Analisis Pasar Keuangan Global Dan Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia

(1)

ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS

Oleh

R U S I A D I

087018017/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA


(2)

ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN

DI BURSA EFEK INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

R U S I A D I

087018017/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

Nama Mahasiswa : Rusiadi Nomor Pokok : 087018017

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Jonni Manurung, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 25 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS

Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec 2. Dr. Murni Daulay, M.Si

3. Kasyful Mahalli, SE, M.Si 4. Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si


(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kontribusi masing-masing variabel terhadap perubahan variabel lainnya yaitu SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pengumpulan data diperoleh dari data skunder yaitu data SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones dan IHSG bulan Januari 2004 sampai dengan Oktober 2008 (58 observasi). Penentuan jumlah observasi didasarkan atas stabilitas lag struktur dalam model penelitian. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Vector Autoregression (VAR), Impulse Response Function (IRF) dan Varian Decomposition (VD) yang sebelumnya diuji menggunakan uji Unit Roots Test, uji Causalitas Granger dan uji Kointegrasi Johansen.

Hasil analisa data diketahui hasil uji Vector Autoregression menunjukkan variabel yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi selain inflasi itu sendiri adalah kurs. Variabel yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap indeks Dow Jones adalah SBI. Variabel yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap Hang Seng adalah indeks Dow Jones. Variabel lain yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap IHSG adalah indeks Dow Jones t-1. Hasil Impulse

response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada pada

periode ke 40 atau jangka menengah dan stabilitas kedua pada periode 85 atau jangka panjang. Hasil variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance variable itu sendiri. Sedangkan dalam jangka panjang terjadi perubahan pengaruh error variance yang semakin menurun terhadap variabel itu sendiri dan digeser oleh variabel lainnya.

Spesifikasi model yang terbentuk dengan menggunakan Roots of Characteristic

Polynomial dan Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial diperoleh hasil stabil,

hal ini dapat ditunjukkan bahwa hampir semua unit roots berada dalam lingkaran gambar Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial.


(6)

ABSTRACT

The aim of this reserch is to analiyze contribuse of every variable for the changed others variable, they are SBI, Exchang rate, Inflation, Indeks Hangseng, Indeks Dow Jones and the Share Price Indeks (IHSG).

The file bringing together get from of secudare file they are SBI, Exchang rate, Inflation, Hang Seng Indeks, Dow Jones Indeks and IHSG in January 2004 until in October 2008 (58 Observation). The Quanty of observation is based on stracture stabilities style. The style used in this observation are econometrica style and Vector Auteregression Method (VAR), Impulse Response Function (IRF) and Varian Decomposition (VD) it beforetest with unit Roots Test, Causalitas Granger Test and Kointegrasi Johansen test.

The analyse result know the Vector Autoregression test to show the variable has the bigger contribute for inflation for Hang Seng is Dow Jones Indeks. The other variable has many contribute for IHSG is Dow Jones Indeks t-1, the result impulse response function known that the the first stabilitas of all variable in at 40 period or middle period, and the second stabilities at 85 or long period. The result of variance decomposition, both, all of variable in the first period influenced by variance error can be decrease for is one variable with others.

The style specification curved with Roots of Characteristic Polynominal and Inverse Roots of AR. Characteristic Polynominal gets a good result, it is can show that almost all this unit Roots there in the picture inverse Roots of AR Characteristic Polynominal.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Analisis Pasar Keuangan Global dan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia” sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Pembimbing I, dan Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara angkatan 14 yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.


(8)

5. Kedua orang tuaku Ayahanda alm Gimun dan Ibunda Rawen, Istriku Ade Novalina, serta seluruh keluarga besarku yang ada di Batang Serangan dan di Kisaran yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna. Akhirnya penulis memohon agar Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, September 2009 Penulis,

R U S I A D I NIM. 087018017


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Rusiadi

Tempat dan Tanggal Lahir : Titi Belanga, Langkat, 04 Juni 1975 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Status : Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Gimun

Ibu : Rawen

Alamat Rumah : Jl. Pembangunan III No. 45 C Medan

Pendidikan

1. Tahun 1983-1989 : SDN No. 050695 Batang Serangan 2. Tahun 1989-1992 : SMP Swadaya Batang Serangan 3. Tahun 1992-1995 : SMU Persada Padang Tualang

4. Tahun 1995-2000 : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (IESP) 5. Tahun 2008-2009 : Sekolah Pascasarjana Program Studi Ekonomi


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pasar Keuangan ... 9

2.1.1. Pasar Modal... 9

2.1.2. Konsep Saham... 12

2.1.3. Jenis-jenis Saham dan Return Saham ... 13

2.1.4. Indeks Harga Saham Gabungan ... 15

2.1.5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ... 17

2.1.6. Nilai Tukar Mata Uang ... 18

2.2. Inflasi ... 21

2.3. Arbitrage Pricing Theory (APT) Multifaktor ... 23

2.4. Integrasi Pasar dan Keuangan Global ... 27


(11)

2.7. Kerangka Pemikiran ... 37

2.8. Hipotesis... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 39

3.3. Uji Asumsi………. 40

3.3.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit . ... 40

3.3.2. Uji Kointegrasi ... 43

3.3.3. Uji Kausalitas Granger... 46

3.4. Model Analisis... ... 49

3.4.1. Vector Autoregression (VAR) ... 49

3.4.2. Impulse Response Function (IRF)... 50

3.4.3. Forecast Error Variance Desomposition (FEVD)... 51

3.5. Definisi Operasional ………. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1. Perkembangan Indikator Ekonomi... 54

4.2. Deskripsi Variabel Penelitian... 58

4.2.1. Perkembangan SBI Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008... 59

4.2.2. Nilai Tukar Mata Uang Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008... 60

4.2.3. Inflasi Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008………... 61

4.2.4. Indeks Dow Jones Periode Januari 2004 Sampai Oktober 2008. 62 4.2.5. Perkembangan Indeks Hang Seng ... 63

4.2.6. Perkembangan IHSG ... 64

4.3. Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi ... 65

4.4. Uji Kausalitas Granger………. 72

4.4.1. Granger Causality Test ……….. 72


(12)

4.5. Vector Autoregression ……….. 76

4.6. Impulse Response Function (IRF) ……… 81

4.6.1. Response Function KURS... 81

4.6.2. Response Function Inflasi ……….…………. 85

4.6.3. Response Function Indeks Dow Jones ………... 87

4.6.4. Response Function Indeks Hang Seng... 91

4.6.5. Response Function IHSG... 94

4.7. Variance Decomposition ... 96

4.7.1. Variance Decomposition KURS ………... 97

4.7.2. Variance Decomposition Inflasi ... 98

4.7.3. Variance Decomposition Indeks Dow Jones ... 99

4.7.4. Variance Decomposition Indeks Hang Seng ……….. 100

4.7.5. Variance Decomposition IHSG………...………...…... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

5.1. Kesimpulan ... 103

5.2. Saran-saran... 105


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Hasil Pengujian Akar-akar Unit dengan Level... 66

4.2. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada SBI... 67

4.3. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada SBI... 67

4.4. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada KURS. ... 68

4.5. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada INFLASI. ... 69

4.6. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada Dow Jones. ... 69

4.7. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada Hang Seng ... 70

4.8. Unit Root Test dan Derajat Integrasi dengan ADF Test pada IHSG. ... 71

4.9. Granger Causality Tests ... 72

4.10. Uji Kointegrasi Johansen ... 75

4.11. Hasil Estimasi VAR dengan Dasar Lag 1 ... 77

4.12. Impulse Response Function KURS ... 82

4.13. Impulse Response Function Inflasi ... 86

4.14. Impulse Response Function Dow Jones (DJ) ... 89

4.15. Impulse Response Function Hang Seng ... 92

4.16. Impulse Response Function IHSG ... 95

4.17. Varian Decomposition Kurs ... 97

4.18. Varian Decomposition Inflasi ... 98


(14)

4.20. Varian Decomposition Indeks Hang Seng ... 100 4.21. Varian Decomposition IHSG ... 101


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Pergerakan Indeks Hang Seng dan Dow Jones Januari 2007

s/d Maret 2009... 2

1.2. Pergerakan IHSG Januari 2007 s/d Maret 2009... 3

1.3. Perkembangan Kurs Rupiah Januari 2007 s/d Maret 2009... 5

1.4. Perkembangan Inflasi dan SBI Januari 2007 s/d Maret 2009 ... 5

2.1. Kerangka Pemikiran... 37

4.1. Perkembangan SBI Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 59

4.2. Perkembangan Kurs Januari 2004 s/d Oktober 2008... 60

4.3. Perkembangan Inflasi Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 61

4.4. Perkembangan Dow Jones Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 62

4.5. Perkembangan Indeks Hang Seng Januari 2004 s/d Oktober 2008 63 4.6. Perkembangan IHSG Januari 2004 s/d Oktober 2008 ... 64

4.7. Stabilitas Struktur Model ... 80

4.8. Respon Variabel Kurs pada Perubahan Variabel Lain ... 84

4.9. Respon Variabel Inflasi pada Perubahan Variabel lain ... 87

4.10. Respon Variabel Dow Jones pada Perubahan Variabel Lain... 90

4.11. Respon Variabel Hang Seng pada Perubahan Variabel Lain... 93


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Data Pendukung Variabel... 110

2. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 112

3. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 113

4. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 114

5. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 115

6. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 116

7. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada Level ... 117

8. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 118

9. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 119

10. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 120

11. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 121

12. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 122

13. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 1st Difference ... 123

14. Uji Stasioneritas dengan Unit Root Test pada: 2nd Difference... 124

15. Uji Kausalitas ... 125

16. Hasil Uji Kointegrasi Johansen... 127

17. Hasil Analisa VAR dengan Lag 1... 128

18. Impulse Response Function Grafik Tunggal... 129

19. Varian Decomposition Grafik ... 130

20. Stabilitas Struktur... 131


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Investasi dalam aktiva keuangan dapat berupa investasi langsung maupun investasi tidak langsung. Investasi aktiva langsung dapat dilakukan dengan pembelian langsung aktiva keuangan suatu perusahaan. Sedangkan investasi tidak langsung dilakukan dengan membeli saham (surat-surat berharga) dari perusahaan investasi yang diperdagangkan di pasar modal. Untuk menganalisis dan menilai harga saham dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi ekonomi atau kondisi pasar yang terdiri dari variabel makroekonomi maupun kondisi spesifik perusahaan. Kondisi makro ekonomi terdiri atas tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia, Produk Domestik Bruto, tingkat inflasi, jumlah uang beredar dan kurs mata uang rupiah sedangkan kondisi spesifik perusahaan berkaitan dengan beberapa rasio keuangan perusahaan yang mencerminkan likuiditas perusahaan untuk jangka pendek dan jangka panjang. Investasi dapat dipengaruhi oleh kondisi finansial global yang akhir-akhir ini sedang mengalami kelesuhan. Kondisi keuangan global yang terus menekan ekonomi juga akan mempengaruhi di pasar saham.

Masalah krisis finansial global, hingga saat ini belum ada titik terang yang dapat menenangkan pelaku ekonomi dunia. Runtuhnya sektor keuangan AS membawa dampak langsung dari keruntuhan sistem keuangan AS tersebut. Dampak jangka pendek yang sudah dirasakan adalah jatuhnya harga saham dan melemahnya


(18)

nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus tertekan belakangan (Bambang Brodjonegoro, 2008). Menurut Chatib Basri (Tempo, 2008) dampak krisis finansial yang bermula di AS mungkin agak lebih lambat dan kecil pengaruhnya pada ekonomi Indonesia, karena adanya integrasi jaringan produksi (production network) di mana negara-negara di Asia Tenggara banyak mengekspor bahan mentah dan barang antara ke pusat-pusat jaringan produksi seperti Cina, Korea dan Jepang. Walaupun demikian, karena konsumen akhir dari barang jadi itu juga negara-negara maju, cepat atau lambat Indonesia akan terkena dampak juga.

Krisis subprime mortgage pada medio 2007 yang terjadi di AS telah memicu krisis ekonomi global. Sejalan dengan kejatuhan Dow Jones harga saham-saham di Asia seperti Hang Seng Hongkong dan IHSG juga berguguran. IHSG yang pada awal 2008 memasuki masa keemasan pada level 2.830, akibat kepanikan investor, IHSG juga terjerembab ke level 1.174 pada 30 Oktober 2008 atau telah terkoreksi 59%.

2 3 9 8 4 2 7 1 4 2

3 1 3 5 2 2 7 8 1 2

2 2 8 4 9 2 4 5 3 3

2 2 7 3 1 2 1 2 6 1

1 8 0 1 6

1434 1285 1332 1255 1241 1256 1832 2165 2304 2349 2444 2304 2447 2721 2627 2745 2688 2643 2359 2194 2348 2139 2084 1999 1830 1740 1757 2 0 1 0 6

1 9 6 5 1

1 3 5 7 6 1 2 8 1 1 1 3 2 7 8 1 4 3 8 7 1 3 8 8 8 1 3 9 6 8 2 2 1 0 2

2 5 7 5 5 2 4 3 3 1 2 3 4 5 5 2 8 6 4 3

2 3 1 8 4 2 1 7 7 2 2 0 6 3 4 2 0 3 1 8 1 9 8 0 0

1 2 2 6 8 1 2 6 2 1 1 2 3 5 4

1 3 0 6 2 1 3 6 2 7

1 3 4 0 8 1 3 2 1 1

1 3 3 5 7 1 3 8 9 5

1 3 9 3 0 1 3 3 7 1

1 3 2 6 4 1 2 6 5 0 1 2 2 6 61 2 2 6 2 1 2 8 2 0

1 2 6 3 8 1 1 3 5 0 1 1 3 7 8

1 1 5 4 3 1 0 8 5 0

9 3 2 5 8 8 2 9 8 7 7 6 8 0 0 0

7 0 6 27 6 0 8

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000

Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07S ep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 A pr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 A ug-08Sep-08 Oct-08 Nov-08Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09

Sumber: Data diolah dari

Gambar 1.1. Pergerakan Indeks Hang Seng dan Dow Jones Januari 2007 s/d Maret 2009

Sebelum krisis global

Setelah krisis global

Hang Seng


(19)

Pada Gambar 1.1 diketahui pola pergerakan antara Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones dan IHSG. Pola pergerakan ketiga indeks saham tersebut menggambarkan adanya integrasi pasar keuangan global.

2139 2348 2194 2359 2721 2165 1832 1757 1740 1830 1999 2084 2643 2688 2745 2627 2447 2304 2444 2304 2349 1434 1285 1332 1255 1241 1256 0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Jan - 0 7 Feb- 0 7M ar - 0 7 A pr - 0 7M ay- 0 7 Jun - 0 7 Jul- 0 7 Aug- 0 7 S ep- 0 7 Oct - 0 7 Nov- 0 7 Dec- 0 7 Jan - 0 8 Feb- 0 8M ar - 0 8 A pr - 0 8M ay- 0 8 Jun - 0 8 Jul- 0 8 Aug- 0 8 Sep- 0 8Oct - 0 8 Nov- 0 8 Dec- 0 8 Jan - 0 9Feb- 0 9 M ar - 0 9

Sumber: Data diolah dari

Gambar 1.2. Pergerakan IHSG Januari 2007 s/d Maret 2009

Berdasarkan Gambar 1.1 dan 1.2 terlihat gambaran yang mengarah pada integrasi pergerakan indeks Hang Seng Hongkong, Indeks Dow Jones Amerika Serikat dan IHSG Indonesia. Adanya integrasi pasar keuangan global menggambarkan interaksi yang hampir sama diperlihatkan terhadap reaksi antara satu komoditas saham dengan komoditas saham lainnya tanpa memandang batas negara dan waktu. Reaksi kejatuhan indeks Dow Jones Amerika mulai Desember 2007 pada bulan Oktober 2007 dari 13930 point menjadi 13.371 point pada Januari 2008 dan terus bergerak turun menjadi 7.608 poin pada Maret 2009 atau turun sebesar 43%. Pola penurunan Indeks Dow Jones juga diikuti oleh jatuhnya indeks Hang Seng dan IHSG, di mana Indeks Hang Seng pada Oktober merupakan puncak tertinggi dengan

K ri si s m el anda Indone si a IHSG


(20)

31.352 point kemudian anjlok ke terus sampai mencapai level 13.576 poin pada bulan Maret 2009 atau turun sebesar 57%. Sedangkan IHSG dari 2.745 poin pada Desember 2007 juga menurun menjadi 1.434 poin atau menurun sebesar 48%.

IHSG sempat mencapai titik terendahnya di level 1.111,4 pada tanggal 28 Oktober 2008. Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah apakah titik tersebut merupakan bottom dari bear market yang sedang terjadi sekarang ini? Tidak ada yang tahu hal ini dengan pasti (Aldo Perkasa, 2008).

Pelemahan IHSG tersebut terutama disebabkan oleh gejolak eksternal yang bersumber dari permasalahan di bursa global. Dari sisi domestik, penurunan IHSG masih relatif tertahan dengan terjaganya faktor fundamental emiten dan efektifnya peran komunikasi Bank Indonesia dalam meyakinkan pasar. Sejalan dengan perkembangan risiko global yang cenderung meningkat, penurunan IHSG juga merupakan dampak dari penyesuaian portofolio investor asing. Beberapa bursa global bahkan mengalami pelemahan cukup signifikan sebagai dampak pengalihan dana investor asing dari negara emerging markets. Hal itu dilakukan untuk mengurangi

eksposure aset berisiko dan kecenderungan ketatnya likuiditas global. Dalam bursa

domestik, perilaku penyesuaian portofolio tersebut tercermin pada tekanan jual asing yang berlangsung hingga pekan pertama Agustus 2008. Namun, pada pekan kedua, investor asing kembali membukukan net beli di pasar saham sebagai reaksi kondisi pasar saham yang relatif undervalued. Pelemahan IHSG justru menjadi insentif bagi investor asing untuk membukukan net beli di pasar saham. Kondisi lesuhnya IHSG direspon oleh nilai tukar rupiah dan SBI yang terus menurun serta inflasi yang


(21)

meningkat selama krisis berlangsung yaitu Desember 2007 yang terlihat pada Gambar 1.3 dan 1.4.

12523 12200 11450 12625 11300 10055 9663 9581 9715 9810 9736 9699 9607 9723 9826 9859 9578 9601 9888 9739 9519 9279 9583 9610 9630 9580 9600 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09

Sumber: Bank Indonesia, data diolah, 2009

Gambar 1.3. Perkembangan Kurs Rupiah Januari 2007 s/d Maret 2009

Dari Gambar 1.3 diketahui turunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dari 9.859 per US dollar pada Desember 2007 menjadi 12.626 pada Desember 2008. Penurunan nilai tukar rupiah sebagai imbas pasar keuangan global yang mengalami krisis sehingga mempengaruhi variabel makro ekonomi seperti inflasi dan tingkat SBI.

11.85 12. 14 11. 77 11.68 11. 06 9. 17 8. 6 8.31 11. 03 11.9 10. 38 8. 96 8.17 7. 36 6.59 6.71 6.88 6.01 6. 29 6. 52 6.3 6.25

5.776. 06 6.516.95

7. 4 8. 257.75

8. 75 9. 25 9. 5 9.5 9. 25 9 8.75 8. 5 8.25 8 8 8 8 8 8.25 8.25 8. 25 8. 25 8. 25 8. 5 9.5

9.25 9 9 8.75

0 2 4 6 8 10 12 14

Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 May-07 Jun-07 Jul-07 Aug-07 Sep-07 Oct-07 Nov-07 Dec-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 May-08 Jun-08 Jul-08 Aug-08 Sep-08 Oct-08 Nov-08 Dec-08 Jan-09 Feb-09 Mar-09

Sumber: Bank Indonesia, data diolah, 2009

Gambar 1.4. Perkembangan Inflasi dan SBI Januari 2007 s/d Maret 2009

SBI


(22)

Pada Gambar 1.4 diketahui seiring dengan kenaikan inflasi yang merangkak pada kisaran yang lebih tinggi dan juga adanya kecenderungan Bank Indonesia untuk menurunkan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada Desember 2007, maka dengan penurunan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tersebut akan mendorong pertumbuhan uang beredar, hal itu diikuti pula dengan melemahnya nilai tukar rupiah, maka harga barang juga akan mengalami kenaikan, karena belum bisa lepas dari inflasi dan juga krisis ekonomi yang masih terjadi.

Bila suku bunga SBI cukup tinggi (lebih tinggi dari capital gain dan deviden

per tahun yang bisa diperoleh dari lantai bursa) orang akan memilih menyimpan uangnya di bank dan IHSG turun. Sebaliknya, bila suku bunga sudah melemah, maka orang akan beralih ke lantai bursa (Yunus Yuniarta, 2008).

Faktor domestik yang mempengaruhi IHSG berupa faktor fundamental yaitu inflasi, pendapatan nasional, jumlah uang yang beredar, suku bunga, maupun nilai tukar rupiah. Berbagai faktor fundamental tersebut dianggap dapat berpengaruh terhadap ekspektasi investor yang akhirnya berpengaruh pada pergerakan indeks (Pasaribu, Tobing, Manurung, 2008). Kemudian faktor makro yang mempengaruhi kinerja saham perusahaan yaitu tingkat bunga, inflasi, kurs valuta asing, kondisi ekonomi global, dan peredaran uang Samsul (2006).

Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa tertarik untuk membahas dan membuat suatu tulisan dalam bentuk karya ilmiah dengan judul: “ANALISIS PASAR KEUANGAN GLOBAL DAN INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA”.


(23)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan utama yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah apakah krisis ekonomi global berdampak pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut adalah dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan?

2. Apakah SBI, Kurs, Inflasi, Harga Saham Gabungan, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Indeks Hang Seng?

3. Apakah SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Harga Saham Gabungan berkontribusi terhadap perubahan Indeks Dow Jones?

4. Apakah Indeks Harga Saham Gabungan, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan SBI?

5. Apakah SBI, Indeks Harga Saham Gabungan, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Kurs?

6. Apakah SBI, kurs, Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Inflasi?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis kontribusi SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan?


(24)

2. Menganalisis kontribusi SBI, Kurs, Inflasi, Harga Saham Gabungan, Indeks Dow Jones terhadap perubahan Indeks Hang Seng?

3. Menganalisis kontribusi SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Harga Saham Gabungan terhadap perubahan Indeks Dow Jones?

4. Menganalisis kontribusi Indeks Harga Saham Gabungan, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan SBI?

5. Menganalisis kontribusi SBI, Indeks Harga Saham Gabungan, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan Kurs?

6. Menganalisis kontribusi SBI, kurs, Indeks Harga Saham Gabungan, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones terhadap perubahan Inflasi?

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi masyarakat khususnya para investor untuk mengetahui reaksi pasar modal Indonesia terhadap krisis pasar keuangan global yang melanda negara lain.

2. Sebagai masukan bagi pemerintah, pengamat dan pelaku pasar modal dalam menambah wawasan serta bahan penelitian lebih lanjut mengenai reaksi pasar modal Indonesia terhadap peristiwa (event) baik yang bersifat teknis maupun politis.


(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pasar Keuangan 2.1.1. Pasar Modal

Secara umum pasar modal (capital market) didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang atau modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah, maupun yang diterbitkan oleh pihak swasta. Pada pasar modal instrumen-instrumen keuangan yang diperjual belikan seperti saham, obligasi, waran,

right, obligasi konvertible, dan berbagai produk turunan (derivatif) seperti opsi (putt

atau call).

Pengertian pasar modal yang lebih spesifik lagi dapat kita lihat melalui Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995 di mana pasar modal didefinisikan “kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek”.

Ada tiga pengertian khusus mengenai pasar modal, seperti yang diungkapkan oleh Wai dan Patrik (Permata Sari, 2001) yaitu;


(26)

a. Definisi luas. Pasar modal adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisir, termasuk bank-bank komersil dan semua perantara di bidang keuangan, serta surat-surat berharga jangka pendek, primer dan tidak langsung.

b. Definisi menengah. Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan lembaga-lembaga keuangan yang memperdagangkan warkat-warkat kredit (biasanya berjangka waktu lebih dari 1 tahun) termasuk saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotek, dan tabungan, serta deposito berjangka.

c. Definisi sempit. Pasar modal adalah pasar terorganisir yang memperdagangkan saham-saham, obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner, dan

underwriter.

Pasar modal memiliki peranan besar bagi perekonomian suatu negara, karena pasar modal menjalankan dua fungsi sekaligus, fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena pasar menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan, yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (issuer). Dengan adanya pasar modal maka pihak yang memiliki kelebihan dana dapat menginvestasikan dana tersebut dengan harapan memperoleh imbalan (return) sedangkan pihak issuer (dalam hal ini perusahaan) dapat memanfaatkan dana tersebut untuk keperluan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, karena pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan untuk memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih.


(27)

Dengan adanya pasar modal diharapkan aktivitas perekonomian menjadi meningkat karena pasar modal merupakan alternatif sumber pendanaan bagi perusahaan-perusahaan, sehingga perusahaan dapat beroperasi dengan skala yang lebih besar dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahaan.

Disisi lain pasar modal itu sendiri keberadaannya memiliki manfaat bagi investor, masyarakat luas dan bagi perusahaan itu sendiri (Tjiptono dan Fakhruddin, 2001) antara lain yaitu:

1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi sumber dana secara optimal.

2. Memberikan wahana investasi bagi investor sekaligus memungkinkan upaya diversifikasi.

3. Menyediakan leading indicator bagi trend ekonomi suatu negara.

4. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.

5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim usaha yang sehat.

6. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.

7. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai prospek.

8. Alternatif investasi yang memberikan keuntungan dengan resiko yang dapat diperhintungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.

9. Memberikan iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses terhadap kontrol sosial.


(28)

10.Pengelolaan perusahaan dengan iklim keterbukaan, mendorong pemanfaatan manajemen profesional.

11.Sunber pembiayaan jangka panjang bagi emiten.

Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pasar modal itu perlu ada (Robert Angg, 1997) karena:

1. Dibutuhkan basis pendanaan jangka panjang untuk melaksanakan berbagai proyek pembangunan.

2. Secara makro ekonomi pasar modal merupakan sarana pemerataan pendapatan.

3. Berfungsi sebagai motivator untuk meningkatkan kualitas output perusahaan. 4. Sebagai alternatif bagi investor.

Seperti halnya pasar pada umumnya, pasar modal merupakan tempat bertemunya antara pembeli dan penjual dengan resiko untung dan rugi. Secara formal pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan atau sekuritas jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang atau modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah atau perusahaan swasta (Suad Husnan, 2002).

2.1.2. Konsep Saham

Saham adalah sertifikat yang menunjukkan bukti kepemilikan suatu perusahaan, dan pemegang saham memiliki hak klaim atas penghasilan dan aktiva perusahaan. Menurut Arthur (2001): “Saham adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai


(29)

aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagaian pendapatan tetap/deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan”.

2.1.3. Jenis-jenis Saham dan Return Saham

Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak untuk menerima sebagian pendapatan tetap/deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan. Orang yang memiliki saham suatu perusahaan memiliki hak untuk ambil bagian dalam mengelola perusahaan sesuai dengan hak suara yang dimilikinya berdasarkan besar kecil saham yang dipunyai. Semakin banyak persentase saham yang dimiliki maka semakin besar hak suara yang dimiliki untuk mengontrol operasional perusahaan (Arthur, 2001).

Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan perusahaan sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser (Arthur, 2001).

Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi (Jogiyanto, 2000).

Return dapat berupa return realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi (realized return) merupakan return yang telah terjadi. Return


(30)

realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja perusahaan. Return historis ini juga dapat digunakan sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan resiko dimasa yang akan datang.

Dengan mengabaikan adanya dividen, return saham menurut Jogiyanto (2003) adalah:

t t tH t

P

P

P

R

=

(2.1.1)

)

1

(

t t t

tH

P

R

R

=

+

(2.1.2)

Di mana:

Rt = return saham periode t Pt = harga saham pada periode t Pt-1 = harga saham pada periode t-1

Dalam melakukan pengukuran return realisasi banyak yang menggunakan berbagai macam cara atau model pengukuran seperti return total (total retruns), relatif return (return relative), kumulatif return (return cumulative) dan return

disesuaikan (adjusted return). Sedangkan rata-rata dari return dapat dihitung berdasarkan rata-rata aritmatik (arithmetic mean) atau rata-rata geometric (geometric mean).

Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. Perhitungan return ekspektasi dengan model pasar dilakukan


(31)

dengan dua tahap yaitu: (1) dengan membentuk model ekspektasi data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan model ekspektasi ini untuk mengestimasi return ekspektasi di periode jendela.

2.1.4. Indeks Harga Saham Gabungan

Menurut Anoraga dan Pakarti (2008) Indeks Harga Saham Gabungan merupakan perbandingan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Indeks harga merupakan suatu angka yang digunakan untuk membandingkan peristiwa dengan peristiwa lainnya. Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi yaitu: (1) sebagai indikator trend pasar, (2) sebagai indikator tingkat keuntungan, (3) sebagai tolok ukur (banchmark) kinerja suatu portofolio, (4) memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif, (5) memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Umumnya semua indeks harga saham gabungan (composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk di BEJ. Menurut Anoraga dan Pakarti (2008). Di BEJ terdapat beberpa jenis indeks, antara lain:

1. Indeks individual, menggunakan indeks harga masing-masing saham terhadap harga dasarnya.

2. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu:

100 arg

arg

x dasar a h

pasar a h


(32)

Indeks harga saham sektoral, menggunakan semua saham yang termasuk dalam masing-masing sektor.

1. Perhitungan harga dasar masing-masing sektor didasarkan pada kurs/harga akhir setiap saham tanggal 28 Desember 1995.

2. Indeks ini mulai diberlakukan tanggal 2 Januari 1996. 3. BEJ indeks sektoral terbagi atas 9 sektor.

4. Sektor-sektor primer (ekstraktif): pertanian, dan pertambangan.

5. Sektor-sektor sekunder (industri manufaktur): industri dasar dan kimia; aneka industri dan industri barang konsumsi.

6. Sektor-sektor tersier (jasa): property dan real estate; transportasi dan infrastruktur; keuangan; perdagangan, jasa dan investasi.

Indeks LQ 45, menggunakan 45 saham yang terpilih berdasarkan likuiditas perdagangan saham dan disesuaikan setiap enam bulan (setiap awal bulan Februari dan Agustus). Dengan demikian saham yang terdapat dalam indeks tersebut akan selalu berubah. Indeks harga saham gabungan atau ISHG (composite share price

index), menggunakan semua saham yang tercatat sebagai komponen penghitungan

indeks. Tanggal 10 Agustus 1982 ditetapkan sebagai hari dasar (nilai indeks = 100).

100 arg

arg

x perdana a

h x tercatat saham

jumlah dasar

nilai

terakhir a

h x tercatat saham

jumlah pasar

nilai IHSG

==

= (2.3)

Anoraga dan Pakarti (2008: 104), secara umum beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seorang pemodal sebelum berinvestasi di pasar modal, antara lain:


(33)

1. Pertimbangkan tingkat keuntungan dan tingkat risiko yang dapat ditanggung. Untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar, pemodal harus siap menanggung risiko yang besar juga, dan sebaliknya.

2. Ketahui jangka waktu investasi (time horizon). Jangka waktu investasi akan menentukan perilaku investor dalam aktivitas investasinya. Pada umumnya orang yang berinvestasi jangka panjang dapat menanggung risiko yang lebih besar, tetapi tingkat keuntungan rata-ratanya stabil untuk jangka panjang. Bila berinvestasi untuk jangka pendek risikonya akan lebih kecil.

2.1.5. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia

Menurut Noprin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (Suhedi, 2000).

Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Suku Bunga Nominal. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar. (2) Suku Bunga Riil. Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.


(34)

Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia Pohan, 2008: 53).

Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi di mana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.

2.1.6. Nilai Tukar Mata Uang

Nilai tukar rupiah atau disebut juga kurs rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara di mana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008).

Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nlai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai riil

(real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan

jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Mankiw, 2006). Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan


(35)

pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 1995).

Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008).

Menurut Sukirno (2002) besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata mata uang terhadap mata uang negara lain. Apabila kondisi ekonomi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, di mana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lain.


(36)

Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank central terhadap pasar uang jika diperlukan. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank central pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dollar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dollar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dollar untuk 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dollar akan membayar 120 yen untuk setiap dollar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2003).

Kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat di mana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai Tukar

(exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata

uang negara lain. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri


(37)

dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:

*

P P S

Q = (2.4)

Di mana Q dalah nilai tukar riil, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestik dan P* adalah tingkat harga di luar negeri.

Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003).

2.2. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus-menerus Sukirno (2002). Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain (Boediono, 2000). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama.

Inflasi merupakan kenaikan harga secara terus-menerus dan kenaikan harga yang terajadi pada seluruh kelompok barang dan jasa Pohan (2008: 158). Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus-menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan


(38)

harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi (Nopirin, 2000: 25). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi.

Dari kutipan di atas diketahui bahwa inflasi adalah keadaan di mana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan. Inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus-menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi.

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity

effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional

masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 2000).

1. Efek terhadap Pendapatan (Equity Effect) Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang di mana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat


(39)

menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

2. Efek terhadap Efisiensi (Efficiency Effects). Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

3. Efek terhadap Output (Output Effects). Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.


(40)

2.3. Arbitrage Pricing Theory (APT) Multifaktor

Ross (1976) merumuskan model keseimbangan yang disebut Arbitrage

Pricing Theory (APT), yang menyatakan bahwa dua kesempatan investasi yang

mempunyai sifat yang identik sama tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Dalam hal ini hukum yang dianut oleh APT adalah hukum satu harga (the law of one

price). Suatu aktiva yang memiliki karakteristik sama (identik sama) jika dijual

dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan

arbitrage dengan membeli aktiva yang berharga murah dan pada saat yang sama

menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa risiko (Husnan, 2000).

Dalam perekonomian suatu negara terdapat empat pasar yang telah dikenal yaitu: pasar modal, pasar uang, pasar valuta asing maupun pasar barang. Dari keempat pasar tersebut yang saling terkait erat serta yang mencerminkan hukum satu harga (the law of one price) umumnya tiga pasar yaitu: pasar modal, pasar uang, dan pasar valuta asing. Ketiga pasar mempunyai keseimbangan dan identik sama sehingga tidak dapat dijual dengan harga yang berbeda. Jika tidak terjadi keseimbangan dari pasar-pasar tersebut, maka akan terjadi proses arbitrage dari pasar yang satu ke pasar yang lain sebagaimana diuraikan di atas.

Terkait dengan pasar modal, model APT dinyatakan bahwa tingkat keuntungan dari saham yang diperdagangkan di pasar modal terdiri dari dua komponen, yaitu: tingkat keuntungan normal atau tingkat keuntungan yang diharapkan dan tingkat keuntungan yang tidak pasti atau berisiko (Husnan, 2000).


(41)

Tingkat keuntungan yang diharapkan merupakan bagian dari tingkat keuntungan sesungguhnya yang diharapkan oleh investor. Tingkat keuntungan ini sangat dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki oleh investor. Sedangkan tingkat keuntungan yang tidak pasti atau ke bagian tingkat keuntungan yang bersumber dari informasi yang bersifat tidak diharapkan. Investor dalam menjalankan aktivitasnya menghadapi dua macam risiko, yaitu: risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Kedua risiko tersebut mempengaruhi tingkat keuntungan yang diharapkan investor. Risiko tidak sistematis dari satu perusahaan tidak berkorelasi dengan perusahaan lainnya. Sebaliknya, risiko sistematis akan berkorelasi terhadap setiap perusahaan (saham). Hal ini disebabkan karena faktor-faktor yang mempengaruhi risiko sistematis adalah sama, misalnya: tingkat inflasi, tingkat bunga dan variabel-variabel lainnya atau sering disebut dengan variabel makroekonomi. Oleh karena itu perubahan variabel makroekonomi akan berdampak pada seluruh perusahaan (saham). Namun demikian perlu diperhatikan bahwa kemungkinan terdapat perbedaan besar kecilnya perubahan variabel makroekonomi terhadap harga saham.

Model faktor mendasarkan diri pada anggapan bahwa adanya hubungan linear antara harga suatu saham dengan harga seluruh saham yang ada di bursa yang diwakili oleh indeks pasar. Atas dasar anggapan itu, maka tingkat keuntungan suatu saham akan berkorelasi dengan perubahan harga pasar (Sharpe, Alexander, Bailey, 1999). Sebagai proses penghasil imbalan, model faktor berusaha untuk mencakup kekuatan-kekuatan perekonomian utama yang secara sistematis menggerakkan atau mempengaruhi harga semua saham. Secara implisit, dalam susunan model faktor


(42)

terdapat asumsi bahwa imbalan antara dua saham akan berkorelasi, yaitu bergerak bersama-hanya melalui reaksi yang sama terhadap satu atau lebih faktor yang ditentukan oleh model. Model faktor dapat memberikan informasi yang diperlukan untuk menghitung untuk menghitung imbalan harapan, varian, maupun kovarian dari setiap saham. Hasilnya, model faktor adalah alat yang bermanfaat untuk manajemen portofolio (Sharpe, Alexander, Bailey, 1999).

Model multi faktor mengasumsikan bahwa proses penentuan harga saham melibatkan beberapa faktor. Artinya terdapat beberapa kemungkinan bahwa lebih dari satu faktor penyebab (pervasive factor) dalam perekonomian yang mempengaruhi harga saham. Situasi ekonomi mempengaruhi hampir semua perusahaan. Jadi perubahan dari perekonomian yang diramalkan memiliki dampak yang besar terhadap harga sebagian besar saham.

Sebagai contoh ada dua sumber resiko ekonomi makro yaitu GDP dan tingkat bunga yang tidak dapat dipastikan kondisinya terhadap harga saham. Menurut Bodie, Kane dan Marcus (2006), secara sederhana model multi faktor persamaannya dapat dinyatakan sebagai berikut:

Ri = E(ri ) + βiGDPGDP + βiIRIR + ei (2.5)

Dua faktor pada sisi kanan persamaan atas faktor sistematis di dalam perekonomian. Sebagaimana model faktor tunggal, kedua faktor makro ini mempunyai nilai ekspektasi nol: menunjukkan perubahan pada variabel ini yang sebelumnya tidak diantisipasi. Koefisien pada setiap faktor pada persamaan di atas


(43)

mengukur sensitivitas imbal hasil saham atas faktor tersebut. Untuk alasan ini, koefisien sering kali disebut sebagai sensitivitas faktor (factor sensitivity), pembebanan faktor (factor loading), atau beta faktor (factor beta). Dan ei

mencerminkan pengaruh faktor spesifik perusahaan.

2.4. Integrasi Pasar dan Keuangan Global

Appleyard & Feld (1998) “...much international trade is taking place in a context where countries accord differential treatmen to their trading partners. This treathment usually occurs by way of economic integration, where countries join together to creat a larger economic unit with special relationship among the members..”(Dennis R Appleyard & Alfred J. Feld Jr, International Economics Trade

Theory and Policy). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa negara-negara yang

bergerak dalam perdagangan internasional telah membentuk suatu persekutuan dagang (Integrasi Ekonomi) yang sebelumnya telah terjadi hubungan antar negara yang istimewa.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa dalam bidang ekonomi telah tercipta hubungan tertentu antar negara. Menurut Appleyard & Feld (1998), integrasi ekonomi dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu Free Trade Area,

Customs Union, Common Market, dan Economic Union. Setiap negara dapat masuk

kedalam salah satu kategori tersebut. Dengan demikian, integrasi pasar uang dapat diartikan sebagai hubungan yang terjadi antar pasar uang dua atau lebih negara-negara di mana jika salah satu pasar mengalami shocks baik berupa perubahan tingkat


(44)

suku bunga, kenaikan inflasi atau yang lain akan memberikan pengaruh baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek pasar uang negara yang terintegrasi.

Pengaruh yang ditimbulkannya bisa positif atau negatif. Integrasi pasar uang yang terjadi memiliki indikator yang selalu dapat dijadikan sebagai acuan atau bukti adanya integrasi pasar uang. Acuan tersebut diantaranya inflasi, tingkat bunga, pendapatan nasional, nilai tukar, tabungan, investasi dan sebagainya. Tingkat suku bunga sendiri dibagi menjadi tingkat bunga jangka panjang dan tingkat suku bunga jangka pendek. Dalam studi ini indikator yang diambil adalah tingkat suku bunga jangka pendek yaitu suku bunga deposito (bulanan). Suku bunga deposito dinilai sangat sensitive terhadap berbagai perubahan ekonomi dibandingkan dengan suku bunga yang lain. Hal ini merupakan sifat suku bunga deposito yang termasuk dalam suku bunga jangka pendek. Dari indikator suku bunga deposito inilah dapat diketahui apakah terjadi integrasi pasar uang atau tidak antar negara. Jika integrasi pasar uang terjadi maka hasil analisisnya akan menampilkan trend yang sama untuk tiap negara, dengan kata lain kenaikan atau penurunannya akan terjadi secara bersama-sama dari periode ke periode selanjutnya atau sebelumnya. Pendapat ini dikuatkan oleh apa yang ditulis oleh Laopodis (2003).

Integrasi pasar uang yang terjadi mempunyai banyak sekali implikasi seperti pada variable makro yaitu nilai tukar. Selain nilai tukar integrasi pasar uang juga mempunyai pengaruh terhadap pasar keuangan suatu negara. Berikut akan dibahas satu persatu pengaruh dari integrasi pasar uang tersebut. Implikasi integrasi pasar uang terhadap nilai tukar dapat dibedakan menjadi dua yaitu implikasi terhadap


(45)

negara dengan nilai tukar mengambang dan pada negara yang menggunakan nilai tukar tetap. Implikasi tehadap nilai tukar biasa dikaitkan dengan munculkan real devaluation.

Implikasi pasar uang bagi negara dengan sistem nilai tukar mengambang adalah ketika terjadi devaluasi. Devaluasi dapat menambah beban hutang luar negeri, memperburuk keadaan harga dan dapat menimbulkan risk premium. Selanjutnya, efek negatif ini akan menjadi offset partially dengan efek positif pada sisi aset dengan naiknya permintaan dalam negeri. Seperti spesifikasi sebelumnya, di bawah rezim nilai tukar yang mengambang, di mana bank sentral menentukan harga output dalam negeri, penyelesaian devaluasi dilakukan dengan depresiasi nominal memisahkan produk real wages dan oleh karena itu arus tenaga kerja tidak berubah, tapi yang akan terjadi adalah turunnya investasi dan output dimasa depan. Sedangkan negara dengan sistem nilai tukar tetap yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan real devaluation

adalah dengan deflasi akan menaikkan product real wages dan akan menyebabkan turunnya arus tenaga kerja dan arus output. Turunnya arus output akan menurunkan tingkat harga sehingga akan mendorong risk premium lebih jauh lagi dan menurunkan investasi dan future output lebih besar lagi dibandingkan dengan jika yang diterapkan adalah floating exchange rate (kebijakan nilai tukar yang mengambang). Diantara kedua model di atas, kebijakan nilai tukar mengambang lebih menjanjikan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan kebijakan nilai tukar yang tetap.

Implikasi integrasi pasar uang pada pasar modal dibedakan menjadi negara dengan pasar keuangan yang kuat dan negara dengan pasar keuangan yang lemah dan


(46)

labil. Integrasi keuangan bagi negara dengan pasar uang yang lemah mempunyai efek yang tidak menguntungkan. Hal ini dikarenakan integrasi menyebabkan semakin mudahnya investor untuk lari ke luar negeri mencari investasi yang cepat memberikan keuntungan. Dengan demikian negara dengan sistem keuangan yang labil akan kehilangan investor dan akhirnya tenggelam dalam integrasi pasar uang tersebut. Ini sangat berbahaya bagi kehidupan ekonominya. Sedangkan untuk negara dengan sistem keungan dan pasar keuangan yang kuat terjadi sebaliknya. Dengan semakin kemudahan investor menanamkan modalnya ke pasar yang lebih luas semakin bertambah pula bagi investor untuk segera melarikan investasinya ke wilayah yang memberikan keuntungan yang cepat dan meninggalkan investasi yang lama. Akhirnya negara dengan pasar ekonomi yang kuat akan memperoleh lebih banyak investor.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa integrasi pasar uang menjadikan negara yang memiliki pasar keuangan kuat akan menjadi lebih maju dan kuat sementara negara dengan sistem dan pasar keuangan lemah akan tenggelam dan semakin terpuruk karena ditinggalkan oleh pasar investornya. Implikasi integrasi pasar uang pada pasar barang. Hal ini dilandasi oleh pembentukan keseimbangan pasar oleh keseimbangan pasar barang dan pasar uang. Jika pasar barang terus berkembang dan pasar uang tidak dikendalikan atau sebaliknya maka masalah ekonomi berupa inflasi dan deflasi akan terjadi. Tingginya inflasi akan menyebabkan pengangguran dan beberapa masalah ekonomi yang lain yang juga sangat penting


(47)

untuk diperhatikan. Sehingga yang perlu diperhatikan berhubungan dengan terjadinya integrasi pasar uang adalah seberapa kuat perekonomian dalam negeri suatu negara.

2.5. Penelitian Terdahulu

Lee (2002) dengan menggunakan pendekatan Multivariate Vector

Autoregression (VAR), meneliti hubungan kausalitas dan interaksi dinamis antara

return saham, tingkat bunga, pertumbungan produksi industri, dan tingkat inflasi

di Amerika Serikat. Lee menggunakan sampel data mulai bulan Januari 1987 sampai Desember 2000 yang diperoleh dari NYSE, CRSP dan Citibase data file. Hasil temuan utama dari Lee adalah: (1) return saham membantu menjelaskan bagian substansial dari variance real activity, yang merespon secara positif terhadap stock

return. (2) Dengan memasukkan tingkat bunga dalam sistem VAR, return saham

mampu menjelaskan sedikit variasi dalam inflasi, meskipun tingkat bunga menjelaskan bagian substansial dari variasi inflasi, dan (3) Inflasi menjelaskan variasi yang kecil dalam real activity.

Selain itu Titman dan Warga (1998) juga mencoba untuk meneliti hubungan yang terjadi antara stock return yang diduga dapat digunakan sebagai prediktor atas suku bunga dan inflasi. Penelitian ini mencoba untuk mengorek lebih lanjut apakah

stock return memberikan peramalan yang lebih baik atas perubahan suku bunga dan

inflasi. Hasil dari penelitian tersebut adalah: 1) Adanya hubungan yang positif antara

stock return terhadap perubahan suku bunga di masa depan, 2) Adanya hubungan


(48)

Ma dan Kao (2000) mencoba melihat hubungan antara perubahan nilai tukar dengan reaksi harga saham berdasarkan portofolio dua aset. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah: (1) Pendapatan investasi domestik untuk investor luar negeri dipengaruhi oleh pendapatan domestik yang diharapkan dan apresiasi mata uang domestik yang diharapkan, (2) Jika perekonomian domestik pada saat ini mengalami surplus perdagangan dengan sisa dunia, apresiasi mata uang akan mengurangi ekspor. Pada gilirannya hal ini akan mengakibatkan pasar saham yang tersusun dari perusahaan pengekspor tertekan. Disisi lain untuk perekonomian domestik yang mengalami defisit perdagangan, apresiasi mata uang akan menurunkan biaya impor dan akan mempengaruhi pasar modal secara positif (menguntungkan), (3) Pengaruh perubahan nilai tukar terhadap pasar modal menunjukkan kemungkinan akan signifikan jika perekonomian sedikit tergantung pada perdagangan luar negeri. Ini memberi kesan bahwa investasi yang didominasi mata uang kuat lebih disukai investor. Namun yang merupakan hal penting adalah adanya dampak positif yang tidak mendua (ambigous) dari tingkat nilai tukar terhadap pasar modal, tanpa memperhatikan dependensi perekonomian luar negeri.

Ajayi dan Mougoue (1996) mencoba untuk mengaplikasikan analisis time

series untuk mempelajari hubungan antara index saham dan nilai tukar dengan

menggunakan sampel berupa 8 negara yang mempunyai advanced economies. Error Correction Model dengan menggunakan 2 variabel digunakan untuk mengestimasi hubungan dinamis antar variabel baik untuk short run maupun long run. Hasil yang didapat dari penelitian tersebut adalah: 1) Kenaikan dalam aggregate stock price


(49)

mempunyai efek yang negatif terhadap nilai tukar mata uang domestik untuk short run, 2) Namun untuk long run, kenaikan dalam harga pasar mempunyai efek yang positif terhadap nilai tukar mata uang domestik, 3) Di lain pihak depresiasi nilai tukar mata uang mempunyai efek yang negatif baik untuk short run maupun long run

terhadap harga pasar saham.

Fung dan Lie (1990) meneliti tentang hubungan kausal antara harga pasar dan aktivitas ekonomi. Penelitian ini menggunakan model Granger untuk menguji hubungan kausal antara pergerakan stock market di Taiwan terhadap perubahan aktivitas ekonomi seperti GNP dan penawaran uang. Hasil dari penelitian tersebut adalah stock market di Taiwan tidak efisien karena gagal untuk memberikan informasi atas perubahan variabel ekonomi.

Penelitian yang menganalisis hubungan antara perubahan harga saham dengan suku bunga dan nilai tukar mata uang juga dilakukan oleh Suwandi (1997) di mana dalam kesimpulannya disebutkan bahwa tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang mempengaruhi pergerakan saham. Namun kedua variabel tersebut tidak dapat dijadikan tolak ukur sebagai pembentuk perubahan harga saham.

Wibowo (2002) meneliti Analisis Hubungan Kausal Antara Suku Bunga dan Nilai Tukar Mata Uang terhadap Pergerakan Harga Saham. Pasar modal sebagai suatu instrumen ekonomi tidak lepas dari berbagai pengaruh lingkungan, terutama lingkungan ekonomi dan lingkungan politik. Pengaruh lingkungan ekonomi mikro seperti kinerja perusahaan, pengumuman laporan keuangan atau dividen perusahaan. Sementara lingkungan makro seperti: perubahan suku bunga tabungan dan deposito,


(50)

kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang selalu ditanggapi oleh pelaku pasar di pasar modal. Penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi pengaruh perubahan suku bunga dan nilai tukar terhadap pergerakan harga saham yang dilakukan pada 5 bursa saham di kawasan Asia di mana dipilih negara Jepang, Singapura, Malaysia, Thailand dan Indonesia sebagai sampel. Penelitian ini mencoba mengamati hubungan antar variabel pada periode krisis di mana periode amatan yang dipakai adalah 1997-2000. Model Granger digunakan untuk mengetahui hubungan kausal yang tejadi antar variabel. Sebelumnya dilakukan pengujian stationeritas terhadap data di mana ditemukan bahwa data yang digunakan telah stationer pada derajat integrasi 1. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu tingkat bunga terbukti signifikan berpengaruh pada IHSG untuk semua negara kecuali Thailand. Variabel Kurs terbukti signifikan hanya pada negara Indonesia, Jepang dan Malaysia. Dengan demikian hubungan kausalitas dua arah terjadi pada semua negara kecuali Singapura dan Thailand.

Yatmiko (2002) meneliti tentang Pengaruh Nilai Kurs Rupiah Per Dollar AS dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Sektor Aneka Industri di Bursa Efek Jakarta (Periode Juni 2004 – Juni 2005). Hasil penelitian secara simultan yang menggunakan uji F-statistik menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara kurs rupiah terhadap dollar AS dan tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham sektor aneka industri. Hal ini dilihat dari atau 23,033>7,56, di mana Ho ditolak. Hasil pengujian secara parsial yang menggunakan


(51)

t-statistik menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan dan searah antara kurs rupiah terhadap dollar AS terhadap indeks harga saham sektor aneka industri. Dari hasil perhitungan diperoleh atau 2,794>2,064, di mana Ho ditolak. 2. Terdapat pengaruh yang signifikan dan berlawanan arah antara tingkat suku bunga SBI terhadap indeks harga saham sektor aneka industri. Dari hasil perhitungan diperoleh atau -3,340<2,064, di mana Ho ditolak. Hasil penelitian ini berlaku untuk periode penelitian yang bersangkutan untuk mengetahui apakah hasil penelitian ini berlaku secara umum perlu dilakukan penelitian sejenis dengan menggunakan periode yang lain.

Octavia (2007) meneliti Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah /US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Secara bersama-sama ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, (2) Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000, dan (3) Secara parsial ada pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta periode 2003-2005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000. Hasil tersebut berdasarkan pada taraf kepercayaan 95%. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa Nilai Tukar Rupiah/US$ danTingkat Suku Bunga SBI merupakan faktor yang


(52)

sangat berperan dalam perubahan Indeks Harga Saham Gabungan. Adanya pengaruh yang sangat signifikan antara Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode tahun 2003-2005 perlu diperhatikan oleh para investor agar dapat dijadikan sebagai acuan dalam membuat keputusan investasi di Bursa Efek Jakarta.

Wondabio (2006) meneliti Analisa Hubungan Index Harga Saham Gabungan (Ihsg) Jakarta (Jsx), London (Ftse), Tokyo (Nikkei) dan Singapura (SSI). Pendekatan Model Ekonometri–Autocorrelation Condition Heteroscedasticity (ARCH)/

Generalized Autocorrelation Condition Heteroscedasticity (GARCH) dan Vector

Autoregression (VAR) - Suatu studi empiris tahun 2000–2005. Hasil penelitian

menyebutkan pola hubungan antara JSX dan FTSE, NIKEI dan SSI ternyata memiliki hubungan yang berbeda-beda. FTSE dan NIKKEI ternyata mempunyai pengaruh terhadap JSX, tetapi JSX tidak mempunyai pengaruh terhadap FTSE dan NIKKEI. Ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian negara maju akan berpengaruh terhadap perekonomian negara berkembang. Hubungan FTSE dan NIKKEI terhadap JSX adalah negatif atau berbalik dimana jika FTSE/NIKKEI naik maka JSX turun. Ini menandakan bahwa kenaikan FTSE dan NIKKEI justru menekan JSX. Hal ini dapat diduga adanya pengalihan investasi oleh para investor. JSX dan SSI berhubungan simultan tetapi JSX mempengaruhi SSI secara positif sedangkan SSI mempengaruhi JSX secara negatif. Artinya jika JSX naik maka SSI naik. Sedangkan jika SSI naik maka JSX malah turun.


(53)

2.6. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran 2.7. Hipotesis

Teori empirik sebagaimana yang dikemukakan oleh Husein Umar (2008: 104) sebagai berikut: Hipotesis adalah suatu proporsi, kondisi atau prinsip untuk sementara waktu dianggap benar dan barangkali tanpa keyakinan supaya bisa ditarik suatu konsekuensi logis dan dengan cara ini kemudian diadakan pengujian tentang kebenarannya dengan menggunakan data empiris dari hasil penelitian.

Berdasarkan observasi/penelitian pendahuluan di lapangan, maka penulis membuat suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Indeks Harga Saham Gabungan.

I H S G

SBI

KURS

INFLASI

Indeks Dow Jones

Indeks Hang Seng

F

akt

or D

om

es

ti

k

F

akt

or A

si


(54)

2. SBI, Kurs, Inflasi, Harga Saham Gabungan, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Indeks Hang Seng.

3. SBI, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Harga Saham Gabungan berkontribusi terhadap perubahan Indeks Dow Jones.

4. Indeks Harga Saham Gabungan, Kurs, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan SBI.

5. SBI, Indeks Harga Saham Gabungan, Inflasi, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Kurs.

6. SBI, Indeks Harga Saham Gabungan, kurs, Indeks Hang Seng, Indeks Dow Jones berkontribusi terhadap perubahan Inflasi.


(55)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian: Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bank Indonesia dalam studi peristiwa yang terangkum di website www.bei.co.id,

Waktu penelitian: Penelitian direncanakan mulai Januari 2004 s/d Oktober 2008.

3.2. Jenis dan Sumber data

Jenis data adalah data sekunder berupa data time series data sekunder merupakan data primer yang telah diolah dan disajikan ke dalam tabel dan bentuk lain (Husein Umar, 2008). Sedangkan data time series merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam interval waktu tertentu misalnya minggu, bulan dan tahun (Muhidin, 2008).

Sumber data dalam penelitian ini adalah:

1. Data IHSG, Indeks Dow Jones dan Indeks Hang Seng diperoleh dari Indonesian Exchange Rate dan Jakarta Composite Index dari website Oktober 2008 dalam satuan point.


(56)

2. Data Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diperoleh dari Bank Indonesia dengan situs website 2008. SBI berdasarkan persen (%).

3. Data kurs (Rupiah terhadap US Dollar) diperoleh dari Bank Indonesia dengan situs website 2004 s/d Oktober 2008.

4. Data inflasi diperoleh dari Bank Indonesia dengan alamat website Data inflasi bulan Januari 2004 s/d Oktober 2008 dalam satuan persen (%).

5. Data cadangan devisa, transaksi berjalan dan minyak mentah diperoleh dari Departemen Keuangan www.depkeu.go.id. Data bulan Januari 2004 s/d Oktober 2008 dalam satuan persen.

3.3. Uji Asumsi

3.3.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit

Sekumpulan data dikatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data

time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu

atau rata-rata variansnya konstan Nachrowi (2006). Data time series seringkali tidak stasioner sehingga menyebabkan hasil regresi yang meragukan atau sering disebut regresi lancung (superious regression). Regresi lancung adalah situasi di mana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antar variabel di dalam model tidak saling berhubungan. Agar regresi yang dihasilkan tidak rancu (meragukan) kita


(57)

perlu merubah data tidak stasioner menjadi data stasioner. Beberapa uji stasioner yang dilakukan adalah uji akar unit. Uji akar unit yang sekarang terkenal adalah uji dari Dickey Fuller dan Phillips Perron, namun yang biasa digunakan adalah uji Dickey Fuller karena uji ini sangat sederhana. Dasar dari uji akar unit DF (Dickey Fuller) adalah data time series yang mengikuti pola AR(1). Padahal hampir semua data time series mengikuti pola AR(1) ini. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.

Data tidak stationer dapat dijadikan menjadi data stationer. Caranya dengan melakukan uji stationeritas data pada tingkat diferensi data yang disebut juga dengan uji derajat integrasi. Jadi data yang tidak stasioner pada tingkat level akan diuji lagi pada tingkat diferen sampai menghasilkan data yang stasioner. Di dalam menguji apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini: Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:

t t

t

Y

e

Y

=

+

Δ

θ

−1 (3.1)

t t

t

Y

e

Y

=

+

+

Δ

β

1

θ

−1 (3.2)

t t

t

t

Y

e

Y

=

+

+

+


(1)

Dow Jones. Variabel lain yang paling memiliki kontribusi terbesar terhadap IHSG adalah indeks Dow Jones t-1.

3. Berdasarkan hasil Impulse response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada pada periode ke 40 atau jangka menengah dan stabilitas kedua pada periode 85 atau jangka panjang, hal tersebut menimbulkan makna bahwa walaupun ada variabel yang jangka pendek tidak berpengaruh namun dalam jangka menengah dan jangka panjang akan saling mempengaruhi.

4. Dari hasil variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance variable itu sendiri. Sedangkan dalam jangka panjang terjadi perubahan pengaruh error variance yang semakin menurun terhadap variabel itu sendiri dan digeser oleh variabel lainnya. Perkiraan error variance variable lain yang paling mempengaruhi kurs adalah indeks Dow Jones periode 12, Perkiraan error variance variable lain yang paling mempengaruhi inflasi adalah indeks Dow Jones pada periode 60, Perkiraan error variance variable lain yang paling mempengaruhi indeks Dow Jones adalah indeks Hang Seng sampai pada periode jangka panjang pada periode 120, Perkiraan error variance variable lain yang paling mempengaruhi indeks Hang Seng pada jangka pendek pada periode 7 adalah indeks Dow Jones, Perkiraan error variance variable lain yang paling mempengaruhi IHSG pada jangka menengah adalah indeks Dow Jones. Jadi indeks Dow Jones


(2)

merupakan variabel yang paling kuat mempengaruhi error variance variable dalam penelitian ini.

5. Spesifikasi model yang terbentuk dengan menggunakan Roots of Characteristic Polynomial dan Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial diperoleh hasil stabil, hal ini dapat ditunjukkan bahwa hampir semua unit roots berada dalam lingkaran gambar Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial.

5.2. Saran-Saran

1. Indeks Dow Jones merupakan variabel yang paling mempengaruhi terhadap IHSG dikatakan integrasi pasar telah menyatu secara global, sehingga pemerintah selalu memperhatikan kebijakan terhadap reaksi pasar saham dunia terhadap IHSG sehingga kebijakan nantinya tetap mempertimbangkan perkembangan terkini pasar global, hal tersebut dapat meminimalisasikan terjadinya guncangan pasar global khususnya terhadap indikator ekonomi seperti SBI, kurs dan inflasi.

2. Kurs merupakan variabel yang memiliki kontribusi terbesar terhadap inflasi, sehingga dalam mengendalikan inflasi sebaiknya pemerintah memperhatikan fluktuasi kurs agar inflasi dapat dikendalikan ke posisi yang lebih moderat. 3. IHSG merupakan variabel lain yang paling memiliki kontribusi terbesar


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ajayi and Mougoue. 1996. On The Dynamic Relation Between Stock Prices and Exchange Rates. The Journal of Financial Research, Vol XIX, No. 2, p. 193- 207.

Aldo Perkasa. 2008. Market View. Danareksa Investement Management.

www.danareksaonline.com. Review 17 November 2008.

Aulia Pohan. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Cetakan Pertama. PT. Raja Grafindo: Jakarta.

Bambang Brodjonegoro. 2008. Meredam Dampak Ekonomi Global. Kliping Universitas Indonesia. November 2008.

Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi 3. BPFE: Yogyakarta.

Bodie Zvi, Kane Alex, Marcus Alan. J. 2006. Investments. Buku 1. Edisi 6. Cetakan Pertama. Salemba Empat: Jakarta.

Damodar R. Gujarati. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika. Jilid 1. Alih Bahasa Julius Mulyadi. Erlangga: Jakarta.

Ferdian, Rully. 2001. Independensi BI dalam Mengendalikan Inflasi. tidak dipublikasikan. FE UII: Yogyakarta.

Feld, Stein, Appleyard, Martin dan Horioka. 1998. Domestic Saving and International Capital Flows. Economic Journal.

Granger, C., W., J. 1969. Investigating Relation by Economics Models and Cross Spectoral Methods. Econometrica. Vol. 37, No. 3, p. 424-438.

Husein Umar. 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Rajawali Press: Jakarta.

Husnan, Suad. 2002. Dasar-Dasar Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Tiga. BPFE: Yogyakarta.

Imam Ghozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.


(4)

Jamli, Ahmad. 2001. Dasar-Dasar Keuangan Internasional. Cetakan Keenam. BPFE: Yogyakarta.

Jogiyanto H. M. 2000. Teori Portofolio dan Anilisis Investasi. Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.

Keown, Arthur J. 2000. Manajemen Keuangan. Edisi Ketiga. Cetakan Keempat. Penerbit BPFE: Yogyakarta.

Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif: Teori Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Pertama. AMP YKPN: Yogyakarta.

Kao, G.W and Ma C.K. 2000. On Exchange Rate Changes and Stock Price Reaction. Journal of Business Finance and Accounting, No 17, p. 441-449. Laopodis, Nikiforos P. 2003. International Inteest Rate Linkages: Implications

for monetary Policy. Associate Professor of Finance, Volume 29 Nomor 11. Lee, Bong Soo. 2002. Causal Relation, Journal of Finance, 2002, Vol. XLVIII, No.

4 p. 1591-1603.

Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H., Saragih, Ferdinand D. 2005.

Ekonometrika. Cetakan Pertama.Elex Media Computindo: Jakarta.

Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H. 2009. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan Moneter. Cetakan Pertama.Salemba Empat: Jakarta.

Mankiw, Gregory N. 2006. Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan Sungkono. Salemba Empat: Jakarta. Nachrowi D Nachrowi. 2006. Ekonometrika, untuk Analisis Ekonomi dan

Keuangan. Cetakan Pertama. Lembaga Penerbit FE UI: Jakarta.

Noor Yudanto dan M. Setyawan Santoso. 1998. Dampak Krisis Ekonomi terhadap Sektor Riil. Bank Indonesia: Jakarta.

Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II. Edisi ke 1. Cetakan Kesepuluh. BPFE UGM: Yogyakarta.

Pandji Anoraga dan Piji Pakarti. 2008. Pasar Modal. Edisi Revisi. Cetakan Ketiga. Rineka Cipta: Jakarta.


(5)

Pasaribu, Pananda, Wilson L Tobing, Adler Haymans Manurung. 2008. Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap IHSG. Jurnal. Universitas Indonesia. Pramono, Bambang. 2006. Dampak Pembayaran Non Tunai terhadap

Perekonomian dan Kebijakan Moneter. Working Paper No. 11. Bank

Indonesia: Jakarta.

Prapto Yuwono. 2005. Ekonometrika. Cetakan Pertama.Andi: Bandung.

Purnama, Mhd Edhi. 2008. Interaksi Antara Kinerja Ekonomi dan Kemiskinan.

Draf Laporan Akhir. PPIPD MEP UGM: Yogyakarta.

Ruddy N Sasadara. Jurnal Economic Review. No. 213. September 2008. Dampak

Krisis Finansial Global terhadap Sektor Ekonomi dan Perbankan.

Majalah InfoBank No 356, Edisi November 2008: 42.

Sasana, Hadi. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia dan Filipina, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, vol 11, no 2, 207-220. Salvatore, Dominick. 2008. Theory and Problem f Micro Economic Theory, 3rd

Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Erlangga: Jakarta.

Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003. Indikator-indikator Pasar Saham dan Pasar Uang yang Saling Berkaitan Ditinjau dari Pasar Saham Sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 No. 3.

Sadono Sukirno. 2002. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press: Jakarta.

Sambas Ali Muhidin dan Maman Abdurahman. 2008. Analisis Korelasi, Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Cetakan Pertama.CV. Pustaka Setia: Bandung. Samsul, Muhammad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Cetakan

Pertama.Gelora Aksara Pratama. Jakarta.

Setyorini, R. 2000. Hubungan Dinamis antara Nilai Tukar Rupiah dengan Harga Saham di Bursa Efek Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Suad Husnan. 2000. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas di Pasar


(6)

Suwandi. 1997. Analisis Hubungan antara Perubahan Harga Saham dengan Suku Bunga dan Nilai Tukar Mata Uang. Tesis. Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Titman and Warga. 1998. Stock Returns as predictors of Interest Rates and Inflation, Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 24, No, 1, p. 47-57.

Yunus Yuniarta. 2008. Analisis Pengaruh Laju Inflasi, Tingkat Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, Kurs Valas, Volume Rata-Rata Transaksi dan

Sibor Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Skripsi. FE

UMS: Surakarta.

Wahyu Ario Pratomo dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan Eviews dalam Ekonometrika. Cetakan Pertama. USU Press: Medan.

Sumber data pendukung: www.bei.co.i