karya ilmiah sederhana Dampak Naik

Karya Ilmiah

PENGARUH DIHENTIKANNYA SUBSIDI BBM TERHADAP
PEREKONOMIAN INDONESIA
Dosen Pengampu: Dr. M. Nasir, M. Si

OLEH:
MARNI SIHOMBING
NIM : 7131141068

PRODI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2015

ABSTRAK
Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada konsumen atau
produsen agar barang dan jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah dan jumlah yang dibeli
masyarakat lebih banyak. Subsidi (government transfer payment) merupakan alat kebijakan
pemerintah untuk redistribusi dan stabilisasi.
Pemerintah Indonesia menyubsidi BBM agar harga energi dapat dijangkau, khususnya

oleh kalangan berpendapatan rendah (Kementerian Keuangan, 2010b). Pada kenyataannya,
subsidi ini tidak benar-benar mencapai sasarannya. Tidak semua rakyat yang membutuhkan
subsidi ini dapat menikmati haknya. Dengan mekanisme pemberian subsidi yang dilakukan
pemerintah tidak dapat mengatur siapa penerima subsidi BBM ini. Sehingga subsidi BBM
sudah tidak efektif lagi dan seharusnya dialihkan untuk subsidi non-energi. Peningkatan
subsidi non-energi ditujukan untuk mencapai tujuan pemerintah dalam menciptakan APBN
yang pro growth, pro job, dan pro poor sehingga yang diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
Jika pemerintah memilih untuk mempertahankan subsidi pada saat harga minyak
sedang tinggi, pemerintah harus mencari tambahan hutang, atau memotong pengeluaran
untuk program lain. Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah memperbaiki perekonomian
dengan menghentikan subsidi bbm, agar tidak ada lagi tambahan hutang ataupun pemotongan
pengeluaran untuk program lain. Dengan kebijakan ini maka perekonomian indonesia akan
membaik.
Dampak dari ditiadakannya subsidi BBM yaitu:
1. Mengurangi defisit anggaran.
2.

Kontrol terhadap konsumsi BBM sehingga tidak terjadi pemakaian BBM secara
berlebihan.


3. Penghematan terhadap pemakaian minyak bumi yang merupakan sumber daya
alam tidak terbarukan
4. Penghematan terhadap keuangan pemerintah sehingga bisa dialihkan untuk
mendanai program lain yang lebih tepat guna dan tepat sasaran.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses pembangunan ekonomi di segala bidang pada hakekatnya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Proses perubahan struktural
perekonomian seperti perluasan kesempatan kerja, dan pengurangan tingkat kemiskinan
merupakan sasaran pokok pembangunan yang hendak dicapai guna mewujudkan
kesejahteraan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat maka pemerintah
mengadakan kebijakan memberikan subsidi bahan bakar minyak (BBM). Bahan Bakar
Minyak merupakan komoditas yang sangat vital di Indonesia. BBM ini mempunyai peran
yang sangat penting dalam menggerakkan perekonomian. Kebutuhan BBM semakin
meningkat seiring pertumbuhan industri, transportasi, juga kenaikan jumlah kendaraan
bermotor yang beredar. Bahkan pada tahun 2008 Indonesia keluar dari OPEC (organisasi
eksportir minyak dunia) karena Indonesia harus mengimpor minyak untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri yang semakin meningkat.
Menurut pengalaman yang sudah terjadi, mekanisme perekonomian selalu menyesuaikan
terhadap perubahan dalam dunia ekonomi itu sendiri. Keadaan perekonomian pada saat ini
kurang stabil dimana harga BBM mengalami naik turun. Naiknya harga bahan bakar minyak
(BBM) dalam negeri menyebabkan perubahan perekonomian secara drastis. Kenaikan BBM
ini akan diikuti oleh naiknya harga barang-barang dan jasa-jasa di masyarakat. Kenaikan
harga barang dan jasa ini menyebabkan tingkat inflasi di Indonesia mengalami kenaikan dan
mempersulit perekonomian masyarakat terutama masyarakat yang berpenghasilan tetap.
Inflasi yang terjadi akibat kenaikan harga BBM tidak dapat atau sulit untuk dihindari, karena
BBM adalah unsur vital dalam proses produksi dan distribusi barang. Disisi lain, kenaikan
harga BBM juga tidak dapat dihindari, karena membebani APBN. Sehingga Indonesia sulit
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, baik itu tingkat investasi, maupun pembangunanpembangunan lain yang dapat memajukan kondisi ekonomi nasional.
Dari tahun 2005- 2011, impor BBM secara total cenderung naik turun atau berfluktuasi.
Impor BBM tertinggi tercatat pada tahun 2006 sebesar 26. 502.000 kiloliter. Namun, impor
BBM Bersubsidi (RON 88) secara konstan terus naik. Hal ini menunjukkan bahwa
pemakaian BBM jenis bersubsidi merupakan yang terbesar di antara BBM jenis yang lain
sehingga harus dilakukan impor untuk mencukupinya.

Dalam APBN 2012, pemerintah


mematok harga minyak mentah sebesar $ 90 per barrel, namun pada kenyataannya, harga

minyak mentah dunia sendiri di bulan Februari 2012 berkisar $ 122,17 per barrel. Sementara,
untuk anggarannya, pemerintah menganggarkan Rp 123,6 Trilyun untuk subsidi BBM tahun
2012. Itu untuk asumsi harga minyak mentah per barrelnya $ 122,7. Namun pada
kenyataannya harga minyak mentah sendiri sudah mencapai $122,17 per barrel dan
diperkirakan akan terus meningkat.
Pada Juni 2013, Pemerintah kembali menaikan harga BBM bersubsidi. Sebelumnya
kenaikan harga BBM bersubsidi juga pernah terjadi pada tahun 2005 dan tahun 2008.
Kenaikan pada tahun 2013 terjadi pada premium dari harga Rp 4.500 menjadi Rp 6.500 dan
solar dari Rp 4.500 menjadi Rp 5.500. Tentu kenaikan harga BBM bersubsidi ini membawa
dampak yang terasa khususnya untuk kalangan menengah ke bawah atau miskin.
Hal yang sama terjadi juga pada maret 2015 Pemerintah menaikkan harga BBM Rp
500. Dengan kenaikan harga BBM maka harga minyak solar dari Rp 6.400 menjadi Rp 6.900
per liter. Lalu harga premium RON 88 dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.300 per liter. Harga BBM
yang terus berubah-ubah diperkirakan akan berdampak pada stabilitas harga di pasaran dan
berdampak langsung pada masyarakat yang bergantung pada subsidi BBM.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa tujuan dari subsidi khususnya subsidi BBM
adalah untuk membantu kalangan masyarakat menengah kebawah. Namun pada
kenyataannya, subsidi tidak benar-benar mencapai sasarannya. Tidak semua rakyat yang

membutuhkan subsidi ini dapat menikmati haknya. Dengan mekanisme pemberian subsidi
yang dilakukan pemerintah tidak dapat mengatur siapa penerima subsidi BBM ini. Karena
subsidi bahan bakar dijalankan berdasarkan hitungan liter, dan tidak didasarkan pada
perbedaan penghasilan, maka kalangan yang paling banyak menggunakan bahan bakarlah
yang paling mendapatkan manfaat paling banyak dari subsidi. Konsumen energi terbesar
adalah masyarakat golongan atas dan masyarakat di daerah perkotaan.
Jika pemerintah memutuskan tidak menekan subsidi BBM, maka konsumsi atas BBM
tidak terkontrol. Pemerintah dan Pertamina harus menyediakan kuota BBM yang mencukupi
agar tidak terjadi kelangkaan di pasaran. Padahal, dalam kenyataannya, harga minyak dunia
tidak sesuai dengan asumsi yang dipakai pemerintah dalam menentukan anggaran untuk
subsidi BBM dalam APBN 2012. Hal ini tentu membuat pemerintah harus menambah
anggaran untuk subsidi BBM dalam APBN Perubahan 2012, seperti yang terjadi saat ini.
Proyeksi pemerintah, apabila subsidi BBM porsinya tidak dikurangi dan mengikuti
pergerakan harga minyak dunia, kemungkinan anggaran yang dipakai mencapai angka 191
Trilyun Rupiah. Uang sebesar itu tentu akan lebih efektif dipakai untuk mendanai program
lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat daripada untuk subsidi BBM yang dinikmati

sebagian kecil masyarakat pemilik kendaraan bermotor saja. Uang sebanyak itu bisa untuk
mendanai program pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan,
jembatan, jalan raya ataupun juga bandar udara, membuka akses terhadap daerah pedalaman,

menciptakan lapangan kerja dan juga program- program lain yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat luas ketimbang untuk subsidi BBM.
Maka diperlukan langkah-langkah atau kebijakan-kebijakan untuk mengatasinya,
demi menjaga kestabilan perekonomian nasional. Dari masalah ini maka penulis akan
menguraikan salah satu cara yang harus dilakukan untuk memperbaiki perekonomian adalah
dengan menghentikan subsidi bbm.
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang mengenai pengaruh dihentikannya subsidi BBM terhadap
perekonomian indonesia. Maka dalam karya ilmiah ini, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa dampak kenaikan bbm terhadap perekonomian?
2. Apa dampak adanya kebijakan Pemerintah memberikan subsidi BBM terhadap
kehidupan masyarakat?
3. Apa pengaruh jika dihentikannya subsidi bbm terhadap perekonomian Indonesia?
C. Tujuan
Dari masalah diatas, secara garis besar tujuan penulis adalah untuk menjelaskan mengenai
pengaruh diberhentikannya subsidi BBM terhadap perekonomian indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SUBSIDI BBM
Grafik subsidi

Subsidi merupakan bantuan yang diberikan pemerintah kepada konsumen atau
produsen agar barang dan jasa yang dihasilkan harganya lebih rendah dan jumlah yang dibeli
masyarakat lebih banyak. Subsidi (government transfer payment) merupakan alat kebijakan
pemerintah untuk redistribusi dan stabilisasi. Menurut Oxford Advanced Learners Dictionary
(1990) dalam penelitian (Chinyere & Ani Casimir, 2013) subsidi adalah: Subsidi BBM,
sebagaimana dapat dipahami dari naskah RAPBN dan Nota Keuangan adalah “pembayaran
yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia kepada PERTAMINA (pemegang monopoli
pendistribusian BBM di Indonesia) dalam situasi dimana pendapatan yang diperoleh
PERTAMINA dari tugas menyediakan BBM di Tanah Air adalah lebih rendah dibandingkan
biaya yang dikeluarkannya untuk menyediakan BBM tersebut”. (Nugroho, 2005).
Pemerintah Indonesia menyubsidi BBM agar harga energi dapat dijangkau, khususnya
oleh kalangan berpendapatan rendah (Kementerian Keuangan, 2010b). Pada kenyataannya,
subsidi ini tidak benar-benar mencapai sasarannya. Tidak semua rakyat yang membutuhkan
subsidi ini dapat menikmati haknya. Dengan mekanisme pemberian subsidi yang dilakukan
pemerintah tidak dapat mengatur siapa penerima subsidi BBM ini. Karena subsidi bahan
bakar dijalankan berdasarkan hitungan liter, dan tidak didasarkan pada perbedaan
penghasilan, maka kalangan yang paling banyak menggunakan bahan bakarlah yang paling


mendapatkan manfaat paling banyak dari subsidi. Konsumen energi terbesar adalah
masyarakat golongan atas dan masyarakat di daerah perkotaan.
Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2009, World Bank
(2011) menunjukkan bahwa keperluan rumah tangga dan pribadi mengkonsumsi sepertiga
dari total subsidi BBM. Dua pertiga sisanya tersalur ke penggunaan transportasi komersial
dan kegiatan usaha. Hasil serupa ditemukan dalam kajian lain yang dilakukan oleh Agustina
et al. (2008). Kajian tersebut menemukan bahwa hampir 90 persen subsidi BBM di Indonesia
menguntungkan 50 persen kalangan terkaya. Pemerintah Indonesia menyadari bahwa subsidi
BBM sudah tidak tepat sasaran dan dapat menghabiskan APBN. Sehingga subsidi BBM
sudah tidak efektif lagi dan seharusnya dialihkan untuk subsidi non-energi. Peningkatan
subsidi non-energi ditujukan untuk mencapai tujuan pemerintah dalam menciptakan APBN
yang pro growth, pro job, dan pro poor sehingga yang diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM
Kenaikan harga minyak dunia akan meningkatkan pendapatan pemerintah yang
berkaitan dengan minyak dan gas. Namun, kenaikan ini juga akan berdampak pada semakin
meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk subsidi BBM dan pengeluaran-pengeluaran
yang berkaitan dengan harga minyak, seperti subsidi listrik dan dana bagi hasil minyak dan
gas kepada daerah. Lebih lanjut, kewajiban 20% anggaran di bidang pendidikan juga akan

menambah peningkatan beban pengeluaran pemerintah. Faktanya, ketika kenaikan harga
minyak dunia meningkatkan penerimaan anggaran belanja daerah, kenaikan harga minyak
dunia ini merugikan anggaran belanja pemerintah pusat akibat membengkaknya pengeluaran
subsidi BBM dan pengeluaran lain yang terkait. Pembengkakan subsidi ini pada akhirnya
dapat memaksa pemerintah untuk memotong pos anggaran lainnya (CSIS, 2011).
Meningkatnya harga minyak akan berpengaruh pada kenaikan biaya produksi.
Kenaikan produksi akan mendorong perusahaan untuk melakukan efisiensi dengan
mengurangi jumlah tenaga kerja, akibatnya terjadi penurunan penawaran. Penurunan
penawaran akan berdampak pada kenaikan harga. Kenaikan harga akan mengakibatkan
inflasi. Dengan kata lain, inflasi merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara
berkelanjutan.

DAMPAK ADANYA SUBSIDI BBM
Subsidi BBM ditujukan untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga Masyarakat
melalui dua cara. Dampak langsungnya adalah dengan mengeluarkan biaya lebih sedikit
untuk BBM, masyarakat akan memiliki sisa pendapatan yang lebih besar untuk keperluan
lain. Sementara itu, dampak tidak langsung penerapan subsidi BBM adalah lebih murahnya
biaya barang dan jasa yang dapat dibeli oleh masyarakat karena subsidi menekan biaya-biaya
yang harus dikeluarkan produsen, distributor, dan penyedia layanan. Namun, kondisi tersebut
akan maksimal dirasakan masyarakat jika kebijakan subsidi BBM ini benar-benar tepat

sasaran. Artinya, seluruh subsidi yang diberikan pemerintah untuk bahan bakar dirasakan
manfaatnya oleh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Sayangnya, kondisi tersebut jauh
dari kenyataan karena subsidi BBM lebih banyak dirasakan manfaatnya oleh kalangan
menengah ke atas menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2009.
Apabila kita berbicara tentang distribusi BBM bersubsidi per wilayah, pada 2009
wilayah yang paling berkembang di Indonesia, Jawa dan Bali, diberikan kuota sebesar 20,38
juta kiloliter atau 55,6 persen dari total BBM bersubsidi. Wilayah Sumatera mendapat alokasi
sebesar 26,1 persen, sedangkan gabungan wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua
mendapat alokasi sebesar 16,1 persen, dan Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat
mendapatkan alokasi hanya sebesar 0,02 persen (BPH Migas, 2009).
KEBIJAKAN YANG DILAKUKAN PEMERINTAH TERKAIT SUBSIDI BBM
Pemerintah mengeluarkan kebijakan Bantuan Langsung Sementara (BLSM) untuk
masyarakat yang memang membutuhkan sebagai solusi cepat mengantisipasi dampak buruk
yang terjadi di masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Solusi Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM) bukan merupakan solusi baru yang ditawarkan pemerintah
jika kenaikan harga BBM bersubsidi terjadi. Pada tahun 2005 dan 2008 juga terjadi kenaikan
harga BBM bersubsidi dimana berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2008 tanggal
14 Mei 2008, pemerintah mengeluarkan kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk
Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai solusi jangak pendek atau kompensasi kenaikan harga
BBM bersubsidi. Beaton dan Lontoh (2010) berpendapat bahwa kebijakan tersebut cukup

berhasil dalam membantu masyarakat miskin dan meredam penolakan terhadap kenaikan
harga BBM.

Menurut kajian yang dilakukan terhadap program BLT 2005, masalah terkait dengan
salah sasaran dapat dikatakan rendah, dan sebagian besar kalangan yang berhak menerimanya
benar-benar menerima dana yang dijanjikan (Hastuti et al., 2006). Akan tetapi, sejumlah
masalah tetap mengikuti perjalanan program ini. Misalnya, selain ditemukan adanya dana
yang digelapkan dan ada juga pihak yang berhak namun tidak mendapatkan dana tersebut,
pada akhirnya menyebabkan kegelisahan sosial (Cameron dan Shah, 2011). Akan tetapi,
BLSM tidak menyelesaikan masalah ketergantungan terhadap subsidi BBM di Indonesia.
Perlu upaya untuk mengatasi ketergantungan terhadap subsidi BBM berupa solusi-solusi
jangka panjang yang dapat dilakukan secara bertahap.
Pemerintah perlu mengeluarkan solusi jangka panjang disamping mengeluarkan solusi
jangka pendek berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) jika kondisi seperti
ini tidak ingin terjadi lagi atau minimal secara bertahap mengurangi kemungkinan kondisi
seperti ini terjadi. Karena sekali lagi kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara
Masyarakat (BLSM) terhadap masyarakat miskin bukan merupakan “terapi penyembuhan”
terhadap subsidi BBM itu sendiri. Ada beberapa solusi jangka panjang yang dapat secara
bertahap mengurangi ketergantungan terhadap subsidi BBM salah satu diantaranya ialah
Diversifikasi Energi.
Diversifikasi Energi secara konsisten harus terus dilakukan untuk menurunkan
ketergantungan konsumsi energi nasional terhadap BBM. Ketergantungan konsumsi energi
nasional yang sangat besar terhadap BBM merupakan akar dari permasalahan energi bangsa
ini. Salah satunya ialah dengan cara diversifikasi gas yaitu dengan mengalihkan sumber
energi dari BBM menjadi Compressed Natural Gas (CNG) dan Liquefied Gas for Vehicle
(LGV). Diversifikasi gas dipilih karena gas memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih
ramah lingkungan dibandingkan dengan BBM.
Subsidi yang besar untuk minyak impor membuat posisi fiskal Indonesia amat rapuh
terhadap perubahan harga energi dunia. Ketika harga minyak internasional naik secara
drastis, sebagaimana terjadi pada 2008, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM – yang
dapat mempersulit keadaan politik dalam negeri dan mengakibatkan inflasi mendadak – atau
menaikkan anggaran subsidi, yang dapat mengakibatkan lumpuhnya perekonomian.
Menurut Sutedi (2012:284-287) Dalam hal ini, terdapat tiga teori utama yang
menjelaskan mengenai inflasi, yaitu sebagai berikut:

1. Teori kuantitas, Menurut teori kuantitas “kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang 1
persen menyebabkan kenaikan 1 persen dalam tingkat inflasi “ (Mankiw,2007:90)
2. Teori Keynes, Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi di sebabkan masyarakat
hidup di luar batas kemampuan ekononominya. Dengan kata lain, inflasi terjadi
karena pengeluaran agregat telalu besar. Oleh karena itu, solusi yang harus di ambil
adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri ( mengurangi
pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan uang yang
ketat).
3. Teori strukturalis atau teori inflasi jangka panjang model inflasi di negara
berkembang. Teori ini menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kelakuan
struktur ekonomi, khususnya kekuatan supply bahan makanan dan barang-barang
ekspor. Karena sebab-sebab sruktural pertambahan barang-barang produksi ini terlalu
lambat di banding dengan pertumbuhan ekonominya, sehingga menaikan harga bahan
makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga
barang lain, sehinggab terjadi inflasi yang relatif berkepanjangan bila pembangunan
sektor pengahasilan bahan pangan dan industri barang-barang ekspor tidak di benahi
atau di tambah.
Jika pemerintah memilih untuk mempertahankan subsidi pada saat harga minyak sedang
tinggi, pemerintah harus mencari tambahan hutang, atau memotong pengeluaran untuk
program lain (IISD, 2012). Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah memperbaiki
perekonomian dengan menghentikan subsidi bbm, agar tidak ada lagi tambahan hutang
ataupun pemotongan pengeluaran untuk program lain. Dengan kebijakan ini maka
perekonomian indonesia akan membaik.

BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
KONDISI CADANGAN MINYAK DI INDONESIA
Indonesia merupakan salah satu negara produsen minyak bumi. Sempat menjadi
anggota Organisasi Eksportir Minyak Dunia (OPEC), dan keluar pada tahun 2008 karena
Indonesia sudah menjadi importir minyak untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri yang
terus meningkat dan tidak bisa diimbangi oleh produksi minyak bumi dalam negeri yang
cenderung menurun.
Tabel 1: Cadangan Minyak Indonesia (2004-2011)
Tahun

Terbukti

Potensial

Total

2004

4.3

4.31

8.61

2005

4.19

4.44

8.63

2006

4.37

4.56

8.93

2007

3.99

4.41

8.4

2008

3.75

4.47

8.22

2009

4.3

3.7

8

2010

4.23

3.53

7.76

2011

4.04

3.69

7.73

Sumber: Ditjen Migas (2011)
Keterangan:
Dalam miliar barel

Dari tabel Cadangan Minyak Indonesia di atas, bisa dilihat sebenarnya Indonesia
punya cadangan minyak bumi yang besar. Jika melihat tabel di atas, sebenarnya dari
cadangan minyak bumi yang dimiliki, Indonesia mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Namun, minyak bumi yang berhasil dieksploitasi dari cadangan yang ada itu tidak mencukupi
kebutuhan dalam negeri, sehingga harus mengimpor dari luar negeri. Untuk mengeksploitasi
minyak bumi sendiri, perlu investasi yang besar dan sumber daya yang besar pula. Sehingga
dari sekian banyak cadangan minyak yang ada, produksi minyak yang bisa dihasilkan tidak
sebanding dengan cadangan dan potensi yang ada.

Tabel 2: Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun 19872010
Mobil
Tahun

Penumpang

Bis

Truk

Sepeda Motor

Jumlah

1987

1 170 103

303 378

953 694

5 554 305

7 981 480

1988

1 073 106

385 731

892 651

5 419 531

7 771 019

1989

1 182 253

434 903

952 391

5 722 291

8 291 838

1990

1 313 210

468 550

1 024 296

6 082 966

8 889 022

1991

1 494 607

504 720

1 087 940

6 494 871

9 582 138

1992

1 590 750

539 943

1 126 262

6 941 000

10 197 955

1993

1 700 454

568 490

1 160 539

7 355 114

10 784 597

1994

1 890 340

651 608

1 251 986

8 134 903

11 928 837

Tabel 3:

1995

2 107 299

688 525

1 336 177

9 076 831

13 208 832

Sektor

1996

2 409 088

595 419

1 434 783

10 090 805

14 530 095

1997

2 639 523

611 402

1 548 397

11 735 797

16 535 119

1998

2 769 375

626 680

1 586 721

12 628 991

17 611 767

1999*)

2 897 803

644 667

1 628 531

13 053 148

18 224 149

2000

3 038 913

666 280

1 707 134

13 563 017

18 975 344

2001

3 261 807

687 770

1 759 547

15 492 148

21 201 272

2002

3 403 433

714 222

1 865 398

17 002 140

22 985 193

2003

3 885 228

798 079

2 047 022

19 976 376

26 706 705

2004

4 464 281

933 199

2 315 779

23 055 834

30 769 093

2005

5 494 034

1 184 918

2 920 828

28 556 498

38 156 278

2006

6 615 104

1 511 129

3 541 800

33 413 222

45 081 255

2007

8 864 961

2 103 423

4 845 937

41 955 128

57 769 449

2008

9 859 926

2 583 170

5 146 674

47 683 681

65 273 451

2009

10 364 125

2 729 572

5 187 740

52 433 132

70 714 569

2010

8 891 041

2 250 109

4 687 789

61 078 188

76 907 127

Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia dalam
BPS (2011)
*)
sejak 1999 tidak termasuk TimorTimur

Pengguna BBM Bersubsidi Tahun 2010
Sektor pengguna

Porsi konsumsi
Premium

Solar

Premium + Solar

Transportasi darat

99,40%

88,76%

95,54%

Transportasi air

0,13%

7,76%

2,90%

Usaha kecil

0,37%

1,75%

0,87%

Perikanan
0,10%
1,73%
0,69%
Sumber: RDP komisi VII DPR RI dengan BPH Migas dan Pertamina dalam Reforminer Institute (2011)

Tabel 4: Konsumsi BBM Bersubsidi dalam Sektor Transportasi Darat 2010

Jenis

Porsi Konsumsi (%)

transportasi

Premium

Solar

Premium

darat
Mobil Pribadi

45,75%

14,20%

Solar
34,29%

Kendaraan

14,91%

0,88%

9,82%

Umum
Angkutan

-

38,16%

13,84%

Barang
Sepeda Motor

38,76%

-

24,70%

Bus

-

35,30%

12,87%

+

Sumber: RDP komisi VII DPR RI dengan BPH Migas dan Pertamina dalam Reforminer Institute (2011)

Dari tabel di atas, bisa dilihat mayoritas pengkonsumsi BBM bersubsidi menurut
sektor pengguna adalah transportasi darat yang mengkonsumsi mayoritas BBM bersubsidi.
Pertumbuhan alat transportasi darat yang meningkat pesat membuat proporsi konsumsi BBM
bersubsidi oleh transportasi darat menjadi mayoritas. Dalam transportasi darat sendiri,
konsumsi BBM didominasi oleh kendaraan bermotor jenis mobil pribadi dan sepeda motor
yang memang punya populasi paling besar.

Tabel 5: Produksi Minyak Bumi (dalam ribuan barel)
Tahun

Minyak

Kondensat

Jumlah

2004

Bumi
353.945

46.541

400.456

2005

341.203

46.450

387.654

2006

322.350

44.699

367.050

2007

305.137

43.211

348.348

2008

312.484

45.016

357.500

2009

301.663

44.650

346.313

2010

300.872

43.965

344.836

2011*

289.445

40.150

329.595

Sumber: Ditjen Migas, diolah Pusdatin (2011)

Keterangan:
MBOPD: Ribu Barel per Day
*data sementara

Grafik 2: Produksi dan Konsumsi Minyak Harian di Indonesia

Sumber: British Petroleum (2011)

Sementara itu, di sisi lain, seperti dilihat dari tabel dan grafik di atas, produksi minyak
Indonesia cenderung turun. Bahkan, setelah tahun 2002, produksi di dalam negeri sudah tidak
mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Produksi di periode setelah 2002 pun
cenderung menurun. Bahkan indikasi penurunan produksi dalam negeri sudah terjadi sejak
tahun 2000, meski saat itu produksi minyak bumi masih mampu memenuhi kebutuhan dalam
negeri. Sempat mengalami kenaikan jumlah produksi pada tahun 2008, tetapi tahun- tahun
selanjutnya mengalami penurunan. Konsumsi yang terus naik tetapi tidak diimbangi dengan
kenaikan produksi mengakibatkan

pemerintah harus menutupi kekurangan itu dengan

mengimpor dari negara lain. Padahal, pada periode terdahulu, Indonesia dikenal sebagai salah
satu pengekspor minyak mentah dunia. Untuk menutupi kekurangan dari produksi,
pemerintah melakukan impor sebagai berikut:

Tabel 6: Impor BBM (2005-2011)
year
Avtur RON88
2005
654
6202
2006
796
5.841
2007
1.176 7.069
2008
769
8.572
2009
171
10.263
2010
578
12.437
2011* 733
13.712
Sumber: Ditjen Migas (2011)

RON95
0
0
27
17
32
0
0

RON92
3
69
35
40
120
214
1.411

DPK
2.604
861
1.080
333
0
0
0

HOMC
1.076
1.088
108
0
1.148
1.767
157

ADO
14.470
10.846
12.367
12.284
8.505
8.413
8.681

Fuel oil
1.493
1.682
2.163
2.573
1.909
408
654

IDO
0
0
8
28
8
0
0

total
26.502
21.184
24.032
24.615
22.157
23.633
25.347

Keterangan:
Dalam Ribu kiloliter
*) Data Sementara

Secara keseluruhan, dari tahun 2005- 2011, impor BBM secara total cenderung naik
turun atau berfluktuasi. Impor BBM tertinggi tercatat pada tahun 2006 sebesar 26. 502.000
kiloliter. Namun, impor BBM Bersubsidi (RON 88) secara konstan terus naik. Hal ini
menunjukkan bahwa pemakaian BBM jenis bersubsidi merupakan yang terbesar di antara
BBM jenis yang lain sehingga harus dilakukan impor untuk mencukupinya. Dalam APBN
2012, pemerintah mematok harga minyak mentah sebesar $ 90 per barrel, namun pada
kenyataannya, harga minyak mentah dunia sendiri di bulan Februari 2012 berkisar $ 122,17
per barrel. Sementara, untuk anggarannya, pemerintah menganggarkan Rp 123,6 Trilyun
untuk subsidi BBM tahun 2012. Itu untuk asumsi harga minyak mentah per barrelnya $
122,7. Namun pada kenyataannya harga minyak mentah sendiri sudah mencapai $122,17 per
barrel dan diperkirakan akan terus meningkat. Mau tidak mau, pemerintah harus merevisi
anggaran subsidi BBM itu dalam APBN Perubahan 2012.
Perkiraan Pertamina, apabila kondisi konsumsi BBM dibiarkan tanpa ada tindakan
untuk mengerem, kemungkinan konsumsi BBM di tahun 2012 akan meningkat menjadi 47
juta kiloliter. Bahkan, jika kondisi laju konsumsi BBM dibiarkan tanpa kendali, pada bulan
Agustus 2012 persediaan BBM bersubsidi akan habis.
UPAYA YANG DILAKUKAN PEMERINTAH UNTUK MENEKAN SUBSIDI BBM
DEMI PERBAIKAN PEREKONOMIAN INDONESIA
Dalam konteks pemberhentian subsidi BBM, tentu keputusan untuk menekan subsidi
BBM akan merugikan bagi banyak pihak. Penekanan subsidi BBM tentu secara otomatis
akan membuat harga BBM yang disubsidi naik. naiknya harga BBM subsidi inilah yang akan
berdampak sampai kemana- mana.
Naiknya harga BBM, akan mengakibatkan biaya operasional bagi modal- modal
transportasi dan kendaraan- kendaraan yang memakai BBM bersubsidi. Dengan demikian

harus ada penyesuaian tarif untuk menghindari kerugian. Penyesuaian tarif ini berupa naiknya
tarif angkutan umum atau juga naiknya biaya pengangkutan barang hasil produksi dan
komoditas yang diperdagangkan. Dengan naiknya tarif, akan membuat harga dari komoditas
itu naik, karena biaya untuk pengangkutan juga naik. Masyarakatlah yang sebenarnya
menanggung penyesuaian tarif itu. Masyarakat harus membayar lebih untuk mendapatkan
barang hasil produksi atau komoditas yang diperdagangkan. Masyarakat juga harus
membayar lebih untuk modal transportasi umum yang mereka pakai.
Naiknya berbagai komoditas dan kebutuhan pokok tentu membuat pengeluaran
masyarakat juga naik. Sementara, di sisi lain belum tentu pendapatan mereka naik. sehingga,
mau tidak mau mereka menuntut kenaikan upah (jika bekerja di suatu instansi atau
perusahaan) atau menghemat pengeluaran. Perusahaan juga akan kena imbas dari kenaikan
harga BBM yang berakibat turunnya daya beli masyarakat itu. Yang paling rawan terkena
dampaknya adalah Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM inilah yang punya struktur
modal paling kecil juga susah untuk mengakses pinjaman dari dunia perbankan. Sehingga,
jika terjadi penurunan daya beli masyarakat, UKM menjadi titik yang paling rawan
mengalami kesulitan keuangan. Padahal, UKM menjadi salah satu sokoguru perekonomian
Indonesia. Menurunnya daya beli masyarakat juga berdampak pada angka inflasi yang naik,
dan di sisi lain inflasi menjadi indikator perekonomian suatu negara.
Serangkaian efek domino di atas merupakan kerugian yang diakibatkan jika subsidi
BBM dihentikan apabila pemerintah memutuskan tidak menekan subsidi akan ada lebih
banyak kerugian dan dampak negatif dalam jangka waktu yang pendek maupun panjang.
Jika pemerintah memutuskan tidak menekan subsidi BBM, maka konsumsi atas BBM
tidak terkontrol. Pemerintah dan Pertamina harus menyediakan kuota BBM yang mencukupi
agar tidak terjadi kelangkaan di pasaran. Padahal, dalam kenyataannya, harga minyak dunia
tidak sesuai dengan asumsi yang dipakai pemerintah dalam menentukan anggaran untuk
subsidi BBM dalam APBN 2012. Hal ini tentu membuat pemerintah harus menambah
anggaran untuk subsidi BBM dalam APBN Perubahan 2012, seperti yang terjadi saat ini.
Proyeksi pemerintah, apabila subsidi BBM porsinya tidak dikurangi dan mengikuti
pergerakan harga minyak dunia, kemungkinan anggaran yang dipakai mencapai angka 191
Trilyun Rupiah. Uang sebesar itu tentu akan lebih efektif dipakai untuk mendanai program
lain yang lebih bermanfaat bagi masyarakat daripada untuk subsidi BBM yang dinikmati
sebagian kecil masyarakat pemilik kendaraan bermotor saja. Uang sebanyak itu bisa untuk
mendanai program pengentasan kemiskinan, pembangunan infrastruktur seperti pelabuhan,
jembatan, jalan raya ataupun juga bandar udara, membuka akses terhadap daerah pedalaman,

menciptakan lapangan kerja dan juga program- program lain yang lebih bermanfaat bagi
masyarakat luas ketimbang untuk subsidi BBM.
Sebenarnya, jika penggunaan dan peruntukan BBM bersubsidi dilakukan secara
konsekuen, mungkin penekanan subsidi BBM belum perlu dilakukan. Dalam artian, subsidi
BBM benar- benar diperuntukkan bagi rakyat yang benar- benar membutuhkan subsidi. Jika
hal itu terjadi, tentu konsumsi BBM tidak meningkat sebanyak seperti yang ada sekarang ini.
Karena yang terjadi sekarang ini, subsidi BBM menjadi salah arah dan ikut dinikmati oleh
masyarakat yang sebenarnya mampu secara ekonomi untuk beralih ke BBM nonsubsidi.
Tabel 8: Dampak Kebijakan Penaikan Harga BBM 2012
Jenis BBM

Premium
dan Solar

Kenaikan

Nilai

Dampak

harga

penghematan

Inflasi* (%)

(Rp/liter)
1.000
1.500
2.000

(Rp Triliun)
38,70
57,45
76,60

1,07
1,58
2,14

Sumber: Reforminer Institute (2011)
Kebijakan menekan subsidi BBM akan punya dampak positif, disamping juga
dampak negatif. Dampak positif yang pertama adalah penghematan terhadap keuangan
pemerintah. Seperti dalam tabel Dampak Kebijakan Penaikan Harga BBM 2012, akan ada
penghematan keuangan pemerintah. Dengan mengurangi subsidi, maka akan ada dana yang
bisa dihemat dan dipergunakan mendanai program dan kebijakan lain yang lebih efektif dan
berguna bagi masyarakat. Dana itu bisa dipakai untuk tambahan anggaran pendidikan,
program pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja baru dan pembangunan
infrastruktur dan program- program lainnya yang lebih berguna bagi masyarakat ketimbang
subsidi BBM yang jelas- jelas tidak banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat miskin.
Dampak positif yang kedua adalah mengurangi defisit anggaran. Dengan melakukan
penekanan subsidi BBM, defisit anggaran akan turun menjadi Rp 109,8 Triliun atau 2,23%
dari Produk Domestik Bruto. Jika tidak melakukan kebijakan untuk menekan subsidi BBM,
defisit anggaran dapat melonjak menjadi Rp 299 Triliun atau 3,59% dari Produk Domestik
Bruto. Defisit anggaran yang terlalu tinggi tentu tidak baik bagi keuangan suatu negara.
Krisis di Eropa juga salah satunya dipicu oleh defisit anggaran yang terlalu tinggi.
Dampak positif ketiga adalah kontrol terhadap konsumsi BBM. Dengan adanya
kenaikan harga BBM bersubsidi karena pengurangan subsidi, tentu akan membuat pemilik

kendaraan bermotor akan lebih selektif dalam aktivitasnya untuk menggunakan kendaraan
bermotor karena harga dari BBM yang lebih mahal. Dengan demikian, konsumsi atas BBM
bersubsidi bisa terkontrol dan tidak berlebihan dan membebani keuangan pemerintah.
Dampak positif keempat adalah penghematan terhadap pemakaian minyak bumi.
Minyak bumi adalah sumber daya alam yang tidak terbarukan. Suatu saat, cadangan minyak
bumi akan habis, dan butuh waktu jutaan tahun untuk menghasilkan minyak bumi lagi.
Terkontrolnya pemakaian BBM seperti dampak positif ketiga, berdampak pula terhadap
eksploitasi minyak bumi yang bisa dikurangi. Dengan demikian, cadangan minyak bumi bisa
lebih lestari lagi.
Dampak positif kelima adalah pengembangan energi alternatif yang lebih murah
daripada BBM. Harga BBM bersubsidi yang lebih mahal akan memacu pihak- pihak tertentu
untuk berpikir kreatif untuk mencari dan mengembangkan energi- energi alternatif selain
BBM. Dengan energi alternatif, masyarakat tidak bergantung terhadap keberadaan BBM.
Selain itu, energi alternatif akan lebih ramah lingkungan daripada BBM.
Dampak posititif keenam adalah mengurangi tindak kejahatan penyelundupan BBM.
Dengan naiknya harga BBM bersubsidi, disparitas harga BBM di Indonesia dan negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura bisa dipangkas. Perbedaan harga yang semakin kecil
itu membuat penyelundup tidak tertarik menyelundupkan BBM bersubsidi karena
keuntungan menjadi lebih kecil sementara resiko yang harus dihadapi besar. Sehingga, BBM
bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia yang memang berhak terhadap penggunaan BBM
bersubsidi itu.
Dampak positif ke tujuh, Penekanan subsidi BBM menyebabkan harga BBM naik
sehingga permintaan akan kendaraan bermotor (barang komplementer) menurun dan industri
kendaraan bermotor akan mengalami penurunan. Penurunan jumlah permintaan kendaraan
bermotor dapat mengerem laju pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang terus
meningkat yang pada akhirnya akan mencegah pencemaran udara yang lebih parah dan
mengurangi potensi terjadinya kemacetan, terutama di kota- kota besar sebagai akibat dari
total panjang jalan yang sudah tidak proporsional dengan jumlah kendaraan bermotor yang
beredar di jalan.
Sehingga jika kebijakan mengenai pemberhentian subsidi BBM maka perekonomian
indonesia akan membaik baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Penekanan BBM Bersubsidi sudah seharusnya dilakukan pemerintah. Subsidi BBM
sudah membebani keuangan dan berpotensi terus memberi beban yang lebih berat terhadap
keuangan negara di masa- masa mendatang apabila pemerintah tidak mengambil keputusan
untuk menekan subsidi BBM. Apalagi, subsidi BBM sekarang ini sudah tidak efektif dan
tidak banyak dirasakan masyarakat yang tergolong miskin. Melihat dari kondisi perminyakan
di Indonesia dan dunia, penekanan/pemberhentian subsidi BBM tepat dilakukan oleh
pemerintah. Jika tidak dilakukan penekanan subsidi BBM, keuangan pemerintah akan
semakin terbebani oleh besaran anggaran untuk subsidi BBM yang terus naik karena harga
minyak dunia yang cenderung naik.
Dampak dari ditiadakannya subsidi BBM yaitu:

1. Mengurangi defisit anggaran.
2. Kontrol terhadap konsumsi BBM sehingga tidak terjadi pemakaian BBM
secara berlebihan
3. Penghematan terhadap pemakaian minyak bumi yang merupakan sumber daya
alam tidak terbarukan
4. Penghematan terhadap keuangan pemerintah sehingga bisa dialihkan untuk
mendanai program lain yang lebih tepat guna dan tepat sasaran
SARAN
Dengan berbagai kondisi perekonomian yang telah dipaparkan dalam karya ilmiah ini,
maka besar harapan penulis supaya pemerintah dan khususnya masyarakat agar menerima
kebijakan pemerintah dalam penekanan subsidi BBM demi perbaikan perekonomian
indonesia dalam jangka panjang.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Damodar, Gujarati.1995. Ekonomika dasar, Jakarta : Erlangga
2. Hamid, Edi Suandi. (2000). Perekonomian Indonesia: Masalah dan Kebijakan
Kontemporer. Jogjakarta: UII Press.
3. Prof. Dr. Tulus T.H. Tambunan.2012. Perekonomian Indonesia, Bogor: Ghalia
Indonesia
4. Mankiw, N. Gregory. (2006). Makroekonomi Edisi-6. Jakarta: Erlangga.
5. Nugroho, Hanan, 2005. Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada
minyak

bumi,

manajemen

energi

nasional,

dan

energi.Perencanaan Pembangunan Edisi 02, Tahun X, 2005

pembangunan

infrastruktur

6. Styo, Mita Et al. 2014. Pengaruh hrga minyak dunia, Harga emas, dan tingkat inflasi
terhadap pertumbuhan ekonomi indonesia. Studi Pada Bank Indonesia Periode Tahun
2003- 2011. Malang
7.

prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik%20Minyak%20Bumi.pdf

8.

oil-price.net/en/articles/iran-oil-strait-or-hormuz.php

9.

bicaraenergi.com/2011/09/bp-statistical-review-2011-minyak-bumi/

10.

www.reforminer.com/media-coverage/tahun-2012/1196-antisipasi-dampakpenaikan-harga-bbm.

11.

www.indonesiafnancetoday.com/read/13694/Pemerintah-Optimistis-TargetInflasi-2012-Tercapai-