BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Analisis Faktor Eksternal Emiten dan Pengaruhnya Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

  Pasar modal merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi, sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Setiap investor dalam mengambil keputusan investasi selalu dihadapkan pada sejumlah alternatif, apakah ia akan menginvestasikan dananya dalam bentuk asset real seperti membeli peralatan produksi dan mengoperasikannya untuk mendapatkan keuntungan, atau memilih melakukan investasi dalam bentuk asset finansial dengan membeli sekuritas yang berpendapatan tetap seperti obligasi, deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau memberi sekuritas yang berpendapatan tidak tetap seperti saham (Wijaya, 2010).

  Faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan pasar modal suatu Negara adalah kondisi makroekonomi dan stabilitas politik Negara tersebut, misalnya kurs valuta asing (valas), cadangan devisa, inflasi, tingkat suku bunga deposito. Di Indonesia kurs valas mengalami perubahan setiap waktu, ada kalanya rupiah menganut mata uang asing pada saat kondisi Indonesia stabil atau cenderung membaik dari kondisi sebelumnya. Sebaiknya rupiah akan melemah terhadap mata uang asing pada saat kondisi Indonesia memburuk Tentang hubungan atau pengaruh kurs terhadap Indeks Harga Saham itu sendiri sangat berkaitan erat. Hal ini dikarenakan kurs adalah salah satu faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham, sedangkan Indeks Harga Saham adalah dampak simultan dari berbagai kejadian utama pada fenomena-fenomena ekonomi (Wijaya, 2010).

  Menurut Thian dalam Kasim (2010) IHSG merupakan hasil perhitungan dari harga seluruh saham yang tercatat dengan dipengaruhi oleh faktor besarnya nilai kapitalisasi pasar suatu saham. Nilai kapitalisasi pasar itu sendiri adalah nilai seluruh saham yang dihitung berdasarkan harga yang terakhir, dan nilai dasar adalah merupakan nilai yang dihitung berdasarkan harga perdana masing- masing saham. Salah satu tolok ukur untuk mengetahui perkembangan suatu bursa terletak pada perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan/composite Indeksnya .

Tabel 1.1. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek

  Indonesia (BEI) Periode 1999 – 2011 Tahun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

  Tahun Indeks Harga Saham Gabungan

  1999 676.91 2000 41632 2001 392.03 2002 424.94 2003 691.89 2004 1,000.23 2005 1,162.64 2006 1,805.52 2007 2,745.83 2008 1,355.41

  2009 2,534.36 2010 3703.51 2011 3821.99

  Sumber: Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, beberapa tahun

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan karena di dukung kondisi makro yang cukup stabil. Hal

  ini tidak terlepas dari pengaruh terbentuknya pemerintah baru yang legitimate dan diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik dan ekonomi yang lebih baik.

  Dalam tahun 1999, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 1,8% dibandingkan tahun 1998 sebesar -13,2% dengan tingkat inflasi menurun tajam menjadi sebesar 2,01% dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun sebelumnnya sebesar 77,6% sehingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 1999 mengalami kenaikan yaitu sebesar 676,91. Setelah mengalami peningkatan pada tahun 1999, pada tahun 2000 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali mengalami penurunan menjadi 416,32 poin dan pada tahun 2001 mengalami penurunan kembali menjadi 392,03 poin. Penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tersebut dipengaruhi baik oleh faktor ekonomi maupun non ekonomi. Faktor ekonomi terutama akibat melemahnya nilai tukar, dan melemahnya kinerja bursa regional. Sementara faktor non ekonomi yang mempengaruhi melemahnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terutama bersumber dari meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap stabilitas keamanan dan politik selama 2001, terjadinya tragedi World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat 11 September 2001 yang diikuti oleh aksi anti Amerika di sejumlah kota besar.

  Seiring dengan kenaikan inflasi yang bergerak pada kisaran yang lebih tinggi dan juga adanya kecenderungan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), maka dengan penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut akan mendorong pertumbuhan uang beredar, hal itu diikuti pula dengan melemahnya nilai tukar rupiah, maka harga barang juga akan mengalami kenaikan, karena belum bisa lepas dari inflasi dan juga krisis ekonomi yang masih terjadi. Namun untuk perkembangan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung mengalami kenaikan, karena adanya minat dari investor untuk menanamkan modalnya di bursa efek. Bila suku bunga cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan uangnya di bank. Sebaliknya, bila suku bunga sudah melemah, maka orang akan beralih ke lantai bursa.

  Dalam perekonomian suatu Negara itu biasanya dilihat dari kurs Negara itu sendiri terhadap kurs valas. Apabila kurs menguat, maka secara tidak langsung Indeks Harga Saham juga akan naik, tapi bila kurs itu melemah maka Indeks Harga Saham juga akan turun. Naik turunnya harga saham akan terjadi karena apresiasi rupiah terhadap mata uang asing menyebabkan naik turunnya permintaan saham di pasar modal oleh investor.

  Dampak merosotnya nilai tukar rupiah terhadap pasar modal memang dimungkinkan, mengingat sebagian besar perusahaan yang gopublic di BEI mempunyai hutang luar negeri dalam bentuk valuta asing. Di samping itu produk‐produk yang dihasilkan oleh perusahaan publik tersebut banyak menggunakan bahan yang memiliki kandungan impor tinggi. Merosotnya rupiah dimungkinkan menyebabkan jumlah hutang perusahaan dan biaya produksi menjadi bertambah besar jika dinilai dengan rupiah.

  Hubungan antara tingkat suku bunga dengan Indeks Harga Saham, apabila tingkat bunga tinggi maka pemilik modal memilih menabung di Bank. Harga saham sulit diprediksi karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar rupiah, harga emas, kondisi ekonomi nasional, kondisi politik, keamanan, kebijakan pemerintah, dan lain-lainnya.

  Pengaruh tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan harga emas rupiahakan menjadi perhatian bagi penulis didalam penelitian ini. Tingkat suku bunga dan sekuritas adalah dua faktor yang sering diperhatikan sebelum investor melakukan investasi, umumnya tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang negatif dengan harga sekuritas. Secara sederhana, jika suku bunga pasar meningkat, maka tingkat return yang disyaratkan investor atau suatu obligasi juga akan meningkat. Suku bunga merupakan besarnya imbalan yang harus dibayarkan atas penggunaan sejumlah uang berdasarkan perjanjian pinjam meminjam.

  Pemberi pinjaman menetapkan suatu tingkat bunga nominal yang menurunkan daya beli dari sejumlah uang yang dipinjamkan, sehingga tingkat bunga efektif atau riil memberikan hasil yang cukup kepada pemberi pinjaman atas penundaan konsumsi sekarang dan atas resiko kegagalan yang diakibatkan pemberian pinjaman.

  Kurs merupakan nilai tukar mata uang suatu negara dan dalam sistem perekonomian manapun sangat sulit untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar mata uang tersebut. Tetapi disisi lain penguatan nilai tukar mata uang suatu negara bisa menekan laju inflasi. Apabila harga-harga barang dan sektor jasa cenderung mengalami kenaikan maka disebut dengan inflasi. Oleh sebab itu untuk mencegah makin meningkatnya inflasi maka jumlah mata uang yang beredar harus sesuai dengan kebutuhan, sehingga kestabilan nilai tukar bisa dijaga (permintaan agregat).

  Menurut Setyorini dan Supriyadi dalam Thobarry (2009) perkembangan IHSG sebagaimana lazimnya lebih ditentukan oleh perkembangan tingkat bunga.

  Tetapi sejak ditetapkannya sistem kurs devisa bebas mengambang, pergerakan

  IHSG seakan mengikuti pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar atau sebaliknya pergerakan rupiah seakan mengikuti pergerakan IHSG. Hal ini memunculkan dugaan bahwa di antara keduanya terdapat hubungan yang sistematis.

  Hasil penelitian Pratikno (2009) selama periode bulan Januari 2004 sampai dengan bulan Februari 2009 menunjukkan bahwa secara serempak (simultan) variabel- variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α = 5% terhadap IHSG. Dari koefisien masing-masing variabel, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pengaruh variabel kurs, SBI dan inflasi sangat signifikan mempengaruhi IHSG.

  Selanjutnya penelitian Witjaksono (2010) menggunakan data bulanan dari tahun 2000-2009 untuk tiap variabel penelitian menunjukkan bahwa variabel Tingkat Suku Bunga SBI, dan Kurs Rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG. Sementara variable Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Indeks Nikkei 225 dan Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG.

  Penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih et al dalam Thobarry (2009) menunjukkan hasil bahwa nilai tukar rupiah terhadap US Dollar berpengaruh negatif terhadap saham. Hasil penelitian Nurdin dalam Thobarry (2009), mengemukakan hasil penelitian bahwa nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat tidak berpengaruh terhadap resiko investasi saham. Disisi lain, Utami dan Rahayu dalam Thobarry (2009) serta Suciwati dan Machfoedz dalam Thobarry (2009) hasilnya menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap UD dollar berpengaruh positif terhadap saham.

  Sementara itu, penelitian yang mengkaji hubungan antara suku bunga

  

(interest rate) dengan harga saham terdapat perbedaan hasil penelitian. Granger

  dalam Thobarry (2009) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham, tetapi Mok dalam Thobarry (2009) dengan menggunakan model analisis Arima tidak menemukan hubungan yang signifikan antara kedua variabel ini. Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap harga saham sebagaimana yang ditemukan Granger dalam Thobarry (2009) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara suku bunga terhadap harga saham. Suku bunga yang rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah karena suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat.

  Selanjutnya, penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan harga saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo dalam Thobarry (2003) menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut.

  Hasil penelitian untuk variabel emas dunia juga memberikan kesimpulan yang berlawanan. Penelitian yang dilakukan oleh Twite dalam Witjaksono (2010) menemukan hasil bahwa emas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi secara positif pergerakan indeks saham di Australia, sementara Smith dalam Witjaksono (2010) menunjukkan bahwa harga emas dunia mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pergerakan indeks harga saham di Amerika Serikat.

  Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang pengaruh tingkat suku bunga, harga minyak dunia, harga emas dunia, kurs rupiah, serta indeks cenderung tidak konsisten atau berbeda antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain. Dengan adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian ini, serta pengaruh ekonomi dunia yang memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia, maka penelitian ini mengambil judul “Analisis Faktor Eksternal Emiten dan Pengaruhnya terhadap IHSG di BEI”

  1.2.Perumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah Faktor Eksternal berupa inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga bank dan harga emas berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara parsial dan simultan?”.

  1.3.Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh faktor eksternal berupa inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga bank dan harga emas berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

1.4.Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berarti bagi daerah yang menjadi lokasi penelitian :

  1. Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisis pasar modal.

  2. Bagi Investor, sebagai bahan pertimbangan untuk memprediksi pasar modal dalam menetapkan investasi yang tepat sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan dan meminimalkan risiko atas investasi yang dilakukan.

  3. Bagi akademisi diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama pada bidang penelitian yang sejenis.

1.5.Originalitas Penelitian

  Penelitian ini berbentuk replikasi. Replikasi penelitian ini juga dilatarbelakangi belum ditemukannya keseragaman kesimpulan tentang Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Bank dan Harga Emas Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Replikasi penelitian ini dilakukan terhadap referensi hasil jurnal dan tesis terdahulu, seperti hasil jurnal penelitian Raharjo (2010) dalam studi mengenai Pengaruh Inflasi, Nilai Kurs Rupiah dan Tingkat Suku Bunga terhadap Harga Saham di Bursa Efek Indonesia, Tesis penelitian Witjaksono (2010) dalam studi mengenai Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009) dan Tesis penelitian Pratikno (2009) dalam studi mengenai Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI dan Indeks Dow