pagi hari yaitu pukul 07.00 WIB pemberian hijauan dan pukul 09.00 pemberian konsentrat. Kemudian pemberian pada sore hari pukul 15.00 WIB pemberian hijauan dan pukul 17.00 pemberian konsentrat. Sedangkan penyediaan air minum dilakukan secara ad libitum.

Persiapan alat: selang kecil 1,5 m yang dilubangi bagian tepi ujungnya untuk mengambil cairan rumen, selang besar 20 cm untuk menjaga selang kecil dari gigitan domba, spuit 50 ml untuk mengambil

cairan dari selang, tabung penampung cairan rumen, HgCl 2 untuk menghentikan aktivitas mikroba dan pH meter elektrik.

Koleksi cairan rumen dilakukan 2 jam setelah pemberian pakan. Setelah semua alat dipersiapkan, domba yang akan diambil cairan rumennya dikondisikan pada posisi berdiri dan diusahakan agar domba tidak bergerak atau memberontak. Kemudian selang besar dimasukkan ke mulut domba dan dibiarkan untuk dikunyah-kunyah terlebih dahulu agar kondisi domba lebih tenang, setelah itu selang kecil yang disekitar ujungnya sudah dilubangi dimasukkan ke dalam mulut domba melalui lubang selang besar dan setelah diperkirakan selang kecil mencapai rumen, ujung selang kecil disedot dengan mulut, setelah cairan sudah mulai kelihatan pada selang baru kita sedot lagi dengan spuit sampai cairan rumen keluar agar lebih mudah dalam penanganan selanjutnya, setelah cairan rumen keluar kemudian dilakukan pengukuran pH dengan alat pH meter elektrik dan setelah itu cairan rumen dimasukkan dalam tabung

penampung dan diberikan HgCl 2 sebelum dilakukan analisis. Perbandingan antara cairan rumen dan HgCl 2 adalah 10ml : 1ml. - pH cairan rumen Pengukuran pH cairan rumen dengan menggunakan alat pH meter. - Konsentrasi N-Amonia

Kadar amonia ditetapkan dengan menggunakan metode conway Prosedur analisis NH3 dengan metode conway :

1. Menambahkan cairan rumen sebanyak 1ml pada cawan conway yang dimodifikasi.

2. Menambahkan 1ml asam borat ( H 3 O 4 ) berindikator ke dalam cawan kecil yang berada di dalam cawan conway yang dimodofikasi.

3. Cawan conway yang dimodifikasi dimiringkan kemudian menambahkan Na2 CO3 ke dalam ujung alur sehingga bercampur dengan cairan rumen ( adu rata dengan menggoyang goyangkan).

4. Menutup cawan conway yang sudah dimodifikasi dengan rapat sehingga udara luar tidak berhubungan dengan udara di dalam.

5. Biarkan selama 24 jam dalam suhu kamar.

6. Setelah 24 jam tutup dibuka, Nh3 yang diikat oleh asam borat dititrasi dengan H2SO4 0,0072 N sampai warna berubah dari biru ke merah jingga ( warna semula )

- Produksi total VFA Cairan rumen yang telah diambil disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit sebanyak 0,2 ml ditambahkan asam metafosfat 1 ml diinjeksikan pada Gas Kromatografi merk Shimadzu, model GC8, suhu kolom 130ºC, suhu injector atau detector 220ºC. Gas pembawa N2 dengan laju atau tekanan 1.25 kg/cm². Kolom

yang digunakan SP-1200/1% H 3 PO 4 , 80/100 mesh chromosorb WAW. GP10% SP, panjang kolom 2 m, diameter 3 mm. Dtektor FID, volume injeksi 0.5 ul. Alat ini dilengkapi dengan Integrator Shimadzu GR3A.

Prosedur kerja. Satu µl supernatant cairan rumen diinjeksikan ke dalam alat GC dengan menggunakan microsyringe. Setelah 9 menit akan tergambar pada kertas recorder luas area senyawa yang ditentukan. Sebelum sampel diinjeksikan, terlebih dahulu diinjeksikan campuran larutan asetat, propionate dan butirat standar dengan konsentrasi 0,025%; 0,05%; 0,3%; dan 0,5%. Kemudian dihitung persamaan regresi yang merupakan hubungan antara luas area asam asetat, propionat dan butirat standar (Y) dengan konsentrasi asam asetat, propionat dan butirat standar (X). Persamaan ini digunakan untuk menghitung konsentrasi asam asetat, propionat dan butirat sampel cairan rumen.

4. Peubah Penelitian

a. pH rumen Diukur dengan pH meter

b. Konsentrasi N-Amonia Konsentrasi N-Amonia = (ml H 2 SO 4 xNH 2 SO 4 x 1000) mM

c. Konsentrasi VFA (mmol)

Tinggi sampel

Konsentrasi VFA =

Konsentrasi standart

Tinggi standart Tinggi standart

Konsumsi PK

E. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Y ij =m+t i + є ij

Keterangan: Y ij : Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

m : Nilai tengah umum t I : Pengaruh perlakuan ke-i

є ij : Galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j (Yitnosumarto,1993).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. pH cairan rumen

Derajat keasaman pH cairan rumen domba lokal jantan selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata pH cairan rumen perlakuan

Ulangan

Perlakuan Rerata

Rerata pH cairan rumen domba lokal jantan selama penelitian pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 6,21; 6,77; 6,62 dan 6,71. Rerata-rata konsumsi pakan domba lokal jantan pada penelitian disajikan pada grafik 1.

Grafik 1. Rerata pH domba lokal jantan selama penelitian

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan dengan coating urea dengan minyak sawit menunjukkan hasil yang berbeda yang tidak nyata (P>0,05) terhadap pH. Hal ini berarti bahwa dengan coating minyak sawit Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan dengan coating urea dengan minyak sawit menunjukkan hasil yang berbeda yang tidak nyata (P>0,05) terhadap pH. Hal ini berarti bahwa dengan coating minyak sawit

Kondisi pH yang ideal ini dapat dicapai karena pemberian imbangan pakan antara konsentrat dan hijauan yaitu 60%:40% dan kandungan konsentrat yang hampir sama di setiap perlakuan. Seperti yang dijelaskan ( Soetanto, 1999) untuk menjaga agar pH rumen tidak menurun atau meningkat secara drastis maka perlu adanya hijauan didalam ransum dalam proporsi yang memadai ( 40% dari total ransum ), tidak berbedanya nilai pH cairan rumen tersebut juga dipengaruhi oleh produk fermentasi dalam rumen seperti NH3. Nilai NH3 yang didapat pada penelitian ini relatif sama antar perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Church (1988) bahwa pH dipengaruhi oleh produk fermentasi yaitu NH3, dimana pH berbanding lurus dengan konsentrasi NH3.

Berdasarkan hasil penelitian, seluruh perlakuan memberikan respon yang baik terhadap pH rumen. Hal ini terlihat dari kisaran pH rumen berada pada kondisi pH rumen normal sehingga aktivitas bakteri selulolitik tidak terhambat. Hal ini sesuai dengan pendapat (Ørskov, 1982) bahwa aktivitas bakteri selulolitik terhambat apabila pH cairan rumen dibawah 6,2 sedangkan bakteri amilolitik akan lebih dominan sehingga kecernaan serat kasar akan menurun, dan aktivitas akan optimal di dalam rumen pada pH 6,7.

B. NH 3 Cairan Rumen

Konsentrasi NH 3 cairan rumen domba lokal jantan selama penelitian disajikan pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata NH 3 cairan rumen perlakuan (mg/100ml) Ulangan

Perlakuan Rerata

Rerata NH 3 cairan rumen domba lokal jantan selama penelitian pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berturut-turut adalah 16,37; 17,37; 17,52 dan 17,52 (mg/100ml). Rerata-rata konsumsi pakan domba lokal jantan pada penelitian disajikan pada grafik 2.

100m 17.4 17,4 g/ 17 17

Grafik 2. Rerata Konsentrasi NH 3 (mg/100ml) satuan domba lokal jantan selama penelitian

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan dengan coating urea dengan minyak sawit menunjukkan hasil yang berbeda yang tidak nyata (P>0,05) terhadap. Hal ini berarti dengan coating minyak sawit pada urea dan

penambahan Urea 0%, 1%, 2% dan 3% tidak memengaruhi NH3 cairan rumen. Konsentrasi NH 3 ini masih dalam kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Leng (1980) cit Widyawati et al., (2009), bahwa konsentrasi NH 3 berkisar antara 1 sampai 34 mg/100ml, untuk pertumbuhan maksimal dan aktivitas mikrobia diperlukan konsentrasi NH 3 antara 5,0 sampai 23,5 mg/100ml. Perbedaan yang tidak nyata pada konsentrasi NH 3 menunjukkan bahwa minyak sawit mampu memperlambat hidrolisis urea dan melindungi urea dari serangan degradasi mikroba rumen untuk menjadi NH 3 . Hal ini tercermin dengan konsentrasi NH 3 yang hampir sama dalam cairan rumen dibandingkan dengan kontrol. Fenomena ini terjadi karena minyak merupakan senyawa non-polar, sehingga sulit larut dalam sistem rumen dan cenderung berasosiasi dengan urea. Pada kondisi demikian minyak akan menghalangi kontak langsung antara mikroba serta enzim-enzimnya dengan urea (Hernaman, 2009).

Urea oleh mikroba rumen akan diubah menjadi amonia dan CO 2 . Untuk sintesis NPN, mikroba membutuhkan sejumlah besar asam-asam organik yang dapat disediakan secara efektif oleh pati pakan. NH 3 akan diabsorbsi lewat dinding rumen masuk peredaran darah dan di bawa ke hati yang kemudian diubah menjadi urea (McDonald et al., 1988). Konsentrasi

NH 3 menunjukkan jumlah protein ransum di dalam rumen dan nilainya sangat dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi protein ransum, hal ini sesuai dengan pandapat Arora (1989), bahwa peningkatan

konsentrasi NH

3 di dalam rumen akan menyebabkan terjadinya peningkatan sintesis protein mikroba, sedangkan Konsentrasi NH 3 di dalam rumen

dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan, pH rumen, kelarutan protein bahan pakan, serta waktu setelah pemberian pakan. Ditambahkan lagi oleh Widyobroto et al., (1995) cit Riyanto et al., (2009), bahwa konsentrasi

NH 3 di dalam rumen dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain solubilitas dan laju degradasi protein pakan.

C. VFA ( Volatile Fatty Acid) Cairan Rumen