Analisis Pengaruh Makro Ekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia

(1)

ANALISIS PENGARUH MAKROEKONOMI TERHADAP

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA

EFEK INDONESIA

TESIS

Oleh

NAMIRA UFRIDA RAHMI

097017005 / Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

ANALISIS PENGARUH MAKROEKONOMI TERHADAP

INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA

EFEK INDONESIA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NAMIRA UFRIDA RAHMI

097017005/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH MAKRO EKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

Nama Mahasiswa : Namira Ufrida Rahmi Nomor Pokok : 097017005

Program Studi : Akuntansi  

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Jonni Manurung,MS) (Iskandar Muda, M.Si, Ak) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak) (Prof.Dr.Ir.A. Rahim Matondang, MSIE)  

       


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Jonni Manurung,MS Anggota : 1.Iskandar Muda, M.Si., Ak

2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, CPA, Ak 3. Dra. Sri Mulyani, MBA., Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul : “Analisis Pengaruh Makro Ekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia”

Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, ...2011

Yang membuat pernyataan :


(6)

ANALISIS PENGARUH MAKRO EKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

ABSTRAK

Tidak stabilnya situasi moneter yang tercermin dari nilai tukar rupiah, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) dapat mempengaruhi perekonomian. Hal tersebut menunjukkan eratnya pengaruh ekonomi makro terhadap indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis mengenai pengaruh indikator ekonomi makro yang diproxikan dengan nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham gabungan secara simultan maupun parsial selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2009.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi panel data. Data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia, Laporan Bulanan Bank Indonesia, dan Indikator Ekonomi dari Badan Pusat Statistik. Jumlah populasi penelitian sebanyak 180 data dengan perincian 20 time series dan 9 cross section dan data dikumpulkan dengan teknik mencatat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ekonomi makro, nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan baik secara simultan maupun parsial. Selain itu diperoleh nilai adjusted R square adalah 74,53%. Ini berarti 74,53% pergerakan IHSG dapat diprediksi dari pergerakan keempat variabel independen tersebut.


(7)

THE ANALYSIS MACROECONOMI EFFECTS ON COMPOSITE INDEX IN INDONESIA STOCK EXCHANGE

ABSTRACT

Instability of monetary situation which is reflected by foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation and GDP (Gross Domestic Product) growth can influence economic situation. The case above shows that macro economic has close correlation with IHSG in the Indonesian Stock Exchange. The purpose of this research is to analyze some indicators of macro economic was proxy with foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation and GDP growth that influence composite index when in simultaneous or partial during period 2005 until 2009.

The method employed in this research is using panel data regression analysis. Historical data was taken from Indonesian Stock Exchange, Bank of Indonesian monthly report and economic indicator from Center Beaurau of Statistic. The number of population on this research is 180 data in breakdown 20 time series and 9 cross section with documentation technique.

The results shows that macro economic variable, foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation and GDP growth are significan influence toward composite index when in simultaneous or partial. The value of adjusted R square is 74,53%. This means that 74,53% composite index movement can be predicted from the movement of the four independent variable.

Keyword : foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation, GDP growth and composite index.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullilah ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Shalawat beriring dalam senantiasa berlimpah kepada Rasullah SAW, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang beriman yang mengikuti sunnahnya.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi isi maupun cara penyajiannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan penulis miliki. Namun demikian, penulis akan tetap berusaha untuk memperbaiki diri lebih baik di masa yang akan datang.

Segala upaya yang telah dilakukan tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dorongan dari beberapa pihak. Oleh Karena itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu hingga terselesainya tesis ini, terutama disampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc(CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Master di Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Master di Universitas Sumatera Utara.


(9)

3. Ibu Prof.Dr.Ade Fatma Lubis, MAFIS.MBA,CPA , Ketua Prodi Magister Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk mengikuti kegiatan perkuliahan pada program studi Magister Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jonni Manurung,MS dan Bapak Iskandar Muda, M.si,Ak selaku pembimbing yang telah memberikan sumbangan pikiran dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi serta dorongan dalam penelitian ini.

5. Ibu Prof.Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS MBA,CPA, Ibu Dra. Sri Mulyani, MBA, Ak dan Ibu Dra.Tapi Anda Sari Lubis,M.si, Ak selaku tim penguji tesis atas saran dan masukan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

6. Para Dosen dan Admisi Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Universitas Sumatera Utara yang telah membantu membuka wawasan berpikir dan membantu kegiatan perkuliahan.

7. Ayah H.Zakaria,SH dan Ummi Alm.Hj.Sukmawati beserta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat dan dukungan baik secara spiritual maupun moril dalam penyelesaian tesis ini.

8. Teman-teman kuliah pada Program Studi Magister Ilmu Akuntansi Angkatan XVII Reguler atas persahabatan yang indah dan segala bantuan serta kerjasamanya selama ini.

9. Berbagai pihak yang telah membantu pelaksanaan program studi dan perkuliahan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(10)

Semoga jasa, bantuan dan dorongan yang telah Bapak/Ibu diterima oleh Allah SWT sebagai amal yang bermanfaat.

Amin Ya Robbal Alamin

Medan, September 2011


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Namira Ufrida Rahmi Tempat/Tanggal Lahir : Medan/28 April 1983

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Orang tua :

Ayah : H.Zakaria,SH

Ibu : Alm. Hj.Sukmawati

Alamat : Jl. Bilal Ujung No.232 Medan 20239

Pendidikan : TK : TK Aisiyah Muhammadiyah Medan SD : SD Negeri 060866 Medan

SMP : SMP Negeri 27 Semarang SMA : SMA Negeri 9 Semarang

S1 : Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara S2 : Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Pekerjaan :  Staf Administrasi di CV. Mussahaq Medan (2002- 2009)

 Staf keuangan di PT. Kafaza Agency Medan (2010- sekarang).


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………. i

ABSTRACT ……….. ii

KATA PENGANTAR ……….. iii

RIWAYAT HIDUP ……….. vi

DAFTAR ISI ……….. vii

DAFTAR TABEL ………. x

DAFTAR GAMBAR ………. xi

DAFTAR LAMPIRAN ………. xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 11

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 11

1.4 Manfaat Penelitian ………. 11

1.5 Originalitas ……… 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 1.

2.1 Landasan Teori ……….. 14

2.1.1 Indeks Harga Saham Gabungan ………. 15


(13)

2.1.3 Faktor-Faktor Ekonomi Yang mempengaruhi Pasar Modal ….. 21

2.1.3.1 Nilai Tukar Uang ……… 22

2.1.3.2 Suku Bunga ………. 25

2.1.3.3 Laju Inflasi ……….. 26

2.1.3.4 Pertumbuhan GDP ……….. 28

2.2 Review Penelitian Terdahulu ………. 28

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ……….. 33

3.1 Kerangka Konsep ……… 33

3.2 Hipotesis Penelitian ………. 35

BAB IV METODE PENELITIAN ……… 36

4.1 Jenis Penelitian ……… 36

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 36

4.3 Populasi ………. 36

4.4 Metode Pengumpulan Data ……… 37

4.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……… 37

4.6 Metode Analisis Data……… 39

4.6.1 Pengujian Asumsi Klasik ………. 39

4.6.1.1 Uji Normalitas ……… 39


(14)

4.6.2 Pengujian Hipotesis ……… 41

4.6.2.1 Analisis Data Panel ……….. 41

4.6.2.1.1 Panel Data Model ………. 42

4.6.2.2 Pengujian Hipotesis ………. 44

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……….. 46

5.1 Deskriptif Data ……….. 46

5.2 Pengujian Asumsi Klasik ……….. 48

5.2.1 Uji Normalitas ……….. 48

5.2.2 Uji Multikoliniearitas ……… 49

5.3 Analisis Hasil Persamaan Regresi Panel ……….. 50

5.4 Pembahasan ……….. 54

5.4.1 Uji Hipotesis Untuk Menguji Pengaruh Nilai Tukar Dolar, Suku Bunga SBI, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Secara Simultan Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan…. 54

5.4.2 Uji Hipotesis Untuk Menguji Pengaruh Nilai Tukar Dolar, Suku Bunga SBI, Laju Inflasi dan Pertumbuhan GDP Secara Parsial Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan….. 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………. 65


(15)

6.2 Keterbatasan ……… 66 6.3 Saran ……… 66


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Perkembangan Bursa Efek Indonesia Tahun 1994-2009 …………. 6

1.2 Perkembangan Indeks Perusahaan Yang Listing di BEI Berdasarkan sektor 1997-2009 ………. 7

1.3 Perkembangan IHSG dan Beberapa Indikator Makroekonomi Di Indonesia Tahun 2003-2009 ……… 8

2.1 Review Penelitian Terdahulu ………. 30

4.1 Definisi Operasional Variabel ……….. 39

5.1 Statistik Deskriptif ……… 46

5.2 Uji Normalitas (Uji Jarque-Bera) ……… 48

5.3 Uji Multikoliniearitas ……….. 50

5.4 Pooled Least Square Fixed Effect ……….. 52


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1.1 Hubungan antara Makroekonomi dengan Pasar Modal ………… 2 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ………. 33


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1 Nilai Data Mentah ……… 72

2 Deskriptif Statistik ……… 74

3 Covariance dan Correlation ……….. 74

4 Random Effect Model (REM)……… 75

5 Fixed Effect Model (FEM)……… 78


(19)

ANALISIS PENGARUH MAKRO EKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN DI BURSA EFEK INDONESIA

ABSTRAK

Tidak stabilnya situasi moneter yang tercermin dari nilai tukar rupiah, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) dapat mempengaruhi perekonomian. Hal tersebut menunjukkan eratnya pengaruh ekonomi makro terhadap indeks harga saham gabungan di pasar modal Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis mengenai pengaruh indikator ekonomi makro yang diproxikan dengan nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP terhadap indeks harga saham gabungan secara simultan maupun parsial selama periode tahun 2005 sampai dengan tahun 2009.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan regresi panel data. Data diperoleh dari Bursa Efek Indonesia, Laporan Bulanan Bank Indonesia, dan Indikator Ekonomi dari Badan Pusat Statistik. Jumlah populasi penelitian sebanyak 180 data dengan perincian 20 time series dan 9 cross section dan data dikumpulkan dengan teknik mencatat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ekonomi makro, nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan GDP berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham gabungan baik secara simultan maupun parsial. Selain itu diperoleh nilai adjusted R square adalah 74,53%. Ini berarti 74,53% pergerakan IHSG dapat diprediksi dari pergerakan keempat variabel independen tersebut.


(20)

THE ANALYSIS MACROECONOMI EFFECTS ON COMPOSITE INDEX IN INDONESIA STOCK EXCHANGE

ABSTRACT

Instability of monetary situation which is reflected by foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation and GDP (Gross Domestic Product) growth can influence economic situation. The case above shows that macro economic has close correlation with IHSG in the Indonesian Stock Exchange. The purpose of this research is to analyze some indicators of macro economic was proxy with foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation and GDP growth that influence composite index when in simultaneous or partial during period 2005 until 2009.

The method employed in this research is using panel data regression analysis. Historical data was taken from Indonesian Stock Exchange, Bank of Indonesian monthly report and economic indicator from Center Beaurau of Statistic. The number of population on this research is 180 data in breakdown 20 time series and 9 cross section with documentation technique.

The results shows that macro economic variable, foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation and GDP growth are significan influence toward composite index when in simultaneous or partial. The value of adjusted R square is 74,53%. This means that 74,53% composite index movement can be predicted from the movement of the four independent variable.

Keyword : foreign exchange rate, SBI interest rate, inflation, GDP growth and composite index.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Peran aktif lembaga pasar modal sangat diperlukan dalam membangun perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pasar modal memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Secara umum pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan untuk mencari dana untuk mendanai kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan menanamkan ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu perusahaan atau emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan emiten pada khususnya di luar sumber-sumber yang umum dikenal, seperti tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar negeri.

Bagi kalangan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan berminat untuk melakukan investasi, hadirnya lembaga pasar modal di Indonesia menambah deretan alternatif untuk menanamkan dananya. Banyak jenis surat berharga (securities) yang dijual di pasar tersebut, salah satunya adalah saham. Saham perusahaan go public

sebagai komoditi investasi tergolong beresiko tinggi karena sifatnya yang peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik oleh pengaruh yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Perubahan itu antara lain dibidang politik, ekonomi,


(22)

moneter, undang-undang atau peraturan maupun perubahan yang terjadi dalam industri dan perusahaan yang mengeluarkan saham (emiten) itu sendiri.

Kinerja pasar modal dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi secara keseluruhan dan mencerminkan apa yang akan terjadi dalam perekonomian secara makro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs rupiah, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi dan beberapa variabel ekonomi makro lainnya merupakan cermin wajah ekonomi suatu Negara. Hubungan antara kondisi makroekonomi dengan pasar modal digambarkan oleh Hall dan Marc Lieberman (2005) berikut ini :

Gambar 1.1 Hubungan antara Makroekonomi dengan Pasar Modal Shock to stock 

market 

Shock to macro  economy 

Stock 

market  Shock to both stock market&macro  economy

Macro  economy 


(23)

Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat tahun 2008 menyebabkan keguncangan perekonomian global. Krisis yang ditandai dengan bangkrutnya perusahaan sekuritas Lehman Brothers menjadi pertanda ambruknya sistem ekonomi Kapitalis Amerika Serikat. Kolapsnya Lehman Brothers juga diikuti oleh rivalnya

Merril Lynch yang harus rela diakuisisi oleh Bank of Amerika. Begitu juga dengan kolapsnya beberapa bank dan perusahaan besar lainnya di Amerika Serikat dan diikuti oleh perusahaan sekuritas, penjamin kredit dan sejumlah bank investasi lainnya yang jatuh satu per satu. Peristiwa ini menyebabkan keguncangan yang luar biasa di lantai bursa Wallstreet. Jatuhnya pasar saham terbesar di dunia tersebut ikut mengguncang pasar saham di beberapa negara lainnya termasuk Indonesia. Keadaan ini menyebabkan IHSG terkoreksi cukup dalam. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa IHSG mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun selama periode 1994-2009. Fluktuasi IHSG sebagian besar diakibatkan oleh kejadian-kejadian di luar faktor fundamental perusahaan, seperti keadaan makroekonomi dalam dan luar negeri.

Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang berkembang yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum serta kondisi ekonomi global dan pasar modal dunia. Pengaruh makroekonomi tersebut tidak akan dengan seketika mempengaruhi kinerja perusahaan, tetapi secara perlahan dalam jangka panjang. Sebaliknya, harga saham akan terpengaruh dengan seketika oleh perubahan faktor makroekonomi tersebut karena para investor akan memperhitungkan dampaknya baik yang positif maupun


(24)

yang negatif terhadap kinerja perusahaan beberapa tahun ke depan, kemudian mengambil keputusan membeli, menjual atau menahan saham yang bersangkutan ( Muhammad Samsul, 2006). Oleh karena itu, harga saham lebih cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan makroekonomi daripada kinerja perusahaan yang bersangkutan.

Ada dua pengaruh langsung krisis finansial global terhadap perekonomian di Indonesia. Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia. Kepemilikan asing yang masih mendominasi dengan porsi 66% kepemilikan saham di BEI, mengakibatkan bursa saham rentan terhadap keadaan finansial global karena kemampuan finansial para pemilki modal tersebut (Tempo Interaktif,2008). Kedua, ekspor impor, Amerika Serikat merupakan Negara tujuan ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20%-30% dari total ekspor (Depperin, 2008). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat secara langsung mempengaruhi ekspor impor Indonesia juga.

IHSG pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di bursa. Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih efisien serta daya saing di kawasan regional, maka efektif sejak tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) digabungan dengan PT. Bursa Efek Surabaya (BES) dan berganti nama menjadi PT. Bursa Efek Indonesia (BEI).


(25)

Selain aktivitas transaksi yang meningkat, IHSG juga menunjukkan kenaikan yang luar biasa. Pada akhir tahun 1994, IHSG masih berada pada level 469,640. Meskipun sempat mengalami penurunan pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997, akan tetapi pada era tahun 2000-an IHSG mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Pada tanggal 9 Januari 2008, IHSG mencapai level 2.830,263 atau meningkat sebesar 502,65% dibandingkan penutupan tahun 1994. Tahun 1999 merupakan tahun pemulihan bagi pasar modal Indonesia setelah dalam beberapa tahun mengalami krisis ekonomi. Membaiknya pasar ditandai dengan kenaikan 278,88 bps menjadi 676,919 bps dibandingkan dengan tahun 1998. Dalam tahun 1999, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan 1,8% dibandingkan tahun 1998 sebesar -13,2% dan inflasi turun tajam menjadi 2,01% dibandingkan dengan inflasi pada tahun sebelumnya sebesar 77,6% (laporan tahunan BAPEPAM, 1999). Setelah mengalami peningkatan pada tahun 1999, pada tahun 2000 IHSG mengalami penurunan menjadi 416,321 bps dan pada tahun 2001 mengalami penurunan kembali menjadi 392,036 bps. Penurunan IHSG tersebut terutama dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar rupiah, naiknya tingkat suku bunga diskonto menjadi 17% serta melemahnya kinerja bursa regional (laporan tahunan BAPEPAM, 2001). Perkembangan nilai IHSG dapat dilihat pada tabel 1.1


(26)

Tabel 1.1 Perkembangan Bursa Efek Indonesia Tahun 1994 – 2009

Rata-rata Transaksi Harian IHSG

Tahu

n Volume

(juta) Nilai (Rp Miliar) Frek (Rib u X)

Tertinggi Terendah Akhir

Kapitali sasi psar(Rp Triliun) Jmlh Emit en 1994 21.6 104.0 1.5 612.888 447.040 469.640 104 217 1995 43.3 131.5 2.5 519.175 414.209 513.847 152 238 1996 118.6 304.1 7.1 637.432 512.478 637.432 215 253 1997 311.4 489.4 12.1 740.833 339.536 401.712 160 282 1998 366.9 403.6 14.2 554.107 256.834 398.038 176 288 1999 722.6 598.7 18.4 716.460 372.318 676.919 452 277 2000 562.9 513.7 19.2 703.483 404.115 416.321 260 287 2001 603.2 396.4 14.7 470.229 342.858 392.036 239 316 2002 698.8 492.9 12.6 551.607 337.475 424.945 268 331 2003 967.1 518.3 12.2 693.033 379.351 691.895 460 333

2004 1,708.6 1,024.9 15.5 1,004.430 668.477 1,000.233 680 331

2005 1,653.8 1,670.8 16.5 1,192.203 994.770 1,162.635 801 336

2006 1,805.5 1,841.8 19.9 1,805.523 1,171.709 1,805.523 1,249 344 2007 4,225.8 4,268.9 48.2 2,810.962 1,678.044 2,745.826 1,988 383 2008 3,282.7 4,435.5 55.9 2,830.263 1,111.390 1,355.408 1,076 396 2009 6,089.9 4,046.2 87.0 2,534.356 1,256.109 2,534.356 2,019 398 Sumber : BEI, 2010

Perkembangan Indeks Harga Sektoral (IHS) pada beberapa tahun belakangan ini juga mengalami kenaikan dan penurunan. Penurunan rata-rata terjadi pada tahun 1998 sebesar -9,18 jika dibandingkan dengan tahun 1997, hal ini disebabkan oleh pada tahun tersebut terjadi pergolakan demokrasi dan politik di Indonesia. Penurunan juga terjadi pada tahun 2000,2001 dan tahun 2008. Pada tahun 2008 terjadi penurunan indeks sektoral akibat dampak terjadinya krisis keuangan di Amerika Serikat. Sedangkan kenaikan rata-rata IHS terjadi sejak tahun 2002 hingga


(27)

tahun 2007 dan kembali menguat pada tahun 2009. Indeks rata-rata dari tahun 1997 sampai tahun 2009, sektor pertambangan (735,73) merupakan sektor yang memiliki indeks yang paling tinggi jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Di ikuti dengan sektor pertanian (700,99), sektor transportasi dan infrastrukutr (351,19) dan sektor industri barang konsumsi (255,19). Sektor properti dan real estate memiliki rata-rata indeks yang paling kecil sebesar 79,53. Hal ini dapat di lihat pada tabel 1.2

Tabel 1.2 Perkembangan Indeks perusahaan yang listing di BEI berdasarkan sektor,1997-2009

sektor Tahun

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Rata-rata

perubah an 1997 397.16 173.92 60.40 95.01 68.66 72 102.24 64.57 69.98 122.66 - 1998 371.82 152.14 94.18 82.31 91.19 27.42 95.4 45.76 61.08 113.48 -9.18 1999 278.52 182.19 128.83 134.88 201.80 55.81 152.26 58 202.64 154.99 41.51 2000 176.18 129.67 60.09 95.23 141.12 27.86 82.13 36.69 130.62 97.73 -57.26 2001 119.05 118.84 40.53 73.48 129.10 26.97 112.84 36.69 111.28 85.42 -12.31 2002 144.36 94.87 36.92 88.13 135.47 24.33 129.41 51.03 107.61 90.24 4.82 2003 182.83 332.63 63.87 124.59 209.38 42.11 221.29 78.84 142.10 155.29 65.05 2004 304.66 491.16 98.33 192.01 233.32 68.22 332.54 133.72 171.14 225.01 69.72 2005 493.45 604.57 104.24 204.67 280.83 64.12 472.87 131.48 196 361.67 136.66 2006 1,218.45 933.21 147.10 284.12 392.46 122.9

2

771.62 206.57 275.08 483.50 121.83 2007 2,754.56 3,270.09 238.05 477.35 436.04 251.8

2

87.07 260.57 392.24 994.98 511.48 2008 918.77 877.68 134.99 214.94 326.84 103.4

9

490.35 176.33 148.33 376.86 -618.3 2009 1,753.09 2,203.48 273.93 601.47 671.31 146.8 728.53 301.42 275.76 772.87 396.01

Rata-rata

700.99 735.73 113.96 205.25 255.19 79.53 351.19 121.67 175.69 Sumber : BEI, 2009

Keterangan : 1 ( sektor pertanian), 2 (sektor pertambangan), 3 (sektor industri dasar dan kimia), 4 (sektor aneka industri), 5 (sektor industri barang konsumsi), 6 (sektor properti dan real estate), 7 (sektor transportasi dan infrastruktur), 8 (sektor keuangan) dan 9 (sektor perdagangan, jasa dan investasi).


(28)

Pengaruh lain krisis finansial global terhadap makroekonomi adalah dari sisi tingkat suku bunga. Dengan naik turunnya nilai dolar, suku bunga akan naik karena Bank Indonesia (BI) akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Pengaruhnya pada investasi pasar modal, krisis global ini akan mebuat orang tidak lagi memilih pasar modal sebagai tempat menarik untuk berinvestasi karena kondisi makro yang tidak mendukung (Adiwarman, 2008).

Menurut Sirait dan Siagian (2002), kinerja pasar modal dapat dilihat dari indikator-indikator pasar modalnya, salah satunya IHSG. Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan asumsi-asumsi makroekonomi yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator makroekonomi juga berfluktuasi.

Tabel 1.3 Perkembangan IHSG dan Beberapa Indikator Makroekonomi di Indoneia Tahun 2003-2009

Indikator

Tahun IHSG Kurs Suku Bunga(%) Inflasi (%) PDB(%)

2003 691.90 8465 8.31 5.06 4.7

2004 1,000.23 9290 7.43 6.23 4.9

2005 1,162.635 9830 12.75 16.21 5.69

2006 1,805.523 9020 9.75 6.41 5.49

2007 2,745.826 9419 8.00 6.41 6.34

2008 1,355.408 10,950 9.25 11.19 6

2009 2,534.356 9400 6.50 4.89 4.55

Sumber : IDX statistic, BPS dan SEKI berbagai tahun di olah

Penelitian yang dilakukan oleh Hardiningsih et al (2001) menunjukkan hasil bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif terhadap saham, apabila kurs dolar Amerika turun (apresiasi rupiah) maka akan menyebabkan IHSG naik.


(29)

Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika mengakibatkan nilai IHSG ikut menguat ke posisi 691,90 bps di tahun 2003 dan pada tahun 2006. Nurdin (1999), mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak memiliki pengaruh terhadap resiko saham. Utami dan Rahayu (2003), mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar berpengaruh positif terhadap saham.

Penelitian tentang hubungan antara suku bunga dengan harga saham terdapat perbedaan hasil penelitian. Granger (dalam Mok, 1993), mengemukakan bahwa ada terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dengan harga saham. Sesuai dengan teori Keynes (Nopirin, 1997), apabila tabungan mengalami kenaikan maka harga saham akan mengalami penurunan dan begitu juga sebaliknya, hal ini tercermin pada peningkatan IHSG di tahun 2003 sebesar 266,95 bps pada tahun 2004. Situasi kembali berubah di pertengahan tahun 2005, harga minyak international naik tajam hingga di atas US$ 70 an per barel. Hal ini kembali memaksa otoritas moneter dalam ini BI utuk menaikkan suku bunga di tahun 2005-2006. Selain hal tersebut kebijakan suku bunga tinggi dalam negeri dipicu oleh kondisi perekonomian global dimana perekonomian Amerika Serikat, Eropa (Inggris), Asia (Jepang) juga menetapkan suku bunga tinggi oleh otoritas moneter negara tersebut (Gatra edisi 27 Januari 2007). Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Boedie et al (1995), mengemukakan bahwa ada pengaruh antara suku bunga dengan harga saham, dan hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian Utami dan Rahayu (2003). Hal ini terlihat pada tahun 2004, suku bunga naik namun di ikuti oleh peningkatan IHSG dari posisi 1.000,233 bps di tahun


(30)

2004 ke posisi 1.805,52 bps di tahun 2006. Hal ini dapat terjadi karena adanya harapan bahwa kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba meningkat, sehingga akan mendapatkan deviden yang lebih besar. Selain itu, peningkatan harga dapat juga disebabkab adanya kemungkinan pasar mengharapkan akan terjadinya penurunan suku bunga sehingga harga indeks naik.

Menurut Tandelilin (2000), kinerja bursa efek ikut mengalami penurunan jika inflasi meningkat. Apabila melihat pergerakan inflasi dari tahun 2003 sampai pada tahun 2009 bersifat fluktuatif. Peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 9,98% dari tahun sebelumnya sebesar 6,23% ke tingkat 16,21% terlihat penurunan pada IHSG ketika inflasi meningkat pada tahun 2008 sebesar -50% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sesuai dengan pendapat Tandelilin tersebut, IHSG mengalami penurunan ke tingkat 1.355,408 bps di tahun 2009 yang sebelumnya pada tingkat 2.745,826 bps di tahun 2007. Namun hal ini tidak berlaku untuk tahun 2005 di mana inflasi meningkat namun IHSG tetap naik sebesar 162,64 bps dari posisi tahun sebelumnya sebesar 1000,23 bps ke posisi 1.162,635 bps di tahun 2005. Peningkatan IHSG di tahun 2005 lebih dipicu oleh keadaan fundamental ekonomi dalam negeri yang stabil karena keberhasilan melaksanakan pemilu 2005, sehingga investor masih percaya pada kinerja perusahaan (emiten) domestik.

Penelitian hubungan antara Gross Domestic Product (PDB) terhadap harga saham yang telah dilakukan oleh Park (1997), yang melakukan penelitian tentang kaitan antar variabel makro, indeks harga konsumen, PDB, tingkat inflasi, dan suku


(31)

bunga menunjukkan bahwa PDB saja yang berpengaruh positif tehadap harga saham sedangkan yang lainnya tidak. Sedangkan Tandelilin (1997) mengemukakan bahwa pertumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap indeks harga.

Berdasarkan latar belakang dan research gap dari penelitian terdahulu, maka penelitian ini menganalisis pengaruh makroekonomi yaitu nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang di cerminkan dalam PDB terhadap kinerja IHSG di BEI pada tahun 2005 sampai pada tahun 2009.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut , permasalahan yang akan diteliti adalah “ Apakah pengaruh makroekonomi yang diproxikan dengan nilai tukar dolar terhadap rupiah, suku bunga, laju inflasi dan PDB berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di BEI?”

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk “Menganalisis pengaruh makroekonomi yang diproxikan dengan nilai tukar dolar terhadap rupiah, suku bunga, laju inflasi dan PDB secara simultan dan parsial terhadap IHSG di BEI”.

1.4. Manfaat Penelitian


(32)

1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh faktor makroekonomi terhadap IHSG.

2. Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangkan keputusan investasi.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan melengkapi temuan empiris yang sudah ada di bidang akuntansi untuk kemajuan dan pengembangan ilmiah di masa akan datang dan memperkaya khasanah keilmuan pada umumnya.

1.5. Originalitas Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi terhadap penelitian sebelumnya yang dilakukan Pasaribu et al (2009) yang berjudul Analisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap indeks harga saham gabungan. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian Pasaribu et al adalah indeks harga saham gabungan sedangkan variabel independen yang digunakan adalah inflasi, SBI, nilai tukar, transaksi berjalan, indeks hangseng, minyak dunia, fed rate. Pasaribu et al menyimpulkan bahwa inflasi, SBI, nilai tukar, minyak dunia dan fed rate tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Sedangkan transaksi berjalan, indeks hang seng berpengaruh positif signifikan terhadap indeks harga saham gabungan.


(33)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Pasaribu et al (2009) adalah variabel independen yang digunakan adalah nilai tukar, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan PDB. Penambahan variabel pertumbuhan PDB pada penelitian ini dikarenakan metode penelitian yang digunakan adalah Panel Data yang menggabungkan data Time Series dan Cross Section. Peneliti tidak menggunakan variabel transaksi berjalan, indeks hangseng, minyak dunia dan fed rate karena peneliti ingin meneliti hanya pada faktor makroekonomi di dalam negeri. Perbedaan lainnya adalah periode penelitian ini di mulai pada tahun 2005 sampai pada tahun 2009, sedangkan Pasaribu et al menggunakan periode 2005 sampai tahun 2008.


(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

Pasar modal merupakan alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan. Menurut Husnan (1998), pasar modal adalah pasar dari berbagai instrument keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan swasta. Sedangkan undang-undang Republik Indonesia nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal memberikan pengertian pasar modal sebagai suatu kegiatan yang bersangkutan denagan Penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan efek yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek (Bapepam.go.id,2010). Pengertian lainnya, pasar modal adalah salah satu sumber pembiayaan eksternal jangka panjang bagi dunia usaha khususnya perusahaan yang go public dan sebagai wahana investasi bagi masyarakat (Harianto dan Sudomo,1998).

Kepemilikan saham oleh masyarakat melalui pasar modal, dapat menjadikan masyarakat bisa menikmati keberhasilan perusahaan melalui pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan. Kepemilkan saham oleh masyarakat juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap perusahaan melalui pengawasan langsung oleh masyarakat.


(35)

2.1.1. Indeks Harga Saham Gabungan

Seiring dengan meningkatnya aktivitas perdagangan, kebutuhan untuk memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat mengenai perkembangan bursa juga semakin meningkat. Salah satu informasi yang diperlukan tersebut adalah harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham. Indeks harga saham merupakan indikator utama yang menggambarkan pergerakan harga saham. Indeks harga saham gabungan merupakan gabungan dari seluruh jenis saham yang tercatat di bursa efek (Samsul, 2006). Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi (BEI, 2010) yaitu :

1. Sebagai indikator trend pasar

2. Sebagai indikator tingkat keuntungan

3. Sebagai tolok ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio

4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan strategi pasif

5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivatif.

Ada beberapa macam pendekatan atau metode perhitungan yang digunakan untuk menghitung indeks, yaitu: (1) menghitung rata-rata (arimetic rate) harga saham yang masuk dalam anggota indeks, (2) menghitung geometric rate dari indeks individual saham yang masuk dalam anggota indeks, (3) menghitung rata-rata


(36)

tertimbang nilai pasar. Umumnya semua IHSG (composite) menggunakan metode rata-rata tertimbang termasuk BEI (BEI, 2010).

Sekarang ini PT. BEI memiliki 11 macam harga saham yang secara terus menerus disebarluaskan melalui media cetak maupun elektronik, sebagai salah satu pedoman bagi investor untuk berinvestasi di pasar modal (BEI, 2010). Kesebelas macam indeks tersebut adalah :

1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), menggunakan semua emiten yang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. IHSG seluruh saham selalu disesuaikan dengan kejadian-kejadian seperti : initial public offering (IPO), right issues, delisting dan konversi.

2. Indeks Sektoral, menggunakan semua emiten yang termasuk masing-masing sektor. Ada Sembilan sektoral di BEI yaitu : (1) sektor usaha primer meliputi sektor pertanian dan pertambangan, (2) sektor usaha sekunder meliputi sektor industri dasar dan kimia, aneka industri dan sektor industri barang konsumsi, dan (3) sektor usaha tersier meliputi sektor properti dan real estate, sektor keuangan dan sektor perdagangan, jasa dan investasi.

3. Indeks LQ45, menggunakan 45 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan dan disesuaikan setiap enam bulan sekali (setiap awal februari dan agustus).


(37)

4. Jakarta Islamic Indeks (JII), menggunakan 30 emiten yang masuk dalam kriteria syariah dan termasuk saham yang memiliki kapitalisasi besar dan likuiditas tinggi.

5. Indeks Kompas100, menggunakan 100 saham yang terpilih berdasarkan kriteria likuiditas dan kapitalisasi pasar dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan.

6. Indeks Bisnis-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerjasama anatara PT. BEI dengan Harian Bisnis Indonesia.

7. Indeks PEFINDO 25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerjasama anatara PT. BEI dengan lembaga rating PEFINDO.

8. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerjasama anatara PT. BEI dengan yayasan KEHATI.

9. Indeks PApan Utama, menggunakan emiten yang termasuk dalam criteria papan utama.

10. Indeks Papan Pengembangan,


(38)

Seluruh indeks yang ada di BEI menggunakan metode perhitungan yang sama, yaitu metode rata-rata tertimbang berdasarkan jumlah saham tercatat. Perbedaan utama yang terdapat pada masing-masing indeks adalah jumlah emiten dan nilai dasar yang digunakan untuk perhitungan indeks. Misalnya untuk indeks LQ45 menggunakan 45 saham untuk perhitungan indeks sedangkan Jakarta Islamic Index

(JII) menggunakan 30 saham untuk perhitungan indeks. Indeks-indeks tersebut ditampilkan terus menerus melalui display wall di lantai bursa dan disebarkan ke masyarakat luas oleh data vendor melalui data feed.

Metodologi perhitungan indeks menggunakan rata-rata tertimbang nilai pasar (market value weighted index) dengan rumus dasar perhitungan (www.idx.co.id):

Nilai pasar adalah kumulatif jumlah saham hari ini dikalikan harga pasar hari ini (kapitalisasi pasar), sedangkan nilai dasar adalah kumulatif jumlah saham pada hari dasar di kali harga dasar pada hari dasar. Hari dasar di BEI adalah tanggal 10 agustus 1982 dengan nilai 100. Indeks harga sahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham gabungan (IHSG). Nilai yang dipakai adalah harga penutupan (closing price) setiap transaksi hari terakhir 3 bulanan.

Indeks = Nilai pasar x 100% Nilai dasar


(39)

2.1.2. Arbitrage Pricing Theory

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel-variabel ekonomi terhadap pasar modal suatu negara. Salah satu pendekatan yang sering dan popular yang digunakan adalah pendekatan Arbitrage Pricing theory (APT) yang dikembangkan oleh Ross (1976). Chen et al (1986), dengan menggunakan pendekatan APT, membuktikan bahwa variabel-variabel makroekonomi memiliki pengaruh sistematik terhadap tingkat pengembalian pasar saham. Kondisi makroekonomi dianggap mempengaruhi tingkat diskonto (discount rate), kemampuan perusahaan untuk menggerakkan aliran kas (cash flow), dan pembayaran deviden pada masa yang akan datang (future deviden payout).

Abritase adalah memperoleh laba tanpa resiko dengan memanfaatkan peluang perbedaan harga asset atau sekuitas yang sama. Konsep yang digunakan pada APT adalah hukum satu harga (law of one price) menyebutkan bahwa jika dua aset yang ekuivalen dalam seluruh aspek ekonomi yang relevan, maka keduanya mempunyai harga yang sama. Apabila aktiva yang berkarakteristik sama tersebut di jual dengan harga yang berbeda, maka akan terdapat kesempatan untuk melakukan arbitrasi dengan membeli aktiva yang berharga lebih murah dan pada saat yang sama menjualnya dengan harga yang lebih tinggi sehingga memperoleh laba tanpa rsiko.

APT mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan sekuritas sangat dipengaruhi oleh faktor dalam perekonomian dan industri. Korelasi antara tingkat keuntungan dua sekuritas terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut dipengaruhi oleh


(40)

faktor-faktor yang sama. APT berpendapat bahwa ada hubungan postif antara tingkat keuntungan yang diharapkan dengan resiko.

Tingkat keuntungan yang diharapkan dari setiap sekuritas yang diperdagangkan di pasar keuangan terdiri dari dua komponen. Pertama, tingkat keuntungan normal atau yang diharapkan. Tingkat keuntungan ini merupakan bagian dari tingkat keuntungan akrual yang diperkirakan (diharapkan) oleh pemegang saham. Tingkat keuntungan tersebut dipengaruhi oleh informasi yang dimiliki oleh pemodal. Kedua, tingkat keuntungan yang tidak pasti atau beresiko. Bagian keuntungan ini berasal dari informasi yang bersifat tak terduga.

Secara formal tingkat keuntungan suatu sekuritas dapat dituliskan menjadi (Reilly,1992):

Dalam hal ini F adalah resiko sistematik juga disebut resiko pasar (market risk), yang mempengaruhi semua perusahaan. Sedangkan e merupakan resiko yang tidak sistematik, atau spesifik untuk perusahaan tertentu. Resiko tidak sistematik dari perusahaan A tidak berkorelasi dengan resiko tidak sistematik dari perusahaan B, dengan demikian maka korelasi A dan B = 0.

ri = E(ri) + βiF + ei  


(41)

Sedangkan jika kita mengasumsikan bahwa terdapat lebih dari satu faktor sistematik, maka kita dapat menggunalan APT Multifactor dengan rumus (R eilly,1992):

Dimana setiap faktor memiliki keuntungan yang diharapkan sebesar nol karena setiap variabel mengukur kejutan (surprise) dalam variabel sistematik, bukan tingkat variabel tersebut. Demikian juga, komponen spesifik perusahaan dari keuntungan yang tidak diharapkan, ei juga memiliki keuntungan yang diharapkan sebesar nol.

2.1.3. Faktor-Faktor Ekonomi Yang Mempengaruhi Pasar Modal

Para pemodal dalam proses penilaian investasi harus memahami kondisi ekonomi nasional suatu negara dimana mereka akan berinvestasi. Kondisi ekonomi ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi dan memberi dampak pada pendapatan dan biaya perusahaan, serta mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan (Harianto, 1998).

Menurut Ang (1997) berbagai variabel ekonomi akan memberikan pengaruh kepada pasar modal, khususnya ekuitas. Variabel ekonomi yang mempengaruhi


(42)

indeks harga saham adalah pertumbuhan PDB, keuntungan perusahaan, pertumbuhan produksi industri, inflasi, tingkat bunga, kurs mata uang rupiah, pengangguran dan jumlah uang beredar. Tandelilin (2000) menyatakan bahwa faktor-faktor makroekonomi secara empiris telah terbukti mempunyai pangaruh terhadap kondisi pasar modal di beberapa negara. Faktor–faktor tersebut antara lain Produk Domestik Bruto (PDB), laju pertumbuhan inflasi, tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang (exchange rate).

Tidak ada teori yang membantah adanya hubungan antara pasar saham dengan keadaaan makroekonomi. Menurut Chen et all (dalam Sitinjak dan Widuri, 2003), perubahan harga saham biasanya merupakan respond dan kekuatan eksternal. Selain itu memang ada kebijakan-kebijakan moneter (berkaitan dengan makroekonomi) yang mempengaruhi pasar modal dan pasar uang secara bersama-sama (Sitinjak dan Widuri, 2003).

Beberapa ahli ekonomi lainnya telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara kondisi makroekonomi dengan pasar saham. Chen (1991) melakukan penelitian yang mempelajari hubungan antara perubahan peluang investasi keuangan dan perubahan pada variabel-variabel makroekonomi. Variabel makroekonomi yang digunakan adalah tingkat pertumbuhan produksi, default premium, term premium, tingkat suku bunga jangka pendek dan rasio deviden harga yang ditunjuk sebagai indikator pertumbuhan ekonomi masa kini dan masa yang akan datang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa excess return pasar berhubungan


(43)

secara negatif dengan pertumbuhan ekonomi saat ini dan berhubungan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang.

2.1.3.1. Nilai Tukar Uang

Nilai tukar merupakan perbandingan nilai atau harga dua mata uang. Pengertian nilai tukar uang menurut FASB adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Perbedaan nilai tukar riil dengan nilai tukar nominal penting untuk dipahami karena keduanya mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap resiko nilai tukar (Sartono, 2001). Nilai tukar nominal menunjukkan harga relatif mata uang dari dua Negara, sedangkan nilai tukar riil menunjuukan harga relatif barang dari dua Negara.

Menurut Nopirin (1990) nilai tukar merupakan semacam harga didalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terjadi perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan inilah yang seringkali disebut nilai tukar atau kurs (exchange rate). Nilai tukar atau lazim juga disebut kurs valuta dalam berbagai transaksi ataupun jual beli valuta asing dikenal ada empat jenis yakni (Dornbusch dan Fischer, 1992) :

a. Selling Rate (kurs jual), adalah kurs yang ditentukan suatu bank untuk penjualan valuta asing tertentu pada waktu tertentu.


(44)

b. Middle Rate ( kurs tengah), adalah kurs tengah antara kurs jual dan kurs beli valuta asing terhadap mata uang nasional, yang ditetapkan oleh Bank Central pada waktu tertentu.

c. Buying Rate (kurs beli), adalah kurs yang ditentukan suatu bank untuk pembelian valuta asing tertentu pada waktu tertentu.

d. Flat Rate (kurs tetap), adalah kurs yang berlaku dalam transaksi jual beli bank notes dan traveler cheque, dimana dalam kurs tersebut sudah diperhitungkan promosi dan biaya-biaya lainnya.

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai tukar (exchange rate) yaitu pendekatan moneter (monetary approach) dan pendekatan pasar aset (asset market approach). Pada pendekatan moneter,nilai tukar didefinisikan sebagai harga di mana mata uang asing (foreign currency/money) dijual belikan terhadap mata uang domestik (domestic currency/money) dan harga tersebut berhubungan dengan penawaran dan perminataan uang. Naik turunnya nilai tukar mata uang bisa terjadi dengan berbagai cara, yakni dengan dilakukan secara resmi oleh pemerintah suatu Negara yang menganut sistem managed floating exchange rate, atau bisa juga karena tarik menariknya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan di dalam pasar (market mechanism) dan lazimnya perubahan nilai tukar mata uang tersebut bisa terjadi karena empat hal yaitu :


(45)

a. Depresiasi (depreciation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing lainnya dikarenakan tarik menarik kekuatan permintaan dan penawaran (demand and supply).

b. Appresiasi (appreciation), adalah

peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing lainnya dikarenakan tarik menarik kekuatan permintaan dan penawaran (demand and supply).

c. Devaluasi (devaluation), adalah penurunan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing lainnya dikarenakan dilakukan secara resmi oleh pemerintah.

d. Revaluasi (revaluation), peningkatan harga mata uang nasional terhadap mata uang asing lainnya dikarenakan dilakukan secara resmi oleh pemerintah.

Menurut Sirait dan Siagian (2002) pengaruh nilai tukar valuta asing dapat menjadi positif terhadap indeks harga saham gabungan, jika rupiah mengalami penguatan (appresiasi) maka akan menurunkan kemampuan domestik dalam persaingan di perdagangan dunia karena mata uang domestik menjadi relatif lebih mahal. Dalam kondisi normal, dimana fluktuasi nilai tukar uang tidak terlalu tinggi, hubungan nilai tukar dengan pasar modal adalah berkorelasi positif, tetapi jika terjadi


(46)

depresiasi atau appresiasi nilai tukar uang , maka hubungan nilai tukar uang dengan pasar modal akan berpotensi negatif (Suciwati dan Machfoed, 2002).

2.1.3.2. Suku Bunga

Suku bunga merupakan harga atas dana yang dipinjam (Reilly, 1992). Sertifikat Bank Indonesia (SBI) pada prinsipnya adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Sentral sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dan diperjualbelikan dengan sistem diskonto (Hamzah, 2005). Menurut Krugman dan Obstfed (1999) tingkat suku bunga merupakan jumlah sewa atau imbalan yang diterima oleh seseorang atas kesediannya meminjamkan sejumlah dana tertentu misalkan satu tahun. Tingkat suku bunga rata-rata tertimbang SBI jangka waktu 1 (satu) bulan pada saat lelang SBI di Bank Indonesia.

Kebijakan moneter mengeluarkan tingkat suku bunga SBI ini bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang beredar, tingkat suku bunga SBI yang dikeluarkan oleh BI diharapkan akan direspon searah oleh perbankan umum, jika tingkat suku bunga SBI dinaikkan harapannya adalah suku bunga simpanan bank umum juga akan mengalami kenaikan, disinilah fungsi tingkat suku bunga SBI mengendalikan peredaran uang di masyarakat. Dampak lain dari pengendalian uang beredar ini adalah untuk mengurangi kecenderungan masyarakat membelanjakan uangnya, yang pada akhirnya akan menekan laju inflasi.

Hubungan antara tingkat suku bunga SBI dengan harga saham bursa tidak berpengaruh secara langsung. Tingkat suku bunga SBI akan direspon oleh suku


(47)

bunga simpanan, bila tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan, maka suku bunga simpanan akan mengalami kenaikan, hal ini akan diikuti kenaikan suku bunga pinjaman para debitur. Jika suku bunga simpanan cenderung mengalami kenaikan terus menerus akan mendorong investor memindahkan dana dari pasar modal kepada perbankan. Bila hal ini terjadi maka harga saham akan mengalami penurunan harga, begitu pula sebaliknya. Sehingga hubungan antara tingkat suku bunga SBI dengan harga saham memiliki hubungan yang negatif. Dalam penelitian ini suku bunga yang digunakan adalah nilai bunga deposito SBI triwulan dari tahun 2005 sampai pada tahun 2009.

2.1.3.3. Laju Inflasi

Inflasi mempengaruhi perekonomian melalui pendapatan dan kekayaan, dan melalui perubahan tingkat dan efisiensi produksi. Inflasi yang tidak dapat di ramalkan biasanya menguntungkan para debitur, pencari dana dan spekulator pengambil resiko. Inflasi akan merugikan para kreditur, kelompok berpendapatan tetap, dan investor yang tidak berani beresiko (Samuelson, 1994).Inflasi adalah ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang meningkatnya harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi pada suatu sistem perekonomian. Menurut Herman (2003), inflasi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan harga-harga pada umumnya atau turunnya nilai mata uang yang beredar.


(48)

Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overhead). Artinya , kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika inflasi mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor seiring dengan turunnya resiko daya beli uang dan resiko penurunan pendapatan riil (Tandelilin, 2003). Jadi inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya keuntungan suatu perusahaan, sehingga menyebabkan efek sekuritas menjadi kurang kompetitif Widjojo (dalam Almilia, 2003).

Sirait dan Siagian (2002) mengemukakan bahwa kenaikan inflasi dapat menurunkan capital gain yang menyebabkan berkurangnya keuntungan yang diterima oleh investor. Di sisi perusahaan, terjadinya peningkatan inflasi dimana peningkatannya tidak dapat dibebankan kepada konsumen, dapat menurunkan tingkat pendapatan perusahaan. Hal ini berarti resiko yang akan dihadapi perusahaan akan lebih besar untuk tetap berinvestasi dalam bentuk saham, sehingga permintaan terhadap saham akan turun. Inflasi dapat menurunkan keuntungan suatu perusahaan sehingga sekuritas di pasar modal menjadi komoditi yang tidak menarik. Hal ini berarti inflasi memiliki hubungan yang negative dengan harga saham. Adapun data


(49)

inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lajuninflasi indeks harga umum 3 bulanan yang dikeluarkan oleh BPS dari tahun 2005 sampai pada tahun 2009.

2.1.3.4. Pertumbuhan PDB

PDB (Produk Domestik Bruto) adalah jumlah nilai dari semua produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu (Antoderman,2010). PDB merupakan salah satu indicator yang penting dalam melihat sehat tidaknya perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran di kawasan tersebut. Biasanya PDB disajikan sebagai perbandingan ke kuartal atau tahun sebelumnya.

Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita jangka panjang. Penekanan pada proses karena mengandung unsur dinamis, perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu pemakaian indikator pertumbuhan ekonomi akan dilihat dalam kurun waktu tertentu. Laju pertumbuhan ekonomi akan di ukur melalui perkembangan PDB yang diperoleh dari BPS. Adapun cara menghitungnya (BPS, 2010):

Dimana : PDB = Laju pertumbuhan ekonomi PDBx = PDB tahun sekarang

PDB = PDBx – PDBx-1 X 100% PDB x-1


(50)

PDBx-1 = PDB tahun sebelumnya 2.2. Review Penelitian Terdahulu

Harga saham juga mempengaruhi nilai tukar melalui permintan uang (money demand equation) yang membentuk suatu basis model alokasi portofolio dan moneter dari determinasi nilai tukar uang. Pada kondisi tertentu yang mencerminkan aktivitas ekonomi riil, perubahan harga saham menyebabkan peningkatan permintaan uang riil dan mata uang domestik. Di samping itu harga saham juga dapat mencerminkan variabel makroekonomi, karena menunjukkan ekspektasi pasar terhadap aktivitas ekonomi riil (Ibrahim, 2000). Nilai tukar mempengaruhi harga saham, tapi pertumbuhan pasar saham juga mendesak pengaruh positif dari nilai tukar.

Bahmani – oskccee dan Sohrabian (1992) menawarkan penjelasan lain dari efek harga saham terhadap perubahan nilai tukar, dimana hasil kenaikan dalam keseimbangan riil akan menghasilkan kenaikan tingkat bunga. Akhirnya , asset financial domestic akan menjadi lebih atraktif. Sebagai hasilnya, para investor akan menyesuaikan portofolio dalam dan luar negeri melalui permintaan yang lebih banyak aset domestik. Penyesuaian portofolio dari perusahaan tersebut akan menghasilkan apresiasi mata uang domestik, karena mereka membutuhkan mata uang domestik untuk transaksi tersebut.

Ketika suku bunga yang ditetapkan BI naik, maka pada dasarnya akan menaikkan suku bunga kredit yang dikeluarkan oleh bank. Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap indeks harga saham sebagaimana yang ditemukan Granger


(51)

(dalam Mok, 1993) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dengan indeks harga saham. Hal tersebut juga didukung oleh Utami dan Rahayu (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh negatif suku bunga terhadap harga saham selama masa krisis di Indonesia.

Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi maka semakin menurunkan tingkat profabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut. Pada penelitian yang dilakukan Utami dan Rahayu (2003) membuktikan secara empiris pengaruh inflasi terhadap harga saham, semakin tinggi tingkat inflasi semakin rendah return saham.

Park (1997) yang meneliti kaitan antara variabel makro, harga konsumen, PDB, tingkat inflasi, suku bunga dan return saham menemukan adanya pengaruh positif antara pertumbuhan PDB dengan return saham. Dengan meningkatnya kinerja ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan PDB, investor akan cenderung lebih banyak berinvestasi di pasar modal. Dengan meningkatnya pertumbuhan PDB juga akan meningkatkan naiknya daya beli masyarakat yang imbasnya bisa saja dirasakan oleh pasar modal.

Dari beberapa penelitian terdahulu dapat disajikan secara sistematis dalam tabel berikut :


(52)

Tabel 2.1.Review Penelitian terdahulu

No Nama Peneliti/Tahun

Topik Penelitian Variabel yang digunakan

Hasil Penelitian 1 Pasaribu et al

(2009)

Analisis pengaruh variabel

makroekonomi terhadap IHSG

Inflasi, sbi, nilai tukar, transaksi berjalan, indeks hang seng, minyak dunia dan fed rate sebagai variabel independen dan indeks harga saham gabungan sebagai variabel dependen

Inflasi, sbi, nilai tukar, minyak dunia dan fed rate tidak berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan, sedangkan transaksi berjalan dan indeks hang seng berpengaruh positif signifikan. 2 Witjaksono (2010) Analisis pengaruh tingkat suku bunga SBI, harga minyak dunia, harga emas dunia, kurs rupiah, indeks nikkei 225, dan indeks dow jones terhadap IHSG

Tingkat suku bunga SBI, harga minyak dunia, harga emas dunia, kurs rupiah, indeks Nikkei 225 dan indeks dow jones sebagai variabel independen dan IHSG sebagai variabel dependen

Tingkat suku bunga SBI dan kurs rupiah berpengaruh negatif,dan harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks Nikkei 225 dan indeks dow jones berpengaruh positif terhadap IHSG. 3 Pratikno (2009) Analisis pengaruh nilai tukar rupiah, inflasi, SBI dan indeks dow jones terhadap IHSG

Nilai tukar rupiah, inflasi, SBI dan indeks dow jones sebagai variabel independen dan

Nilai tukar rupiah, inflasi, SBI dan indeks dow jones berpengaruh


(53)

IHSG sebagai variabel dependen secara simultan terhadap IHSG. 4 Mok (1993) Causality of interest

rate, exchange rate, and stock price at stock market open and close in hongkong.

Suku bunga dan nilai tukar sebagai variabel independen dan harga saham sebagai variabel dependen Tidak menemukan hubungan yang signifikan antar variabel 5 Park (1997) Rationality of

negative stock price responses to strong economic activity

Harga konsumen, PDB, tingkat inflasi dan suku bunga sebagai variabel independen dan return saham sebagai variabel dependen PDB berpengaruh positif signifikan terhadap return saham, variabel lainnya tidak berpengaruh 6 Utami dan

Mudjilah (2003)

Peranan profabilitas, suku bunga, inflasi dan nilai tukar dalam mempengaruhi pasar modal di Indonesia selama krisis ekonomi

Profabilitas, suku bunga dan inflasi sebagai variabel independen dan harga saham sebagai variabel dependen Profabilitas, suku bunga, inflasi secara simultan mempengaruhi harga saham secara signifikan 7 Sirait dan

Siagian (2002)

Analisis keterkaitan sektor riil, sektor moneter dan sektor luar negeri dengan pasar modal

PDB, kurs, FDI, inflasi dan posisi transaksi sebagai variabel independen dan IHSG sebagai variabel dependen

PDB, kurs dan FDI berpengaruh signifikan terhadap IHSG, sedangkan inflasi dan posisi transaksi tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG.


(54)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1. Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yaitu : nilai tukar, suku bunga, laju inflasi dan pertumbuhan PDB. Sehingga kerangka konsep yang terbentuk sebagai berikut:

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Menurunnya dolar terhadap rupiah berpengaruh positif terhadap ekonomi dan pasar modal, sebaliknya kurs dolar terhadap rupiah berpengaruh negatif (Harianto,2000). Melemahnya rupiah akan menyebabkan pasar modal dalam negeri

Indeks Harga  Saham Gabungan 

(Y)           Makroekonomi

  Nilai tukar (X1)    

Suku Bunga SBI (X2)    

Laju Inflasi (X3)    

 


(55)

kurang menarik karena adanya resiko nilai tukar yang menyebabkan penurunan investasi dan mempunyai hubungan negatif terhadap saham. Sebaliknya hubungan antara nilai kurs dolar terhadap rupiah bisa saja berpengaruh positif bila investor berasal dari luar negeri yang menggunakan mata uang asing sehingga semakin terdepresiasi mata uang rupiah akan menyebabkan investor luar cenderung melepas mata uang asingnya untuk membeli saham yang harganya turun karena pengaruh kurs mata uang.

Suku bunga memiliki hubungan negatif terhadap saham. Hal ini disebabkan jika suku bunga meningkat maka orang akan lebih memilih menabung uangnya daripada menginvestasikan modalnya dengan harapan resiko yang diharapkan lebih kecil daripada dalam bentuk saham. Jika tingkat suku bunga menurun maka investor lebih cenderung investasikan modalnya dalam bentuk saham sehingga pemintaan akan saham meningkat dan harga sahan juga akan meningkat.

Tingkat inflasi yang tinggi memiliki hubungan negatif terhadap indeks harga saham. Jika peningkatan biaya faktor produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dinikmati oleh perusahaan, profabilitas akan menurun dan menyebakan efek kurang berkompetisi dengan efek lainnya dan mengakibatkan harga saham juga berpengaruh.

Perubahan ekonomi mempunyai hubungan yang positif terhadap harga saham, karena dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka meningkatkan permintaan terhadap saham dan akibatnya akan meningkatnya harga saham. Salah


(56)

satu indikator meningkatnya pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya PDB yang merupakan kenaikan output perkapita jangka panjang.

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konseptual dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis yang di ajukan adalah sebagai berikut :

H1 : Terdapat pengaruh makroekonomi yang di proxikan oleh apresiasi nilai tukar dolar terhadap rupiah, apresiasi suku bunga SBI, apresiasi laju inflasi dan pertumbuhan PDB signifikan baik secara simultan dan pengaruh negatif nilai tukar dolar terhadap rupiah, suku bunga SBI dan laju inflasi sebaliknya pengaruh positif PDB secara parsial terhadap indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia.


(57)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka penelitian ini adalah desain kausal. Husein (2003) menjelaskan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain. Desain kausal berguna juga pada penelitian yang bersifat eksperimen dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.

4.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bursa efek Indonesia. Periode pengamatan adalah tahun 2005, 2006, 2007, 2008 dan tahun 2009.

4.3. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek maupun subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2005 sampai pada tahun 2009. Jumlah


(58)

populasi yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 180 pengamatan yang terdiri dari 20 time series ( 2005:1 sampai 2009:4) dan 9 cross section ( 9 sektoral).

4.4. Metode Pengumpulan Data

Sesuai dengan jenis data yang diperlukan yaitu data sekunder dan sampel yang digunakan, maka metode pemgumpulan data dalam penelitian ini digunakan dengan teknik dokumentasi yang didasarkan pada Indeks list pada data tiga bulanan yang di keluarkan oleh BEI (www.idx.co.id). Untuk data kurs dan suku bunga SBI diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id) serta Badan Pusat Statistik (BPS) (www.bps.co.id) untuk data laju inflasi dan pertumbuhan PDB. Dikarenakan data pertumbuhan PDB diterbitkan oleh BPS setiap 3 bulan sekali maka untuk data nilai tukar dolar terhadap rupiah data yang digunakan adalah data pada setiap tanggal terakhir transaksi 3 bulanan, dan untuk data suku bunga SBI dan inflasi juga digunakan setiap 3 bulanan.

4.5. Definisi Operasional dan pengukuran Variabel Variabel penelitian ini terdiri dari :

a. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dijelaskan atau yang dipengaruhi oleh variabel independen (Husein,2003). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah IHSG yang merupakan indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham gabungan secara bulanan dan dinyatakan dalam persen.


(59)

b. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain (Husein,2003). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Makroekonomi adalah ilmu tentang perilaku perekonomian secara keseluruhan, yang mempelajari output nasional, kesempatan kerja, harga dan perdagangan internasional.

2. Nilai tukar dolar terhadap rupiah (NT) adalah kenaikan (apresiasi) atau penurunan (depresiasi) nilai tukar dolar terhadap rupiah pada tanggal terakhir transaksi setiap 3 bulan dan dinyatakan dalam persen.

3. Suku bunga (SB) adalah sertifikat dari BI sebagai pengakuan utang jangka pendek dengan sistem diskonto. SBI yang digunakan adalah SBI dengan jangka waktu 3 bulan dan dinyatakan dalam persen.

4. Inflasi (LI) adalah kenaikan harga umum secara terus menerus di ukur dengan menggunakan laju inflasi 3 bulanan yang diperoleh dari BPS dan dinyatakan dalam persen.

5. Pertumbuhan PDB (PDB) adalah proses kenaikan output per kapita jangka panjang. Data yang digunakan dikeluarkan oleh BPS dan dinyatakan dalam persen.


(60)

Tabel 4.2 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Indikator Skala

1 Makroekonomi Ilmu tentang perilaku

perekonomian secara keseluruhan

Nilai tukar, suku bunga, inflasi dan perubahan PDB

Rasio

2 IHSG (IHSG) Suatu indikator yang

menunjukkan

pergerakan harga saham secara tiga bulanan

IHSG penutupan yang di hitung oleh BEI

Rasio

3 Nilai tukar (NT) Perubahan kenaikan atau

penurunan nilai dolar terhadap rupiah

Kenaikan nilai tukar BI yang diterbitkan pada tanggal terakhir setiap 3 bulan

Rasio

4 Suku Bunga (SB) Surat berharga yang

dikeluarkan oleh BI sebagai pengakuan utang jangka pendek

Rata-rata kenaikan SBI tiga bulanan yang dikeluarkan oleh BI

Rasio

5 Inflasi (LI) Kenaikan secara terus

menerus harga barang umum

Kenaikan Laju inflasi yang diterbitkan oleh BPS setiap 3 bulanan

Rasio

6 Pertumbuhan PDB

(PDB)

Suatu proses perubahan output perkapita jangka pendek

PDBx-PDBx-1 X100%

PDBx-1

Rasio

4.6. Metode Analisis Data 4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik 4.6.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independen dan variabel dependen keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak (Ghozali,2006). Model regresi yang baik adalah model yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan


(61)

menggunakan uji Jarque-Berra (JB) dan metode grafik. Penelitian ini akan menggunakan metode Jarqque-Berra Test yang dilakukan dengan menghitung skewness dan kurtosis. Adapun formula uji statistik Jarqque-Berra :

J-B hitung = Dimana :

S = skewness statistik K = kurtosis

Jika nilai propability Jarque-Berra hitung < 0,05, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual Ut terdistribusi normal ditolak dan sebaliknya. Dan untuk melihat apakah terdapat fenomena time variying volatility dalam penelitian ini maka dilihat dari nilai koefisien Skewness dan Kurtosis. Menurut Widarjono (2005), data memiliki fenomena time variying volatility apabila nilai skewness ≠ 0 dan nilai kurtosis > 3.

4.6.1.2. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas dilakukan untuk memastikan bahwa tidak terdapat multikolinieritas dalam data dari variabel-variabel independennya. Maksudnya adalah tidak ada korelasi yang sempurna atau korelasi yang tidak sempurna tetapi relatif tinggi pada variabel-variabel independennya (Husein,2003). Adanya multikolinieritas sempurna akan berakibat bahwa koefisien regresi tidak dapat ditentukan dengan standar devasi menjadi tak terhingga. Jika multikolinieritas kurang sempurna, maka


(62)

koefisien regresi meskipun terhingga akan mempunyai standar deviasi yang besar sehingga koefisien tidak dapat ditaksir dengan mudah. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas juga dapat menggunakan korelasi (r) dimana korelasi diatas 0,8 menunjukkan adanya multikolinieritas (Gujarati,2003).

Cara mengatasi multikolinieritas sebagai beikut: (a) transformasi tabel. Jika terlihat pada model awal dengan adanya gejala multikolinieritas maka dapat dilakukan transformasi variabel yang bersangkutan ke dalam bentuk logaritma natural atau bentuk-bentuk transformasi lainnya, sehingga nilai t hitung yang dihasilkan secara individu variabel independen dapat secara signifikan mempengaruhi variabel dependen. (b) meningkatkan jumlah data sampel. Dengan adanya peningkatan jumlah data sampel diharapkan mampu menurunkan standars error disetiap variabel independen dan akan diperoleh model yang benar-benar bisa menaksir koefisien regresi secara tepat (Arief,2006).

4.6.2. Pengujian Hipotesis 4.6.2.2. Analisis Data panel

Dalam penelitian ini menggunakan analisis data panel dan dengan menggunakan software Eviews. Data panel merupakan gabungan data cross section

dengan time series. Kombinasi data time series dan cross section dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas data dengan pendekatan yang tidak mungkin dilakukan dengan menggunakan slaah satu dari data tersebut (Gujarati,2003). Time series dalam penelitian ini berawal dari tahun 2005 kuartal 1 sampai tahun 2009 kuartal 4 yang


(63)

jika dijumlahkan akan berjumlah 20 time series (5 tahun x 4 kuartal). Cross section

dalam penelitian ini berjumlah 9 yaitu pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri barang konsumsi, properti dan real estate, transportasi dan infrastruktur, keuangan dan perdagangan, jasa dan investasi. Sebagai model penelitian menjadi rumus berikut ini :

IHSGit = αit + β1NTt + β2SBt + β3LIt +β4PDBit + uit Dimana :

IHSGit = IHSG untuk unit individu ke-i dan unit waktu ke-t

NTt = Perubahan nilai tukar dolar terhadap rupiah untuk unit waktu ke-t

SBt = Suku bunga SBI untuk unit waktu ke-t

LIt = Laju inflasi untuk unit waktu ke-t

PDBit = Pertumbuhan PDB untuk unit individu ke-i dan unti waktu ke-t

uit = Error dengan E(eit)=0, E(eit)2=σ2, E(eit,ejs)=0 untuk ij dan/atau ts

αit = Koefisien intersep βit = Koefisien slope

i = Pertanian, pertambangan, industri dasar dan kimia, aneka industri, industri barang konsumsi, properti dan real estate, transportasi dan infrastruktur, keuangan dan perdagangan, jasa dan investasi.

t = 2005:1 sampai 2009:4

Banyaknya unit waktu di setiap unit individu inilah yang mencirikan apakah data panel tersebut seimbang atau tidak. Jika tiap-tiap individu di observasi dalam jangka waktu yang sama maka data panel dikatakan seimbang (balanced panel data). Sedangkan jika tidak semua unit individu di observasi pada waktu yang sama atau bisa juga disebabkan adanya data yang hilang dalam suatu individu, maka data panel dikatakan tidak seimbang (unbalanced panel data).


(64)

Mengingat data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, maka untuk menguji hipotesis digunakan Model Efek Tetap dan Efek Random. Penjelasan Model Efek Tetap dan Efek Random adalah sebagai berikut :

a. Model Efek Tetap (Fixed Model)

Dasar pemikiran bahwa setiap individu observasi memiliki karakteristik masing-masing maka model ini memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan untuk tiap-tiap individu. Model ini memiliki kekurangan dimana tidak dihasilkan satu estimasi umum (general estimates) karena tidak terdapat general intercept atau konstanta untuk mewakili seluruh individu.

b. Model Efek Random (Random Model)

Pada Efek tetap perbedaan antar individu dicerminkan oleh intercept atau konstanta, tetapi pada Model Efek Random perbedaan tersebut diakomodasi oleh

error terms masing-masing individu. Metode ini memiliki keuntungan karena menghilangkan heterokedastisitas (data tidak homogen) jika memang ada.

c. FEM atau REM

Pengujian untuk menentukan apakah Model Efek Tetap atau Model Efek Random yang dipilih adalah dengan uji Hausman. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut :

H0 : Model Efek Random H1 : Model Efek Tetap


(65)

Dasar penolakan H0 adalah dengan menggunakan pertimbangan statistik Chi Square. Jika Chi Square statistik > Chi Square tabel maka h0 ditolak dan H1 diterima, dan begitu juga sebaliknya.

Menurut beberapa ahli ekonometri (Usman,2006) pemilihan Model Efek Tetap atau Model Efek Random dapat dilakukan dengan melihat:

1. Jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T) lebih besar dibandingkan jumlha individu (N) maka disarankan untuk menggunakan Model Efek Tetap.

T > N → gunakan Model Efek Tetap

2. Jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T) lebih kecil dibandingkan jumlah individu (N) maka disarankan untuk menggunakan Model Efek Random.

T < N → gunakan Model Efek Random

Dalam penelitian ini jumlah waktu (time series) lebih besar daripada jumlah individu (cross section) yaitu T (20) > N (9) maka model yang digunakan adalah Model Efek Tetap.

4.6.2.3. Pengujian Hipotesis

Estimasi terhadap model dilakukan dengan metode yang tersedia pada program statistik Eviews versi 6.0. koefisien yang dihasilkan dapat dilihat dari output regresi berdasarkan data yang di analisis untuk kemudian di interpretasikan serta dilihat signifikansi tiap-tiap variabel yang diteliti.


(66)

a. R2 (koefisien determinasi) bertujuan untuk mengetahui kekuatan variabel independen menjelaskan variabel dependen.

b. Uji Simultan (F-test) dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien determinasi secara serempak. Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

c. Uji Parsial (t-test) dimaksudkan untuk mengetahui signifikansi statistik koefisien determinasi secara individu. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.


(67)

BAB V

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

5.1. Deskriptif Data

Statistik deskriptif memb.erikan gambaran umum tentang objek penelitian yang dijadikan sampel. Penjelasan data melalui statistik deskriptif diharapkan memberikan gambaran awal tentang masalah yang diteliti. Adapun statistik deskriptif terdapat pada tabel berikut:

Tabel 5.1 Statistik Deskriptif

Keterangan N Mean Median Maksimum Minimum Standard Deviasi Nilai Tukar 180 9617.100 9389.000 11575.00 9020.000 676.2143 Suku Bunga 180 9.083500 8.500000 12.75000 6.500000 1.901621 Inflasi 180 0.677500 0.475000 2.460000 -0.040000 0.654401 PDB 180 6.780556 6.658889 7.686667 5.788889 0.589111 IHSG 180 549.9119 504.6249 994.9979 253.2196 246.6660 Sumber : Hasil Analisa Data,lampiran 2

Berdasarkan tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa jumlah pengamatan pada Indeks Harga Saham Gabungan yang ada di Bursa Efek Indonesia pada periode 2005 sampai dengan 2009 dalam penelitian ini sebanyak 180 data yang terdiri dari 20 time series dan 9 cross section. Mean atau rata-rata nilai tukar dolar terhadap rupiah dari tahun 2005 kuartal 1 sampai dengan tahun 2009 kuartal 4 adalah sebesar 9.617,100


(68)

Peningkatan rata-rata nilai tukar dolar terhadap rupiah menunjukkan adanya penguatan mata uang rupiah terhadap dolar selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2009. Standar deviasi nilai tukar dolar terhadap rupiah sebesar 676,214 yang lebih kecil dari nilai rata-rata nilai tukar sebesar 9.617,100 menunjukkan bahwa data variabel nilai tukar mempunyai sebaran kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data yang bagus.

Mean atau nilai rata-rata suku bunga SBI yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dari tahun 2005 kuartal 1 sampai dengan tahun 2009 kuartal 4 adalah sebesar 9,08, dengan nilai maximum sebesar 12,75 dan nilai minimum sebesar 6,5. Standar deviasi suku bunga SBI sebesar 1,90 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai mean yang sebesar 9,08 menunjukkan bahwa data variabel suku bunga SBI mempunyai sebaran yang kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data yang bagus.

Mean atau nilai rata-rata laju inflasi yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dari tahun 2005 kuartal 1 sampai dengan tahun 2009 kuartal 4 adalah sebesar 0,68 dengan nilai maximum sebesar 2,46 dan nilai minimum sebesar -0,04. Standar deviasi untuk laju inflasi sebesar 0,65 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai meannya yang sebesar 0,68 menunjukkan bahwa data variabel laju inflasi mempunyai sebaran yang kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data yang bagus.


(69)

Mean atau nilai rata-rata PDB yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik dari tahun 2005 kuartal 1 sampai dengan tahun 2009 kuartal 4 adalah sebesar 6,78 dengan nilai maximum sebesar 7,68 dan nilai minimum sebesar 5,78 Standar deviasi untuk PDB sebesar 0,58 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai meannya yang sebesar 6,78 menunjukkan bahwa data variabel PDB mempunyai sebaran yang kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data yang bagus.

Mean atau nilai rata-rata IHSG yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia dari tahun 2005 kuartal 1 sampai dengan tahun 2009 kuartal 4 adalah sebesar 549,91 dengan nilai maximum sebesar 994,99 dan nilai minimum sebesar 253,21. Standar deviasi untuk laju inflasi sebesar 246,66 lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai meannya yang sebesar 549,91 menunjukkan bahwa data IHSG mempunyai sebaran yang kecil, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan merupakan data yang bagus.

5.2. Pengujian Asumsi Klasik

Uji penyimpangan asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui beberapa penyimpangan yang terjadi pada data yang digunakan untuk penelitian. Hal ini agar model regresi bersifat BLUE (Best Liniear Unbiased Estimated).


(1)

Lampiran 5. Fixed Effect Model Dependent Variable: IHSG?

Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 06/23/11 Time: 10:26

Sample: 2005Q1 2009Q4 Included observations: 20 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 180

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1428.904 168.4329 8.483521 0.0000

NT -0.064286 0.013917 -4.619237 0.0000 SB -32.13307 4.991765 -6.437216 0.0000 LI -30.42644 14.87531 -2.045432 0.0424 GDP? 7.631427 4.140122 1.843286 0.0671 Fixed Effects

(Cross) PTN--C 831.2405

PTG--C 990.8801 IDK--C -366.2550 ANI--C -248.1311 IBK--C -169.9168 PRT--C -413.1889 TSI--C 8.629504 KEU--C -350.6965 PJI--C -282.5618

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.762463 Mean dependent var 776.2893 Adjusted R-squared 0.745395 S.D. dependent var 428.0464 S.E. of regression 264.2196 Sum squared resid 11658604 F-statistic 44.67075 Durbin-Watson stat 0.466425 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

R-squared 0.625009 Mean dependent var 549.9119 Sum squared resid 27696723 Durbin-Watson stat 0.429780

Estimation Command:

=====================

LS(CX=F,WGT=CXDIAG) IHSG? NT SB LI GDP? Estimation Equations:

=====================

IHSGPTN = C(6) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPPTN IHSGPTG = C(7) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPPTG IHSGIDK = C(8) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPIDK IHSGANI = C(9) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPANI IHSGIBK = C(10) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPIBK IHSGPRT = C(11) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPPRT IHSGTSI = C(12) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPTSI IHSGKEU = C(13) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPKEU IHSGPJI = C(14) + C(1) + C(2)*NT + C(3)*SB + C(4)*LI + C(5)*GDPPJI

Substituted Coefficients: =====================

IHSGPTN = 831.240484089 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPPTN IHSGPTG = 990.880137508 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPPTG IHSGIDK = -366.254961274 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPIDK IHSGANI = -248.131146083 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT -


(3)

IHSGIBK = -169.916806031 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPIBK IHSGPRT = -413.188874256 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPPRT IHSGTSI = 8.62950438509 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPTSI IHSGKEU = -350.696503633 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPKEU IHSGPJI = -282.561834704 + 1428.90403401 - 0.0642857853023*NT - 32.1330676373*SB - 30.4264399712*LI + 7.63142684234*GDPPJI


(4)

Lampiran 6. Fixed Effect Model dengan GDP sebagai cross section specific coefficients.

Dependent Variable: IHSG?

Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Date: 06/23/11 Time: 20:18

Sample: 2005Q1 2009Q4 Included observations: 20 Cross-sections included: 9

Total pool (balanced) observations: 180

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -591.2681 288.1058 -2.052260 0.0418

NT -0.043757 0.009618 -4.549713 0.0000 SB -21.86811 3.964939 -5.515370 0.0000 LI -26.47592 9.384106 -2.821358 0.0054 GDP? 2.554309 2.948261 0.866378 0.3876 PTN--GDP 997.8750 193.4280 5.158897 0.0000 PTG--GDP 1063.702 229.0350 4.644277 0.0000 IDK--GDP 7.377446 21.25391 0.347110 0.7290 ANI--GDP 45.84877 32.49778 1.410828 0.1603 IBK--GDP 25.51231 30.55373 0.834998 0.4050 PRT--GDP 31.73852 23.31630 1.361216 0.1754 TSI--GDP 103.7541 51.06741 2.031708 0.0439 KEU--GDP 2.302913 21.02719 0.109521 0.9129

PJI--GDP 59.64374 24.34610 2.449828 0.0154 Fixed Effects

(Cross) PTN--C -4189.147

PTG--C -4482.587 IDK--C 1330.515 ANI--C 1215.607 IBK--C 1423.476 PRT--C 1130.615 TSI--C 1106.281 KEU--C 1394.527


(5)

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.833127 Mean dependent var 1008.114 Adjusted R-squared 0.810948 S.D. dependent var 439.9737 S.E. of regression 264.4925 Sum squared resid 11053095 F-statistic 37.56334 Durbin-Watson stat 0.762655 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.806518 Mean dependent var 549.9119 Sum squared resid 14290492 Durbin-Watson stat 1.094050

Substituted Coefficients: =====================

IHSGPTN = -4189.14683177 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPPTN + 997.87501573*GDP

IHSGPTG = -4482.58687599 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPPTG + 1063.70182877*GDP

IHSGIDK = 1330.51471595 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPIDK + 7.37744592653*GDP

IHSGANI = 1215.60670572 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPANI + 45.8487725266*GDP

IHSGIBK = 1423.47595293 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPIBK + 25.5123076152*GDP

IHSGPRT = 1130.61472128 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPPRT + 31.7385214741*GDP


(6)

IHSGTSI = 1106.28052422 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPTSI + 103.754057498*GDP

IHSGKEU = 1394.52717235 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPKEU + 2.30291284325*GDP

IHSGPJI = 1070.71391532 - 591.268081933 - 0.0437570603094*NT - 21.8681100615*SB - 26.4759194573*LI + 2.55430944681*GDPPJI + 59.6437381708*GDP