BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Perilaku - Gambaran Perilaku Siswa Tentang Seks Pra-nikah di SMA Pencawan Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Perilaku

  Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

  Green mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes).

  Faktor perilaku ditentukan atau dibentuk oleh : 1. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

  2. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya.

  3. Faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat ( Solita Sarwono, 2007).

  WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :

  1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan). (1) Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. (2) Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.

  Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.

  (3) Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.

  Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.

  2. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.

  3. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

  4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan peradapan umat manusia (Notoatmodjo, 2003).

  Menurut Benyamin Bloom, Perilaku merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Untuk itu maka Benyamin Bloom membagi Perilaku tersebut menjadi 3 bagian yaitu: Pengetahuan, Sikap, dan tindakan.

a. Pengetahuan

  Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengar dan indera penglihatan. Secara garis besar, tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6 bagian yaitu: 1.

  Tahu (know) diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

  2. Memahami yakni mengerti suatu objek bukan hanya sekedar tahu, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar.

  3. Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui pada situasi yang lain.

  4. Analisis yakni kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

  5. Sintesis yakni suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan ke dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

6. Evaluasi yakni kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

b. Sikap

  Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju). Seperti halnya Pengetahuan, Sikap juga mempunyai beberapa tingkatan :

  1. Menerima diartikan bahwa seseorang mau menerima stimulus yang diberikan.

  2. Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

  3. Menghargai diartikan seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya dengan orang lain atau mengajak atau mempengaruhi orang lain merespon.

  4. Bertanggung jawab merupakan tingkatan yang paling tinggi di mana seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengamnil resiko bila ada orang lain yang mencemooh atau ada resiko lainnya.

c. Tindakan

  Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang telah di ketahui untuk dilaksanakan atau dipraktekan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.

  Di mana tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:

  1. Praktik terpimpin Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

  2. Praktik secara mekanisme Apabila subjek atau seseorang telah melakukan atau memperhatikan sesuatu hal secara otomatis.

  3. Adopsi Suatu tindakan atau praktik yang sudah berkembang, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan/ perilaku yang berkualitas.

2.1.2 Teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku

2.1.2.1. Teori WHO

  Tim kerja WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah karena adanya 6 alasan pokok, yaitu :

  1. Pengetahuan Pengetahuan di peroleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.

  2. Kepercayaan Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek dan nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu 3. Sikap

  Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek. Sikap sering di peroleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat.

  4. Orang penting sebagai referensi Perilaku orang, lebih-lebih anak kecil, lebih banyak di pengaruhi oleh orang- orang yang di anggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk di contoh.

  5. Sumber-sumber daya (resource) Maksudnya adalah fasilitas-fasilitas uang waktu tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat, yang dapat bersifat positif atau negatif.

6. Perilaku Normal

  Kebiasaan nilai-nilai, dan pengetahuan sumber-sumber didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya disebut kebudayaan.

  (Notoatmodjo,2003).

2.1.2.2. Teori Belajar Sosial ( Social Learning )

  Pembentukan perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua merupakan cara yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Terbentuknya perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan terjadi melalui proses belajar (learning proces).

  Menurut Bandura dan Walter dalam Notoatmodjo (2005) bahwa tingkah laku tiruan adalah bentuk asosiasi dari rangsangan dengan rangsangan lainnya. Apabila seseorang melihat suatu rangsangan dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsangan itu, maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut terjadi rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model. Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang,proses asosiasi tersembunyi ini sangat di bantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada cara coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata, karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diei individu.

2.2 Remaja

  Tahap-tahap perkembangan jiwa menurut Aristoteles dalam Sarwono (2006) adalah sebagai berikut : 1. :masa kanak-kanak (infancy)

  0-7 tahun 2. :masa anak-anak (boyhood)

  7-14 tahun 3. :masa dewasa muda (young manhood)

  14-21 tahun Siswa SMA/sederajat ada pada masa ini. Orang muda yang punya hasrat- hasrat yang kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semuanya tanpa membeda-bedakan dari hasrat-hasrat yang ada pada tubuh mereka, dan hasrat seksual lah yang paling mendesak dan dalam hal ini mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri.

  Sedangkan menurut WHO (1974)dalam Sarwono (2006), remaja adalah suatu masa ketika :

  1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai ia mencapai kematangan seksual

  2. Individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

  3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang paling relative lebih mandiri.

  Menurut Sarwono, remaja adalah masa peralihan anatara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda-beda tergantung faktor sosial budaya. Cirinya adalah alat-alat reproduksi mulai berfungsi, libido mulai muncul, intelegensi mencapai puncak perkembangannya, emosi sangat labil, kesetiakawanan yang kuat terhadap kawan sebaya dan belum menikah. Kondisinya yang belum menikah ini menyebabkan remaja secara sosial budaya (termasuk agama) dianggap belum berhak atas informasi dan edukasi, apalagi pelayanan medis untuk kesehatan pada alat reproduksinya. Dampaknya adalah makin aktifnya perilaku seksual pra-nikah yang di sertai ketidaktahuan yang pada nantinya bisa membahayakan kesehatan repoduksi.

2.3 Perilaku Seksual Remaja

  Menurut Sarwono (2005), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dari lawan jenisnya maupun dengan sesama jenisnya. Seperti yang kita ketahui umumnya remaja laki-laki lebih mendominasi dalam melakukan tindakan perilaku seksual bila di bandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini dikarenakan banyaknya faktor yang membuat remaja laki-laki ntuk menyalurkan hasrat seksualitasnya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa Negara maju menunjukkan bahwa remaja laki-laki lebih banyak melakukan hubungan seksual pada usia lebih muda bila dibandingkan dengan remaja perempuan.

  Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yang terjadi pada remaja, antara lain : 1)

  Faktor Internal a.

  Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)

  Dimana perbedaan Kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun b. Pengetahuan mengenai Kesehatan Reproduksi

  Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya.

  c.

  Motivasi Perilaku yang pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang misalnya Pekerja Seks Seksual (PSK). 2)

  Faktor Eksternal a.

  Keluarga Kurangnya komunikasi secara terbuka anatara orangtua dengan emaja dapat memperkuat munculnya perilaku menyimpang pada remaja b.

  Pergaulan Pada masa pubertas, perilaku seksual pada remaja sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya dimana pengaruh dari teman sebaya sebagai pemicu terbesar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lainnya. c.

  Media massa Kemajuan teknologi mengakibatkan maraknya timbul berbagai macam media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan yang paling dicari oleh remaja adalah internet. Dri internet, remaja dapat dengan mudah mengakses informasi yang tidak di batasi umur, tempat dan waktu.

  Informasi yang diperoleh biasanya akan diterapkan dalam kehidupan kesehariannya.

  Banyaknya perilaku seksual yang terjadi muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan yang tujuannya hanya untuk mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.

  Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyudi (2004), beberapa perilaku seksual secara rinci dapat berupa : a.

  Berfantasi merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.

  b.

  Pegangan tangan dimana perilaku ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang begitu kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba perilaku lain c. Cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir d. Cium basah berupa sentuhan bibir ke bibir e. Meraba merupakan kegiatan pada bagian-bagian sensitive rangsang seksual seperti leher, dada, paha, alat kelamain lain-lain. f.

  Berpelukan perilaku ini hanya menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (apabila mengenai daerah sensitif) g.

  Masturbasi (wanita) Onani (Laki-laki) merupakan perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual dan dilakukan sendiri.

  h.

  Oral seks merupakan perilaku seksual dengan cara memasukkan alat kelamin kedalam mulut lawan jenis. i.

  Peitting merupakan seluruh perilaku yang non intercourse (hanya sebatas pada menggesekkan alat kelamin) j.

  Intercourse (senggama) merupakan aktivitas seksual dengan memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan.

2.4 Kesehatan Reproduksi

  Sesuai dengan defenisi WHO (1992) dalam Anshor (2006), kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan systerm reproduksi, fungsi serta prosesnya. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas dari penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada di sekitarnya. Dengan informasi yang benar di harapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses-proses reproduksi yang di alaminya.

  Pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai wawasan kesehatan reproduksi yang baik adalah :

  1. Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang remaja).

  2. Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginan dan pasangannya.

  3. Pengenalan mengenai Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan reproduksi.

  4. Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi.

  5. Peran dan pengaruh media terhadap perilaku seksual.

  6. Kekerasan seksual dan bagaimana mengahadapinnya.

  7. Mengembangkan Kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif.

  8. Hak-hak reproduksi.

2.5 Hubungan Seksual Pra-Nikah

  Hubungan seksual adalah masuknya penis ke dalam vagina. Bila terjadi ejakulasi (pengeluaran cairan sperma) dengan posisi alat kelamin laki-laki berada dalam vagina memudahkan pertemuan sel telur yang menyebabkan terjadinya pembuahan dan kehamilan, sedangkan hubungan seksual pra-nikah merupakan tindakan seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu (Anonim, 2005).

  Berbagai perilaku seksual remaja yang belum saatnya untuk melakukan hubungan seksual sevara wajar anatara lain dikenal sebagai berikut :

  1. Masturbasi atau Onani yaitu suatu kebiasaan buruk berupa manipulasi terhadap genital dalam rangka menyalurkan hasrat seksual pemenuhan kenikmatan yang sering kali menimbulkan guncangan pribadi dan emosi.

  2. Berpacaran dengan perilaku seksual yang ringan seperti sentuhan, pegangan tangan sampai ciuman dan sentuhan-sentuhan seks yang pada dasarnya adalah keinginan untuk menikmati dan memuaskan dorongan seksual.

  3. Berbagai kegiatan yang mengarah kepada pemuasan dorongan seksual yang pada dasarnya menunjukkan tidak berhasilnya seseorang dalam mengendalikan atau kegagalan dalam mengalihkan dorongan tersebut kegiatan lain yang masih dapat di kerjakan. Contohnya, menonton atau membaca hal-hal yang berabau pornografi, dan berfantasi. Dorongan atau hasrat untuk melakukan hubungan seksual selalu muncul pada remaja,oleh karena itu bila ada penyaluran yang tidak sesuai (pra-nikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut. (Gunarsa, dkk, 2005).

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi remaja untuk melakukan hubungan seks untuk pertama kali :

  • tentang apa yang dialaminya

  Waktu/saat mengalami pubertas. Saat itu mereka tidak pernah memahami

  Kontrol sosial kurang tepat yaitu terlalu ketat atau terlalu longgar

  • Frekuensi pertemuan dengan pacarnya. Mereka mempunyai kesempatan untuk
  • melakukan, pertemuan yang makin sering tanpa kontrol yang baik sehingga hubungan akan makin mendalam
  • memasuki masa remaja dengan baik.

  Kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk mendidik anak-anak untuk

  • mudah mendapatkan akses ke tempat-tempat rawan yang memungkinkan adanya kesempatan melakukan hubungan seksual. Sebaliknya kelompok yang ekonomi lemah tetapi banyak kebutuhan/tuntutan, mereka mencari kesempatan memanfaatkan dorongan seksnya demi mendapatkan sesuatu.

  Status ekonomi. Mereka yang hidup dengan fasilitas yang berkecukupan akan

  • menunjukkan kematangannya. Misalnya : mereka (pria) ingin menunjukkan bahwa mereka mampu membujuk pasangan nya untuk melakukan hubungan seks

  Tekanan dari teman sebaya. Kelompok sebaya kadang-kadang saling ingin

  Adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada pacarnya

  • Penerimaan aktifitas seksual dari pacarnya
  • Terjadi peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar hormon
  • seksual.

2.6. Dampak Dari Melakukan Hubungan Seksual Pra-Nikah

2.6.1 Aspek Medis

  Dari aspek Medis, melakukan hubungan seksual pra-nikah memiliki banyak konsekuensi, yaitu sebagai berikut :

  1. Kehamilan yang tidak di inginkan (KTD) pada usia muda Mudanya usia ditambah lagi minimnya informasi tenteng “bagaimana seseorang perempuan bisa hamil”, mempertinggi kemungkinan terjadinya kasus kehamilan yang tidak di inginkan. Menurut data PKBI (perhimpunan keluarga berencana indonesia), 37.700 perempuan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Dari jumlah itu, 30% adalah masih remaja, 27,0% belum menikah, 12,5% masih berstatus pelajar dan sisanya adalah ibu rumah tangga (Adinigsih, 2007).

  2. Aborsi Dengan status mereka yang belum menikah, maka besar kemungkinan kehamilan tersebut tidak di kehendaki dan aborsi merupakan salah satu alternatif yang kerap diambil oleh remaja. Setiap tahun terdapat sekitar 2,6 juta kasus aborsi di Indonesia, yang berarti setiap jam terjadi sekitar 300 tindakan pengguguran janin dengan resiko kematian ibu. Menurut Deputi Bidang Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siswanto Agus Wilopo, sedikitnya 700 ribu di antaranya dilakukan oleh remaja (perempuan) berusia di bawah 20 tahun. Sebanyak 11,31% dari semua kasus aborsi dilakukan karena kehamilan yang tidak di inginkan (Adinigsih, 2007).

  3. Meningkatnya resiko terkena kanker rahim Boyke Dian Nugroho memgungkapkan bahwa hubungan seksual yang dilakukan sebelum usia 17 tahun resiko terkena penyakit kanker mulutb rahim menjadi empat hingga lima kali lipat lebih tinggi (Adinigsih, 2007).

  4. Terjangkitnya Penyakit Menular Seksual (PMS) PMS adalah penyakit yang dapat di tularkan dari seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. Bila tidak diobati dengan benar,penyakit ini dapat berakibat serius bagi kesehatan reproduksi, seperti terjadinya kemandulan, kebutaan pada bayi yang baru lahir bahkan kematian. Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai PMS. Di Indonesia yang banyak ditemukan saat ini adalah gonore (GO), sifilis(raja singa), herpes kelamin, klimidia, tikomoniasis vagina, kutil kelamin hingga HIV/AIDS (Djuanda, 2005).

2.6.2 Aspek Sosial-Psikologis

  Dari aspek psiologis, melakukan hubungan seksual pra-nikah akan menyebabkan remaja menjadi memiliki perasaan dan kecemasan tertentu, sehingga bisa mempengaruhi kondisi kualitas sumber daya manusia(remaja) di masa yang akan datang. Kualitas SDM remaja ini adalah :

1. Kualitas Mentalis. Kualitas mentalis remaja laki-laki dan perempuan yang terlibat perilaku seksual pra-nikah akan rendah bahkan cenderung memburuk.

  Mereka tidak memiliki etos kerja dan disiplin yang tinggi, karena dibayangi masa lalunya. Cepat menyerah pada nasib, tidak sanggup menghadapi tantangan dan ancaman hidup, rendah diri dan berkompetisi.

  2. Kualitas kesehatan reproduksi. Hal ini erat kaitannya dengan dampak medis karena fisik perempuan khususnya. Sedangkan laki-laki akan memiliki resiko terkena impotensi 3. Kualitas keberfungsian keluarga. Seandainya mereka (remaja) menikah dengan cara terpaksa, akan mengakibatkan kurang dipahaminya peran-peran baru yang disandangnya untuk membentuk keluarga yang sakinah 4. Kualitas ekonomi keluarga. Kualitas ekonomi yang di bangun oleh keluarga yang menikah karena terpaksa, akan mengalami kurangnya persiapan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.

  5. Kualitas pendidikan. Remaja yang terlibat perilaku seksual pra-nikah, kemudian menikah, tentunya akan memiliki ketrbatasan terhadap pendidikan formal.

  6. Kualitas partisipasi dalam pembangunan. Karena kondisi fisik, mental dan sosial yang kurang baik, remaja terlibat perilaku seksual pra-nikah, tidak dapat berpartisipasi dalam pembangunan (Iriany, 2005).

2.7 Pendidikan Seksual

  Menurut Sarlito (2005), pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang di larang, apa yang di lazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan- aturan yang berlaku di masyarakat.

  Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong remaja untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar.

  Menurut Singgh (1991), pendidikan seksual seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai beratanya perbedaan kelamin antara dirinya dengan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan, umur serta daya tangkap anak. Idealnya pendidikan seksual diberikan pertama kali oleh orang tua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orang tuanya sendiri.

  Pendidikan seks yang benar harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat, guna mengurangi konflik dan mitos-mitos yang salah selama ini berkembang dimasyarakat. Tentunya setelah mengetahui kesehatan reproduksi dan resiko-resiko serta konsekuensi yang harus di tanggung jika melakukan hubungan seks pra-nikah, yang kan membuat remaja lebih berjati-hati dan menjaga dirinya, termasuk ketika memutuskan ubtuk berpacaran. Dengan adanya pendidikan seks, diharapkan mampu meningkatkan kemampuan intelektual remaja.

2.7.1 Tujuan pendidikan seksual

  Tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksual. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai suatu yang menjijikkan dan kotor.

  Dikatakan bawa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa inin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, akan tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila di lakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseoarang.

2.8 Keluarga

  Keluarga adalah lembaga (wadah) tempat berkumpul anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat (Nasution,2004).

  Keluarga seimbang adalah keluarga yang di tandai oleh keharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, ayah dengan anak. Dalam keluargaini orang tua bertanggung jawab dan dapat dipercaya. Setiap anggota keluarga saling menghormati dan memberi tanpa diminta. Orang tua sebagai koordinator keluarga harus berperilaku proaktif. Jika anak mementang otoritas, segera ditertibkan karena didalam keluarga terdapat aturan-aturan dan harapan-harapan. Anak-anak merasa aman,walaupun tidak selalu disadari. Di antara anggota keluarga saling mendengarkan jika bicara bersama,melalui teladan dan dorongan orang tua. Setiap masalah di hadapi dan diupayakan untuk di pecahkan bersama.

2.9 Kelompok Sebaya

  Ketika seorang anak akan menjauhi dari orang tuanya dan lebih dekat dengan teman sebayanya, sehingga pengaruh teman sebaya ini akan sangat lebih kuat dalam menentukan perilaku yang akan dipilih. Masa ini juga merupakan masa pencarian identitas diri dan membina sosialisasi dengan teman-teman sebaya dalam memperluas lingkungan pergaulannya.

  Dalam kesehariannya remaja cenderung mengikuti kata-kata teman sebayanya dari pada kata-kata orangtuanya, sehingga kontrol dirinya menjdai kurang. Penyebab kurangnya kontrol pada diri remaja antara lain: kurang percaya diri, kurangnya keterampilan berkomunikasi (misalnya: kesulitan menolak teman), kurang dapat bersifat tegas serta rendahnya kemampuan dalam mengambil keputusan (Anonim, 2005).

  Teman sebaya adalah orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial sama, sepertiteman sekolah atau tetangga. Jenis-jenis tekanan pada kelompok sebaya ada dua macam yaitu : 1.

  Tekanan kelompok sebaya positif yaitu desakan yang kuat dari seseorang atau beberapa orang yang menyetujui dan berperilaku seperti mereka inginkan, tetapi dalam kegiatan yang baik atau positif.

  2. Tekanan kelompok sebaya negatif yaitu desakan kuat dari seseorang atau beberapa orang untuk menyetujui atau berbuat seperti yang mereka inginkan namun kegiatannya negatif (Nasution, 2004).

2.10.Kerangka Konsep

  Karakteristik: Umur

  • JenisKelamin
  • TempatTinggal
  • UangSaku
  • Tindakan seks Pengetahuan Sikap pra-nikah SumberInformasi: Media massa (cetak,
  • elektronik) Keluarga - Temansebaya - Guru -

  Gambar 2.1.KerangkaKonsep

  Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan sebegai berikut: karakteristik (umur, jeniskelamin, tempat tinggal dan uangsaku) serta sumber informasi (media massa, keluarga, temansebayadan guru) akan mempengaruhi pengetahuan, pengetahuan akan mempengaruhi sikap dan sikap akan mempengaruhi tindakan siswa tentang seks pra-nikah.

Dokumen yang terkait

Gambaran Perilaku Siswa Tentang Seks Pra-nikah di SMA Pencawan Medan Tahun 2014

2 57 96

Gambaran Perilaku Tentang Seks Bebas Pada Pelajar SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan Tahun 2012

0 37 66

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Pengertian Perilaku - Perilaku Penjamah Pestisida di PT. Perkebunan Nusantara IV Kebun Bah Butong Tahun 2015

0 0 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Remaja - Gambaran Perilaku Konsumsi Air Minum Pada Siswa/siswi SMA Negeri 3 MedanTahun 2014

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Defenisi Remaja - Faktor- faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah Remaja di SMA Negeri 5 Pematangsiantar Tahun 2015

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku - Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Seksual Remaja di SMK Pencawan Medan Tahun 2014

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Hubungan Media Sosial dan Teman Sebaya dengan Perilaku Seks Bebas pada Siswa SMA Negeri 1 Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2014

0 0 25