BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rekam Medis 2.1.1 Pengertian Rekam Medis - Pengaruh Karakteristik Individu, Iklim Kerja dan Motivasi Ekstrinsik Terhadap Kelengkapan Rekam Medik dalam Manajemen Klaim Pasien Rawat Inap di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit U
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rekam Medis
2.1.1 Pengertian Rekam Medis
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 269 tahun 2008 tentang rekam medis dalam pasal 3 menyebutkan butir-butir minimal yang harus dimuat untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurang-kurangnya memuat catatan dan dokumen antara lain indentitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas dan dalam bentuk tehnologi informasi elektronik yang diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
Menurut Gemala Hatta (2008), rekam medis adalah merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis oleh para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Menurut Sofwan Dahlan (2000), latar belakang perlunya dibuat rekam medis adalah untuk mendokumentasikan semua kejadian yang berkaitan dengan kesehatan pasien serta menyediakan media komunikasi di antara tenaga kesehatan bagi kepentingan perawatan penyakitnya yang sekarang maupun yang akan datang. Menurut Sabarguna BS (2008) Rekam medis adalah rangkuman data pasien selama dirawat di rumah sakit, dengan harapan dan bagaimana pelayanan seorang pasien selama dirawat dan
10 diobati di rumah sakit, untuk melengkapi rekam medis harus memiliki data yang cukup tertulis dalam rangkaian kegiatan guna menghasilkan suatu diagnosis, jaminan, pengobatan dan hasil akhir.
2.1.2. Tujuan Rekam Medis
R ekam medis bertujuan untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa adanya dukungan dari suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan.
Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu faktor yang menentukan didalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit (Dirjen Yanmed, 1993).
Menurut Depkes RI, (1993) Dirjen Pelayanan Medis dalam buku Pedoman Pengolahan rekam medis rumah sakit di Indonesia, kegunaannya dapat dilihat dari beberapa aspek yang dikenal dengan sebutan ALFREDS (Administrative, Legal,
Financial, Research, Education, Dokumentation, and Service) yaitu : a.
Administrative (Aspek Administrasi) Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
b.
Legal (Aspek Hukum) Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum,karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyediaan bahan tanda bukti untuk penegakkan hukum.
c.
Financial (Aspek Keuangan) Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan, karena isinya dapat dijadikan sebagai bahan untuk menetapkan biaya pembayaran layanan pada fasilitas pelayanan kesehatan. Tanpa adanya bukti catatan tindakan/pelayanan, maka pembayaran tidak dapat dipertanggungjawabkan. Data/informasi yang ada dapat digunakan sebagai aspek keuangan.
d.
Research (Aspek Penelitian) Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena informasi yang dikandungnya dapat digunakan sebagai bahan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
e.
Education (Aspek pendidikan) Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis dari kegiatan pelayanan rekam medis yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi pengajaran dibidang profesi si pemakai.
f.
Documentation ( Aspek Dokumentasi) Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban laporan rumah sakit. g.
Service (Aspek Medis) Suatu dokumen rekam medis mempunyai nilai medik, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
2.1.3 Kegunaan Rekam Medis
Menurut Dirjen Yanmed (1993), kegunaan rekam medis secara umum antara lain sebagai berikut : (a) Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahlinya yang ikut ambil bagian didalam memberikan pelayanan pengobatan, perawatan kepada pasien. (b) Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien. (c) Sebagai bukti tertulis untuk segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit, dan pengobatan selama pasien berkunjung/dirawat di rumah sakit. (d) Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
(e) Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya. (f) Menyediakan data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan pendidikan. (g) Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medis pasien. (h) Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan.
2.1.4 Mutu Rekam Medis
Rekam medis yang baik dapat pula mencerminkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan (Huffman,1994). Rekam medis yang bermutu juga diperlukan untuk persiapan evaluasi dan audit medis terhadap pelayanan medis secara retrospektif terhadap rekam medis. Tanpa dipenuhinya syarat-syarat dari mutu rekam medis ini, maka tenaga medis maupun pihak rumah sakit akan sukar membela diri di pengadilan bila terdapat tuntutan malpraktik oleh pihak pasien.
Menurut Huffman (1994), mutu rekam medis yang baik adalah rekam medis yang memenuhi indikator-indikator mutu rekam medis sebagai berikut : a.
Kelengkapan isian resume medis b. Keakuratan c. Tepat waktu d. Pemenuhan persyaratan hukum
Formulir rekam medis yang digunakan dan harus diisi oleh berbagai Rumah Sakit, semua formulir harus memenuhi standar. Formulir rekam medis sendiri tidak memberikan jaminan pencatatan data medis yang tepat dan baik, apabila para dokter dan staf medisnya tidak secara seksama melengkapi informasi yang diperlukan pada setiap lembaran rekam medis dengan baik dan benar.
Berdasarkan Peraturaran Menteri Kesehatan nomor 269 tahun 2008 yang dimaksud dengan isi rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Data-data yang harus dimasukkan dalam rekam medis dibedakan untuk pasien yang diperiksa di unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap.
Uraian indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut: a. Kelengkapan isian resume medis untuk pasien rawat inap dan perawatan sekurang -kurangnya memuat (Permenkes No. 269/MENKES/PER/III/2008).
1. Identitas pasien 2.
Tanggal dan waktu 3. Anamnese (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit) 4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis 5. Diagnosis 6. Rencana penatalaksanaan /TP (treatment planning) 7. Pengobatan dan atau tindakan 8. Persetujuan tindakan bila perlu 9. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan 10.
Ringkasan pulang (discharge summary) 11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
12. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan tertentu 13.
Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik Ringkasan pulang (discharge summary) atau resume medis, harus dibuat oleh dokter atau dokter gigi yang melakukan perawatan pasien. Isi ringkasan pulang sekurang-kurangnya memuat : 1.
Identitas pasien 2. Diagnosis masuk dan indikasi pasien dirawat
3. Ringkasan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis akhir, pengobatan dan tindak lanjut; dan
4. Nama dan tanda tangan dokter atau dokter gigi yang memberikan pelayanan kesehatan.
b. Keakuratan Adalah ketepatan catatan rekam medis, dimana semua data pasien ditulis dengan teliti, cermat, tepat, dan sesuai dengan keadaan sesungguhnya.
c. Tepat waktu Rekam medis harus diisi dan setelah diisi harus dikembalikan ke bagian rekam medis tepat waktu sesuai dengan peraturan yang ada.
d. Memenuhi persyaratan hukum Rekam medis memenuhi persyaratan aspek hukum (Permenkes 269 tahun 2008;
Huffman, 1994) yaitu:
1. Penulisan rekam medis tidak memakai pensil
2. Penghapusan tidak ada
3. Coretan, ralat sesuai dengan prosedur, tanggal, dan tanda tangan
4. Tulisan harus jelas dan terbaca
5. Ada tanda tangan oleh yang wajib menandatangani dan nama petugas
6. Ada tanggal dan waktu pemeriksaan tindakan
7. Ada lembar persetujuan Rekam medis disebut lengkap apabila: a.
Setiap tindakan konsultasi yang dilakukan terhadap pasien, selambat-lambatnya dalam waktu 1x24 jam harus ditulis dalam lembaran rekam medis.
b.
Semua pencatatan harus ditanda tangani oleh dokter/tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan kewenangan klinis dan ditulis nama terangnya serta diberi tanggal.
c.
Pencatatan yang dibuat oleh mahasiswa kedokteran/dan mahasiswa lainnya ditandatangani dan menjadi tanggung jawab dokter yang merawat atau oleh dokter pembimbingnya.
d.
Catatan yang dibuat oleh residens harus diketahui oleh dokter pembimbingnya.
e.
Dokter yang merawat dapat memperbaiki kesalahan penulisan yang terjadi dengan wajar seperti mencoret kata/kalimat yang salah dengan jalan memberikan satu garis lurus pada tulisan tersebut. Diberi inisial (singkatan nama) orang yang menkoreksi tadi dan mencantumkan tanggal perbaikan dan melakukannya pada saat itu juga serta dibubuhi paraf.
f.
Penghapusan tulisan dengan cara apapun tidak diperbolehkan. (Boedihartono, 1991; Hatta, 2008).
2.1.5 Tanggung Jawab terhadap Rekam Medis dan Resume Medis
Rumah sakit bertanggung jawab untuk melindungi informasi yang ada didalam rekam medis dan resume medis terhadap kemungkinan hilangnya keterangan ataupun pemalsuan data yang ada didalam rekam medis dan resume medis atau dipergunakan oleh orang lain yang semestinya tidak diberikan izin. Berkas rekam medis dan resume medis merupakan milik rumah sakit dan pasien, maka keberadaannya harus dijaga dan sangat berguna bagi pasien, dokter maupun bagi rumah sakit. Oleh karena itu, maka tanggung jawab terhadap rekam medis dan resume medis tidak terlepas dari dokter yang merawat pasien, petugas rekam medis, pimpinan rumah sakit, staf medis, dan komite medis yang uraian tanggung jawabnya adalah sebagai berikut (Boedihartono, 1991) : a.
Tanggung Jawab Dokter yang Merawat Tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter yang merawat. Meskipun untuk melengkapi rekam medis dapat didelegasikan kepada stafnya, namun tanggung jawab utama dari isi rekam medis berada pada dokter yang merawat, dokter mengemban tanggung jawab terakhir akan kelengkapan dan keberhasilan isi rekam medis. Disamping itu, untuk mencatat beberapa keterangan medis seperti: riwayat penyakit, pemeriksaan penyakit, pemeriksaan fisik, dan ringkasan keluar (resume), yang kemudian bisa didelegasikan kepada coasisten, asisten ahli, dan dokter lainnya namun data harus dipelajari kembali, dikorelasikan, dan ditandatangani juga oleh dokter yang merawat.
b. Tanggung Jawab Petugas Rekam Medis Petugas rekam medis membantu dokter yang merawat dalam mempelajari isi rekam medis. Analisis dari kelengkapan isi dimaksudkan untuk mencari hal-hal yang kurang dan masih diragukan, dan menjamin rekam medis yang lengkap dan akurat serta sesuai dengan kebijakan dan peraturan. c. Tanggung Jawab Pimpinan Rumah Sakit Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab menyediakan fasilitas unit rekam medis yang meliputi ruangan, peralatan, tanaga kesehatan yang memadai. Sehingga tenaga di unit rekam medis dapat bekerja secara efektif dalam memeriksa kembali, memuat indeks, dan penyimpanan dari semua system medis dalam waktu singkat.
d. Tanggung Jawab Staf Medis Staf medis (dokter, perawat, dan tenaga kesehatan professional lainnya) yaitu
: (a) Dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melayani pasien di rumah sakit (b) Dokter tamu yang merawat pasien di rumah sakit (c) Residens yang sedang melaksanakan kepanitraan klinik (d) Tenaga paramedis keperawatan dan tenaga paramedis non keperawatan yang sedang terlibat didalamnya antara lain: perawat,perawat gigi, bidan,tenaga laboratorium klinik,gizi, anestesi, penata rongent, rehabilitasi medis dan lain sebagainya (e) Dalam hal dokter luar negeri melakukan alih tehnologi kedokteran yang berupa tindakan/konsultasi kepada pasien yang membuat rekam medis adalah dokter yang ditunjuk oleh direktur rumah sakit (Depkes RI, 1997). Semua staf medis tersebut mempunyai peranan penting di rumah sakit dan pengorganisasian staf medis tersebut secara langsung menentukan kualitas pelayanan kepada pasien. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dibuatlah peraturan-peraturan yang akan mengatur para anggota staf medis dan membentuk komisi khusus, penunjang komite staf medis untuk melaksanakan beberapa tanggung jawab khusus yang diperlukan. e. Tanggung Jawab Komite Rekam Medis Komite rekam medis bertanggung jawab untuk meninjau ulang rekam medis dalam hal penyelesaian tepat waktu, ketepatan klinis, ketepatan dan kecukupan pelayanan pasien, pengajaran, evaluasi, penelitian, dan medicolegal. Kegiatan komite medis antara lain adalah memberikan perhatian atas kelengkapan rekam medis, meninjau kembali formulir rekam medis guna mengurangi duplikasi informasi yang tidak penting dan mencapai keseragaman isi, bentuk dan ukuran.
Pada saat peneliti melakukan penelitian, belum berpedoman dengan KepMenkes No.755 tahun 2011. Pada KepMenkes No.755 tahun 2011 disebutkan bahwa susunan organisasi dan keanggotaan Komite Medik terdiri dari ketua, sekretaris dan subkomite dan sekurang-kurangnya dapat terdiri dari ketua dan sekretaris tanpa subkomite bila keterbatasan sumber daya. Subkomite terdiri dari: a. subkomite kredensial yang bertugas menapis profesionalisme staf medis,b. subkomite mutu profesi yang bertugas mempertahankan kompetensi dan profesionalisme staf medis; dan c. subkomite etika dan disiplin profesi yang bertugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
Menurut Huffman (1991), tinggi rendahnya mutu rekam medis dan resume medis sangat dipengaruhi faktor-faktor sumber daya dalam rumah sakit, termasuk antara lain tenaga, sarana, metode, tehnologi yang digunakan, dan pembiayaan. Interaksi pemanfaatan sumber daya rumah sakit yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu akan menghasilkan mutu rekam medis yang baik pula dengan indikator-indikator rekam medis yang lengkap, akurat, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan aspek hukum untuk menunjang jasa pelayanan kesehatan rumah sakit.
Mutu rekam medis dan resume medis dapat ditingkatkan, dan diperlukan 3 (tiga unsur), sebagai berikut :
a. Kelengkapan dari Rekam Medis dan Resume Medis Kelengkapan rekam medis dan resume medis diperiksa oleh sub bagian rekam medis, jika tidak lengkap akan diberikan kesempatan berupa formulir untuk diisi oleh dokter yang bersangkutan.
b. Validitas (Kesahihan) dari Isi Rekam Medis dan Resume Medis Isi rekam medis harus jelas, singkat, benar, dan tepat waktu. Isi rekam medis diperiksa oleh panitia rekam medis dan mutu/kualitasnya tergantung dokter yang merawatnya, dan keahliannya dinilai oleh sesama dokter.
c. Adanya Sanksi untuk Dokter yang Alpha Setiap peraturan tanpa adanya sanksi, maka tidak akan jalan. Ini berlaku untuk bagian rekam medis dan unit lain. Peringatan dengan teguran, peringatan dengan tertulis hingga tindakan administratif.
Mengingat pentingnya kegunaan rekam medis dan keterlambatan pengembalian berkas rekam medis akan mempersulit tindakan/kegiatan bagian unit fungsional rumah sakit yang bersangkutan keterlambatan rekam medis yang berlarut akan menyebabkan hilangnya berkas tersebut, dikutip dari Budiarso (2007), seperti penelitian yang dilakukan di suatu rumah sakit di London oleh Bernard Benyamin (1980), bahwa 7% hilangnya berkas rekam medis disebabkan oleh kasus keterlambatan pengambilan berkas rekam medis berlanjut dan tidak mendapat perhatian dari pihak pengelola rumah sakit. Hilangnya berkas lengkap medis selain dapat menjadi permasalahan hukum dikemudian hari juga berdampak kepada hilangnya kesempatan pihak rumah sakit untuk mengklaim pelayanan yang telah dilakukan terutama untuk pasien dengan menggunakan asuransi.
Unit rawat inap rumah sakit adalah salah satu unit pengguna rekam medis , dokumen rekam medis digunakan untuk mencatat semua kegiatan pelayanan pasien yang dilakukan di unit tersebut. Proses pengobatan dan terapi lainnya yang diberikan akan dicatat dalam berkas rekam tersebut, serta pemantauan kondisi pasien setiap saat yang terjadi. Dokter mempunyai peranan besar dalam penanganan dan pencatatan dalam berkas rekam medis tersebut.
Permasalahan dan kendala utama pada pelaksanaan rekam medis adalah dokter dan dokter gigi tidak menyadari sepenuhnya manfaat dan kegunaan rekam medis, baik pada sarana pelayanan kesehatan maupun pada praktik perorangan ,akibatnya rekam medis dibuat tidak lengkap, tidak jelas dan tidak tepat waktu. Saat ini telah ada pedoman rekam medis yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI, namun pedoman tersebut hanya mengatur rekam medis rumah sakit.
Dokter yang menangani pasien di ruang rawat inap mempunyai kontribusi yang besar terhadap lengkapnya pencatatan pengisian rekam medis, karena peranan dokter terhadap pengisian rekam medis akan mempengaruhi proses pelayanan di rumah sakit yang bersangkutan. Pengisian yang bertahap akan mempermudah dan mempercepat pembuatan resume akhir perawatan, hal tersebut dimaklumi karena kelengkapan data yang tercantum dalam rekam medis memperlihatkan tindakan yang diberikan kepada pasien, sehingga jika terdapat sebagian tindakan pelayanan yang tidak tercatat dalam rekam medis maka dokter dalam membuat kesimpulan akhir akan mendapatkan kesulitan.
Fungsi rumah sakit salah satunya adalah dalam meningkatkan mutu, cakupan, dan efisiensi pelaksanaan rujukan medis dan rujukan kesehatan secara terpadu serta meningkatkan dan memantapkan manajemen rumah sakit maka kegiatan-kegiatan perencanaan, pergerakan, pelaksanaan, pengendalian, dan penilaian harus mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan tujuan meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan.
2.1.6 Rekam Medis Berisikan Diagnosis
Diagnosis adalah klasifikasi seseorang berdasarkan suatu penyakit yang dideritanya atau satu abnormalitas yang diidapnya. Batasan mengenai diagnosis dalam ICD - 10 adalah diagnosis berarti, penyakit, cidera, cacat, keadaan masalah terkait kesehatan. Diagnosis utama adalah kondisi yang setelah pemeriksaan ternyata penyebab utama admission pasien ke rumah sakit untuk di rawat. Diagnosis sekunder adalah masalah kesehatan yang muncul pada saat episode keperawatan kesehatan, yang mana kondisi itu belum ada di pasien. Setiap diagnosis harus mengandung kekhususan dan etiologi. Apabila dokter tidak dapat menemukan yang khusus atau etiologi karena hasil pemeriksaan rontgen, tes laboratorium serta pemeriksaan lain tidak dimasukkan, maka pernyataan harus dibuat sedemikian rupa yang mampu menyatakan simptom dan bukan penyakitnya, diagnosis harus dijelaskan sebagai meragukan atau tidak diketahui (Huffman, 1994). Menurut Depkes-RI, (1997), Penetapan diagnosis pada pasien merupakan kewajiban, hak dan tanggung jawab dokter. Diagnosis yang ada di dalam rekam medis diisi dengan lengkap dan jelas sesuai dengan arahan yang ada pada ICD-10.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengkodean diagnosis sangat penting untuk diperhatikan agar kode diagnosis yang dihasilkan sesuai dengan ICD-
10. Faktor-faktor tersebut adalah tenaga medis, tenaga pengkode dan tenaga kesehatan lainnya. Oleh karena manajemen rumah sakit dan pemberi pelayanan kesehatan (PPK) lainnya diharapkan kerja keras untuk mensosialisasikan program Jamkesmas, Askes dan JKA dilingkungan internal agar terjadi pelayanan kesehatan yang terkendali mutu dan biaya.
2.1.7 Pengkodean (Coding) Rekam Medis
Informasi diagnosis tidak akan bermanfaat apabila belum diolah untuk itu perlu dilakukan pengkodean. Koding menurut Depkes RI (1997) adalah memuat kode atas diagnosis penyakit berdasarkan klasifikasi penyakit yang berlaku yang bertujuan untuk mempermudah pengelompokan penyakit dan operasi yang dapat dituangkan dalam bentuk angka.
Tujuan koding menurut AHIMA (American Health Information Management
Association ) (1986) selain digunakan untuk klaim asuransi kesehatan, kode pada data
digunakan untuk evaluasi proses dan hasil perawatan kesehatan. Kode data juga digunakan oleh pihak internal dalam institusi untuk aktifitas kualitas manajemen, casemix, perencanaan, pemasaran, administrasi lain dan Penelitian.
Menurut Bowman (1992) dalam Huffman (1994), pengkodean adalah penggolongan data dan memberikan penyajian untuk data itu. Pengkodean dilakukan dengan berbagai alasan. Alasan utama adalah untuk memudahkan pengambilan kembali informasi menurut hasil diagnosis. Pengkodean selalu ditinjau ulang dari data pasien tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengkodean (Bowman, 1992)
a. Kegagalan peninjauan seluruh catatan
b. Pemilihan diagnosis utama yang salah
c. Pemilihan kode yang salah
d. Mengkode diagnosis atau prosedur yang salah oleh karena isi catatan
e. Kesehatan didalam memasukkan kode ke dalam database atau pada tagihan Beberapa elemen pengkodean yang harus dievaluasi dalam menetapkan kualitas data pengkodean (Bowman, 1992): a.
Reliability, yaitu hasil yang sama akan diperoleh apabila dilakukan beberapa kali usaha, contoh: beberapa petugas pengkodean dengan rekam medis yang sama akan menghasilkan hasil pengkodean yang sama pula.
b.
Validity, yaitu hasil pengkodean yang mencerminkan keadaan pasien dan prosedur yang diterima pasien. c.
Completeness, Sebuah rekam medis belum bisa dikatakan telah dikode apabila hasil pengkodean tidak mencerminkan semua diagnosis dan prosedur yang diterima pasien.
d.
Timeliness, Dokumen rekam medis dapat dikode dengan hasil yang dapat dipercaya, benar dan lengkap, tetapi tidak dengan tepat waktu maka rekam medis tidak dapat digunakan untuk pengambilan kembali dokumen atau penagihan biaya perawatan.
Tugas dan tanggung jawab dokter INA-CBG sesuai DepKes-RI (2011) antara lain untuk menegakkan dan menuliskan diagnosis primer dan sekunder sesuai dengan ICD-10 serta menulis seluruh prosedur atau tindakan yang telah dilaksanakan dan membuat resume medis secara lengkap dan jelas selama pasien dirawat di rumah sakit dalam satu episode perawatan.
2.2 Manajemen Klaim
Menurut Ilyas Yaslis (2003), manajemen klaim merupakan fungsi yang sangat penting dalam bisnis asuransi, pada dasarnya pengaturan dan pengelolaan proses klaim insured (peserta asuransi) dan klaim provider ( pemberi pelayanan kesehatan) kepada asuradur (perusahaan asuransi). Unit manajemen klaim sangat berperan dalam menentukan suatu klaim harus dibayar segera, ditunda, atau ditolak. Secara tidak langsung, unit ini sangat berpengaruh dalam menentukan arus kas keuangan perusahaan. Manajemen Klaim pada dasarnya melaksanakan dua fungsi, yaitu fungsi claim administration (administrasi klaim) dan claim procesing (proses klaim).
2.2.1 Verifikasi Klaim
Verifikasi adalah kegiatan penilaian administrasi klaim yang diajukan pemberi pelayanan yang ditunjuk oleh pelaksana verifikasi dengan mengacu kepada standar penilaian klaim. Tujuan dilaksanakan verifikasi adalah diperolehnya hasil pelaksanaan program jaminan kesehatan masyarakat miskin yang menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu.
Verifikasi program jaminan kesehatan masyarakat (Depkes, RI 2011), meliputi : a.
Verifikasi administrasi kepesertaan; kartu peserta, normor surat keabsahan peserta dan surat rujukan.
b.
Administrasi pelayanan; diagnosis penyakit, tindakan medis, bukti pelayanan,tanda tangan dokter, tanda tangan komite medis untuk severity level 3.
c.
Administrasi keuangan; bukti pembayaran tarif tindakan dan form paket INA- CBG.
Menurut Ilyas (2003), proses klaim adalah serangkaian kegiatan untuk meneliti bagaimana pelayanan yang komplek diberikan kepada peserta dan bagaimana Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) mendapatkan pembayaran mulai klaim diterima sampai dengan klaim dibayarkan atau ditolak. Tahapan prosesi klaim menurut Ilyas (2003) terdiri dari : 1) pengecekan terhadap berkas-berkas yang diajukan, 2) telaah dan verifikasi klaim seperti keabsahan peserta, kelengkapan tanda tangan yang memeriksa, kesesuaian pelayanan, batasan biaya, kesesuaian tindakan, kewajaran diagnosa dan jenis obat.
Peserta
ProviderDokumen Klaim Dokumen Klaim Provider Relation Registrasi Klaim
Validitas Validitas Analisa Klaim Perbaikan & Perbaikan & Pembayaran Klaim
Pembayaran Klaim Validitas Payment Asuransi
Gambar 2.1. Bagan Alur Proses Klaim (Ilyas Yaslis, 2003)Proses pengajuan klaim dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut: 1). PPK menyiapkan dan menyampaikan dokumen klaim berupa bukti pelayanan dengan tarif PPK kepada verifikator PPK. 2). verifikator PPK melakukan penilaian kelaikan terhadap dokumen klaim dari PPK meliputi kepesertaan, laik medik dan laik bayar sesuai dengan standar Pedoman Pelaksanaan (Manlak) tahun 2010, 3) verifikator PPK mengirimkan kembali hasil verifikasinya kepada PPK, 4) PPK melakukan perbaikan dan melengkapi dokumen apabila ada catatan dari virifikator,5) PPK mengajukan klaim ke Provider PT.ASKES yang telah ditandatangani bersama kordinator verifikator, disertai catatan dari verifikator PPK jika ada ketidak sesuaian dengan ketentuan, 6) Verifikator PT.ASKES (verivikator independent) melakukan verifikasi atas klaim yang diajukan PPK untuk mendapatkan otoritas pembayaran, 7) verifikator PT.ASKES memberikan umpan balik kepada melalui Tim Pengelola terhadap dokumen klaim yang belum final, 8) verifikator PT.ASKES akan membayarkan jumlah klaim yang menurut mereka sudah sesuai dengan hasil verifikator mereka tanpa menunggu ataupun mendapat penyelesaian kekurangan dokumen dari tim pengelola PPK.
Menurut Ilyas Yaslis (2003), akibat tidak lengkapnya rekam medis unit klaim independen memberikan rekomendasi antara lain :
1. Klaim ditolak seluruhnya, hal ini dikarenakan apabila terjadi pelayanan kesehatan yang diterima tidak dijamin atau karena ditemukan ketidakwajaran dalam pengajuan klaim.
2. Klaim diterima sebagian, apabila sebagian tagihan klaim yang diajukan, tidak dijamin dalam ketentuan yang berlaku.
3. Klaim ditangguhkan penyelesaiannya, biasanya pada klaim yang persyaratannya belum lengkap dan memerlukan penyelesaian dua pihak.
4. Klaim diterima secara keseluruhan, bila klaim tersebut wajar dan semua persyaratan klaim telah dipenuhi.
2.2.2 Biaya Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
Biaya menurut Trisnatoro (2006) merupakan hal penting untuk analisis dan pengendalian biaya, seperti faktor tingkat pengeluaran dan jumlah produksi pelayanan yang berdampak terhadap biaya. Biaya adalah pengeluaran keuangan yang diperlukan dalam melakukan kegiatan bisnis, lembaga Pemerintah, atau Organisasi yang terlibat dalam transaksi keuangan.
Menurut Wolper (2001), pengelompokan biaya terdiri dari: 1) biaya tidak langsung yaitu biaya yang tidak berkaitan dengan perawatan langsung, dikaitkan dengan pusat-pusat biaya seperti: administrasi dan umum, depresiasi (penyusutan), utility (kegunaan), kerumahtanggaan, 2) biaya langsung mencakup radiologi, laboratorium, kamar operasi, kamar darurat serta perawatan rutin.
2.2.3 Rawat Inap
Menurut Andjou (2007), rawat inap (opname) adalah pelayanan kesehatan perorangan yang meliputi observasi, diagnosa, pengobatan, keperawatan, rehabilitasi medik dengan menginap di ruang rawat inap pada sarana kesehatan rumah sakit Pemerintah dan swasta, serta Puskesmas perawatan dan rumah bersalin, yang oleh karena penyakitnya penderita harus menginap.
Menurut Sabarguna (2008), biaya rawat inap terdiri dari beberapa harga akibat dari pelayanan seperti : biaya pemanfaatan, biaya akomodasi, biaya tindakan, dan biaya obat. Ruang rawat inap suatu bagian di rumah sakit sudah sangat mirip dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di unit rawat inap, akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, apabila pasien tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit, atau menginap di rumah sakit. Untuk pelayanan yang menggunakan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), maka pasien tersebut harus menunjukkan surat rujukan dari Puskesmas, rumah sakit tingkat II atau Kabupaten/Kota yang ditujukan ke rumah sakit BLUD- RSUDZA Banda aceh. Selain itu berkas yang perlu disiapkan selain surat rujukan yaitu kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu keluarga. Hal ini juga berlaku untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Jenis pelayanan yang diberikan meliputi :
a. Mondok dan makan sesuai dengan kebutuhan gizi
b. Visite dokter ahli sekurang-kurangnya 1 (satu) kali sehari
c. konsul dokter ahli sekurang-kurangnya 1 (satu) kali sehari
d. Tindakan Medis
e. Obat-obatan dan alat kesehatan f. Penunjang diagnostik.
g. Operasi
2.2.4 Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)
UU No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), pasal 2 dan 3 Undang-undang ini menyatakan bahwa tujuan penjamin agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Menurut Undang-undang No.11 tahun 2006 tentang Pemerinrah Aceh yang tertuang pada Pasal 224, Pasal 225 dan pasal 226 yaitu kewajiban Pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada penduduk Aceh terutama penduduk miskin.
Jaminan Kesehatan Aceh yang dilaksanakan di propinsi Aceh, merupakan salah satu cikal bakal pelaksanaan Jaminan kesehatan Nasional yang akan menangani pelayanan kesehatan seluruh rakyat Indonesia (universal coverage) yang pelaksanaannya akan diberlakukan pada tahun 2014. Fakir miskin, anak yatim dan terlantar amanat Pasal 43 ayat (4) Qanun Aceh No.4 tahun 2010 tentang kesehatan, mewajibkan Pemerintah Aceh untuk melaksanakan jaminan kesehatan.
Upaya pemerintah menjamin penduduk miskin dan kurang mampu melalui program Jamkesmas yang mencapai 61% penduduk masih terbatas pada fasilitas kesehatan publik. Selain itu masih terbatasnya obat-obatan dan layanan yang dijamin membuat penduduk miskin dan kurang mampu masih belum sepenuhnya terbebas dari pengeluaran biaya. Masih ada sekitar 29% penduduk Aceh yang tidak memiliki jaminan sama sekali, meskipun sebagian dari mereka mampu membayar biaya berobat yang relatif murah terutama untuk rawat jalan, namun sebagian besar mereka tidak sanggup membayar biaya rawat inap yang dapat melampaui kemampuan bayarnya.Berdasarkan kondisi di atas, maka Pemerintah Aceh merancang JKA untuk mendorong terlaksananya sistem penyelenggaraan Jaminan Kesehatan di Aceh.
Tujuan dari JKA ini adalah mewujudkan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam rangka meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan. Sasaran JKA adalah seluruh penduduk Aceh tidak termasuk peserta ASKES sosial, Pejabat Negara yang iurannya dibayar Pemerintah dan peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek.
2.3 Kinerja
2.3.1 Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Ilyas Yaslis (2002), adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.
Menurut Robbins (2001), kinerja merupakan pencapaian yang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki seorang karyawan merupakan hal yang selalu menjadi perhatian para pemimpin organisasi. Kinerja ini menggambarkan sejauh mana aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas dan berusaha dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
Kinerja menurut Mangkunegara (2006), adalah hasil kerja secara kuantitas dan kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Baik tidaknya karyawan dalam menjalankan tugas yang diberikan perusahaan dapat diketahui dengan melakukan penilaian terhadap kinerja karyawannya. Penilaian kinerja merupakan alat yang sangat berpengaruh untuk mengevaluasi kerja karyawan bahkan dapat memotivasi dan mengembangkan karyawan.
Menurut Rivai (2005) menyatakan bahwa ”Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil yang diharapkan”. Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2002) sebagaimana dikutip oleh Hutapea H (2011), kinerja adalah yang dilakukan karyawan, sehingga ada yang mempengaruhi kombinasi karyawan organisasi antara lain :
1. Kuantitas out put
2. Jangka waktu out put
3. Kehadiran ditempat kerja
4. Sikap kooperatif Menurut Robbin (2001), tingkat keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaannya disebut dengan ”level of performance”. Yaitu orang yang level of
performancenya tinggi disebut sebagai orang yang produktif dan merupakan
sebaliknya, apabila level of performancenya rendah atau tidak mencapai standar disebut dengan orang yang tidak produktif.
Kinerja karyawan dari beberapa istilah diatas dapat didijelaskan adalah hasil (output) yang dicapai oleh karyawan sebagai suatu bentuk prestasi yang dapat dihasilkan dan diwujudkan selama masa pelaksanaan tugas dan pekerjaan sebagai bagian dari tanggung jawab karyawan. Sebagai kesimpulan isimpulkan bahwa kinerja adalah merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kualitas dan kuantitas pekerjaan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok akan lebih baik dari hari ini.
Penilaian kinerja dapat juga berfungsi sebagai upaya mengumpulkan informasi tentang penetapan kompensasi dan kemungkinan promosi serta pelatihan dan pengembangan karyawan. Penilaian kinerja yang efektif dapat mempengaruhi dua hal, yaitu kuantitas dan kualitas kerja. Hal yang lebih penting dari tujuan penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui keadaan ketrampilan dan kemampuan setiap karyawan yang rutin.
2. Untuk dapat melakukan penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan kuantitas dan kualitas kerja.
3. Sebagai dasar pengembangan dan pendayagunaan karyawan seoptimal mungkin.
4. Untuk bisa mendorong terciptanya hubungan harmonis antara atasan dan bawahan.
5. Untuk dapat mengetahui kondisi organisasi secara keseluruhan dari bidang personalia khususnya prestasi kerja karyawan.
2.3.2 Indikator Kinerja
Indikator kinerja adalah ukuran secara kualitatif dan kuatitatif yang menunjukkan tingkatan pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Indikator kinerja haruslah merupakan sesuatu yang dapat diukur dan dihitung serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja. Kegunaan dari indikator tersebut adalah untuk dapat melihat kinerja setiap hari dalam suatu organisasi dan perorangan apakah terus mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Dalam Departement of Administrative Services Human Resources Business
Center (2001), serta Mathis dan Jackson (2002) yang dikutip dari Hutapea H (2011),
menyatakan indikator kinerja karyawan adalah sebagai berikut:
1. Kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dibawah kondisi normal 2.
Kualitas kerja, kerapian, ketelitian dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan
3. Jangka waktu output, yaitu : kemampuan dalam menyelesaikan satu pekerjaan sesuai dengan waktu yang ditetapkan
4. Kerjasama, yaitu: kemampuan dalam hubungan sesama karyawan selama menangani pekerjaan.
Semakin tinggi nilai dari indikator-indikator di atas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Pegawai
Menurut Mangkunegara (2006), mengemukakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi
(Motivation).
a. Faktor Kemampuan (Ability) Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya sehari-hari, maka ia lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.Secara psikologis kemampuan (ability) seorang pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge and
skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata (110-120) dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya. b. Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja dan organisasi. Dalam hal ini terdapat hubungan yang positip antara motif berprestasi dengan pencapaian kinerja (Mc Cleland, 1987) dikutip dari Hasibuan (2011). Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja yang tinggi. Robbin (2001) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia dan memiliki motivasi dan kemampuan, mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja yang tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung, prosedur yang tidak jelas dan lain sebagainya.
Pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu pegawai dengan pegawai lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al (1997), ada tiga perangkat variable yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu:
1. Variabel Individua l, terdiri dari: (a). Kemampuan dan keterampilan yaitu kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan (b).
Latar belakang : Kondisi dimasa lalu yang mempengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasanya dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu.(c) Demografis: Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, dimana lingkungan sekitarnya akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat dan norma sosial yang berlaku.
2. Variabel Organisasional, terdiri dari : (a) Sumber daya: Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia. (b) Kepemimpinan : Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi. (c) Imbalan : Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara instrinsik maupun ekstrinsik.(d) Struktur : Hubungan wewenang dan tanggung jawab antar individu di dalam organisasi, dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi. (e) Desain Pekerjaan :
Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.
3. Variabel Psikologis, terdiri dari (a) Persepsi : Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitarnya.(b) Sikap : Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. (c) Kepribadian: Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. (d) Belajar : Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami akan sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.
Selain disebut diatas, Robbins (1996) mengemukakan beberapa karakteristik biografik yang dapat memengaruhi kinerja :
1. Umur, kinerja akan menurun seiring bertambahnya umur seseorang. Dalam kenyataannya kekuatan kerja seseorang akan menurun dengan bertambahnya umur mereka.
2. Jenis kelamin, wanita lebih suka menyesuaikan diri dengan wewenang, sedangkan pria lebih agresif dalam mewujudkan harapan dan keberhasilan.
3. Jabatan/senioritas, kedudukan seseorang dalam organisasi akan mempengaruhi kinerja yang dihasilkannya, karena perbedaan pekerjaan dapat membedakan jenis kebutuhan yang ingin dipuaskan dalam pekerjaan individu yang bersangkutan.
Miner (1988) menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang antara lain :
1. Sikap, meliputi keyakinan, perasaan, dan perilaku yang cenderung kepada orang lain atau sesuatu.
2. Keterlibatan kerja yaitu tingkat seseorang memilih berpartisipasi secara aktif dalam kerja, menjadikan kerja sebagai pusat perhatian hidup dan memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang penting kepada penghargaan diri.
3. Perilaku yaitu tindakan seseorang dalam keadaan umum dan khusus.
4. Partisipasi yaitu tingkat seseorang secara nyata ikut serta dalam kegiatan- kegiatan organisasi.
5. Penampilan yaitu tindakan individu yang membantu mencapai tujuan organisasi termasuk kuantitas dan kualitas.
Faktor-faktor yang menentukan kinerja dapat disimpulkan bahwa individu dan situasi kerja atau situasional yang semua itu terdapat dalam kemampuan, motivasi, pengetahuan pekerjaan, tingkat pendidikan, persepsi, tujuan, nilai-nilai, keahlian kompetisi, lingkungan sosial atau tekanan situasi, umur, jenis kelamin, pengalaman, dan jabatan atau keterlibatan kerja.
Variabel Individu Kemampuan dan Keterampilan Mental
Variabel Fisik
Perilaku Individu Psikologis
Latar Belakang (Apa yang Keluarga Dikerjakan Orang) Persepsi Tingkat Sosial
Sikap Pengalaman Prestasi
Kepribadian Demografis
(Hasil yang Belajar
Umur Diharapkan)
Motivasi Asal Usul Jenis Kelamin Pendidikan
Variabel Organisasi Sumber Daya Kepemimpinan Imbalan Struktur Desain Pekerjaan
Gambar 2.2. Variabel yang Memengaruhi PerilakuDikutip dari Gibson et al (1997)
Menurut Tiffin dan Mc. Cormick (dalam As'ad, 2003), secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu:
1. Variabel individual : sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan serta faktor individual lainnya.
2. Variabel situasional terdiri dari : a.
Faktor fisik dan pekerjaan: metode kerja, beban kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang, dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi) b. Faktor sosial dan organisasi : peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
2.3.4. Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja (PK) adalah suatu proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrument penilaian kinerja.Pada hakekatnya penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkannya dengan standar baku penampilan.
Penilain kinerja mencakup faktor-faktor antara lain:
a. Pengamatan, yang merupakan proses menilai dan memiliki perilaku yang ditentukan oleh system pekerjaan.
b. Ukuran, yang dipakai untuk mengukur prestasi kerja seorang personel dibandingkan, dengan uraian pekerjaan yang telah ditetapkan untuk personel tersebut. c. Pengembangan, yang bertujuan untuk memotivasi personel mengatasi kekurangannya dan mendorong yang bersangkutan untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang ada pada dirinya.
Menurut Koontz dan Weirich dalam Aditama TY (2010). Pada dasarnya ada tiga jenis penilaian prestasi kerja, yaitu secara komprehensif, secara periodik dan penilaian secara terus menerus (kontinu). Penilaian progresif sebaiknya dilakukan setidaknya setahun sekali, walaupun ada yang menginginkannya lebih sering lagi.
Yang jelas, penilaian ini bersifat formal dan menyangkut seluruh aspek karyawan yang bersangkutan. Penilaian periodik biasanya dilakukan lebih informal, lebih singkat dan lebih sering. Penilaian ini juga dapat meningkatkan komunikasi antara pemimpin dan bawahannya. Sementara itu, penilaian secara terus menerus akan dapat mengidentifikasi secara cepat kelemahan yang ada dan segera memperbaikinya.
Berdasarkan uraian diatas, manfaat penilaian kinerja digunakan sebagai instrumen dalam membantu setiap pegawai untuk mengerti kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahannya sendiri dalam kaitannya dengan peran dan fungsinya dalam institusi, memberikan umpan balik kepada pegawai dan sebagai sarana untuk pengembangan personalia serta karir, kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan, sebagai alat komunikasi atasan memilih, menempatkan, promosi, mutasi, meningkatkan, dan menghentikan pegawai.
2.3.5 Pengertian Kepuasan Kerja