MAKALAH Issue Dalam Dunia Keperawatan Ma

Diposkan oleh Eko Maulia Mahardika di 06.31 Kamis, 12 Desember 2013

ILMU KEPERAWATAN DASAR 1

MAKALAH
Issue Dalam Dunia Keperawatan
Malpraktek
Konflik Perawat dan Pasien
Dosen Pembimbing :
H. Ns. Hasbi, Am.Kep, S.Kep
Disusun Oleh :
Eko Maulia Mahardika
2013 21 013

S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Baiturrahim Jambi
TA : 2013/2014

1). MALPRAKTEK DALAM KEPERAWATAN
A. Defenisi MALPRAKTEK


Source from : http://kehidupan18ku.blogspot.com/2012/12/malpraktek-dalam-keperawatan.html
pukul 07:45 pm 10 Desember 2013
Dalam suatu kasus di California tahun 1956 (Guwandi, 1994) mendefinisikan Malpraktik
adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat untuk menterapkan tingkat ketrampilan dan
pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang
pasien yang lazim diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di
lingkungan wilayah yang sama (Malpractice is the neglect of a physician or nuse to apply that
degree of skil and learning on treating and nursing a patient which is customarily applied in
treating and caring for the sick or wounded similiarly in the same community).
Ellis dan Hartley (1998) mengungkapkan bahwa malpraktik merupakan batasan yang
spesifik dari kelalaian (negligence) yang ditujukan kepada seseorang yang telah terlatih atau
berpendidikan yang menunjukkan kinerjanya sesuai bidang tugas/pekejaannya. Terhadap
malpraktek dalam keperawatan maka malpraktik adalah suatu batasan yang dugunakan untuk
menggambarkan kelalaian perawat dalam melakukan kewajibannya.
Ada dua istilah yang sering dibicarakan secara bersamaan dalam kaitan malpraktik yaitu
kelalaian dan malpratik itu sendiri. Kelalaian adalah melakukan sesuatu dibawah standar yang
ditetapkan oleh aturan/hukum guna melindungi orang lain yang bertentangan dengan tindakantindakan yang tidak beralasan dan berisko melakukan kesalahan (Keeton, 1984 dalam Leahy dan
Kizilay, 1998).
Menurut Hanafiah dan Amir (1999) mengatakan bahwa kelalaian adalah sikap yang
kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya

dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan
melakukannya dalam situasi tersebut.
Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah kegagalan untuk bersikap hati-hati
yang umumnya seorang yang wajar dan hati-hati akan melakukan di dalam keadaan tersebut , ia
merupakan suatu tindakan yang seorang dengan hati-hati yang wajar tidak akan melakukan di
dalam keadaan yang sama atau kegagalan untuk melakukan apa yang seorang lain dengan hatihati yang wajar justru akan melakukan di dalam keadaan yang sama.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kelalaian lebih bersifat ketidaksengajaan,
kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh, sembrono, tidak peduli terhadap kepentingan orang

lain, namun akibat yang ditimbulkan memang bukanlah menjadi tujuannya. Kelalaian bukanlah
suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau
cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafiah & Amir, 1999). Tetapi jika
kelalaian itu mengakibatkan kerugian materi, mencelakakan bahkan merengut nyawa orang lain,
maka ini dklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminal.
Malpraktek tidaklah sama dengan kelalaian. Malpraktik sangat spesifik dan terksait
dengan status profesional dari pemberi pelayanan dan standar pelayanan profesional Malpraktik
adalah kegagalan seorang profesional (misalnya dokter dan perawat) melakukan sesuai dengan
standar profesi yang berlaku bagi seseorang yang karena memiliki ketrampilan dan pendidikan
(Vestal,K.W, 1995). Hal ini bih dipertegas oleh Ellis & Hartley (1998) bahwa malpraktik adalah
suatu batasan spesifik dari kelalaian. Ini ditujukan pada kelalaian yang dilakukan oleh yang telah

terlatih secara khusus atau seseorang yang berpendidikan yang ditampilkan dalam pekerjaannya.
Oleh karena itu batasan malpraktik ditujukan untuk menggambarkan kelaliaian oleh perawat
dalam melakukan kewjibannya sebagai tenaga keperawatan.
Kelalaian memang termasuk dalam arti malpraktik, tetapi didalam malpraktik tidak selalu
harus ada unsur kelalaian. Malpraktik lebih luas daripada negligence.Karena selain mencakup
arti kelalaian, istilah malpraktik pun mencakup tindakan-tindakan yang dilakukan dengan
sengaja (criminal malpractice) dan melanggar Undang-undang. Didalam arti kesengajaan tersirat
ada motifnya (guilty mind) sehingga tuntutannya dapat bersifat perdata atau pidana.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik adalah :
1. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh seorang tenaga
kesehatan.
2. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)
3. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.
B. Malpraktik dalam keperawatan.

Banyak kemungkinan yang dapat memicu perawat melakukan kelalaian atau malpraktik.
Perawat dan masyarakat pada umumnya tidak dapat membedakan antara kelalaian dan
malpraktik. Walaupun secara nyata jelas penbedaannya sebagaimana telah diuraikan terdahulu.

Malpraktik lebih spesifik dan terkait dengan status profesional seseorang misalnya perawat,
dokter atau penasehat hukum.
Menurut Vestal, K.W. (1995) mengatakan bahwa untuk mengatakan secara pasti
malpraktik ,apabila penggugat dapat menunjukkan dibawah ini :
1.

Duty – Pada saat terjadinya cedera, terkait dengan kewajibanya yaitu kewajiban untuk
mempergunakan segala ilmu dan kepandaiannya untuk menyembuhkan atau setidak-tidaknya
meringankan beban penderitaan pasiennya berdasarkan stadar profesi. Hubungan perawat-klien
menunjukkan bahwa melakukan kewajiban berdasarkan standar keperawatan.

2. Breach of the duty--- pelanggaran terjadi sehubungan dengan kewajibannya artinya menyimpang
dari apa yang seharusnya dilakukan menurut standar profesinya.Pelanggaran yang terjadi
terhadap pasien (misalnya kegagalan dalam memenuhi standar keperawatan yang ditetapkan
sebagai kebijakan rumah sakit.
3.

Injury – Seseorang mengalami injury atau kerusakan (damage) yang dapat dituntut secara
hukum (misalnya pasien mengalami cedera sebagai akibat pelanggaran. Keluhan nyeri, atau
adanya penderitaan atau stress emosi dapat dipertimbangkan sebagai akibat cedera hanya jika

terkait dengan cedera fisik).

4.

Proximate caused—pelanggaran terhadap kewajibannya menyebabkan/terkait dengan injury
yang dialami (misalnya cedera yang terjadi secara langsung berhubungan dengan pelanggaran
terhadap kewajiban perawat terhadap pasien).
Sebagai penggugat, harus mampu menunjukkan bukti pada setiap elemen dari keempat
elemen di atas. Jika semua elemen itu dapat dibuktikan hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi
malpraktik, dan perawat berada pada tuntutan malpraktik. Terhadap tuntutan malpraktik ,
pelanggaran dapat bersifat pelanggaran :

1.

Pelanggaran etika profesi. Terhadap pelanggaran ini sepenuhnya oleh organisasi profesi
( Majelis Kode Etik Keperawatan) sebagaimana tercamtum pada pasal 26 dan 27 Anggaran
Dasar PPNI. Sebagaimana halnya doter, maka perawat pun merupakan tenaga kesehatan yang
preofesional yang menghadapi banyak masalah moral/etik sepanjang melaksanakan praktik

profesional. Beberapa masalah etik yang sering terjadi pada tenaga keperawatan antara lain

moral unpreparedness, moral blindness, amoralism, dan moral fanatism. Untuk menangani
masalah etika yang terjadi pada tenaga keperawatan dilakukan organisasi profesi keperawatan
(PPNI) melalui Majelis Kode Etik Keperawatan.
2. Sanksi administratif. Berdasarkan Keppres No.56 tahun 1995 dibentuk Majelis Disiplin
Tenaga Kesehatan(MDTK) dalam rangka pemberian perlindungan yang seimbang dan objetif
kepada tenaga kesehatan dan masyarakat penerima pelayanan kesehatan. MDTK bertugas
meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar
profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan MDTK akan dilaporkan kepada pejabat kesehatan berwenang
untuk mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tindakan sebagaimana yang dimaksud tidak mengurangi
ketentuan pada : pasal 54 ayat (1) dan ayat (2) UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, yaitu :
(1). Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan
profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.
(2). Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.
Keanggotaan MDTK terdiri dari unsur Sarjana Hukum, ahli kesehatan yang diwakili organisasi
profesi di bidang kesehatan, ahli agama, ahli psikologi, dan ahli sosiologi. Organisasi ini berada
baik di tingkat pusat, juga ditingkat Propinsi. Sejauh ini di Sulawesi Selatan belum terbentuk
MDTK.

3.

Pelanggaran hukum. Pelanggaran dapat bersifat perdata maupun pidana. Pelanggaran yang
bersifat perdata sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992 pada pasal 55 ayat (1) dan ayat (2)
berbunyi:

(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesdalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga
kesehatan.
(2). Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku..
Hal yang berhubungan dengan ganti rugi dapat bersifat negosiasi atau diselesaikan
melalui pengadilan. Pelanggaran yang bersifat pidana sebagaimana pada UU No.23 tahun 1992
pada Bab X (Ketentuan Pidana) berupa pidana penjara dan atau pidana denda, atau

sebagimana pada pasal 61 dan 62 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
berbunyi :
Pasal 61 : Penentuan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal 62 :
(1). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pasal 8, Pasal
10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18

dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000.00 (dua miliar rupiah).
(2). Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda banyak Rp. 500.000.000.00 (lima ratus juta rupiah).
(3). Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

C. Bidang pekerjaan perawat yang berisiko melakukan kesalahan :
Caffee (1991) dalam Vestal, K.W. (1995) mengidentifikasi 3 area dimana perawat berisiko
melakukan kesalahan yaitu Pada tahap pengkajian keperawatan (assessment errors),
Perencanaan keperawatan (planning errors), dan tindakan intervensi keperawatan (intervention
errors). Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut :
1.

Assessment errors, termasuk kegagalan mengumpulkan data/informasi tentang pasien secara
adekuat, atau kegagalan mengidentifikasi informasi yang diperlukan seperti data hasil
pemeriksaan laboratorium, tanda-tanda vital, atau keluhan pasien yang membutuhkan tindakan
segera. Kegagalan dalam pengumpulan data akan berdampak pada ketidaktepatan menetapkan
diagnosa keperawatan dan lebih lanjut akan mengakibatkan dalam kesalahan/ketidaktepatan

dalam tindakan.
Untuk menghindari kesalahan ini, perawat seharusnya dapat mengumpulkan data dasar secara
komprehensif dan mendasar.

2. Planning errors, termasuk :
a.

Kegagalan mencatat masalah pasien dan kelalaian menuliskan dalan rencana keperawatan.

b. Kegagalan mengkomunikasikan secara efektif rencana keperawatan yang telah dibuat (misalnya
menggunakan bahasa dalam rencana keperawatan dimana perawat yang lain tidak memahami
dengan pasti).
c.

Kegagalan memberikan asuhan keperawatan secara berkelanjutan yang disebabkan kurangnya
informasi yang diperoleh dari rencana keperawatan.

d. Kegagalan memberikan instruksi yang dapat dimengerti oleh pasien.
Untuk mencegah kesalahan tersebut diatas, jangan hanya megira-ngira dalam membuat
rencana keperawatan tanpa dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seharusnya dalam

menulisan harus dengan pertimbangan yang jelas dengan berdasarkan masalah pasien. Bila
dianggap perlu, lakukan modifikasi rencana berdasarkan data baru yang terkumpul. Rencana
harus realistik, berdasarkan standar yang telah ditetapkan termasuk pertimbangan yang diberikan
oleh pasien. Komunikasikan secara jelas baik secara lisan maupun dengan tulisan. Bekerja
berdasarkan rencana dan dilakukan secara hati-hati instruksi yang ada. Setiap pendapatnya perlu
divalidasi dengan teliti.
3.

Intervention errors, termasuk kegagalan menginterpretasikan dan melaksanakan tindakan
kolaborasi,

kegagalan

melakukan

asuhan

keperawatan

secara


hati-hati,

kegagalan

mengikuti/mencatat order/perintah dari dokter atau dari supervisor. Kesalahan pada tindakan
keperawatan

yang

sering

terjadi

adalah

kesalahan

dalam

membaca

perintah/order,

mengidentifikasi pasien sebelum dilakukan tindakan/prosedur, memberikan obat, dan terapi
pembatasan (restrictive therapy). Dari seluruh kegiatan ini yang paling berbahaya nampaknya
pada tindakan pemberian obat, oleh karena itu perlunya komunikasi baik diantara anggota tim
kesehatan maupun terhadap pasien dan keluarganya.
Untuk menghindari kesalahan ini, sebaiknya rumah sakit tetap melaksanakan program
pendidikan berkelanjutan (Continuing Nursing Education).
Beberapa contoh kesalahan perawat :
1.

Pada pasien usia lanjut, pasien mengalami disorientasi pada saat berada diruang perawatan.
Perawat tidak membuat rencana keperawatan guna memonitoring dan mempertahankan
keamanan pasien dengan memasang penghalang tempat tidur. Sebagai akibat disorientasi, pasien

kemudian terjatuh dari tempat tidur pada waktu malam hari dan pasien mengalami patah tulang
tungkai.
2. Pada pasien dengan pasca bedah disarankan untuk melakukan ambulasi. Perawat secara drastis
menganjurkan pasien melakukan mobilisasi berjalan, pada hal disaat itu pasien mengalami
demam, denyut nadi cepat, dan mengeluh nyeri abdomen. Perawat melakukan ambulasi pada
pasien sesuai rencana keperawatan yang telah dibuat tanpa mengkaji terlebih dahulu kondisi
pasien. Pasien kemudian bangun dan berjalan, pasien mengeluh pusing dan jatuh sehingga pasien
mengalami trauma kepala.
D. Bagaimana mencegah adanya tuntutan malpraktik
Sangat perlu bagi seorang perawat beru[aya melakukan sesuatu guna mencegah terjadinya
tuntutan malpraktik yaitu upaya mempertahankan standar pelayanan/asuhan yaqng berkualitas
tinggi. Hal ini dilakukan dalam pekerjaan sebagai perawat yaitu meningkatkan kemampuan
dalam praktik keperaweatan dan menciptakan iklim yang dapat mendorong peningkatan praktik
keperawatan., yaitu :
1. kesadaran diri (self-awareness):
Yaitu mengidentifikasi dan memahami pada diri sendiri tentang kekutan dan kelamahan
dalam praktik keperawatan. Bila terindentifikasi akan kelemahan yang dimiliki maka
berusahalah untuk mencari penyelesaiannya. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu melalui
pendidikan, pengalaman langsung, atau berdiskusi dengan teman sekerja/kolega. Apabila
berhubungan seorang supervisor, sebaiknya bersikap terbuka akan kelemahannnya dan jangan
menerima tanggung jawab dimana perawat yang bersangkutan belum siap untuk itu. Jangan
menerima suatu jabatan atau pekerjaan kalau menurut kriteria yang ada tidak dapat dipenuhi.
2. Beradaptasi terhadap tugas yang diemban
Tenaga keperawatan yang diberika tugas pada suatu unit perawatan dimana dia merasa
kurang berpengalaman dalam merawat pasien yang ada di unit tersebut, maka sebaiknya perawat
perlu mengikuti program orientasi/program adaptasi di unit tersebut. Perawat perlu
berkonsultasio dengan perawat senior yang aa diunit terbut
3. Mengikuti kebijakan dan prosedur yang ditetapkan

Seorangmperawat dalam melaksanakan tugasnya harus sealu mempertimbangkan kebijakan
dan prosedur yang berlaku di unit tersebut. Ikuti kebijakan dan prosedur yang berlaku secara
cermat, misalnya kebijakan/prosedur yang berhubungan dengan pemberian obat pada pasien.
4. Mengevaluasi kebijakan dan prosedur yang berlaku
Ilmu pengetahuan dan tehnologi keperawatan bersifat dinamis artinya berkembang secara
terus menerus. Dalam perkembangannya, kemungkinan kebijakan dan prosedur yang ada
diperlukan guna menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi. Oleh krena itu itu ada
kebutuhan untuk menyeuaikan kebijakan dan proseudr atau protokol tertentu. Untuk itu
merupakan tanggung jawab perawat profesional bekerja guna mempertahankan mutu pelayanan
sesuai dengan tuntutan perkembangan.
5. Pendokumentasian
Pencatatan perawat dapat dikatakan sesuatu yang unit dalam tatanan pelayanan kesehatan, karena
kegiatan ini dilakukan selama 24 jam. Aspa yang dicatat oleh perawat merupakan faktor yang
krusial guna menghindari suatu tuntutan. Dokumentasi dalam suatu pencatatan adalah laporan
tentang pengamatan yang dilakukan, keputusan yang diambil, kegiatan yang dilakukan, dan
penilaian terhadap respon pasien.
Oleh karena setiap kasus ditentukan adanya fakta yang mednkung suatu tuntutan, maka
diperlukan pencatatan yang jelas dan relevan. Pencatatan diperlukan secara jelas, benar, dan jelas
sehingga dapat dipahami.
Vestal, K.W (1995) memberikan pedoman guna mencegah terjadinya malpraktik, sebagai
berikut :
1. Berikan kasih sayang kepada pasien sebagaimana anda mengasihi diri sendiri. Layani pasien dan
keluarganya dengan jujur dan penuh rasa hormat.
2.

Gunakan pengetahuan keperawatan untuk menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat dan
laksanakan intervensi keperawatan yang diperlukan. Perawat mempunyai kewajiban untuk
menyusun pengkajian dan melaksanakan pengkajian dengan benar.

3.

Utamakan kepentingan pasien. Jika tim kesehatan lainnya ragu-ragu terhadap tindakan yang
akan dilakukan atau kurang merespon terhadap perubahan kondisi pasien, diskusikan bersama
dengan tim keperawatan guna memberikan masukan yang diperlukan bagi tim kesehatan lainnya.

4.

Tanyakan saran/order yang diberikan oleh dokter jika : Perintah tidak jelas,masalah itu
ditanyakan oleh pasien atau pasien menolak, tindakan yang meragukan atau tidak tepat
sehubungan dengan perubahan dari kondisi kesehatan pasien. Terima perintah dengan jelas dan
tertulis.

5.

Tingkatkan kemampuan anda secara terus menerus, sehingga pengetahuan/kemampuan yang
dimiliki senantiasa up-to-date. Ikuti perkemangan yang terbaru yang terjadi di lapangan
pekerjaan dan bekerjalah berdasarkan pedoman yang berlaku.

6. Jangan melakukan tindakan dimana tindakan itu belum anda kuasai.
7. Laksanakan asuhan keperawatan berdasarkan model proses keperawatan. Hindari kekurang hatihatian dalam memberikan asuhan keperawatan.
8.

Catatlah rencana keperawatan dan respon pasien selama dalam asuhan keperawatan.
Nyatakanlah secara jelas dan lengkap. Catatlah sesegera mungkin fakta yang anda observasi
secara jelas.

9.

Lakukan konsultasi dengan anggota tim lainnya. Biasakan bekerja berdasarkan kebijakan
organisasi/rumah sakit dan prosedur tindakan yang berlaku.

10. Pelimpahan tugas secara bijaksana, dan ketahui lingkup tugas masing-masing. Jangan pernah
menerima atau meminta orang lain menerima tanggung jawab yang tidak dapat anda tangani.

E. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah malpraktik bersifat sangat kompleks
karena berbagai faktor yang terkait didalamnya. Sebagai perawat profesional dituntut untuk
selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti perkembangan yang terjadi baik oleh
karena perkembangan IPTEK khususnya IPTEK keperawatan, tuntutan dan kebutuhan
masyarakat yang semakin meningkat.
Saat ini perawat diperhadapkan pada berbagai tuntutan pelayanan profesional melalui
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang apabila melakukan kesalahan dan kelalaian
akan diperhadapkan pada suatu tuntutan baik dari organisasi profesi, organisasi pelayanan
kesehatan, dan tututan hukum.

Perawat di Indonesia sangat berisiko melakukan malpraktik karena tidak didukung oleh
kemampuan yang memadai (profesional dalam bidangnya), banyak mengerjakan tindakan
kolaboratif/tindakan invasif yang mungkin bukan bidang pekerjaannya sebagai layaknya seorang
perawat profesional. Sehingga untuk masalah ini diperlukan pembinaan dari semua pihak yang
terkait.
Organisasi profesi sebagai wadah para anggotanya bertanggung jawab untuk meningkatkan
mutu tenaga keperawatan sebagai konsekuensi perannya untuk meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan dan kesejahteraan anggotanya. Operasionalisasi kegiatan organisasi PPNI terjadi
disemua tingkat organisasi baik di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Komisariat
Instituasi pendidikan sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga keperawatan profesional
bertanggung

jawab

menyelenggarakan

pendidikan

secara

berkualitas

dengan

cara

mengembangkan dan mengorganisasikan kurikulum nasional kedalam kurikulum institusi,
menyediakan segala sumber daya yang dapat mendukung sepenuhnya kegiatan pendidikan.
Demikian

pula

perlu

didukung

tersedianya

lahan

praktik

yang

memungkinkan

mengimplementasikan teori-teori kedalam situasi nyata, serta berbagai kebijakan yang
mendukung.