TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN KEKERASAN DILAKUKAN SECARA BERSAMA-SAMA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN NARAPIDANA (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung)

  

ABSTRAK

TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN KEKERASAN DILAKUKAN

SECARA BERSAMA-SAMA YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

NARAPIDANA

  

(Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung)

Oleh

Mega Sekar Ningrum, Eko Raharjo, Firganefi

Email : megasekar22@gmail.com

  

Lembaga Pemasyarakatan memiliki peranan yang sangat strategis dalam rangka

pembinaan sumber daya manusia, pelaksanaan pembinaan Narapidana termasuk

bagaimana terciptanya keadaan kondusif dalam pelaksanaan tugas di Lembaga

Pemasyarakatan. Namun pada kenyataanya banyak Narapidana yang justru melakukan

tindak pidana baru di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Permasalahan dalam penelitian

ini adalah apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan dan bagaimanakah

upaya penanggulangan terhadap kejahatan kekerasan dilakukan secara bersama-sama

yang mengakibatkan kematian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar

Lampung ? Peneliti menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yurudis

empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Berdasarkan hasil penelitian bahwa faktor penyebab kejahatan kekerasan

dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian di Lembaga

Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung disebabkan oleh faktor dari dalam yaitu,

kurang memiliki kemampuan penyesuaian diri, dan faktor provokasi, faktor dari luar

yaitu, faktor ekonomi, kapasitas kamar yang tidak memadai, dan lemahnya keamanan

dalam Lapas. Upaya menanggulangi kekerasan yang mengakibatkan kematian narapidana

dilakukan dengan upaya preventif yang dilakukan ialah dengan cara penggeledahan baik

yang bersifat rutinitas maupun insidentil dan mengupayakan pendekatan keamanan dan

ketertiban. Represif upaya yang dilakukan yaitu dengan memeriksa penghuni yang

terindikasi melakukan ganguan keamanan dan ketertiban. Adapun saran dalam penelitian

ini adalah pihak Lapas perlu meningkatkan kerja sama dengan pihak instansi lainya

dalam hal pengamanan keamanan dan ketertiban di Lapas, perlunya perubahan

infrastruktur gedung lapas yang lebih besar, untuk menciptakan keadaan lapas yang lebih

tertib dan damai, bentuk pencegahan seperti penggeledahan perlu ditingkatkan.

  Kata kunci : Kekerasan, Narapidana, Lembaga Pemasyarakatan.

  

ABSTRACT

A CRIMINOLOGICAL REVIEW ON MASSIVE VIOLENCE COMMITTED

BY INMATES CAUSING THE DEATH

OF OTHER INMATES

(A Study At Correctional Facility Class I Bandar Lampung)

By

  

Mega Sekar Ningrum, Eko Raharjo, Firganefi

Email : megasekar22@gmail.com

Correctional facility as a place of counselling and self improvement for inmates is

expected to function properly to cope with crime happens in the society as mandated in

Law No. 12 of 1995 regarding Population. The correctional facility plays a very strategic

role in the framework of human resources development, the implementation of inmates

counselling including to create a conducive condition inside the penitentiary (prisons).

Unfortunately, in fact, many of the prisoners still commit a new criminal act inside the

prison. The problems in this research are formulated as follows: what factors causing the

mass violence committed by inmates and how to overcome the violence which resulted in

the death of other inmates at Correctional Facility Class I of Bandar Lampung? The

researcher used normative and empirical approaches. The data sources consisted of

primary data which were obtained from field studies and secondary data were obtained

from literature study. Based on the results it showed that the factors causing the mass

violence committed by inmates resulting in the death of other inmates at Correctional

Facility Class I of Bandar Lampung has been caused by two factors: internal and external

factors. Among the internal factors, such as: the lack of adaptability, and factor of

provocation; while the external factors included: economic factor, inadequate capacity of

rooms, the weak security of the prisons, and natural disasters. There has been two

countermeasures to cope with violence causing preventive and repressive ways. The

preventive ways were done by making a search both for routine and incidental search and

seeking a security. While the repressive efforts were made by checking the residents who

were indicated the trouble makers of security and order. The suggestion in this study is

that the correctional facility should improve the cooperation with other agencies in terms

of security and order within the prisons, there should be a renovation for bigger rooms of

the facility, also creating a more orderly and peaceful conditions, while it is also important to improve the preventive efforts of searches. Keywords: Violence, Prisoner, Correctional Facility. Indonesia merupakan suatu negara hukum, pernyataan tersebut termuat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat

  )”. Yang dimaksud dengan Negara Hukum tersebut ialah Negara yang menegakkan supermasi hukum untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggung- jawabkan (akuntabel).

  zaman, hukum berkembang mengikuti setiap kebutuhan manusia. Hukum terus mengalami perubahan guna perbaikan-perbaikan di segala segi kehidupan manusia, tak terkecuali di dalam sistem kepenjaraan di Indonesia. Sistem kepenjaraan telah mengalami perubahan karena dianggap tidak sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

  menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga "rumah penjara" secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat 1 Majelis Pemusyawaratan Rakyat RI,

  Panduan Pemasyarakatan UUD NKRI Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat), Jakarta: Sekjen MPR RI, 2009, hlm. 46. 2 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, PT Raja Grafin, 2011, hlm.

  yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.

I. PENDAHULUAN

  3 Sistem

  pemasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, diatur oleh Undang- Undang Nomor 15 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, hal ini merupakan pelaksanaan dari pidana penjara yang merupakan perubahan ide secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi ke sistem pemasyarakatan.

  4 Kasus kekerasan dilakukan secara

1 Sejalan dengan perkembangan

  bersama-sama di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung. Bermula saudara Rahman menggadaikan handphone miliknya kepada saudara Saipul. Kemudian handphone tersebut oleh saudara Saipul digadaikan ke saudara Sirajudin (korban). Pada saat handphone tersebut mau ditebus kembali oleh saudara Rahman dengan nilai uang Rp. 350.000 kepada saudara Saipul terjadilah perselisihan. Kemudian saudara Saipul dan Sirajudin dipanggil saudara Rahman ke bloknya yaitu blok C2 untuk meminta penjelasan. Namun terjadi perselisihan bahkan Sirajudin (korban) tersinggung dan marah-marah dan memancing keributan.

2 Sistem pemasyarakatan yang sangat

  Antara Sirajudin dan Rahman terjadi penganiayaan seketika itu juga para Narapidana lainnnya ikut serta melakukan penganiayaan terhadap Sirajudin. Kepala Sirajudin dilempar pot dan rak sepatu plastik. Para narapidana lainnya memukuli 3 Siswanto Sunarso, Penegakan Hukum

  Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 7. 4 Dwidja Priyatna, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, Bandung, PT

  Sirajudin. Rahman lalu menusuk Sirajudin menggunakan senjata tajam hingga meninggal dunia. Sirajudin tewas di kamar nomor 2 blok C2 Lapas Kelas I Bandar Lampung, pada Jum’at malam 18 Maret 2016.

  Sirajudin tewas dikeroyok. Pada jasadnya ditemukan luka tusukan di punggung kiri, dada kiri dan luka di pelipis. Polisi telah menetapkan empat narapidana menjadi tersangka pembunuhan napi lainnya bernama Sirajudin. Para narapidana itu baru akan menjalani proses hukumnya setelah menjalani hukuman tindak pidana sebelumnya. Empat tersangka adalah Rahman, Asep Kurniawan, Rozali, Anwar.

5 Kasus lainnya yang juga baru terjadi

  adalah Narapidana Lapas Cirebon yang tewas akibat pengeroyokan oleh teman-teman satu selnya. Andriyana, warga Lingkungan Sukamaju, Kelurahan Ramanuju, Kecamatan Purwakarta, seorang narapidana yang dititipkan di Lembaga Pemasyarakat- an (Lapas) Kelas II Cilegon tewas pada Jumat pekan lalu 3 Desember 2016. Kepala Lapas Kelas

  II Cilegon, Andi Muhamad Syarif, menuding bahwa kematian Andriyana diduga akibat pengeroyokan oleh teman satu sel- nya. Andriyana dinilai oleh kawan satu selnya sebagai mata-mata. Karena dicurigai itulah akhirnya teman- teman satu selnya mengeroyok Andriyana. Diketahui, Andriyana adalah Narapidana tersandung Pasal 365 (pencurian dan kekerasan) yang 5

  

  dititipkan di Lapas Kelas II Cilegon sejak 22 November 2016 lalu oleh Polsek Kota Cilegon. Karena diduga mata-mata akhirnya kawan satu selnya mengeroyok Andriyana. Andriyana diketahui tewas saat dilarikan ke RSUD Cilegon pada Jum’at malam 3 Desember 2016, sekitar Pukul 00.25 WIB. Pihak Lapas kaget mendapat laporan bahwa Napi titipan dari Polsek kota yang bernama Andriyana sakit dan menginstruksikan pada petugas untuk segera dibawa ke RSUD Cilegon. Padahal sebelum dilarikan ke rumah sakit, Andriyana itu masih melakukan aktifitas seperti biasa dan tidak ada tanda - tanda bahwa dia sakit. Setelah ditelusuri bahwa Andriyana tewas dikeroyok kawan selnya, akhirnya pihak Lapas melaporkan kasus ini ke Polres Cilegon untuk pengembangan.

  Setelah dikembangkan akhirnya Polres Cilegon membawa delapan orang teman satu selnya di Block C yaitu AD, JH, E, R, MI, A, AS, dan M, yang diduga melakukan pengeroyokan pada Andriyana.

  Sementara itu Kasat Reskrim Polres Cilegon AKP Ridzky Salatun membenarkan, kalau ada Napi titipan Polsek Kota yang di titipkan di lapas Kelas II Cilegon yang tewas di duga tewasnya itu akibat di keroyok oleh teman satu selnya.

  6 Selain itu pada tahun 2013 lalu juga

  terjadi kasus pengeroyokan yang menyebabkan kematian narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Seorang terpidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Teluk

   Dalam Banjarmasin tewas ditusuk setelah sebelumnya terjadi perkelahian dengan narapidana anak di dalam Lapas tersebut sekitar pukul

  12.15 WITA, kata Kepala Lapas Teluk Dalam Banjarmasin Edi Teguh Widodo di Banjarmasin.

  Perkelahian itu menyebabkan satu narapidana dewasa di Blok C bernama Hermasyah Alias Herman (26) yang masuk penjara karena kasus penganiayaan, tewas dutusuk. Pelaku diketahui dua orang, yaitu napi penghuni Blok Napi Anak, diantaranya HM (15) yang adalah napi kasus pengeroyokan, dan YZ (17) yang merupakan napi dengan kasus pencurian.

  Korban langsung dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Ulin Banjarmasin untuk dilakukan visum, sedangkan kedua pelaku diserahkan ke polisi. Motif perkelahian itu diduga akibat saling berkelakar atau olok saat korban dan pelaku mendapat kunjungan dari kekasih mereka masing-masing. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin Kompol Afner Juwono Sik mengatakan, kasus ini akan ditangani Satuan Reserse Kriminal Polresta Banjarmasin, sedangkan para pelaku akan diperiksa dengan tuduhan menghilangkan nyawa orang lain.

  maka penulis tertarik untuk melakukan kajian dan penelitian yang berjudul

  “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Kekerasan Dilakukan Secara Bersama-sama yang Mengakibatkan Kematian Narapidana (Studi di 7

  

  Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung)” Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka dapat diidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung ?

  b. Bagaimanakah upaya penanggulangan terhadap kejahatan kekerasan dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung ?

  Metode penelitian yang digunakan dalam peneliti menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yurudis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari studi lapangan dengan wawancara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung dan kalangan Akademisi Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Dan data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan.

7 Berdasarkan latar belakang di atas,

  II. PEMBAHASAN

  A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan Dilaku- kan Secara Bersama-sama Yang Mengakibatkan Kematian Narapidana Di Dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas

  I Rajabasa Bandar Lampung Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.

  Kekerasan dalam lembaga pemasyarakatan adalah suatu isu yang menarik perhatian, tidak hanya isu kekerasan yang dilakukan terpidana terhadap terpidana lain, tetapi juga perilaku agresif yang dilakukan oleh petugas penjara. Suatu pembahasan kritis tentang perspektif teoritis mengenai perilaku kekerasan dapat memberikan pengertian yang mendalam mengenai subkultur penjara dan kebencian serta kemarahan yang ada di balik dinding penjara. Hal ini bisa memberi pemahaman tentang strategi yang penting dan menguntungkan untuk mengurangi peristiwa kekerasan sesuai dengan pemahaman tentang mengapa kekerasan tersebut terjadi. Secara umum ada tiga bentuk kekerasan di Lembaga Pemasya- rakatan. Menurut Kriminolog Universitas Indonesia, Erlangga Masdiana yaitu, pertama, kekerasan individual; kedua, kekerasan kolektif; ketiga, kekerasan yang berhubungan dengan pengaturan. Kekerasan individual biasanya terjadi di antara napi atau dengan salah seorang sipir penjara. Sedangkan kekerasan kolektif sering terjadi dalam masalah riot (kerusuhan, huru hara dan keributan). Kekerasan bentuk ini biasanya tidak secara spontan, tetapi merupakan akumulasi persoalan yang mereka hadapi di penjara. Khusus mengenai kekerasan jenis ketiga, kekerasan itu timbul karena adanya interaksi tidak sehat antara napi dan para petugas. Masalah utama yang sering muncul di permukaan adalah soal penghukuman fisik. Para petugas menganggapnya sebagai bagian hukuman, tetapi para napi memandangnya sebagai bentuk penyiksaan. Menurut Abdulsyani menyatakan bahwa sebab-sebab timbulnya kriminalitas dapat dijumpai dalam berbagai faktor-faktor yang dapat menimbulkan kriminalis tertentu, sehingga faktor lain dapat menimbulkan jenis kriminalis.

  8

  1. Faktor Intern Faktor interen dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a. Faktor intern yang bersifat khusus, yaitu keadaan psikologis diri individu, antara lain sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental, kebingungan.

  b. Faktor intern yang bersifat umum, dapat dikategorikan atas beberapa macam, yaitu umur, jenis kelamin, kedudukan individu di dalam masyarakat, pendidikan individu, masalah rekreasi atau hiburan individu.

  2. Faktor Ekstern Faktor-faktor ini berpokok pangkal pada lingkungan di luar dari diri manusia (ekstern) terutama hal yang mempunyai hubungan dengan timbulnya kriminalitas.

  8 Abdul Syani, Sosiologi Kriminalitas, Menurut Giyono

  9

  , adapun yang menjadi faktor kekerasan dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian Narapidana di dalam Lembga Pemasyarakatan Kelas I Rajabasa sebagai berikut :

1. Faktor Penyebab Dari Dalam

  (Intern)

  a. Faktor Kurang Memiliki

  Kemampuan Penyesuaian Diri Narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan harus memiliki kemampuan penyesuaian diri yang baik, seperti contoh memilih teman dalam Lapas yang baik dan tidak menjerumuskan untuk berbuat criminal lagi, dan juga saling pengertian dalam hal berbagi, seperti makanan, minuman dan lain-lain. Ini dikarenakan di dalam Lapas terdapat banyak orang-orang yang memiliki kepribadian yang berbeda, dan bila tidak dapat menyesuaikan diri akan terjadi perkelahian dan bentrokan antara sesama Narapidana.

  b. Faktor Provokasi Di dalam Lapas pasti ada Narapidana yang memiliki sifat yang tidak ingin diatur dan berjiwa pemberontak yang sering memprovokasi kawan sesama satu sel agar terciptanya kerusuhan/keributan di dalam Lapas, yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama sehingga menyebabkan kematian Narapidana yang lain.

  (Eksternal)

  Adanya permasalahan gadai Handphone antara sesama Narapidana yang akhirnya menimbulkan perselisihan, sehingga 9 Hasil Wawancara dengan Giyono. Kabid memancing keributan dan membuat beberapa Narapidana tidak dapat menahan emosinya.

  b. Faktor kapasitas blok / sel yang tidak memadai Banyaknya penghuni blok / sel dan juga ruang geraknya yang dibatasi menyebabkan emosi dari Narapidana itu sendiri tidak stabil. Jumlah Narapidana di Lapas Kelas I Bandar Lampung yang mencapai 911 orang, jelas sudah sangat melampaui kapasitas Lapas yang hanya bisa menampung 620 orang.

  Berdasarkan data yang diperoleh selain terbatasnya daya tampung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung juga memiliki kontribusi bagi kekerasan tersebut. Sebagai catatan, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung terdapat 911 Narapidana, sementara daya tampungnya hanya 620 Narapidana. Penulis berpendapat bahwa jumlah petugas yang sangat kurang dan kurang lengkapnya alat keamanan merupakan faktor utama permasalahan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, ketidakseimbang- nya jumlah petugas dengan narapidana membuat proses keamanan dan pendidikan tidak berjalan dengan lancar yang mengakibatkan terciptanya celah atau kesempatan narapidana melakukan kekerasan di dalam Lapas.

2. Faktor Penyebab Dari Luar

  c. Faktor Lemahnya Keamanan

  Dalam Lembaga Pemasyarakatan Petugas jaga dalam lapas yang kurang disiplin dalam mengontrol setiap sel Narapidana yang dapat menyebabkan narapidana menyembunyikan suatu barang yang dapat di jadikan alat untuk

a. Faktor Ekonomi

  melakukan kekrasan suatu saat, kemudian juga dipicu oleh saran dan prasarana keamanan yang kurang memadai dalam lapas, dan juga jumlah petugas jaga yang tidak seimbang dengan jumlah narapidana yang di awasi.

  penyebab terjadinya kekerasan dilakukan secara bersama-sama yang mengakibatkan kematian narapidana di dalam Lapas Kelas I Bandar Lampung adalah kelalaian petugas Lapas, kejadian tersebut merupakan kelemahan dari petugas Lapas sendiri. Dimana ada perbuatan- perbuatan yang tidak boleh dilakukan seperti masuknya handphone, masalah hutang piutang terjadi di dalam Lapas yang sifat seharusnya adalah memberikan pembinaan bagi para Narapidana

  11 .

  Penulis sependapat dengan responden di atas bahwa faktor penyebab terjadinya narapidana melakukan kekerasan di dalam Lapas karena dua faktor tersebut yaitu ekstern dan intern, faktor intern yaitu kurangnya kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dan juga terbelit banyaknya hutang. Kemampuan untuk dapat menyesuaikan diri sangat diperlukan bagi setiap narapidana agar mereka dapat berbaur dan menjalankan aktifitas di dalam lapas dengan nyaman, karena manusia adalah mahkluk sosial tidak dapat hidup sendiri perlu bantuan orang lain. Faktor ekstern yaitu faktor lemahnya keamanan di dalam lapas dan kapasitas kamar yang 10 Hasil Wawancara dengan Giyono. Kabid Pembinaan Narapidana. Sabtu, 20 Mei 2017. 11 Hasil Wawancara dengan Sanusi Husin.

  Dosen Pidana Fakultas Hukum Unila.

  tidak memadai dan juga bencana alam, ini juga merupakan faktor yang dapat menciptakan celah atau kesempatan untuk narapidana dapat melakukan kekerasan secara bersama-sama yang dilakukan narapidana, karena pada saat gempa bumi dapat memicu melemahnya keamanan di lapas karena tidak kondusif penjagaanya di dalam Lapas.

10 Menurut Sanusi Husin, faktor

  B. Upaya Lembaga Pemasyarakatan Dalam Penanggulangan Terjadinya Kekerasan Dilakukan Secara Bersama-sama Yang Mengakibatkan Kematian Narapidana Di Dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas

  I Rajabasa

  Lembaga Pemasyarakatan sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan tidak hanya menampung dan merawat narapidana tetapi juga membina narapidana. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai abdi masyarakat dan abdi negara menghayati serta mengamalkan tugas-tugas pembinaan pemasyarakatan dengan penuh tanggung jawab. Tujuan dari pemasyarakatan adalah menekan pada pembinaan dan pendidikan dengan berusaha untuk mengembali- kan kehidupan narapidana, agar dapat kembali ketengah-tengah kehidupan masyarakat seutuhnya.

  Terhadap keberhasilan pembinaan tersebut, maka unsur yang sangat berperan adalah petugas pada Lembaga Pemasyarakatan, masyarakat dan tentunya dari narapidana itu sendiri. Sebab ketiga unsur tersebut merupakan suatu hubungan kesatuan yang sangat erat kaitanya satu sama lainnya. Namun

  ada kalanya sering terjadi hasil yang memuaskan atau

  12 perselisihan antar narapidana di mencapai tujuan.

  dalam Lapas bahkan berujung pada suatu perbuatan tindak pidana Selanjutnya Bonger berpendapat cara kekerasan yang dilakukan oleh menanggulangi kejahatan yang

  13

  narapidana. Hal ini terjadi tentunya terpenting adalah : karena adanya unsur pada proses a. Preventif kejahatan dalam arti pembinaan yang belum terpenuhi. luas, meliputi reformasi dan prevensi dalam arti sempit;

  Narapidana selain menjalani masa

  b. Prevensi kejahatan dalam arti hukuman juga dibina guna sempit meliputi : memperbaiki diri dan dapat

  1) Moralistik yaitu menyebarluas- menguasai bidang-bidang tertentu kan sarana-sarana yang dapat supaya kelak setelah masa hukuman memperteguhkan moral selesai mempunyai bekal seseorang agar dapat terhindar keterampilan untuk mencari dari nafsu berbuat jahat. pekerjaan di masyarakat. Inilah

  2) Abalionistik yaitu berusaha merupakan tanggung jawab yang mencegah tumbuhnya disandang oleh Lembaga keinginan kejahatan dan Pemasyarakatan dalam hal meniadakan faktor-faktor yang mempersiapkan resosialisasi terkenal sebagai penyebab narapidana. Yang merupakan peran timbulnya kejahatan, Misalnya Lembaga Pemasyarakatan dalam memperbaiki ekonomi penanggulanagn kekerasan yang (pengangguran, kelaparan, dilakukan oleh narapidana adalah mempertinggi peradapan, dan memberikan pembinaan bagi lain-lain); narapidana.

  c. Berusaha melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap Upaya-upaya yang dilakukan petugas kejahatan dengan berusaha lapas dalam penanggulangan menciptakan; kekerasan secara bersama-sama yang organisasi dan

  1) Sistem dilakukan narapidana adalah dengan perlengkapan kepolisian yang cara Penal dan Non Penal atau baik, Preventif dan Represif, yaitu :

  2) Sistem peradilan yang objektif 3) Hukum (perundang-undangan) 1. Preventif yang baik.

  Tindakan preventif adalah tindakan kejahatan dengan

  d. Mencegah yang dilakukan untuk mencegah atau pengawasan dan patrol yang menjaga kemungkinan akan terjadi teratur; kejahatan. Menurut A.Qirom e. Pervensi kenakalan anak-anak

  Samsudin M, dalam kaitannya untuk sebagai sarana pokok dalam melakukan tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik 12 A. Qirom Samsudin Meliala.Eugenius daripada mendidik penjahat menjadi

  Sumaryono.Kejahatan Anak Suatu Tinjauan

  baik kembali, sebab bukan saja Dari Segi Psiologis dan Hukum. diperhitungkan segi biaya, tapi usaha 13 Yogyakarta:LIBERTI.1985. hlm.4 ini lebih mudah dan akan mendapat Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi,

  PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, usahah prevensi kejahatan pada umumnya

14 Giyono

  15

  menyatakan langkah- langkah preventif yang dilakukan Lembaga Pemasyrakatan Kelas I Rajabasa yaitu antara lain :

  a. Penggeledahan Rutin Penggeledahan yang dilaksanakan secara rutin/berkala yang sebaiknya dilaksanakan minimum sekali dalam semingu, sasaran pengeledahan ini adalah kamar/sel hunian narapidana dan lingkungan sekitarnya. Semua isi kamar/sel tersebut harus dilihat, dicermati barangkali ditemukan barang terlarang yang dapat membahayakan keamanan dan ketertiban di lapas. Pada saat penggeledahan penghuni harus berada di luar selnya dan boleh masuk hingga proses penggeledahan telah selesai.

  Berdasarkan data yang diperoleh, dapat dilihat jadwal pelaksanaan penggeledahan rutin di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Bandar Lampung. Penggeledahan dilakukan oleh petugas Keamanan dan Tata Tertib (Kamtib) dan juga Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasya- rakatan (KPLP) yang dilaksanakan setiap 3 kali seminggu, dengan obyek penggeledahan di bagi beberapa bagian setiap harinya ini dilakukan sebagai bentuk pencegahan dan juga sebagai kontrol kebersihan dan kenyamanan blok/sel.

  b. Penggeledahan Insidentil Penggeledahan yang dilakukan secara mendadak dan tidak diketahui 14 Bonger, Pengantar Tentang

  Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, hal. 15 15 Hasil Wawancara dengan Giyono. Kabid Pembinaan Narapidana Lapas Kelas I

  rencananya meskipun oleh petugas. Kegiatan ini dilakukan karena diketahui alasan-alasan tertentu, seperti informasi adanya barang- barang terlarang yang disimpan di dalam blok/kamar hunian. Penggeledahan ini dapat dilaksanakan kapan saja baik pagi, siang, sore ataupun malam tergantung kepentinganya.

  Sasaran penggeledahan ini sama dengan penggeledahan rutin yaitu kamar/sel hunian narapidana dan lingkungan sekitarnya, dalam hal penggeledahan insidentil biasanya menggunakan waktu pada saat malam hari untuk melakukan penggeledahan, sebagai bentuk menjaga kerahasiaan dari pengeledahan, waktu yang digunakan berkisar antara jam 22.30 Wib sampai dengan 23.30 Wib.

  c. Penggeledahan Gabungan Penggeledahan ini sama seperti halnya penggeledahan insidentil yang bersifat mendadak dan tidak diketahui rencananya, yang membedakan hanya pada petugas yang melakukan penggeledahan.

  Penggeledahan gabungan ini tidak dilakukan oleh petugas Lapas melainkan dilakukan oleh Polri, TNI, Satgas Kanwil atau bahkan BNNP (Badan Narkotika Nasional Provinsi).

  d. Melakukan Pendekatan Keamanan dan Ketertiban.

  Lapas Kelas I Bandar Lampung di satu sisi sebagai wahana pembinaan narapidana, namun di sisi lain juga sebagai wahana pengamanan narapidana, dalam konteks wadah pengaman narapidana tentunya diperlukan pendekatan tertentu kepada penghuni tersebut, sehingga penegakan hukum di bidang keamanan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pendekatan tertentu di maksud, tentunya pendekatan yang bernuansa keamanan dan ketertiban. Pendekatan keamanan dan ketertiban di lapas, dilakukan dengan cara : a. Semua petugas agar melaksanakan tugas-tugasnya secara professional.

  b. Melaksanakan proses penerimaan narapidana pada unit keamanan, registrasi, kesehatan, sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku.

  Tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan oleh aperatur penegak hukum sesudah terjadinya tindakan pidana.

  Bareskim Polresta Bandar Lampung. Jumat,

  Kejahatan( Crem Prevention ). Bandung: Alumni.1976.hlm.32 18 Hasil Wawancara dengan Padila.

  mengatakan penanggulangan yang dilakukan secara represif adalah upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhan atau pemberian sanksi pidana kepada pelaku kejahatan, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Permasyarakatan. Tindakan represif yang dilakukan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dan atas perintah atasan tertinggi kepolisian tersebut. Tindakan tersebut harus mendapat perintah dari atasan dikarenakan jika terjadi kesalahan prosuder dan lain 17 Seodjono Dirdjosisworo. Penanggulangan

  18

  sebagai pencegahan untuk masa yang akan datang. Tindakan ini meliputi cara aparat hukum dalam melakukan penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan pidana, pemeriksaaan di pengadilan, eksekusi, dan seterusnya sampai pembinaan narapidana. Tindakan represif juga disebutkan sebagai pencegahan khusus, yaitu suatu usaha untuk menekankan jumlah kejahatan dengan memberikan hukuman (pidana) terhadap pelaku kejahatan dan berusaha pula melakukan perbuatan dengan jalan memperbaiki pelaku yang berbuat kejahatan. Responden Bareskim Polresta Bandar Lampung Padila

  17 Tindakan ini dapat dipandang

  2. Represif / Penindakan

  c. Memberikan penjelasan mengenai aturan tata tertib kehidupan di dalam lapas (termasuk kewajiban, larangan dan sanksi).

  Dosen Pidana Fakultas Hukum Unila.

  16

  b. Harus setidak-tidaknya ada jadwal pengontrol yang baik. Bentuk tindakan preventif mengenai Lapas kelas I Bandar Lampung harus diadakan razia, diberikan penceramah, melakukan olahraga, supaya tidak jenuh, dan sesuai dengan hak-hak napi dan ketentuan dari lapas itu sendiri.

  a. Fungsi orang yang menjaga warga binaan pemasyarakatan harus seimbang

  e. Melaksanakan penggeledahan. Sanusi Husin menyatakan, langkah- langkah preventif dalam mencegah terjadinya kekerasan di dalam Lapas Kelas I Bandar Lampung yaitu:

  d. Memberikan dan melayani hak- hak penghuni sesuai peraturan yang berlaku.

16 Hasil Wawancara dengan Sanusi Husin.

  sebagainya yang mengakibatkan kerugian bagi pelaku ataupun masyarakat, hal tersebut menjadi tanggung jawab atasan. Sehingga aparat yang bekerja di lapangan dalam melakukan tindakan tidak sewenang-wenang. Tindakan tersebut dapat berupa pelumpuhan terhadap pelaku, melakukan penangkapan, penyelidikan, penyidikan dan lain sebagainya. Menurut penulis jika dilihat dari segi aturan hukum pemasyarakatan bahwa sistem pemasyarakatan di Indonesia sudah cukup baik, seperti sistem yang termuat dalam Undang- Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Namun perlu diperhatikan pada proses pemasyarakatan yang utama adalah sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini karena banyaknya terjadi kekerasan antar narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan sering disebabkan kurangnya sarana dan prasarana yang ada di dalam Lapas itu sendiri, narapidana yang melebihi kapasitas di dalam Lapas, yang seharusnya di dalam satu kamar sel berisi 15 orang narapidana namun diisi dengan 30 orang narapidana.

  Selain itu, ketidaksesuaian jumlah petugas Lembaga Pemasyarakatan yang menjaga narapidana juga berperan sangat penting untuk mencegah terjadinya kekerasan antar narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan uraian tersebut jelas bahwa tindak kekerasan yang dilakukan antar narapidana dipengaruhi yang paling utama dari unsur sarana dan prasarana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.

  Apabila terjadi kekerasan antar narapidana didalam Lembaga Pemasyarakatan maka peran Lembaga Pemasyarakatan adalah sesuai dengan ketentuan SOP (Standar Oprasional) yang ada di dalam Lembaga Pemasyarakatan itu sendiri. Misalnya melakukan penyelidikan terhadap pelaku dan korban , melakukan penempatan pada sel khusus bagi pelaku, melakukan mediasi antara pelaku dan korban, melakukan pemberian sanksi terhadap pelaku. Namun apabila perbuatan tersebut sudah dapat dikatagorikan suatu perbuatan pidana dan pihak korban merasa tidak terima atau merasa perlu adanya keadilan dan tidak dapat di mediasi maka korban dapat melakukan pelaporan ke pihak kepolisian. Jika perkara tersebut dilanjutkan kepada pihak kepolisian maka dalam hal ini peran Lembaga Pemasyarakatan hanyalah memberikan hasil penyidikan petugas Lembaga Pemasyarakatan dan memfasilitasi pihak kepolisian dalam melakukan penyidikan.

  III. PENUTUP

  A. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

  1. Faktor penyebab kekerasan dilakukan secara bersama-sama di Lembaga Pemasyarakatan disebabkan oleh 2 (dua) faktor yakni : faktor penyebab dari dalam (internal), yaitu kurang memiliki kemampuan penyesuain diri, terjadinya perkelahian, provokasi dan berbagai tindak kekerasan lain oleh sesama narapidana. Faktor penyebab dari luar (eksternal), yaitu faktor ekonomi, kapasitas kamar yang tidak memadai, lemahnya keamanan dalam Lapas.

  2. Upaya yang dilakukan sebagai bentuk pencegahan adanya tindak kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di Lembaga Pemasyarakatan adalah dengan melakukan penggeledahan baik yang bersifat rutinitas maupun insidentil, mengupayakan pendekatan keamanaan dan ketertiban.

DAFTAR PUSTAKA

B. Saran

  1. Hendaknya untuk menunjang penganggulangan kekerasan dilakukan secara bersama-sama di Lembaga Pemasyarakatan, perlu di dukung dengan sarana dan prasarana yang cukup seperti penambahan ruang hunian di Lembaga Pemasyarakatan dan petugas Lapas yang seimbang dengan jumlah narapidana, dan juga pemasangan alat-alat keamanan yang canggih dan modern (CCTV dan sebagainya), lalu peningkatan kualitas SDM (sumber daya manusia), skill individu tentunya guna menunjang keberhasilan keamanan.

  Eugenius Sumaryono.Kejahatan Anak Suatu Tinjauan Dari Segi Psiologis dan Hukum.

  Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.

  Hukum Psikotropika dalam Kajian Sosiologi Hukum.

  PT Raja Grafin. Sunarso, Siswanto. 2004. Penegakan

  Aditama. Soekanto, Soerjono. 2011. Pokok- Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta.

  Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia. Bandung. PT Refika

  Yogyakarta:LIBERTI. Priyatna, Dwidja. 2006. Sistem

  Meliala, A. Qirom Samsudin. 1985.

  2. Hendaknya pihak Lapas perlu meningkatkan kerja sama dengan pihak instansi lainya dalam hal pengamanan keamanan dan ketertiban di Lapas. Untuk menciptakan keadaan lapas yang lebih aman dan tertib, bentuk-bentuk pencegahan atau preventif seperti penggeledahan perlu ditingkatkan.

  Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

  2009. Panduan Pemasyarakatan

  Alumni. Majelis Pemusyawaratan Rakyat RI.

  Penanggulangan Kejahatan (Crem Prevention). Bandung:

  1976.

  Ghalia Indonesia. Dirdjosisworo, Seodjono.

  Bonger, W.A. 1982. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta.

  UUD NKRI Tahun 1945 (Sesuai dengan Urutan Bab. Pasal. dan Ayat). Jakarta: Sekjen MPR RI.

  

  

  NO. HP : 081373615314