Keterkaitan Ketersediaan Anugerah Lokal Dengan Ketimpangan Antar Wilayah Pada Sektor Pertanian Di Kabupaten Semarang

Media Trend

Berkala Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan

http://journal.trunojoyo.ac.id/mediatrend

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah Lokal Dengan Ketimpangan Antar Wilayah Pada Sektor Pertanian Di Kabupaten Semarang

Lyra Bumantara Syarif 1*

1 Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Barenlitbangda) Kabupaten Semarang

Informasi Artikel

ABSTRACT

Sejarah artikel:

Agriculture as the oldest economic sector in the world is a potential catalyst

Diterima Februari 2018 Disetujui Februari 2018

to reduce disparities between regions, especially in developing countries

Dipublikasikan Maret

which are the livelihoods of the citizens are mostly very much dependent in

agricultural sector. Nevertheless the efforts to make the agricultural sector

Keywords:

as a catalyst for reducing the disparities between regions in developing

Local Endowments,

countries until now is constrained with the productivity level of agricultural

Disparities Between Regions,

sector that is still low due to the high dependency on the availability of

Agricultural Sector

local endowments. As for with low productivity level of the agricultural sector surely will be impacted on the extent of the disparities between regions. Hence, this research trying to analyze how big the influence of local endowments (which is represented with the size of farmland and the amount of agricultural labour), are affecting the disparity of agricultural sector between regions in Semarang Regency that will be focused on years 2008-2011.

© 2018 MediaTrend

Penulis korespondensi: E-mail: wenang@polibatam.ac.id

DOI: http://dx.doi.org/10.21107/mediatrend.v13i1.3592 2460-7649 © 2018 MediaTrend. All rights reserved.

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Pendahuluan

Ketimpangan antar wilayah meru- pakan permasalahan mendasar yang umum ditemui dalam proses pembangunan suatu negara. Bahkan di negara-negara yang sudah tergolong maju sekalipun juga tidak dapat terlepas dari problematika ini. Hanya saja, di negara maju derajat/taraf ketimpangan antar wilayah secara umum relatif lebih rendah daripada yang terjadi di negara-negara berkembang.

Pertanian sebagai salah satu sektor perekonomian dapat diperankan sebagai katalisator yang sangat poten- sial untuk mengurangi ketimpangan antar wilayah, khususnya di negara-negara se- dang berkembang. Hal ini dimungkinkan mengingat di mayoritas negara berkem- bang sektor pertanian merupakan basis utama mata pencaharian penduduk, se- hingga apabila kinerja agregatnya dapat diberdayakan secara optimal tentunya akan sangat berpengaruh signifikan me-

ningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan di setiap wilayah. Dengan demikian, tujuan pembangunan untuk mewujudkan pertumbuhan ekono- mi yang setinggi-tingginya dapat tercapai dengan tetap berpegang teguh pada asas pemerataan dan keadilan.

Akan tetapi upaya untuk menjadi- kan sektor pertanian sebagai katalis dalam mengurangi ketimpangan antar wilayah di negara berkembang hingga saat ini masih menemui kendala akibat tingkat produk- tivitas sektor pertanian di negara-negara berkembang yang pada umumnya masih rendah. Rendahnya tingkat produktivitas ini diakibatkan karena masih tingginya tingkat ketergantungan produksi pertanian di negara -negara berkembang terhadap ketersediaan anugerah lokal (local endow- ments) sehingga menyebabkan proses akselerasi dalam peningkatan produk- si pertanian di wilayah-wilayah negara berkembang berjalan dengan lambat dan bahkan menunjukkan kecenderungan se- makin menurun.

Ketergantungan produksi sektor pertanian di Kabupaten Semarang terha- dap ketersediaan anugerah lokal (local en- dowments ) dapat diidentifikasi dari masih tingginya kebutuhan akan ketersediaan luas lahan dan tenaga kerja untuk dapat berproduksi dalam sektor pertanian. Data BPS pada tahun 2011 mencatat luas la- han pertanian di Kabupaten Semarang mencapai 63,61% dari total luas wilayah. Pun demikian halnya pula dengan kebutu- han akan ketersediaan tenaga kerja dalam jumlah besar untuk dapat berproduksi, di- mana data BPS tahun 2011 mencatat ra- sio penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian di Kabupaten Semarang menca- pai 35,89% dari total penyerapan tenaga kerja pada seluruh sektor lapangan usaha. Rasio ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan rasio penyerapan tenaga kerja pada sektor lapangan usaha lainnya.

Namun demikian, meskipun didu- kung dengan tingkat penggunaan lahan dan penyerapan tenaga kerja tertinggi ternyata sektor pertanian di Kabupaten Semarang justru sangat lemah dalam produktivitas. Kondisi ini tercermin dari perhitungan PDRB per kapita menurut la- pangan usaha pada tahun 2011 secara makro di tingkat kabupaten yang menun- jukkan bahwa sektor pertanian menghasil- kan produktivitas per kapita terkecil jika dibandingkan dengan seluruh sektor la- pangan usaha lainnya.

Rendahnya tingkat produktivitas sektor pertanian yang berdampak terhadap rendahnya derajat/taraf ketimpangan antar wilayah pada sektor pertanian di Kabupaten Semarang nampaknya diakibatkan karena sektor pertanian yang dikembangkan para petani cenderung bersifat subsisten dan se- dikit pertanian keluarga campuran berskala kecil, sehingga peningkatan produktivitas pertanian hanya bertumpu pada dua fak- tor produksi utama yang juga merupakan bagian dari anugerah lokal (local endow- ments), yaitu lahan dan tenaga kerja.

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Tabel 1 PDRB Per Kapita Menurut Lapangan Usaha Di Kabupaten Semarang Tahun 2011

Berdasarkan latar belakang perma- menjadi landasan untuk melakukan pem- salahan tersebut, maka melalui penelitian bahasan dan analisis dalam penelitian ini kami mencoba untuk menganalisis se- ini, yaitu : (H1) Diduga perbedaan luas berapa besar ketersediaan anugerah lokal lahan pertanian dan jumlah tenaga kerja (local endowments) yang diwakili oleh luas sektor pertanian secara bersama-sama lahan pertanian dan jumlah tenaga kerja berpengaruh terhadap ketimpangan antar sektor pertanian dapat mempengaruhi ter- wilayah pada sektor pertanian di Kabu- jadinya ketimpangan wilayah pada sektor paten Semarang dalam kurun waktu 2008- pertanian di Kabupaten Semarang yang 2011. (H2) Diduga perbedaan luas lahan cakupan bahasannya akan difokuskan pertanian secara parsial berpengaruh ter- pada tahun 2008–2011.

hadap ketimpangan antar wilayah pada Adapun bentuk rumusan perma- sektor pertanian di Kabupaten Semarang salahan penelitian ini adalah sebagai dalam kurun waktu 2008-2011. (H3) Di- berikut (1) Apakah perbedaan luas la- duga perbedaan jumlah tenaga kerja sek- han pertanian dan jumlah tenaga kerja tor pertanian secara parsial berpengaruh sektor pertanian secara bersama-sama terhadap ketimpangan antar wilayah pada berpengaruh terhadap ketimpangan an- sektor pertanian di Kabupaten Semarang tar wilayah pada sektor pertanian di Ka- dalam kurun waktu 2008-2011.

bupaten Semarang dalam kurun waktu Munculnya konsep ketimpangan 2008-2011. (2) Apakah perbedaan luas la- antar wilayah pada awalnya bermula dari han pertanian secara parsial berpengaruh hipotesis Simon Kuznets tentang kurva U terhadap ketimpangan antar wilayah pada terbalik (inverted U curve) yang menggam- sektor pertanian di Kabupaten Semarang barkan ketimpangan distribusi pendapatan dalam kurun waktu 2008-2011. (3) Apakah di suatu negara. Dalam hipotesis tersebut, perbedaan jumlah tenaga kerja sektor Simon Kuznets (Kuncoro, 2010:96) ber- pertanian secara parsial berpengaruh ter- pendapat bahwa “di saat permulaan pem- hadap ketimpangan antar wilayah pada bangunan dimulai, distribusi pendapatan sektor pertanian di Kabupaten Semarang akan makin tidak merata, namun setelah dalam kurun waktu 2008-2011.

mencapai suatu tingkat pembangunan ter- Sesuai dengan rumusan permasa- tentu, distribusi pendapatan makin mera- han penelitian di atas, maka dapat difor- ta”. mulasikan 3 (tiga) bentuk hipotesis yang

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Menurut Hipotesa Neo-klasik, pada berfokus pada studi pembangunan eko- permulaan proses pembangunan suatu nomi daerah berpendapat ketimpangan negara, ketimpangan pembangunan an- antar wilayah setidaknya disebabkan oleh tar wilayah cenderung meningkat. Proses

4 (empat) faktor, yaitu : a) Ketimpangan ini akan terjadi sampai ketimpangan pembangunan sektor industri, b) Tingkat tersebut mencapai titik puncak. Setelah mobilitas faktor produksi yang rendah, c) itu, bila proses pembangunan terus ber- Perbedaan demografis, dan d) Kurang lan- lanjut, maka secara berangsur-angsur carnya perdagangan antar daerah.

itu Tambunan tersebut akan menurun.

ketimpangan pembangunan antar wilayah Sementara

(2001:190-199) melalui sebuah studi kom- Ketimpangan antar wilayah dapat parasi ekonomi regional mengemukakan dipengaruhi oleh banyak faktor. Para il- bahwa faktor-faktor utama yang menye- muwan ekonomi memiliki pendapat babkan terjadinya ketimpangan ekonomi yang berbeda mengenai faktor-fak- regional adalah : a) Konsentrasi kegiatan tor berpengaruh yang menyebabkan ekonomi wilayah, b) Alokasi investasi, c) terjadinya ketimpangan antar wilayah. Na- Tingkat mobilitas faktor produksi yang ren- mun demikian perbedaan pendapat terse- dah antar wilayah, d). Perbedaan sumber but lebih disebabkan karena perbedaan daya alam antar wilayah, e) Perbedaan fokus studi ketimpangan antar wilayah demografis antar wilayah, dan f) Pola yang mereka lakukan. Berikut ini adalah Perdagangan antar daerah. Mirip dengan beberapa pendapat dari sejumlah ilmuwan pendapat Tambunan, Emilia dan Imelia ekonomi mengenai faktor-faktor penyebab (2006:46-49) mengemukakan setidaknya terjadinya ketimpangan antar wilayah :

terdapat 5 (lima) faktor yang menyebab- Menurut Sjarizal (2008:104), “se- kan terjadinya ketimpangan pembangunan cara alamiah ketimpangan antar wilayah ekonomi antar wilayah, yaitu : a) Konsen- pada dasarnya disebabkan oleh adanya trasi kegiatan ekonomi wilayah, b) Alokasi perbedaan kandungan sumberdaya alam investasi, c) Tingkat mobilitas dan faktor- dan kondisi demografi yang dimiliki oleh faktor produksi yang rendah antar wilayah, masing-masing wilayah”. Akibat dari per-

d) Perbedaan sumberdaya alam antar bedaan ini, kemampuan suatu wilayah wilayah, e) Perbedaan kondisi demografis dalam mendorong proses pembangunan antar wilayah, dan e) Kurang lancarnya juga menjadi berbeda. Selain akibat per- perdagangan antar wilayah.

bedaan kandungan sumberdaya alam dan Berdasarkan sintesis pendapat kondisi demografi, Sjafrizal (2008:119- para ahli yang telah diuraikan di atas, dapat 120) berpendapat bahwa ketimpangan an- diperoleh satu kesimpulan bahwa perbe-

tar wilayah juga dapat disebabkan oleh se- daan sumber daya alam dan perbedaan jumlah faktor lain seperti kurang lancarnya kondisi demografis merupakan 2 (dua) mobilitas barang dan jasa, konsentrasi ke- faktor yang paling dominan menyebabkan giatan ekonomi wilayah, dan alokasi dana terjadinya ketimpangan antar wilayah. pembangunan antar wilayah.

Williamson (Adisasmita, 2013:76) Pengaruh Perbedaan Sumber Daya mengemukakan 4 (empat) faktor yang Alam Terhadap Ketimpangan Antar mendasari disparitas/ketimpangan antar Wilayah

wilayah pada konteks pendapatan regional, Adanya perbedaan kandungan yaitu : a) Sumber daya alam yang dimiliki, sumber daya alam jelas akan

b) Perpindahan tenaga kerja, c) Perpinda- mempengaruhi ketimpangan antar wilayah han modal, dan d) Kebijakan pemerintah. karena erat kaitannya dengan kegiatan Sementara Subandi (2008:117-119) yang produksi suatu daerah. Menurut Sjafrizal

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

(2008:117-118), pengaruh perbedaan sumber daya alam terhadap ketimpangan

antar wilayah dapat dijelaskan sebagai

berikut : Daerah dengan kandungan sum- ber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang dan jasa tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendo- rong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Se- dangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah hanya akan dapat memproduksi barang dan jasa dengan biaya produk- si lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut se- lanjutnya menyebabkan pula daerah yang bersangkutan cenderung mem- punyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Dengan demikian, terlihat bahwa perbedaan kandungan sumber daya alam dapat mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi antar wilayah yang lebih tinggi pada suatu negara.

Adapun Sjafrizal (2008:117) mendeskripsikan bahwa yang dimaksud dengan perbedaan kandungan sumber daya alam dalam konteks ini adalah meli- puti perbedaan pada ketersediaan sumber daya energi dan mineral, seperti minyak bumi, gas alam, dan batubara; serta juga meliputi perbedaan ketersediaan lahan subur pada sektor pertanian.

Pengaruh Perbedaan Kondisi Demo- grafis Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah

Kondisi demografis erat kaitan- nya dengan ketimpangan antar wilayah dikarenakan hal tersebut akan berpenga- ruh terhadap produktivitas kerja masyara- kat di suatu daerah. Menurut Sjafrizal

(2008:117-118), mekanisme terjadinya ketimpangan antar wilayah yang diakibat- kan oleh pengaruh perbedaan kondisi de-

mografis dapat dijelaskan sebagai berikut :

Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Kondisi ini selanjutnya akan mendo-

rong pula peningkatan investasi ke dae- rah yang bersangkutan sehingga akan cenderung pula meningkatkan penye- diaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi demografisnya kurang baik maka hal ini akan menyebabkan relatif rendahnya tingkat produktivitas kerja masyarakat setempat yang cenderung menimbul- kan kondisi kurang menarik investor se- hingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih rendah.

Adapun yang dimaksud dengan perbedaan kondisi demografis menurut

Sjafizal (2008:118) adalah meliputi per- bedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendi- dikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam

tingkah laku dan kebiasaan serta etos ker- ja yang dimiliki masyarakat.

Pengaruh Ketersediaan Lahan dan Tenaga Kerja Terhadap Ketimpangan Antar Wilayah

Menurut pendapat Sjafrizal (2008:117-119), lahan dan tenaga kerja merupakan bagian dari indikator faktor

sumber daya alam dan faktor demografis yang merupakan dua faktor utama penye- bab terjadinya ketimpangan antar wilayah. Dalam hal ini, lahan merupakan indikator yang mewakili faktor sumber daya alam, sedangkan tenaga kerja merupakan indi-

kator yang mewakili faktor demografis.

Sementara jika ditinjau dari sudut pandang faktor produksi, Machfudz (2007:96) berpendapat bahwa faktor produksi yang paling utama pada seluruh unit produsen adalah lahan dan tenaga kerja, oleh karena itu keduanya sering disebut dengan input utama (mother is in-

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

put). Mengingat peranannya yang sangat krusial sebagai input utama tersebut, maka perbedaan ketersediaan lahan dan tenaga kerja merupakan faktor pemicu ter- jadinya ketimpangan pendapatan. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Charles-Coll (2011:19-20) dalam pendapatnya sebagai berikut :

Mungkin satu penyebab uta- ma terjadinya ketimpangan selama bertahun- tahun adalah konsentrasi la- han. Efek dari fenomena tersebut dapat dilacak berdasarkan sejarah disetiap sudut dunia dan juga melalui sejarah setiap negara......................................... Distribusi lahan sebagai sumber dari ketimpangan adalah umumnya ber- hubungan dengan masyarakat pede- saan, dimana produksi dan pembangu- nan kesejahteraan sangat berhubungan erat dengan kegiatan pertanian............. Pasar tenaga kerja memainkan peran yang mendasar dalam penentuan ka- dar ketimpangan, meskipun tidak se- lalu menjadi penyebab utama, tetapi banyak berperan sebagai efek peran- tara keadaan/permasalahan lain yang mungkin mempengaruhi permintaan atau penawaran dalam pasar tenaga kerja.

Lebih lanjut, perbedaan keterse- diaan input produksi lahan dan tenaga kerja dinilai akan berpotensi menimbulkan ketimpangan antar wilayah karena dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan kinerja suatu daerah dalam memproduksi barang dan jasa. Asumsi ini didasarkan atas pendapat Soegiarto dan Mardyono dan juga pendapat Nijkamp. Soegiarto dan Mardyono (2011:2) menyatakan bahwa “semakin baik faktor produksi yang terse- dia, baik secara kuantitas maupun kuali- tas maka akan juga semakin baik hasil produksinya”. Namun demikian, sebaliknya “kekurangan dalam ketersediaan faktor- faktor produksi akan dapat mengakibatkan kinerja lebih rendah pada suatu daerah” (Nijkamp, 2009:267).

Dengan demikian, melalui sintesis beberapa pendapat diatas dapat diasumsi- kan bahwa kekurangan pada ketersediaan input utama, yaitu lahan dan tenaga kerja akan mengkibatkan terjadinya ketimpangan pendapatan yang secara aggregat menye- babkan kinerja yang lebih rendah disuatu daerah sehingga dapat memicu terjadinya ketimpangan antar wilayah. Adapun jika mengacu kepada pendapat Charles-Coll dapat diperkirakan bahwa faktor keterse- diaan lahan dinilai memiliki pengaruh yang

sangat signifikan menimbulkan terjadinya ketimpangan antar wilayah. Sedangkan faktor ketersediaan tenaga kerja meskipun juga dinilai berpengaruh , namun tidak se- lalu menjadi faktor utama yang menyebab-

kan terjadinya ketimpangan antar wilayah.

Terkait dengan produktivitas sek- tor pertanian di negara-negara berkem- bang Sukirno (1985:155-156) berpendapat bahwa sektor pertanian merupakan pusat kegiatan ekonomi di sebagian besar negara berkembang. Namun demikian, tingkat produktivitas kegiatan pertanian di negara-negara berkembang umumnya masih rendah sehingga menyebabkan rendahnya pendapatan petani yang be- rakibat sulitnya negara-negara berkem- bang dalam meningkatkan produksi perta- nian perkapita penduduknya.

Menurut Todaro dan Smith (2006:529), rendahnya produktivitas perta- nian di negara berkembang lebih disebab- kan karena karakteristik sektor pertanian di negara-negara berkembang yang pada umumnya masih berada pada taraf perta- nian subsisten, dimana lahan dan tenaga kerja adalah faktor-faktor produksi utama yang dimiliki oleh para petani. Ketergan- tungan akan ketersediaan lahan dan tena-

ga kerja ini tentunya akan mengakibatkan produktivitas pertanian menjadi sulit untuk ditingkatkan secara signifikan mengingat

pertambahan jumlah tenaga kerja tidak selalu diimbangi dengan ketersediaan la- han pertanian yang notabene luasannya cenderung tetap.

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Pada sisi lain, Todaro dan Smith yang berpengalaman. (2006:505) mencermati adanya penurunan Dengan demikian, jika melihat produktivitas sektor pertanian terhadap kondisi faktual bahwa mayoritas petani di pembentukan Pendapatan Nasional Bruto negara berkembang adalah petani kecil (GNI) di negara-negara sedang berkem- yang miskin sumber daya produksi maka bang. Di saat sektor industri manufaktur dapat diasumsikan “dengan semakin dan sektor perdagangan terus mengalami banyaknya orang-orang yang menger- pertumbuhan output secara signifikan, jakan sebidang lahan yang sama akan sektor pertanian justru mengalami stag- berakibat pada tingkat produktivitas marji- nasi sehingga andil output sektor perta- nal (dan rata-ratanya) semakin menurun” nian dalam PNB secara keseluruhan terus (Todaro dan Smith, 2006:509). menurun.

Adapun gejala diminishing re- Gejala menurunnya kontribusi per- turns ataupun diminishing marginal tanian terhadap pembentukan Pendapa- productivity di negara berkembang adalah tan Nasional di negara-negara berkem- sesuai dengan teori model dua sektor bang pada umumnya disebabkan karena pembangunan yang digagas oleh Arthur terjadinya kejenuhan produksi dalam sek- Lewis (Kuncoro, 2010:110-111). Terjadinya tor pertanian yang mengikuti hukum diminishing returns ataupun diminishing perolehan hasil yang semakin menurun marginal productivity menurut teori terse- (law of diminishing returns). Menurut but adalah diakibatkan adanya surplus Todaro dan Smith (2006:79), rendahnya tenaga kerja pada sektor pertanian. Dalam kinerja produksi sektor pertanian di negara teorinya Lewis mengasumsikan bahwa berkembang diakibatkan karena produk- di daerah perdesaan, sebagai tempat tivitas pertanian di negara-negara terse- tinggalnya mayoritas penduduk negara but mengikuti berlakunya prinsip produk- berkembang, dengan corak perekono- tivitas marjinal yang semakin menurun mian tradisionalnya mengalami surplus (diminishing marginal productivity). Oleh tenaga kerja. Surplus tersebut erat kaitan- Todaro dan Smith (2006:79), kaidah/ nya dengan basis utama perekonomian mekanisme berlakunya prinsip ini dapat tradisional yang tingkat hidup masyarakat- dijelaskan sebagai berikut :

nya berada pada kondisi subsisten. Hal ini

Jika terjadi peningkatan jumlah salah ditandai dengan nilai produk marjinal (mar- satu faktor variabel (faktor produksi ginal product) tenaga kerja yang bernilai yang jumlah ketersediaan dan pe- nol. Artinya fungsi produksi pada sektor makaiannya bisa berubah-ubah, seperti pertanian telah sampai pada tingkat ber- faktor tenaga kerja), sedangkan kuanti- lakunya law of diminishing return.

tas faktor lainnya tidak berubah (seperti Kondisi tersebut menunjukkan

faktor modal, tanah, dan bahan baku), bahwa penambahan input variabel, dalam maka setelah melewati suatu titik ter- hal ini tenaga kerja justru akan menu- tentu, tambahan marjinal produk (out- runkan total produksi yang ada. Disisi lain, put) yang bersumber dari penambahan pengurangan jumlah tenaga kerja yang di- faktor variabel tersebut akan menurun. pekerjakan di sektor pertanian tidak akan Atas dasar prinsip ini, kita dapat mene- mengurangi tingkat produksi yang ada, aki- bak bahwa rendahnya tingkat produkti- bat proporsi input variabel tenaga kerja yang vitas tenaga kerja di negara-negara du- terlalu besar. Dalam perekonomian sema- nia ketiga disebabkan oleh kurangnya cam ini, pangsa semua pekerja terhadap faktor-faktor input “komplementer” (fak- output yang dihasilkan adalah sama.

tor produksi selain tenaga kerja) seperti Melalui uraian di atas dapat

modal dan atau kecakapan manajemen diketahui bahwa meskipun berperan seba-

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

gai pusat kegiatan ekonomi masyarakat, sebenarnya secara relatif presisi maka namun tingkat produktivitas sektor pertani- penarikan sampel penelitian akan dilaku- an di sebagian besar negara berkembang kan melalui metode non-probability sam- pada umumnya masih rendah. Rendahnya pling dengan menggunakan teknik sam- produktivitas ini dapat disebabkan karena pel jenuh. Atau dengan kata lain seluruh karakteristik sektor pertanian di negara- anggota populasi, yaitu sektor pertanian negara berkembang umumnya masih di 19 (sembilan belas) kecamatan se-Ka- berada pada taraf pertanian subsisten, bupaten Semarang selama periode tahun dimana lahan dan tenaga kerja adalah fak- 2008-2011 akan dijadikan sebagai sampel tor-faktor produksi utama yang dimiliki oleh penelitian. para petani.

Dengan hanya bertumpu pada Teknik Pengumpulan Data

ketersediaan lahan dan tenaga kerja Teknik pengumpulan data dalam tentunya akan sulit untuk meningkatkan penelitian ini akan dilakukan melalui produktivitas sektor pertanian secara sig- studi dokumentasi/telaah dokumen ber-

nifikan mengingat pertambahan jumlah dasarkan data-data sekunder untuk peri- tenaga kerja tidak selalu diimbangi dengan ode tahun 2008–2011 yang bersumber-

ketersediaan lahan pertanian yang nota- kan dari publikasi resmi terbitan Kantor bene luasannya cenderung tetap.

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pada sisi lain, sektor pertanian di Semarang . negara-negara berkembang juga menun- Adapun secara khusus, untuk jukkan gejala penurunan kontribusi ter- merepresentasikan ketimpangan an- hadap pembentukan Pendapatan Na- tar wilayah pada sektor pertanian maka sional. Penurunan kontribusi ini dapat dalam penelitian ini akan digunakan in- dimungkinkan terjadi karena produk- dikator ekonomi berupa Indeks Entropy si sektor pertanian di negara-negara Theil sektor pertanian yang dihitung ber- berkembang telah mencapai titik jenuh dasarkan nilai PDRB per kapita sektor per- sehingga produktivitas pertanian di nega- tanian atas dasar harga konstan dengan ra-negara tersebut mengikuti berlakunya menggunakan formula dekomposisi Indeks prinsip produktivitas marjinal yang sema- Entropy Theil oleh Sjafrizal (2012:111) kin menurun (diminishing marginal produc- sebagai berikut : tivity) sebagai akibat ketersediaan input tenaga kerja cenderung terus bertambah

(1) tanpa diikuti dengan penambahan input lainnya. Dengan kondisi yang demikian Dimana Td merupakan total indeks entropy maka produksi sektor pertanian di negara- theil sektor pertanian sedangkan y ij meru- negara berkembang dapat diasumsikan pakan PDRB per kapita sektor pertanian mengikuti hukum perolehan hasil yang kecamatan i di kabupaten j, Y merupakan semakin menurun (law of diminishing re- Jumlah PDRB per kapita sektor pertanian turns).

seluruh kecamatan di kabupaten j, n ij Jum- lah penduduk kecamatan i di kabupaten

Metode Penelitian

j dan N merupakan Jumlah seluruh pen- Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling duduk kecamatan di kabupaten j. Populasi dalam penelitian ini

mencakup sektor pertanian di 19 (sem- Teknik Pengolahan Data dan Analisis bilan belas) kecamatan se-Kabupaten Data

Semarang selama periode tahun 2008- Jenis data yang akan digunakan 2011. Agar dapat menggambarkan kondisi dalam penelitian ini adalah data panel atau

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

sering juga disebut sebagai data pooling, menjawab permasalahan penelitian, maka yaitu merupakan gabungan antara data harus dilakukan pemilihan dan pengujian runtut waktu (time series) dengan data reliabilitas terhadap model regresi yang di- silang tempat (cross section). Pemilihan hasilkan. Yaitu melalui serangkaian taha- data panel sebagai basis analisis dalam pan pengujian model regresi yang meliputi penelitian ini didasarkan atas pendapat uji pemilihan model, uji kesesuaian model Purwanto dan Sulistyastuti (2011:22) yang ( goodness of fit test) dan pengujian asumsi menjelaskan bahwa penggunaan data klasik. Adapun pengujian reliabilitas model panel adalah satu solusi di saat seorang dilakukan dengan menggunakan bantuan peneliti mengalami hambatan keterbatasan aplikasi Eviews 7.2 berdasarkan pilihan data ketika ingin melakukan penelitian si- derajat signifikansi (α) 5%. lang tempat atau runtut waktu. Di satu sisi

apabila penelitiannya diestimasi dengan Hasil dan Pembahasan menggunakan data runtut waktu, maka Gambaran Umum Sistem Perwilayahan jumlah observasinya tidak mencukupi. Di di Kabupaten Semarang

sisi lain, apabila penelitiannya diestimasi Peraturan Daerah (Perda) dengan menggunakan data silang tempat, Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun maka jumlah observasinya terlalu sedikit 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah untuk menghasilkan estimasi yang efisien. Kabupaten Semarang Tahun 2011-2031 Oleh karena itu untuk mengatasi kendala menetapkan bahwa pengaturan sistem tersebut dapat dilakukan estimasi dengan perwilayahan di Kabupaten Semarang di- menggunakan model data panel.

lakukan dengan cara membagi wilayah Pengolahan data dalam peneli- Kabupaten Semarang ke dalam Satuan- tian ini pada tahap awal dilakukan dengan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) menggunakan aplikasi Microsoft Excel sebagai gabungan dari beberapa keca- 2007. Untuk kemudian, setelah diproses matan dengan kondisi fisik, sosial dan ke dalam format data panel, data terse- budaya yang sama serta berada dalam but diolah lebih lanjut dengan menggu- satu pola aliran barang dan jangkauan nakan bantuan aplikasi Eviews 7.2 melalui pelayanan yang sama.

pemodelan berdasarkan estimasi persa- Dalam Perda Nomor 6 Tahun maan regresi berganda sebagai berikut :

2011 tersebut, sistem perwilayahan di Kabupaten Semarang dibagi ke dalam 3

Indekset = α + β 1 Lahan + β 2 Naker + ε (2) (tiga) SWP. SWP–1, yaitu kawasan yang ditetapkan menjadi bagian dari ibukota Ka- Dimana Indekset merupakan distribusi in- bupaten serta kawasan sekitarnya yang deks entropy Theil (indeks ketimpangan) termasuk dalam jangkauan pelayanan-

sektor pertanian per kecamatan, α meru- nya meliputi Kecamatan Ungaran Barat, pakan Nilai koefisien /intercept persamaan, Ungaran Timur, Bergas, dan Pringapus

β 1 merupakan koefisien variabel luas dengan pusat pengembangan di perkota- lahan pertanian, lahan merupakan luas an Ungaran. Kecamatan-kecamatan yang

lahan pertanian per kecamatan, β 2 meru- tergabung di dalam SWP–1 diarahkan pakan koefisien variabel jumlah tenaga mempunyai fungsi industri, pertanian, pari- kerja sektor pertanian, naker merupakan wisata, pemerintahan, perdagangan dan Jumlah tenaga kerja sektor pertanian per jasa, fasilitas umum, permukiman; dengan

kecamatan, dan ε merupakan error term/ fungsi pusat SWP adalah pelayanan fasili- residual.

tas umum, perdagangan dan jasa, pusat Untuk mendapatkan model regresi pemerintahan skala Kabupaten serta yang paling tepat sesuai dengan kebutuhan permukiman perkotaan. SWP–2, yaitu

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

kawasan yang menjadi wilayah penga- Gambaran Umum Kondisi Ketimpangan ruh dari Kota Ambarawa meliputi Keca- Antar Wilayah pada Sektor Pertanian di

matan Ambarawa, Tuntang, Banyubiru,

Kabupaten Semarang

Bandungan, Jambu, Bawen dan Melalui perhitungan indeks Entropy Sumowono dengan pusat pengembangan Theil berdasarkan formula dekomposisi di perkotaan Ambarawa. Kecamatan-ke- oleh Keil (2010:89) sebagaimana diberi- camatan yang tergabung di dalam SWP– kan pada tabel 2, dapat diketahui bahwa

2 diarahkan mempunyai fungsi industri, derajat ketimpangan antar wilayah yang pertanian, pariwisata, perdagangan dan terjadi pada sektor pertanian di Kabupaten jasa, fasilitas umum, permukiman, peri- Semarang selama periode tahun 2008- kanan, serta pertahanan dan keamanan; 2011 adalah bersifat rendah (masih dalam dengan fungsi pusat SWP adalah perda- batas yang wajar) dikarenakan nilai rata- gangan dan jasa agribisnis, serta fasili- ratanya (0,282) masih sangat jauh dari ni- tas umum. SWP–3, yaitu kawasan yang lai ketimpangan mutlak (1,00).

berada di daerah selatan Kabupaten Adapun dalam menunjukkan pola Semarang; meliputi Kecamatan Suruh, ketimpangan, perhitungan indeks Entropy Tengaran, Getasan, Susukan, Kaliwungu, Theil menunjukkan potensi ketimpangan Pabelan, Bancak dan Bringin dengan cenderung kuat di SWP-1 dan SWP-2, se- pusat pengembangan di perkotaan Suruh dangkan pada SWP-3 meskipun menunjuk- dan Tengaran. Kecamatan-kecamatan kan potensi ketimpangan namun nilainya yang tergabung di dalam SWP–3 diarah- sangat kecil. Hal ini dimungkinkan karena kan mempunyai fungsi industri, pertanian, pada komparasi antar SWP sebagaimana pariwisata, dan perikanan; dengan fungsi pada tabel 3, wilayah SWP-3 menghasil- pusat SWP adalah pusat industri, agribis- kan nilai Indeks Theil Between bernilai nis, perdagangan dan jasa, serta pusat minus, yang berarti berpotensi negatif fasilitas umum penunjang agropolitan.

menimbulkan ketimpangan antar wilayah.

Tabel 2 Indeks Entropy Theil Sektor Pertanian Kabupaten Semarang Tahun 2008-2011

Tabel 3 Indeks Entropy Theil Between Dan Theil Within Sektor Pertanian Kabupaten Semarang Tahun 2008-2011

Sumber : BPS Kab. Semarang, Kabupaten Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka, dan PDRB Kecamatan 2009-2012 (diolah)

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Pemilihan dan Pengujian Reliabilitas (tiga) buah model regresi data panel, yaitu

Model Regresi

model Panel Least Squares (PLS), Fixed

Pemilihan Model Regresi

Effects Model (FEM), dan Random Effects Berdasarkan estimasi persamaan Model (REM). Hasil estimasi ketiga model

regresi pada Eviews 7.2 dapat diperoleh 3 tersebut adalah sebagai berikut :

Model Panel Least Square (PLS)

Model Fixed Effects (FEM)

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Model Random Effects (REM)

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Untuk menentukan model regresi Berdasarkan tabel diatas dapat yang paling tepat dari ketiga pilihan model dilihat bahwa nilai probabilitas test cross- regresi di atas, maka terlebih dahulu harus section random effects pada Uji Haus- dilakukan Uji (F) dan Chi-Kuadrat serta uji man menghasilkan angka bernilai 0,00082 Hausman yang hasilnya dapat dilihat pada yang berarti sangat signifikan pada tingkat tabel 4 dan tabel 5.

signifikansi 95% (α = 5%). Sehingga kepu-

Tabel 4 Hasil Uji (F) Dan Chi-Kuadrat Dengan Likelihood Ratio Test

Berdasarkan hasil Likelihood ratio tusan yang diambil pada pengujian Haus- test sebagaimana pada tabel 4 dapat dike- man ini adalah menolak H0 (p-value < 0,5) tahui bahwa baik uji (F) maupun Chi-Kuad- dan menerima Ha atau mengikuti model

rat bernilai signifikan dikarenakan nilai Fixed Effects (FEM).

probabilitas (p-value) = 0,0000 lebih kecil dari α = 5%. Dengan demikian H0 ditolak dan Ha diterima sehingga model mengikuti Fixed Effects Model (FEM).

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Tabel 5

Hasil Uji Hausman Dengan Test Cross-Section Random Effects

Pengujian Kesesuaian Model Regresi Agar mempermudah dalam

(Goodness of Fit Test)

melakukan analisis, maka parameter pa- Hasil pemilihan model regresi rameter untuk melakukan goodness of fit menunjukkan bahwa model Fixed Effects test dapat disederhanakan ke dalam ben- (FEM) merupakan model regresi yang tuk tabel 6.

paling tepat sesuai dengan karakteristik Melalui parameter goodness of fit data penelitian, sehingga pada tahap se- test dari model Fixed Effects Model (FEM) lanjutnya model Fixed Effects (FEM) ini yang rangkumannya disajikan sebagaima- dapat digunakan untuk menganalisis po- na pada tabel 11 dapat diketahui bahwa kok permasalahan penelitian.

koefisien variabel Lahan (X 1 ) bernilai posi- Untuk mengetahui realibilitas tif sementara koefisien variabel Naker (X 2 ) model Fixed Effects (FEM) tersebut maka bernilai negatif. Dengan mengacu kepada harus dilakukan analisis model regresi karakteristik koefisien tersebut dapat dis-

dengan tujuan untuk mengetahui ketepa- impulkan bahwa variabel Lahan (X 1 ) ber- tan model regresi dalam mengestimasi pengaruh positif tehadap indeks Entropy nilai aktualnya. Pada analisis ini akan di- Theil (Y) sedangkan variabel Naker (X 2 ) lakukan serangkaian uji kesesuaian (good- berpengaruh negatif terhadap indeks En-

ness of fit test) model regresi yang diukur tropy Theil (Y). melalui nilai statistik (F), nilai statistik (t),

dan koefisien determinasi dari model pers- amaan regresi.

Tabel 6

Parameter Goodness Of Fit Test Berdasarkan Model Fixed Effects (Fem)

Sumber : Data penelitian yang diolah

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Berdasarkan hasil uji statistik (F), nilai R2 sebesar 0,741427 menunjukkan diperoleh nilai F hitung (7,8853206) > F tabel 74,14% variasi dari indeks Entropy Theil

(3,12) yang signifikan pada α = 5%, se- dapat dijelaskan oleh variasi dari dua vari- hingga variabel Lahan (X 1 ) dan Naker (X 2 ) abel independen yaitu Lahan dan Naker, secara bersama-sama berpengaruh terha- sedangkan sisanya 25,85% dari variasi dap indeks Entropy Theil. Dalam pengujian perubahan indeks Entropy Theil yang ter- secara parsial, uji statistik (t) menunjukkan jadi selama periode penelitian dijelaskan

variabel Lahan (X 1 ) berpengaruh signifikan oleh variasi variabel lain di luar model re- terhadap indeks Entropy Theil (Y) pada α gresi. Dengan demikian dapat disimpulkan = 5%. Namun demikian uji statistik (t) un- bahwa selama periode tahun 2008-2011

tuk variabel Naker (X 2 ) justru menunjukkan luas lahan pertanian dan jumlah tenaga pengaruh yang tidak signifikan terhadap kerja sektor pertanian dipercaya mampu indeks Entropy Theil.

menjelaskan terjadinya ketimpangan an- Dengan demikian, melalui se- tar wilayah pada sektor pertanian di Kabu- rangkaian hasil pengujian di atas dapat paten Semarang dengan tingkat akurasi disimpulkan bahwa selama periode tahun sebesar 74,14%. 2008-2011 luas lahan pertanian berpenga-

ruh positif dan signifikan menimbulkan ter- Pengujian Asumsi Klasik Model Regresi jadinya ketimpangan antar wilayah pada Uji Multikolinearitas

sektor pertanian di Kabupaten Semarang. Perhitungan pada Eviews 7.2 Adapun selama periode tahun 2008- menghasilkan nilai koefisien korelasi antar 2011 jumlah tenaga kerja berpengaruh variabel bebas model regresi pada tabel 7.

negatif dan tidak signifikan menimbulkan Berdasarkan hasil perhitungan di terjadinya ketimpangan antar wilayah pada atas dapat diketahui koefisien korelasi an- sektor pertanian di Kabupaten Semarang. tara variabel bebas lahan pertanian dan

Untuk mengukur kemampuan variabel tenaga kerja sektor pertanian model regresi data panel dalam menerang- adalah sebesar 0,649521 yang nilainya kan variasi variabel dependen digunakan lebih kecil dari 0,8 (0,649521 < 0,8). Den-

analisis koefisien determinasi (R 2 ). Ber- gan demikian H 0 diterima dan H a ditolak dasarkan parameter goodness of fit test sehingga dapat disimpulkan bahwa model

dari model Fixed Effects Model (FEM) yang regresi yang digunakan terbebas atau ti- disajikan pada tabel 11 dapat diketahui dak mengalami masalah multikolinearitas.

Tabel 7 Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi Antar Variabel Bebas

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Uji Heteroskedastisitas

jumlah variabel bebas (k) = 2, maka dapat Salah satu cara untuk mendeteksi diperoleh parameter-parameter sebagai adanya masalah heteroskedastisitas dalam dasar dalam menentukan batas-batas le- model regresi dapat dilakukan melalui uji tak Dw statistic untuk pengujian Durbin Wat- Breusch-Pagan-Godfrey dengan hipotesis son sebagai berikut :

:H 0 = model bersifat homoskedastis (tidak dU = 1,6819 mengalami masalah heteroskedastisitas )

4 – dU = 2,3181. sedangkan H a = model mengalami ma- Dengan demikian dapat disimpul- salah heteroskedastisitas. Selain itu kri- kan bahwa nilai Durbin Watson statistic teria Pengujian berdasarkan hipotesis H 0 terletak diantara dU dan 4 – dU (1,6819 <

2 diterima jika nilai χ 2 hitung <χ tabel dan H 0 di- 2,065076 < 2,3181) sehingga H 0 diterima

tolak jika nilai χ 2 >χ tabel . dan H a ditolak. Atau dengan kata lain dapat Melalui uji Breusch-Pagan-Godfrey dinyatakan bahwa data tidak mengalami pada taraf signifikansi α = 5% dan derajat atau bebas dari masalah autokorelasi.

2hitung

kebebasan (df) = 2 dapat diperoleh nilai

χ 2 tabel sebesar = 5,99146. Dengan demiki- Interpretasi Model Regresi

an dapat disimpulkan bahwa nilai χ 2 hitung < Berdasarkan parameter yang di- χ 2 tabel (0,00000653 < 5,99146), sehingga H 0 hasilkan dari pemodelan regresi Fixed Ef-

diterima dan H a ditolak. Atau dengan kata fects (FEM) dapat diperoleh persamaan lain dapat dinyatakan bahwa data bersifat regresi sebagai berikut :

homoskedastis atau bebas dari masalah Indekset = -0,018400 + 1,01E-05 Lahan

heteroskedastisitas.

-1.06E-06 Naker

Apabila nilai eksponensial (perpangkatan)

Uji Autokorelasi

pada persamaan regresi di atas dikonver- Salah satu cara untuk mendeteksi si ke bentuk desimal murni maka bentuk adanya masalah autokorelasi dalam model persamaannya akan berubah menjadi :

regresi dapat dilakukan melalui uji Durbin Indekset = -0,0184 + 0,0000101 Lahan - Watson (DW test) dua arah yang mengikuti 0,00000106 Naker

hipotesis sebagai berikut : Berdasarkan persamaan regresi di atas

H 0 : model tidak mengalami masalah auto- nilai konstanta sebesar -0,0184, hal itu be- korelasi positif dan negatif.

rarti apabila variabel luas lahan pertanian

H a : model mengalami masalah autokore- dan jumlah tenaga kerja sektor pertanian lasi.

bernilai 0 (nol), maka indeks Entropy Theil Kriteria pengujian berdasarkan hipotesis:

(indeks ketimpangan wilayah) akan berni-

Adapun nilai Dw statistic dapat diiden- lai sebesar -0,0184. Selain itu nilai tifikasi melalui nilai Durbin-Watson stat koefisien regresi variabel luas lahan per-

yang termuat dalam summary hasil esti- tanian sebesar 0,0000101 berarti apabila masi model regresi dengan metode fixed luas lahan pertanian bertambah sebanyak effects yaitu sebesar = 2,065076.

1 hektar, maka nilai indeks Entropy Theil Dengan melakukan pengujian (indeks ketimpangan wilayah) akan men-

menggunakan tingkat signifikansi α = 5% galami peningkatan sebesar 0,0000101 untuk jumlah data observasi (n) = 76 dan satuan dengan asumsi variabel bebas

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

lainnya (jumlah tenaga kerja sektor perta- merata di setiap wilayah. Namun, setelah nian) bernilai tetap. Nilai koefisien regresi ditelaah lebih lanjut ternyata kecenderun-

variabel jumlah tenaga kerja sektor per- gan menurunnya ketimpangan tanpa di- tanian sebesar -0,00000106 berarti apa- pengaruhi oleh variabel apapun tersebut bila jumlah tenaga kerja sektor pertanian menunjukkan masih rendahnya kinerja bertambah sebanyak 1 jiwa (orang), maka ekonomi sektor pertanian.

nilai indeks Entropy Theil (indeks ketimpa- Data BPS menunjukkan bah- ngan wilayah) akan mengalami penu- wasanya selama periode 2008-2011 kon- runan sebesar 0,00000106 satuan dengan tribusi sektor pertanian terhadap pem- asumsi variabel bebas lainnya (luas lahan bentukan PDRB relatif tidak mengalami pertanian) bernilai tetap.

pertumbuhan signifikan dan bahkan cend- erung menurun kontribusinya. Fenomena/

Analisis Hasil Penelitian

gejala ini dapat dilihat dari proporsi sektor Karakteristik Umum Ketimpangan Antar pertanian terhadap kontribusi pembentu- Wilayah pada Sektor Pertanian di Kabu- kan PDRB ADHK di Kabupaten Semarang

paten Semarang Tahun 2008-2011

(sebagaimana pada tabel 6) yang hanya Melalui hasil interpretasi model re- mengalami kenaikan dari tahun 2008 ke gresi dapat diketahui bahwa saat variabel tahun 2009 namun selanjutnya mengalami luas lahan pertanian dan jumlah tenaga penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010 kerja sektor pertanian bernilai = 0, maka dan dari tahun 2010 ke tahun 2011.

ketimpangan wilayah pada sektor perta- Kecenderungan penurunan kontri- nian di Kabupaten Semarang berkurang busi sektor pertanian terhadap pemben- sebesar (-0,0184). Dengan demikian, tukan PDRB yang terjadi di Kabupaten tingkat ketimpangan wilayah pada sektor Semarang tentunya sejalan dengan gejala pertanian di Kabupaten Semarang akan penurunan kinerja ekonomi sektor perta- menunjukkan kecenderungan menurun nian di negara-negara berkembang se- walaupun tidak mendapat pengaruh dari bagaimana yang diutarakan oleh Todaro variabel apapun.

dan Smith (2006:505) dan teori ekonomi Jika ditinjau dari sudut pandang pembangunan modern umumnya yang pemerataan, kondisi tersebut dinilai baik menyatakan bahwa semakin berkembang karena dengan berkurangnya ketimpan- suatu negara, maka kontribusi sektor per- gan berarti tingkat kesejahteraan pekerja tanian terhadap pembentukan PNB akan sektor pertanian diharapkan akan semakin semakin kecil, sedangkan kontribusi sek-

Tabel 8 Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Pembentukan Pdrb Adhk* Kabupaten Semarang Tahun 2008–2011

Sumber : BPS Kab. Semarang, PDRB Sektoral Tahun 2012

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

tor industri dan perdagangan justru sema- Tanda minus (-) pada nilai intersep kin besar.

menunjukkan kecamatan tersebut berpo- Dengan demikian, terjadinya penu- tensi negatif menimbulkan ketimpangan runan kontribusi sektor pertanian terhadap atau memiliki karakteristik yang cender- pembentukan PDRB di Kabupaten Sema- ung mengurangi terjadinya ketimpangan rang dapat dijelaskan sebagai efek yang wilayah. Sedangkan nilai intersep yang diakibatkan oleh terjadinya transformasi positif menunjukkan kecamatan berpoten- struktural dalam perekonomian suatu neg- si positif menimbulkan ketimpangan atau ara (khususnya di negara berkembang), dengan kata lain memiliki karakteristik cen- yang ditandai dengan pergeseran sektor derung menambah ketimpangan wilayah.

ekonomi utama dari sektor pertanian ke Berdasarkan tabel 10, dapat diiden- sektor industri (manufaktur) dan sektor tifikasi dari total 19 kecamatan, terdapat 8 perdagangan. Sehingga di saat sektor in- (delapan) diantaranya berpotensi positif dustri manufaktur dan sektor perdagangan menimbulkan ketimpangan atau memiliki terus mengalami pertumbuhan, sektor per- karakteristik cenderung menambah ket- tanian justru mengalami stagnasi sehingga impangan wilayah, yaitu terdiri Kecamatan andil output sektor pertanian dalam PDRB Bergas, Kecamatan Ungaran Barat dan secara keseluruhan terus menurun.

Kecamatan Ungaran Timur yang masuk Terjadinya proses transformasi dalam SWP-1, Kecamatan Ambarawa dan struktural dalam perekonomian di Kabu- Kecamatan Bawen yang masuk dalam paten Semarang dapat terlihat dari laju SWP-2, serta Kecamatan Bancak, Keca- pertumbuhan ekonomi rata-rata sektor per- matan Kaliwungu dan Kecamatan Pabelan tanian yang nilainya lebih kecil jika diband- yang masuk dalam SWP-3. Sedangkan si- ingkan dengan sektor industri dan sektor sanya sebanyak 11 (sebelas) kecamatan perdagangan sebagaimana nampak pada berpotensi negatif menimbulkan ketimpan- tabel 9.

gan atau memiliki karakteristik yang cend- Adapun secara mikro, penggunaan erung mengurangi terjadinya ketimpangan metode fixed effects sebagai instrumen wilayah. dalam memodelkan ketimpangan wilayah Dengan demikian dapat diketahui sektor pertanian di Kabupaten Semarang bahwa potensi positif atau karakteristik menghasilkan nilai intersep (konstanta) untuk cenderung menimbulkan ketimpan- yang berbeda untuk tiap-tiap kecamatan. gan dimiliki oleh seluruh SWP. Potensi pe- Nilai intersep tersebut merepresentasikan nyebab ketimpangan tertinggi terdapat di karakteristik ketimpangan wilayah yang SWP-1 dikarenakan memiliki kecamatan berbeda-beda di masing-masing keca- dengan total nilai intersep yang lebih be- matan pada saat sama sekali tidak ada sar jika dibandingkan dengan SWP-SWP pengaruh dari variabel lahan pertanian lainnya. Potensi penyebab ketimpangan dan jumlah tenaga kerja pertanian.

kedua tertinggi dimilki oleh SWP-2, sedan- gkan potensi penyebab ketimpangan ter- endah adalah pada SWP-3.

Tabel 9

Laju Pertumbuhan 3 Sektor Ekonomi Utama Di Kabupaten Semarang Tahun 2008

Sumber : BPS Kab. Semarang, PDRB Sektoral Tahun 2012

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Tabel 10 Nilai Intersep (Konstanta) Tiap Kecamatan Berdasarkan Regresi Model Fixed Ef- fects (Fem)

Adapun dari 10 (sepuluh) keca- Analisis kontijensi berdasarkan ta- matan yang telah ditetapkan sebagai bel 11 menunjukkan bahwa hubungan laju kawasan agropolitan, hanya 3 (tiga) di- perubahan luas lahan pertanian dengan antaranya yang berpotensi positif atau me- perubahan nilai indeks ketimpangan miliki karakteristik menambah ketimpangan

wilayah per kecamatan secara mayoritas wilayah pada sektor pertanian; yaitu Ke- adalah bersifat searah/positif. Dimana dari camatan Bancak, Kecamatan Kaliwungu,

57 (lima puluh tujuh) pasang data yang di- dan Kecamatan Pabelan.

perbandingkan, 32 (tiga puluh dua) dianta- ranya (56,14%) menunjukkan kecocokan

Karakteristik Pengaruh Luas Lahan pola dalam sifat/arah hubungan. Pertanian Terhadap Ketimpangan Antar Sebagaimana terlihat pada tabel

Wilayah pada Sektor Pertanian di Kabu-

11, di tahun 2009 sifat hubungan positif an-

paten Semarang Tahun 2008-2011

tara laju perubahan luas lahan dengan pe- Untuk membantu menjelaskan se- rubahan nilai indeks ketimpangan wilayah cara lebih mendalam mengenai pengaruh berlaku di 8 kecamatan. Selanjutnya di perbedaan luas lahan pertanian terhadap tahun 2010 hubungan tersebut naik men- ketimpangan antar wilayah pada sektor jadi berlaku di 14 kecamatan, dan di tahun pertanian di Kabupaten Semarang dalam 2011 turun menjadi 10 kecamatan.

kurun waktu 2008-2011, maka dapat di- Dari seluruh kecamatan, hanya lakukan analisis silang (kontijensi) yang terdapat 3 (tiga) diantaranya yang membandingkan antara laju perubahan yang menunjukkan adanya konsistensi luas lahan pertanian dengan perubahan hubungan positif antara laju perubahan nilai indeks ketimpangan wilayah sektor luas lahan dengan perubahan nilai indeks pertanian per kecamatan sebagaimana ketimpangan wilayah dari tahun ke tahun, pada tabel 11.

yaitu Kecamatan Pabelan, Kecamatan

Lyra Bumantara Syarif. MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

Tabel 11 Perbandingan Laju Perubahan Luas Lahan Pertanian Dan Perubahan Nilai Indeks Ketimpangan Wilayah (Entropy Theil) Sektor Pertanian Berdasarkan Kecamatan Di Kabupaten Semarang Tahun 2008-2011

Sumber : BPS Kab. Semarang, Kabupaten Dalam Angka, Kecamatan Dalam Angka dan PDRB Kecamatan Tahun 2009-2012 (diolah)

Jambu, dan Kecamatan Pringapus. Karakteristik Pengaruh Jumlah Tena-

Sedangkan pada kawasan agropoli-

ga Kerja Sektor Pertanian Terhadap tan, hubungan positif laju perubahan Ketimpangan Antar Wilayah pada Sek- luas lahan dengan perubahan nilai in- tor Pertanian di Kabupaten Semarang deks ketimpangan wilayah sektor perta- Tahun 2008-2011

nian paling banyak terjadi di Kecamatan Melalui pengujian pada kasus sek- Pabelan dan Kecamatan Jambu.

tor pertanian di Kabupaten Semarang

Keterkaitan Ketersediaan Anugerah....... MediaTrend 13 (1) 2018 p. 100-125

dalam kurun waktu 2008-2011 menun- akan menurunkan derajat ketimpangan jukkan bahwa jumlah tenaga kerja sektor antar wilayah pada sektor pertanian.