LEGAL CERTAINTY FOR MUMAYIZ MINORS IN POST-DIVORCE CUSTODY

KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PENGASUHAN ANAK MUMAYIZ PASCA PERCERAIAN

Kajian Putusan Nomor 175/PDT.G/2011/MS-BNA

LEGAL CERTAINTY FOR MUMAYIZ MINORS IN POST-DIVORCE CUSTODY

An Analysis of Court Decision Number 175/PDT.G/2011/MS-BNA

Mansari

Pusat Kajian Pendidikan dan Masyarakat Aceh Jl. Prada Utama No. 113, Gampong Pineung Banda Aceh 24415 E-mail: mansari_kaisar@ymail.com

Reza Maulana

Alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh Gampong Lampisang, Aceh Besar, Jl. Banda Aceh, Meulaboh, Banda Aceh 23232 E-mail: rezamoulana@gmail.com

Naskah diterima: 13 Maret 2017; revisi: 17 November 2017; disetujui 27 Maret 2018 http://dx.doi.org/10.29123/jy.v11i1.139

ABSTRAK

diperoleh melalui wawancara hakim dan putusan Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh. Hasil penelitian

Anak yang telah mumayiz diberikan kebebasan memilih menunjukkan bahwa Putusan Nomor 175/PDT.G/2011/

tinggal bersama ibu atau ayahnya. Kesempatan untuk MS-BNA tidak mencerminkan kepastian hukum bagi

memilih harus dinyatakan secara eksplisit dalam putusan untuk menghindari konflik di kemudian hari anak yang telah mumayiz. Hal ini dikarenakan anak

yang berumur 14 dan 18 tahun tidak jelas berada di antara kedua orang tuanya. Berbeda dalam Putusan

bawah pengasuhan ibu atau ayahnya. Perlindungan Nomor 175/PDT.G/2011/MS-BNA yang tidak langsung

hukum bagi anak mumayiz yang belum menentukan menetapkan anak yang telah mumayiz diasuh oleh ibu

atau ayahnya. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan sikap/pilihan menjadi kewajiban bersama kedua

orang tua untuk mengasuh dan memeliharanya. Jika persoalan hukum di kemudian hari demi memperebutkan

anak sudah menentukan pilihan dan memilih ibu anak tersebut. Permasalahannya adalah bagaimana

sebagai pengasuhnya, maka ia wajib memelihara dan aspek kepastian hukum terhadap pemeliharaan anak

mumayiz dalam Putusan Nomor 175/PDT.G/2011/ mengasuhnya hingga dewasa dan ayah berkewajiban

memberikan nafkah kepadanya. Sebaliknya, jika ayah MS-BNA, dan bagaimana perlindungan hukum bagi

menjadi pilihannya, kewajiban mengasuh, merawat, dan anak mumayiz yang belum menentukan pilihannya?

menafkahi menjadi kewajibannya.

Penelitian ini termasuk penelitian empiris dan datanya

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

Kata kunci: kepastian hukum, pengasuhan, perceraian, judges and the ruling of Syar’iyah Court of Banda Aceh. anak mumayiz.

The results show that the Court Decision Number 175/ PDT.G/2011/MS-BNA does not reflect legal certainty for the minors with the status of mumayiz. This is because

ABSTRACT

the law does not set off that minors aged of 14 and 18 A Minor who has been mumayiz is given freedom to are in care of their mother or father. While the law has choose to live either with the mother or father. The set for minors who have not mumayiz because of the decision should be explicitly stated in court decision to existence of parenting to the mother has been confirmed avoid future conflicts between the parents. In contrast, in the verdict. Legal protection for undecided custody Court Decision Number 175/PDT.G/2011/MS-BNA did of mumayiz minors will be obliged to their both parents not in a straight line determine the status of a minor who to nurture and raise. If the child has made a choice and has been mumayiz to be raised by either the mother or chooses the mother as the caregiver, then she is obliged father. This could lead to legal dispute of fighting over to care and nurture the child to adulthood, and the the minor in the future. The question is how the legal father is obliged to provide a livelihood for the child. On certainty in the custody of minors with mumayyiz status the other hand, if the father becomes the child’s choice, in Court Decision Number 175/PDT.G/2011/MS-BNA the obligation to care, nurture, and provide a livelihood and how the law provide protection for them who have becomes his duty. not made their choice yet? This study is done by empirical Keywords: legal certainty, custody, divorce, mumayiz research and the data collected through interviews of minors.

I. PENDAHULUAN

sendiri menghadapi hidup dan memikul tanggung

A. Latar Belakang

jawab (Ghozali, 2010: 175-176).

Konsekuensi terjadinya perceraian orang Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang

tua adalah munculnya kewajiban memelihara pemeliharaan anak pasca putusnya hubungan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. perkawinan orang tua dalam Pasal 105 yang Kedua orang tua wajib memelihara, melindungi, menyatakan dalam hal terjadinya perceraian: dan menjaga anaknya hingga dewasa. Kewajiban

1. Pemeliharaan anak yang belum mumayiz memelihara anak setelah perceraian dalam istilah

fikih disebut hadanah. Syarifuddin (2014: 327) atau belum berumur 12 tahun adalah hak mendefinisikan hadanah sebagai pemeliharaan ibunya;

anak yang masih kecil setelah terjadinya putus

2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayiz perkawinan.

diserahkan kepada anak untuk memilih di Menurut ulama fikih hadanah adalah antara ayah atau ibunya sebagai pemegang

hak pemeliharaannya;

melakukan pemeliharaan anak yang masih kecil laki-laki maupun perempuan, atau yang sudah

3. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh besar tetapi belum mumayiz, menyediakan sesuatu

ayahnya.

yang menjadikan kebaikannya, menjaga sesuatu Dengan demikian, anak yang belum

dari yang menyakiti dan merusaknya, mendidik mencapai umur 12 tahun atau belum mumayiz

jasmani, rohani dan akalnya, agar mampu berdiri menjadi hak ibunya untuk mengasuh dan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

masih di bawah umur yang bernama anak kandung ketiga (9 tahun) dan anak kandung keempat (3

Ketentuan yang membolehkan anak tahun) sampai anak-anak tersebut mumayiz, dan

memilih ini perlu diperhatikan oleh hakim selainnya tidak dapat ditetapkan lagi di bawah

dalam memutuskan perkara. Ketidakhati-hatian asuhan penggugat karena mereka telah mumayiz,

hakim tanpa mempertimbangkan kebolehan anak telah mempunyai hak untuk memilih tempat

memilih akan menimbulkan persoalan hukum tinggalnya, ayahnya atau ibunya, hal mana sesuai

di kemudian hari yakni tidak adanya kepastian dengan Pasal 105 huruf a dan b, sedangkan biaya

hukum bagi anak tersebut. Seperti Putusan Nomor hidup dan pendidikan anak-anak tersebut menjadi

175/PDT.G/2011/MS-BNA yang menetapkan dua tanggungan ayah mereka atau tergugat sesuai

orang anak yang belum mumayiz berada di bawah dengan huruf c Pasal 105 Kompilasi Hukum

asuhan penggugat (ibu), sedangkan dua anak Islam sampai anak-anak tersebut dewasa.

lainnya yang telah berumur 14 dan 18 tahun tidak dijelaskan berada di bawah asuhan penggugat

Penolakan hakim terhadap tuntutan

maupun tergugat. Anak yang berumur 18 tahun penggugat terhadap dua orang anak yang lain merupakan anak yang lahir dari perkawinan dikarenakan telah mumayiz yaitu telah berumur tergugat dengan kakak kandung penggugat (anak

14 tahun dan 18 tahun. Oleh karenanya dapat tiri antara penggugat dan tergugat).

memilih tinggal bersama ibu atau ayahnya sebagaimana yang diatur dalam Pasal 105 huruf

Penggugat meminta kepada hakim

c Kompilasi Hukum Islam. Hakim menolak memutuskan empat orang anak berada di bawah

tuntutan penggugat untuk menetapkan dua pengasuhannya. Poin ketiga petitum berbunyi:

anak yang telah mumayiz ini di bawah asuhan “Menetapkan penggugat sebagai pengasuh penggugat. Hakim tidak menetapkan hak pilih terhadap empat orang anak yang namanya tersebut

bagi anak tersebut untuk menentukan pilihannya. di atas.” Artinya penggugat menginginkan empat Padahal secara aturan, anak yang telah berumur orang tersebut berada di bawah pengasuhannya,

12 tahun ke atas sebagaimana yang diatur dalam baik anak yang lahir antara penggugat dengan

Kompilasi Hukum Islam dapat memilih tinggal tergugat maupun anak yang lahir dari perkawinan

bersama salah satu dari orang tuanya. Dengan antara kakak kandung penggugat dengan tergugat

tidak adanya pertimbangan tersebut, maka tidak (anak tiri).

adanya kepastian hukum bagi anaknya, sehingga Hakim tidak menetapkan semua anak sangatlah mungkin akan menimbulkan konflik di bawah asuhan penggugat. Hakim hanya baru untuk memperebutkan anak tersebut.

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

Sementara anak yang ketiga dan keempat yang bagi anak yang telah mumayiz namun belum masih berumur 9 dan 3 tahun ditempatkan di menentukan pilihannya. bawah asuhan penggugat.

Tulisan ini diharapkan memiliki beberapa Poin ketiga amar putusan menyebutkan kegunaan, yaitu kegunaan bagi akademis, menetapkan dua orang anak masing-masing praktisi hukum, pemerintah, dan masyarakat. bernama anak kandung ketiga (perempuan) umur Pertama, bagi akademisi, dapat memberikan

9 tahun dan anak kandung keempat (perempuan) sumbangsih pemikiran baru terhadap literatur-

umur 3 tahun berada dalam asuhan penggugat literatur yang membahas hadanah. Kedua, bagi sampai mumayiz . Dengan memperhatikan praktisi hukum, diharapkan dapat menjadi acuan persoalan tersebut, maka tidak adanya kepastian dalam menangani persoalan-persoalan hadanah hukum bagi anak yang sudah mumayiz yakni pasca terjadinya perceraian orang tua. Ketiga, anak yang telah berumur 14 dan 18 tahun. Hal bagi pemerintah, diharapkan supaya dapat ini dikarenakan tidak diketahui berada di bawah menjadi referensi yang baru dalam merumuskan asuhan ibu atau ayahnya. Tanpa adanya penetapan kebijakan-kebijakan baru yang berorientasi pada secara tegas dalam putusan berimplikasi pada perlindungan anak. Keempat, bagi masyarakat, munculnya persoalan baru untuk memperebutkan dapat menjadi acuan sebelum menuntut hak asuh anaknya di kemudian hari. Kedua orang tua anak pasca terjadinya perceraian. merasa berhak terhadap anak tersebut, begitu

juga anak berhak menentukan pilihannya untuk D. Tinjauan Pustaka

tinggal bersama ibu atau ayahnya.

1. Konsep Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan salah satu

B. Rumusan Masalah

dari tujuan hukum selain tujuan hukum lainnya Berdasarkan permasalahan di atas, yaitu mewujudkan keadilan dan kemanfaatan. penelitian dibatasi pada dua fokus persoalan yaitu: Dari sudut pandang ilmu hukum positif

normatif atau yuridis dogmatis, tujuan hukum

1. Bagaimana aspek kepastian hukum terhadap dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya.

pemeliharaan anak mumayiz dalam Putusan Dari sudut pandang filsafat hukum, tujuan Nomor 175/PDT.G/2011/MS-BNA;

hukum dititikberatkan pada segi keadilan dan

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi dari sudut pandang sosiologi hukum, tujuan anak mumayiz yang belum menentukan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatan. pilihannya?

Sebenarnya ketiga aspek tersebut sama dengan apa yang diutarakan oleh Radbruch sebagai tiga nilai dasar hukum, yaitu keadilan, kemanfaatan,

C. Tujuan dan Kegunaan

dan kepastian hukum (Rifai, 2011: 131-132). Tujuan yang ingin dicapai melalui kajian

Peraturan perundang-undangan sebagai ini adalah untuk memahami dan menelaah

salah satu sumber hukum memberikan jaminan serta menganalisis kepastian hukum terhadap

kepastian hukum kepada masyarakat. Kelebihan pemeliharaan anak dalam Putusan Nomor 175/

peraturan perundang-undangan dengan norma PDT.G/2011/MS-BNA dan perlindungan hukum

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

maka menjadi pasti pulalah nilai yang hendak 2. Dasar Hukum Hak Memilih Bagi Anak

dilindungi oleh peraturan tersebut. Oleh karena itu tidak perlu diperdebatkan lagi apakah nilai itu

Anak yang telah mencapai usia mumayiz bisa diterima atau tidak (Rahardjo, 2006: 84).

diberikan kesempatan memilih tinggal bersama ibu atau ayahnya. Ada beberapa faktor yang

Kepastian hukum menginginkan hukum mendukung sehingga seorang anak diberikan

harus dilaksanakan dan ditegakkan secara tegas ( fiat kesempatan memilih, yaitu: Pertama, anak pada justita et pereat mundus/hukum harus ditegakkan usia tersebut dapat membedakan setiap tindakan

meskipun langit akan runtuh). Kepastian hukum yang mendatangkan kemanfaatan dan mudarat memberikan perlindungan kepada yustisiabel bagi dirinya. Anak dapat berpikir dalam setiap dari tindakan sewenang-wenang pihak lain dan perbuatan yang akan ia lakukan. Kedua, memiliki hal ini berkaitan dalam usaha ketertiban dalam dasar hukum yang kuat sebagaimana yang diatur masyarakat (Rifai, 2011: 131).

dalam hukum hadis dan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dalam sebuah hadis di

Konsep kepastian hukum mengandung dua

pengertian yaitu: Pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenang-wenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh

bawah ini:

Artinya:

dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap “Dari Abu Maimunah Sulma pelayan di individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa

kalangan Madinah dan seorang laki-laki pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga

yang jujur berkata: saat aku duduk bersama adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu

Abu Hurairah, ia didatangi seorang wanita Persia bersama anaknya, yang

dan putusan hakim lainnya untuk kasus serupa menjadi rebutan antara dia dan suaminya, yang telah diputuskan (Marzuki, 2013: 137).

sedangkan wanita tersebut telah ditalak suaminya. Wanita tersebut lalu bertanya

Peran pemerintah dan pengadilan sangat kepada Abu Hurairah dengan memakai penting dalam menjaga kepastian hukum.

bahasa Persia, “Hai Abu Hurairah, suamiku ingin pergi bersama anakku.” Abu

Pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan Hurairah menjawab, “Coba kalian berdua, pelaksnaan yang tidak diatur oleh undang-

datangkan suamimu.” Sesaat kemudian suaminya datang dan berkata, “Siapa

undang atau bertentangan dengan undang- yang mengakui lebih berhak dengan undang. Apabila hal itu terjadi, pengadilan harus

anakku?” Abu Hurairah menjawab, “Aku menyatakan bahwa peraturan demikian batal

tidak mengatakan seperti itu, hanya saja aku pernah mendengar kisah bahwa ada

demi hukum, artinya dianggap tidak pernah seorang wanita mendatangi Rasulullah, ada sehingga akibat yang terjadi karena adanya

aku saat itu duduk di dekat Nabi dan

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

pergilah anak itu bersama ibunya.” (H.R. mampu menentukan pilihan sendiri, diberi hak Abu Daud) (Daud, 2006: 47-48).

untuk memilih sendiri (Zein, 2004: 171). Hadis tersebut menjelaskan tentang

Ulama yang mengatakan bahwa anak

kebolehan seorang anak memilih tinggal bersama tidak diberikan kebebasan untuk memilih secara salah satu dari orang tuanya. Dalam konteks hadis tegas menyatakan: “Ibu lebih berhak mengasuh tersebut anak memilih tinggal bersama ibunya. sampai anaknya bisa mandiri, apabila sudah Meski demikian, tidak menutup kemungkinan mandiri, bapak lebih berhak mengasuh anak seorang anak untuk tinggal bersama ayahnya laki-laki dan ibu mengasuh anak perempuan.” tergantung pada kondisi dan pertimbangan- Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Hadawaiyah pertimbangan tertentu yang dapat membawakan dan Al-Hanafiyah. Sedangkan Malik mempunyai anak pada kondisi yang lebih baik.

pandangan yang berbeda dengan ulama di atas. Malik sependapat untuk diberikan hak memilih,

Para ulama berbeda pendapat dalam hanya saja ia menyatakan: “Ibu lebih berhak memahami hadis di atas. Sebagian ulama

mengasuh anak-anak, baik laki-laki maupun memadukan hadis tentang hak pilih yang perempuan.”

diberikan kepada anak dengan hadis yang menyatakan bahwa ibu lebih berhak terhadap anak. Sebagian kecil ulama berpendapat bahwa

Artinya:

anak itu diajukan pilihan antara memilih ibu atau bapaknya. Pendapat demikian dikemukakan oleh “Ibu lebih cenderung (kepada anak), lebih

halus, lebih pemurah, lebih penyantun, Ishaq bin Rahawaih dengan batasan umur anak

lebih baik dan lebih penyayang. Ia lebih sejak tujuh tahun. Pendapat ini didasarkan pada

berhak terhadap anaknya. (Darajat, 1995: 159).

hadis nomor dua yang memberikan kebebasan

bagi anak untuk memilih tinggal bersama ibu Syaukani (1994: 304) dalam kitabnya atau bapaknya (Shan’ani, 2012: 194).

Nailul Authar menyebutkan bahwa hak memilih seorang anak yang sudah mencapai usia tamyiz

Sejak usia tujuh tahun menjelang balig merupakan hal yang wajib tanpa membedakan

Satria menyebutnya dengan istilah mumayiz. apakah itu anak laki-laki atau anak perempuan.

Menurutnya pada usia ini seorang anak secara Lebih lanjut ia menyebutkan pengarang kitab Al-

sederhana telah mampu membedakan antara yang Bahr menceritakan dalam kitabnya, berasal dari

berbahaya dan yang bermanfaat bagi dirinya. Oleh mazhab Hadawiyah, Abu Thalib, Abu Hanifah

karena itu, seorang anak sudah dapat menjatuhkan beserta para pengikutnya dan Imam Malik

pilihannya yang bisa menjamin kelangsungan

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

Apabila hal ini tidak dilakukan akan berakibat fatal pada masa depan anak dan masa depan bangsa ini,

Batasan mampu (mandiri) menurut Abu karena suatu saat generasi muda sekarang menjadi

Hanifah beserta para pengikutnya Abu Abbas dan pemimpin pada masa yang akan mendatang.

Abu Thalib ialah anak itu sudah bisa makan dan minum serta berpakaian sendiri (Syaukani, 1994:

Perlindungan hukum bagi anak mumayiz 304).

yang belum menentukan sikap/pilihan yang tidak disebutkan dalam putusan hakim

Para ulama yang bersikukuh meniadakan keberadaan pengasuhannya di bawah asuhan

hak pilih berpegang kepada sebuah hadis yang ibu atau bapaknya. Perlindungan anak menjadi

isinya: “Engkau lebih berhak atas anak itu selama prioritas utama meskipun dalam putusan hanya belum menikah.” Pendapat ini terbantah oleh menentukan pengasuhan anak sampai anak

kemungkinan dilakukannya penggabungan, yaitu tersebut mumayiz. Kedua orang tua berkewajiban

dapat dikatakan yang dimaksud dengan “ibu lebih memeliharanya sampai anak tersebut dewasa dan berhak atas anak” adalah pada usia sebelum anak dapat berdiri sendiri dan pemerintah memiliki

disuruh memilih, bukan sesudahnya (Syaukani, perhatian yang serius tentang perlindungan anak.

1994: 304). Tujuan perlindungan anak adalah untuk

Kebijakan hakim mengenai hak asuh menjamin terpenuhinya hak–hak anak agar dapat anak yang lebih memprioritaskan kepentingan hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi terbaik bagi anak, bukan didasarkan pada secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemauan ibu atau ayah untuk mengasuhnya. kemanusiaan. Serta mendapat perlindungan Bahkan ada juga hakim yang memberikan hak dari tindak kekerasan dan diskriminasi, demi pengasuh anak kepada ayah, seperti Putusan terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, Nomor 65/PDT.G/2011/MS-BNA, Nomor

berakhlak mulia, dan sejahtera.

167/PDT.G/2011/MS-BNA, dan Nomor 66/ PDT.G/2012/MS-BNA (Mansari, 2013: 43).

Hal ini sangat tergantung pada pertimbangan- II. METODE

pertimbangan yang terungkap ke persidangan. Tulisan ini menggunakan metode penelitian

Begitu juga sebaliknya, jika ibu dapat menjamin yuridis empiris. Penelitian hukum empiris terwujudnya kehidupan anak yang lebih baik, ( empirical law research) adalah penelitian maka anak tersebut akan diberikan kepada ibu. hukum positif mengenai perilaku ( behavior) Sebaliknya, tidak menutup kemungkinan anak anggota masyarakat dalam hubungan hidup tersebut diberikan kepada ayahnya selama bermasyarakat (Wijayanti & Achmad, 2011: ayah dapat melindungi, merawat, menjaga, dan 97). Penggunaan metode ini dikarenakan untuk memeliharanya dengan baik.

mengetahui tata cara yang dilakukan hakim dalam memberikan hak memilih bagi anak manakala

Untuk mewujudkan hal tersebut langkah

usia telah mumayiz.

antisipasi hakim dalam memberikan hak

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

Data yang digunakan dalam penelitian ini Dalam menjalankan tugas dan fungsi yang terdiri dari data sekunder yaitu bahan hukum diembankan kepadanya, hakim harus menyadari primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum bahwa tugasnya adalah menegakkan hukum primer yang digunakan yaitu Putusan Nomor 175/ dan memberikan putusan yang seadil-adilnya PDT.G/2011/MS-BNA dan peraturan perundang- kepada masyarakat. Secara umum, dalam undangan yang terkait dengan pembahasan. penyelenggaraan tugas hakim, tugas yang harus Adapun bahan-bahan sekunder berupa semua direalisasikan oleh hakim terdiri dari tiga hal, publikasi tentang hukum yang bukan merupakan yaitu: keadilan ( gerechtigheit), kemanfaatan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang ( zwachmatigheit), dan kepastian hukum hukum meliputi buku-buku teks, jurnal-jurnal ( rechtsecherheit) (Manan, 2008: 291). hukum, dan komentar-komentar atas putusan

Kaum idealis menyatakan bahwa tujuan pengadilan (Marzuki, 2012: 181).

hukum hadir untuk mewujudkan keadilan, Pengumpulan data dilakukan dengan sementara kaum positivis menyatakan bahwa metode dokumentasi ( documentary research) hukum semata-mata sebagai alat untuk dan metode penelitian lapangan ( field research). menciptakan ketertiban, stabilitas, dan kepastian Metode dokumentasi dilakukan dengan cara (Sirajuddin, Fatkhurohman, & Zulkarnain, menelaah sumber-sumber data sekunder yang 2015). Untuk mewujudkan ketiga hal tersebut terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum di atas dalam suatu putusan sangatlah sulit. sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode Kadangkalanya dalam suatu putusan hanya pengumpulan data melalui penelitian lapangan dapat terpenuhi aspek keadilan dan kemanfaatan, dilakukan dengan cara wawancara (Ngani, 2012: tapi tidak adanya kepastian hukum. Begitu juga 180).

sebaliknya, putusan hakim yang mencerminkan kepastian hukum, namun tidak memberikan

Instrumen pengumpulan data lainnya keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat.

ditempuh dengan mewawancarai dua orang hakim yang mengadili dan menyelesaikan kasus-

Menurut Marzuki (2013: 137), kepastian

kasus hak asuh anak pasca terjadinya perceraian. hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Analisis data dilakukan secara kualitatif setelah undang-undang, melainkan juga adanya data-data terkumpulkan. Penelitian ini dilakukan konsistensi dalam putusan hakim yang satu di wilayah yurisdiksi Mahkamah Syar’iyah dengan putusan hakim yang lain dalam putusan Banda Aceh.

yang serupa. Namun pada tataran empiris di pengadilan, tidak jarang adanya perbedaan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

dalam memutuskan suatu perkara. Salah satu

A. Aspek Kepastian Hukum Pemeliharaan contoh dapat dilihat dalam konteks pemberian Anak dalam Putusan Nomor 175/ hak hadanah anak yang tidak selalu diberikan

PDT.G/2011/MS-BNA

kepada ibu. Kadangkalanya hakim menetapkan ayah sebagai pengasuh bagi anak. Seperti dalam

Peranan hakim pada prinsipnya adalah Putusan Nomor 65/PDT.G/2012/MS-BNA, di melaksanakan fungsi peradilan berdasarkan mana hakim mempertimbangkan bahwa telah peraturan perundang-undangan yang berlaku. adanya kesepakatan antara ayah dan ibu untuk

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

bawah asuhan ibunya. Paling tidak, terdapat tiga faktor anak tersebut diberikan kepada ibu, yaitu:

Putusan Nomor 167/PDT.G/2012/MS- BNA, hakim memberikan hak pengasuhan

1. Ibu merupakan orang yang lebih berhak di bawah ayah dikarenakan kedekatannya

mengasuh anak sebagaimana yang terdapat dengan anak, sedangkan Putusan Nomor 66/

dalam sebuah hadis, yaitu:

PDT.G/2012/MS-BNA, hakim memberikan hak hadanah kepada ayah dikarenakan adanya kesukarelaan dari kedua belah pihak bahwa anak diasuh oleh ayah (Mansari, 2013: 61). Dengan

Artinya :

memperhatikan ketiga putusan tersebut, maka dapatlah dikatakan bahwa hak pengasuhan tidak Dari Abdullah bin Amru: ada seorang selamanya berada di bawah asuhan ibu, namun

wanita bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, anakku ini dulu

ada juga putusan hakim yang memberikan hak perutku yang mengandungnya, susuku asuh kepada ayah. Sementara dalam Putusan

sebagai siraman baginya, dan pengasuhan yang aku lakukan sebagai perlindungan,

Nomor 175/PDT.G/2011/MS-BNA, majelis ayahnya sekarang telah mentalak serta hakim menetapkan ibu sebagai pengasuh dari dua

ingin meminta anak ini dariku.” Rasulullah orang anak sampai mumayiz. Setelah mumayiz

kemudian bersabda kepada sang wanita, “kamu lebih berhak atas anakmu selama

anak tersebut dapat memilih tinggal bersama ibu kamu belum menikah.“ (H.R. Abu Daud) maupun ayahnya sesuai dengan yang ditentukan

(Daud, 2006: 47).

dalam Pasal 105 huruf b Kompilasi Hukum Bahkan dalam hadis yang lain, Rasulullah

Islam. Sedangkan dua anak lagi yang berumur mengancam orang yang memisahkan

14 dan 18 tahun tidak jelas berada di bawah anak dari ibunya. Nabi Muhammad

asuhan ibu atau ayahnya. SAW bersabda: “Barang siapa yang

Diperhatikan secara saksama, amar memisahkan antara seorang ibu dengan putusan hakim yang menentukan ibu sebagai

anaknya, niscaya Allah akan memisahkan pengasuh bagi dua orang anak telah adanya

orang itu dengan kekasihnya di hari kepastian hukum, karena hakim secara tegas

kiamat ” (Nuruddin & Tarigan, 2013: 212). menyatakan dalam putusannya bahwa dua

Hadis tersebut menunjukkan bahwa anak orang anak tersebut berada di bawah asuhannya.

tidak dapat dipisahkan dari ibunya. Allah Namun, aspek kepastian hukum tiada bagi anak

akan memisahkan orang yang memisahkan yang telah berumur 14 dan 18 tahun. Kedua anak

anak dengan ibunya pada akhirat kelak. Ini ini tidak dinyatakan langsung berada di bawah

menjadi sebuah ancaman bagi orang-orang ibu (penggugat) dikarenakan telah mumayiz dan

yang tidak menaatinya.

dapat memilih tinggal bersama ibu atau ayahnya.

2. Ibu memiliki sifat lemah lembut dalam Aspek kepastian hukum hanya terpenuhi

mendidik dan mengasuh anak. Abu Bakar bagi dua orang anak yang pertama dikarenakan

pernah mengambil sebuah kebijakan hakim telah menyatakan secara tegas dalam

terkait perebutan anak antara Umar dengan

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

b. ayah;

bercerai dengan istrinya, Umar bin Khatab

c. wanita-wanita dalam garis lurus ke pergi ke Quba dan menemui anaknya

atas dari ayah;

sedang bermain di depan masjid, lalu Umar mengambil anaknya dan meletakkan di atas

d. saudara perempuan dari anak yang kuda yang ia tunggangi. Kemudian datang

bersangkutan;

nenek ‘Ashim dan berkata “anakku,” Umar pun berkata “anakku.” Perebutan anak e. wanita-wanita kerabat sedarah

menurut garis samping dari ibu; tersebut akhirnya dibawa kepada Khalifah

Abu Bakar dan memutuskan anak tersebut

f. wanita-wanita kerabat sedarah ikut kepada ibunya dengan pertimbangan:

menurut garis samping ayah (Rofiq, 2015: 226).

Secara yuridis normatif, keutamaan ibu Artinya:

mengasuh anak secara eksplisit diatur dalam “Ibu lebih cenderung (kepada anak), lebih Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam. Hakim dapat

halus, lebih pemurah, lebih penyantun, menggunakan ketentuan tersebut sebagai salah lebih baik, dan lebih penyayang. Ia lebih

berhak terhadap anaknya.” (Darajat, satu landasan hukum dan pertimbangannya dalam 1995: 159).

memutuskan suatu perkara. Ketentuan yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam menjadi

Hal ini sesuai dengan tujuan dari penetapan salah satu acuan hakim dalam memutuskan

hukum Islam yaitu untuk mewujudkan suatu perkara yang diajukan kepadanya. Artinya,

kebahagiaan hidup manusia di dunia dan hakim dapat merujuk kepada aturan tersebut

akhirat kelak, dengan jalan mengambil dalam menyelesaikan persoalan yang diajukan

(segala) yang bermanfaat dan mencegah oleh para pencari keadilan ( yustisiable). atau menolak yang mudarat atau yang

tidak berguna bagi hidup dan kehidupan Konteks positivisme hukum yang (Ali & Heryani, 2012: 61).

menghendaki adanya kesesuaian penerapan hukum dalam setiap putusan, Putusan Nomor 175/

3. Berdasarkan Pasal 105 huruf a Kompilasi PDT.G/2011/MS-BNA belum mengadopsinya

Hukum Islam yang menentukan bahwa dengan baik. Hal ini dikarenakan hakim belum

pemeliharaan anak yang belum mumayiz memberikan kepastian hukum kepada empat

atau belum berumur 12 tahun adalah hak orang anak sebagaimana yang dituntut oleh

ibunya. Ibu lebih berhak jika seluruh penggugat. Jika anak yang berumur 14 tahun

syarat dan kriteria hadanah terpenuhi pada dan 18 tahun telah mumayiz, maka perlu

dirinya. Berbeda halnya bila ibu meninggal diperhatikan ketentuan Pasal 105 huruf b yang

dunia, maka kedudukannya digantikan menentukan pemeliharaan anak yang sudah

oleh: mumayiz diserahkan kepada anak untuk memilih

a. wanita-wanita dalam garis lurus ke di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang atas dari ibu;

hak pemeliharaannya.

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

Ketentuan tersebut menjadi petunjuk dapat dipergunakan jika sudah mendapatkan bahwa hakim dalam memutuskan perkara yang persetujuan dari kaisar. Hal ini mengindikasikan diajukan kepadanya, anak perlu dimintakan bahwa patokan utama bagi paham positivisme pendapatnya untuk memilih tinggal bersama ibu adalah adanya kepastian hukum sebagaimana atau ayahnya. Namun, dalam putusan tersebut yang telah ditetapkan oleh pihak yang berwenang. seolah-olah hakim mengabaikan kedua orang Selain aturan yang telah ditetapkan tidak dapat anak yang telah mumayiz. Padahal penggugat digunakan oleh hakim di pengadilan. (ibu) dalam petitum gugatannya telah meminta

Pandangan demikian cenderung kaku dan kepada hakim supaya empat orang anak tersebut

hanya berorientasi pada aturan hukum tertulis berada di bawah pengasuhannya. Poin ketiga

semata tanpa memperhatikan nilai-nilai yang petitum gugatan menyatakan menetapkan

hidup dan berkembang dalam masyarakat. penggugat sebagai pengasuh terhadap empat

Belum tentu aturan hukum tertulis dapat orang anak yang namanya tersebut di atas. Dalam

memberikan keadilan dan kemanfaatan kepada pandangan positvism hukum, kepastian hukum

pencari keadilan. Hakim yang mengadili dan menjadi karakteristik paling fundamental.

menyelesaikan perkara merupakan suatu langkah Aliran ini berpandangan bahwa hukum yang menerapkan aturan-aturan hukum kepada setiap seharusnya adalah hukum yang terdapat dalam kasus yang terjadi. Hakim tidak dapat dipaksakan peraturan tertulis bukan pada kaidah yang tidak menerapkan aturan hukum tertulis tanpa tertulis (moral). Segala putusan yang diputuskan mempertimbangkan keadilan dan kemanfaatan

oleh hakim harus merujuk pada ketentuan yang (Ali & Heryani, 2012: 203). berdaulat yang dibentuk oleh pihak yang memiliki

Keberadaan hakim di pengadilan bertujuan otoritatif. Dalam dunia peradilan, pengaruh

menegakkan kebenaran dan keadilan serta pandangan positivisme hukum melahirkan aliran

selalu menjunjung tinggi hukum (Wijayanta legisme, di mana hakim hanya dipandang sebagai

terompet undang-undang, atau sebagai “bo uche & Firmansyah, 2011: 42). Untuk mewujudkan

de la loi” (Ali & Heryani, 2012: 39-40). keadilan dan kebenaran tidak hanya berpatokan pada aturan hukum tertulis, namun perlu Montesquieu pernah mengemukakan bahwa diperhatikan pula kebiasaan dan keadilan bagi “hakim-hakim rakyat tidak lain hanya corong masyarakat. Ini menjadi kewajiban hakim untuk yang mengucapkan teks undang-undang. Jika memperhatikannya, karena hakim memiliki teks itu tidak berjiwa dan tidak manusiawi, para tanggung jawab besar merealisasikannya. Siregar hakim tidak boleh mengubahnya, baik tentang dalam Azizy (2004: 217) pernah mengatakan kekuatannya maupun tentang ketaatannya.” (Ali undang-undang secara jelas menegaskan & Heryani, 2012: 40).

tanggung jawab hakim itu bukan kepada negara, bukan kepada bangsa, tetapi pertama kepada

Justianus (Ali & Heryani, 2012: Tuhan Yang Maha Esa baru kepada dirinya. Kalau

41) mengancam dengan pidana bagi yang inilah landasan tanggung jawab hakim akankah memberanikan diri menafsirkan undang-undang. ia ragu-ragu menguji, kalau perlu membatalkan Menurutnya, interpretasi merupakan suatu peraturan yang bertentangan dengan Pancasila hal yang salah ( perversio). Interpretasi hanya

dan Tuhan Yang Maha Esa.

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

| 65

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

Hakikatnya tugas pokok hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Tugas hakim secara konkrit dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara melalui tiga tindakan, yaitu: Pertama, mengkonstatir yakni menetapkan atau merumuskan peristiwa konkrit. Kedua, mengkualifisir yaitu menetapkan atau merumuskan peristiwa hukumnya. Ketiga, mengkonstituir, yaitu menetapkan hukumnya dan memberikan keadilan kepada para pihak (Sutiyoso, 2006: 17)

Setiap putusan yang diputuskan oleh hakim memiliki tiga kekuatan yang melekat padanya, yaitu:

1. Kekuatan mengikat. Artinya putusan tersebut dapat mengikat para pihak yang terlibat dalam perkara tersebut. Putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tidak dapat diganggu gugat dan harus dipatuhi serta ditaati oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Putusan Nomor 175/ PDT.G/2011/MS-BNA merupakan putusan yang memiliki kekuatan hukum bagi para pihak yaitu penggugat (ibu) dan tergugat (ayah). Keduanya harus menjalankan amar putusan tersebut sebagaimana mestinya. Jika putusan itu masih membuka peluang bagi kedua belah pihak untuk mendapatkan anak tersebut, maka keduanya memiliki hak untuk itu. Begitu juga anak berhak menentukan pilihannya. Persoalan ini dapat saja muncul jika adanya keinginan salah satu pihak mempersoalkannya kembali hak hadanah. Sebaliknya, persoalan tidak akan muncul jika ibu maupun ayah memiliki kesepakatan bersama untuk menempatkan anak di bawah asuhan salah satu pihak.

Pasal 156 huruf c Kompilasi Hukum Islam menentukan apabila pemegang hadanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan memindahkan hak hadanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadanah pula. Selanjutnya Pasal 156 huruf e Kompilasi Hukum Islam memberikan kesempatan kepada para pihak yang berkepentingan terhadap hadanah untuk membawa kasus ke pengadilan agama supaya mendapatkan penyelesaiannya. Dalam ketentuan tersebut ditentukan bahwa bilamana terjadi perselisihan mengenai hadanah dan nafkah anak, pengadilan agama memberikan putusannya berdasarkan huruf

a, b, c, dan d. Perselisihan mengenai pemeliharaan ini

besar kemungkinan terjadi. Apalagi peluang untuk mendapatkannya sudah diberikan oleh ketentuan hukum yang berlaku. Untuk menentukan pilihannya, seorang anak perlu mengajukan persoalannya ke pengadilan supaya ditetapkan calon pengasuh bagi dirinya. Namun sangat sulit dilakukan oleh anak sendiri pada usianya yang relatif masih muda, di mana ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Anak- anak pada usia 12 sampai dengan 18 tahun perlu mendapatkan pendampingan dari pihak lain dalam melakukan setiap perbuatan hukum. Meskipun dalam putusan hakim menentukan salah satu orang tua memelihara anak, bukan berarti pihak lain tidak dapat memelihara dan mendidiknya. Seorang ayah di samping berkewajiban memberikan segala yang dibutuhkan dalam menunjang pertumbuhan besar kemungkinan terjadi. Apalagi peluang untuk mendapatkannya sudah diberikan oleh ketentuan hukum yang berlaku. Untuk menentukan pilihannya, seorang anak perlu mengajukan persoalannya ke pengadilan supaya ditetapkan calon pengasuh bagi dirinya. Namun sangat sulit dilakukan oleh anak sendiri pada usianya yang relatif masih muda, di mana ia tidak dapat melakukan perbuatan hukum. Anak- anak pada usia 12 sampai dengan 18 tahun perlu mendapatkan pendampingan dari pihak lain dalam melakukan setiap perbuatan hukum. Meskipun dalam putusan hakim menentukan salah satu orang tua memelihara anak, bukan berarti pihak lain tidak dapat memelihara dan mendidiknya. Seorang ayah di samping berkewajiban memberikan segala yang dibutuhkan dalam menunjang pertumbuhan

asuhan ibu atau ayahnya. Untuk mengantisipasi supaya menjamin adanya kepastian hukum

Kewajiban memelihara anak menjadi kepada masyarakat, maka dalam merumuskan

tanggung jawab bersama pasangan suami suatu putusan, hakim harus memuat secara jelas

istri. Istri berkewajiban dalam bentuk dan tegas dalam diktum putusannya. Jika anak

memelihara dan merawatnya sementara yang telah mumayiz diberikan pilihan untuk

dalam bidang materi menjadi tanggung memilih tinggal bersama ibu atau ayahnya, maka

jawab ayahnya. Jika ayah tidak mampu hakim perlu memberikan hak pilih baginya. Hal

membayar biaya hidup kepada anak, ini harus diperhatikan supaya tidak terjadinya

ibu dapat pula dibebankan tanggung

persoalan di kemudian hari.

jawab memberikan nafkah kepada anak. Keharusan membayar biaya nafkah

Diktum amar putusan itu menjadi salah biasanya diputuskan oleh hakim.

satu kekuatan pembuktian bagi para pihak bila muncul persoalan di kemudian hari. Menurut

2. Kekuatan pembuktian. Kegunaan dari Mertokusumo (1979: 19), putusan hakim memiliki

sebuah putusan adalah dapat dijadikan tiga kekuatan, yaitu: kekuatan mengikat, kekuatan

sebagai bahan bukti jika suatu saat pembuktian, dan kekuatan eksekutorial. Kekuatan

diperdebatkan kembali terhadap suatu pembuktian berarti bahwa putusan tersebut dapat

persoalan hukum yang dihadapi oleh para dijadikan sebagai bukti konkret untuk mengakhiri

pihak. Putusan dapat dijadikan alat bukti konflik dan pertikaian yang berkepanjangan yang sangat kuat dan dasar bagi salah

di antara para pihak. Oleh karena itu, Manan satu pihak jika timbul lagi permasalahan

(2008: 296) menyarankan supaya dalam setiap di kemudian hari. Jika dianalisis dalam

putusan, hakim harus memperhatikan beberapa konteks Putusan Nomor 175/PDT.G/2011/

hal berikut, yaitu: harus bersifat tegas dan lugas, MS-BNA, maka diktum amar putusan

terperinci dan jelas maksudnya, memperhatikan menjadi bukti konkret yang menunjukkan

sifat dari putusan yang akan dijatuhkan, apakah bahwa anak yang tidak ditegaskan dalam

konstitutif, deklaratif atau condemnatoir dan putusan dapat dimintakan kembali untuk

ditulis secara ringkas, padat, dan terang. ditempatkan di bawah asuhan ibu atau

ayahnya.

B. Perlindungan Hukum bagi Anak yang

3. Kekuatan eksekutorial, artinya setiap

Belum Menentukan Pilihannya

putusan yang telah memiliki kekuatan Konsekuensi yang muncul pasca terjadinya

hukum tetap dapat dilakukan eksekusi jika perceraian orang tua adalah memelihara anak-

salah satu pihak tidak melaksanakannya. anak yang lahir dari perkawinan. Kedua orang

Dapat disimpulkan bahwa Putusan Nomor tua berkewajiban memeliharanya sampai anak 175/PDT.G/2011/MS-BNA hanya mencerminkan dapat mandiri terhadap kehidupannya. Pasal kepastian hukum bagi anak yang telah berumur 9

41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan 8 tahun (anak ketiga dan keempat). Sementara

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

antara pengasuh dengan mahdhūn (anak yang dipelihara) (Yanggo, 2010: 256).

1. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya,

Sejumlah kualifikasi yang telah disebutkan semata-mata berdasarkan kepentingan di atas harus dimiliki oleh seorang pengasuh. Hal anak, bilamana ada perselisihan mengenai ini bertujuan untuk mewujudkan kepentingan penguasaan anak–anak, pengadilan terbaik bagi anak ( the best interest of child). Masa memberi keputusannya.

depan anak sangat ditentukan oleh pengasuh yang akan mendidik dan memeliharanya. Seorang anak

2. Bapak yang bertanggung jawab atas semua yang diasuh oleh pengasuh yang tidak memiliki

biaya pemeliharaan dan pendidikan yang tanggung jawab dan amanah akan berimplikasi

diperlukan anak-anak itu; bilamana bapak pada pertumbuhan anak pada masa yang akan

dalam kenyataan tidak dapat memberi datang. Anak akan mengalami berbagai persoalan

kewajiban tersebut, pengadilan dapat di kemudian hari. Anak yang telah mumayiz

menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya dapat memilih tinggal bersama ibu atau ayahnya.

tersebut. Putusan Nomor 175/PDT.G/2011/MS-

3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada BNA tidak menyebutkan secara jelas hak asuh mantan suami untuk memberikan biaya anak yang telah mumayiz berada di bawah penghidupan dan atau menentukan suatu asuhan salah satu dari orang tuanya. Dalam kewajiban bagi bekas istri. putusan hanya menyebutkan anak kandung kedua

Pemeliharaan anak merupakan kewajiban (perempuan) berumur 9 tahun dan anak kandung yang menjadi tanggung jawab kedua orang ketiga (perempuan) berumur 3 tahun berada tuanya. Kewajiban tersebut terus berlanjut di bawah asuhan penggugat sampai mumayiz. meskipun hubungan perkawinan antara orang Sementara hak asuh anak yang telah berumur 14 tuanya berakhir. Anak wajib dipelihara, dan 18 tahun dapat dipertanyakan keberadaannya. dilindungi, dan diberikan perlindungan dari hal-

Hak asuh anak yang telah mumayiz tidak hal yang membahayakan bagi dirinya sampai

adanya kepastian. Sehingga kedua orang tua dewasa. Orang yang berhak memelihara anak

dapat memperebutkan kembali hak asuh tersebut. pasca perceraian adalah ibunya. Dalam Pasal 105

Karena kedua-duanya memiliki hak yang sama huruf a Kompilasi Hukum Islam menyatakan

terhadap anak tersebut. Pasal 41 huruf a Undang- bahwa ibu merupakan orang yang lebih berhak

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengasuh anak. Ibu lebih berhak jika memenuhi

menyatakan bahwa akibat putusnya perkawinan kriteria seorang pengasuh.

karena perceraian ialah baik ibu atau bapak tetap Terdapat sejumlah kriteria yang harus berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

dimiliki oleh calon pengasuh yaitu: berakal dan anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan dewasa, bertanggung jawab (amanah) memiliki anak; bilamana ada perselisihan mengenai kemampuan dalam melakukan tugas hadanah, penguasaan anak-anak, pengadilan memberi pengasuh harus bersih diri dari penyakit kronis keputusannya.

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

Ketentuan tersebut memberikan hak yang Menurut Asikin (2015: 10), hakim dalam

sama kepada kedua orang tua untuk memelihara memeriksa perkara perdata bersifat pasif, dalam dan mendidik anaknya hingga dewasa. Jika terjadi arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok perselisihan dan perebutan mengenai penguasaan sengketa yang diajukan kepada hakim untuk anak, maka pengadilan dapat memberikan diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para keputusan terhadap persoalan tersebut. pihak yang beperkara dan hakim. Hakim hanya Permohonan mendapatkan anak kembali dapat membantu para pencari keadilan dan berusaha meminta kepada pengadilan supaya ditetapkan di mengatasi serta menyelesaikan setiap perkara bawah asuhannya.

yang diajukan kepadanya.

Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor Kedua, adanya pihak yang menuntut kembali

7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama hak pengasuhan supaya diberikan kepadanya. menyatakan gugatan soal penguasaan anak, Wujud dari keinginan para pihak ini menunjukkan nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama keseriusan salah satu pihak dalam mengasuh suami istri dapat diajukan bersama-sama dengan dan merawat anak bila ditempatkan di bawah gugatan perceraian ataupun sesudah putusan asuhannya (Samsul Bahri, Hakim Mahkamah perceraian memperoleh kekuatan hukum Syar’iyah Banda Aceh, wawancara, 2016). tetap. Dengan demikian baik ayah maupun ibu

Permohonan dari seorang ayah menjadi memiliki legal standing yang sangat kuat untuk alasan paling utama bagi hakim memberikan

memohonkan kembali kepada pengadilan agama hak asuh kepadanya. Tanpa adanya permohonan

atau mahkamah syar’iah supaya anak berada darinya, anak tersebut tetap menjadi kewajiban

di bawah asuhannya. Secara

de jure memang

bersama, merawat, memelihara, mengasuh, dan kedua orang tua memiliki landasan hukum

mendidiknya meskipun anak tersebut berada di dalam rangka menuntut anaknya, akan tetapi

bawah asuhan ibu. Jika kedua orang tua tidak kekuasaan menetapkan anak tersebut berada di

memperebutkan hak asuh yang telah mumayiz, bawah asuhan ibu atau ayahnya berada pada palu

maka konsekuensi yang muncul adalah kedua hakim. Hakim yang akan menentukan layak atau

orang tua berkewajiban memeliharanya, meskipun tidaknya seseorang ditetapkan sebagai pengasuh

keberadaan anak berada pada salah satu pihak. anak.

Dengan kata lain, meskipun dalam amar Putusan Pemberian hak pengasuhan kepada ibu Nomor 175/PDT.G/2011/MS-BNA, hakim tidak atau ayah dilatarbelakangi oleh dua alasan, yaitu: menetapkan secara tegas hak pemeliharaan Pertama, apabila salah seorang di antara ibu anak, namun kewajiban memeliharanya tetap atau ayah memperebutkan hak asuh anak yang berjalan hingga anak tersebut dewasa dan telah berumur 14 dan 18 tahun. Apabila di antara mandiri. Perlindungan hukum bagi dirinya mereka tidak ada yang memperebutkan kembali harus diupayakan dalam rangka mewujudkan hak pengasuhan pasca mumayiz, anak tersebut kemaslahatan dan kepentingan terbaik bagi akan masih tetap berada di bawah asuhan ibunya dirinya. (Khairil, Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda

Kedua orang tua memiliki kewajiban yang Aceh, wawancara, 2016). Karena dalam hukum sama seperti sebelum terjadinya perceraian. acara perdata hakim bersifat pasif.

Kepastian Hukum Terhadap Pengasuhan Anak Mumayiz Pasca Perceraian (Mansari & Reza Maulana)

Orang tua berkewajiban memberikan kasih dalam memberikan hak pengasuhan anak sayang kepadanya meskipun kehidupan antara tidak dilakukan secara serta merta, akan tetapi orang tuanya berpisah (Tektona, 2012: 22). Selain memiliki mekanisme tertentu yang harus dilalui. itu, anak berhak menentukan dengan siapa dia Mekanisme yang dimaksudkan di sini merupakan akan tinggal. Jika anak memilih tinggal bersama serangkaian tahapan-tahapan pemeriksaan ibunya juga boleh, begitu juga sebaliknya perkara di persidangan pada umumnya. Secara jika anak tinggal bersama ayahnya. Orang tua garis besar prosedur pemeriksaan perkara di berkewajiban memberikan pendidikan kepada persidangan terdiri dari tahapan berikut ini: anak sampai ia dewasa. Karena pendidikan

1. Sidang pertama, pemeriksaan identitas para merupakan hak yang harus diberikan oleh orang

pihak dan upaya perdamaian.

tua kepada anaknya, baik pendidikan dunia maupun akhirat. Kewajiban lainnya adalah 2. Sidang kedua, pembacaan gugatan atau memperhatikan kesehatan anak dan tempat

permohonan.

tinggal yang layak baginya.

3. Sidang ketiga, jawaban tergugat. Semua itu bertujuan untuk merealisasikan

4. Sidang keempat, replik penggugat. hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.

Perlindungan terhadap hak-haknya harus 5. Sidang keenam, duplik tergugat. dikedepankan meskipun dalam putusan hakim

tidak menentukan siapa yang berhak mengasuh 6. Sidang ketujuh, pembuktian. pasca anak mencapai usia mumayiz. Menurut 7. Sidang kedelapan, kesimpulan.

Waluyadi (2009: 1), perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan 8. Sidang kesembilan, pembacaan putusan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak

(Mujahidin, 2008: 161).

asasi anak ( foundamental rights and freedoms Mekanisme pemeriksaan perkara di of children) serta berbagai kepentingan yang persidangan sebagai yang telah disebutkan di atas

berhubungan dengan kesejahteraan anak. bertujuan untuk mengetahui fakta-fakta konkret

Jadi masalah perlindungan hukum bagi anak yang terungkap dalam persidangan. Seperti

mencakup lingkup yang sangat luas. adanya hubungan hukum antara penggugat

Dalam memutuskan suatu perkara dengan tergugat atau antara pemohon dengan yang diajukan kepadanya, hakim memiliki termohon, adanya suatu sengketa dalam perkara independensinya sendiri atau kekuasaan yang diajukan, dan lain sebagainya. Dari berbagai negara yang merdeka untuk menyelenggarakan tahapan tersebut, tahapan pembuktian menjadi peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan tahap yang sangat penting dan menentukan baik berdasarkan Pancasila (Kamil, 2012: 9). Namun atau tidaknya nasib masa depan anak. hakim akan sangat hati-hati dalam memutuskan

Pada saat pembuktian, hakim akan menilai suatu perkara. Begitu juga dengan perkara-

bukti-bukti dan saksi-saksi yang diajukan ke perkara yang berkaitan dengan anak, hakim

persidangan. Melalui informasi-informasi akan mempertimbangkan berbagai aspek yang

yang disampaikan oleh saksi setelah disumpah mendatangkan kemanfaatan baginya. Hakim

Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74 Jurnal Yudisial Vol. 11 No. 1 April 2018: 55 - 74

dipertimbangkan dan dirumuskan dalam sangat sulit diwujudkan dalam suatu putusan pertimbangan hukum hakim yang dicantumkan terhadap suatu kasus tertentu. Karena adanya dalam putusan. Keterangan tersebut akan keadilan belum tentu terpenuhi kepastian diseleksi dan disesuaikan antara saksi yang hukum, dan tercapai kepastian hukum belum satu dengan saksi yang lain supaya tidak terjadi tentu dapat memberikan nilai kemanfaatan yang disparitas informasi yang disampaikan terhadap lebih besar kepada anak. Prioritas yang paling kedekatan antara orang tua atau anak atau utama adalah memberikan kebahagiaan yang informasi-informasi lainnya yang diterangkan sebesar-besarnya kepada anak, meskipun tidak oleh saksi (Samsul Bahri, Hakim Mahkamah tercapainya kepastian hukum. Jika hal ini sudah Syar’iyah Banda Aceh, wawancara, 2016).

terpenuhi, meskipun tidak adanya kepastian hukum bukanlah persoalan bagi hakim dalam

Untuk mengantisipasi supaya tidak memutuskan perkara. Itulah salah satu kriteria

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh anak dari putusan hakim yang sangat profesional.

bila ditempatkan di bawah asuhan ibu atau Menurut Sarwono (2014: 138), kriteria putusan

ayahnya, hakim memiliki cara tersendiri dalam hakim yang profesional yaitu mencerminkan