BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Merger dan Akuisisi - Analisis PT. SMARTFREN TELECOM Tbk. dan PT. XL AXIATA Tbk. yang Melakukan Merger dan Akuisisi di Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Merger dan Akuisisi

  Merger berasal dari kata “merger” (Latin) yang artinya adalah bergabung bersama, menyatu dan berkombinasi menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Pada dasarnya merger adalah penggabungan dua badan (perusahaan) yang kemudian akan hanya ada satu badan usaha yang masih tetap berdiri sebagai satu kesatuan hukum, sementara perusahaan yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar. Dalam bahasa akuntansi, peristiwa merger dan akuisisi disebut kombinasi bisnis (business combination) yang didefinisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi. Dengan kata lain bahwa merger adalah kesepakatan dua atau lebih perusahaan untuk bergabung yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya menghentikan aktivitas atau bubar (Moin, 2003).

  Ikatan Akuntan Indonesia dalam pernyataan standar akuntansi keuangan Indonesia Nomor 12 (PSAK No. 22) mendefinisikan penggabungan badan usaha sebagai bentuk penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain (IAI, 2004).

  Berdasarkan Peraturan Pemerintah tahun 1998 No. 27, tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, menyebutkan bahwa merger sebagai penggabungan, akuisisi sebagai pengambilalihan, dan konsolidasi sebagai peleburan.

  Menurut Sartono (2001: 365) merger adalah kombinasi antara dua atau lebih perusahaan yang melebur menjadi satu perusahaan baru. Dalam merger, perusahaan yang memiliki aset lebih dan tingkat keuntungan lebih besar tetap akan dibiarkan berdiri, sedangkan perusahaan yang memiliki ukuran lebih kecil akan dibubarkan. Henry Faizal Noor (2009:242) mengatakan bahwa merger adalah peleburan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan yang baru.

  Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 22, diungkapkan bahwa penggabungan usaha dapat mengakibatkan terjadinya legal merger, di mana legal merger itu sendiri merupakan merger dua badan usaha melalui salah satu cara sebagai berikut: a. Aktiva dan kewajiban suatu perusahaan dialihkan ke perusahaan lain dan perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan, atau b. Aktiva dan kewajiban dari dua atau lebih dialihkan ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan.

  Beams dan Yusuf (2000) menyatakan bahwa merger terjadi ketika sebuah perusahaan mengambilalih semua operasi dari entitas lain dan entitas yang diambilalih tersebut dibubarkan. Baridwan (1992) dalam Hamid (1998) menyatakan bahwa merger terjadi bila suatu perusahaan mengeluarkan saham untuk ditukarkan dengan seluruh saham biasa perusahaan lainnya. Artinya pemegang saham perusahaan yang diambilalih, akan menjadi pemegang saham perusahaan yang mengambilalih, namun perusahaan yang diambilalih akan dibubarkan.

  Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa merger merupakan penyerapan yang dilakukan perusahaan yang satu terhadap perusahaan yang lain.

  Apabila ada dua perusahaan melakukan merger, maka hanya ada satu perusahaan saja. Sementara itu, pihak yang masih berdiri/melakukan merger disebut sebagai perusahaan akuisitor atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm), sedangkan perusahaan yang berhenti setelah terjadinya kegiatan merger disebut

  

merged firm . Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran yang semakin

  besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan ke surviving

  

firm . Perusahaan yang dimerger akan menanggalkan status hukumnya sebagai

  entitas yang terpisah dan setelah merger statusnya berubah menjadi bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm. Dengan demikian merged firm tidak dapat bertindak hukum atas namanya sendiri.

  Dari penjelasan di atas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas merger sebagai salah satu straregi perusahaan.

  Gambar 2.1

Skema Merger

  Perusahaan A Perusahaan A atau Perusahaan B

  Perusahaan B

  Sumber: Moin (2003)

  Sementara akuisisi berasal dari kata “acquisitio” (Latin) dan acquisition (Inggris), secara harfiah akuisisi mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam terminologi bisnis akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau yang diambilalih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2003). Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akusisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

  Dalam PSAK No. 22 mendefinisikan akuisisi sebagai suatu penggabungan usaha di mana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambilalih tersebut. Biasanya perusahaan pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan terakuisisi. Kendali perusahaan yang dimaksud dalam pengendalian adalah kekuatan untuk: a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan.

  b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen.

  c. Mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi.

  Menurut Mamduh M. Hanafi (2004) ada beberapa istilah mengenai merger dan akuisisi yaitu: a. Merger yaitu satu perusahaan diabsorpsi oleh perusahaan lain. Pengakuisisi mempertahankan nama dan identitasnya, dan mengambilalih aset dan kewajiban perusahaan yang diakuisisi.

  b. Akuisisi yaitu mirip dengan merger, kecuali perusahaan baru akan terbentuk.

  Pengakuisisi dan yang diakuisisi akan “hilang” dan menjadi perusahaan baru.

  c. Akuisisi saham yaitu membeli saham dengan hak voting (voting stock) dengan kas, saham, atau sekuritas lainnya.

  d. Private offer yaitu tidak langsung ke pemegang saham, misalnya kemanajemen.

  e. Tender offer yaitu penawaran publik untuk membeli saham dari perusahaan target.

  f. Akuisisi aset yaitu membeli semua aset perusahaan yang diakuisisi. Persetujuan formal dari pemegang saham perusahaan yang menjual diperlukan. Pendekatan ini menghindari problem pemegang saham minoritas seperti pada situasi akuisisi saham.

  Merger dan akuisisi bisa menjadi alat realokasi sumber daya dan untuk menjalankan strategi perusahaan. Pengendalian ini yang memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan- perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen. Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham yang biasanya ditunjukan atas kepemilikan lebih dari dari 50% saham. Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga bisa dinyatakan sebagai pemilik mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Namun bisa juga pemilik dari 51% belum dinyatakan sebagai pemilik mayoritas jika dalam anggaran dasar perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi. Dari penjelasan di atas dapat digambarkan menjadi suatu skema akuisisi.

  Gambar 2.2

Skema Akusisi

  Sebelum Akuisisi Setelah Akuisisi PERUSAHAAN A PERUSAHAAN A

  Pengendalian PERUSAHAAN B PERUSAHAAN B

  Sumber : Moin (2003)

  Merger dan akuisisi merupakan strategi eksternal yang digunakan perusahaan dalam meningkatkan nilai (value) perusahaan. Keberhasilan strategi merger dan akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan sangat bergantung atas kinerja yang dilakukan oleh pihak manajemen dalam melaksanakan strategi tersebut serta optimalisasi sumber. Sebelum maupun sesudah pelaksanaan merger dan akuisisi perusahaan akan memberikan informasi kepada investor, maupun kepada perusahaan target. Informasi yang tersedia di pasar modal memiliki peranan yang penting untuk mempengaruhi segala macam bentuk transaksi perdagangan di pasar modal tersebut.

  Menurut Jogiyanto (2000:351) para pelaku pasar modal akan mengevaluasi setiap pengumuman yang diterbitkan oleh emiten, sehingga hal tersebut akan menyebabkan beberapa perubahan pada transaksi perdagangan saham, misalnya adanya perubahan pada volume perdagangan saham, perubahan pada harga saham, bid/ask spread, proporsi kepemilikan, dan lain-lain. Hal ini juga mengindikasikan bahwa pengumuman yang masuk ke pasar memiliki kandungan informasi, sehingga direaksi oleh para pelaku di pasar modal. Suatu pengumuman memiliki kandungan informasi jika pada saat transaksi perdagangan terjadi, terdapat perubahan terutama perubahan harga saham.

2.1.2 Klasifikasi Merger dan Akuisisi

  Merger dapat diklasifikasikan dalam lima tipe (Moin, 2003):

  a. Merger horisontal: Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan- perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar bisa mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli.

  b. Merger vertikal: Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaan tersebut bisa mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah (backward/downward integration) dan integrasi ke depan atau ke atas (forward/upward integration).

  c. Merger konglomerat: Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam dalam industri yang berbeda.

  d. Merger ekstensi pasar: Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Merger dan akuisisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan lintas negara dalam rangka ekspansi dan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari awal di negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri.

  e. Merger ekstensi produk: Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Setelah merger perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing- masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.

  Selain itu juga terdapat beberapa dasar klasifikasi untuk merger dan akuisisi (Moin, 2003): 1) Klasifikasi berdasarkan pola

  Pola adalah sistem bisnis yang diimplementasikan oleh sebuah perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis yang akan diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil merger. Klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi dalam dua kategori yaitu: a. Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau sistem untuk dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya perusahaan yang dipertahankan hidup adalah perusahaan yang dominan dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang diadopsi.

  b. Platform merger. Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka dalam platform mergerhardware dan software yang menjadi kekuatan masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh perusahaan hasil merger. 2) Klasifikasi berdasarkan metode pembiayaan

  Metode pembiayaan adalah cara pembayaran transaksi merger dan akuisisi antara pengakuisisi dengan yang diakuisisi. Klasifikasi dalam metode ini terdiri dari kas, hutang, saham atau kombinasi ketiganya.

  3) Klasifikasi berdasarkan objek pajak Klasifikasi merger dan akuisisi atas dikenakan atau tidaknya pajak didasarkan pada media transaksi yang dipakai. Jika pembayaran dilakukan dengan kas berarti transaksi tersebut merupakan objek pajak. Sebaliknya jika transaksi dilakukan dengan 100% saham maka transaksi tersebut tidak kena pajak. Terdapat tiga bentuk merger yang terkena pajak dan enam bentuk merger yang tidak kena pajak, yaitu: a. Terkena pajak

  1) Merger ke depan (forward merger). Merger ke depan merupakan merger yang melibatkan uang kas sebagai media pembayaran sehingga merger tipe ini merupakan transaksi yang kena pajak. 2) Merger kebalikan (reverse merger). Merger kebalikan adalah merger di mana pemilik saham hasil merger adalah pemilik saham yang dimerger, sehingga pada merger ini terdapat perubahan kepemilikan perusahaan hasil merger.

  3) Merger melalui perusahaan anak (subsidiary merger). Merger melalui perusahaan anak atau merger segitiga (triangular merger) adalah merger yang dilakukan oleh perusahaan induk dengan melibatkan perusahaan anak.

  4) Merger segitiga berbalikan (triangular reverse merger). Merger segitiga kebalikan adalah merger yang (1) dilakukan antara perusahaan target dengan perusahaan induk melalui perusahaan anak, (2) setelah merger, perusahaan anak dibubarkan dan perusahaan target dipertahankan hidup serta menjadi anak perusahaan induk.

  b. Bebas pajak 1) Reorganisasi tipe A/merger berdasarkan statuta (statutory merger) 2) Reorganisasi hibrid segitiga (hybrid triangular merger) 3) Reorganisasi tipe B (acquisition of stock for voting stock) 4) Reorganisasi tipe B segitiga (triangular acquisition of stock for voting

  stock )

  5) Reorganisasi tipe C (acquisition property for voting stock)

  6) Reorganisasi tipe C (special-case acquisition property for voting stock). Reksohadiprojo dalam Wiharti (1999) menjelaskan akuisisi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu: a. Akuisisi horisontal, yaitu akuisisi yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang lain, tetapi masih dalam bisnis yang sama. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan tingkat persaingan yang ada.

  b. Akuisisi vertikal, yaitu akusisi pemasok atau pelanggan badan usaha yang dibeli.

  c. Akuisisi konglomerat, yaitu akuisisi badan usaha yang tidak ada hubunganya sama sekali dengan badan usaha pembeli.

  4) Klasifikasi berdasarkan objek yang diakuisisi

  a. Akuisisi saham Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham- saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi. Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi.

  Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli seluruh atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.

  b. Akuisisi aset Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan lain tersebut.

  Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial. Akuisisi aset secara sederhana dapat dikatakan merupakan:

  1) Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset (sebagai pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya (sebagai pihak penjual), jika akuisisi dilakukan dengan pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala formalitas yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan, termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah.

  2) Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan jika kebendaan yang dipertukarkan dengan aset merupakan saham, maka akuisisi tersebut dikenal dengan nama

  assets for share exchange , dengan akibat hukum bahwa perseroan yang diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham dan perseroan yang diakuisisi.

2.1.3 Motif Merger dan Akuisisi

  Menurut Moin (2003) terdapat beberapa motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan merger dan akuisisi, diantaranya:

  1. Motif ekonomi Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perpektif manajemen keuangan, adalah seberapa besar perusahaan mampu menciptakan nilai (value

  

creation ) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Merger dan akusisi

  memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan keputusan yang diambil oleh perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan ini.

  Implentasi program yang dilakukan oleh perusahaan harus melalui langkah-langkah konkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumber daya manusia. Di samping itu dalam motif ekonomi merger dan akuisisi yang lain meliputi:

  1. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegalalan memasuki pasar baru.

  2. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang.

  3. Memperoleh sumber daya manusia yang professional.

  4. Membangun kekuatan pasar.

  5. Memperluas pangsa pasar.

  6. Mengurangi persaingan.

  7. Mempercepat pertumbuhan.

  8. Menstabilkan cash flow dan keuntungan.

  2. Motif sinergi Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger dan akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri. Bentuk-bentuk sinergi disajikan berikut ini: a. Sinergi operasi terjadi ketika perusahaan hasil kombinasi mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara pemanfaatan secara optimal sumber daya perusahaan. Sehingga dengan adanya merger ataupun akuisisi yang dilakukan perusahaan maka diharapkan perusahaan dapat memasarkan produknya hingga kapasitas penuh.

  b. Sinergi finansial dihasilkan ketika perusahaan hasil merger dan akuisisi memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun.

  c. Sinergi manajerial dihasilkan ketika terjadi transfer kapabilitas manajerial dan skill dari perusahaan yang satu ke perusahaan lain.

  d. Sinergi teknologi bisa dicapai dengan memadukan keunggulan teknik sehingga saling memetik manfaat. e. Sinergi pemasaran, perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi akan memperoleh manfaat dari semakin luas dan terbukanya produk, bertambahnya lini produk yang dipasarkan, dan semakin banyak konsumen yang bisa dijangkau.

  3. Motif diversifikasi Motif diversifikasi dimaksud untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing. Manfaat lain diversifikasi adalah seperti transfer teknologi dan pengalokasian modal, sedangkan kerugian diversifikasi yaitu adanya subsidi silang.

  4. Motif non-ekonomi Aktivitas merger dan akuisisi terkadang dilakukan bukan untuk kepentingan ekonomi saja tetapi juga untuk kepentingan yang bersifat non- ekonomi, seperti prestise dan ambisi. Motif non-ekonomi bisa berasal dari manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.

  a. Motif Hubris Hypothesis. Hipotesis ini menyatakan bahwa merger dan akuisisi semata-mata didorong oleh motif “ketamakan” dan kepentingan pribadi para eksekutif perusahaan. Alasannya adalah menginginkan ukuran perusahaan yang lebih besar. Dengan semakin besarnya perusahaan maka semakin besar kompensasi yang akan diterima. Kompensasi yang akan diterima bukan hanya berupa materi namun juga berupa pengakuan dan aktualisasi diri. Dalam hipotesis ini menerangkan alasan mengapa manajer bersedia membayar premium yang sangat tinggi terhadap perusahaan target.

  Hal ini disebabkan oleh kepercayaan diri yang berlebihan terhadap prospek perusahaan yang diakuisisi.

  b. Ambisi pemilik. Adanya ambisi dari pemilik perusahaan untuk menguasai berbagai sektor bisnis. Menjadikan aktivitas merger dan akuisisi sebagai strategi perusahaan untuk menguasai perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun “kerajaan bisnis”. Hal ini biasanya terjadi di mana pemilik perusahaan memiliki kendali dalam pengambilan keputusan perusahaan.

  Birigham dan Houston (2001) menyebutkan adanya motif yang terkait dengan dilakukannya merger oleh suatu perusahaan, yaitu: a. Sinergi yaitu kondisi di mana nilai keseluruhan lebih besar daripada hasil penjumlahan bagian-bagiannya. Motivasi utama dalam sebagian merger adalah meningkatkan nilai perusahaan yang bergabung.

  b. Pertimbangan pajak. Merger dapat dipilh untuk meminimalkan pajak dan menggunakan kas yang berlebih dan mengurangi laba kena pajak.

  c. Pembelian aktiva di bawah nilai penggantinya. Perusahaan diambilalih karena nilai penggantian aktivanya jauh lebih tinggi daripada nilai pasar perusahaan itu sendiri.

  d. Diversifikasi. Terkadang diversifikasi merupakan alasan merger karena membantu menstabilkan laba perusahaan sehingga bermanfaat bagi pemiliknya.

  e. Mendapatkan pengendalian atas perusahaan yang lebih besar.

  2.1.4 Manfaat dan Risiko Merger dan Akuisisi

  Beberapa manfaat yang mungkin dihasilkan dari proses merger dan akuisisi menurut David (2009) antara lain:

  1. Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta di antara perusahaan yang dimerger atau diakuisisi.

  2. Memperluas portofolio jasa yang ditawarkan yang akan berakibat pada bertambahnya sumber pendapatan bagi perusahaan.

  3. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.

  Namun selain manfaat yang mungkin dihasilkan, menurut David (2009) perlu juga diperhatikan kemungkinan risiko yang akan muncul sebagai hasil dari merger dan akuisisi, yaitu:

  1. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi tanggungan perusahaan hasil merger atau akuisisi, termasuk kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor yang masih terhutang.

  2. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan usaha.

  3. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang diterapkan di masing-masing perusahaan selama ini akan memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan sebagainya.

  2.1.5 Alasan-alasan Melakukan Merger dan Akuisisi

  Menurut Mudrajad (2001), ada beberapa alasan perusahaan melakukan merger, antara lain:

  1. Economies of Scale. Dengan melakukan merger dan akuisisi, perusahaan dapat mencapai skala operasi yang ekonomis. Yang dimaksud dengan skala yang ekonomis adalah skala operasi dengan biaya rata-rata terendah. Skala ekonomis dapat dicapai dengan cara horizontal, vertical dan conglomerate.

  2. Memperbaiki manajemen. Beberapa perusahaan dikelola dengan cara yang kurang efisien, akibatnya profitabilitasnya menjadi rendah. Kurangnya motivasi untuk mencapai profit yang tinggi, kurangnya keberanian untuk mengambil risiko sering mengakibatkan perusahaan kalah dalam persaingan yang semakin sengit. Dengan melakukan merger maka perusahaan dapat mempertahankan karyawannya hanya pada tingkat yang memang benar-benar diperlukan. Tidak jarang perusahaan memperoleh manajer yang profesional dengan cara merger.

  3. Penghematan pajak. Sering perusahaan mempunyai potensi memperoleh penghematan pajak, tetapi karena perusahaan tidak pernah dapat memperoleh laba maka tidak dapat memanfaatkannya.

  4. Meningkatkan Corporate Growth Rate. Melalui merger ataupun akuisisi perusahaan dapat meningkatkan pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena penguasaan jaringan pemasaran yang lebih luas, manajemen yang lebih baik dan efisiensi yang lebih tinggi.

  Adapun beberapa alasan perusahaan melakukan akuisisi antara lain (Mudrajad:2001):

  1. Meningkatkan market power. Akuisisi dimaksudkan untuk mengurangi keseimbangan kompetisi industri.

  2. Mengatasi halangan masuk. Akuisisi mengatasi halangan masuk yang terlalu mahal yang bisa membuat memulai usaha baru tidak menarik secara ekonomis.

  3. Biaya dan risiko pengembangan produk baru yang lebih rendah 4. Membeli bisnis yang sudah mapan mengurangi risiko memulai bisnis baru.

  5. Meningkatkan kecepatan ke pasar.

  6. Diversifikasi, cara yang cepat untuk pindah ke dalam bisnis di mana perusahaan kurang pengalaman dalam industri.

  7. Membentuk kembali cakupan kompetisi. Perusahaan bisa memakai akuisisi untuk mencegah ketergantungan hanya terhadap satu atau beberapa produk atau pasar saja.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Merger dan Akusisi

  Keberhasilan atau kegagalan suatu merger dan akuisisi sangat bergantung pada ketepatan analisis dan penelitian yang menyeluruh terhadap faktor-faktor penyelaras atau kompatibilitas antara organisasi yang akan bergabung. Hitt (2002) mengemukakan beberapa konsep penting yang mengarah pada keberhasilan atau kegagalan dalam merger dan akuisisi diantaranya uji tuntas (due

  

diligance ), pembiayaan, sumber-sumber daya komplementer, akuisisi yang

  bersahabat/tidak bersahabat, penciptaan sinergi pembelajaran organisasional dan fokus pada bisnis inti.

  Faktor-faktor yang dianggap memberi kontribusi terhadap keberhasilan merger dan akuisisi yaitu (Hitt:2002):

  1. Melakukan audit sebelum merger dan akuisisi.

  2. Perusahaan target dalam keadaan baik.

  3. Memiliki pengalaman merger dan akuisisi sebelumnya.

  4. Perusahaan target relatif kecil.

  5. Melakukan merger dan akuisisi yang bersahabat.

  Menurut Mamduh M. Hanafi (2004) ada beberapa faktor-faktor penyebab kegagalan merger dan akuisisi, yaitu: a. Membayar terlalu mahal. Membayar terlalu mahal akan meningkatkan biaya sehingga menjadi melebihi manfaat merger dan akuisisi b. Manajemen post-akuisisi yang kurang baik. Manajemen post-akuisisi yang kurang baik akan menyebabkan proses peralihan menjadi tidak lancar dan akan meninggalkan potensi kegagalan.

  c. Terlalu optimis dengan pasar

  d. Tidak memperhatikan potensi problem

  e. Overbidding

2.1.7 Langkah-langkah Merger dan Akuisisi

  Dalam proses melakukan merger terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan sebelum, dalam, maupun setelah merger terjadi.

  Menurut Caves, langkah-langkah yang harus diambil dapat dibagi menjadi tiga bagian (Estanol B, 2004) yaitu:

  1. Pre-merger. Dalam hal ini merupakan keadaan sebelum merger di mana dalam tahap ini, tugas dari seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perusahaan untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk kepentingan proses merger perusahaan-perusahaan tersebut.

  2. Merger stage. Pada saat perusahaan-perusahaan tersebut memutuskan untuk melakukan merger, hal yang harus dilakukan oleh mereka untuk pertama kalinya dalam tahapan ini adalah menyesuaikan diri dan saling mengintergrasikan diri dengan partner mereka agar dapat berjalan sesuai dengan partner mereka.

  3. Post-merger. Pada tahapan ini, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan: a. Yang akan dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan restrukturisasi, di mana dalam merger, sering terjadinya dualisme kepemimpinan yang akan membawa pengaruh buruk dalam organisasi.

  b. Yang akan diambil adalah dengan membangun suatu kultur baru di mana kultur atau budaya baru perusahaan atau dapat juga merupakan budaya yang sama sekali baru bagi perusahaan.

  c. Yang diambil adalah dengan cara melancarkan transisi, di mana yang harus dilakukan dalam hal ini adalah dengan membangun suatu kerjasama, dalam berupa tim gabungan ataupun kerjasama mutual.

  Menurut Mamduh M. Hanafi (2004) langkah-langkah yang diperlukan untuk merger dan akuisisi yang baik dikelompokkan ke dalam strategi, transaksi, dan implementasi sebagai berikut:

  1. Proses strategis untuk pertumbuhan nilai

  2. Analisis karakteristik industri

  3. Sistem organisasi perusahaan

  4. Strategi berganda untuk pertumbuhan nilai

  5. Proses pencarian

  6. Melihat potensi ekonomis melalui sinergi

  7. Melihat potensi ekonomis melalui restrukturisasi

  8. Due diligence – hukum dan bisnis

  9. Faktor budaya

  10. Penilaian

  11. Negosiasi

  12. Struktur deal

  13. Implementasi

  14. Review dan proses baru lagi

2.1.8 Keunggulan dan Kelemahan Merger dan Akuisisi

  Alasan perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan nilai tambah bagi perusahaan atas keputusan tersebut. Moin (2003) menjelaskan keunggulan dan manfaat aktivitas merger dan akuisisi sebagai berikut: a. Mendapatkan cash flow dengan cepat karena produk dan pasar telah jelas.

  Ketika perusahaan melakukan keputusan merger dan akuisisi, maka bidder akan memperoleh pasar dari yang telah dikuasai oleh perusahaan target.

  b. Memperoleh kemudahan dana/pembiayaan karena kreditor lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan. Penggabungan usaha (merger dan akuisisi) akan menjadikan kondisi keuangan perusahaan lebih mapan dalam hal ini adanya peningkatan aset atau sejenisnya.

  c. Memperoleh karyawan yang telah berpengalaman. Keputusan merger dan akuisisi yang dilakukan akan menghasilkan karyawan–karyawan yang berpengalaman, di mana karyawan tersebut dapat berasal dari perusahaan bidder , target, maupun perekrutan karyawan baru yang berpengalaman.

  d. Mendapatkan pelanggan yang telah ada tanpa harus merintis lebih awal.

  Keputusan merger dan akuisisi akan menyebabkan perusahaan bidder memperoleh pasar yang sebelumnya dikuasai oleh perusahaan target, sehingga secara tidak langsung juga akan menguasai pelanggan yang telah ada.

  e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan. Sistem operasional dan administratif dapat dimiliki dengan pelaksanaan merger dan akuisisi yang efektif.

  f. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari pelanggan baru. Perusahaan bidder tidak akan bersusah payah dalam mencari pelanggan, karena pelanggan telah terbentuk dari perusahaan target sebelum dilaksanakannya merger dan akuisisi.

  g. Menghemat waktu untuk memasuki bisnis yang baru. Perusahaan akan lebih mudah dalam menguasai pasar, karena pelaksanaan merger dan akuisisi hanya memerlukan waktu yang relatif singkat.

  h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.

  Infrastuktur dalam hal ini dapat berupa gedung, gudang, tanah, dan lain-lain dari perusahaan target.

  Selain keunggulan tersebut, merger dan akuisisi juga memiliki kelemahan yaitu sebagai berikut (Moin:2003): a. Proses integrasi yang tidak mudah. Walaupun pelaksanaan merger dan akuisisi memerlukan waktu yang relatif singkat, namun integrasi dalam pelaksanaan hal tersebut cukup sulit, karena diperlukannya koordinasi dari pihak-pihak yang berkaitan dengan hal tersebut.

  b. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat. Penentuan nilai perusahaan target akan menjadi salah satu penyebab gagalnya merger dan akuisisi itu sendiri. Salah satu penyebabnya adalah adanya kecenderungan perusahaan target tidak menampilkan/terbuka terhadap semua informasi (finansial maupun non finansial) yang dimiliki.

  c. Biaya konsultan yang mahal.

  d. Meningkatnya kompleksitas birokrasi. Birokrasi akan menghambat jalannya pelaksanaan keputusan merger dan akuisisi itu sendiri, serta adanya perizinan yang sulit juga akan semakin menghambat pelaksanaan merger dan akuisisi.

  e. Biaya koordinasi yang mahal.

  f. Sering kali menurunkan moral organisasi.

  g. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan. Keputusan merger dan akuisisi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan (bidder), kenyataannya selalu bertolak belakang, di mana peningkatan nilai perusahaan hanya dialami oleh perusahaan target.

  h. Tidak menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham. Hal ini berkaitan dengan adanya agency problem, di mana manager melakukan keputusan merger dan akuisisi yang tidak optimal, dalam artian keputusan tersebut dilakukan hanya untuk mencapai tujuan individu.

2.1.9 Strategi dan Taktik Merger dan Akuisisi

  Jika suatu perusahaan ingin merger dan mengakuisisi dengan perusahaan lain maka akan melakukan langkah-langkah ofensif. Sebaliknya jika perusahaan yang diincar (target) tidak mau dibeli atau bergabung maka perusahaan tersebut akan mempertahankan dari serangan tersebut maka ini merupakan langkah- langkah defensif (Mamduh M. Hanafi, 2004).

  a. Strategi dan taktik ofensif Beberapa strategi dikembangkan untuk membantu ofensif merger dan akuisisi, seperti LBO (leveraged buy out, yaitu membeli perusahaan lain dengan menggunakan utang yang tinggi), junk bond (obligasi yang tidak dirating karena resikonya tinggi). Dalam leveraged buy out (LBO), perusahaan meminjam utang sangat besar. Dana pinjaman tersebut digunakan untuk membeli perusahaan target. Setelah terjadi akuisisi, perusahaan gabungan akan mempunyai utang yang tinggi dengan kewajiban bunga yang tinggi. Utang yang tinggi tersebut mempunyai efek perilaku dan ekonomis. Efek ekonomis yang diperoleh adalah penghematan pajak yang tinggi.

  b. Strategi dan taktik defensif Strategi untuk mempertahankan perusahaan dari ancaman akuisisi banyak dan bervariasi. Strategi tersebut bisa dikelompokkan sebagai strategi pencegahan dan perlawanan. Secara umum strategi pencegahan bertujuan menjadikan perusahaan target menjadi tidak menarik untuk diambilalih oleh perusahaan lain. Ketidakmenarikkan tersebut bisa dilakukan dengan beberapa cara:

  a) Menjadi perusahaan yang baik. Perusahaan yang baik akan mendorong harga saham menjadi lebih tinggi sehingga menjadi terlalu mahal bagi perusahaan lain yang akan membeli perusahaan tersebut. Jika harga saham tinggi, pemegang saham juga akan semakin puas, sehingga dorongan untuk mengganti manajemen akan semakin kecil.

  b) Mengamati perdagangan saham. Perusahaan bisa secara kontinu mengamati perdagangan saham. Jika ada tanda-tanda akumulasi saham, harus diperhatikan apakah ada pihak yang sengaja mengakumulasi saham. Monitoring bisa dilakukan dengan mengamati volume perdagangan harian.

  c) Perubahan pada AD/ART. Perusahaan bisa menetapkan beberapa peraturan AD/ART yang bertujuan untuk mempersulit pengambilalihan.

2.1.10 Metode Analisis Kinerja Keuangan dengan Rasio Keuangan

  Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan di bidang keuangan. Rasio merupakan alat yang memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan laba rugi. Jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rasio likuiditas, aktivitas, leverage dan profitabilitas.

  1. Rasio likuiditas adalah mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Ukuran likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio.

  2. Rasio leverage dihitung dari perbandingan hutang dengan total aktiva dan modal sendiri perusahaan. Rasio ini menyangkut jaminan, yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang bila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan dana dari pihak luar atau kreditor. Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari debt to total asset ratio dan debt to total equity ratio.

  3. Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya.

  Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari return on equity .

2.2 Penelitian Terdahulu

  Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai pengaruh merger dan akuisisi, antara lain Ridha Nurrahma (2012) meneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan perusahaan di Indonesia mengalami merger dan akuisisi. Hasilnya adalah merger dan akuisisi horizontal karena perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di bidang yang sama.

  Payamta (2004) meneliti pengaruh merger dan akuisisi kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990-1996 bersama Setiawan (Payamta & Setiawan, 2004). Dari rasio-rasio keuangan yang terdiri rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio Total Asset

  

Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net

Profit Margin, Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt

  yang mengalami penurunan signifikan setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan.

  Pada penelitian Sugeng & Sari (2005) menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat rasio keuangan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, dan tidak terdapat perbedaan pada tingkat abnormal return sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.

  Widjanarko (2006) meneliti perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi pada tahun 1998-2002. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kinerja keuangan berdasarkan rasio profitabilitas dan leverage. Penelitian ini menyimpulkan penyebab kemungkinan tidak signifikan karena cara merger dan akuisisi dan pemilihan perusahaan target yang salah.

  Pada penelitian Dyaksa Widyaputra (2006) menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan pada rasio EPS, NPM ROE dan ROA, 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah merger dan akuisisi.

  Pada penelitian Prasetio (2007) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kinerja perusahaan yang diukur dari rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas untuk 3 tahun sebelum dan sesudah merger dan akuisisi.

  Pada penelitian Sarah & Maksum (2009) secara umum menunjukkan pada perusahaan pengakuisisi tidak ada peningkatan yang signifikan pada rasio likuiditas, aktivitas, leverage dan profitabilitas. Tetapi pada perusahaan diakuisisi terdapat perbedaan pada rasio likuiditas dan aktivitas.

  Rangkuman dari penelitian terdahulu yang mempunyai hubungan dengan analisis merger dan akusisi berikut ini:

  Perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi pada tahun 1998-2002.

  Kolmogoro- Smirnov Wilcoxon Signed Ranks Test

  Uji normalitas data

  Perbedaan pada rasio EPS, NPM, ROE dan ROA, 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah merger dan akuisisi.

  3 Dyaksa Widyaputra 2006

  leverage .

  Hasilnya menunjukkan tidak perbedaan signifikan pada kinerja keuangan berdasarkan rasio profitabilitas dan

  Kolmogorov- Smirnov Paired sample t-test Wilcoxon Signed Ranks Test

  Uji normalitas Data

  2 Hendro Widjanarko 2006

Tabel 2.1 Kumpulan Penelitian Terdahulu

  sesudah merger dan akuisisi.

  return sebelum dan

  Menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat rasio keuangan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, dan tidak terdapat perbedaan pada tingkat abnormal

  Paired sample t-test Manova

  sesudah merger dan akuisisi.

  return sebelum dan

  Perbedaan tingkat rasio keuangan dan tingkat abnormal

  1. Sugeng dan Sari 2005

  

Penelitian Terdahulu

No. Peneliti & Tahun Penelitian Alat Analisis Hasil

  Penelitian 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah merger akuisisi terdapat perbedaan secara signifikan pada rasio EPS, NPM, ROE dan ROA.

  4 Prasetio Perbedaan kinerja Wilcoxon Hasil menunjukan perusahaan diukur Signed Rank tidak ada perbedaan 2007 dari Rasio likuiditas, Test yang signifikan pada solvabilitas dan kinerja perusahaan profitabilitas untuk 3 untuk 3 tahun sebelum tahun sebelum dan dan sesudah merger sesudah merger dan dan akuisisi. akuisisi.

  5 Sarah & Perbedaan rasio Paired Secara umum pada Maksum Likuiditas, Aktivitas, sample t-test perusahaan

  Leverage dan pengakuisisi 2009 Profitabilitas pada Wilcoxon menunjukkan tidak perusahaan Signed Rank ada peningkatan yang mengakuisisi dan Test signifikan antara diakuisisi. kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah merger dan akuisisi. Tetapi pada perusahaan diakuisisi terdapat perbedaaan pada rasio Likuiditas dan Aktivitas.

  6 Ridha Analisis perusahaan Merger dan akuisisi - Nurrahma yang mengalami horizontal karena merger dan akuisisi di perusahaan- 2012 Indonesia. perusahaan tersebut bergerak di bidang yang sama.

  Sumber : Penelitian Terdahulu (data diolah)

2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

  Merger dan akuisisi adalah tindakan strategis untuk mengembangkan usaha perusahaan. Keberhasilan perusahaan dalam merger dan akuisisi dapat dilihat dari kinerja perusahaan terutama kinerja keuangan.Setelah merger dan akuisisi kondisi keuangan perusahaan diharapkan mengalami perubahan dalam kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Seperti telah diuraikan dalam teori sebelumnya menurut Moin (2003) perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi didasari motivasi sinergi yaitu nilai keseluruhan perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi, yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Di mana dengan motivasi sinergi akan membawa perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi mengalami perubahan kinerjanya, tanpa motivasisinergi maka perusahaan yang melakukan merger dan akuisis hanya akan bertambah nilai aset saja namun kinerja perusahaan berpotensi menurun.

  Sinergi yang terjadi pada perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi dapat tercemin dari kinerja perusahaan dapat terukur dari rasio-rasio keuangan.

  Rasio keuangan tersebut adalah rasio likuiditas, rasio leverage, rasio profitabilitas.

  Rasio likuiditas adalah rasio mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Ukuran likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio.

  Rasio leverage dihitung dari perbandingan hutang dengan total aktiva dan modal sendiri perusahaan. Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar hutang bila pada suatu saat perusahaan dilikuidasi atau dibubarkan. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar perusahaan menggunakan dana dari pihak luar atau kreditor. Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari debt to total asset ratio dan debt to total equity ratio.

  Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya. Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini return on equity .

  Uraian di atas dapat disederhanakan sebagai model kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis

  Kinerja keuangan sebelum merger dan akuisisi

  1. Return on Equity 2.

   Return on Assets Dibandingkan 3.

   Current Ratio 4. Debt to total asset ratio 5. Debt to total equity ratio

Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Merger dan Akuisisi terhadap Abnormal Return dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 123 97

Analisis PT. SMARTFREN TELECOM Tbk. dan PT. XL AXIATA Tbk. yang Melakukan Merger dan Akuisisi di Indonesia

70 547 114

2. Latar Belakang Masalah 2.1 Krisis Ekonomi Di Indonesia (1998) - Medco Energy – Merger dan Akuisisi

0 0 5

Aspek Hukum Merger dan Akuisisi Pada Lembaga Keuangan Koperasi

0 4 11

Analisis Perbandingan Return dan Risiko Pemegang Saham Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi

0 0 115

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akuisisi 2.1.1. Pengertian Akuisisi - Analisis Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan Perusahaan Pengakuisisi Sebelum dan Sesudah Akuisisi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2010

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan - Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum Dan Sesudah Merger Dan Akuisisi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2011

0 0 18

Analisis Dampak Merger dan Akuisisi terhadap Abnormal Return dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Merger dan Akuisisi - Analisis Dampak Merger dan Akuisisi terhadap Abnormal Return dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Dampak Merger dan Akuisisi terhadap Abnormal Return dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 7